Anda di halaman 1dari 26

FORMAT KONTRAK BELAJAR

Periode : 2020/2021 Preseptee :

Unit : KMB Preceptor Akademik : Pak Erwan

No Kompetensi Elemen Kompetensi Tanggal Paraf Paraf Paraf


Pencapaian Preceptee Preceptor Preceptor
Akdemik Klinik
1. Memahami Pengkajian :
dan  Wawancara
menerapkan - Riwayat Keperawatan
asuhan a. Identitas klien
keperawatan Meliputi nama, jenis
pasien kelamin, umur,
dengan alamat, agama,
gangguan bahasa yang dipakai,
sistem status perkawinan,
muskuloskele pendidikan,
tal (Fraktur) pekerjaan, asuransi,
Fraktur golongan darah,
adalah patah nomer register,
tulang, tanggal masuk
biasanya rumah sakit,
disebabkan diagnosis medis
oleh trauma (Padila, 2012).
atau tenaga b. Keluhan utama
fisik. Pada umumnya
Fraktur keluhan utama pada
adalah fraktur femur adalah
gangguan rasa nyeri. Nyeri
komplet atau tersebut bisa akut
tak komplet bisa kronik
pada tergantung lamanya
kontinuitas serangan. Untuk
struktur memperoleh
tulang dan pengkajian yang
didefinisikan lengkap tentang rasa
sesuai dengan nyeri pasien
jenis dan digunakan:
keluasannya Provoking incident:
(Brunner & apakah ada peristiwa
Suddarth, yang menjadi faktor
2015). presipitasi nyeri.
Quality of pain:
seperti apa rasa
nyeri yang dirasakan
atau digambarkan
klien. Apakah
seperti terbakar,
berdenyut, atau
menusuk.
Region: Radiation,
relief, apakah rasa
sakit bisa reda,
apakah rasa sakit
menjalar atau
menyebar, dan
dimana rasa sakit
terjadi
Severity (scale) of
pain: seberapa jauh
rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa
berdasarkan sakala
nyeri atau klien
menerangkan
seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi
kemampuan
fungsinya.
Time: berapa lama
nyeri berlangsung,
kapan, apakah
bertambah buruk
pada malam hari
atau siang hari
(wahid, 2013).
c. Riwayat kesehatan
sekarang
Kaji kronologi
terjadinya trauma
yang menyebabkan
patah tulang, yang
nantinya membantu
dalam membuat
rencana tindakan.
Dengan mengetahui
mekanisme
terjadinya
kecelakaan, perawat
dapat mengetahui
luka yang lain.
 Pemeriksaan Fisik
Nyeri saat bergerak, nadi,
edema, warna kulit dan
suhu, detormitas, rentang
gerak, sentuhan. 5 P
pengkajian neurovascular,
seperti berikut ini,
disertakan pada pengkajian
awal dan fokus pengkajian
terus-menerus :
- Nyeri (Pain). Kaji nyeri
di ekstremitas yang
cedera dengan meminta
pasien membuat
tingkatan pada
muloskeletal skala 0
hingga 10, dengan skala
10 sebagai nyeri yang
paling hebat.
- Nadi (Pulse).
Pengkajian nadi distal
dimulai dengan
ekstremitas yang tidak
terkena. Bandingkan
kualitas nadi di
ekstremitas yang terkena
dengan ekstremitas yang
tidak terkena.
- Kepucatan (Palor).
Observasi kepucatan
dan kulit di ekstremitas
yang cedera. Pucat dan
dingin dapat
mengindikasikan
penurunan arteri,
sedangkan hangat dan
warna kebiruan dapat
mengindikasikan
genangan darah vena.
Kaji capillary refill
bandingkan ekstremitas
yang terkena dan
ekstremitas yang tidak
terkena.
- Paralisis/Paresis. Kaji
kemampuan untuk
memin dahkan bagian
tubuh distal ke tempat
frakrur
Ketidakmampuan untuk
berpindah
mengindikasikan
paralisis. Kehilangan
kekuatan otot
(kelemahan) ketika
bergerak adalah paresis.
Temuan keterbatasan
rentang gerak dapat
mengarah ke pengenaan
dini masalah seperti
kerusakan saraf dan
paralisis.
- Parestesia. Tanyakan
pasien ada atau tidak
adanya perubahan dalam
hal sensasi, seperti
terbakar baal, perasaan
berduri, atau menyengat
(semua ini adalah
parestesia) terjadi. Kaji
sensasi distal terhadap
cedera, termasuk
kemampuan untuk
membedakan sentuhan
tajam dan tumpul serta
membedakan dua titik.
Faktor resiko fraktur
- Trauma : kecelakaan,
- Penuaan : Kelompok
lansia berisiko lebih
tinggi
untuk terjadinya fraktur
oleh karena proses
penuaan yang dialami
yang menyebabkan
penurunan fungsi
fisiologik tubuh, salah
satunya ialah penurunan
kepadatan dan
kualitas tulang
- Deficit vitamin D :
- Gangguan tyroid :
Komplikasi fraktur :
Komplikasi awal :
- Syndrome kompartemen
syndrome kompartemen
merupakan komplikasi
serius yang terjadi
karena terjebaknya otot,
tulang , saraf, dan
pembuluh darah dalam
jaringan parut.
- Fat embolis syndrome
Adalah komplikasi
serius yang sering
terjadi pada kasus
fraktur
tulang panjang. FES
terjadi karena sel-sel
lemak yang dihasilkan
bone marrow kuning
msuk ke aliran darah
dan menyebabkan kadar
oksigen dalam darah
menjadi rendah.
- Infeksi
System pertahanan
tubuh rusak bila ada
trauma pada jaringan.
Pada
trauma arthopedi infeksi
dimulai dari kulit
(superfisial) dan masuk
ke dalam.
- Syok
Terjadi karena
kehilangan banyak
darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler
yang bisa menyebabkan
menurunya oksigenasi.
Hal ini biasanya terjadi
pada frakur.
Komplikasi dalam waktu lama:
- Delayed Union
Merupakan kegagalan
fraktur berkonsolidasi
sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan untuk
menyambung.
- Non union
Merupakan kegagalan
fraktur berkonsolidasi
dan memproduksi
sambungan yang
lengkap, kuat, dan stabil
setelah 6-9 bulan.
- Mal union
Penyembuhan tulang
ditandai dengan
meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan
bentuk (deformitas).
Malunion dilakukan
dengan pembedahan dan
remobilisasi yang baik
(M. Clevo Rendy, 2012)
Klasifikasi fraktur :
• Berdasarkan hubungan
antara fragmen dengan dunia luar
1) Fraktur tertutup: fraktur tapi
tidak menyebabkan robeknya kulit
2) Fraktur terbuka: fraktur
dengan luka pada kulit atau
membran mukosa sampai ke
patahan tulang. Patah dengan luka
dicirikan oleh robeknya kulit di atas
cedera tulang.
- Derajat I : luka bersih
sepanjang < 1 cm
- Derajat II : luka lebih dari 1
cm tanpa kerusakan jaringan lunak
yang luas, kontaminasi sedang
- Derajat III : luka melebihi 6
– 8 cm, luka sangat terkontaminasi
dan menyebabkan kerusakan
jaringan lunak yang luas.
• Berdasarkan komplet atau
ketidak komplitan fraktur
1) Fraktur komplet, jika garis
patah melalui Seluruh penampang
tulang Atau melalui dua korteks
tulang.
2) Fraktur inkomplet, jika garis
patah tidak melalaui seluruh
penampang tulang.
• Berdasarkan bentuk garis
patah dan hubungannya dengan
mekanisme trauma
1) Fraktur transversal, fraktur
yang arah garis patahnya melintang
apa tulang dan terjadi akibat trauma
angulasi atau langsung.
2) Fraktur oblik, fraktrus yang
arah garis patahnya membentuk
sudut terhadap sumbu tulang dan
terjadi akibat trauma angulasi juga
3) Fraktur spiral, fraktur yang
arah garis patahnya berbentuk
spiral dan terjadi akibat trauma
rotasi.
4) Greenstick: fraktur dimana
salah satu sisi tulang patah,sedang
sisi lainnya membengkak.
5) Depresi: fraktur dengan
fragmen patahan terdorong ke
dalam
6) Kompresi: Fraktur dimana
tulang mengalami kompresi (terjadi
pada tulang belakang)
7) Patologik: fraktur yang
terjadi pada daerah tulang oleh
ligamen atau tendo padadaerah
perlekatannnya.
• Berdasarkan jumlah garis
patah
1) Fraktur kominutif: garis
patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur segmental: garis
patah lebih dari satu, tetapi tidak
berhubungan. Jika ada dua garis
patah, disebut fraktur bifokal
3) Fraktur multipel: garis patah
lebih dari satu, tetapi pada tulang
yang berlainan tempatnya, misalnya
fraktur femur dan fraktur tulang
belakang.
• Berdasarkan bergeser atau
tidak bergeser
1) Fraktur umdisplaced (tidak
bergeser), garis patah komplet,
tetapi kedua fragmen tidak
bergeser, periosteumnya masih
utuh.
2) Fraktur dispalced
(bergeser), terjadi pergeseran
fragmen fraktur yang juga disebut
lokasi fragmen. (Black dan Hawks,
2014).

Proses penyembuhan fraktur:


- Fase inflamasi, yaitu
adanya respon tubuh
terhadap trauma yang
ditandai dengan
pendarahan dan
timbulnya hematoma
pada tempat
- Fase proliferasi,
hematoma pada fase ini
akan mengalami
organisasi dengan
membentuk benang
fibrin dalam jendalan
darah yang akan
membentuk jaringan dan
menyebabkan
revaskularisasi serta
invasi fibroblast dan
osteoblast.
- Fase pembentukan
kalus, pertumbuhan
jaringan berlanjut dan
lingkaran pada tulang
rawan tumbuh mencapai
sisi lain sampaicelah
sudah terhubungkan.
Waktu yang diperlukan
agar fragmen tulang
tersebut adalah 3-4
minggu.
- Fase penulangan
kalus/osifikasi, yaitu
proses pembentukan
kalus mulai mengalami
penulangan dalam
waktu 2-3 minggu
melalui proses
penulangan
endokondral. Pada
orang dewas normal,
kasus fraktur panjang
memerlukan waktu 3-4
bulan.
- Faseremodeling/konsoli
dasi, terjadi perbaikan
fraktur yang meliputi
pengambilan jaringan
mati dan reorganisasi
tulang baru ke susunan
structural sebelum
terjadi patah tulang.
Fase ini memerlukan
waktu berbulan-bulan
hingga bertahun-tahun.
Smeltzer & Bare (2013)
Penatalaksanaan :
 Farmakologi : Pemberian
analgesic untuk mengurangi
nyeri
- Analgesik narkotika
(opioid), opioid
berfungsi sebagai pereda
nyeri yang akan
menberikan efek
euphoria karena obat ini
menyebabkan ikatan
dengan reseptor opiate
dan mengaktifkan
penekanan nyeri
endogen yang terdapat
di susunan saraf pusat.
Digunakan untuk
paasien dengan tingkat
nyeri sedang hingga
berat. Obat-obat yang
termasuk opioid aldalah
morfin, metadon,
meperidin (petidin),
fentanyl, buprenorfin,
dezosin, butorfanol,
nalbufin, nalorfin dan
pentasozin. Jenis obat
tersebut memiliki rata-
rata waktu paruh selama
4 jam (Ghassani, 2016).
- Analgesik non
narkotika (non opioid),
sering disebut
Nonsteroid Anti-
Inflammatory Drugs
(NSAIDs) obat jenis ini
tidak hanya memiliki
efek anti nyeri namun
dapat memberikan efek
antiinflamasi dan
antipiretik. Terapi ini
digunakan untuk pasien
nyeri ringan hingga
sedang. Obat yang
termasuk dalam jenis ini
adalah aspirin,
asaminofen, ibuprofen,
ketorolac, dan
parasetamol (Ghassani,
2016).
 Non farmakologi :
- ORIF
Adalah suatu bentuk
pembedahan dengan
pemasangan internal
fiksasi pada tulang yang
mengalami fraktur.
ORIF (Open Reduksi
Interna), open reduksi
merupakan suatu
tindakan pembedahan
untuk memanipulasi
fragmen-fragmen tulang
yang patah, fraktur
sedapat mungkin
kembali seperti letak
asalnya. (Desi, 2015).
- OREF
Adalah reduksi terbuka
dengan fiksasi internal
di mana prinsipnya
tulang ditransfiksasikan
di atas dan di ba"ah
fraktur , sekrup atau
kawat ditransfiksi di
bagian proksimal dan
distal kemudian
dihubungkan satu sama
lain dengan suatu batang
lain.
- ROM
Range of motion adalah
latihan gerakan sendi
yang memungkinkan
terjadinya kontraksi dan
pergerakan otot, di mana
klien
menggerakanmasing-
masing persendiannya
sesuai gerakan normal
baik secara aktif
ataupun pasif. (Afif,
2014).

 Pemeriksaan Penunjang
a. X-ray: menentukan
lokasi/luas fraktur.
b. Scan tulang:
memperlihatkan fraktur
lebih jelas,
mengidentifikasi
kerusakan jaringan
lunak.
c. MRI
d. Arteeiogram: dilakukan
untuk memastikan ada
tidaknya kerusakan
vascular.
e. Pemeriksaan
Laboraturium :
- Hitung darah
lengkap:
hemokonsentrasi
mungkin meningkat,
menurun pada
perdarahan;
peningkatan leukosit
sebagai respon
terhadap
peradangan.
- Kretinin: trauma
otot meningkatkan
beban kretinin untuk
klirens ginjal.
- Pemeriksaan urin
lengkap tujuan nya
untuk mengetahui
hipovolemik syok.
- Alkali fostatase
(ALP) untuk
mengidentifikasi
penyakit tulang.
Meningkat pada
kanker tulang,
penyakit paget,
penyembuhan
fraktur, artritis
rheumatoid,
osteoporosis (nilai
normal 42-136
unit/L ALP1 dan 20-
130 unit/L ALP2).
- Kalsium (Ca) untuk
memonitor kadar
kalsium dan
mendeteksi
ketidakseimbangan
kalsium. Menurun
dengan kekurangan
kalsium dan asupan
vitamin D, dan
malabsorpsi dari
saluran
gastrointestinal
meningkat pada
kanker ulang dan
fraktur multiple
(nilai normal 4,5-5,5
mEq/L atau 9-11
mg/dL serum).
- Fosfor (P), Fosfat
(PO4) untuk
mengkaji kadar
fosfor. Meningkat
pada tumor tulang
dan penyembuhan
fraktur (nilai normal
1,7-2,6 mEq/L atau
2,5-4,5 mg/dL).

 Masalah Keperawatan
- D.0077 (SDKI) Nyeri akut
berhubungan dengan agen
injuri fisik Hal 172
- D.0009 (SDKI) Perfusi
perifer tidak efektif
berhubungan dengan
penurunan suplai darah
kejaringan Hal 37
- D.0129 (SDKI) Gangguan
integritas kulit berhubungan
dengan fraktur terbuka Hal
282
- D.0054 (SDKI) Gangguan
mobilitas fisik berhubungan
dengan nyeri, terapi,
restriktif imobilisasi Hal
124 ( PPNI, 2016)
 Intervensi

Patofisiologi Sampai dengan Diagnose yang muncul pada teori

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis


Sumber : Buku Asuhan
Fraktur
Keperawatan Berdasarkan
Diagnosis Medis &
NANDA NIC-NOC Jilid 2, Diskontinuitas Pergeseran Nyeri akut
2015 tulang fragmen tulang

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan


fragmen tulang

Tekanan sumsum
Pergeseran Spasme otot
tulang lebih tinggi
fragmen tulang
dari kapiler
Peningkatan
tekanan kapiler Melepaskan
Deformitas
katekolamin
Pelepasan
histamin
Gangguan fungsi Metabolisme
eksterimitas asam lemak

Protein plasma
hilang Bergabung dengan
Gangguan trombosit
mobilitas fisik Edema
Emboli
Laserasi kulit
Penekanan pembuluh
darah Menyumbat
pembuluh darah
Putus Kerusakan integritas
vena/arteri kulit Resiko infeksi

1.
Perdarahan Kehilangan volume Ketidakefektifan perfusi
cairan jaringan perifer

Resiko syok
(hipovolemik)
Intervensi

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri:
berhubungan tidakan keperawatan Observasi
dengan Agen 3x24 jam diharapkan - Identifikasi lokasi,
pencedera fisik nyeri berkurang dengan karakteristik, durasi,
(trauma) kriteria hasil: frekuensi, kualitas, dan
- Pasien mampu intensitas nyeri
mengontrol nyeri - Identifikasi skala nyeri
- Melaporkan - Identifikasi faktor yang
bahwa nyeri memperberat dan
berkurang memperingan nyeri

Teraputik
- Berikan terapi teknik
nonfarmalogis untuk
mengurangi nyeri (mis.
Teknik relaksasi, terapi
musik,dll)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat tempat
tidur

Edukasi
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
- Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri

Kolaborasi
Kolaborasi dalam pemberian
analgetik
Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan Observasi
efektif berhubungan tidakan keperawatan - Monitor TTV
dengan penurunan 3x24 jam diharapkan - Periksa sirkulasi perifer
suplai perfusi jaringan (mis. nadi perifer, edema,
kembali efektif dengan pengisian kapiler, warna,
kriteria hasil: suhu, ankle- brachial
- TTV dalam batas index)
normal - Identifikasi faktor risiko
- Tidak ada edema gangguan sirkulasi (mis.
dan pembengkakan diabetes, perokok, orang
pada daerah fraktur tua, hipertensi dan kadar
- CRT dalam batas kolesterol tinggi)
normal - Monitor panas,
kemerahan, nyeri, atau
bengkak pada ekstremitas
- Monitor terjadinya
parestesia, jika perlu
Monitor perubahan kulit
- Monitor adanya
tromboflebitis dan
tromboemboli vena

Kolaborasi
Pernberian analgesik, jika
perlu Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu
Gangguan integritas Setelah dilakukan Observasi
kulit behubungan tidakan keperawatan - Pantau peningkatan suhu
dengan faktor 3x24 jam diharapkan - Identifikasi penyebab
mekanis (fraktur) intergritas kulit teratasi gangguan integritas kulit
dengan kriteria hasil: (mis. Gangguan sirkulasi,
- Integritas kulit yang penurunan mobilitas.dll)
baik bisa - Monitor tanda-tanda
dipertahankan infeksi
(sensasi, elastisitas, Terapeutik
temperature, - Ubah posisi tiap 2 jam
hindrasi, jika tirah baring
pigmentasi) tidak - Beri tempat tidur khusus
ada luka/lesi sesuai indikasi.
- Menyatakan Edukasi
ketidaknyamanan Anjurkan meningkatkan
mereda. asupan nutrisi

Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Observasi


fisik berhubungan
tidakan keperawatan - Monitor tanda-tanda vital
dengan gangguan
muskuloskeletal 3x24 jam diharapkan - Kaji kemampuan klien
mobilitas klien dalam mobilisasi
meningkat dengan - Identifikasi adanya nyeri
kriteria hasil: atau keluhan fisik lainnya
- Memperlihatkan - Identifikasi toleransi fisik
peningkatan melakukan pergerakan
mobilitas - Monitor frekuensi jantung
- Mempertahankan dan tekanan darah
keadaan tulang sebelum memulai
mobilisasi
- Monitor kondisi umum
selama melakukan
mobilisasi
Terapeutik
- Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan mobilisasi
Edukasi
- Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi
Kolaborasi pemasangan bidai

Daftar Pustaka
Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba Emban
Patria.

Brunner & Suddrath. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

http://eprints.umpo.ac.id/5390/3/3.%20BAB%202.pdf

Muttaqin.A. 2015.Asuhan Keperawatan Gangguan Integumen.Jakarta:Selemba

Medika Palembang Tahun 2012.” Jurnal Kedokteran dan Kesehatan2.3 : 253-260

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2014). Rencana Asuhan


Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta: EGC.

M.Clevo Rendy, Margareth TH. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah

Penyakit Dalam Edisi 1, Nuha Medika : Yogyakarta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.

Ghassani, Z & Firmawati, E. (2016). Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender Dan


Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Skala Nyeri Pada Pasien Post Operasi
Ekstremitas Di RS PKU Muhammadiyah Gamping.Naskah Publikasi Agustus
2016.URLhttp://respiratory.umy.ac.id/handle/123456789/7316.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan


Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai