Anda di halaman 1dari 28

STUDY COMPARASI PENGARUH SUSU FORMULA DAN SUSU SAPI

TERHADAP PERKEMBANGAN TULANG USIA SEKOLAH DASAR

Mata Kuliah Metodologi Penelitian

Disusun Oleh :
Endang Fitriani Arifin (1803001)
Anis Durrotun Na’im (1803013)
Kusuma Azmil Fatihatin (1803055)
Nur Wahyu Adi S (1803070)
Retno Rahmawati ( 1803079 )
Sanny (1803089)
Syariatul Azizah (1803097)

PROGAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah
Proposal Kuantitatif dengan judul Study Comparasi Pengaruh Susu Formula dan
Susu Sapi Terhadap Perkembangan Tulang Usia Sekolah Dasar tanpa halangan
apapun.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian makalah proposal ini. Semoga makalah
proposal ini mampu memberikan manfaat dan mampu memberikan nilai tambah
kepada para pembacanya.
Kami sebagai penyusun makalah proposal ini menyadari sepenuhnya bahwa
makalah proposal ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang ada relevansinya dengan penyempurnaan makalah proposal ini sangat kami
harapkan dari pembaca. Kritik dan saran sekecil apapun akan kami perhatikan dan
pertimbangkan guna perbaikan di masa datang.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada
Dosen Metodologi Penelitian Ibu Ns. Dwi Kustriyanti M.Kep yang telah
membimbing kami dalam menulis makalah proposal ini.
Demikian, Semoga makalah proposal ini dapat bermanfaat, Terima kasih.

Semarang, 08 Oktober 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ 2
DAFTAR ISI........................................................................................................................ 2
BAB I.................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN.............................................................................................................. 3
A. Latar Belakang........................................................................................................ 3
B. Fokus Penelitian...................................................................................................... 5
C. Rumusan Masalah................................................................................................... 5
D. Tujuan Penelitian.................................................................................................... 6
E. Manfaat Penelitian.................................................................................................. 6
F. Originalitas Penelitian............................................................................................ 7
G. Tinjauan Teori.......................................................................................................... 8
H. Hipotesis Penelitian...................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa anak-anak menjadi masa kritis untuk membangun masa tulang.
Tulang yang kuat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kurangnya asupan kalsium pada anak-anak akan meningkatkan risiko
terjadinya fraktur tulang pada anak, sehingga anak tidak dapat mencapai
pertumbuhan tulang secara optimal (Goulding et al,2004). Asupan kalsium
yang cukup sejak masa anak-anak dan remaja sangat dibutuhkan untuk
perkembangan puncak masa tulang. Kalsium sangat penting manfaatnya
untuk menurunkan risiko fraktur tulang dan osteoporosis di kehidupan
selanjutnya (Greer et al,2006).
Pertumbuhan anak dipengaruhi oleh faktor makanan (gizi) dan
genetik. Pertumbuhan anak-anak di negara berkembang termasuk Indonesia
ternyata selalu tertinggal dibandingkan anak-anak di negara maju. Pada
awalnya, diduga faktor genetik adalah penyebab utamanya. Namun, kajian
tentang tumbuh kembang anak membuktikan bahwa bayi di Indonesia sampai
dengan usia enam bulan mempunyai berat badan sama baiknya dengan bayi
di Amerika. Perlambatan pertumbuhan kemudian mulai terjadi pada periode
6-24 bulan. Penyebabnya adalah pola makan yang tidak memenuhi syarat gizi
dan kesehatan. Kemampuan genetis yang mempengaruhi pertumbuhan anak
dapat muncul secaraoptimal jika didukung oleh faktor lingkungan yang
kondusif. Yang dimaksud dengan faktor lingkungan disini adalah asupan gizi.
Apabila terjadi tekanan terhadap asupan gizi maka terjadilah growth faltering
atau biasa disebut gagal tumbuh (Khomsan,2004).
Lund dan Burk (1969) membuat model untuk menerangkan kebiasaan
konsumsi anak. Selain karena dorongan atau motivasi dan lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah turut berpengaruh. Lingkungan keluarga
meliputi struktur organisasi keluarga, status sosial dalam masyarakat,
mobilitas keluarga, status ekonomi keluarga, pengetahuan dan kepercayaan
terhadap makanan, sikap keluarga terhadap makanan, keadaan, dan sifat
hidangan. Lingkungan sekolah meliputi pengalaman dari pendidikan gizi di
sekolah dan pengetahuan, serta sikap terhadap makanan dari guru yang
mengajarnya. Selain itu konsumsi anak juga tergantung dari umur, jenis
kelamin, kebiasaan jajan dan sarapan, peer group, dan aktivitas fisik (Moehyi,
2003).
Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena di
dalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk
memulihkan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak, mengatur proses di
dalam tubuh, perkembangbiakan dan menghasilkan energi untuk kepentingan
berbagai kegiatan dalam kehidupannya. Susu secara alami merupakan bahan
makanan manusia baik dalam bentuk aslinya namun dapat pula dalam bentuk
olahan. Susu sapi yang dijadikan bahan makanan dapat berasal dari berbagai
hewan. Susu sapi memiliki komposisi sebagai berikut: lemak 3,9%, protein
3,4%, laktosa 4,8%, abu 0,72%, dan air 87,1% ditambah bahan-bahan lain
dalam jumlah sedikit seperti asam sitrat, enzim-enzim, fosfolipid, vitamin A,
B dan C (Muchtadi, 2009).
Manfaat susu sapi bagi kehidupan manusia (1) Dapat menetralisir
racun dari bahan makanan lain yang diserap oleh tubuh. (2) Kandungan
yodium dan seng dapat meningkatkan secara drastis efesiensi kerja otak
besar, kandungan Seng pada susu sapi dapat menyembuhkan luka dengan
cepat. (3) Zat besi, tembaga dan vitamin A dalam susu mempunyai fungsi
terhadap kecantikan. (4) Kalsium susu dapat menambah kekuatan tulang,
mencegah penyusutan tulang, osteoporosis dan patah tulang. (5) Kandungan
magnesium dalam susudapat membuat jantung dan sistem syaraf tahan
terhadap kelelahan. (6) Kandungan vitamin B2 di dalam susu sapi dapat
meningkatkan ketajaman penglihatan. Kandungan nilai gizi yang tinggi
menyebabkan susu merupakan media yang disukai oleh mikroba untuk
pertumbuhan dan perkembangan, sehingga dalam waktu yang sangat singkat
susu menjadi tidak layak dikonsumsi bila tidak ditangani dengan benar
(Saleh, 2004).
Dari hasil observasi lapangan susu sapi memiliki daya simpan yang
tidak tahan lama, susu sapi lebih dari 3 jam tanpa pengolahan akan
mengalami kerusakan pada warna dan aroma. Hasil penelitian terdahulu susu
sapi dapat diolah menjadi keju tradisional dengan penambahan ekstrak jahe.
Keju adalah makanan yang dibuat dari dadih susu yang dipisahkan, yang
diperoleh dengan cara pengumpalan bagian casein dari susu. keju merupakan
hasil fermentasi dari susu yang sangat bagus untuk kesehatan dan memiliki
hampir semua kandungan nutrisi pada susu, seperti protein, vitamin, mineral
dan kalsium. Keju adalah sumber asam amino yang baik terutama lisinnya
(Azizah, 2010).
B. Fokus Penelitian
Penelitian ini mengidentifikasii comparasi susu formula dan sapi
terhadap pertumbuhan tulang pada anak. Penelitian ini akan menganalisis
pertumbuhan anak usia 6-12 tahun dengan metode kuantitatif , baik anak
yang meminum susu formula maupun susu sapi. Penelitian ini akan
menghasikan analisis dari hasil survai, apakah perbandingan antara susu
formula dan susu sapi lebih baik atau tidak untuk pertumbuhan tulang pada
anak usia 6-12 tahun. Karna banyak yang variabel yang belum memenuhi
persyaratan yakni jika pada susu sapi terhadap kebersihan hygine pada
pemerah susu sapi maupun pada sapinya. Jika pada susu formula susu bubuk
yang dijual secara bebas karena pekerjaan orang tua yang cepat di temukan
dengan pembuatan yang instan, akan tetapi harus dapat di lihat dengan zat
kimia yang terkandung dalam susu formula tersebut baik untuk tumbuh
kembang atau tidak, hal tersebut yang akan membandingan lebih baik mana
pada tingkat pertumbuhan tulang pada anak usia 6-12 tahun.
C. Rumusan Masalah
1. Apakah pengaruh susu formula terhadap pertumbuhan tulang anak usia
sekolah ?
2. Apakah pengaruh susu sapi terhadap pertumbuhan tulang anak usia
sekolah ?
3. Bagaimana susu formula dapat bermanfaat untuk pertumbuhan tulang
pada anak usia sekolah ?
4. Bagaimana susu sapi dapat bermanfaat untuk pertumbuhan tulang pada
anak usia sekolah ?
5. Bagaimana pengaruhnya jika anak usia sekolah mengkonsumsi susu
formula dan susu sapi secara rutin ?
6. Bagaimana pengaruhnya jika anak usia sekolah mengkonsumsi susu
formula saja secara rutin ?
7. Bagaimana pengaruhnya jika anak usia sekolah mengkonsumsi susu sapi
saja secara rutin ?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum :
Secara keseluruhan penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
pertumbuhan tulang anak usia sekolah yang dipengaruhi dengan
mengkonsumsi susu formula dengan susu sapi, susu formula saja, dan
susu sapi saja.
Tujuan Khusus :
1. Identifikasi pemakaian sufor pada susu formula.
2. Identifikasi pemakaian susu sapi pada usia anak sekolah.
3. Identifikasi perkembangan tulang usia anak sekolah.
4. Pengaruh sufor dan susu sapi terhadap perkembangan tulang.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan bagi institusi
pendidikan, ibu menyususi, peneliti selanjutnya, dan para ibu muda, bahwa
susu sapi yang alami juga memiliki manfaat untuk tumbuh kembang anak
usia sekolah dasar. Selanjutnya, penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan pengetahuan tentang perbedaan susu formula dengan susu sapi,
terutama dampaknya pada pertumbuhan tulang anak di usia sekolah.
F. Originalitas Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian penelitian
Peneliti dan Judul Hasil Perbedaan
tahun
publikasi
Valentino J. Pengaruh Asupan susu  Penelitian sebelumnya:
Matali, Asupan Susu berpengaruh Penelitian dilaksanakan pada bulan
Herlina I. S. terhadap Tinggi terhadap September-Desember 2017 dan
Wungouw, Badan dan Berat pertumbuhan bertempat di SD GMIM 34 Manado
Ivonny Badan Anak tinggi badan dan SD GMIM Betlehem Manado.
Sapulete Sekolah Dasar namun tidak Pemilihan sampel penelitian
(2017) berpengaruh menggunakan cara purposive
secara sampling dengan jumlah sampel
bermakna sebanyak 40 orang.
terhadap berat  Penelitian sekarang :
badan anak -
sekolah dasar
Sasmiati, Hubungan Konsumsi  Penelitian sebelumnya:
Eka Konsumsi Susu susu formula Penelitian menggunakan uji Chi
Fitriyanti Formula Dengan dengan status Square. Metode penelitian yang
(2017) Status Gizi gizi balita ada digunakan yaitu survey analitik dan
Balita di hubungannya, menggunakan pendekatan cross
Puskesmas dan sectional dengan jumlah sampel
Piyungan Bantul didapatkan responden sebanyak 45.
Yogyakarta bahwa balita  Penelitian sekarang :
yang -
mengkonsums
i susu formula
adalah
berstatus gizi
baik
Maftuchah, Faktor Yang Ada hubungan  Penelitian dahulu :
Anita Indra Mempengaruhi pekerjaan dan Penelitian dilaksanakan pada bulan
Afriani, Penggunaan pengetahuan Januari s/d Juli 2017 di Kelurahan
Agustin Susu Formula dengan Penggaron Kidul-Semarang. Populasi
Maulida Sebagai penggunaan dalam penelitian ini adalah ibu yang
(2017) Pengganti Asi susu formula memiliki bayi berumur 0-6 bulan
Eksklusif sebagai sebanyak 36 bayi menggunakan
pengganti ASI teknik total sampling. Analisis data
eksklusif. dalam penelitian ini menggunakan uji
Tidak ada chi square
hubungan  Penelitian sekarang :
pendidikan -
dan peran
petugas
kesehatan
dengan
penggunaan
susu formula
sebagai
pengganti ASI
eksklusif.
Feryalin Higiene Higiene  Peneliti dahulu :
Navyanti Sanitasi, sanitasi susu Penelitian ini adalah penelitian
dan Retno Kualitas Fisik di Perusahaan deskriptif dengan desain cross
Adriyani dan Bakteriologi Susu X sectional. Pengambilan sampel
(2015) Susu Sapi Segar termasuk dengan accidental sampling.
Perusahaan Susu dalam Pengumpulan data higiene sanitasi
X Di Surabaya kategori tidak susu sapi dilakukan dengan
memenuhi menggunakan observasi lingkungan
syarat perusahaan. Sampel yang digunakan
sampel lingkungan dan sampel
manusia
 Peneliti sekarang :
-
Jevon Mobile Based Aplikasi ini Peneliti dahulu :
Ariston Health bertujuan Peneliti dengan menggunakan
(2018) Application Icon untuk metode kualitatif dan menggunakan
Design For The mengetahui sampel 32 responden, tempat
Elderly desain ikon penelitian di London
yang cocok Penelitian sekarang :
dengan Peneliti dengan menggunakan
kondisi dan metode kuantitatif dan menggunakan
kebutuhan sampel 42 responden, tempat
orang lanjut Penelitian di Kota Semarang
usia
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Tujuan Teori
1. Susu formula
a. Pengertian Susu Formula
1) Susu formula menurut WHO (2004) yaitu susu
yang diproduksi oleh industri untuk keperluan
asupan gizi yang diperlukan bayi. Susu formula
kebanyakan tersedia dalam bentuk bubuk. Perlu
dipahami susu cair steril sedangkan susu
formula tidak steril.
2) Pemberian susu formula diindikasikan untuk
bayi yang karena sesuatu hal tidak mendapatkan
ASI atau sebagai tambahan jika produksi ASI
tidak mencukupi kebutuhan bayi. Penggunaan
susu formula ini sebaiknya meminta nasehat
kepada petugas kesehatan agar penggunaannya
tepat.
3) Walaupun memiliki susunan nutrisi yang baik,
tetapi susu sapi sangat baik hanya untuk anak
sapi, bukan untuk bayi. Oleh karena itu, sebelum
dipergunakan untuk makanan bayi, susunan
nutrisi susu formula harus diubah hingga cocok
untuk bayi. Sebab, ASI merupakan makanan
bayi yang ideal sehingga perubahan yang
dilakukan pada komposisi nutrisi susu sapi harus
sedemikian rupa hingga mendekati susunan
nutrisi ASI (Khasanah, 2011).
2. Jenis Susu Formula
Ada beberapa jenis susu formula menurut Khasanah
(2011),yaitu:
a. Susu Formula Adaptasi atau Pemula
Susu formula adaptasi (adapted) atau pemula adalah
susu formula yang biasa digunakan sebagai pengganti
ASI oleh bayi baru lahir sampai umur 6 bulan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisinya (Kodrat, 2010).
Susu formula adaptasi ini disesuaikan dengan
keadaan fisiologis bayi. Komposisinya hampir
mendekati komposisis ASI sehingga cocok diberikan
kepada bayi yang baru lahir hingga berusia 4 bulan
(Bambang, 2011).

Tabel 2.1 Perbandingan komposisi susu formula dengan


komposisi ASI

Zat Gizi Formula Adaptasi ASI


Lemak (g) 3,4-3,64 3,0-5,5
Protein (g) 1,5-1,6 1,1-1,4
Whey (g) 0,9-0,96 0,7-0,9
Kasein (g) 0,6-0,64 0,4-0,5
Karbohidrat (g) 7,2-7,4 6,6-7,1
Energi (kkal) 67-67,4 65-70
Mineral (g) 0,25-0,3 0,2
Natrium (g) 15-24 10
Kalium (mg) 55-72 40
Kalsium (mg) 44,4-60 30
Fosfor (mg) 28,3-34 30
Klorida (mg) 37-41 30
Magnesium (mg) 4,6-5,3 4
Zat besi (mg) 0,5-0,2 0,2
Sumber: Pudjiadi, 2001

b. Susu Formula Awal Lengkap


Formula awal lengkap (complete starting formula)
yaitu susunan zat gizinya lengkap dan dapat diberikan
setelah bayi lahir. Keuntungan dari formula bayi ini
terletak pada harganya. Pembuatannya sangat mudah
maka ongkos pembuatan juga lebih murah hingga dapat
dipasarkan dengan harga lebih rendah. Susu formula ini
dibuat dengan bahan dasar susu sapi dan komposisi zat
gizinya dibuat mendekati komposisi ASI (Nasar, dkk,
2005).
Komposisi zat gizi yang dikandung sangat lengkap,
sehingga diberikan kepada bayi sebagai formula
permulaan (Bambang, 2011).
c. Susu Lanjutan
Susu formula lanjutan yaitu susu formula yang
menggantikan kedua susu formula yang digunakan
sebelumnya dan untuk bayi yang berusia 6 bulan ke
atas, sehingga disebut susu formula lanjutan
( Bambang, 2011).
Susu formula ini dibuat dari susu sapi yang sedikit
dimodifikasi dan telah ditambah vitamin D dan zat besi
(Praptiani, 2012).
Susu formula ini dibuat untuk bayi yang berumur
sampai 1 tahun meskipun ada juga yang menyebutkan
sampai umur 3 tahun (Nasar, dkk 2005). Febry (2008),
juga menjelaskan susu formula ini dibuat untuk bayi
usia 6-12 bulan.
d. Susu Formula Prematur
Bayi yang lahir prematur atau belum cukup bulan
belum tumbuh dengan sempurna. Menjelang dilahirkan
cukup bulan, bayi mengalami pertumbuhan fisik yang
pesat. Sehingga dibuat susu formula prematur untuk
mengejar tertinggalnya berat badan prematurnya
(Nadesul, 2008).
Susu formula ini harus dengan petunjuk dokter
karena fungsi saluran cerna bayi belum sempurna, maka
susu formula ini dibuat dengan merubah bentuk
karbohidrat, protein dan lemak sehingga mudah dicerna
oleh bayi ( Nasar, dkk, 2005).

e. Susu Hipoalergenik (Hidrolisat)


Susu formula hidrolisat digunakan apabila tidak
memungkinkan ibu menyusui bayinya karena
mengalami gangguan pencernaan protein. Susu formula
ini dirancang untuk mengatasi alergi dan ada beberapa
yang disusun untuk mencegah alergi. Susu formula ini
hanya diberikan berdasarkan resep dari dokter
( Praptiani, 2012).
f. Susu Soya (kedelai)
Department of Health merekomendasikan agar susu
soya hanya diberikan jika bayi tidak toleran terhadap
susu sapi atau laktosa karena terdapat kekhawatiran
tentang kemungkinan efek senyawa yang diproduksi
oleh kacang kedelai dan tingkat mangan sera
alumunium yang tidak dapat diterima dalam formula
tersebut (Praptiani, 2012).
Bayi yang terganggu penyerapan protein maupun
gula susunya membutuhkan susu yang terbuat dari
kacang kedelai. Gangguan metabolisme protein juga
sering bersamaan dengan gangguan penyerapan gula
susu (Nadesul, 2008).
g. Susu Rendah Laktosa atau Tanpa Laktosa
Apabila usus bayi tidak memproduksi lactase gula
susu akan utuh tidak dipecah menjadi glukosa dan
galaktosa sehingga menyebabkan bayi mencret,
kembung, mulas dan pertumbuhan bayi tidak optimal.
Selama mengalami gangguan pencernaan gula susu,
bayi perlu diberikan formula rendah laktosa (LLM) agar
pertumbuhannya optimal (Nadesul, 2008).
h. Susu Formula dengan Asam Lemak MCT ( Lemak
Rantai Sedang)
Susu formula dengan lemak MCT tinggi untuk bayi
yang menderita kesulitan dalam menyerap lemak.
Sehingga, lemak yang diberikaan harus banyak
mengandung MCT (Lemak Rantai Sedang) tinggi agar
mudah dicerna dan diserap oleh tubuhnya (Khasanah,
2011).
i. Susu Formula Semierlementer
Untuk bayi yang mengalami gangguan pencernaan
yakni gula susu, protein dan lemak sehingga
membutuhkan formula khusus yang dapat ditoleransi
oleh ususnya (Nadesul, 2008).

Tabel 2.2 Perbedaan ASI, susu sapi dan susu formula

No Properti ASI Susu Sapi Susu


formula
1. Kontamina Tidak ada Mungkin ada Mungkin
si bakteri ada bila
dicampurkan
2. Faktor anti Ada Tidak ada Tidak ada
infeksi
3. Faktor Ada Tidak ada Tidak ada
pertumbuha
n
4. Protein Jumlah sesuai dan Terlalu Sebagian
banyak dan mudah dicerna diperbaiki.
sukar dicerna
5. Lemak Cukup mengandung Kurang Kurang ALE
ALE Tidak ada
asam lemak esensial Tidak ada DHA dan
Lipase AA
(ALE), DHA dan Tidak ada
AA Lipase
Mengandung Lipase
6. Zat Besi Jumlah kecil tapi Jumlah Ditambahka
lebih mudah dicerna banyak n ekstra
tapi tidak tidak diserap
diserap dengan baik
dengan baik
7. Vitamin Cukup Tidak cukup Vit A
Vitamin dan Vit C
ditambahkan
8. Air Cukup Perlu tambahan Mungkin perlu
tambahan
sumber: Suradi, R, dan H.K.P. 2007

Keterangan:
Susu formula yang dimaksud dalam tabel adalah susu
formula selain yang berbahan dasar susu sapi, terdiri dari susu
formula berbahan dasar kedelai dan susu formula hidrolisa.
3. Kandungan Susu Formula
Susu formula yang dibuat dari susu sapi telah diproses dan
diubah kandungan komposisinya sebaik mungkin agar
kandungannya sama dengan ASI tetapi tidak 100% sama. Proses
pembuatan susu formula, kandungan karbohidrat, protein dan
mineral dari susu sapi telah diubah kemudian ditambah vitamin
serta mineral sehingga mengikuti komposisi yang dibutuhkan
sesuai untuk bayi berdasarkan usianya (Suririnah, 2009).
Menurut Khasanah (2011) ada beberapa kandungan gizi
dalam susu formula yaitu, lemak disarankan antara 2,7-4,1 g tiap
100 ml, protein berkisar antara 1,2-1,9 g tiap 100 ml dan
karbohidrat berkisar antara 5,4-8,2 g tiap 100 ml.
4. Kelemahan Susu Formula
Praptiani (2012) menjelaskan telah teridentifikasi adanya
kerugian berikut ini untuk bayi yang diberikan susu formula yaitu:
a. Susu formula kurang mengandung beberapa senyawa
nutrien.
b. Sel-sel yang penting dalam melindungi bayi dari berbagi
jenis patogen.
c. Faktor antibodi, antibakteri dan antivirus ( misalnya IgA,
IgG, IgM dan laktoferin).
d. Hormon (misalnya hormon prolaktin dan hormon tiroid).
e. Enzim dan prostaglandin.
Sutomo dan Anggraini (2010) menjelaskan susu formula
mempunyai beberapa kelemahan, antara lain; kurang praktis karena
harus dipersiapkan terlebih dahulu, tidak dapat bertahan lama,
mahal dan tidak selalu tersedia, cara penyajian harus tepat dapat
menyebabkan alergi.
Susu formula banyak kelemahannya karena terbuat dari susu
sapi sehingga dijelaskan Khasanah (2011) antara lain; kandungan susu
formula tidak selengkap ASI, pengenceran yang salah, kontaminasi
mikroorganisme, menyebabkan alergi, bayi bisa diare dan sering
muntah, menyebabkan bayi terkena infeksi, obesitas atau kegemukan,
pemborosan, kekurangan zat besi dan vitamin, mengandung banyak
garam.
5. Efek atau dampak negatif pemberian susu formula
Roesli (2008) menjelaskan berbagai dampak negatif yang
terjadi pada bayi akibat dari pemberian susu formula, antara lain:
a. Gangguan saluran pencernaan (muntah, diare)
Judarwanto (2007) menjelaskan bahwa anak yang
diberi susu formula lebih sering muntah/gumoh, kembung,
“cegukan”, sering buang angin, sering rewel, susah tidur
terutama malam hari.
Saluran pencernaan bayi dapat terganggu akibat dari
pengenceran susu formula yang kurang tepat, sedangkan
susu yang terlalu kental dapat membuat usus bayi susah
mencerna, sehingga sebelum susu dicerna oleh usus akan
dikeluarkan kembali melalui anus yang mengakibatkan bayi
mengalami diare (Khasanah, 2011).
b. Infeksi saluran pernapasan
Gangguan saluran pencernaan yang terjadi dalam
jangka panjang dapat mengakibatkan daya tahan tubuh
berkurang sehingga mudah terserang infeksi terutama ISPA
(Judarwanto, 2007).
Susu sapi tidak mengandung sel darah putih hidup
dan antibiotik sebagai perlindungan tubuh dari infeksi.
Proses penyiapan susu formula yang kurang steril dapat
menyebabkan bakteri mudah masuk (Khasanah, 2011).
c. Meningkatkan resiko serangan asma
ASI dapat melindungi bayi dari penyakit langka
botulism, penyakit ini merusak fungsi saraf, menimbulkan
berbagai penyakit pernapasan dan kelumpuhan otot (Nasir,
2011).
Peneliti sudah mengevaluasi efek perlindungan dari
pemberian ASI, bahwa pemberian ASI melindungi terhadap
asma dan penyakit alergi lain. Sebaliknya, pemberian susu
formula dapat meningkatkan resiko tersebut (Oddy, dkk,
2003) dalam (Roesli, 2008).
d. Meningkatkan kejadian karies gigi susu
Kebiasaan bayi minum susu formula dengan botol
saat menjelang tidur dapat menyebabkan karies gigi (Retno,
2001).
ASI mengurangi penyakit gigi berlubang pada anak
(tidak berlaku pada ASI dengan botol), karena menyusui
lewat payudara ada seperti keran, jika bayi berhenti
menghisap, otomatis ASI juga akan berhenti dan tidak
seperti susu botol. Sehingga ASI tidak akan mengumpul
pada gigi da menyebabkan karies gigi (Nasir, 2011).
e. Menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif
Susu formula mengandung glutamate (MSG-Asam
amino) yang merusak fungsi hypothalamus pada otak –
glutamate adalah salah satu zat yang dicurigai menjadi
penyebab autis (Nasir, 2011).
Penelitian Smith, dkk (2003) dalam Roesli (2008),
bayi yang tidak diberi ASI mempunyai nilai lebih rendah
dalam semua fungsi intelektual, kemampuan verbal dan
kemampuan visual motorik dibandingkan dengan bayi yang
diberi ASI.
f. Meningkatkan resiko kegemukan (obesitas)
Kelebihan berat badan pada bayi yang mendapatkan
susu formula diperkirakan karena kelebihan air dan
komposisi lemak tubuh yang berbeda dibandingkan bayi
yang mendapatkan ASI (Khasanah, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Amstrong,dkk
(2002) dalam Roesli (2008) membuktikan bahwa
kegemukan jauh lebih tinggi pada anak-anak yang diberi
susu formula. Kries dalam (Roesli 2008) menambahkan
bahwa kejadian obesitas mencapai 4,5%- 40% lebih tinggi
pada anak yang tidak pernah diberikan ASI.
g. Meningkatkan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah
ASI membantu tubuh bayi untuk mendapat
kolesterol baik, artinya melindungi bayi dari penyakit
jantung pada saat sudah dewasa. ASI mengandung
kolesterol tinggi (fatty acid) yang bermanfaat untuk bayi
dalam membangun jaringan-jaringan saraf dan otak. Susu
yang berasal dari sapi tidak mengandung kolesterol ini
(Nasir, 2011).
Hasil penelitian Singhal, dkk (2001) dalam Roesli,
2008; menyimpulkan bahwa pemberian ASI pada anak
yang lahir prematur dapat menurunkan darah pada tahun
berikutnya.
h. Meningkatkan resiko infeksi yang berasal dari susu formula
yang tercemar
Pembuatan susu formula di rumah tidak menjamin
bebas dari kontaminasi mikroorganisme patogen. Penelitian
menunjukkan bahwa banyak susu formula yang
terkontaminasi oleh mikroorganisme patogen (Sidi, et al.
2004:11).
Kasus wabah Enterobacteri zakazakii di Amerika
Serikat, dilaporkan kematian bayi berusia 20 hari yang
mengalami demam, takikardia, menurunnya aliran darah
dan kejang pada usia 11 hari (Weir (2002) dalam Roesli,
2008).
i. Meningkatkan kurang gizi
Pemberian susu formula yang encer untuk
menghemat pengeluaran dapat mengakibatkan kekurangan
gizi karena asupan kurang pada bayi secara tidak langsung.
Kurang gizi juga akan terjadi jika anak sering sakit,
terutama diare dan radang pernafasan (Roesli, 2008).
j. Meningkatkan resiko kematian
Chen dkk (2004) dalam Roesli (2008), bayi yang
tidak pernah diberi ASI berisiko meninggal 25% lebih
tinggi dalam periode sesudah kelahiran daripada bayi yang
mendapat ASI. Pemberian ASI yang lebih lama akan
menurunkan resiko kematian bayi.
Praptiani (2012), menyusui adalah tindakan terbaik
karena memberikan susu melalui botol dapat meningkatkan
resiko kesehatan yang berhubungan dengan pemberian susu
formula diantaranya yaitu; Peningkatan infeksi lambung,
infeksi otitis media, infeksi perkemihan, resiko penyakit
atopik pada keluarga yang mengalami riwayat penyakit ini,
resiko kematian bayi secara mendadak, resiko diabetes
melitus bergantung insulin, Penyakit kanker dimasa kanak-
kanak
6. Faktor yang mempengaruhi pemberian susu formula
Arifin (2004), menjelaskan ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan
yaitu:
a. Faktor pendidikan
Seseorang yang berpendidikan tinggi dan
berpengetahuan luas akan lebih bisa menerima alasan
untuk memberikan ASI eksklusif karena pola pikirnya
yang lebih realistis dibandingkan yang tingkat
pendidikan rendah (Arifin, 2004).
b. Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif adalah hal yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang, salah
satunya kurang memadainya pengetahuan ibu mengenai
pentingnya ASI yang menjadikan penyebab atau
masalah dalam peningkatan pemberian ASI (Roesli,
2008).
c. Pekerjaan
Bertambahnya pendapatan keluarga atau status
ekonomi yang tinggi serta lapangan pekerjaan bagi
perempuan berhubungan dengan cepatnya pemberian
susu botol. Artinya mengurangi kemungkinan untuk
menyusui bayi dalam waktu yang lama (Amirudin,
2006).
Penelitian Erfiana (2012), ibu yang tidak
memberikan susu formula sebagian besar oleh ibu yang
tidak bekerja yaitu sebanyak 32 responden (88,9%)
sehingga status pekerjaan dapat mempengaruhi
pemberian susu formula pada bayi.
d. Ekonomi
Hubungan antara pemberian ASI dengan ekonomi/
penghasilan ibu dimana ibu yang mempunyai ekonomi
rendah mempunyai peluang lebih memilih untuk
memberikan ASI dibanding ibu dengan sosial ekonomi
tinggi kerena ibu yang ekonominya rendah akan berfikir
jika ASI nya keluar maka tidak perlu diberikan susu
formula karena pemborosan (Arifin, 2004).
e. Budaya
Budaya modern dan perilaku masyarakat yang
meniru negara barat mendesak para ibu untuk segera
menyapih anaknya dan memilih air susu buatan atau
susu formula sebagai jalan keluarnya (Arifin, 2004).
f. Psikologis
Ibu yang mengalami stres dapat menghambat
produksi ASI sehingga ibu kurang percaya diri untuk
menyusui bayinya (Kurniasih, 2008).
Ibu yang tidak memberikan susu formula sebagian
besar dilakukan oleh ibu yang kondisi psikologi baik
yaitu sebanyak 33 responden (89,2) sehingga psikologis
ibu mempengaruhi pemberian susu formula pada bayi
(Erfiani, 2012).
g. Informasi susu formula
Ibu yang tidak memberikan susu formula sebagian
besar yang tidak terpapar produk susu formula
sebanyak 4 responden (36,4%) sehingga iklan produk
susu formula dapat mempengaruhi pemberian susu
formula.
h. Kesehatan
Ibu yang menderita sakit tertentu seperti ginjal atau
jantung sehingga harus mengkonsumsi obat-obatan
yang dikhawatirkan dapat mengganggu pertumbuhan
sel-sel bayi, bagi ibu yang sakit tetapi masih bisa
menyusui maka diperbolehkan untuk menyusui bayinya
(Kurniasih, 2008).
i. Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita
Terdapat anggapan bahwa ibu yang menyusui akan
merusak penampilan. Padahal setiap ibu yang
mempunyai bayi selalu mengalami perubahan payudara,
walaupun menyusui atau tidak menyusui (Arifin, 2004).
j. Ketidaktahuan ibu tentang pentingnya ASI
Cara menyusui yang benar dan pemasaran yang
dilancarkan secara agresif oleh para produsen susu
formula merupakan faktor penghambat terbentuknya
kesadaran orang tua dalam memberikan ASI eksklusif
(Nuryati, 2007).
k. Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang
memberikan susu botol
Persepsi masyarakat gaya hidup mewah membawa
dampak menurutnya kesediaan menyusui. Bahkan
adanya pandangan bagi kalangan tertentu bahwa susu
botol sangat cocok untuk bayi dan dipengaruhi oleh
gaya hidup yang selalu ingin meniru orang lain
(Khasanah, 2011).
l. Peran petugas kesehatan
Masyarakat kurang mendapat penerangan atau
dorongan tentang manfaat pemberian ASI (Roesli,
2008).
7. Tinjauan Umum Susu
Sapi Susu adalah hasil sekresi kelenjar susu dari sapi yang
sedang laktasi atau ternak yang sedang laktasi, dan dilakukan
pemerahan dengan sempurna, tidak termasuk kolostrum serta tidak
ditambah atau dikurangi oleh suatu komponen (Leowardi, 2008).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa susu yang baik berwarna putih
bersih sedikit kekuningan dan tidak tembus cahaya. Susu yang
berwarna kemerahan tidak normal, kemungkinan berasal dari sapi
yang sakit. Susu murni mempunyai rasa manis atau gurih tidak ada
rasa asin. Susu yang baik berbau khas susu segar, sedikit berbau
sapi, bebas dari bau asing. Konsistensi susu yang baik adalah
normal, tidak encer, dan tidak ada pemisahan bentuk apapun. Susu
terasa sedikit manis dan asin (gurih) yang disebabkan adanya
kandungan gula laktosa dan garam mineral di dalam susu. Rasa
susu sendiri mudah sekali berubah bila terkena benda-benda
tertentu, misalnya pakan ternak penghasil susu, kerja enzim dalam
tubuh ternak, bahkan wadah tempat menampung susu yang
dihasilkan nantinya. Bau susu umumnya sedap, namun juga sangat
mudah berubah (Aghna, 2010). Dinyatakan pula bahwa susu murni
harus mengandung sekurangkurangnya 3,25% dari lemak susu dan
8,25% padatan susu bukan lemak (protein, karbohidrat, vitamin
larut air, dan mineral).
Susu adalah minuman yang sangat menyehatkan dengan
kandungan gizinya yang terhitung lengkap, karena itu susu
dianjurkan bagi semua kalangan. Komposisi susu segar beragam
tergantung pada beberapa faktor antara lain jenis ternak, waktu
pemerahan, urutan pemerahan, musim, umur sapi, penyakit dan 5
makanan. Komposisi susu dapat pula dipengaruhi oleh adanya
faktor-faktor lain dari luar seperti pemalsuan dengan air atau bahan
lain serta aktivitas bakteri atau mikroba. Komponen yang terdapat
dalam susu adalah 12,10 – 12,75% bahan kering yang terdiri atas
3,8% lemak; 3,5% laktosa; 0,7% abu dan 87,3% air. Komponen
lain dalam jumlah kecil antara lain vitamin, enzim dan pigmen
(Buckle, 1987). Air susu memiliki ciri-ciri normal seperti warna
putih kekuningan, rasanya agak manis, bau khas susu, pH berkisar
6,6 – 6,7 viskositas lebih padat dari air biasa, titik bekunya -0, 520
0C dan titik didihnya 100,160C (Ressang dan Nasution, 1986).
Adapun komposisi kimia rata-rata air susu ditunjukkan pada Tabel.
1 Tabel. 1 Komposisi Kimia Rata-rata Susu Sumber : Adnan
(1984) Malaka (2007) menyatakan bahwa warna putih pada susu
merupakan warna yang normal akibat dari butiran-butiran lemak,
kasein, mineral yang merefleksikan sinar matahari; warna kebiruan
akibat dari pemalsuan dengan air, warna kuning menandakan
bahwa susu mengandung vitamin B-kompleks yang tinggi dan
warna kemerahan akibat adanya eritrosit dan hemoglobin pada
kasus mastitis. Susu merupakan bahan makanan atau minuman
yang mempunyai nilai gizi tinggi, komposisinya mudah dicerna
dengan kandungan protein, mineral dan vitamin yang tinggi,
menjadikan susu sebagai sumber bahan makanan yang Komponen
Total (%) Air 87 Lemak 3,9 Laktosa 4,9 Protein 3,5 Abu 0,7 6
fleksibel yang dapat diatur kadar lemaknya. Susu mengandung 634
kalori per liter dan kandungan energinya adalah 65 kal. Adapun
komposisi atau kandungan gizi dari susu meliputi protein, lemak,
laktosa, vitamin dan enzim, potassium, zat besi, tirosine, kalsium,
magnesium, iodium, dan seng (Anonim, 2009).
Manfaat Mengkonsumsi Susu Sapi Menurut Wahab (2010)
susu sapi memiliki banyak manfaat, diantaranya: (1) mencegah
osteoporosis dan menjaga tulang tetap kuat. Bagi anak‐anak, susu
berfungsi untuk pertumbuhan tulang yang membuat anak menjadi
bertambah tinggi, (2) menurunkan tekanan darah, (3) mencegah
kerusakan gigi dan menjaga kesehatan mulut. Susu mampu
mengurangi keasaman mulut, merangsang air liur, mengurangi
plak dan mencegah gigi berlubang, (4) menetralisir racun seperti
logam atau timah yang mungkin terkandung dalam makanan, (5)
mencegah terjadinya kanker kolon atau kanker usus, (6) mencegah
diabetes tipe 2, (7) mempercantik kulit, membuatnya lebih bersinar
dan (8) membantu agar lebih cepat tidur. Hal ini karena kandungan
susu akan merangsang pelepasan hormon melatonin yang membuat
tubuh mengantuk. Susu dikenal sebagai minuman sumber kalsium
sehingga sangat bermanfaat untuk mencegah osteoporosis
(kerapuhan tulang). Susu kaya akan asam amino triptofan,
sehingga minum susu secara teratur akan meningkatkan
kemampuan tubuh untuk memproduksi melatonin di malam hari.
Melatonin adalah hormon dan sekaligus antioksidan yang membuat
tubuh bisa beristirahat, sehingga dianjurkan untuk minum susu di
malam hari agar tubuh bisa tidur nyenyak dan keesokan harinya
bisa melakukan aktivitas dengan baik. Susu juga dikenal sebagai
bahan makanan yang mempunyai kemampuan untuk mengikat
polutan, sehingga bisa 7 mengurangi dampak buruk dari polusi
(Malaka, 2007). Kontribusi minum susu terhadap kecukupan
energi dan protein untuk tiap tahapan umur disajikan pada Tabel 2.
Tabel. 2 Kontribusi energi dan protein dari meminum dua gelas
susu sapi Umur (Tahun) Energi (%) Protein (%) 4 – 9 16 44 10 –
19 (Pria) 12 25 10 – 19 (Wanita) 15 32 20 – 59 (Pria) 10 30 20 –
59 (Wanita) 13 34 Sumber : Suryanty (2006).
B. Kerangka Teori

C. Hipotesis Penelitian
1. Kekurangan asupan kalsium pada anak,beresiko akan meningkatkan
terjadinya fraktur pada tulang anak.
2. Jumlah banyakanya gizi yang di konsumsi, berpengaruh pada
pertumbuhan tulang.
3. Kandungan kalsium yang terdapat pada susu sapi bergantung pula pada
kualitas sapi dan produksi susus pada sapi
4. Tulang anak pada usia 6-12 tahun, tidaklah akan berkembang sama dari
anak satu dan lainya.
5. Pertumbuhan anak di pengaruhi oleh faktor gizi, genetik dan juga
lingkungan.
6. Susu sapi dan susu formula berpengaruh pada pertumbuhan tulang anak
usia sekolah dasar
7. Tinggi badan anak di pengaruhi jumlah kalsium yg di konsumsinya
BAB III
A. Desain Penelitian
Berdasarkan penelitian masalah yang diteliti, metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan kuantitatif.
Metode penelitian kuantitatif yang dijelaskan oleh sumber jurnal yakni
metode penelitian sebagai metode yang berlandaskan pada filsafat
pengambilan sempel biasanya dilakukan dengan perhitungan tehnik
sampeltertentu yang sesuai, pengumpulan dat kuantitatif dengan tujuan
menguji hasil hipotesis yang telah di terapkan.

B. Tempat dan Waktu


05-28 Febuari 2018 di Kota Surabaya dilakukan penelitian tersebut
karena terdapat produk susu yang baik di kota surabaya di perusahaan X
terbesar.

C. Definisi Istilah
Susu Sapi adalah Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang
dihasilkan oleh kelenjar susu mamalia betina.Susu adalah sumber gizi utama
bagi bayi sebelum mereka dapat mencerna makanan padat. Dalam SK Dirjen
Peternakan No. 17 Tahun 1983, dijelaskan definisi susu adalah susu sapi yangmeliputi
susu segar, susu murni, susu pasteurisasi, dan susu sterilisasi. Susu segar
adalah susu murni yangtidak mengalami proses pemanasan. Susu murni adalah
cairan yang berasal dari ambing sapi sehat. Susumurni diperoleh dengan cara
pemerahan yang benar, tanpa mengurangi atau menambah
sesuatukomponen atau bahan lain. Susu merupakan produk pangan yang menjadi
sumber utama pemenuhankebutuhan kalsium (Ca) tubuh (Syarifah, 2007)Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa susu sapi merupakan cairan berwarna putih
yangdihasilkan oleh kelenjar susu sapi betina dan salah satu sumber utama
pemenuhan kebutuhan kalsium
Susu Formula adalah (American English: infant formula, baby
formula, formula; British English: baby milk, infant milk first milk) adalah
produk pangan pengganti air susu ibu (ASI) yang dibuat dan dirancang
khusus untuk memberi nutrisi pada anak usia di bawah 12 tahun. Susu
formula biasanya berbentuk bubuk (dilarutkan dengan air) atau cair
(dengan atau tanpa tambahan air), kemudian disiapkan dalam botol susu.
Bahan baku susu formula biasanya meliputi whey dan kasein susu murni
sebagai sumber protein, campuran minyak nabati sebagai sumber lemak,
laktosa sebagai sumber karbohidrat, campuran vitamin dan mineral, dan
bahan-bahan lainnya sesuai produsen susu, baik untuk tulang maupun
kesehatan lainnya untuk pertumbuhan bafi anak, dan bayi.
Iatilah susu produk olahan susu atau yang biasa disebut
dengan dairy kian dan UHT marak dikonsumsi yang saat ini banyak di
indonesia karena konsumsi lebih praktis dalam kemasan dalam konsumsi
karena produk sudah mulai meluas dengan keadaan IPTEK yang terus
berkembang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Maftuchah, Afriani, A. I., & Maulida, A. (2017). FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI PENGGUNAAN SUSU FORMULA SEBAGAI
PENGGANTI ASI EKSKLUSIF. Jurnal SMART Kebidanan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Karya Husada Semarang, 4(2), 67-76.
2. Matali, V. J., Wungouw, H. I., & Sapulete, I. (2017). Pengaruh Asupan
Susu terhadap Tinggi Badan dan Berat Badan Anak Sekolah Dasar. Jurnal
e-Biomedik (eBm), 5(2).
3. Navyanti, F., & Adriyani, R. (2015). HIGIENE SANITASI, KUALITAS
FISIK DAN BAKTERIOLOGI SUSU SAPI SEGAR PERUSAHAAN
SUSU X DI SURABAYA. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 8(1), 36-47.
4. Olii, N. (2019). PERBEDAAN PENINGKATAN BERAT BADAN BAYI
6 BULAN YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF DAN SUSU FORMULA
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAPAKABUPATENBONE
BOLANGO. Jurnal Nasional Ilmu Kesehatan (JNIK), 2(1), 52-58.
5. Sasmiati, & Fitriyanti, E. (2017). HUBUNGAN KONSUMSI SUSU
FORMULA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI PUSKESMAS
PIYUNGAN BANTUL YOGYAKARTA. 2-11.

Anda mungkin juga menyukai