Anda di halaman 1dari 3

Noval Amani Haidar

21040121410003

Top Down dan Bottom Up Planning


Top Down Planning
Top down planning terkait dengan pemerintahan dan perencanaan kota adalah perencanaan
dari atas, artinya pemerintah paling dominan terlibat dalam merencanakan dan mengambil
keputusan, serta memiliki kekuatan struktural mengintervensi, memonitoring, dan
melaksanakan kegiatan perencanaan sesuai ketetapan.
Ciri Top Down Planning
1. Pemerintah paling berperan aktif dalam perencanaan
2. Pemerintah memiliki kekuatan struktural untuk mengintervensi kegiatan perencanaan
3. Waktu perencanaan dan pelaksanaan relative lebih singkat

Bottom Up Planning
Bottom up planning terkait dengan perencanaan kota adalah perencanaan yang dibuat
berdasarkan kebutuhan, keinginan dan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat bersama-
sama dengan pemerintah yang menetapkan kebijakan atau pengambilan keputusan, pemerintah
juga berfungsi sebagai fasilitator dalam perencanaan bottom up, dalam perencanaan bottom up
masyarakat lebih berperan dalam memberikan gagasan dari awal hingga pelaksanaan evaluasi.
Ciri Bottom Up Planning
1. Masyarakat terlibat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatanya
2. Masyarakat memberikan masukan dan ide mengenai perencanaan dan permasalahan
yang ada.
3. Waktu perencanaan dan pelaksanaan relative lebih lama karena banyaknya pemikiran
dan gagasan masyarakat yang berbeda keinginan.

Kelebihan Top Down Planning


1. Masyarakat tidak perlu repot untuk memberikan masukan dan ide kepada pemerintah
pemangku kebijakan karena program sudah berjalan sendiri.
2. Hasil program pembangunan bisa optimal karena biaya ditanggung oleh pemerintah
pusat dan waktu pelaksanaanya relative lebih singkat
3. Para pelaksana kebijakan di pusat dapat berkerja dengan optimal dalam program
perencanaanya karena lebih professional dalam bidangnya.

Kekurangan Top Down Planning


1. Masyarakat kurang diberikan ruang untuk memberikan gagasan dalam perencanaan
pembangunan di daerahnya.
2. Masyarakat tidak bisa melihat sebarapa jauh suatu program telah dilaksanakan
3. Masyarakat hanya sebagai penerima keputusan atau hasil dari suatu program tanpa
mengetahui jalannya proses pembentukan program tersebut dari awal hingga akhir
4. Tujuan perencanaan pembangunan bisa tidak tercapai karena pemerintah tidak begitu
memahami hal-hal yang diperlukan oleh masyarakat
5. Tidak adanya masukan atau ide dari masyarakat membuat masyarakat merasa diabaikan
karena suara mereka tidak begitu diperhitungkan dalam pelaksanaan perencanaan, hal
ini dapat menyebabkan masyarakat kecewa dengan kegiatan pembangunan.

Kelebihan Bottom Up Planning


1. Masyarakat berperan aktif dalam memberikan gagasan/ide mengenai program yang
akan dilaksanakan
2. Masyarakat mengetahui dengan detail pelaksanaan pembangunan dari mulai awal
hingga evaluasi.
Noval Amani Haidar
21040121410003

3. Tujuan yang diinginkan oleh masyarakat akan dapat berjalan sesuai dengan keinginan
masyarakat karena ide-idenya berasal dari masyarakat itu sendiri sehingga masayarakat
bisa melihat apa yang diperlukan dan apa yang diinginkan
4. Masyarakat akan lebih kreatif dalam mengeluarkan ide-ide yang yang akan digunakan
dalam suatu jalannya proses suatu program

Kekurangan Bottom Up Planning


1. Pemerintah akan tidak begitu berharga karena perannya tidak begitu kuat dalam
program perencanaan
2. Sering terjadi kesalahpahaman antar masyarakat atau dengan pemerintah karena
perbedaan pandangan.
3. Waktu pelaksanaan program perencanaan lebih lama karena banyak melibatkan ide
atau gagasan banyak orang
4. Hasil dari suatu program tersebut belum tentu biak karena adanya perbadaan tingkat
pendidikan di masyarakat dan bisa dikatakan cukup rendah bila dibanding para pegawai
pemerintah yang lebih professional

Contoh Kasus
1. Top Down Planning Pengelolaan Objek Wisata Aceh Jaya
Potensi wisata di Kabupaten Aceh Jaya dapat menjadi suatu potensi dan
investasi ekonomi yang besar dimasa yang akan datang jika dikelola dengan baik.
Namun objek wisata tersebut dapat dikatakan belum dikelola dengan baik, hal ini
diketahui dari fasilitas yang tersedia masih kurang, fasilitas yang dimaksud diantaranya
sepertitempat ibadah, toilet dan lain-lain. Selain fasilitas, untuk informasi mengenai
objek wisata Aceh Jaya jugabelum diketahui oleh banyak orang. Upaya pengembangan
objek wisata di Kabupaten Aceh Jaya dilakukan agar dapat bermanfaat lebih optimal
mengingat potensi yang ada di Kabupaten Aceh Jaya sehingga dapat memberikan
tambahan pendapatan bagi masyarakat di sekitar kawasan wisata(Marjulita, 2019)
Pengelolaan objek wisata Aceh Jaya dan pengembanganya belum dikelola
secara professional sehingga potensi objek wisata yang sangat luar biasa keindahan
pantai dan pemandangan yang merupakan pemberian tuhan tidak mampu menggenjot
pertumbuhan ekonomi kabupaten Aceh dan belum mensejahterakan masyarakat yang
berada disekitar objek wisata, karena pemerintah hanya melakukan pengelolaan dan
pengembangan tanpa melibatkan masyarakat yang nantinya diharapkan mendapat
dampak perekonomianya.
2. Bottom Up Planning Perencanaan Pembangunan Desa Di Kecamatan Tumpaan
Kabupaten Minahasa Selatan
Kecamatan Tumpaan merupakan salah satu Kecamatan yang berada dalam
wilayah pemerintahan Kabupaten Minahasa Selatan Propinsi Sulawesi Utara yang
terdiri dari 10 (sepuluh desa).
Pendekatan bottom-up dalam perencanaan pembangunan desa belum maksimal
dapat dilaksanakan secara efektif. Program-program pembangunan yang disusun oleh
pemerintah desa masih lebih mencerminkan keinginan dari kepala desa dan
perangkatnya ataupun pengurus LMD dan LPM(Rachman, 2018), sehingga seringkali
tidak mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Selain itu, dari pengamatan
menunjukkan adanya beberapa kendala dalam implementasi pendekatan bottom-up ini
dalam perencanaan pembangunan desa, seperti : (1) belum berfungsinya secara
maksimal Lembaga Kemasyarakatan (LPM) dalam melaksanakan tugasnya membantu
pemerintah desa dalam penyusunan rencana pembangunan desa; (2) koordinasi antara
lembaga-lembaga di desa yang terkait dengan perencanaan pembangunan desa masih
Noval Amani Haidar
21040121410003

lemah; (3) kemampuan SDM aparat pemerintah desa dan pengurus lembaga
kemasyarakatan di 53 desa dalam menyusun perencanaan pembangunan desa masih
kurang/rendah
3. TATANAN URBAN KOTA-KOTA DI JEPANG
Urbanisasi besar-besaran di kawasan Asia telah membawa kesempatan
sekaligus masalah bagi kota-kota di Asia. Satu hal yang sering disorot oleh para
pengamat kota adalah masalah kesemrawutan tata ruang kota di Asia sebagai akibat
ketidaksiapan kota dalam mengantisipasi ledakan penduduk.
Di balik segala pujian terhadap kemajuan teknologi dan kemakmuran yang
dimilikinya, tampilan wajah dan morfologi kota Jepang sering mengundang kritik.
Karena itu, banyak pakar urban yang menilai bahwa terdapat kesamaan tampilan antara
permukiman padat kota-kota di Jepang dengan permukiman urban yang ada di wilayah
metropolitan di kawasan Asia(Ellisa, 2009)
Pengamat Barat sering menganggap bahwa tidak ada koordinasi dalam sistem
perencanaan dan perancangan kota-kota di Jepang. Berbagai kritik dilontarkan terhadap
tampilan wajah kota-kota di Jepang seperti membosankan, tidak menarik, brutal, kacau
dan bahkan buruk rupa. Walaupun demikian, dalam peringkat kota terbaik dunia dari
berbagai versi, kota-kota di Jepang sering masuk dalam katagori 50 besar, terutama
karena memenuhi standar kriteria terbaik dalam hal keamanan, pendidikan, kebersihan,
rekreasi, stabilitas politik-ekonomi dan transportasi umum.

Daftar Pustaka
Ellisa, E. (2009). Urban Realities and Orders Behind Japanese Cities. 13(2), 131–142.
Marjulita, M. A. J. I. (2019). Pengelolaan Objek Wisata Aceh Jaya: Harapan dan Kenyataan
Dalam Peningkatan Ekonomi Masyarakat. Community:Pengawas Dinamika Sosial, 5(1),
85–93.
Rachman, T. (2018). IMPLEMENTASI PENDEKATAN BOTTOM-UP DALAM
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DI KECAMATAN TUMPAAN
KABUPATEN MINAHASA SELATAN. Angewandte Chemie International Edition,
6(11), 951–952., 2, 10–27.

Anda mungkin juga menyukai