Anda di halaman 1dari 27

BLOK ELEKTIF KESEHATAN HAJI

STUDI KASUS

Disusun oleh:

Kelompok 1

1. Fauziah Adhima 5. Dinda Divamillenia


(011811133073) (011811133004)
2. Mu'azza Mubaroka 6. Muhammad Arsy Reza Suyudi
(011811133069) (011811133205)
3. Venansya Maulina Praba 7. Nadia Hidayat
(011811133058) (011811133042)
4. Dedy Firmansyah 8. Muflikhah Ramadhani
(011811133221) (011811133041)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2021
STUDI KASUS JEMAAH HAJI INDONESIA

BLOK KEDOKTERAN HAJI 2021

Seorang calon jemaah haji bernama Tuan Umar berusia 65 tahun. Tuan Umar ini
sudah mendaftar sejak usia 50 tahun sehingga sudah menunggu 15 tahun baru mendapat
kabar bahwa bisa berangkat tahun depan. Tuan Umar menderita Diabetes sejak usia 40 tahun.
Berobat dan kontrol tidak teratur. Saat ini kondisi tuan Umar terjadi komplikasi nefropati
diabetes dan retinopati diabetes. Komplikasi nefropati nya menyebabkan penurunan fungsi
ginjal sehingga masuk kriteria diagnosis CKD stage 4. Selain itu juga didapatkan hipertensi
stage 2 dengan pemberat CHF class functional NYHA III. Tim dokter menyarankan untuk
menjalani terapi pengganti ginjal berupa hemodialisis. Pak Umar tidak setuju dan tidak mau
karena tahun depan akan berangkat ibadah haji yang sudah ditunggu-tunggu selama 15 tahun.
Tuan Umar takut saat pemeriksaan kesehatan tahap 2 dinyatakan tidak istithoah kesehatan,
maka tuan Umar menghubungi teman-teman nya yang memiliki jabatan agar bisa lolos
pemeriksaan kesehatan tahap 2 ini.

Akhirnya tuan Umar saat pemeriksaan tahap 2 dinyatakan istithoah dengan


pendampingan obat. Tuan Umar disarankan untuk mendapat imunisasi tambahan selain yang
wajib. Tuan Umar akhirnya bisa terbang dan berangkat ke tanah suci untuk menjalani ibadah
haji. Saat di tanah suci, tuan Umar rajin beribadah bahkan melakukan umroh sunah sampai 15
kali dalam 5 hari. Beliau beranggapan jika bisa umroh 25 kali setara dengan haji. Setelah
menjalani umroh sunah yang ke 15 tuan Umar jatuh sakit. Tim dokter kloter merujuk tuan
Umar ke KKHI Mekkah. Pemeriksaan di KKHI Mekkah menunjukkan adanya tanda Acute
Lung Oedema dan CKD stage 5. Tuan Umar dirujuk ke RS Arab Saudi. Di RS Arab Saudi
tuan Umar menjalani hemodialisis dan perawatan di ICU. Saat puncak ibadah haji tiba, yaitu
tanggal 8 – 10 Dzulhidjah. Tuan Umar masih dirawat di RS Arab Saudi.
Tugas:

1. Mahasiswa diminta membuat makalah tentang studi kasus ini secara kelompok
(kelompok sesuai kelompok tutorial/ skill labs). Penulisan makalah menggunakan
format:
1. Kasus
2. Identifikasi masalah
3. Diskusi pemecahan masalah (biomedik, psikososial, ibadah/ fikih ibadah, dan
lingkungan). Pemecahan masalah juga harus mengandung unsur promotif/
preventif, kuratif dan rehabilitatif.
4. Kesimpulan
5. Makalah di kumpulkan di MyKlass FKIK UMY paling lambat tanggal 19
Desember 2021 jam 23.59 WIB
2. Akan dilakukan panel diskusi dengan beberapa dosen pengampu.
3. Tiap kelompok melakukan presentasi masing-masing kelompok 20 menit. Diskusi
dilakukan setelah presentasi selama 20 menit per kelompok.
Identifikasi masalah

1. Tuan Umar berusia lanjut ketika hendak pergi haji sehingga sudah tergolong dalam
jamah risiko tinggi (Risti)
2. Tuan Umar menderita Diabetes sejak usia 40 tahun yang tidak terkontrol disertai
dengan komplikasi nefropati diabetes dan retinopati diabetes.
3. Tuan Umar terdiagnosis CKD IV dan harus melakukan hemodialisis tetapi beliau
menolak dan melakukan kecurangan saat penetapan kriteria istithaah
4. Tuan Umar mengalami hipertensi stage 2 dengan pemberat CHF class functional
NYHA III.
5. Imunisasi tambahan (selain wajib) yang dibutuhkan Tuan Umar
6. Tuan Umar jatuh sakit setelah menjalankan ibadah umrah sunnah yang ke-15
7. Tuan Umar dirujuk ke KKHI Mekkah oleh Tim dokter kloter dengan diagnosis Acute
Lung Oedema dan CKD stage 5
8. Tuan Umar dirujuk ke RS Arab Saudi untuk melakukan perawatan di ICU dan
menjalani hemodialisis
9. Tuan Umar masih dirawat di RS Arab Saudi saat puncak ibadah haji
Diskusi pemecahan masalah

1. Tuan Umar berusia lanjut ketika hendak pergi haji sehingga sudah tergolong
dalam jamah risiko tinggi (Risti)
Berdasarkan Petunjuk Teknis Permenkes Nomor 15 Tahun 2016, Tuan Umar ini sudah
mendaftar sejak usia 50 tahun sehingga sudah menunggu 15 tahun dan baru mendapat kabar
bahwa bisa berangkat tahun depan. Pada saat hendak mendaftar sebagai jemaah haji, Tuan
Umar tentunya telah dilakukan pemeriksaan kesehatan tahap pertama untuk memperoleh
nomor porsi. Hasil pemeriksaan ini akan menjadi dasar pelaksanaan pembinaan kesehatan
yang bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi kesehatan jemaah haji, yang
harus dilakukan secara dini (sesegera mungkin setelah mendapatkan nomor porsi atau paling
lambat 2 (dua) tahun dari perkiraan keberangkatan).
Pemeriksaan kesehatan tahap pertama menghasilkan diagnosis yang kemudian akan
dikategorikan sesuai tingkat risiko kesehatan, yaitu risiko kesehatan tinggi (risti) atau tidak
risiko tinggi (non-risti). Selain itu, pemeriksaan ini juga akan menghasilkan rekomendasi atau
tindakan kesehatan selanjutnya berupa pembinaan kesehatan pada masa tunggu. Pemeriksaan
kesehatan tahap pertama meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
diagnosis, penetapan tingkat risiko kesehatan, dan rekomendasi/saran/rencana tindak lanjut.
Berdasarkan diagnosis dan hasil pemeriksaan kesehatan tahap pertama, tim
penyelenggara kesehatan haji kabupaten/kota menetapkan status risti atau non-risti dengan
suatu kriteria. Yang mana kriteria status kesehatan risiko tinggi diterapkan bila:
a. Berusia 60 tahun atau lebih, dan/atau
b. Memiliki faktor risiko kesehatan dan gangguan kesehatan yang potensial
menyebabkan keterbatasan dalam melaksanakan ibadah haji, misalnya:
○ Penyakit degeneratif
○ Penyakit metabolik
○ Penyakit kronis
○ Penyakit imunologis
○ Penyakit bawaan
○ Penyakit jiwa
c. Memiliki faktor risiko kesehatan yang potensial menyebabkan ketidakmampuan
menjalankan rukun dan wajib haji dan mengancam keselamatan jemaah haji, antara
lain:
○ Penyakit kardiovaskuler
○ Penyakit metabolik
○ Penyakit paru atau saluran nafas
○ Penyakit ginjal
○ Penyakit hipertensi
○ Penyakit keganasan
Tuan Umar dimasukkan kedalam kriteria risiko tinggi, karena setelah melewati masa
tunggu, nantinya Pak Umar akan berusia lebih dari 60 tahun. Selain itu, Tuan Umar juga
menderita beberapa penyakit seperti diabetes, CKD, hipertensi, bahkan hingga perberatan
CHF. Sebagai calon jemaah haji dengan risiko tinggi, Tuan umar harus dilakukan perawatan
dan pembinaan kesehatan atau dapat dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan lain untuk
tatalaksana selanjutnya, yang tentunya tetap berkoordinasi dengan dokter puskesmas atau
klinik pelaksana pemeriksaan kesehatan tahap pertama.
Selain itu, pada pemeriksaan tahap pertama, Tuan Umar juga dapat dilakukan
pemeriksaan risiko Penyakit Jantung Koroner, karena jika ditinjau dari usia dan kondisi klinis
Tuan Umar, beliau memiliki beberapa faktor risiko terkait dengan kejadian PJK tersebut.
Deteksi dini PJK dapat dinilai dengan cara mendeteksi faktor risiko sehingga kita dapat
memperkirakan kejadian penyakit kardiovaskular 10 tahun ke depan. Pasien dinilai
stratifikasi risikonya berdasarkan Skor Kardiovaskular Jakarta (Kemenkes RI, 2017)

Calon Jamaah haji yang sudah dievaluasi memakai Skor Kardiovaskular Jakarta, akan
distratifikasi risiko dan diberikan rekomendasi lanjutan sebagai berikut:
● Risiko rendah (-7 s/d 1) (risiko kardiovaskuler < 10 %) : direkomendasikan untuk
Preventif mandiri.
● Risiko sedang ( +2 s/d 4 ) (risiko kardiovaskuler 10-20 %) : direkomendasikan
untuk tindakan promotif di Puskesmas atau Klub Jantung Sehat, Yayasan Jantung
Indonesia, atau bergabung dengan Program Perdokhi dan sejenis.
● Risiko tinggi (> 5 ) (risiko kardiovaskuler > 20 %): direkomendasikan untuk
konsultasi dokter Spesialis Jantung guna pemeriksaan penunjang lebih lanjut
untuk skrining penyakit jantung koroner. Setelah jemaah haji melakukan
pemeriksaan kesehatan tahap pertama.

Selanjutnya jemaah haji diberikan program pembinaan kesehatan pada masa tunggu.
Pembinaan kesehatan pada masa tunggu dimaksudkan agar tingkat risiko kesehatan jemaah
haji dapat ditingkatkan menuju istithaah. Pembinaan kesehatan pada masa tunggu dilakukan
kepada jemaah haji yang telah memperoleh nomor porsi sampai pada waktu ditentukan kuota
keberangkatannya. Secara umum, kegiatan pembinaan kesehatan haji diklasifikasikan
menjadi:

1. Kegiatan pembimbingan kesehatan haji, yang terdiri dari konseling kesehatan,


peningkatan kebugaran jasmani, pemanfaatan upaya kesehatan berbasis
masyarakat, kunjungan rumah, dan bimbingan manasik.

Pada upaya peningkatan kebugaran jasmani, metode penilaian/pengukuran kebugaran


dapat dilakukan dengan metode Rockport Walking Test atau Six Minutes Walking Test, dengan
sebelumnya mengisi kuesioner PAR-Q and You. Kuesioner Par-Q. Karena Tuan Umar
kemungkinan besar saat tahap ini, ialah berada di usia > 60 tahun, dan juga memiliki
gangguan pada jantung, sebaiknya beliau melakukan metode Six Minutes Walking Test.
Metode pemeriksaannya adalah dengan mengukur jarak tempuh seseorang berjalan dalam
waktu enam (6) menit pada lintasan yang sudah diukur.
Selain itu, jemaah haji diharapkan tetap menjaga kebugaran jasmaninya dengan
membiasakan beraktivitas fisik dan melakukan latihan fisik yang baik, benar, terukur, teratur
sesuai kaidah kesehatan sambil menunggu waktu keberangkatan. Bentuk latihan fisik yang
dilakukan sebaiknya disesuaikan dengan kesenangan seperti:
● Jalan kaki, jogging
● Senam aerobik, contohnya Senam Haji Sehat, Senam Lansia, Senam Jantung
Sehat, Senam Diabetes Melitus, Senam Asma, Senam Sehat Bugar, dan Senam
Kebugaran Jasmani.
● Latihan fisik lain, contohnya berenang, bersepeda

2. Kegiatan penyuluhan kesehatan haji, baik penyuluhan secara langsung maupun


melalui media massa (Petunjuk Teknis Permenkes Nomor 15 Tahun 2016).

Deteksi dini yang dilakukan di Puskesmas tidak hanya dilakukan untuk mengetahui
kondisi fisik, namun juga dilakukan untuk mengetahui kesehatan jiwa. Setelah melakukan
pemeriksaan kesehatan fisik, Petugas kesehatan melakukan pemeriksaan kesehatan jiwa
Jemaah Haji/Calon Jemaah Haji dengan menggunakan instrumen MINI ICD-X dan HVLT.
Hasil akhir deteksi dini Risiko Tinggi kesehatan Jiwa Jemaah Haji/Calon Jemaah Haji
dikategorisasikan sebagai berikut:
a. Tidak ditemukan risiko.
b. Ditemukan risiko tinggi
Jika pada pemeriksaan ditemukan Calon Jemaah Haji dengan kategori Risiko Tinggi (RISTI)
Kesehatan Jiwa maka akan dirujuk ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Kota/Kabupaten
untuk dilakukan pemeriksaan dan penatalaksanaan lebih lanjut.
Dengan usia Tuan Umar yang pada saat akan berangkat haji, sudah memasuki usia
lansia, maka test pemeriksaan Demensia perlu digaris bawahi, mengingat Tuan Umar berada
di usia dengan faktor risiko tinggi. Test Demensia bagi calon jemaah haji dideteksi dengan
mempergunakan Instrumen HVLT (Hopkins, Verbal Learning Test). Pemeriksaan dilakukan
dengan membacakan 12 macam benda dan pasien mengulang menyebutkannya. Pemeriksaan
dilakukan sebanyak 3 x Setiap benda yang diulang benar, mendapatkan masing masing 1
point. Pemeriksaan dilakukan 3 x dan menjumlahkan semua yang disebutkan benar. Jika
hasilnya:
a. ≤ 14 : Sangat mungkin Demensia
b. 15 – 36 : Normal
Pada calon jemaah haji lanjut usia, mereka akan diberikan serangkaian test screening
untuk mendeteksi apakah terdapat kondisi gangguan yang biasanya terdapat pada seseorang
berusia lajut. Serangkaian uji yang dilakukan adalah:
● Tes mata dengan cara calon jemaah haji membaca koran , jika pada jarak 50 cm
masih bisa membaca/ melihat tulisan, maka akan masih dalam batas normal untuk
melihat jarak jauh lainnya.
● Tes telinga dengan tes bisik.
● Tes Gerak kaki dengan uji Time Up and go test (TUGT)
● Tes kencing dengan ditanya, apakah setahun terakhir ngompol dan 1 minggu
terakhir terjadi “ngompol” atau tidak
● Tes Nutrisi dengan mengukur Tinggi Badan dan Berat Badan. Jika BB < 5% dalam
1 bulan (dengan tidak sengaja menurunkan BB), maka telah terjadi kondisi yang
serius.
● Test memori dengan Test HVLT
● Tes psikologis
● Test fisik dengan bertanya, apakah masih lancar dalam melakukan Activity of Daily
Living (Puskes Haji Kemenkes RI, 2013; Lawton and Brody, 1969; American
Geriatry Society, 2001).
Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa faktor psikosoial turut mempengaruhi kondisi
jemaah haji dalam kesuksesan menjalankan ibadah dengan lancar dan khidmat. Secara
umum, kondisi kesehatan jemaah haji dipengaruhi oleh faktor risiko internal dan faktor risiko
eksternal. Faktor risiko internal antara lain usia, pendidikan (mayoritas jemaah haji Indonesia
adalah lulusan sekolah dasar dan menengah), penyakit yang dideritanya (umumnya
degeneratif dan penyakit kronis), dan perilaku jemaah haji. Sedangkan faktor risiko eksternal,
yang mempengaruhi kejadian penyakit dan dapat memperberat kondisi kesehatan jemaah
antara lain lingkungan fisik (suhu dan kelembaban udara, debu), sosial, psikologis, serta
kondisi lainnya yang mempengaruhi daya tahan tubuh jemaah haji. Faktor risiko terutama
faktor risiko internal sangat berhubungan dengan karakteristik atau profil jemaah haji
Indonesia (Petunjuk Teknis Permenkes Nomor 15 Tahun 2016).

2. Tuan Umar menderita Diabetes sejak usia 40 tahun yang tidak terkontrol disertai
dengan komplikasi nefropati diabetes dan retinopati diabetes.
Calon jemaah haji yang ditetapkan tidak memenuhi syarat istithaah kesehatan haji
untuk sementara adalah jemaah haji dengan (Kemenkes, 2016):
1) Tidak memiliki sertifikat vaksinasi internasional yang sah. Artinya jemaah haji yang
belum dilakukan penyuntikan vaksinasi meningitis meningokokus.
2) Menderita penyakit tertentu yang berpeluang sembuh, antara lain tuberculosis sputum
BTA positif, tuberkulosis multidrug resisten, diabetes melitus tidak terkontrol,
hipertiroid, HIV-AIDS dengan diare kronik, stroke akut, perdarahan saluran cerna,
dan anemia gravis.
3) Suspek dan/atau confirm penyakit menular yang berpotensi wabah.
4) Psikosis akut.
5) Fraktur tungkai yang membutuhkan immobilisasi.
6) Fraktur tulang belakang tanpa komplikasi neurologis.
7) Hamil yang diprediksi usia kehamilannya pada saat keberangkatan kurang dari 14
minggu atau lebih dari 26 minggu.
Tuan Umar memiliki diabetes mellitus yang tidak terkontrol yang tergolong kriteria
tidak memenuhi syarat istithaah sementaraseperti di atas, harus mendapatkan pelayanan
kesehatan yang maksimal agar pak Umar tersebut dapat segera memenuhi syarat istithaah.
Tuan Umar memiliki komplikasi berupa nefropati diabetes dan retinopati diabetes.
Nefropati Diabetes adalah komplikasi mikrovaskular yang terjadi pada perjalanan penyakit
Diabetes Melitus (DM), bermula dari adanya hiperfiltrasi, mikroalbuminuria dan hipertensi
serta berkembang menjadi penyakit ginjal diabetes atau Nefropati Diabetik. Mogensen
membagi Nefropati diabetes dalam 5 tahapan yaitu tahap 1, hipertrofi dan hiperfiltrasi, tahap
2 adanya perubahan histopatologis berupa penebalan membran basalis dan peningkatan
matriks mesangium, tahap 3 mulai adanya mikroalbuminuria yang nyata dan umumnya sudah
mulai terdapat peningkatan tekanan darah , tahap 4 ditandai adanya proteinuria yang
persisten, umumnya komplikasi klinis sudah nyata seperti retinopati,neuropati,dislipidemia ,
tahap 5 dengan adanya penurunan laju filtrasi glomerulus secara kronik progresif(Loekman,
2018).
Dokter menyatakan untuk mencegah kondisi memburuk dan mengurangi risiko
terjadinya komplikasi . Perburukan kondisi pak Umar dapat dicegah dengan mengendalikan
kadar gula darah dan tekanan darah. Metode pengobatannya adalah dengan pemberian
obat-obatan, seperti: Obat penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE inhibitor) atau
ARB (angiotensin II receptor blocker), untuk menurunkan tekanan darah tinggi sekaligus
menahan bocornya albumin ke urine,obat penurun kolesterol, seperti statin, untuk
menurunkan kadar kolesterol dan mengurangi kebocoran protein ke urine (ginjal
bocor),Insulin, untuk menurunkan kadar gula darah,Finerenone, untuk mengurangi risiko
peradangan pada ginjal.Selain itu, dokter juga akan menganjurkan pak Umar untuk menjalani
pola makan yang lebih sehat, seperti:membatasi asupan protein,mengurangi asupan sodium
atau garam kurang dari 1500–2000 mg/dL,membatasi konsumsi makanan tinggi kalium
seperti pisang, bayam, dan alpukat,dan membatasi konsumsi makanan tinggi fosfor seperti
yoghurt, susu, dan daging olahan(Loekman, 2018).
Retinopati diabetes adalah kelainan mata pada pasien diabetes yang disebabkan
kerusakan kapiler retina dalam berbagai tingkatan sehingga menimbulkan gangguan
penglihatan mulai dari yang ringan sampai berat bahkan sampai menjadi kebutaan permanen.
Risiko mengalami retinopati meningkat sejalan dengan lamanya menderita diabetes sehingga
hiperglikemia yang berlangsung lama diduga sebagai faktor risiko utama. Pada diabetes
mellitus tipe 2 prevalensi retinopati sekitar 20% sejak diagnosis ditegakkan dan meningkat
menjadi 60-85% setelah 15 tahun.Pak Umar sudah menderita diabetes mellitus selama 25
artinya sudah lebih dari 15 tahun sehingga resiko untuk mengidap komplikasi retinopati
diabetes semakin tinggi berkisar 60-85%. Untuk menentukan diagnosis retinopati diabetes,
dokter akan melihat bagian dalam bola mata pak Umar dengan alat khusus bernama
oftalmoskop. Kondisi bagian dalam bola mata akan lebih jelas terlihat bila celah di tengah
mata atau pupil mata terbuka lebar. Oleh karena itu, dokter akan memberi obat tetes mata
khusus, untuk melebarkan pupil. Obat tetes mata tersebut dapat mengaburkan pandangan
selama beberapa jam (Abigail, 2016).
Pada saat pemeriksaan, dokter dapat melihat beberapa tanda retinopati diabetes yang
meliputi pembuluh darah yang tidak normal,pembengkakan dan tumpukan darah atau lemak
di retina,pertumbuhan pembuluh darah baru dan jaringan parut,perdarahan di bagian tengah
bola mata (vitreus),terlepasnya retina (ablasi retina),kelainan di saraf mata. Bila diperlukan,
dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan untuk Tuan Umar, seperti:
a. Fluorescein angiography
Dalam pemeriksaan ini, dokter kesehatan haji akan menyuntikkan cairan pewarna ke
pembuluh darah vena di lengan pak Umar. Kemudian, dokter spesialis mata akan mengambil
gambar dengan kamera khusus ketika cairan pewarna memasuki pembuluh darah di bola
mata. Dari gambar tersebut,dapat terlihat sumbatan atau kebocoran pada pembuluh darah di
mata.
b. Optical coherence tomography (OCT)
Optical coherence tomography adalah pemeriksaan yang akan memberikan gambaran
ketebalan retina. Melalui OCT, dokter spesialis mata dapat melihat jelas bila terjadi
kebocoran cairan ke dalam jaringan retina. Pemeriksaan OCT juga digunakan untuk menilai
keberhasilan terapi.
Pengobatan retinopati diabetes untuk pak Umar tergolong pasien yang sudah lama
menderita diabetes mellitus yaitu sekitar 25 tahun sehingga pak Umar termasuk pasien
dengan retinopati diabetes tahap lanjut, dokter dapat merekomendasikan sejumlah prosedur
medis kepada TuanUmar, antara lain:
● Suntik obat ke dalam mata. Dokter akan memberikan suntikan obat langsung ke
dalam bola mata, untuk mencegah pembentukan pembuluh darah baru. Obat yang
diberikan adalah bevacizumab.
● Vitrektomi dilakukan dengan membuat irisan kecil pada mata, guna mengeluarkan
darah dan mengangkat jaringan parut dari bagian tengah mata.
● Fotokoagulasi. Fotokoagulasi merupakan terapi sinar laser yang bertujuan
memperlambat atau menghentikan kebocoran cairan dan darah di dalam bola mata.
Terapi ini dilakukan dengan menembakkan sinar laser secara terfokus pada
pembuluh darah yang abnormal.
Pada saat pelaksanaan ibadah haji di Mekah, dokter yang tergabung dalam tim
kesehatan haji Indonesia,KKHI maupun PPIH dapat memberi edukasi seperti minum yang
cukup,terutama minum air zamzam,istirahat yang cukup dan teratur, selalu memakai alas kaki
karena di Arab Saudi suhunya lumayan panas, bawa kresek sebagai tempat sandal supaya
sandal tidak hilang.Sebagai upaya promotif,bisa dicapai dengan melakukan olahraga dengan
pendamping, pola makan, dan minum obat secara teratur,dan upaya preventifnya ialah selalu
memakai sandal karena pasien diabetes mellitus lebih rentan kulitnya melepuh dan
mengalami infeksi.
Mengenai hukum memakai kacamata hitam pada saat ihram,beberapa ulama
menjelaskan

‫ت َوجْ هَهَا َخوْ فًا ِمنَ ْالفِ ْتنَ ِة لَ ِك ْن يُحْ ِملُهَا قَوْ ُل‬
ْ ‫َويَجُوْ ُز لَهَا لُبْسُ النَّظَّا َر ِة َوااْل ِ َما ُم ال ّشافِ ِع ًّي َش َّد َد َعلَ ْيهَا َوي ُْل ِز ُمهَا بِ ْالفِ ْديَ ِة اِ َذا َستَ َر‬
‫ااْل ِ َم ِام اَحْ َم َد بِ َع َد ِم ْالفِ ْديَ ِة‬

“Diperbolehkan bagi perempuan untuk memakai kacamata. Dan Imam Syafi’i menekankan
hal tersebut dan mewajibkan membayar fidyah pada perempuan yang menutup wajahnya
karena khawatir adanya fitnah. Namun pendapat Imam Ahmad (pendiri madzhab Hanbali)
mengarahkan bahwa tidak ada keharusan membayar fidyah.”[2] Jadi bagi perempuan
memakai kacamata hukumnya boleh, sebab tidak melekat secara langsung pada wajah.
Namun penggunaan masker tidak diperbolehkan kecuali ada kebutuhan (hajat) dan tetap
mewajibkan membayar fidyah menurut ulama Syafi’iyyah, sedangkan menurut ulama
Hanabilah tidak wajib membayar fidyah.
Bagi laki laki, hukum memakai kacamata ihram apalagi ketika kondisi matanya sedang
sakit seperti yang dialami pak Umar yang mengalami retinopati diabetes,maka diperbolehkan
untuk memakai kacamata, islam itu indah, islam tidak pernah membebani umatnya.Allah
SWT. Maha Pengasih lagi Maha Penyayang terhadap hamba-hamba-Nya.
3. Tuan Umar terdiagnosis CKD IV dan harus melakukan hemodialisis tetapi beliau
menolak dan melakukan kecurangan saat penetapan kriteria istithaah
CKD Stage IV adalah suatu keadaan penyakit ginjal kronis yang ditandai dengan eGFR
di antara 15-29 ml/min. Hal ini berarti bahwa ginjal Pak Umar telah mengalami kerusakan
yang cukup serius karena CKD Stage IV adalah stage terakhir sebelum memasuki CKD Stage
V yang merupakan awal gagal ginjal.
Berdasarkan Juknis Permenkes Nomor 15 Tahun 2016, Pak Umar termasuk ke dalam
kategori tidak istithaah karena memiliki CKD Stadium IV yang memerlukan hemodialisis
rutin. Oleh karena itu, berdasarkan kriteria tersebut Pak Umar tidak bisa berangkat ke Arab
Saudi untuk menunaikan ibadah haji.
Bagi calon jemaah haji yang tidak bisa berangkat karena tidak istithaah, maka harus
dilakukan penyampaian kriteria tidak memenuhi syarat istithaah kepada jemaah.
Penyampaian dilakukan oleh tim penyelenggara kesehatan haji kabupaten/kota dalam
suasana kekeluargaan dan agamis agar jemaah dan keluarganya dapat memahami hal
tersebut. Penetapan istithaah kesehatan jemaah haji dilaksanakan paling lambat pada
saat 3 bulan sebelum keberangkatan. Kepada jemaah haji yang tidak memenuhi syarat
istithaah kesehatan, maka tidak akan dilakukan program pembinaan jemaah haji di
masa keberangkatan, mengingat status atau kondisi kesehatannya yang sangat memiliki
keterbatasan dan sangat sulit mengalami perubahan yang signifikan.
Dari sisi dokter/petugas yang meloloskan Pak Umar, ini merupakan tindakan yang salah
dan justru dapat membahayakan keadaan Pak Umar. Jika pak Umar tetap berangkat ke tanah
suci maka tidak akan bisa melakukan hemodialisis rutin, hal ini menyebabkan berbagai zat
sisa metabolisme tidak bisa dibersihkan dari darah pak umar dan dapat menyebabkan
berbagai komplikasi seperti kelainan elektrolit dan penumpukan zat yang bersifat toksik.
Perlu dilakukan edukasi kepada Pak Umar bahwa keadaannya yang sakit menyebabkan
Pak Umar bisa dibadalkan hajinya oleh orang lain. Berdasarkan Fatwa Al Lajnah Ad Daimah
Arab Saudi, badal haji boleh bagi orang yang memiliki sakit yang tidak bisa diharapkan
sembuhnya. Sehingga Pak Umar tetap bisa mendapat pahala berhaji dan tetap tidak terancam
kesehatannya.
Untuk prevensi agar CKD pak Umar tidak memburuk, Pak Umar sebaiknya bersedia
dan rutin melakukan hemodialisis sesuai saran dokter. Bagi pasien yang belum jatuh pada
keadaan CKD, dilakukan skrining Diabetes Melitus dan Hipertensi khususnya pada yang
memiliki faktor risiko dan riwayat keluarga. Hal ini untuk mencegah terjadinya CKD sebagai
komplikasi DM dan Hipertensi. Bagi yang telah terkena Diabetes dan Hipertensi, melakukan
pengobatan rutin dan kontrol gula darah dan tekanan darah secara berkala untuk mengecek
keberhasilan terapi. Bagi yang telah jatuh ke keadaan CKD maka kontrol tekanan darah dan
gula darah harus lebih ketat lagi. Juga dilakukan pemeriksaan kadar kreatinin, ureum dan
elektrolit secara berkala untuk mengetahui fungsi ginjal.

4. Tuan Umar mengalami hipertensi stage 2 dengan pemberat CHF class functional
NYHA III.
Data Siskohatkes dalam Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Penyakit Kardiovaskular
Untuk Dokter menunjukkan bahwa kematian tertinggi jamaah haji disebabkan penyakit
kardiovaskular (Kemenkes, 2017). Masalah kardiovaskular yang berkaitan dengan angka
kematian ini didominasi populasi dengan usia diatas 60 tahun. Di sisi lain, tingginya jumlah
pendaftar dibandingkan kuota jamaah haji yang dapat berangkat tiap tahunnya menimbulkan
waktu tunggu berangkat haji mencapai puluhan tahun dan tentunya berujung para jamaah haji
yang berusia lanjut lebih banyak. Hal ini meningkatkan urgensi langkah langkah deteksi dini,
pembinaan, pengobatan, dan rehabilitas pada langkah komprehensif penanganan penyakit
kardiovaskular. Seperti pada kasus Tuan Umar, beliau berusia 65 tahun yang digolongkan
dalam risiko tinggi ditambah dengan adanya diagnosis hipertensi stage 2. Hipertensi derajat 2
ditegakkan bila tekanan darah setelah pengulangan dengan interval waktu menunjukkan
tekanan sistolik >160 mmHg atau diastolik >100 mmHg(Tackling and Borhade, 2021).
Seharusnya hipertensi ini dapat di screening sejak awal dan dikendalikan sehingga dapat
mencegah komplikasi kardiovaskular yang kebanyakan dipelopori adanya hipertensi seperti
penyakit jantung koroner, penyakit jantung hipertensi, aneurisma aorta, aritmia sampai gagal
ginjal kronis. Pengendalian tekanan darah dilakukan pemeriksaan tekanan darah rutin,
mengurangi konsumsi garam, olahraga teratur, dan mengelola stres. Dengan kontrol ke dokter
secara rutin, pengelolaan tekanan darah lebih lanjut dapat dipertimbangkan dengan
pemberian obat-obatan bila perubahan gaya hidup belum berhasil mengontrol tekanan darah,
dan kombinasi obat-obatan untuk hipertensi derajat 2. Akan tetapi, pada kasus tuan Umar
proses promotif preventif di tahap pembinaan kurang maksimal sehingga hipertensinya tidak
terkontrol dan ditemukan komplikasi CHF NYHA derajat III dan CKD derajat 4.
CHF NYHA derajat III dan CKD stage 4 dapat disebabkan oleh diabetes yang beliau
derita namun juga bisa disebabkan/diperberat oleh adanya hipertensi yang tidak terkontrol
yang menambah beban kerja jantung dan ginjal. Deteksi dini gagal jantung dilakukan melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik(Kemenkes, 2017). Bila ditemukan faktor risikoa maka
penegakan diagnosis menggunakan kriteria diagnosis Framingham, ditegakkan gagal jantung
bila ditemukan 2 kirteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor. Sedangkan
status fungsionalnya dinilai menggunakan kriteria NYHA dimana derajat III artinya Tuan
Umar tidak mampu menyelesaikan aktivitas yang lebih ringan dari biasanya. Berdasarkan
Permenkes No 15 tahun 2016 dijelaskan bahwa salah satu syarat tidak istitha'ah adalah gagal
jantung derajat IV, selain adanya diabetes mellitus yang tidak terkontrol dan CKD Stadium
IV dengan peritoneal dialysis/hemodialisis reguler(Kemenkes RI, 2016). Oleh karena itu,
meski berdasarkan kriteria gagal jantung Tuan Umar masih memenuhi kriteria mampu haji
tetapi berdasarkan hasil pemeriksaan tekana darah dan CKD yang membutuhkan
hemodialisis, Tuan Umar harus diedukasi mengenai kondisi tidak istitha’ah beliau. Tuan
Umar harus dirujuk ke spesialis jantung dan pembuluh darah untuk mengontrol kondisi
hipertensi dan gagal jantung beliau. Hasil pemeriksaan six minutes walking test juga harus
disertakan mengingat beliau memenuhi kriteria kontraindikasi untuk menjalani Rockport test.
Berdasarkan six minute walking test jamaah haji akan digolongkan menjadi 3 kelompok
(Kemenkes, 2017). Yang pertama, bila mampu lebih dari 300 meter tanpa gejala gagal
jantung maka dapat menjalankan ibadah haji seperti jamaah sehat dengan pengawasan dan
membawa obat. Kelompok kedua, apabila hanya menempuh 240-299 m dengan gejala seperti
nyeri dada dan sesak nafas, maka tidak dapat menjalankan ibadah haji seperti jamaah sehat
dan harus dibekali obat, diberikan pengawasan lebih ketat dan pendampingan keluarga.
Kelompok ketiga bila kurang dari 240 m maka harus diawasi ketat dan wajib didampingi
keluarga, memerlukan kursi roda dan masuk kriteria safari wukuf dan badal haji. Pemberian
putusan istithaah dengan obat pada Tuan Umar harus disertai pengawasan ketat, edukasi
kepatuhan minum obat dan edukasi segera berhenti bila lelah. Skrining kesehatan jiwa yang
meliputi tes HVLT untuk deteksi dini demensia juga perlu dipertimbangkan adanya risiko
demensia vaskular dan gangguan kesehatan jiwa organik.
Langkah yang harus dilakukan untuk Tuan Umar selain latihan adaptasi di daerah
dengan suhu tinggi dan kelembaban rendah dengan pendampingan diperlukan untuk adaptasi
tubuh dengan kondisi serupa karena tingginya stressor lingkungan dan banyaknya massa
dapat meningkatkan risiko bahaya seperti peningkatan tekanan darah yang tidak diinginkan
yang bisa berujung pada cardiac death. Edukasi pada latihan manasik ini dititikberatkan pada
hal-hal yang sebaiknya Tuan Umar prioritaskan yaitu rukun haji dan kalau masih sanggup
wajib haji. Hal ini diharapkan Tuan Umar mengerti bahwa istirahat diperlukan mengingat
beliau memiliki keterbatasan kemampuan pada aktivitas yang lebih ringan daripada biasanya
sedangkan ibadah haji ini meliputi ibadah fisik juga. Pada manasik haji Tuan Umar
diharapkan dapat mengenal tanda bila beliau sudah tidak sanggup dan membutuhkan
istirahat. Selain latihan fisik dengan pendampingan melalui latihan manasik haji, Tuan Umar
sebaiknya diedukasi dan diingatkan untuk minum obat tepat waktu selain mengurangi
konsumsi garam. Selain persiapan fisik, pada persiapan menjelang keberangkatan seperti
pengajian atau acara lain yang bisa menimbulkan kelelahan dan stres psikis sebaiknya
dihindari (Kemenkes, 2017).
Saat berada di perjalanan Tuan Umar juga dianjurkan menghindari aktivitas yang
melelahkan fisik maupun psikis seperti mengangkat koper sehingga dianjurkan untuk
meminta bantuan petugas dan didampingi oleh teman satu regu. Saat pelaksanaan ibadah haji,
perubahan tekanan darah, nadi, perubahan berat badan dan lingkar perut, jumlah cairan yang
masuk dan keluar sampai munculnya gejala seperti sesak nafas harus diawasi secara ketat
pada pasien berisiko ini (Kemenkes RI, 2016). Jamaah haji harus istirahat yang cukup sampai
penat hilang lalu tidak memaksakan diri pada kegiatan yang bukan ibadah wajib maupun
rukun haji. Selain itu, disarankan untuk berangkat awal waktu supaya tidak tergesa-gesa.
Disarankan pula keluar disertai pendampingan dan hanya di saat yang lebih sepi jamaah lain
dan bukan di waktu perubahan lingkungan ekstrim. Bila memungkinkan untuk umroh sunnah
pada jamaah yang tidak merasakan gejala dan sudah istirahat yang cukup, sebaiknya
dilakukan secukupnya dengan pengawasan dan dikelompokkan sendiri untuk para jamaah
yang berisiko ini. sebaiknya menggunakan kendaraan saat perjalanan dan kursi roda bila
perlu. Hal ini ditujukan untuk mempersiapkan kondisi yang prima pada puncak haji.
Penempatan pasien yang berisiko sebisa mungkin dekat dengan TKHI sehingga dapat
mendapat pemantauan optimal dan dapat diberikan penanganan segera (Kemenkes, 2017).

5. Imunisasi tambahan (selain wajib) yang dibutuhkan Tuan Umar


Imunisasi tambahan meliputi imunisasi pneumococcus dan influenza.
Imunisasi Pneumococcus
A. Indikasi → CDC merekomendasikan PCV13 untuk :
● Semua anak di bawah 2 tahun (CDC, 2019).
● Orang 2 tahun atau lebih dengan kondisi medis tertentu (CDC, 2019).
● Orang dewasa 65 tahun atau lebih juga dapat mendiskusikan dan memutuskan,
dengan dokter mereka, untuk mendapatkan PCV13 (CDC, 2019).
CDC merekomendasikan PPSV rutin untuk:
● Semua orang dewasa 65 tahun atau lebih tua (CDC, 2019).
● Orang berusia 2 hingga 64 tahun dengan kondisi medis tertentu (CDC, 2019).
● Orang dewasa berusia 19 hingga 64 tahun yang merokok (CDC, 2019). CDC
merekomendasikan vaksinasi pneumokokus untuk semua orang dewasa 65 tahun atau
lebih. Semua orang dewasa 65 tahun atau lebih tua harus menerima 1 dosis PPSV23
(CDC, 2019).
● Untuk orang dewasa 65 tahun atau lebih yang tidak memiliki kondisi immuno
compromising, kebocoran cairan serebrospinal, atau implan koklea dan hanya ingin
menerima PPSV23: Berikan 1 dosis PPSV23.
Siapapun yang menerima dosis PPSV23 sebelum usia 65 tahun harus menerima 1
dosis terakhir vaksin pada usia 65 tahun atau lebih. Berikan dosis terakhir ini
setidaknya 5 tahun setelah dosis PPSV23 sebelumnya (CDC, 2020).
● Untuk orang dewasa 65 tahun atau lebih yang tidak memiliki kondisi
imunokompromais, kebocoran cairan serebrospinal, atau implan koklea dan ingin
menerima PCV13 DAN PPSV23: Berikan 1 dosis PCV13 terlebih dahulu kemudian
berikan 1 dosis PPSV23 setidaknya 1 tahun kemudian (CDC, 2020).
Siapapun yang menerima dosis PPSV23 sebelum usia 65 tahun harus menerima 1
dosis terakhir vaksin pada usia 65 tahun atau lebih. Berikan dosis terakhir ini
setidaknya 5 tahun setelah dosis PPSV23 sebelumnya. Jika pasien sudah menerima
PPSV23, berikan dosis PCV13 setidaknya 1 tahun setelah mereka menerima dosis
terbaru (CDC, 2020).
Bagi siapa pun dengan salah satu kondisi yang tercantum di bawah ini yang belum
pernah menerima vaksin pneumokokus yang direkomendasikan:
● Kebocoran cairan serebrospinal
● Implan koklea
● Penyakit sel sabit atau hemoglobinopati lainnya
● Asplenia anatomis atau fungsional
● Imunodefisiensi kongenital atau didapat
● HIV
● Gagal ginjal kronis atau sindrom nefrotik
● Leukemia atau limfoma penyakit Hodgkin
● Keganasan umum dan metastatik
● Imunosupresi iatrogenik, termasuk terapi radiasi)
● Transplantasi organ
● Multiple myeloma (CDC, 2020).
Berikan 1 dosis PCV13 terlebih dahulu. Berikan 1 dosis PPSV23 setidaknya 8 minggu
setelah dosis PCV13 sebelumnya dan setidaknya 5 tahun setelah dosis PPSV23 sebelumnya.
Siapapun yang menerima dosis PPSV23 sebelum usia 65 tahun harus menerima 1 dosis
terakhir vaksin pada usia 65 tahun atau lebih (CDC, 2020).

B. Kontraindikasi dan Kewaspadaan:


Jangan berikan PCV13 kepada:
● Seseorang yang pernah mengalami reaksi alergi parah (misalnya, anafilaksis) setelah
dosis PCV7 atau PCV13 sebelumnya atau vaksin yang mengandung toksoid difteri
(CDC, 2020).
● Seseorang dengan alergi parah terhadap komponen apa pun dari vaksin ini (CDC,
2020).

Jangan berikan PPSV23 untuk:


● Seseorang yang pernah mengalami reaksi alergi parah (misalnya, anafilaksis) setelah
dosis sebelumnya (CDC, 2020).
● Seseorang dengan alergi parah terhadap komponen apa pun dari vaksin ini (CDC,
2020).

Imunisasi influenza
A. Indikasi:
Setiap orang yang berusia 6 bulan ke atas harus mendapatkan vaksin influenza (flu)
setiap musim dengan pengecualian yang jarang. Vaksinasi dilakukan sebelum flu mulai
menyebar. September dan Oktober umumnya waktu yang baik untuk vaksinasi flu. Idealnya,
setiap orang harus divaksinasi pada akhir Oktober. Namun, jika tidak dapat divaksinasi
hingga November atau setelahnya, vaksinasi tetap disarankan karena flu paling sering
mencapai puncaknya pada bulan Februari dan aktivitas signifikan dapat berlanjut hingga Mei.
Orang dewasa, terutama mereka yang berusia 65 tahun ke atas, umumnya tidak boleh
divaksinasi lebih awal (pada bulan Juli atau Agustus) karena perlindungan dapat berkurang
seiring waktu, tetapi vaksinasi dini dapat dipertimbangkan untuk setiap orang yang tidak
dapat kembali di lain waktu untuk divaksinasi.
Vaksinasi sangat penting bagi orang yang berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi
influenza serius atau orang yang tinggal bersama atau merawat orang yang berisiko lebih
tinggi mengalami komplikasi influenza serius.
Kelompok risiko tinggi terkena komplikasi flu :
● usia 65 tahun atau lebih
● orang dewasa dengan penyakit kronis : CKD, asma, diabetes, stroke, dan penyakit
jantung

B. Kontraindikasi:
Orang dewasa, terutama mereka yang berusia 65 tahun ke atas, umumnya tidak boleh
divaksinasi lebih awal (pada bulan Juli atau Agustus) karena perlindungan dapat menurun
seiring waktu, tetapi vaksinasi dini dapat dipertimbangkan untuk setiap orang yang tidak
dapat kembali di lain waktu untuk divaksinasi.

6. Tuan Umar jatuh sakit setelah menjalankan ibadah umrah sunnah yang ke-15
Saat di tanah suci, tuan Umar rajin beribadah bahkan melakukan umrah sunah sampai
15 kali dalam 5 hari. Beliau beranggapan jika bisa umroh 25 kali setara dengan haji.
Anggapan Tuan Umar ini kurang tepat, pasalnya menurut Kemenag (2020) dalam tuntunan
manasik haji dan umrah disebutkan bahwa anggapan tentang pelaksanaan umrah tujuh kali
pahalanya setara dengan sekali ibadah haji merupakan anggapan yang tidak benar, karena
tidak ada dalil yang mengatakan demikian. Bahkan untuk jemaah haji lansia, lemah, ataupun
sakit dianjurkan untuk membatasi diri dalam melaksanakan ibadah sunnah yang dapat
menguras tenaga semacam umrah, terlebih lagi umrah sunah yang berulang kali dilakukan.
Jemaah sebaiknya menjaga kesehatan dan kebugaran dengan menyimpan tenaga demi
menyelesaikan rukun dan wajib haji, terutama wukuf di Arafah. Menurut Imam Malik dan
Ibn Taimiyah, hukum melakukan umrah sunah berulang kali (lebih dari satu kali dalam 1
tahun) adalah makruh. Rasulullah SAW melakukan umrah 4 (empat) kali dalam 4 (empat)
tahun yang berbeda. Sekalipun Imam Syafi'i dan Imam Hambali berpendapat boleh umroh
berulang kali, namun Imam Hanbali mensyaratkan minimal jeda sepuluh hari dari umrah
sebelumnya. Sementara Ibn Abbas, Atha' dan Thawus berpendapat bagi orang yang sudah
mukim di Makkah (minimal empat hari), lebih utama melaksanakan tawaf sunah ketimbang
umrah sunnah berulangkali (Kemenag, 2020).
Rukun haji adalah rangkaian amalan yang harus dilakukan dalam ibadah haji dan tidak
dapat diganti dengan amalan lain, walaupun dengan dam. Jika rukun ini ditinggalkan, ibadah
haji seseorang tidak sah. Rukun haji terdiri atas Ihram (niat), Wukuf di Arafah, Thawaf
ifadah, Sa’I, cukur, dan Tertib. Akan tetapi terdapat ruhshah-ruhshah (keringanan hukum
dalam ibadah haji bagi jamaah haji lansia khususnya dengan kondisi fisik lemah atau sakit
dan beresiko tinggi (Risti). Hal ini perlu dipahami oleh jamaah haji. Dengan demikian,
kondisi lemah dan sakit tidak menghalangi mereka untuk tetap melaksanakan haji sesuai
dengan syari’at dan hakikat sehingga ibadah haji mereka sah, sempurna, dan mabrur.
Mengingat kompleksnya riwayat penyakit Tuan Umar yang telah terdiagnosis multi-disease,
maka rushah-rushah dapat dilakukan. Misalnya ketika di Mekkah, Tawaf dan sa’i dapat
menggunakan kursi roda, baik dengan membawa sendiri atau menyewa. Jemaah bisa
menggunakan jasa sewa skuter matik yang disediakan. Para jemaah haji lemah dan sakit juga
tidak perlu memaksakan diri shalat fardhu di Masjidil Haram jika bisa berakibat buruk pada
kesehatan fisik mereka. Jemaah yang melaksanakan shalat berjamaah pondokan, tetap
mendapat keutamaan yang sama dengan shalat di Masjidil Haram (Kemenag, 2020).

7. Tuan Umar dirujuk ke KKHI Mekkah oleh Tim dokter kloter dengan diagnosis
Acute Lung Oedema dan CKD stage 5

A. Tatalaksana pada pasien acute lung oedema

1. Nitrate
Nitrate bisa diberikan secara sublingual dalam praktik umum. Di rumah sakit nitrate
lebih condong diadministrasikan secara intravena karena onset yang cepat dan bisa dititrasi
(Purvey dan Allen, 2017). Nitrat tidak boleh diberikan jika tekanan sistolik kurang dari 90
mmHg.

2. Diuretik
Diuretik yang digunakan adalah loop diuretik/furosemide yang bisa menurunkan
preload. Administrasi intravena dianjurkan dengan dosis 40-80 mg (Purvey dan Allen, 2017).
3. Ventilatory Support
Langkah pertama yaitu pasien harus diposisikan duduk. Hal ini dapat mengurangi
ventilasi perfusi mismatch dan membanty usaha untuk bernafas. Suplementasi oksigen hanya
diberikan apabila saturasi oksigen < 92%. Jika dibutuhkan, maka oksigen diberikan untuk
mencapai target 92%-96%. Jika pasien respiratory distress, hipoksia atau asidosis, ventilasi
non-invasive lebih dianjurkan daripada oksigen. Namun jika hipercapnia, hipoxaemia, atau
asidosis persisten, intubasi dipertimbangkan (Purvey dan Allen, 2017).
4. Inotropik
Inotropik dianjurkan untuk pasien dengan hipotensi dan bukti berkurangnya perfusi
organ. Pada kasus gangguan ventrikel kiri dan hipotensi, maka first line drug adalah
dobutamin. Namun pemberian dobutamin harus bersama vasopressor karena dobutamin
memiliki efek vasodilatasi perifer yang dapat memperparah hipotensi (Purvey dan Allen,
2017).
5. Follow up
Monitoring tambahan dilakukan seperti berat badan, serum elektrolit, dan renal function
(Purvey dan Allen, 2017).

Ringkasan Algoritma
B. Tatalaksana pada pasien CKD Stage 5

Sumber: (Lukela et al, 2014).

Chronic Kidney Disease Stage 5 yaitu CKD dengan GFR <15 mL/min/1.73 m2, dan
terindikasi gagal ginjal (kidney failure). Penanganan pada CKD stage 5 bisa menggunakan
opsi berikut:
1. Hemodialisis
Hemodialisis menjadi terapi yang paling digunakan di dunia maju. Terapi ini memiliki
keunggulan daripada dialisis peritoneal karena jumlah limbah dan cairan uremik yang relatif
besar dapat ikeluarkan dalam waktu yang relatif singkat. Hemodialisis Komplikasi
hemodialysis meliputi hipotensi, haus, kram, kaki gelisah, sakit kepala, dan infeksi dan
disfungsi kateter (Levin et al, 2008).
2. Dialisis peritoneal
Dialisis peritoneal adalah prosedur yang lebih sederhana daripada hemodialysis karena
portable dan tidak memerlukan akses darah. Kateter dialisis dimasukkan secara perkutan atau
pembedahan pada pasien dengan dugaan perlengketan intra-abdomen karena operasi
sebelumnya. Pasien atau pengasuh dilatih dalam 1-2 minggu (Levin et al, 2008).
3. Renal Transplantation
Dalam segi biaya dan hasil transplantasi lebih unggul. Dengan transplantasi ginjal
hidup lebih hemat biaya daripada dialysis jangka panjang dan transplantasi dengan donor
yang sudah meninggal (Levin et al, 2008).

Interpretasi pada Pak Umar dengan klinis edema paru akut dan CKD stage 5 :

Pak Umar dirujuk ke Rumah sakit Arab Saudi, Pak Umar diposisikan duduk, dan di
monitor vital sign dan cardiac rhythm.Jika Pak Umar tekanan darah sistoliknya lebih dari 100
mmHg, maka bisa diberikan nitrat. Furosemide bisa diberikan apabila ada bukti overload
cairan, furosemide diberikan secara IV dengan dosis 40-80 mg. Jika saturasi oksigennya
kurang dari 92%, maka bisa diberikan suplementasi oksigen dengan target saturasi oksigen
sudah mencapai 92-96%. Monitoring lanjutan juga diperlukan seperti Berat Badan, Serum
elektrolit, dan fungsi ginjal.
Pak Umar menjalani hemodialisis untuk penanganan CKD stage 5 nya. Hemodialisis
lebih disarankan karena jumlah limbah dan cairan uremik yang relatif besar dapat dikeluarkan
dalam waktu yang relatif singkat.

8. Tuan Umar dirujuk ke RS Arab Saudi untuk melakukan perawatan di ICU dan
menjalani hemodialisis

Perlunya tim visitasi ke RSAS untuk mengunjungi Tuan Umar


Pelayanan visitasi perlu dilakukan untuk Tuan Umar, dimana visitasi ini merupakan
pelayanan jamaah sakit yang dirawat di RSAS saat operasional haji. Tim visitasi berasal dari
KKHI dan terdiri dari dokter, perawat dan tenaga pendukung kesehatan (TPK) yang
membantu memberikan asupan gizi kepada jamaah haji yang sedang dirawat (PMK No 9
2021).

9. Saat puncak ibadah haji tiba, yaitu tanggal 8 – 10 Dzulhidjah, tuan Umar masih
dirawat di RS Arab Saudi

Saat puncak ibadah haji tiba, yaitu tanggal 8 – 10 Dzulhijjah, Tuan Umar masih dirawat
di RS Arab Saudi. Jemaah haji yang dirawat di rumah sakit dapat melakukan wukuf dengan
dua kemungkinan. Apabila Jemaah haji sakit namun tidak bergantung pada alat dibawa ke
Arafah dengan bus atau ambulans yang disediakan oleh pihak rumah sakit, maka dapat
dilakukan proses safari wukuf. Wukuf dilakukan hanya sejenak di siang hari 9 Dzulhijjah di
dalam bus atau ambulans. Selesai wukuf, jemaah haji diantar kembali ke rumah sakit untuk
menjalani perawatan selanjutnya (Kemenag, 2020).
Namun, jika jemaah haji yang sakit keras dirawat di rumah sakit (di ICU) dan fisiknya
benar-benar lemah , dengan kondisi yang tidak memungkinkan hadir di Arafah walaupun
dengan cara safari wukuf, maka proses hajinya dibadalkan oleh petugas haji yang ditunjuk
dan dibiayai oleh pemerintah. Pelaksanaan badal haji dibuktikan dengan sertifikat badal haji
yang dikeluarkan oleh ketua PPIH Arab Saudi. Badal haji adalah haji yang dilakukan oleh
seseorang, atas nama orang lain yang sudah meninggal atau ma’dhub (dalam kondisi sakit
parah dan kondisi masyaqqah) (Kemenag, 2020).
Berdasarkan informasi diatas, kondisi Tuan Umar mengakibatkan hajinya harus
diba’dalkan mengingat kondisinya yang sedang sakit berat. Hal ini perlu dipertimbangkan
demi keamanan dan keselamatan Tuan Umar. Oleh karena itu, edukasi mengenai badal haji
kepada Tuan Umar juga memegang peranan penting supaya tidak terjadi misinformasi dan
mispersepsi terkait ibadah haji Tuan Umar (Kemenag, 2020).
Kesimpulan

Pada pemeriksaan kesehatan haji Tahap kedua, Tuan Umar secara penilaian kesehatan
seharusnya termasuk ke dalam kriteria tidak istithaah oleh karena berbagai macam masalah
kesehatan seperti CKD stage IV (yang kemudian menjadi lebih buruk menjadi Stage V), CHF
NYHA stage 3, DM dan hipertensi. Akan tetapi, kurangnya pemahaman Tuan Umar terhadap
pentingnya istithoah dalam menjalankan ibadah haji, yang diketahui dari tindakan curang
Tuan Umar saat menjalani pemeriksaan tersebut, merupakan pokok masalah yang mendasari
segalanya dan mengakibatkan Tuan Umar jatuh dalam kondisi sakit yang berat selama di
Arab Saudi dan mengakibatkan ibadah hajinya harus diba’dalkan.
Daftar Pustaka

Abigail, M. (2016) Retinopati Diabetes. Diponegoro. Available at:


http://eprints.undip.ac.id/50733/3/Michelle_Abigail_22010112130112_Lap.KTI_Bab2.
pdf.
American Geriatrics Society, British Geriatrics Society, and American Academy of
Orthopaedic Surgeons Panel on Falls Prevention, 2001. ‘Guideline for the prevention of
falls in older persons’. J Am Geriatr Soc; 49(5):664-72.

CDC. 2019. Pneumococcal Vaccination | CDC. [online] Available at:


<https://www.cdc.gov/vaccines/vpd/pneumo/index.html> [Accessed 18 December
2021].

CDC. 2019. Pneumococcal Vaccination | CDC. [online] Available at:


<https://www.cdc.gov/vaccines/vpd/pneumo/index.html> [Accessed 18 December
2021].

CDC. 2020. Pneumococcal Vaccination: Who and When to Vaccinate | CDC. [online]
Available at:
<https://www.cdc.gov/vaccines/vpd/pneumo/hcp/who-when-to-vaccinate.html>
[Accessed 18 December 2021].

CDC. 2020. Pneumococcal Vaccine Recommendations | CDC. [online] Available at:


<https://www.cdc.gov/vaccines/vpd/pneumo/hcp/recommendations.html> [Accessed 19
December 2021].

Kemenag. 2020. Buku Tuntunan Manasik Haji. Available at


https://haji.kemenag.go.id/v4/sites/default/files/2020-04/BukuTuntunanManasik
Haji.pdf.

Kemenkes (2017) ‘Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Penyakit Kardiovaskular untuk Dokter’.

Kemenkes RI (2016) ‘PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


No 15 tahun 2016 TENTANG ISTITHAAH KESEHATAN’.

Kemenkes RI, 2017. Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Penyakit Kardiovaskular Untuk


Dokter. Jakarta; Kementerian Kesehatan RI Sekretariat Jenderal Pusat Kesehatan Haji.

Lawton MP, Brody EM, 1996. ‘Assessment of older people: self-maintaining and
instrumental activities of daily living’. Gerontologist. Autumn; 9(3):179-86.
Loekman, J. S. (2018) PENATALAKSANAAN NEFROPATI DIABETIK. Udayana. Available
at:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_dir/c58e23e8c06f79cb2ade6f283a787
5c2.pdf.

Lukela, J.R., Van Harrison, R., Mahallati, A. and Saran, R., 2014. Management of chronic
kidney disease. UMHS Chronic Kidney Dis Guideline, 28, pp.1-25.
Levin, A., Hemmelgarn, B., Culleton, B., Tobe, S., McFarlane, P., Ruzicka, M., Burns, K.,
Manns, B., White, C., Madore, F. and Moist, L., 2008. Guidelines for the management
of chronic kidney disease. Cmaj, 179(11), pp.1154-1162.

Menkes RI. 2021. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2021
Tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Kesehatan Haji Di Arab Saudi. Menteri
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Petunjuk Teknis PERMENKES Nomor 15 Tahun 2016 tentang Pemeriksaan dan Pembinaan
Kesehatan Haji Mencapai Istithaah Kesehatan Jemaah Haji.

Pusat Kesehatan Haji, 2013. Pedoman Manasik Kesehatan Haji. Jakarta; Kementerian
Kesehatan RI.

Purvey, M. and Allen, G., 2017. Managing acute pulmonary oedema. Australian prescriber,
40(2), p.59.

Tackling, G. and Borhade, M. B. (2021) ‘Hypertensive Heart Disease’, StatPearls. StatPearls


Publishing. Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539800/ (Accessed:
19 December 2021).

Anda mungkin juga menyukai