Anda di halaman 1dari 15

“PERAN CIVIL SOCIETY DALAM PEMBANGUNAN OTONOMI

DAERAH”

DISUSUN OLEH
1. Bima Agung Putra (20190520147)
2. Andhy Maulana Ahsan (20190520148)
3. Rizkiza Fatha (20190520149)
4. Darojat Arianto (20190520166)

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia sebagai negara kesatuan yang berbentuk republik menganut


asas desentralisasi yang sebelumnya menganut asas sentralisasi saat Era Orde Baru.
Desentralisasi bertujuan agar pemerintah dapat lebih meningkatkan efisiensi serta
efektifitas fungsi-fungsi pelayanannya kepada seluruh lapisan masyarakat. Di Indonesia
dianutnya Desentralisasi kemudian diwujudkan dalam bentuk kebijakan Otonomi Daerah
dalam menyelenggarakan pemerintahan dengan memberikan kebebasan kepada daerah
dalam menyelenggarakan otonomi daerah.

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah memberi


kesempatan yang besar dan luas pada masyarakat daerah untuk berpartisipasi dalam
pemerintahan dan pembangunan di daerahnya.1 Masyarakat daerah secara individu tentu
agak sulit berpartisipasi secara langsung dalam pemerintahan dan pembangunan baik itu
karena terbatasnya rata-rata kemampuan Individu. atau karena kebutuhan, tuntutan dan
kepentingannya sangat beragam. Oleh karena itu, agar kepentingan masyarakat yang
beragam itu dapat tersalurkan dengan balk diperlukan agen dalam bentuk organisasi yang
lebih teratur dan berwibawa untuk mengartikulasikan kepentingan dan kebutuhan
masyarakat tadi agar dapat diperjuangkan sebagai salah satu aiternatif untuk dijadikan
sebagai kebijakan daerah. Agen tersebut disebut sebagai Civil Society.

CSO pada dasarnya mempunyai peran penting dalam agenda-agenda reformasi


salah satunya pembangunan otonomi daerah. Salah satu aspek penting dari peran CSO
bagi pembangunan otonomi daerah adalah peran kritis yang dimainkan sebagai gerakan
penyeimbang negara dalam menjalankan program pembangunan yang inklusif dan
berkelanjutan. Kehadiran CSO sebagai representasi masyarakat sipil merupakan faktor
penting sebagai bagian dari upaya mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan,

1
UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa
sebuah paradigma pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa
mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan. Oleh karenanya CSO harus
memiliki ketrampilan dalam membangun metode dan pendekatan baru untuk penelitian
dan perencanaan pembangunan serta memiliki kemampuan sebuah inovasi baru, selain
itu CSO memiliki peranan dalam mendorong proses pembangunan yang bersifat
partisipatori (Pambudi, 2006: 18)

Berdasarkan uraian di atas, dalam proposal ini akan mengkaji penelitian tentang
bagaimana peran Civil Society dalam pembangunan Otonomi Daerah. Proposal ini dibuat
bertujuan untuk mengetahui, mendiskripsikan, dan menganalisa peran Civil Society
dalam pembangunan otonomi daerah.

B. Rumusan Masalah

 Bagaimana peran Civil Society dalam pembangunan otonomi daerah?


 Apa tantangan yang dihadapi Civil Society dalam pembangunan otonomi daerah?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penulis disini adalah untuk mengetahui “Peran Dan
Tantangan Civil Society Dalam Pembangunan Otonomi Daerah.”

D. Review Penelitian Terdahulu

Nama Penulis Judul Hasil Temuan

1. Irdam Ahmad (2011) Disparitas Hasil Secara umum rata-rata nilai


Pembangunan ukuran pembangunan Kabupaten
Kabupaten/Kota Sleman kurang dari 0,5 yang
Sebelum dan Sesudah berarti bahwa proses
Otonomi Daerah. pembangunan kabupaten Sleman
termasuk dalam kategori
“Berkembang”. Untuk periode
1995-2000 rata-rata nilai ukuran
pembangunan sebesar 0,377 dan
turun menjadi 0,372 (periode
2001-2005). Hal ini
mengindikasikan bahwa proses
pembangunan di kabupaten
Sleman terlihat semakin
berkembang setelah
diterapkannya otonomi daerah.

2. Riska Andriana Analisis Peran Adanya otonomi daerah


(2011) Komoditi Tanaman memungkinkan pemerintah
Bahan Makanan untuk membangun dan
Dalam Pembangunan mengembangkan daerahnya
Ekonomi Kabupaten sesuai dengan potensi yang
Sleman dimilik daerah tersebut. Dalam
proses pembangunan daerah
diperlukan suatu perencanaan.
Perencanaan diperlukan sebagai
arahan dalam proses
pembangunan untuk mencapai
tujuan yang diinginkan dan
sebagai tolak ukur keberhasilan
proses pembangunan yang
dilakukan.

3. Sugiyono (2017:134), Reduksi data, Pertama, reduksi data pada


penyajian data. penelitian ini terdiri dari proses
triangulasi dengan memilih hasil
wawacara, observasi dan
dokumentasi. Pada tahap ini,
peneliti mencatat dan
merangkum uraian panjang
dengan maksud untuk memilih
hal-hal pokok, sehingga akan
diperoleh data-data yang relevan
dengan topik penelitian. Kedua,
penyajian datapada penelitian ini
terdiri dari analisis deskriptif
kualitatif. Deskriptif kualitatif
pada penelitian ini berisi uraian
objektif mengenai peranan
BUMDes dalam pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat

4. Shim and Siegel, Anggaran daerah Anggaran operasi digunakan


2000):(1). untuk menghitung biaya produk
yang diproduksi atau jasa yang
dihasilkan. Ang-garan jenis ini
memeriksa aspek menufaktur
dan operasi bisnis. Anggaran
Keuangan (financial
budget)dapat digunakan untuk
memeriksa kondisi keuangan
dari divisi

E. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualittatif. Denzin
dan Lincoln dalam Moleong (2007: 5) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah
penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang
terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Penelitian juga
mencari data dari dokumen-dokumen yang ada, di media elektronik, jurnal-jurnal, serta
mencari data pada penelitian terdahulu. Pencarian jurnal sendiri menggunakan alat bantu
mesin pencari yakni Google Scholar (https://scholar.google.com/) dengan kata kunci
Civil Society, otonomi, tantangan, dan pembangunan.
Berdasarkan hasil pencarian tersebut kemudian dipilih data yang memenuhi
kriteria. Analisis Tinjauan Pustaka meliputi pengumpulan data, kemudian reduksi
terhadapn data, penyajian data yang diperoleh, kemudian penarikan hasil kesimpulan.
Setelah terjadi pemilihan terhadap beberapa artikel, kemudian direduksi agar tidak terjadi
kesamaan judul yang kemudian disajikan dalam bentuk paragraf. Selanjutnya, dilakukan
penarikan data dan membuat kesimpulan terhadap semua artikel yang telah diteliti.

BAB II

KERANGKA TEORI
A. Kerangka Teori
 Civil Society
Nicos Mouzelis dalam (Halili, 2006) mendefinisikan Civil Society adalah semua
kelompok sosial dan lembaga sosial, dalam sebuah tatanan sosial, yang muncul di
tengah-tengah ikatan kelompok-kelompok primordial dan institusi-institusi lainnya.
Yang dimaksudkan tatanan sosial dalam paparan tersebut adalah adanya perbedaan
yang jelas antara bidang pribadi dan bidang publik, serta adanya tingkat mobilitas
sosial yang tinggi yang dilakukan oleh warga masyarakat. Dengan adanya pernyataan
tersebut masyarakat dalam tatanan sosial mempertahankan otonominya,
mengorganisir, dan bertukar pandangan karena adanya mobilitas sosial yang tinggi
oleh masyarakat.
“Civil society sering diteijemahkan sebagai “masyarakat sipil" dan belakangan ini
juga sering disebut "masyarakat madani" adalah bidang kehidupan sosial yang
terorganisasi secara sukarela, mandiri dalam arti self-gen erating dan self supporting
otonom dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan hanya tunduk pada ketentuan
peraturan perundang- undangan” (Pide, 1999). Civil Society tidak jarang
mempengaruhi politik dan pemerintahan terkadang ikut andil dalam sistem atau
keputusan politik atau pejabat pemerintahan tujuannya agar kebijaksanaan itu tidak
merugikan anggota dan organisasinya.
Pada zaman ini Civil Society di Indonesia menjadi kelas menengah, karena
Sebagian besar masyarakat menjadi kewarganegaraan modern. Tidak hanyut dalam
dalam lingkungan lokal dan dengan sistem totaliter diatur oleh satu pihak, ditambah
dengan mobilitas masyarakat semakin tinggi, jadi bisa dikatakan bahwa Civil Society
sudah berada dimana-mana meskipun masih lemah dan cenderung primordial.
Dalam buku (Hikam, 1997) berpendapat lain terkait dengan Civil Society,
didefinisikan sebagai wilayah -wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan
bercirikan, antara lain: kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self-generating),
dan keswadayaan (self-supporting), kemandirian tinggi berhadapan dengan negara,
dan keterikatan dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh
warganya. Dari pengertian tersebut dapat terwujud asosiasi-asosiasi/organisasi-
organisasi yang diciptakan masyarakat. Paguyuban masyarakat, Lembaga Swadaya
Masyarakat, Keagamaan dan kelompok-kelompok kepentingan (Interest Groups).
Tentu semua organisasi atau kelompok tersebut memiliki tingkat kemandirian,
kesukarelaan yang berbeda-beda ketika berhadapan dengan negara atau memiliki
kepentingan ekonomi.
 Otonomi Daerah
Dalam suatu pelaksanaan sistem pemerintahan di Indonesia memakai otonomi
daerah sistem ini berlaku sejak tahun 1999. Namun dengan mengikuti keadaan
ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah maka Undang-Undang
tersebut diganti menjadi Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Definisi otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang tersebut sebagai
berikut. “Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
sesuaidengan peraturan perundang-undangan.” Dengan adanya otonomi daerah,
diharapkan mampu secara mandiri mengurusi rumah tangga sendiri namun masih
dalam pengawasan pemerintah pusat serta Undang-Undang.
Menurut Widjaja dalam buku (Djumadin, 2017) mendefinisikan otonomi daerah
sebagai salah satu bentuk dari desentralisasi suatu pemerintahan yang dasarnya
ditujukan guna untuk memenuhi suatu kepentingan bangsa secara menyeluruh, ialah
suatu upaya yang lebih mendekatkan berbagai tujuan untuk penyelenggaraan
pemerintahan sehingga dapat mewujudkan suatu cita-cita masyarakat yang adil dan
makmur. Sama halnya dengan otonomi daerah sebagai hak dari masyarakat sipil
untuk memperoleh sebuah kesempatan dan perlakuan yang setara, baik dalam
memperjuangkan kepentingan-kepentingan dan mengawasi kinerja pemerintahan
yang ada.
Dalam jurnalnya (Kuswanto, 2016) mengemukakan pendapat lain terkait dengan
tujuan pelaksanaan otonomi daerah, “Dalam teori dan praktek pemerintahan modern
diajarkan bahwa untuk menciptakan the good governance perlu dilakukan desentra-
lisasi pemerintahan.” Benar adanya jika dalam pemerintahan yang demokratis
melibatkan partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya supaya tujuan good
governance tercapai.
(Kuswanto, 2016) menghimpun beberapa elemen penting dari otonomi daerah
yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan upaya pencapaian kepemerintahan
yang baik (good governance), diantaranya adalah:
 Otonomi berhubungan erat dengan demokratisasi (khususnya grass roots
democracy).
 Dalam otonomi terkandung makna self-initiative untuk mengambil keputusan
dan memperbaiki nasib sendiri.
 Karena dalam konsep otonomi terkandung kebebasan dan kemandirian
masyarakat daerah untuk mengambil keputusan dan berprakarsa, berarti
pengawasan atau kontrol dari pemerintah pusat tidak boleh dilakukan secara
langsung yang dapat mengurangi kebebasan masyarakat daerah, atau
menjadikan beban bagi daerah.
 Daerah otonom harus memiliki power (termasuk dalam sumber-sumber
keuangan) untuk menjalankan fungsi-fungsinya, memberikan pelayanan
publik serta sebagai institusi yang mempunyai pengaruh agar ditaati
warganya.
 Dalam pelaksanaannya, otonomi daerah tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
intern, akan tetapi juga faktor ekstern.
B. Definisi Konseptual
 Civil Society
Civil Society merupakan asosiasi-asosiasi atau organisasi-organiasi yang berada di
suatu wilayah secara langsung berperilaku, tindakan dan refleksi sukarela secara
mandiri tidak terperangkap dalam kehidupan material dan terserap atau dicampuri
tangan oleh Lembaga-lembaga politik resmi. Di dalamnya terdapat ruang publik yang
begitu bebas dan tempat dimana terjadi mobilisasi serta transaksi komunikasi yang
bebas dilakukan oleh warga masyarakat. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa civil society akan mewujud dalam berbagai asosiasi-asosiasi/organisasi-
organisasi, keagamaan, Lemabaga Swadaya Masyarakat, kelompok-kelompok
berkepentingan (interest groups) dan organisasi sosial sebagai ruang publik
masyarakat bertindak secara aktif dalam wacana kemasyarakatan dan turut
mengawasi pemerintahan daerah yang ada.
 Otonomi Daerah
Otonomi daerah merupakan wewenang, hak, serta kewajiban daerah otonom
untuk mengelola sumber daya yang dimiliki, pemerintahan, dan masyarakat secara
mandiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Bisa dikatakan juga
bahwa otonomi daerah kewenangan guna untuk membuat aturan bagi daerahnya
sendiri, dan daerah adalah suatu kesatuan masyarakat yang memiliki batasan-batasan
wilayah. Otonomi daerah memiliki tugas dan kewajiban dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, pelayanan, penegakan keadilan, pemerataan,
pengembangan kehidupan demokrasi, serta memlihara hubungan antara pusat dan
daerah supaya tujuan good governance dapat tercapai. Otonomi juga ditunjukkan
untuk membuat masyarakat di daerah sejahtera, lebuh cepat terakselerasi
pencapaianny, dan juga pelaksanaan atau penyelenggaraan pemerintah di daerah
dapat memenuhi syarat-syarat pemerintahan yang baik atau good governance.
BAB III

PEMBAHASAN

1. Bagaimana peran Civil Society dalam pembangunan otonomi daerah?


Tidak lengkap rasanya jika otonomi daerah untuk mewujudkan good governance
tanpa melibatkan peran civil society. Keberadaan civil society yang kuat dapat menjadi
penyeimbang bagi pemerintah untuk mengkoreksi kebijkan-kebijkan atau juga
pelaksanaan penyelenggaraan negara serta pelayanan publik sehingga penyelenggaraan
pemerintahan di daerah tidak menyimpang dan memiliki orientasi untuk melayani
kepentingan rakyat seluas-luasnya.
Civil society tidak hanya berperan dalam partisipasi demokrasi dan penciptaan
good governance saja. Tetapi juga berpartisipasi dalam Kesehatan, contohnya dapat
mengorganisir masyarakat untuk hidup sehat atau berolahraga supaya sehat secara fisik
dan mental. Dalam bidang ekonomi, seperti koperasi simpan pinjam atau kelompok
petani, kelompok peternak. Civil society juga bisa bergerak pembangunan pemberdayaan
masyarakat, contohnya seperti melakukan pelatihan-pelatihan. Kemudian civil society
dapat berpartisipasi dalam menjaga kebudayaan daerah, tradisi, adat istiadat daerah,
bahkan event-event yang ada di daerah sesuai dengan adat setempat. Civil society juga
bisa berperan dalam menajaga kelestarian lingkungan, supaya lingkungan tetap terjaga.
Peran civil society sangat luas bagi masyarakat sehingga pelaksanaan pembangunan di
daerah dapat terwujud.
DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Hikam, A. (1997). Demokratisasi dan Civil Society.

Djumadin, Z. (2017). OTONOMI DAERAH DI INDONESIA SEJARAH, TEORI DAN


ANALISIS. In Encyclopedic Dictionary of Polymers. https://doi.org/10.1007/978-1-4419-
6247-8_3917

Jurnal:XHalili. (2006). Masa Depan Civil Society di Indonesia: Prospek dan Tantangan. Jurnal
Kajian Kewarganegaraan. No 2 Vol 3. Desember 2006 1-18, 3, 1–18.

Kuswanto, G. (2016). Pelaksanaan Good Governance di Indonesia. Http://Berita.Knkg-


Indonesia.Org, 8. http://berita.knkg-indonesia.org/2016/11/pelaksanaan-good-governance-
di-indonesia.html

Pide, M. (1999). Partisipasi Masyarakat Sipil in the government and development . To make the
efforts grow , develop and well adopted. Jurnal Hukum. No. 14 Vol 7. Agustus 2000: 135
-148, 7(22), 135–148.

Anda mungkin juga menyukai