Anda di halaman 1dari 12

Ringkasan tentang Tradisi Adat Pernikahan Banjar, Mandi Tujuh

Bulanan, dan Baayun Mulud


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam dan Budaya Banjar (FTK 18018)

Dosen Pengampu :
Khairiatul Muna, M.Pd.
Ikhwan Khairu Shadiqqin, M.Pd.

Penyusun :
Dina Rahmita
190101090302

PROGRAM STUDI TADRIS KIMIA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN ANTASARI BANJARMASIN
OKTOBER 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugerah dari-Nya saya
dapat menyelesaikan Resume tentang “Tradisi Adat Pernikahan Banjar, Mandi Tujuh
Bulanan, dan Baayun Mulud”. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua
jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugerah terbesar
bagi seluruh alam semesta.

Penulis sangat besyukur karena dapat menyelesaikan Resume tentang “Tradisi Adat
Pernikahan Banjar, Mandi Tujuh Bulanan, dan Baayun Mulud”tepat pada waktunya.
Disamping itu, saya mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami selama proses pembuatan resume ini.

Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga resume ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Disamping itu, saya sadar bahwa resume ini belum dapat dikatakan sempurna, oleh
karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.

Banjarmasin, Oktober 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA
PENGANTAR….............................................................................................................2
DAFTAR ISI .................................................................................................................................. 3
RINGKASAN ................................................................................................................................ 4
1. Tradisi Adat Pernikahan Banjar ......................................................................................... 5
2. Mandi Tujuh Bulanan ........................................................................................................ 7
3. Baayun Mulud .................................................................................................................... 10
PENUTUP ...................................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 12

iii
iv
RINGKASAN

A. Tradisi Adat Pernikahan Banjar


1. Tradisi Adat Basasuluh (menyelidiki) Dalam masyarakat banjar, proses awal
menuju jenjang pernikahan umumnya lebih aktif dilakukan oleh pihak laki-laki.
Sementara pihak wanita bersikap pasif dengan menunggu sampai ada pihak laki-
laki memintanya.
2. Batatakunan Adalah tahapan seperti layaknya basasuluh tetapi sifatnya lebih
detail, bertanya untuk memperoleh informasi mengenai mempelai wanita yang
lebih spesifik. Betatakunan biasanya dilakukan oleh pihak pria atau perwakilannya
dengan datang langsung ke pihak (keluarga) calon mempelai wanita.
3. Tradisi Adat Badatang/Bapara (meminang/melamar) Pada tahap ini, pihak laki-
laki dan keluarganya sepakat untuk datang kerumah orang tua si gadis guna
menyampaikan maksud lamarannya. Kemudian, dipilihlah satu utusan dari pihak
laki-laki yang berwibawa dan pandai mengatur kata-kata, sehingga pihak wanita
yang dilamar senang dan terkesan.
4. Tradisi Adat Bapayuan/Bapatut Jujuran (penentuan mas kawin) Yaitu
pembicaraan mengenai besarnya jujuran (mas kawin) dan pengiringnya (patalian).
Dibicarakan pula hari dan tanggal pernikahan yang umumnya ditetapkan oleh
pihak wanita. Adakalanya diterima atau ditolaknya lamaran akan diketahui dalam
tahap ini, seperti besarnya jujuran dan patalian yang tidak bisa dipenuhi pihak laki-
laki, terkadang mengakibatkan gagalnya pernikahan maupun penolakan halus dari
keluarga pihak wanita.
5. Tradisi Adat Maatar Jujuran/ Patalian (tunangan) Hantaran mas kawin ini biasanya
berupa sejumlah uang tunai yang disepakati beserta seperangkat pakaian dan
perhiasan sebagai tanda jadi atau pengikat pertunangan. Tanda pengikat ini
biasanya dibawa oleh ibu-ibu yang telah berumur, sambil menyampaikan pantun

5
6

berbalas saat kedua rombongan bertemu. Setelah tahapan badatang dilanjutkan


dengan mempelai pria yang sudah resmi badatang dan diterima lamarannya.
Selanjutnya akan melaksanakan tahapan maatar patalian (Pengikat).
6. Tradisi Adat Bapingit (bersimpan diri) Selang beberapa hari menjelang pesta
besanding, kedua calon pengantin akan dipingit, tidak boleh keluar rumah. Waktu
bepingit ini akan dipergunakan calon pengantin untuk merawat tubuhnya dengan
berbagai macam ramuan tradisional agar terlihat segar dan bercahaya saat nanti
bersanding di pelaminan. Perempuan yang akan menikah akan di “pingit” atau
dikurung dirumah dan tidak diperkenankan bertemu dengan mempelai laki-laki
ataupun pemuda lainnya sembari mempersiapkan diri batamat Qur‟an pada saat
acara perkawinan.
7. Tradisi Adat Bapacar (beinai) Usai Bakasai, Batimung, acara dilanjutkan dengan
bapacar yaitu acara memerahkan kuku dengan daun inai yang ditumbuk halus.
Adakalanya bapacar dilakukan berulang-ulang untuk mendapatkan warna yang
diinginkan.
8. Tradisi Adat Badudus/ Bapapai Acara badudus atau mandi bagi kedua mempelai
dilakukan pada sore atau malam hari menjelang tiga hari sebelum acara besanding.
Waktu ini dipilih sebagai simbol peralihan masa remaja menuju dewasa.
9. Akad Nikah Akad nikah biasanya berlangsung dimasjid ataupun dirumah wanita
sebelum akhirnya mempelai laki-laki kembali kerumah orang tuanya untuk
mempersiapkan acara selanjutnya yaitu bersanding. Nikah dalam pandangan adat
banjar adalah ijab qabul yang dipimpin oleh seorang penghulu agar hubungan
kedua mempelai sah dari segi agama dan hukum.
10. Acara batamat atau khatam Qur‟an Dalam acara ini mempelai wanita memakai
busana haji dan didampingi oleh seseorang guru ngaji dan diakhiri dengan
pembacaan do‟a bagi kedua mempelai dan selamatan nasi lemak yang dihiasi
dengan telur rebus dan aneka ragam lauk lainnya.
7

11. Tradisi Bearak Pengantin Arak-arakan dilakukan oleh pihak pengantin laki-laki
yang dimeriahkan dengan atraksi kesenian sinoman hadrah sambil terus
mendendangkan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.
12. Tradisi Adat Bersanding/ Batatai Sesampainya arak-arakan dirumah mempelai
perempuan, mempelai laki-laki akan disambut dengan shalawat kemudian
keduanya bersanding dirumah mempelai wanita.
B. Mandi Tujuh Bulanan
Upacara mandi ini harus dilaksanakan pada umur kehamilan tujuh bulan atau
tidak lama sesudahnya. Tempat pelaksanaan biasanya cukup dilaksanakan di atas
palatar belakang. Adapun pihak yang terlibat diantaranya :
1. Pihak yang Terlibat dalam Upacara
a. Orang tua dari kedua belah pihak baik itu ibu kandung atau ibu mertua.
b. Saudara-saudara, kerabat-kerabat seperti julak (saudara ibu), uma kacil (adik
ibu) dan begitu pula dari pihak mertua.
c. Di pimpin oleh bidan kampong (dukun beranak) dan Tuan Guru (mualim) yang
membacakan doa selamat setelah upacara berakhir
d. Dan para tamu undangan yaitu para ibu-ibu
2. Persiapan Upacara mandi hamil mengharuskan tersedianya 40 jenis penganan atau
“wadai ampat puluh”. Mungkin sebenarnya berjumlah 41, atau bahkan lebih.
Tempat upacara mandi akan dilaksanakan, diletakan perapen, dan berbagai
peralatan mandi. Sebuah tempayan atau bejana plastik berisi air tempat merendam
mayang pinang (terurai), beberapa untaian bunga (kembang berenteng), ranting
kambat, ranting balinjuang dan sebuah ranting kacapiring. Tempat air yang lebih
kecil berisi banyu baya, yaitu air yang dimantrai oleh bidan, sebuah lagi berisi
banyu Yasin, yaitu air yang dibacakan yaasin dan syair Burdah. Dan mayang
pinang yang masih dalam seludangnya, kelapa tumbuh (berselimut kain kuning),
benang lawai dan kelapa muda. Untuk keperluan mandi hamil diperlukan dua buah
8

piduduk. Sebuah akan diserahkan kepada bidan yang memimpin upacara dan yang
membantu proses kelahiran, dan sebuah lagi sebagai syarat upacara. Yang pertama
dilengkapi dengan rempah-rempah dapur, sedangkan yang sebuah lagi termasuk
di dalamnya alat-alat yang diperlukan untuk melahirkan, ayam, pisau dan sarung
berwarna kuning.
3. Upacara
1) Wanita yang memandikan si ibu hamil jumlahnya selalu ganjil,
sekurang kurangnya tiga dan paling banyak tujuh orang dan biasanya
merupakan para kerabat dekat. Saat si ibu hamil disirami dengan air bunga
juga dibedaki dengan bedak beras kuning lalu mengeramasinya.
2) Kembang Mayang dikeluarkan dari rendaman dan diletakkan di atas kepala
wanita hamil ini dan disirami dengan air kelapa muda tiga kali berturut-turut
dengan posisi mayang yang berbeda-beda. Kali ini juga airnya harus dihirup
oleh wanita hamil itu.
3) Badannya dikeringkan dan berganti pakaian lalu keluar dari tenda pemandian.
Di luar telah tersedia sebiji telur ayam yang harus diinjaknya ketika
melewatinya. Ketika ia keluar untuk kembali ke ruang tengah ini dibacakan
pula shalawat beramai-ramai.
4) Di ruang tengah si Ibu hamil kembali duduk di atas alas kain berlapis di
hadapan tamu-tamu, disisiri dan disanggul rambutnya. Pada saat itu juga di
tepung tawari, yaitu dipercikan minyak likat beboreh dengan anyaman daun
kelapa yang dinamakan tapung tawar.
5) Setelah itu dibacakan doa selamat dan diakhiri dengan si Ibu hamil yang
menyalami semua undangan sebagai bentuk rasa terima kasih dan mohon doa
keselamatan pada semua yang hadir.
6) Arti Lambang dan Makna di Balik Upacara Dalam upacara mandi ini
dilambangkna kelancaran proses kelahiran dengan berbagai cara, yaitu:
9

a. Pecahnya kuantan tanah ketika diduduki melambangkan pecahnya


ketuban.
b. Pecahnya mayang dengan sekali tepuk saja menandakan proses kelahiran
akan berjalan dengan lancar, tetapi bila perlu ditepuk beberapa kali agar
pecah, konon menandakan proses kelahiran akan terganggu (halinan
baranak), meskipun diharapkan akan berakhir dengan selamat juga.
c. Proses kelahiran diperagakan dengan meloloskan lawai pada tubuh si
wanita mengisyaratkan mudahnya proses itu.
d. Pecahnya telur ketika dipijak juga melambangkan prose kelahiran yang
cepat pula.
e. Kelapa tumbuh yang dipangku dan kemudian digendong melambangkaan
bayi.
f. Memerciki dengan tepung tawar ialah guna memberkatinya.
C. Baayun Mulud
Latar belakang/ sejarah baayun mulud adalah berawal dari tradisi bapalas
bidan, seiring perkembangan waktu maka dilaksanakan secara bersamaan dengan
pelaksanaan maulid nabi. Tujuannya untuk memperoleh keberkahan Allah swt,
memperkuat kebersamaan dan persaudaraan masyarakat, dan memperingati hari
kelahiran nabi. Makna filosofis banyak terdapat pada bahan ayunan seperti kain
kuning, ayunan, piduduk, beras kuning, ketan, telor, tapung tawar, dan anyaman
10
11

KESIMPULAN

A. Tradisi adat pernikahan Banjar


Tradisi adat pernikahan Banjar diantaranya terdiri dari basalusuh, batatakun,
badatang/bapara, bapayuan/bapatut jujuran, maantar jujuran/patalian, bapingit,
batimung, bainai, badudus, bapapai, akad nikah, batamat, maarak pengantin, batatai
B. Mandi 7 bulanaN
Upacara mandi ini harus dilaksanakan pada umur kehamilan tujuh bulan atau
tidak lama sesudahnya. Pihak yang terlibat diantara adalah karabat, keluarga, saudara²
dan para undangan perempuan khususnya ibu ibu. Upacara mandi hamil
mengharuskan tersedianya 40 jenis wadai, peralatan mandi, kambang mayang dan
lainnya juga piduduk. Dalam mandi tujuh bulanan pun juga terdapat lambang
lambang dari beberapa cara seperti pecahnya kuantan tanah, pecahnya mayang sekali
tepak, pecahnya telur dll.
C. Baayun Mulud
Latar belakang/ sejarah baayun mulud adalah berawal dari tradisi bapalas
bidan, seiring perkembangan waktu maka dilaksanakan secara bersamaan dengan
pelaksanaan maulid nabi. Tujuannya untuk memperoleh keberkahan Allah swt,
memperkuat kebersamaan dan persaudaraan masyarakat, dan memperingati hari
kelahiran nabi. Makna filosofis banyak terdapat pada bahan ayunan seperti kain
kuning, ayunan, piduduk, beras kuning, ketan, telor, tapung tawar, dan anyaman
12

DAFTAR PUSTAKA

Nurmah, Hamid, A., & H.Jasman. (2020). Tradisi Adat Perkaiwan Masyarakat Suku
Banjar Ditinjau dalam Perspektif Dakwah Islamiyah di Desa Teluk Sialang
Kecamatan Tungkal Ilir. At-Tadabbur : Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, 91- 98.
Sari,

L. S., Husaini, & Ilmi, B. (2016). Kajian Budaya dan Makna Simbolis Perilaku Ibu Hamil
dan Ibu Nifas. Jurnal Berkala Kesehatan, 82.

https://youtu.be/I8R5jZzGHBw

Anda mungkin juga menyukai