Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KEBUDAYAAN ALAM MINANGKABAU

TENTANG “MALAM BAINAI”


Dosen Pengampu : Hendri Jihadul S.sn., M.Hum

DISUSUN OLEH:
1. Fanesa Dwi Hasanah
2. Septia Hesti Putri
3. Decmi febrilasmana
4. Indah Wulandari
5. Itrisah
6. Putri Manda Rika
7. Suhada
8. Susi Triani
9. Winda Rahmadani
10. Yenisa ahmadani

PRODI PERHOTELAN
FAKULTAS PARIWISATA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SUMATRA BARAT
KATA PENGANTAR

AssalammualaikumWr.Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat,hidayah,dan inayah-Nya kepada kami,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
KEBUDAYAAN ALAM MINAGKABAU tentang “MALAM BAINAI” in itepat pada
waktunya.

Makalah KEBUDAYAAN ALAM MINAGKABAU ini kami susun dengan mengacu


pada beberapa sumber,kami mengucapkan banyak terima kasih kepada sumber sumber yang
telah menjadi referensi kami.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini tak pernah
lepas dari kekurangan. Dengan itu kami sangat mengharapkan masukan dari para pembaca,
sebagai acuan dalam menyusun makalah makalah selanjutnya.

Akhir kata kami berharap semoga makalah KEBUDAYAAN ALAM MINANGKABU


ini dapat bermanfaaat,bagi kami khususnya,dan masyarakat luas pada umumnya.

Bukittinggi, 24 November, 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………….1

DAFTAR ISI…………………………………………………………………...2

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………...3

1.1 .Latar Belakang……………………………………………………..…3


1.2 .Rumusan Masalah…………………………………………………......4
1.3 .Tujuan………………………………………………………………....4

BAB II ISI………………………………………………………………………5

A. Definisi Malam Bainai............................................................................5


B. Tujuan Malam Bainai...............................................................................6
C. Bentuk Kegiatan Malam Bainai...............................................................6
1.Proses Mandi-Mandi....................................................................6
2.Diantar Menuju Pelaminan...........................................................7
3.Malam Bianai(proses memakai inai).............................................7
4.Memepelai Diberikan Petuah........................................................7

BAB III PENUTUP………………………………………………………….......8

A. Kesimpulan……………………………………………………………...8

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………9
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai daerah. Begitu juga dengan
kebudayaan yang dimiliki masing-masing daerah tersebut. Kebudayaan adalah suatu hal yang
telah lama ada dan merupakan buah tangan manusia.

Dengan demikian, kebudayaan merupakan hasil karya cipta manusia yang dapat dinikmati
oleh orang lain dan perlu diperhatikan oleh semua pihak serta perlu dilestarikan keberadaannya.
Tradisi merupakan salah satu aspek kebudayaan yang mempunyai peranan penting dalam suatu
masyarakat. Tradisi dapat dipandang sebagai cermin suatu peradaban masyarakat itu sendiri.
Melalui tradisi dapat diketahui bermacam- macam kelakuan masyarakat, setiap kelompok
masyarakat memiliki tradisi yang berbeda-beda. Tradisi terjadi dari seperangkat kebiasaan-
kebiasaan masyarakat terdahulu yang diwariskan kepada generasi ke generasi berikutnya dalam
suatu masyarakat.

Malam Bainai, Bainai berarti melekatkan tumbukan halus daun pacar merah atau
daun inai ke kuku-kuku calon pengantin wanita. Lazimnya berlangsung malam hari
sebelum akad nikah. Tradisi ini sebagai ungkapan kasih usic dan doa restu dari para sesepuh
keluarga mempelai wanita. Perlengkapan lain yang digunakan antara lain air yang berisi
keharuman tujuh macam kembang, daun iani tumbuak, usic kuning, kain jajakan kuning,
kain simpaing, dan kursi untuk calon mempelai. Calon mempelai wanita dengan baju
tokah dan bersunting rendah dibawa keluar dari kamar diapit kawan sebayanya. Acara mandi-
mandi secara simbolik dengan memercikkan air harum tujuh jenis kembang oleh para sesepuh
dan kedua orang tua. Selanjutnya, kuku-kuku calon mempelai wanita diberi inai.

Malam bainai merupakan ritual melekatkan tumbukan daun pacar merah ke kuku calon
pengantin wanita, yang dilakukan pada malam sebelum hari pernikahan. Tumbukan ini akan
didiamkan semalaman, hingga meninggalkan warna kemerahan pada kuku.

Calon Anak Daro –sebutan bagi pengantin wanita, diyakini akan terlindung dari bahaya
atau hal-hal buruk lainnya jika sudah melewati prosesi ini. Daun pacar merah ini dikenal
masyarakat Minang sebagai daun inai, oleh karena itu prosesi ini kemudian dikenal sebagai
prosesi ‘Malam Bainai’.
B.Rumusan Masalah

1. Definisi Malam Bainai


2. Tujuan Malam Bainai
3. Bentuk Kegiatan Malam Bainai

C.Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui definisi tentang malam bainai


2. Untuk mengetahui tujuan malam baianai
3. Untuk mengetahui fungsi malam bainai
4. Untuk mengetahui bentuk kegiatan malam bainai
BAB II

ISI

A.DEFENISI MALAM BAINAI

Bainai secara harafiah berarti memakaikan inai, yaitu tumbuhan yang biasa digunakan
untuk memerahkan kuku, namun tradisi Malam Bainai bagi calon pengantin Minang tentu lebih
dari itu. Malam Bainai merupakan malam terakhir calon pengantin perempuan sebagai seorang
gadis lajang, maka dapat dikatakan bahwa Malam Bainai merupakan versi Minang dari sebuah
pesta lajang.Pada awalnya, Bainai dipercayai sebagai suatu cara untuk menghindari malapetaka
bagi calon pengantin. Walaupun kepercayaan ini sudah tidak usic, Malam Bainai masih
dijalankan sebagai tradisi pernikahan khas Minangkabau. Pada usicni, sang calon pengantin
perempuan, yang disebut dengan anak daro wajib mengenakan busana tradisional bernama baju
tokah dan hiasan kepala yang bernama suntiang.

Seperti tradisi pernikahan pada umumnya, tradisi yang berasal dari Sumatra Barat ini
terdiri dari beberapa prosesi. Anak daro akan melewati proses mandi-mandi yang menyerupai
proses siraman Jawa, namun pada proses mandi-mandi, calon pengantin hanya diberi percikan
air. Air ini harus menggunakan daun sitawa sidingin dan dipercikan oleh sesepuh yang berjumlah
ganjil. Hal ini karena angka ganjil diasosiasikan dengan hal usic, seperti sholat 5 waktu untuk
kaum Muslim. Percikan terakhir pada sang anak daro dilakukan oleh orang tuanya.

Seusai proses mandi-mandi, anak daro dibawa melewati kain jajakan kuning oleh kedua
orang tuanya menuju pelaminan. Proses ini melambangkan perjalanan hidup sang calon
pengantin. Kain yang telah dilewati kemudian akan digulung oleh dua saudara laki-laki untuk
melambangkan bahwa pernikahan cukup dilalui satu kali saja. Sesampainya di pelaminan, anak
daro akan disambut oleh kerabat wanita yang dituakan atau dikenal akan kebijakannya. Malam
Bainai juga menjadi kesempatan bagi keluarga dan kerabat untuk usic petuah-petuah pada sang
anak daro. Maka pada proses ini, para saudara wanita yang membubuhkan pacar pada kuku sang
calon pengantin akan melakukannya sembari berbagi berbagai petuah pernikahan.

Setiap kuku yang dipakaikan inai pun memiliki arti istimewa. Saat inai dikenakan di kuku
jari kelingking, sang anak daro didoakan agar dapat melalui hal-hal sulit yang dihadapi bersama
sang calon suami. Inai yang diberikan pada kuku jari telunjuk melambangkan harapan bagi anak
daro untuk berhati-hati dalam membuat keputusan, sedangkan inai di kuku jari tengah
merupakan harapan agar ia dapat membagi kasih usic dengan adil. Inai pada kuku ibu jari
melambangkan doa agar calon pengantin perempuan menghormati suaminya kelak dan inai pada
kuku jari manis merupakan doa agar sang anak daro memiliki kehidupan rumah tangga yang
ideal dan cinta yang abadi. Jumlah kuku yang diberi inai pun memiliki arti. Kuku yang
dipakaikan inai hanya 9 jari saja, karena bagi masyarakat Minang, 10 jari dianggap sempurna,
sedangkan kesempurnaan hanya usi dimiliki oleh Yang Maha Kuasa.
Tentunya, berbagai usic kebudayaan Minang juga hadir dalam berbagai prosesi ini, seperti
iringan usic saluang. Maka, Malam Bainai tidak hanya menjadi tradisi menyenangkan bagi
perempuan Minang yang melepas masa lajangnya, namun juga momen yang menyentuh bagi
sang calon istri di mana ia mendapatkan berbagai petuah dari keluarga dan kerabatnya.

B.TUJUAN MALAM BAINAI

Pada awalnya, Bainai dipercayai sebagai suatu cara untuk menghindari malapetaka bagi
calon pengantin. Walaupun kepercayaan ini sudah tidak usic, Malam Bainai masih dijalankan
sebagai tradisi pernikahan khas Minangkabau. Pada usicni, sang calon pengantin perempuan,
yang disebut dengan anak daro wajib mengenakan busana tradisional bernama baju tokah dan
hiasan kepala yang bernama suntiang.

Pelaksanaan Malam Bainai ini mempunyai tujuan sebagai berikut untuk menjaga anak
daro agar dia tidak lari sebelum acara perkawinan dan untuk menjaga anak daro dari kejahatan
yang terlihat maupun tidak terlihat. Tujuan lainnya, dimanfaatkan keluarga untuk berkumpul
bersama dan membahas atau mempersiapkan acara untuk perkawinan pada hari esoknya.
Pemberian tanda pada kedua jari tangan untuk memberikan pertanda kepada kedua pasangan itu
bahwa mereka yang merah kukunya adalah pengantin baru sehingga kalau mereka barjalan
berdua atau pergi mandi bersama ke pancuran, semua orang sudah tahu bahwa keduanya adalah
pengantin baru dan takkan ada orang yang mengusiknya

C.BENTUK KEGIATAN MALAM BAINAI

Malam Nainai adalah prosesi adat khas Minang yang dilakukan menjelang hari
pernikahan.Apa saja tahap tahap dalam prosesi Malam Bainai?
Ada 4 Tahap Prosesi Malam Bainai,Tradisi Jelang Pernikahan dari Adat Minang:

1. Prosesi Mandi-Mandi
Prosesi Malam Bainai akan dimulai dengan proses mandi-mandi untuk Anak Daro yang mirip
dengan prosesi siraman pada Adat Jawa. Namun berbeda dengan siraman yang menggunakan air
dalam jumlah banyak, prosesi mandi-mandi ini hanya sekedar usic percikan air pada Anak Daro.
Air yang digunakan dalam prosesi ini dicelupkan daun sitawa sidingin. Para sesepuh atau tetua
dari keluarga mempelai wanita yang berjumlah ganjil akan bergantian untuk memercikkan air
tersebut pada sang pengantin. Orangtua mempelai wanita akan mendapatkan giliran yang
terakhir.
2. Diantar Menuju Pelaminan
Usai melewati prosesi mandi-mandi, Anak Daro akan diantar oleh orangtuanya menuju
pelaminan dengan melewati kain jajakan kuning. Tahap ini melambangkan perjalanan hidup dari
sang calon pengantin. Setelah dilewati, kain tersebut akan digulung oleh dua orang saudara laki-
laki dari mempelai wanita yang melambangkan pernikahan cukup dilakukan satu kali saja
seumur hidup.Setibanya di pelaminan, Anak Daro akan disambut oleh kerabat wanita yang
dituakan.

3. Malam Bainai(Tradisi Memakai Inai)


Puncak acara dalam tradisi ini adalah memakaikan inai pada sang mempelai wanita. Para saudara
perempuan Anak Daro akan bergantian membubuhkan pacar pada kukunya hingga menjadi
berwarna merah.Setiap kuku yang diberikan inai memiliki maknanya tersendiri, yaitu sebagai
berikut:

 Ibu jari: doa agar pengantin perempuan menghormati suaminya kelak


 Jari telunjuk: doa dan harapan bagi mempelai agar berhati-hati mengambil sebuah
keputusan dalam pernikahan
 Jari tengah: harapan agar kasih sayang mempelai wanita dapat dibagikan dengan adilInai
pada jari manis: doa agar kehidupan rumah tangga Anak Daro memiliki cinta yang
abadiJari kelingking: doa agar sang anak perempuan dapat melewati hal-hal sulit bersama
sang suami. Alih-alih memakaikan inai pada kesepuluh kuku jari tangan, jumlah jari yang
diberikan inai hanya 9 jari saja. Sebab pada budaya masyarakat Minang, 10 jari
melambangkan kesempurnaan sedangkan yang sempurna hanyalah Yang Maha Kuasa.

4. Mempelai Diberikan Petuah

Sambil dibubuhkan inai di kukunya, Anak Daro akan mendapatkan petuah-petuah atau nasihat
seputar rumah tangga dan perkawinan dari para saudara dan kerabatnya.Momen ini bisa juga
menjadi momen kebersamaan antar keluarga dari sang pengantin perempuan. Pada prosesi ini,
biasanya hadir pula alunan usic saluang khas Minang untuk memeriahkan acara.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Proses Basegeh(persiapan) acara malam bainai dilakukan dengan cara terlebih dahulu
mempersiapkan perlengkapan dan peralatan.Malam Bainai merupakan acara yang
dilakukan sebelum pernikahan. Dalam acara Malam Bainai ini ada 4 tahap,yaitu proses
mandi mandi,diantar menuju pelaminan,malam bainai(memakaikan inai),mempelai
diberikan petuah.
Acara Malam Bainai dilaksakan pada malam hari biasanya dilakukan setelah shalat
magrib atau shalat isya.Setelah calon anak daro didandani,ia dibawa keluar kamar oleh
gadis gadis sebaya dengannya,setelah itu ia duduk di kursi yang telah disediakan.Setelah
itu dua wanita saudar-saudara ibunya berdiri mengapit di kiri kanan sambil memegang
kain simpai.
Momen ini bisa juga menjadi momen kebersamaan antar keluarga dari sang pengantin
perempuan.Pada proses ini,biasanya hadir pula alunan musik saluang khas minang untuk
memeriahkan acara.
DAFTAR PUSTAKA

Kebudayaan: Ideologi,

Epistemologi dan Aplikasi.

Yogyakarta: Pustaka

Widyatama.

Esten, mursal. 1999. Kajian

Transformasi Budaya.

Maryaeni. 2005. Metode Penelitian

Kebudayaan. Jakarta: Bumi

Aksara.

Moleong. 2011. Metodologi

Navis A.A. 1986. Alam Takambang

Jadi Guru. Jakarta: PT

Pustaka Graffiti Press.

Nawawi, H. Hadari. 2011, Metode

Penelitian Bidang Sosial,

Noor, Juliansyah. 2012. Metodologi

Penelitian. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.

Surakhmad, W. 1998. Pengantar

Penelitian Ilmiah, Dasar,

Minangkabau dan adatnya :

adat basandi syarak, syarak

basandi kitabullah.

Yogyakarta : Ombak.

Anda mungkin juga menyukai