Anda di halaman 1dari 8

Nama : Akhmad Rubani

NIM : 18620004
KELAS : Biologi-A

Pembentukan Provinsi Konservasi (Papua Barat)

1.Pengertian Provinsi Konservasi serta alasan/dasar pemikiran pembentukan


Konservasi adalah suatu upaya pelestarian, perlindungan, dan pemanfaatan sumber
daya secara berkelanjutan. Saat ini konservasi telah menjadi tuntutan dan kebutuhan yang
harus dipenuhi sebagai harmonisasi atas kebutuhan ekonomi masyarakat dan keinginan untuk
terus melestarikan sumber daya alam yang ada bagi masa depan . Provinsi konservasi
merupakan salah satu cara dan peluang untuk membangun strategi pembangunan
berkelanjutan, dengan tujuan menyeimbangkan berbagai trade-off antara pengembangan
lahan, perlindungan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat (Haurissa, 2018).
Studi telah dilakukan di Provinsi Papua Barat, yang luasnya sekitar 10.023.016,48 Ha
dan terdiri dari dua belas kabupaten dan satu kota. Provinsi Papua Barat memiliki wilayah
yang meliputi wilayah kepala burung di pulau Papua dan pulau-pulau sekitarnya. Sebelah
utara berbatasan dengan Samudera Pasifik, di sebelah barat berbatasan dengan Laut
Halmahera dan Laut Seram, di sebelah selatan berbatasan dengan Laut Banda, dan di sebelah
timur berbatasan dengan Provinsi Papua dan Teluk Cenderawasih. Manokwari adalah ibu
kota, sedangkan Sorong adalah kota terbesar dan pintu gerbang utama provinsi. Papua Barat
adalah provinsi terpadat kedua di Indonesia, dengan jumlah penduduk 760.422 menurut
sensus 2010 oleh Badan Pusat Statistik. Provinsi Papua Barat terkenal dengan Kepulauan
Raja Ampatnya yang memiliki keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia. Papua Barat
masih menjadi salah satu provinsi paling tidak berkembang dari 34 provinsi di Indonesia,
hanya berada di atas provinsi tetangganya, Papua. PERDA baru-baru ini menetapkan Papua
Barat sebagai provinsi pembangunan berkelanjutan yang membutuhkan setidaknya 70% dari
total luas wilayah di Provinsi Papua Barat harus dilestarikan, melalui pembentukan provinsi
konservasi. Peraturan ini sebagai dasar kajian awal Rencana Tata Ruang dan Wilayah Papua
Barat saat ini karena proporsi kawasan lindung dan budidaya masing-masing saat ini 36% dan
64% (Syartinilia, 2019).
Alasan terbentuknya Provinsi Papua Barat sebagai Provinsi Konservasi adalah karena
Provinsi Papua Barat merupakan kawasan yang berperan penting secara global dalam
menjaga keanekaragaman hayati dan mendukung budaya tradisional yang unik. Hutan dan
sungai, serta ekosistem pesisir dan lautnya secara global berperan penting bagi
keanekaragaman hayati dan simpanan cadangan karbon. Provinsi ini berada pada tahap awal
perubahan pembangunan ekonomi yang akan membawa manfaat, tetapi juga menjadi
ancaman jika tidak dikelola dengan baik. Untuk membantu dalam percepatan pembangunan,
Provinsi Papua Barat telah menetapkan inisitif kebijakan Provinsi Konservasi. Inisiatif
kebijakan Provinsi Konservasi adalah kesempatan untuk menetapkan sebuah paradigma
pembangunan berkelanjutan yang baru. Sebuah jalur kebijakan yang bertujuan untuk
menyeimbangkan peluang dan mengurangi resiko (Haurissa, 2018).

2.Tahapan/proses pembentukannya serta pihak-pihak yang berperan


Kepentingan konservasi di Indonesia khususnya sumber daya sudah dimulai sejak
tahun 1970an melalui mainstream konservation global yaitu suatu upaya perlindungan
terhadap jenis-jenis hewan dan tumbuhan langka. UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
beserta perubahannya (UU No.45 Tahun 2009) dan UU No. 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mengarahkan bahwa pemerintah dan
seluruh pemangku-kepentingan pembangunan kelautan dan perikanan lainnya untuk
mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Sejarah
konservasi menegaskan, titik krusial keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran konservasi
terletak pada efektivitas pengelolaan yang dilakukan terhadap sebuah kawasan konservasi.
Untuk mencapai hal tersebut, ditetapkan Peraturan Menteri Kelautan Nomor 30 Tahun 2010
tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan. Lebih lanjut, pada
tahun 2012 Dit. KKJI juga telah menyusun Pedoman Evaluasi Efektivitas Pengelolaan
Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (E-KKP3K) (Handayani. 2016).
Provinsi Papua Barat adalah salah satu Provinsi yang dinobatkan sebagai Provinsi
Konservasi pada tahun 2015 yang diinisiasi oleh Kepala Daerah (Gubernur) Papua Barat
Abraham O. Atururi 19 Oktober 2015, dengan maksud untuk melindungi dan mengelolah
sumberdaya alam secara berkelanjutan sebagai modal dasar untuk pembangunan
kesejahteraan penduduk di Provinsi Papua Barat. Pencanangan Provinsi Papua Barat sebagai
Provinsi Konservasi dijadikan sebagai dasar untuk pengembangan kebijakan pembangunan
secara bijaksana dan berkelanjutan di Papua Barat (Haurissa, 2018). Pembentukan Pokja
Provinsi Konservasi ini berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Papua Barat
No.522.5/123/6/2015 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Provinsi Konservasi Papua
Barat. Adapun anggota dari kelompok kerja ini terdiri dari Pemerintah Provinsi Papua Barat,
Majelis Rakyat Papua Barat, DPRD Provinsi Papua Barat, Universitas Negeri Papua, dan
LSM (WWF Indonesia, Conservation International (CI), dan The Nature Conservacy (TNC)
(WWF Indonesia, 2015).
Sebagai Tindak Lanjutan, berdasarkan hasil Konferensi Internasional tentang
Keanekaragaman Hayati, Ekowisata dan Ekonomi Kreatif (ICBE 2018) pada tanggal 7
Oktober 2018, disusun sebuah deklarasi bernama “Deklarasi Manokwari” yang
ditandatangani oleh Gubernur Papua dan Gubernur Papua Barat pada Nota Kesepahaman
tentang Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Wilayah Adat di Tanah Papua. Hal ini
menegaskan kembali komitmen pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dan
menuangkannya melalui Peraturan Daerah Khusus di Provinsi Papua Barat, revisi atau
peninjauan RTRWP Papua dan RTRWP Papua Barat yang mengakomodir minimal 70% luas
daratan sebagai Kawasan lindung. Dalam deklarasi ini memuat 14 pernyataan komitmen
untuk bersama-sama membangun visi tentang hak-hak masyarakat dan pengelolaan sumber
daya alam yang berkelanjutan di tanah Papua (Deklarasi Manokwari, 2018).
Baru ini, pada tanggal 20 Maret 2019 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Papua Barat mengesahkan sebuah Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Provinsi Papua Barat
yang menegaskan komitmen dari pemerintah provinsi terhadap prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan. Perdasus tentang Pembangunan Berkelanjutan di Provinsi Papua Barat akan
memperkuat Deklarasi Papua Barat Sebagai Provinsi Konservasi tahun 2015 yang
ditandatangani oleh Abraham Octavianus Atururi, Gubernur pada saat itu, yang mendukung
“Provinsi Konservasi” pertama di Indonesia. Memiliki visi untuk menyeimbangkan
pembangunan, kesempatan ekonomi, sekaligus mengurangi resiko yang mungkin ditimbulkan
pembangunan. Perdasus ini akan menyeimbangkan pembangunan dengan konservasi
sekaligus memprioritaskan kebutuhan-kebutuhan dari masyarakat asli Papua Barat. Peraturan
‘payung’ yang dimaksud menyatakan bahwa pembangunan di Papua Barat mesti bersesuaian
dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Melindungi lingkungan hidup untuk pemanfaatan dan mata pencaharian masyarakat
asli di Papua Barat.
2. Melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati untuk mempertahankan
keseimbangan ekologis dan keberlanjutannya bagi manusia dan makhluk hidup
lainnya;
3. Memastikan pemanfaatan sumber daya alam hayati secara bijak dan berkelanjutan
untuk generasi-generasi yang akan datang;
4. Mengembalikan kondisi lingkungan penting yang telah rusak dan meningkatkan
pengelolaan ekosistem.
Komitmen para pemimpin daerah di Papua Barat telah dituangkan dalam “Aspirasi
Teminabuan” pada tanggal 30 April 2019. Di dalam dokumen tersebut, Gubernur beserta
seluruh Bupati dan Walikota se-Provinsi Papua Barat sepakat melindungi 70 persen luas
daratan Papua Barat untuk kepentingan pelestarian ekosistem penting (Vulpas, 2019).
3. Perkembangan kondisi sekarang (realita serta target SDA yang ingin dikelola)
Pemerintah Papua Barat sedang menyiapkan rencana strategis percepatan pelaksanaan
Provinsi Pembangunan Berkelanjutan melalui arahan sesuai mandat Perdasus Provinsi
Pembangunan Berkelanjutan. RPJM Kementerian dan lembaga dalam mendukung percepatan
Pembangunan provinsi berkelanjutan di Papua Barat. Terkait hal ini sudah beberapa kali
dilakukan dialog ke pusat dan disampaikan secara terbuka lewat diskusi-diskusi agar di pusat
juga bisa mengakomodir apa yang diperjuangkan dalam rangka melindungi lingkungan hidup
di Papua Barat. Pemda Papua Barat melalui Balitbangda telah memulai dengan upaya
koordinasi dari tingkat pusat untuk melaksanakan gagasan-gagasan ini. Namun tentu saja
masih membutuhkan diskusi mendalam dan koordinasi lebih lanjut untuk mendapatkan saran
dan masukan dari Pemerintah Pusat dan juga dari kita di daerah (Yomo, 2020).
Dilansir dari CNN Indonesia (2018) Melalui Seminar di Norwegia, Gubernur Papua
Barat menyampaikan akan ada banyak kerjasama yang terjalin dengan sejumlah negara dan
lembaga donor luar negeri. Kerjasama ini diarahkan pada upaya optimalisasi pengelolaan
potensi sumber daya alam melalui konsep pembangunan berkelanjutan. Hutan di Provinsi
Papua Barat terbagi atas beberapa kawasan yaitu; hutan lindung (sekitar  1,6 juta hektare),
hutan konservasi (sekitar  1,7 juta hektare), areal peruntukan Lain (sekitar  342 ribu hektare),
dan hutan produksi (sekitar 6,03 juta hektare). Kawasan hutan ini terdiri dari berbagai tipe
hutan mulai dari hutan mangrove, hutan pantai, hutan rawa, hutan dataran rendah sampai
hutan pegunungan rendah. Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Meja yang terletak di pusat
kota Manokwari merupakan salah satu unggulan. Terdapat ratusan jenis pohon, puluhan jenis
perdu, semak, liana, paku, serta tanaman herbal. Beberapa jenis anggrek, palem, dan rotan
juga hidup di sini. Tempat ini memiliki fungsi untuk pariwisata alam, perlindungan sistem
penyangga kehidupan dan pengawetan keragaman jenis tumbuhan, satwa dan keunikan alam.
Tak hanya kawasan hutan tropis, salah satu daerah yang menjadi primadona untuk
sektor pariwisata di Papua Barat adalah Kabupaten Raja Ampat. Tempat ini terkenal akan
wisata baharinya, panorama bawah lautnya disinyalir sebagai salah satu yang terindah di
dunia. Terumbu karang di perairan Raja Ampat dinilai sebagai yang terlengkap di dunia.
Karena dari 537 jenis karang yang ada di dunia ini, 75 persennya berada di perairan ini. Selain
Raja Ampat, wilayah lain di Papua Barat adalah kawasan Taman Nasional Teluk
Cenderawasih, Teluk Wondama. Tempat ini cukup terkenal di kalangan pecinta kegiatan
diving.. Tercatat ada sekitar 209 jenis ikan yang menghuni kawasan ini. Selain itu, terdapat
empat jenis penyu yang sering mendarat di taman nasional ini yaitu penyu sisik, penyu hijau,
penyu lekang dan penyu belimbing. (CNN Indonesia, 2018). Kawasan Konservasi Perairan
lain yang menjadi target diantaranya Kawasan Konservasi Perairan Nasional Padaido,
Kawasan Konservasi Perairan Nasional Waigeo Sebelah barat, Kawasan Konservasi
Kabupaten Kaimana, Suaka Margasatwa Laut Jamursba Medi, Kawasan Konservasi
Kabupaten Tambrauw (Abun), dan Kawasan Konservasi Kabupaten Biak Numfor
(Handayani. 2016).
Lebih lanjut Komitmen Kabupaten Tambrauw sebagai Kabupaten Konservasi
memberikan peluang yang strategis bagi pemerintah daerah, provinsi maupun pusat untuk
memastikan agar pengelolaan sumberdaya alam sebagai modal pembangunan dapat
diselenggarakan secara berkelanjutan serta memberikan manfaat yang adil bagi masyarakat,
terutama masyarakat adat antar generasi. Sebagai kabupaten konservasi, Tambrauw termasuk
kabupaten dengan rasio tutupan hutan yang cukup luas yaitu 93.8% dari total luas wilayah
sebesar 1,167,603.36 hektar. Kabupaten ini memiliki Kawasan lindung seluas 876,969 hektar
atau hampir 75% dari total luasan daratannya. Kawasan lindung ini berupa hutan lindung
(36.27%) dan Cagar Alam Tambrauw Utara dan Selatan (63.73%). Kawasan lindung ini
tersebar diseluruh distrik yang ada di Tambrauw. Tidak hanya kawasan lindung, faktanya di
kabupaten yang baru dimekarkan ini, dalam beberapa tahun terakhir juga sedang gencar-
gencarnya melakukan pembangunan yang berkaitan dengan pembangunan jalan eksploitasi
sumberdaya alam (Fatem, 2019).
Beberapa tahun terakhir, pemerintahan Joko Widodo mendorong pembangunan
infrastruktur di Papua dan Papua Barat, yang tujuan utamanya meningkatkan konektivitas
antardaerah di kedua provinsi tersebut. Sebagai dampak, terdapat pengaruh peningkatan
konektivitas terhadap lingkungan hidup. Hasil kajian menunjukkan pembukaan dan
peningkatan kondisi jalan beserta pemekaran menarik warga untuk membuka permukiman
dan pembukaan ladang di sekitar jalur jalan, yang pada prosesnya memotong sehingga
mengurangi tutupan hutan. Berdasarkan pengamatan, di beberapa koridor jalan misalnya
Sorong-Tambrauw dan Sorong-Maybrat– banyak dijumpai kampung-kampung persiapan
pemekaran. Warga sudah menebang pohon dan membangun tenda atau rumah untuk
menandai pemekaran kampung oleh warga tersebut. Kondisi ini sesuai dengan data peta
tutupan hutan 2001-2017 dari Forest Watch yang menunjukkan hubungan antara penurunan
tutupan hutan dengan pembangunan jalan. Berdasarkan perbandingan peta tersebut, wilayah
yang memiliki penurunan luas tutupan hutan signifikan berada pada wilayah yang terhubung
dengan jalur jalan di Papua dan Papua Barat, terutama jalur jalan nasional sesuai Jaringan
Jalan Nasional tahun 2015 dan Jaringan Jalan Trans-Papua. Tetapi, skala penurunan tutupan
hutan tidak terlalu besar karena peningkatan kondisi jalan tidak menyebabkan peningkatan
jumlah industri ekstraktif skala besar baru.
Namun, bersamaan dengan meningkatnya permintaan kayu untuk membangun rumah,
warga kampung –OAP dan nonOAP– meningkatkan intensitas penebangan hutan, dan
terutama penjualan kayu untuk membangun rumah-rumah. Kondisi ini sejalan dengan data
pemberian ijin IPHHK (Ijin Pemungutan Hasil Hutan Kayu Alam) dari Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Atap (DPMPTSP) Provinsi Papua Barat. Berdasarkan
wawancara dengan kepala dinas, jumlah ijin tersebut terus meningkat setiap tahun. Di tahun
2017 ada 1044 ijin IPHHK (86%) dari 1216 ijin baru (Sari dkk, 2018).
Pembangunan jalan juga berdampak negatif pada keseimbangan ekosistem di Papua
yang terlihat jelas di wilayah Taman Nasional Lorentz. Taman nasional ini merupakan situs
warisan dunia PBB sejak 1999, yang dilintasi jalur jalan Habema-Nduga-Kenyam. Meskipun
pembangunan jalan di kawasan konservasi sesungguhnya ditentang oleh UU No. 9 Tahun
1990, namun pembangunan jalan tetap dilakukan berdasar pada SK Menteri Kehutanan pada
tahun 2012 karena adanya kebutuhan jalan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di
daeerah tersebut. Berdasarkan laporan UNESCO tahun 2014 dan 2015 serta laporan KLHK,
walau berizin, pembangunan jalan di jalur tersebut menyalahi prosedur karena tidak
dilengkapi oleh dokumen resmi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan berita
acara penebangan pohon untuk pembukaan jalan. Akibatnya, pembangunan jalan terbukti
membawa kerusakan lingkungan dan keberagaman hayati Taman Lorentz, di antaranya:
tumbangnya pepohonan yang menjadi sumber kehidupan satwa, terputusnya aliran air dalam
ekosistem, dan matinya hutan Notafhagus pada Taman Lorentz (Sari dkk, 2018).
DAFTAR PUSTAKA

CNN Indonesia. 2018. Menjelajahi Alam Papua Barat. Diakses Pada 25 September 2020
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180710135244-269-
312955/menjelajahi-alam-papua-barat
Deklarasi Manokwari, 2018. Tentang Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Wilayah Adat di
Tanah Papua.
Fatem, Sepus M. 2019. Strategi Pembentukan Tambrauw Sebagai Kabupaten Konservasi Di
Papua. Jurnal Ilmu Lingkungan. Vol. 17 Issue 2.
Handayani, Suci Nurhadini. 2016. Profil Kawasan Konservasi Provinsi Papua - Papua Barat.
Jurnal Researchgate.
Haurissa, Jenly. 2018. Papua Barat Sebagai Provinsi Konservasi Umtuk Mendukung Manfaat
Jangka Pendek, Menengah dan Jangka Panjang. Jurnal Konservasi Sumber Daya
Perairan. Universitas Negeri Papua.
Sari, Yulia Indri dkk., 2018. Jalan Untuk Komunitas; Membangun Infrastruktur Konektivitas
Jalan Untuk Penghidupan Orang Asli Papua dan Lingkungan Hidup. The Asia
Foundation (TAF) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Diakses Pada
25 September 2020 https://asiafoundation.org/wp-
content/uploads/2018/10/Ringkasan-Eksekutif-Rapid-Assessment-Infra-Papua.pdf
Syartinilia., Sry Wahyunib, Audrie J Siahaineniab, Iman Santoso. 2019. Environmentally
Sensitive Area Models for Supporting West Papua Conservation Province. Sixth
International Symposium on LAPAN-IPB Satellite.
Vulpas, Susie. 2019. Papua Barat, Provinsi Konservasi Pertama Dunia. Papua Post. Diakses
Pada 25 September 2020 https://birdsheadseascape.com/regional/papua-barat-
provinsi-konservasi-pertama-dunia-oleh-susie-vulpas/
WWF Indonesia, 2015. Deklarasi Papua Barat sebagai Provinsi Konservasi. Diakses Pada 25
September 2020
https://d2d2tb15kqhejt.cloudfront.net/downloads/_siaran_pers__deklarasi_papua_bar
at_sebagai_provinsi_konservasi.pdf
Yomo, 2020. Provinsi Pembangunan Berkelanjutan Untuk Membuat Dunia Lebih Baik.
Bentara Papua. Diakses Pada 25 September 2020
http://bentarapapua.org/page/press_detail/123

Anda mungkin juga menyukai