DAERAH”
DISUSUN OLEH
1. Bima Agung Putra (20190520147)
2. Andhy Maulana Ahsan (20190520148)
3. Rizkiza Fatha (20190520149)
4. Darojat Arianto (20190520166)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa
sebuah paradigma pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa
mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan. Oleh karenanya CSO harus
memiliki ketrampilan dalam membangun metode dan pendekatan baru untuk penelitian
dan perencanaan pembangunan serta memiliki kemampuan sebuah inovasi baru, selain
itu CSO memiliki peranan dalam mendorong proses pembangunan yang bersifat
partisipatori (Pambudi, 2006: 18)
Berdasarkan uraian di atas, dalam proposal ini akan mengkaji penelitian tentang
bagaimana peran Civil Society dalam pembangunan Otonomi Daerah. Proposal ini dibuat
bertujuan untuk mengetahui, mendiskripsikan, dan menganalisa peran Civil Society
dalam pembangunan otonomi daerah.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penulis disini adalah untuk mengetahui “Peran Dan
Tantangan Civil Society Dalam Pembangunan Otonomi Daerah.”
E. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualittatif. Denzin
dan Lincoln dalam Moleong (2007: 5) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah
penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang
terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Penelitian juga
mencari data dari dokumen-dokumen yang ada, di media elektronik, jurnal-jurnal, serta
mencari data pada penelitian terdahulu. Pencarian jurnal sendiri menggunakan alat bantu
mesin pencari yakni Google Scholar (https://scholar.google.com/) dengan kata kunci
Civil Society, otonomi, tantangan, dan pembangunan.
Berdasarkan hasil pencarian tersebut kemudian dipilih data yang memenuhi
kriteria. Analisis Tinjauan Pustaka meliputi pengumpulan data, kemudian reduksi
terhadapn data, penyajian data yang diperoleh, kemudian penarikan hasil kesimpulan.
Setelah terjadi pemilihan terhadap beberapa artikel, kemudian direduksi agar tidak terjadi
kesamaan judul yang kemudian disajikan dalam bentuk paragraf. Selanjutnya, dilakukan
penarikan data dan membuat kesimpulan terhadap semua artikel yang telah diteliti.
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Kerangka Teori
Civil Society
Nicos Mouzelis dalam (Halili, 2006) mendefinisikan Civil Society adalah semua
kelompok sosial dan lembaga sosial, dalam sebuah tatanan sosial, yang muncul di
tengah-tengah ikatan kelompok-kelompok primordial dan institusi-institusi lainnya.
Yang dimaksudkan tatanan sosial dalam paparan tersebut adalah adanya perbedaan
yang jelas antara bidang pribadi dan bidang publik, serta adanya tingkat mobilitas
sosial yang tinggi yang dilakukan oleh warga masyarakat. Dengan adanya pernyataan
tersebut masyarakat dalam tatanan sosial mempertahankan otonominya,
mengorganisir, dan bertukar pandangan karena adanya mobilitas sosial yang tinggi
oleh masyarakat.
“Civil society sering diteijemahkan sebagai “masyarakat sipil" dan belakangan ini
juga sering disebut "masyarakat madani" adalah bidang kehidupan sosial yang
terorganisasi secara sukarela, mandiri dalam arti self-gen erating dan self supporting
otonom dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan hanya tunduk pada ketentuan
peraturan perundang- undangan” (Pide, 1999). Civil Society tidak jarang
mempengaruhi politik dan pemerintahan terkadang ikut andil dalam sistem atau
keputusan politik atau pejabat pemerintahan tujuannya agar kebijaksanaan itu tidak
merugikan anggota dan organisasinya.
Pada zaman ini Civil Society di Indonesia menjadi kelas menengah, karena
Sebagian besar masyarakat menjadi kewarganegaraan modern. Tidak hanyut dalam
dalam lingkungan lokal dan dengan sistem totaliter diatur oleh satu pihak, ditambah
dengan mobilitas masyarakat semakin tinggi, jadi bisa dikatakan bahwa Civil Society
sudah berada dimana-mana meskipun masih lemah dan cenderung primordial.
Dalam buku (Hikam, 1997) berpendapat lain terkait dengan Civil Society,
didefinisikan sebagai wilayah -wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan
bercirikan, antara lain: kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self-generating),
dan keswadayaan (self-supporting), kemandirian tinggi berhadapan dengan negara,
dan keterikatan dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh
warganya. Dari pengertian tersebut dapat terwujud asosiasi-asosiasi/organisasi-
organisasi yang diciptakan masyarakat. Paguyuban masyarakat, Lembaga Swadaya
Masyarakat, Keagamaan dan kelompok-kelompok kepentingan (Interest Groups).
Tentu semua organisasi atau kelompok tersebut memiliki tingkat kemandirian,
kesukarelaan yang berbeda-beda ketika berhadapan dengan negara atau memiliki
kepentingan ekonomi.
Otonomi Daerah
Dalam suatu pelaksanaan sistem pemerintahan di Indonesia memakai otonomi
daerah sistem ini berlaku sejak tahun 1999. Namun dengan mengikuti keadaan
ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah maka Undang-Undang
tersebut diganti menjadi Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Definisi otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang tersebut sebagai
berikut. “Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
sesuaidengan peraturan perundang-undangan.” Dengan adanya otonomi daerah,
diharapkan mampu secara mandiri mengurusi rumah tangga sendiri namun masih
dalam pengawasan pemerintah pusat serta Undang-Undang.
Menurut Widjaja dalam buku (Djumadin, 2017) mendefinisikan otonomi daerah
sebagai salah satu bentuk dari desentralisasi suatu pemerintahan yang dasarnya
ditujukan guna untuk memenuhi suatu kepentingan bangsa secara menyeluruh, ialah
suatu upaya yang lebih mendekatkan berbagai tujuan untuk penyelenggaraan
pemerintahan sehingga dapat mewujudkan suatu cita-cita masyarakat yang adil dan
makmur. Sama halnya dengan otonomi daerah sebagai hak dari masyarakat sipil
untuk memperoleh sebuah kesempatan dan perlakuan yang setara, baik dalam
memperjuangkan kepentingan-kepentingan dan mengawasi kinerja pemerintahan
yang ada.
Dalam jurnalnya (Kuswanto, 2016) mengemukakan pendapat lain terkait dengan
tujuan pelaksanaan otonomi daerah, “Dalam teori dan praktek pemerintahan modern
diajarkan bahwa untuk menciptakan the good governance perlu dilakukan desentra-
lisasi pemerintahan.” Benar adanya jika dalam pemerintahan yang demokratis
melibatkan partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya supaya tujuan good
governance tercapai.
(Kuswanto, 2016) menghimpun beberapa elemen penting dari otonomi daerah
yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan upaya pencapaian kepemerintahan
yang baik (good governance), diantaranya adalah:
Otonomi berhubungan erat dengan demokratisasi (khususnya grass roots
democracy).
Dalam otonomi terkandung makna self-initiative untuk mengambil keputusan
dan memperbaiki nasib sendiri.
Karena dalam konsep otonomi terkandung kebebasan dan kemandirian
masyarakat daerah untuk mengambil keputusan dan berprakarsa, berarti
pengawasan atau kontrol dari pemerintah pusat tidak boleh dilakukan secara
langsung yang dapat mengurangi kebebasan masyarakat daerah, atau
menjadikan beban bagi daerah.
Daerah otonom harus memiliki power (termasuk dalam sumber-sumber
keuangan) untuk menjalankan fungsi-fungsinya, memberikan pelayanan
publik serta sebagai institusi yang mempunyai pengaruh agar ditaati
warganya.
Dalam pelaksanaannya, otonomi daerah tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
intern, akan tetapi juga faktor ekstern.
B. Definisi Konseptual
Civil Society
Civil Society merupakan asosiasi-asosiasi atau organisasi-organiasi yang berada di
suatu wilayah secara langsung berperilaku, tindakan dan refleksi sukarela secara
mandiri tidak terperangkap dalam kehidupan material dan terserap atau dicampuri
tangan oleh Lembaga-lembaga politik resmi. Di dalamnya terdapat ruang publik yang
begitu bebas dan tempat dimana terjadi mobilisasi serta transaksi komunikasi yang
bebas dilakukan oleh warga masyarakat. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa civil society akan mewujud dalam berbagai asosiasi-asosiasi/organisasi-
organisasi, keagamaan, Lemabaga Swadaya Masyarakat, kelompok-kelompok
berkepentingan (interest groups) dan organisasi sosial sebagai ruang publik
masyarakat bertindak secara aktif dalam wacana kemasyarakatan dan turut
mengawasi pemerintahan daerah yang ada.
Otonomi Daerah
Otonomi daerah merupakan wewenang, hak, serta kewajiban daerah otonom
untuk mengelola sumber daya yang dimiliki, pemerintahan, dan masyarakat secara
mandiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Bisa dikatakan juga
bahwa otonomi daerah kewenangan guna untuk membuat aturan bagi daerahnya
sendiri, dan daerah adalah suatu kesatuan masyarakat yang memiliki batasan-batasan
wilayah. Otonomi daerah memiliki tugas dan kewajiban dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, pelayanan, penegakan keadilan, pemerataan,
pengembangan kehidupan demokrasi, serta memlihara hubungan antara pusat dan
daerah supaya tujuan good governance dapat tercapai. Otonomi juga ditunjukkan
untuk membuat masyarakat di daerah sejahtera, lebuh cepat terakselerasi
pencapaianny, dan juga pelaksanaan atau penyelenggaraan pemerintah di daerah
dapat memenuhi syarat-syarat pemerintahan yang baik atau good governance.
BAB III
PEMBAHASAN
Buku:
Jurnal:XHalili. (2006). Masa Depan Civil Society di Indonesia: Prospek dan Tantangan. Jurnal
Kajian Kewarganegaraan. No 2 Vol 3. Desember 2006 1-18, 3, 1–18.
Pide, M. (1999). Partisipasi Masyarakat Sipil in the government and development . To make the
efforts grow , develop and well adopted. Jurnal Hukum. No. 14 Vol 7. Agustus 2000: 135
-148, 7(22), 135–148.