Anda di halaman 1dari 14

PERANAN GURU DAN PRILAKU MURID

Dibuat untuk memenuhi makalah mata kuliah Sosiologi Pendidikan


Oleh:

PUTRI JANNAH AULIA

WIDYA HARYATI NINGSIH

Dosen pembimbing :

HUMAIDAH FATIMAH PARAPAT,M.Pd.l.,

Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah


Sekolah Tinggi Agama Islam AL-HIKMAH

Tahun ajaran 2020/2021


KATA PENGANTAR

Alhamdulilah segala puji syukur kehadirat Allah Swt., atas rahmat dan hidayahnya
karena kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya.
Penulisan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kuliah kami,
yaitu mata kuliah Sosiologi Pendidikan. Adapun yang kami bahas dalam makalah
sederhana ini mengenai “Peranan Guru dan Perilaku Murid.”
Kami sangat membutuhkan saran dan kritik dari pembaca, jika dalam penulisan
makalah ini terdapat kesalahan demi membangun kesempurnaan penulis makalah ini.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan makalah ini khususnya kepada dosen Humaidah Fatimah Parapat.M.Pd,.

Medan Tembung, 8 Januari 2022

Pemakalah Dosen Pembimbing

(Putri Jannah Aulia) (Humaidah Fatimah Parapat.M.Pd,.)

(Widya Haryati Ningsih)


DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR..............................................................................................1
DAFTAR ISI.............................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................3
B. Rumusan Masalah..............................................................................3
C. Tujuan Masalah..................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
A. Peranan Guru dalam Kelas.................................................................4
B. Hubungan Murid dengan Murid........................................................7
C. Hubunga Murid dengan Murid..........................................................9
D. Hubungan antara hasil belajar Murid dengan Kelakuan Murid.........12

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.........................................................................................13
B. Saran....................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................14


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat tidak pernah terlepas dari seorang guru. Peranan
guru sangat terasa oleh masyarakat. Guru merupakan seseorang yang sangat berjasa dalam
mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dimana guru harus dapat memberi contoh dan
teladan kepada murid serta masyarakat.
Peranan guru sangat mempengaruhi proses belajar mengajar. Peranan guru harus bisa
mempengaruhi murid dan membuat murid menjadi lebih baik. Dalam segi kognitif, afektif,
maupun psikomotorik. Guru harus mampu mempengaruhi kelakuan murid dan harus bisa
menjadi teladan bagi murid.
Guru memiliki cara berbeda dalam menjalankan peranannya sebagai guru. Hal ini juga
mempengaruhi kelakuan murid terhadap guru itu sendiri. Oleh karena itu tak jarang murid
memperlakukan guru yang satu berbeda dengan guru yang lainnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Peranan Guru Dalam Kelas?
2. Bagaimana Hubungan Peranan Guru dan Perilaku Murid?
3. Apa Hubungan Murid Dengan Murid?
4. Bagaimana Hubungan antara hasil belajar murid dengan kelakuan guru?

C. Tujuan Masalah
1. Menjelaskan apa saja Peranan Guru Dalam Kelas.
2. Mendeskripsikan Hubungan Peranan Guru dan Perilaku Murid.
3. Menjeaskan apa saja Hubungan Murid Dengan Murid.
4. Mendeskripsikan Hubungan antara hasil belajar murid dengan kelakuan guru.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peranan Guru Dalam Kelas


Peranan guru jika dikaitkan dengan murid di dalam kelas bermacam-macam, menurut
situasi interaksi sosial yang terjadi atau yang dihadapi. Yaitu interaksi yang terjadi secara
formal pada saat proses belajar mengajar di dalam kelas dan secara informal dimana itu terjadi
di luar kelas. Dalam situasi formal, yakni dalam usaha guru mendidik dan mengajar anak
dalam kelas guru harus sanggup menunjukkan kewibawaannya atau (kekuasaanya) otoritasnya,
artinya seorang guru harus mampu mengendalikan, mengatur, dan mengontrol segala tindakan
yang dilakukan murid di dalam kelas. Kalau perlu guru bisa menggunakan kekuasaannya untuk
memaksa murid belajar, melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang murid dan
guru juga bisa memaksa anak atau murid untuk mematuhi segala peraturan. terlihat bahwa
seorang guru berperan sangat otoriter (walaupun tidak semuanya). Tetapi kita bisa melihat,
guru terkadang memberikan sesuatu kepada murid dikelas dengan menggunakan kekuasaanya.
Reaksi murid yang berlainan terhadap tuntutan guru yang kurang dikehendaki antara lain :
mengganggu jalannya pelajaran dalam kelas dan mengancam adanya perbedaan antara status
guru dan murid.1 Ada unsur pemaksaan yang terjadi ketika proses belajar mengajar di kelas.
Kemudian timbullah sebuah pertanyaan apakah peran guru itu selalu bersifat otoriter? Artinya
guru menggunakan kekuasaan untuk mendidik anak. Sementara tidak semua murid dapat
menerima sikap maupun sifat dari guru yang seperti itu.2
Mengutip dari bukunya Sanapiah Faisal, ternyata peran guru itu tidak selamanya otoriter.
Ada tiga gaya dari guru sehubungan dengan mengajarkan anak di dalam kelas yaitu Otoriter,
Demokratis, dan Laissez-fire.
Otoriter seperti yang dijelaskan tadi bahwa guru yang otoriter tujuan umum, keegiatan
khusus, dan prosedur kerja kelompoknya semuanya didekte oleh pemimpinnya. Akan tetapi
pemimpinnya tetap menjauhkan diri dari artisipasi aktif kecuali apabila menunjukkan atau
memberikan tugas. Kemudian kalau demokratis semua kegiatan dan prosedur kerjanya
ditetapkan secara keseluruhan. Pemimpinnya ikut aktif dan berusaha menjadi anggota biasa
1
Sanapiah Faisal, Sosiologi Pendidikan, (Surabaya : Usaha Nasional, 2010),h. 170
2
Nasution, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1999.
dengan semangat tanpa melakukan teerlalu banyak kerja. Laissez-fire maksudnya adalah
kebebasan sepenuhnya bagi kelompok maupun individu untuk menentukan keputusan, dengan
sedikit partisipasi dari pemimpin atau dalam hal ini adalah guru.Jadi disini seorang guru harus
bisa berperan sebagai seseorang yang dapat memimbing anak didik secara formal dalam
kaitannya dengan pendidikan di dalam kelas.3
Seorang guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai seorang yang mempunyai
kewibawaan dan otoritas tinggi, guru harus bisa menguasai kelas dan bisa mengontrol anak
didiknya. Hal ini sangat perlu guna menunjang keberhasilan dari tugas guru yang bersangkutan
yakni belajar dan mengajar.4
Di dalam kelas, guru memiliki daya utama yang menentukan norma-norma di dalam
kelasnya dan otoritas guru sukar dibantah. Guru menentukan apa yang harus dilakukan oleh
murid agar ia belajar.5 Hal-hal yang bersifat pemaksaan kadang perlu digunakan demi tujuan di
atas. Misalnya pada saat guru menyampaikan materi belajar padahal waktu ujian sangat
mendesak, pada saat bersamaan ada seorang murid ramai sendiri sehingga mengganggu
suasana belajar mengajar di kelas, maka guru yang bersangkutan memaksa anak tadi untuk
diam sejenak sampai pelajaran selesai dengan cara tertentu.
Tiap guru mempunyai hubungan yang berbeda menurut pribadi dan situasi yang dihadapi.
Untuk mempelajarinya dapat berpegang pada tipe-tipe guru, misalnya guru yang otoriter yang
menjaga jarak dengan murid dan guru yang ramah, yang dekat dan akrab dengan muridnya.6
Guru yang otoriter tak mengizinkan anak melewati batas atau jarak sosial tertentu. Guru itu
tak ingin murid menjadi akrab dengan dia. Juga dalam situasi rekreasi ia mempertahankan
jarak. Guru tetap merasa berkuasa dan berhak ditaati. Guru yang otoriter ini, yang mungkin
dianggap kurang ramah tiak akan diajak oleh murid-murid dalam kegiatan santai. Murid juga
tidak akan mudah membicarakan hal pribadi dengan dia. Jadi antara guru dan murid tidak
terdapat hubungan yang akrab.7
Guru dan murid saling menjaga jarak. Murid cenderung takut untuk mendekati guru dan
enggan berlama-lama dengan guru tersebut. murid merasa tidak leluasa dan merasa terkekang

3
Gunawan, H. Ari, Sosiologi Pendidikan: Suatu Analisis sosiologi tentang berbagai problem pendidikan, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2000).Hlm.56-67
4
Dr. Ravik Karsidi, Sosiologi Pendidikan, (Surakarta : UNS Press, 2008)h.81
5
Muhammad Riifa’i, Sosiologi Pendidikan, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2011)h. 103
6
Prof.Dr.S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2004)h.115
7
Ibid, h.130
dengan guru, karena murid tidak nyaman dengan guru. Hal ini mempengaruhi kelakuan murid
terhadap guru tersebut.
Sebaliknya guru yang ramah akan dekat dengan muridnya. Murid-murid suka meminta dia
turut serta dalam kegiatan rekreasi dan membicarakan soal pribadi, namun mungkin dianggap
kurang berwibawa. Murid merasa nyaman dan senang berada di dekat guru. Murid cenderung
semangat kepada guru dan patuh terhadap guru, murid pun dengan senang hati membantu guru
jika guru dalam kesusahan dan senang jika murid diperlukan oleh guru tersebut.
Tipe guru yang murni, yang sepenuhnya otoriter dan sepenuhnya ramah tentu tidak ada.
Tiap guru akan mempunyai kedua sifat itu dalm taraf tertentu. Akan tetapi kedua tipe itu dapat
dijadikan analisis hubungan antara guru dan murid. Peranan yang dijalankan oleh guru dalam
hubungan dengan muridnya akan mendekati salah satunya tipe itu dalam taraf berbeda-beda.
Respons murid terhadap peranan guru itu merupakan faktor uatama yanag menentukn
efektivitas guru.8
Tipe guru yang dominatif menguasai murid, menentukan, mengatur kelakuan murid dan
menginginkan murid seperti yang guru inginkan. Guru ini sering mencampuri apa yang
dilakukan murid dalam hal ini apat menimbulkan konflik antara dia dan murid. Sebaliknya
guru yang integratif membolehkan ank untuk menentukan sendri apa yang disarankan oleh
guru. Murid diajak berunding dam merencanakan bersama apa yang dikerjakan untuk
mencapai tujuan yang ditentukan bersama.9
Untuk peran guru dalam situasi informal, yang mana situasinya berbeda dengan situasi di
dalam kelas. Seorang guru dapat mengendorkan hubungan formal dan jarak sosial. Misalnya
sewaktu rekreasi, berolah raga, berpiknik atau kegiatan lain yang di luar kelas (formal). Murid-
murid biasanya menyukai guru yang pada saat itu dapat bergaul dengan lebih akrab dengan
mereka, dapat tertawa dan bermain terlepas dari pangkat keformalan. Jadi guru itu harus bisa
menyesuaikan diri atau perannya terhadap situasi sosial yang sedang dihadapi. Dan peran ini
hanya bisa di lakukan ketika berada pada situasi yang informal, jika dilakukan di dalam kelas
(formal) maka akan menimbulkan kesulitan kedisiplinan bagi muri itu sendiri.
Pada satu pihak seorang guru memang harus bersikap otoriter untuk mengontrol kelakuan
murid dan mendidik anak agar bersikap disiplin. Tetapi dilain pihak seorang guru harus
bersikap bersahabat dengan murid dan memberikan kebebasan kepada murid dalam
8
Ibid, h.132
9
Ibid, h.135
menentukan arah pikirannya. Tetapi kalau kita lihat realita yang ada kebanyakan guru lebih
bersikap otoriter dari pada demokratis kepada muridnya. Untuk itu perlu kiranya ada sebuah
sosialisasi dari semua pihak yang terkait agar sikap-sikap yang terlalu otoriter dari guru ini
dapat di minimalisir sedemikian rupa, sehingga peran guru tidak dicap sebagai orang yang
jelek, menyeramkan dimata muridnya.

B. Hubungan Peranan Guru dan Perilaku Murid


Jika kita berbicara tentang hubungan guru dan murid, sebenarnya itu lebih mempunyai sifat
yang relatif stabil. Dimana ciri khas dari hubungan ini adalah bahwa terdapat status yang tak
sama antara guru dan murid. Guru itu secara umum diakui mempunyai status yang lebih tinggi
dan karena itu dapat menuntut murid untuk menunjukkan kelakuan yang sesuai dengan sifat
hubungan itu. Bila anak itu meningkat didalam kelas ada kemungkinan ia mendapatkan
kedudukan yang lebih tinggi dari yang lainnya.
Dalam hubungan guru dan murid biasanya hanya muridlah yang diharapkan mengalami
sebuah perubahan kelakuan sebagai hasil belajar. Setiap orang yang mengajar akan mengalami
perubahan dan menambah pengalamannya, akan tetapi ia tidak diharuskan menunjukkan
perubahan kelakuan, sedangkan murid harus membuktikan bahwa ia telah mengalami
perubahan kelakuan.
Perubahan perilaku yang diharapkan mengenai hal-hal tertentu yang lebih spesifik,
misalnya agar anak menguasai bahan pelajaran tertentu. Mengenai hal-hal yang umum, yang
kabur, tidak mudah tercapai kesamaan pendapat, misalnya guru harus menunjukkan cinta kasih
kepada murid, apakah ia harus bertindak sebagai sebagai orang tua, atau sebagi sahabat.
Karena sifat tak sama dalam kedudukan guru dan murid, maka sukar bagi guru untuk
mengadakan hubungan yang akrab, kasih sayang maupun sebagai teman dengan murid. Demi
hasil belajar yang diharapkan diduga guru itu harus dihormati dan dapat memelihara  jarak
dengan murid agar dapat berperan sebagai model bagi muridnya. Ada beberapa strategi yang
bisa digunakan guru untuk lebih dekat (berhubungan ) dengan murid:10
 Guru secara eksplisit mengadakan komunikasi dengan murid sehingga ia mengetahui apa
yang terjadi dan bisa mencegahnya.

10
Batubara, Muhyi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Ciputat Pers, 2004).hlm.87
 Ikut banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menggangu tetapi tidak terlalu asyik
dengannya.
 Membina arus perubahan kegiatan
 Mengelola resitasi dengan cara yang bisa membuat murid sibuk (misalnya, menciptakan
ketidakpastian tata aturan yang mewajibkan murid)
Guru akan lebih banyak mempengaruhi kelakuan murid bila dalam memberikan pelajaran
dalam kelas hubungan itu tidak sepihak tetapi harus hubungan secara interaktif dengan
partisipasi yang sebanyak-banyaknya dari pihak murid. Hubungan itu akan lebih efektif dalam
kelas yang kecil daripada di kelas yang besar.
Ada beberapa jenis hubungan yang terjadi antara guru dan murid, dimana hubungan itu
saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain, yaitu:
 Hubungan antara hasil belajar murid dengan kelakuan guru; dalam suatu penelitian
ternyata bahwa pertambahan pengetahuan murid dalam pelajaran rendah korelasinya
dengan taraf disukainya guru itu oleh murid. Jadi guru yang disukai, yang ramah, suka
bergaul dengan murid, yang sering dimintai nasehat mengenai soal-soal pribadi, ternyata
bukan guru yang efektif dalam menyampaikan ilmu.
 Kelakuan murid berhubungan dengan kelakuan guru; pada umumnya perbuatan anak
sebagai reaksi terhadap kelakuan guru dapat bersifat menurut atau tidak menurut,
menyesuaikan diri dengan perintah guru atau menentangnya. Anak yang menunjukkan
kerjasama, turut memberikan sumbangan fikiran, memberi bantuan dan dengan demikian
memperlancar kegiatan pelajaran. Tidak semua kelakuan guru berhubungan dengan
kelakuan murid. Tetapi kalau kita melihat sebuah realita dalam dunia pendidikan kita,
terlihat bahwa jika seorang guru melakukan dominatif dalam kelas (dominasi) terhadap
muridnya maka kelakuan dari murid menunjukkan sikap tidak bekerjasama. Dan guru
yang melakukan dominatif terhadap murid akan ditiru oleh murid dengan melakukan
dominatif terhadap murid yang lainnya.11
Secara singkatnya, walaupun dalam banyak aspek peranan guru dan murid tidak seimbang,
konseptualisasi interaksi antara guru dan murid berasumsi bahwa guru dan murid saling
mempengaruhi satu dengan yang lainya. Guru dan murid memberikan reaksi terhadap struktur
peranan kelas dengan aneka ragam cara, dan banyak guru lebih menggantungkan pada otoriter

11
Ahmadi, Abu, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta 2000).hlm.49.
dari pada personal resource. Guru memberikan tugas seenaknya saja tanpa memahami kondisi
anak, bahkan ketika anak melakukan tindakan yang salah menurut guru langsung dipukul tanpa
memberikan kesempatan kepada anak untuk menjelaskan yang terjadi maupun membela diri.

C. Hubungan Murid Dengan Murid


Kelas bagi murid-murid dapat dipandang sebagai sistem persahabatan dan hubungan-
hubungan sosial dan struktur sosial ini lebih bersifat tidak formal. Dalam lingkungan kelas
diketahui bahwa murid yang satu dengan yang lain itu saling mempengaruhi satu dengan yang
lainnya. Dan aspek yang paling  menonjol dari hubungan ini adalah perasaan murid terhadap
satu sama lain, apakah itu perasaan cinta (kasinh sayang) ataupun perasaan benci.
Ada dua metode utama yang digunakan dalam mempelajari struktur informal para murid.
Yang pertama dan paling banyak adalah metode sosiometri. Dalam garis besarnya, kita
menanyakan kepada murid siapakah diantara murid-murid, satu orang atau lebih, yang paling
disukainya sebagai teman belajar, menonton bioskop, diundang kepesta atau kegiatan lainnya,
atau sebaliknya yang paling dia tidak sukai, yang tidak dianggapnya sebagai teman. Dari hasil
pertanyaan yang diajukan kepada murid dalam kelas itu dapat disusun suatu diagram yang
disebut sosiogram yang secara visualnya jelas menunjukkan kedudukan seseorang dalam
hubungan sosial dengan murid-murid lainnya. Sosiogram itu dapat memperlihatkan
pengelompokkan atau klik dikalangan murid-murid dalam kelas.12
Kemudian metode yang kedua adalah metode partisipasi-obserfasi, yakni sambil turut
berpartisipasi dalam kegiatan kelompok selama beberapa waktu mengadakan observasi tentang
kelompok. Melalaui observasi yang dilakukan pengamat menganalisis kedudukan setiap murid
dalam hubungannya dengan murid-murid yang lain dalam kelompok itu.
Disuatu kelas kita dapat menemukan beberapa macam hubungan murid dengan murid yang
lainnya, diantaranya hubungan berdasarkan usia dan tingkat kelas, kelompok persahabatan di
dalam kelas. Murid-murid di suatu kelas, yang pada umumnya mempunyai usia yang sama
cenderung menjadi sebuah kelompok yang merasa bahwa dirinya mampu untuk menghadapi
kelas yang lain, bahkan menhadapi guru. Kita bisa mengambil contoh dalam pertandingan dan
pristiwa-pristiwa yang menyangkut nama dan kehormatan kelas itu. Terhadap kelas yang lebih

12
Robinson, Philip, Beberapa Persfektif Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 1986).hlm.90
tinggi mereka merasa dirinya adalah orang bawahan sebagai adik dan harus menunjukkan ras
hormat dan patuh. Sebaliknya terhadap kelas yang bawah mereka merasa sebagai atasan.
Antara murid-murid yang berbeda tingkat kelasnya terdapat hubungan atasan dan bawahan,
atau kakak-adik. Murid-murid yang tinggi kelasnya mempunyai kekuasaan dan kontrol
terhadap murid-murid yang kelasnya lebih rendah dan usianya lebih muda. Dalam tiap kelas
terdapat pula bermcam-macam kelompok, tetapi kelompok itu hanya terbatas pada struktur
dalam kelas itu saja. Kemudian berbicara tentang kelompok persahabatan di dalam kelas
pembentukkannya itu mudah. Suatu kelompok terbentuk bila dua orang atau lebih saling
merasa persahabatan yang akrab dan karena itu ia banyak bermain bersama, sering bercakap-
cakap, merencanakan dan melakukan kegiatan-kegiatan di dalam maupun di luar kelas. Mereka
merasakan apa yang di alami oleh salah seorang anggota kelompoknya dan saling
menungkapkan apa yang terkandung dalam dirinya (sebagai teman curhat).
Keanggotannya bersifat sukarela dan tak formal. Seorang diterima dan ditolak atas
persetujuan bersama. Walaupun kelompok ini tidak mempunyai peraturan yang jelas tetapi ada
nilai-nilai yang dijadikan dasar dalam melakukan atau menerima anggota. Mereka merasa kuat
dan penuh percaya diri karena rasa persatuan dan kekompakan yang mereka miliki diantara
mereka. Mereka mengutamakan kepentingan kelompok daripada kepentingan individual. Tidak
jarang dengan prinsif yang mereka pegang seperti itu sering terjadi konflik dengan orang tua,
guru, dan yang lainnya. Secara ringkasnya dapat diambil sebuah kesimpulan sementara bahwa
murid yang satu dengan yang lainnya itu memiliki hubungan antara yang satu dengan yang
lainnya dalam sebuah kelas. Dimana hubungan itu memiliki pengaruh terhadap struktur yang
terjadi dalam kelas tersebut. Biasanya pengelompokan yang terjadi dalam sistem sosial kelas
tersebut membawa pengaruh terhadap anggota dalam kelompok tersebut. Pengaruhnya bisa
positif tetapi bisa juga negatif.

D. Hubungan antara hasil belajar murid dengan kelakuan guru


Untuk menilai efektivitas guru dalam mengajar dapat diminta pendapat pemilik sekolah,
kepala sekolah, dan juga murid. Guru adalah orang yang memberikan pengetahuan kepada
anak didik. Sementara anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorangn
atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Keduanya merupakan unsur
paling vital di dalam proses belajar-mengajar.13
Walaupun banyak aspek peranan guru dan murid yang tidak seimbang, konseptualisasi
interaksi antara guru dan murid berasumsi bahwa murid dan guru saling mempengaruhi antara
yang satu dengan yang lain. Aspek-aspek interaksi antara guru dan murid yang tampaknya
mempengaruhi sikap dan penampilan akademis murid terutama dalam hasil belajar murid.
Dalam suatu pelitian ternyata pertambahan pengetahuan murid dalam pelajaran rendah
korelasinya dengan taraf disukainya guru oleh murid tersebut. Jadi guru yang di sukai, yang
ramah, dll ternyata bukan guru yang efektif dalam menyampaikan ilmu. Walaupun penelitian
belum dapat di percaya sepenuhnya, namun dapat memberi petunjuk bahwa guru yang baik
tidak sebaik guru yang otoriter dalam menambah ilmu pengetahuan murid dan menyelesaikan
bahan yang di tentukan kurikulum.14
Murid cenderung terlalu santai dan tidak semuanya harus dari diri murid sendiri, terkadang
dalam beberapa segi murid perlu dipaksa dan di sikapi dengan tegas. Karena sifat murid
cenderung malas-malasan dan belum mengetahui pentingnya belajar, mereka cenderung suka
bermain dan bersenang-senang. Guru yang ramah, tidak ingin memaksa. Guru tersebut lebih
ingin murid belajar berdasarkan keinginan sendiri, tapi guru yang otoriter cenderung memaksa
sehingga mau tidak mau murid akan belajar.

13
Dr. Ravik Karsidi, Sosiologi Pendidikan, (Surakarta : UNS Press, 2008)h.63
14
Prof.Dr.S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2004)h.118
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Peranan guru terhadap murid-muridnya merupakan peran vital dari sekian banyak peran
yang harus ia jalani. Seorang guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai seorang yang
mempunyai kewibawaan dan otoritas tinggi, guru harus bisa menguasai kelas dan bisa
mengontrol anak didiknya. Hal ini sangat perlu guna menunjang keberhasilan dari tugas guru
yang bersangkutan yakni belajar dan mengajar.
Tiap guru mempunyai hubungan yang berbeda menurut pribadi dan situasi yang dihadapi.
Untuk mempelajarinya dapat berpegang pada tipe-tipe guru, misalnya guru yang otoriter yang
menjaga jarak dengan murid dan guru yang ramah, yang dekat dan akrab dengan muridnya.
Tipe guru yang dominatif menguasai murid, menentukan, mengatur kelakuan murid dan
menginginkan murid seperti yang guru inginkan. Sebaliknya guru yang integratif
membolehkan ank untuk menentukan sendri apa yang disarankan oleh guru.
Murid memiliki reaksi yang berbeda terhadap guru. reaksi tersebut tergantung kepada cara
guru memperlakukannya. Pengetahuan murid dalam pelajaran rendah korelasinya dengan taraf
disukainya guru oleh murid tersebut. Jadi guru yang di sukai, yang ramah, dll ternyata bukan
guru yang efektif dalam menyampaikan ilmu.

B. Kritik dan Saran


Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan
pemakalah.Apabila ada saran dan kritik yang ingin disampaikan, silahkan sampaikan kepada
kami.Apabila terdapaat kesalahan kami pemakalah mohon maaf, dan kepada semua pihak
kami mengucapkan Terima kasih karena terselesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

DAFTAR PUSTAKA
Nasution,Sosiologi Pendidikan,Jakarta: Bumi Aksara, 1999.
Gunawan, H. Ari, Sosiologi Pendidikan: Suatu Analisis sosiologi tentang berbagai problem
pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Batubara, Muhyi, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Ciputat Pers, 2004.
Ahmadi, Abu, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Robinson, Philip, Beberapa Persfektif Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers, 1986
Dr. Ravik Karsidi, Sosiologi Pendidikan, (Surakarta : UNS Press, 2008)
Muhammad Riifa’i, Sosiologi Pendidikan, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2011)
Prof.Dr.S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2004)
Prof.Dr.S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Bandung : Jemmars, 1983)
Sanapiah Faisal, Sosiologi Pendidikan, (Surabaya : Usaha Nasional, 2010)

Anda mungkin juga menyukai