Anda di halaman 1dari 37

TUGAS PERANCANGAN LINGKUNGAN 4

INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM (IPAM)

KECAMATAN BATUI, KABUPATEN BANGAI

SULAWESI TENGAH

Dosen :
Ro’du Dhuha A., ST., MT

Disusun oleh :
MAHENDRA PURWANTO
09.2020.1.90193

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan sesuatu yang sangat penting di dalam kehidupan karena semua
makhluk hidup di dunia ini memerlukan air. Tumbuhan dan hewan sebagian besar
tersusun oleh air. Sel tumbuhan mengandung lebih dari 75% air dan sel hewan
mengandung lebih dari 67%. Kurang dari 0,5% air secara langsung dapat digunakan
untuk kepentingan manusia (Widiyanti, 2004).
Kebutuhan air bersih merupakan hal dasar bagi manusia, karena tanpa makanan
manusia dapat bertahan berhari-hari, sedangkan tanpa minum manusia hanya dapat
bertahan selama tiga hari. Air dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai kebutuhan
hidup sehari-hari. Kebutuhan air untuk keperluan individu berbeda-beda untuk tiap
tempat dan tiap tingkatan kebutuhan. Semakin tinggi taraf kehidupan di suatu tempat,
maka semakin meningkat pula sejumlah kebutuhan akan air. Pemakaian air sangat luas,
sehingga harus diupayakan sedemikian rupa agar tetap tersedia dan memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu baik fisik, kimia maupun bakteriologi juga air minum
harus memenuhi kebutuhan manusia baik secara kuantitas maupun kontinuitas (Alwi,
2012).
Kabupaten Banggai, adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Sulawesi
Tengah, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Luwuk. Kabupaten ini memiliki
luas wilayah 9.672,70 km² (data UU No 51/1999), dan berpenduduk sebanyak 376.808
jiwa (2019). Kabupaten Banggai dulunya merupakan bekas Kerajaan Banggai yang
meliputi wilayah Banggai daratan dan Banggai Kepulauan. Pada tahun 1999 Kabupaten
Banggai dimekarkan menjadi Kabupaten Banggai dan Kabupaten Banggai Kepulauan.
Luas wilayah Kabupaten Banggai 9.672,70 km2 atau sekitar 14,22 persen dari
luas wilayah Provinsi Sulawesi Tengah dan wilayah teritorial laut 20.309,68 km2 serta
panjang garis pantai sepanjang 613,25 km. Wilayah Kabupaten Banggai sebagian besar
terdiri dari pegunungan dan perbukitan, sedangkan daratan rendah yang ada pada
umumnya terletak di sepanjang pesisir pantai. Kabupaten Banggai dengan Ibu kota
Luwuk hingga tahun 2012 secara administratif terdiri atas 23 kecamatan 339
desa/kelurahan. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 oleh BPS, jumlah
penduduk Kabupaten Banggai mencapai 323.872 jiwa, terdiri dari laki-laki 165.266 jiwa
dan perempuan 158.606 jiwa dengan sex rasio 104. Laju pertumbuhan penduduk 0,45
persen pertahun, sedangkan tingkat kepadatan penduduk rata-rata 31 jiwa/km2.
Batui adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah,
Indonesia. Kecamatan ini berjarak sekitar 55 kilometer ke arah barat dari ibu kota
kabupaten Banggai, Luwuk. Pusat pemerintahannya berada di desa Batui. Kecamatan
Batui memiliki wilayah seluas 1.062,36 km² dengan kondisi geografi berbatasan dengan
laut dan dikelilingi perbukitan dengan ketinggian mencapai 170 mdpl. Berdasarkan data
dari Kementerian Dalam Negeri tahun 2020 memiliki jumlah penduduk sebanyak 19.486
jiwa.
Kecamatan Batui dibagi menjadi 13 desa atau kelurahan dengan batas
administrasi wilayah di sebelah utara adalah kecamatan Simpang Raya dan Bunta,
sebelah timur adalah kecamatan Kintom, sebelah selatan adalah Kecamatan Selat Peling,
sebelah barat adalah kecamatan Batui Selatan.
Saat ini air bersih PDAM belum menjangkau keseluruhan Kecamatan Batui,
sehingga penduduk kecamatan Batui mayoritas menggunakan air tanah yang diambil
melalui sumur gali ataupun sumur bor untuk mencukupi kebutuhan air bersih maupun air
minum. Dengan terdapat tiga sungai yaitu sungai Batui, sungai Bakung serta sungai
Koyowa, sehingga merupakan potensi untuk dilakukan perencanaan instalasi pengolahan
air minum dengan mempergunakan salah satu sungai di kecamatan Batui sebagai sumber
air. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan air bersih yang memenuhi persyaratan fisik, kimia
maupun bakteriologi. Dan terjaga kuantitas serta kontinuitas bagi penduduk kecamatan
Batui, Kabupaten Banggai, Sulawesi Selatan.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk merencanakan desain IPAM sehingga dapat memenuhi kebutuhan air
bersih berdasarkan proyeksi penduduk di Kecamatan Batui sampai tahun 2030
1.3 Tujuan Penelitian
Tugas perencanaan lingkungan ini memiliki tujuan untuk perancangan suatu
desain instalasi pengolahan air minum berdasarkan desain IPAM serta kebutuhan air
minum suatu kecamatan sesuai hasil proyeksi penduduk di Kecamatan Batui, Kabupaten
Banggai, Sulawesi Tengah dalam periode 2020 – 2030.
1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari perencanaan instalasi pengolahan air minum adalah :
1. Lokasi dalam perencanaan IPAM adalah di Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai,
Sulawesi Tengah
2. Proyeksi penduduk dilakukan di Kecamatan Batui sampai dalam priode 2020-2030.
3. Periode desain selama 10 tahun

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Pengolahan Air Minum


Pada Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA) merupakan suatu sistem yang
mengkombinasikan proses prasedimentasi, sedimentasi, disinfeksi, dan filtrasi, serta
dilengkapi dengan sistem pengontrolan otomatis sesuai dengan instrumen pengukuran
yang dibutuhkan. Instalasi ini harus didesain untuk menghasilkan air yang layak
dikonsumsi masyarakat bagaimanapun kondisi cuaca dan lingkungan. Selain itu
sistem dan subsistem dalam instalasi yang akan didesain harus sederhana, efektif, dapat
diandalkan, tahan lama, dan murah dalam pembiayaan (Kawamura, 1991).
Tujuan dari sistem pengolahan air minum yaitu untuk mengolah sumber air baku
menjadi air minum yang sesuai dengan standar kualitas, kuantitas, kontinuitas, dan
keterjangkauan. Tingkat pengolahan air minum ini tergantung pada karakteristik
sumber air baku yang digunakan. Sumber air baku berasal dari air permukaan dan air
tanah. Air permukaan cenderung memiliki tingkat kekeruhan yang cukup tinggi dan
adanya kemungkinan kontaminasi oleh mikroba yang lebih besar. Untuk pengolahan
sumber air baku yang berasal dari permukaan ini, unit filtrasi hampir selalu
diperlukan. Sedangkan air tanah memiliki kecenderungan untuk tidak terkontaminasi
dan adanya padatan tersuspensi yang lebih sedikit. Akan tetapi, gas terlarut yang ada
pada air tanah ini harus dihilangkan, demikian juga kesadahannya (ion-ion kalsium dan
magnesium).
Eksplorasi air tanah secara besar-besaran sebagai sumber air baku tidak
memungkinkan lagi karena selain air tanah dangkal telah banyak terpakai, pemakaian air
tanah dalam akan membahayakan masyarakat sekitar. Penggunaan air tanah akan
menimbulkan ruang kosong di dalam tanah. Ruang kosong ini akan sangat rentan
terhadap goyangan lempeng bumi yang akan mengakibatkan kelongsoran. Dengan
pertimbangan tersebut, eksplorasi air ditekankan pada peningkatan eksplorasi air
permukaan dari sungai-sungai yang ada. Secara umum, proses pengolahan air minum
dengan sumber air baku yang berasal dari permukaan dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 2.1 Skema Pengolahan Air Minum

2.2. Diagram Alir Pengolahan Air Bersih (Flow Chart)

PDAM biasanya melakukan pengolahan secara fisika dan kimiawi dalam proses
penyediaan air bersih. Secara umum, terdapat tiga bagian penting dalam sistem
pengolahannya (Karnia, 2009).
2.1.1 Intake
Bangunan intake berfungsi sebagai bangunan pertama untuk masuknya air dari
sumber air. Pada umumnya, sumber air untuk pengolahan air bersih, diambil dari
sungai. Pada bangunan intake terdapat bar screen yang berfungsi untuk menyaring
benda-benda yang ikut tergenang dalam air. Selanjutnya, air akan masuk ke dalam
sebuah bak yang nantinya akan dipompa ke bangunan selanjutnya, yaitu Water
Treatment Plant (WTP).
2.1.2 Water Treatment Plant
Water Treatment Plant (WTP) adalah bangunan utama pengolahan air bersih.
Biasanya bagunan ini terdiri dari empat bagian, yaitu: bak koagulasi, bak
flokulasi, bak sedimentasi, dan bak filtrasi.
a. Koagulasi
Dari bangunan intake, air akan dipompa ke bak koagulasi. Pada proses
koagulasi dilakukan proses destabilisasi partikel koloid, karena pada
dasarnya air sungai atau air-air kotor biasanya berbentuk koloid dengan
berbagai partikel koloid yang terkandung di dalamnya. Destabilisasi partikel
koloid ini bisa dengan penambahan bahan kimia berupa tawas, ataupun
dilakukan secara fisik dengan rapid mixing (pengadukan cepat), hidrolis
(terjunan atau hydrolic jump), maupun secara mekanis (menggunakan batang
pengaduk). Biasanya pada WTP dilakukan dengan cara hidrolis berupa
hydrolic jump. Lamanya proses adalah 30-90 detik.
b. Flokulasi
Setelah dari unit koagulasi, selanjutnya air akan masuk ke dalam unit
flokulasi. Unit ini ditujukan untuk membentuk dan memperbesar flok.
Teknisnya adalah dengan dilakukan pengadukan lambat (slow mixing).
c. Sedimentasi
Setelah melewati proses destabilisasi partikel koloid melalui unit koagulasi
dan unit flokulasi, selanjutnya perjalanan air akan masuk ke dalam unit
sedimentasi. Unit ini berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel koloid
yang sudah didestabilisasi oleh unit sebelumnya. Unit ini menggunakan
prinsip berat jenis. Berat jenis partikel koloid (biasanya berupa lumpur)
akan lebih besar daripada berat jenis air. Dalam bak sedimentasi, akan
terpisah antara air dan lumpur.
d. Filtrasi
Setelah proses sedimentasi, proses selanjutnya adalah filtrasi, dilakukan
secara gravitasi. Unit filtrasi ini, sesuai dengan namanya, adalah untuk
menyaring dengan media berbutir. Media berbutir ini biasanya terdiri dari
antrasit, pasir silica, dan kerikil silica dengan ketebalan berbeda. Untuk
proses tambahan, dilakukan disinfeksi berupa penambahan chlor, ozonisasi,
UV, pemabasan, dan lain-lain sebelum masuk ke bangunan selanjutnya, yaitu
reservoir.
Gambar 2.2 Ilustrasi proses pengolahan air (Karnia, 2009)

2.1.3 Reservoir setelah dari WTP dan berupa clear water, sebelum didistribusikan, air
masuk ke dalam reservoir. Reservoir ini berfungsi sebagai tempat penampungan
sementara air bersih sebelum diteruskan melalui p i p a distribusi. Untuk
menghemat biaya pembangunan, biasanya Intake, WTP, dan Reservoir dibangun
dalam satu kawasan dengan ketinggian yang cukup tinggi, sehingga tidak
diperlukan pumping station dengan kapasitas pompa dorong yang besar untuk
menyalurkan air dari WTP ke reservoir. Dari reservoir air bersih siap untuk
didistribusikan melalui pipa-pipa dengan berbagai ukuran ke tiap daerah
distribusi.
2.3. Profil Hidrolis
Profil hidrolis merupakan titik letak penanaman pipa air limbah yang akan
dipasang pada jalan. Dengan adanya profl hidrolis, dapat diketahui kedalaman
penanaman yang harus di gali pada saat konstruksi dan peletakan serta kebutuhan
bangunan pelengkap.
Profil Hidrolis adalah gambaran yang merupakan faktor penting dalam
proses pengaliran air pada instalasi. Proses pengaliran air ini tergantung terhadap
head loss yang dimiliki dalam tinggi kolom air yang tersedia bagi pengaliran.
Menurut SNI, profil hidrolis menggambarkan elevasi muka air pada setiap unit
pengolahan ketika kinerja unit sedang beroperasi. Sehingga, profil hidrolis sangat
tergantung pada nilai head loss atau kehilangan energi yang didapatkan.
Dibawah ini merupakan nilai head loss yang didapatkan berdasarkan data
yang dimiliki untuk setiap unit dan struktur influent serta effluent.

Gambar 2.3. Profil Hidrolis Instalasi


Sumber: Perancangan Penulis, 2015

2.4. Jenis-Jenis Intake Sesuai Air Baku yang Digunakan


Intake atau bangunan penangkap air adalah bangunan penyadap air atau alat
yang berfungsi untuk mengambil air dari sumbernya. Pada dasarnya intake dilengkapi
dengan kisi-kisi atau saringan dimana air baku masih dapat melewatinya. Fungsi dari
bangunan penangkap air adalah untuk menampung air sementara sebelum dialirkan
melalui pipa transmisi. Hal ini untuk menjamin kuantitas air bersih sesuai dengan
kebutuhan kota.
Sekarang ini telah banyak jenis-jenis intake atau bangunan pengambilan air ini, intake
sungai antara lain adalah tower, crib, shome dan pipe/condult
a. Intake Tower
Lokasi diusahakan sedekat mungkin dengan tepian air minum yang
ditempatkan dengan kedalaman air minum 10 ft (3 m), kecuali intake yang
berukuran kecil. Bentuk dan Ukuran. Bagian puncak tower minimum harus dapat
mencapai ketinggian 5 ft (1,5 m) diatas permukaan air tertinggi. Jembatan
penghubung juga harus memiliki ketinggian yang sama. Diameter tower harus
cukup besar untuk meletakkan dan memperbaiki pintu intake juga pompa.
Struktur. Material yang digunakan untuk membangun tower harus kuat dan tahan
lama, seperti rainforced concrete dan harus dibangun diatas pondasi yang kokoh
sehingga dapat bertahan walaupun terjadi bencana banjir.
b. Shore Intake
Lokasi shore intake harus ditempatkan dengan ketinggian air minimal 6 ft atau
1,8m. Tipe. Shore intake tipikal. Tipe Sumur siphon, tersuspensi, terapung,
tergantung situasi daerahnya. Intake Bay. Intake bay harus dapat dilewati
aliran dengan kecepatan maksimal 15fps (0,45m/s). Jika terdapat sampah
ataupun es dalam jumlah yang besar, kecepatan harus diturunkan sampai dibawah
1 fps (0,3 m/s).
c. Intake Crib
Lokasi. Lebih dari 10 ft (3 m) dari permukaan dan terletak dilokasi dimana intake
crib tidak akan terbenam oleh sedimen yang terbentuk, terbawa aliran sungai.
Struktur. Terletak pada area dimana ketinggian air lebih dari 10 ft, puncak intake
harus berada 3 ft (1 m) dari dasar. Jika ketinggian air kurang dari 10 ft, crib
harus diletakkan dibawah dasar sungai sejauh 1–3 ft (0,3–1 m). Semua sisi
harus dilindungi dengan tembok batu ataupun lempengan beton. Kecepatan
maksimal aliran yang lewat adalah 0,25–0,5 fps (0,08–0,15 menit per detik).
d. Intake Pipe/Condult
Ukuran. Dalam upaya mencegah akumulasi sedimen, dengan ukuran
pipa/condult haruslah memadai agar dapat dilewati air dengan kecepatan
maksimum aliran 3– 4 ft (0,09–1,2 m/s). Perlindungan. Jika pipa harus
menyebrangi sungai ataupun danau untuk menuju shaft, puncak harus
dilindungi. Kadang-kadang pecahan batu harus diletakkan diatas selokan
penghubung sebagai pelindung. Kemiringan. Untuk menghindari terjebaknya
udara dalam saluran pipa, maka harus diletakkan dalam kondisi miring
(Kementrian PUPR)
2.5.Prasedimentasi

Prasedimentasi merupakan salah satu unit pada bangunan pengolahan air


minum yang umumnya digunakan sebagai pengolahan pendahuluan. Bentuk unit
prasedimentasi yang umum digunakan adalah rectangular dan circular serta terdiri dari
empat zona, yaitu zona inlet, zona pengendapan, outlet, dan zona lumpur. Keempat
zona ini akan mempengaruhi proses pengendapan yang terjadi di zona
pengendapan. Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana desain keempat zona
tersebut. Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi proses pengendapan adalah
overflow rate, vhorizontal (vh), bilangan Reynold partikel, serta karakteristik aliran.
Karakteristik aliran diketahui dari nilai Bilangan Reynolds dan Froude. Namun,
kedua bilangan tersebut tidak dapat dipenuhi keduanya, sehingga perlu ditetapkan
suatu acuan (Yulianti, 2012)
Air baku yang tersedia di alam berasal dari air permukaan, air tanah, dan air
laut. Salah satu jenis air permukaan yang banyak digunakan di Indonesia adalah
air sungai karena di Indonesia banyak terdapat sungai besar yang dapat digunakan
sebagai sumber air baku untuk air minum. Namun, keadaan sungai yang fluktuatif
menyebabkan air baku yang berasal dari air sungai terkadang memiliki konsentrasi
suspended solid (SS) yang tinggi. Konsentrasi SS yang tinggi tersebut dapat
membebani unit-unit pada bangunan pengolahan air minum, sehingga diperlukan
sebuah unit sebagai pengolahan pendahuluan agar tidak membebani unit
selanjutnya. Pengolahan pendahuluan umumnya dilakukan dengan menggunakan
unit prasedimentasi. Unit prasedimentasi merupakan unit dimana terjadi proses
pengendapan partikel diskret. Partikel diskret adalah partikel yang tidak mengalami
perubahan bentuk, ukuran, maupun berat pada saat mengendap. Pengendapan dapat
berlangsung dengan efisien apabila syarat-syaratnya terpenuhi. Efisiensi
pengendapan tergantung pada karakteristik aliran, sehingga perlu diketahui
karakteristik aliran pada unit tersebut. Karakteristik aliran dapat diperkirakan
dengan bilangan Reynolds dan bilangan Froude (Kamawura, 2000).
Prasedimentasi merupakan proses pengendapan grit secara gravitasi
sederhana tanpa adanya penambahan zat kimia koagulan apapun. Kegunaannya
adalah untuk melindungi peralatan mekanis bergerak, salah satunya adalah aerasi.
Multiple tray aerator merupakan reaktor yang biasa digunakan sebagai salah satu
proses aerasi, karena tidak memakan biaya yang banyak dan desainnya yang
sederhana sehingga masyarakat dapat mengoperasikannya.
Dalam pengoperasiannya, terjadi pemisahan yang mana sebagian zat
tersuspensi akan menjadi lumpur dan sebagian lagi menjadi fluida. Unit
prasedimentasi dibagi menjadi empat zone, yaitu:
1. Inlet Zone, sebagai tempat untuk memperkecil pengaruh transisi aliran dari
influen ke aliran steady yang terjadi di settling zone. Fungsi dari inlet zone ini
agar proses settling yang terjadi di settling zone tidak terganggu.
2. Settling Zone, sebagai tempat terjadinya pengendapan partikel diskrit sehingga
terpisah dari air baku.
3. Sludge Zone, tempat penampungan sementara dari material yang diendapkan di
settling zone.
4. Outlet Zone, sebagai tempat memperkecil pengaruh transisi aliran dari settling
zone ke area efluen.
Bentuk bak prasedimentasi yaitu persegi panjang yang dibangun dalam
bentuk bangunan tunggal dengan dua bak terpisah. Bak persegi panjang memiliki
kinerja lebih baik daripada yang berbentuk bujur sangkar. Karena memiliki
kemampuan untuk meredam terjadinya pusaran air yang akan menurunkan efisiensi
pengendapan. Perbandingan panjang dan lebar yang dianjurkan adalah 4:1.

2.6. Koagulasi dan Flokulasi


Koagulasi yaitu proses pencampuran koagulan (bahan kimia) atau pengendap
ke dalam air baku dengan kecepatan perputaran yang tinggi dalam waktu yang
singkat. Koagulan adalah bahan kimia yang dibutuhkan pada air baku untuk membantu
proses pengendapan partikel-partikel kecil yang tidak dapat mengendap secara
gravimetri.
Koagulasi merupakan proses pengolahan air dimana zat padat melayang
ukuran sangat kecil dan koloid digabungkan dan membentuk flok-flok dengan cara
penambahan zat kimia (misalnya PAC dan Tawas). Dari proses ini diharapkan flok-
flok yang dihasilkan dapat di saring (Susanto, 2008).
Tujuan dari koagulasi adalah mengubah partikel padatan dalam air baku
yang tidak bisa mengendap menjadi mudah mengendap. Hal ini karena adanya
proses pencampuran koagulan kedalam air baku sehingga menyebabkan partikel
padatan yang mempunyai padatan ringan dan ukurannya kecil menjadi lebih berat
dan ukurannya besar (flok) yang mudah mengendap (Susanto, 2008).
Proses Koagulasi dapat dilakukan melalui tahap pengadukan antara koagulan
dengan air baku dan netralisai muatan. Prinsip dari koagulasi yaitu di dalam air
baku terdapat partikel-partikel padatan yang sebagian besar bermuatan listrik negatif.
Partikel- partikel ini cenderung untuk saling tolak-menolak satu sama lainnya
sehingga tetap setabil dalam bentuk tersuspensi atau koloid dalam air. Netralisasi
muatan negatif partikelpartikel padatan dilakukan dengan pembubuhan koagulan
bermuatan positif ke dalam air diikuti dengan pengadukan secara cepat (Susanto,
2008).
Fokulasi adalah penyisihan kekeruhan air dengan cara pengumpulan partikel
kecil menjadi partikel yang lebih besar. Gaya antar molekul yang diperoleh dari
agitasi meruakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap laju terbentuknya
partikel flok. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhailan proses
flokulasi adalah pengadukan secara lambat, keadaan ini memberi kesempatan
partikel melakukan kontak atau hubungan agar membentuk penggabungan
(agglomeration). Pengadukan lambat ini dilakukan secara hati-hati karena flok-
flok yang besar akan mudah pecah melalui pengadukan dengan kecepatan
tinggi (Susanto, 2008). Proses koagulasi-flokulasi berlangsung dalam dua tahap
yaitu :
a. Proses pengadukan cepat Proses pengadukan cepat dimaksudkan untuk
meratakan campuran antara koagulan dengan air buangan sehingga diperoleh
suatu kondisi campuran yang homogen. Molekul-molekul serta partikel-
partikel yang bermuatan negatif dalam air seperti koloid akan terlihat oleh
molekulmolekul serta ion-ion yang bermuatan positif dari koagulan. Dalam
proses pengadukan cepat diperlukan tenaga yang kuat dan waktu pengadukan
yang cepat karena hidrolisa koagulasi terjadi sangat cepat dan destabilisasi
partikel dalam waktu yang cepat. Waktu yang diperlukan untuk pengadukan
cepat antara 1-5 menit, sedangkan gradien kecepatan > 300 det-1 (AWWA, 1964
dalam Elykurniati, 2010).
b. Proses pengadukan lambat Proses pengadukan lambat bertujuan untuk
mendapatkan partikelpartikel flokulan yang lebih besar dan lebih berat sehingga
dapat mempercepat proses pengendapan. Waktu yang diperlukan untuk
pengadukan lambat antara 10-30 menit, sedangkan gradien kecepatan 5- 100 det-
1 (AWWA, 1964 dalam Elykurniati, 2010).
Dalam pengolahan air, untuk mencapai proses koagulasi-flokulasi yang
optimum diperlukan pengaturan semua kondisi yang saling berkaitan dan
mempengaruhi proses tersebut. Koodisi-kondisi yang mempengaruhi antara lain
adalah :
1) Pengaruh pH Suatu proses koagulasi dapat berlangsung secara sempurna jika pH
yang digunakan pada jarak tertentu sesuai dengan pH optimum koagulan dan
flokulan yang digunakan (Susanto, 2008).
2) Pengaruh Suhu/Temperatur Proses koagulasi dapat berkurang pada suhu rendah
karena peningkatan viskositas dan perubahan setruktur agregat menjadi lebih kecil
sehingga dapat lolos dari saringan, sedangkan pada suhu tinggi yang mempunyai
kerapatan lebih kecil akan mengalir ke dasar kolam dan merusak timbunan lumpur
(Susanto, 2008).
3) Konsetrasi Koagulan Konsentrasi koagulan sangat perpengaruh terhadap
tumbukan partikel, sehingga penambahan koagulan harus sesuai dengan
kebutuhan untuk membentuk flok-flok. Jika konsentrasi koagulan kurang
megakibatkan tumbukan antar partikel berkurang sehingga
mempersulit pembentukan flok. Begitu juga sebaliknya jika konsentrasi
koagulan terlalu banyak maka flok tidak terbentuk dengan baik dan dapat
menimbulkan kekeruhan kembali (Susanto, 2008)
4) Pengadukan Pengadukan yang baik diperlukan untuk memperoleh koagulasi
dan flokulasi yang optimum. Pengadukan terlalu lamban mengakibatkan
waktu pertumbuhan flok menjadi lama, sedangkan jika terlalu cepat
mengakibatkan flok- flok yang terbentuk menjadi pecah kembali (Susanto,
2008)

2.7.Sedimentasi
Sedimentasi merupakan proses ini menggunakan prinsip berat jenis, yang
bertujuan untuk mengendapkan partikel-partikel koloid yang sudah didestabilisasi
oleh proses sebelumnya yaitu flokulasi. Pada masa kini proses koagulasi, flokulasi
dan sedimentasi dalam suatu Waste Treatment Plant (WTP) ada yang dibuat
tergabung menjadi sebuah proses yang disebut aselator.
Sedimentasi adalah pemisahan padatan dan cairan dengan menggunakan
pengendapan secara gravitasi untuk memisahkan partikel tersuspensi yang terdapat
dalam cairan tersebut. Proses ini sangat umum digunakan pada instalasi pengolahan
air minum. Aplikasi utama dari sedimentasi pada instalasi pengolahan air minum
adalah:
1. Pengendapan awal dari air permukaan sebelum pengolahan oleh unit saringan
pasir cepat.
2. Pengendapan air yang telah melalui proses prasedimentasi sebelum memasuki
unit saringan cepat.
3. Pengendapan air yang telah melalui proses penyemprotan desinfektan pada
instalasi yang menggunakan pipa dosing oleh alum, soda, Nacl, dan chlorine.
4. Pengendapan air pada instalasi pemisahan besi dan mangan.
Pengendapan yang terjadi pada bak sedimentasi dibagi menjadi empat kelas.
Pembagian ini didasarkan pada konsentrasi dari partikel dan kemampuan dari
partikel tersebut untuk berinteraksi. Keempat kelas itu adalah:
a. Pengendapan Tipe I (Free Settling)
b. Pengendapan Tipe II (Flocculent Settling)
c. Pengendapan Tipe III (Zone/Hindered Settling)
d. Pengendapan Tipe IV (Compression Settling

2.8. Desinfeksi
Disinfeksi adalah suatu proses yang bertujuan untuk mendestruksi sebagian
besar mikroorganisme yang bersifat patogenik pada suatu instrumen dengan
menggunakan cara fisik (pemanasan) maupun cara kimiawi (penambahan bahan
kimia). Instrumen yang digunakanuntuk proses disinfeksi adalah desinfektan.
Desinfektan dapat didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang
digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti
bakteri dan virus, dan juga untuk membunuh atau mengurangijumlah
mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. (Azhar, 2012).
Klorinasi merupakan proses pemberian klorin kedalam air yang telah
menjalani proses filtrasi dan merupakan langkah yang maju dalam proses
penjernihan air. (Sofia, 2015). Desinfektan yang umum digunakan adalah senyawa
yang mengandung klorin karena stabil dan ekonomis. Klorin bertujuan untuk
membunuh bakteri yang masuk selama pendistribusian air minum kepada masyarakat.
Jika klorin dalam sistem distribusi air terlalu rendah, bakteri dapat berkembang
dalam air dan mengakibatkan waterborne diseasespada masyarakat. Kadar klorin
yang terlalu tinggi akan menyebabkan bau kaporit yang tajam dan membahayakan
kesehatan manusia jika terkonsumsi. Salah satu efek samping dari proses klorinasi
adalah Trihalomethane (THM) yaitu produk sisa klorinasi yang bersifat karsinogenik
(Afrianita, 2016).

BAB III
GAMBARAN UMUM DAERAH PELAYANAN

3.1 Gambaran Umum Wilayah


Batui adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah,
Indonesia. Kecamatan ini berjarak sekitar 55 kilometer ke arah barat dari ibu kota
kabupaten Banggai, Luwuk. Pusat pemerintahannya berada di desa Batui.
Luas wilayah yaitu 243,69 km2. Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri
tahun 2020 memiliki jumlah penduduk sebanyak 19.486 jiwa
Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kecamatan Simpang Raya dan Bunta
Sebelah Timur : Kecamatan Kintom
Sebelah Selatan : Kecamatan Selat Peling
Sebelah Barat : Kecamatan Batui Selatan

Desa/kelurahan sebagai berikut :


1. Kayowa
2. Nonong
3. Sisipan
4. Ondo-Ondolu
5. Ondo-Ondalu
6. Tolando
7. Batui
8. Bugis
9. Balantang
10. Lamo
11. Honbola
12. Uso
13. Bakung

3.2 Gambaran Lokasi

Peta Administrasi Kabupaten Banggai, Sulawesi Selatan


Peta Administrasi Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai, Sulawesi Selatan

Jumlah penduduk menurut desa/kelurahan di Kecamatan Batui tahun 2016-2020

Desa/Kelurahan 2016 2017 2018 2019 2020


Kayowa 819 831 843 855 926
Nonong 1845 1874 1904 1933 2228
Sisipan 1969 1999 2029 2059 2579
Ondo-Ondolu 758 769 781 793 826
Ondo-Ondalu 1157 1175 1194 1212 1163
Tolando 2128 2161 2194 2226 2367
Batui 613 621 629 637 688
Bugis 447 453 460 467 564
Balantang 1444 1466 1489 1512 1645
Lamo 1843 1871 1900 1928 2178
Honbola 953 967 982 996 965
Uso 1125 1142 1159 1175 1925
Bakung 1280 1299 1319 1338 1432
JUMLAH 16381 16628 16883 17131 19486
Sumber : BPS Kabupaten Banggai - Kecamatan Batui dalam angka 2021
Jumlah sekolah menurut desa/kelurahan di Kecamatan Batui tahun 2020

SMP/ SMA/ Perguruan


Desa/Kelurahan SD / sederajat
sederajat sederajat Tinggi
Kayowa 1 0 0 0
Nonong 2 1 0 0
Sisipan 2 0 1 0
Ondo-Ondolu 2 1 0 0
Ondo-Ondalu 3 1 0 0
Tolando 2 1 0 0
Batui 1 0 0 0
Bugis 0 0 0 0
Balantang 1 1 2 0
Lamo 2 1 0 0
Honbola 1 0 0 0
Uso 2 0 0 0
Bakung 2 1 0 0
JUMLAH 21 7 3 0
Sumber : BPS Kabupaten Banggai - Kecamatan Batui dalam angka 2021
Jumlah sarana kesehatan menurut desa/kelurahan di Kecamatan Batui tahun 2020
Desa/Kelurahan Rumah Sakit Poliklinik Puskesmas Apotek
Kayowa 0 0 0 0
Nonong 0 0 0 0
Sisipan 0 0 0 0
Ondo-Ondolu 0 0 0 0
Ondo-Ondalu 0 0 0 0
Tolando 0 0 1 1
Batui 0 0 0 0
Bugis 0 0 0 0
Balantang 0 0 0 0
Lamo 0 0 0 0
Honbola 0 0 0 0
Uso 0 0 0 0
Bakung 0 0 0 1
JUMLAH 0 0 1 2
Sumber : BPS Kabupaten Banggai - Kecamatan Batui dalam angka 2021

Jumlah sarana dan prasarana ekonomi menurut desa/kelurahan di Kecamatan Batui tahun
2020
Pertokoan/ Restoran / Hotel /
Desa/Kelurahan Pasar
Swalayan rumah makan Losmen
Kayowa 0 0 4 0
Nonong 0 0 0 0
Sisipan 4 0 3 0
Ondo-Ondolu 0 0 1 0
Ondo-Ondalu 0 0 1 0
Tolando 36 0 6 0
Batui 19 0 6 2
Bugis 12 0 0 0
Balantang 7 1 9 0
Lamo 0 0 0 0
Honbola 9 0 1 0
Uso 11 0 3 0
Bakung 1 0 0 0
JUMLAH 99 1 34 2
Sumber : BPS Kabupaten Banggai - Kecamatan Batui dalam angka 2021
BAB IV
PROYEKSI PENDUDUK DAN KEBUTUHAN AIR

4.1. Proyeksi Penduduk dan Kebutuhan Air


Perhitungan proyeksi penduduk :
A. Metode Aritmatik
Rumus metode Aritmatik yaitu : Pn = Po + r (dn)
B. Metode Geometrik
Rumus metode geometrik yaitu : Pn = Po ( 1 + r )dn
Perhitungan Proyeksi Penduduk sampai tahun 2030 adalah sebagai berikut :
Proyeksi jumlah
Jumlah Proyeksi jumlah penduduk
penduduk Metode Proyeksi Rata-Rata
Penduduk Metode Geometrik
Kelurahan Aritmatik 2030
Tahun 2020 P2030 = P2020 (1+ 0,0126)2030-2020
P2030 = P2020 + 0,0126(2030-2020) (Jiwa)
(Jiwa) (Jiwa)
(Jiwa)
Kayowa 926 1050 926 988
Nonong 2228 2525 2228 2377
Sisipan 2579 2923 2579 2751
Ondo-Ondolu 826 936 826 881
Ondo-Ondalu 1163 1318 1163 1241
Tolando 2367 2683 2367 2525
Batui 688 780 688 734
Bugis 564 639 564 602
Balantang 1645 1864 1645 1755
Lamo 2178 2469 2178 2323
Honbola 965 1094 965 1029
Uso 1925 2182 1925 2053
Bakung 1432 1623 1432 1528
JUMLAH 19486 22085 19488 20786
Angka pertumbuhan rata-rata penduduk dari tahun 2016 – 2020 sebesar 1,26 % atau 0,0126 (BPS Kecamatan Batui 2021)
Jumlah Kebutuhan Air Berdasarkan Penduduk (Puslitbang PU, 1996)
Kebutuhan
Rumah Kebutuhan Umum
Jumlah Proyeksi Kebutuhan Total
Tangga (SR) (SU) Kehilangan Air TOTAL
Penduduk Rata-Rata (Kebutuhan Rumah
Kelurahan (Kota Sedang (Kota Sedang - 30 (20% x Kebutuhan KEBUTUHAN AIR
Tahun 2020 2030 Tangga + Kebutuhan
- 150 lt/org/hari) Total) (lt/hari) BERSIH (lt/hari)
(Jiwa) (Jiwa) Umum) (lt/hari)
lt/org/hari) Qr = Pn x q
Qr = Pn x q
Kayowa 926 988 148,200 29,640 177,840 35,568 213,408
Nonong 2228 2377 356,550 71,310 427,860 85,572 513,432
Sisipan 2579 2751 412,650 82,530 495,180 99,036 594,216
Ondo-Ondolu 826 881 132,150 26,430 158,580 31,716 190,296
Ondo-Ondalu 1163 1241 186,150 37,230 223,380 44,676 268,056
Tolando 2367 2525 378,750 75,750 454,500 90,900 545,400
Batui 688 734 110,100 22,020 132,120 26,424 158,544
Bugis 564 602 90,300 18,060 108,360 21,672 130,032
Balantang 1645 1755 263,250 52,650 315,900 63,180 379,080
Lamo 2178 2323 348,450 69,690 418,140 83,628 501,768
Honbola 965 1029 154,350 30,870 185,220 37,044 222,264
Uso 1925 2053 307,950 61,590 369,540 73,908 443,448
Bakung 1432 1528 229,200 45,840 275,040 55,008 330,048
JUMLAH 19486 20786 3,118,050 623,610 3,741,660 748,332 4,489,992
4.2. Diagram Alir Dan Preliminary Sizing
4.2.1 Gambar Diagram Alir

Gambar Pengolahan Unit Air Bersih

Gambar diatas merupakan diagram alir proses pengolahan yang digunakan merupakan
unit proses secara konvensional yang umum digunakan dalam pengolahan air minum
yang menggunakan air baku dari sungai. Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Minum
(IPAM) di Kecamatan Tulangan dengan data karakteristik air yang didapat memiliki
tingkat kekeruhan sebesar 170 NTU dan kandungan zat organic sebesar 70 mg / L. Hal
tersebut bila dilihat telah melampaui baku mutu yang telah diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan no. 492 / menkes/IV/2010 yaitu nilai kekeruhan 5 NTU dan zat
organic 10 mg/L.

4.2.2 Gambar Diagram Alir


4.4.2 Preliminary Sizing Unit Pengolahan
Pada perencanaan unit pengolahan air minum terlebih dahulu dilakukan preliminary
sizing (perencanaan tahap awal) tiap unit pengolahan yang bertujuan untuk menentukan
dimensi kasar dari unit pengolahan yang akan digunakan dengan memperhatikan
kesesuaian terhadap luasan lahan yang akan digunakan untuk lokasi IPAM. Berikut
merupakan perhitungan awal dari unit – unit pengolahan pada IPAM :
a. Bangunan Intake
Bangunan intake direncanakan berbentuk persegi dengan data sebagai berikut :
1. Debit air (Q) (2030) = 4,489,992 lt/hari = 51,97 lt/detik = 0,05197 m3/detik
2. Waktu detensi (td) = 10 menit
= 600 detik
3. Kedalaman Sumur (H) = 10 meter
4. Tebal dinding = 0,3 meter
Luas penampang bak (A) = Volume : H
= (Q x td) : H
= (0,05197 m3/detik x 600 detik) : 10 m
= 3,12 m2
Bangunan intake memiliki bentuk persegi panjang dengan luas sebesar 3,12 m 2
sehingga dapat diketahui panjang dan lebar dengan nilai yang sama yaitu masing –
masing 1,77 meter. Dimana dengan ketebalan dinding bangunan 0,3 m maka
kebutuhan luas lahan sebesar 3,12 m2 dengan kedalaman sumur 10 meter.

b. Bangunan Pra-sedimentasi
Bangunan Prasedimentasi direncanakan berbentuk persegi panjang sebanyak 2
bak dengan data sebagai berikut :
1. Debit air (Q) = 51,97 lt/detik = 0,05197 m3/detik
2. Waktu detensi (td) = 1 jam = 3600 detik
3. Kedalaman = 2 meter
4. Dimensi bak Panjang : Lebar = 2 : 1

 Q tiap bak ¿ ¿ {0,05197 ¿ 3 /detik }{2 } = 0,026 m3 / detik

 Luas Penampang Bak (A) = ¿ {V }{ H } = ¿ {Q ¿ ¿ }{H } =


¿ {0,026 ¿ ¿ }{2 } = 46,77 m2

 A=PXL

46,77 = 2L x L
L = 4,8 m
P = 2 L = 9,6 m
Jadi bangunan pra-sedimentasi sebanyak 2 bak memiliki luas lahan total sebesar
46,77 m2. Dimensi tiap bak memiliki bentuk persegi panjang dengan ukuran
panjang dan lebar masing – masing bak yaitu 4,8 meter dan 9,6 meter serta
kedalaman 2 meter.

c. Bangunan Koagulasi
Bangunan koagulasi direncanakan berbentuk persegi sebanyak 1 unit dengan data
sebagai berikut :
1. Debit air (Q) = 51,97 lt/detik = 0,05197 m3/detik
2. Periode Pengadukan (td) = 60 detik
Volume (V) = Q x td
= 0,05197 m3/detik x 60 detik = 3,12 m3

Unit koagulasi berbentuk persegi dan rasio kedalaman antara kedalaman dan lebar
adalah 1,25 sehingga perbandingan ukuran dimensi yaitu P x L x H = 2 : 1 : 1,25
Volume (V) = P x L x H
= L x L x 1,25 L
3,12 = 1,25 L3
L = 1,36 m
P = 1,36 m
H = 1,7 m

d. Bangunan Flokulasi
Bangunan flokulasi direncanakan sebanyak 1 unit dengan dengan jenis flokulator
jenis baffle channel yang dibagi dalam 3 kompartemen, perhitungan dimensi
bangunan sebagai berikut :
1. Kompartemen I : G = 60 dt-1
td = 10 menit = 600 detik
2. Kompartemen II : G = 40 dt-1
td = 10 menit = 600 detik
3. Kompartemen III : G = 20 dt-1
td = 10 menit = 600 detik
4. Kedalaman (H) = 2 m
5. Debit air (Q) = 51,97 lt/detik = 0,05197 m3/detik

Perhitungan :
 td total = td komp.I + td komp.II + td komp.III
= 600 dt + 600 dt + 600 dt = 1800 dt

 Volume total bak = Q x td total


= 0,05197 m3/detik x 1800 dt
= 93,55 m3

 Luas Penampang Total = ¿ {V ¿ ¿ }{H } = 93,55 / 2 = 46,77 m2

 Dimensi bak (Perbandingan P : L = 1 : 2)


2P2 = 46,77
2P = 6,84
P = 3,42 m
L = 2P = 6,84 m

Jadi bangunan flokulasi memiliki luas lahan total sebesar 93,55 m3 dengan 3
kompartemen flokulator dimana masing – masing bak mempunyai panjang 3,42 m
; lebar 6,84 m dan kedalaman 2 m.

e. Bangunan Sedimentasi
Bangunan sedimentasi direncanakan sebanyak 2 unit dengan data sebagai berikut :
1. Debit air (Q) = 51,97 lt/detik = 0,05197 m3/detik
2. Waktu detensi (td) = 1 jam = 3600 detik
3. Tinggi sumur = 2 meter

Perhitungan :
 Q tiap bak = ¿ {0,05197 ¿ ¿ {2} = 0,026 m3 / detik

 Luas penampang bak (A) = ¿ {V }{ H } = ¿ {Q ¿ ¿ }{H } = ¿ {0,026 ¿ ¿ }{2 } =


46,77 m2

 A = Panjang x Lebar
46,77 m2 = 2 L x L
L = √46,77 / 2
L = 4,84 m
P = 2 L = 9,68 m
Jadi bangunan sedimentasi sebanyak 2 bak memiliki luas lahan total sebesar 46,77
m2. Dimensi tiap bak memiliki bentuk persegi panjang dengan ukuran Panjang
dan lebar masing – masing bak yaitu 4,84 m dan 9,68 m serta kedalaman 2 m.

f. Bangunan Filtrasi
Bangunan filtrasi direncanakan dengan data sebagai berikut :
Debit air (Q) = 51,97 lt/detik = 0,05197 m3/detik
Jumlah unit filter
N = 12 x Q0,5
N = 12 x √0,05197
N = 2,74 ~ 6 unit

Asumsi Vf = 8 m / jam = 2,22 x 10-3 m/detik (SNI 6774 – 2008).


 Q per unit = 0,05197 / 6 = 0,0087 m3/detik
 A = Q per unit / Vf

A = ¿ {0,0087 }{0,0022 } = 3,95 m2

A = Panjang x Lebar

3,95 = 2L x L

L = √3,95 / 2
L = 1, 4 m
P = 2 L = 2,8 m

g. Bangunan Desinfeksi
Bangunan desinfeksi direncanakan dengan data sebagai berikut :
1. Waktu kontak (t) = 900 detik
2. Kedalaman bak (H) = 3 meter
3. Debit air (Q) = 51,97 lt/detik = 0,05197 m3/detik
Perhitungan :
 A = ¿ {Q ¿ ¿ }{H } = ¿ {0,05197 ¿ ¿ }{3 } = 15,59 m2

 Dimensi Bak
A=PxLxH

15,59 = 2L2 x 3
2,6 = L2
L = 1,6 m
P = 2 L = 2 x 1,6 = 3,2 m

BAB V
UNIT INTAKE

5.1. Unit Intake

Unit Intake adalah konstruksi yang dibangun di sumber air baku (danau,
sungai, kolam, dll) untuk mengambil sejumlah air yang direncanakan. Dalam perencanaan
lokasi intake ada beberapa factor serta kriteria yang harus dipertimbangkan agar intae
berfungsi secara efektif. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam peletakan intake,
sebagai berikut :
a. Ketinggian tanah berhubungan dengan sistem pengaliran air baku;
b. Sedekat mungkin dengan daerah pelayanan;
c. Dibangun pada tempat yang aman, arus aliran tidak terlalu besar, dan pada daerah
sungai yang landai dan lurus;
d. Tanah di sekitar intake harus stabil;
e. Mempertimbangkan peningkatan debit di masa mendatang; posisi inlet harus benar-
benar tepat dimana titik penyadapan dapat optimum;
f. Jauh dari sumber kontaminan; dan dilengkapi dengan screening.
g. Intake harus kedap air sehingga tidak terjadi kebocoran
h. Intake harus didesain untuk menghadapi keadaan darurat
i. Aspek belokan sungai : bagian sungai harus merupakan pilihan terbaik
Bangunan intake yang berfungsi sebagai penyadap atau penangkap air baku
yang berasal dari sumbernya, dalam hal ini adalah sungai. Bangunan intak memiliki tipe
yang bermacam – macam, diantaranya adalah :
1. Direct Intake : Intake jenis ini mungkin dibangun jika sumber air memiliki
kedalaman yang besar seperti sungai dan danau, dan apabila tanggul tahan
terhadap erosi dan sedimentasi. Tipe ini digunakan untuk sumber air baku dengan
kedalaman yang cukup tinggi.
2. Indirect Intake :
a. River intake merupakan intake untuk menyadap air baku yang berasal dari
sungai atau danau. Tipe ini biasanya dilengkapi dengan screen dan bak
penampung dengan pintu air. River intake dapat diterapkan pada sungai
relatif dangkal dengan memodifikasi bangunan penampungnya.
b. Canal Intake : igunakan untuk air yang berasal dari kananl. Dinding chamber
sebagian terbuka kea rah kanal dang dilengkapi dengan pipa pengolahan
selanjutnya.
c. Reservoir Intake : digunakan untuk air yang berasal dari DAM dan dengan
udah menggunakan menara intak. Menara intake dengan DAM dibuat terpisah
dan diletakkan dibagian hulu. Untuk mengatasi fluktuasi level muka air maka
inet dengan beberapa level diletakkan pada Menara Pada bangunan intake
terdiri dari bebrapa komponen, yaitu :
1. Bangunan sadap, berfungsi untuk mengefektifkan air masuk menuju sumpur
pengumpul.
2. Sumur pengumpul (Sump well)
3. Screen
Jenis screen dibagi menjadi dua tipe berdasarkan perbedaan bukaan atau jarak
antar bar, yaitu :
a. Saringan kasar (coarse screen), digunakan untuk menjaga alat-alat dan
biasanya digunakan pada pengolahan pertama. Tipenya secara umum adalah
bar rack (bar screen), coarse weir, screen, dan kominutor.
b. Saringan halus (fine screen) Bukaan berkisar antara 2,3–6 mm, bahkan
untuk instalasi tertentu bisa lebih kecil dari 2,3 mm. Biasanya digunakan
untuk primary treatment atau pre treatment. Pembersihannya dapat
dilakukan secara manual untuk coarse screen dan mekanis untuk fine screen.
c. Kriteria desain untuk bar screen adalah:
1. Lebar batang, w = 0,8 – 1 inchi
2. Jarak antar batang, b = 1 – 2 inchi
3. Kemiringan batang, θ = 30° - 60°
4. Kecepatan aliran sebelum melalui batang, v = 0,3 – 0,75 m/s
5. Head loss maksimum, hL = 6 inchi

5.2 Perhitungan Detail


Bangunan intake direncanakan dengan data sebagai berikut :
1. Debit air (Q) = 51,97 L/detik = 0,05197 m3/detik
2. Waktu detensi (td) = 10 menit = 600 detik
3. Kecepatan pengaliran (V) (<0,6 m/dtk) = 0,4 m / detik
4. Kedalaman sumur = 10 meter
5. Tebal dinding = 0,3 meter
6. Free board (Fb) = 0,3 meter ; C pipa PVC = 130
7. Gravitasi (g) = 9,8 m / dt3
8. Luas lahan = 49,84 m2 dengan dimensi bak intake = P x L= 7,06 m x 7,06
m
9. Kedalaman + Freeboard = 10 m + 0,3 m = 10,3 m

5.2.1 Perhitungan Bar Screen


Menghitung bar screen dengan data sebagai berikut :
- Lebar celah (b) = 80 mm = 0,08 m
- Lebar bar (w) = 8 mm = 0,008 m
- Kemiringan = 60°
- Bentuk bar shape edge rectangular dengan factor bentuk (β) = 2,42

Maka :
- Luas Celah (A bukaan) = ¿ {Q ¿ ¿ {v } = ¿ {0,05197 ¿ ¿ {0,4 } = 0,13 m2

- Luas Celah Total = ¿ { A ¿ ¿ ¿ {h . air } = ¿ {0,13 ¿ ¿ {0,7 } = 0,2 m

- Jumlah Celah = ¿ {Lebar ¿ ¿ ¿ ¿ {lebar ¿ } = ¿ {0,2 ¿ ¿ {0,08 } = 2,55 = 3 buah

- Jumlah Bar = n celah – 1 = 3 – 1 = 2 buah

- Lebar saluran celah = (n celah x lebar celah) + (jumlah bar x lebar bar)
= (3 x 0,08) + (2 x 0,08)
= 0,4 m

Diasumsikan bahwa freeboard dapat mengatasi luapan air saat clogging 50% sehingga
pada saat clogging luas bar screen berkurang 50%. Persamaan luas bukaan bar screen saat
clogging (A50), sebagai berikut :
- A50 = 50% x A = 50% x 0,13 = 0,065 m2
- Vbar = Q/A50 = 0,05197/0,065 = 0,8 m

- Hf = β (w/b)4/3 (V2/2g) sinα


= 2,42 ((0,008/0,8) 4/3 (0,42 /2x9,8)) sin 600
= 7,94 x 10-4 m
- Headloss yang melebihi bar screen saat clogging adalah :
= β (w/b)4/3 (Vbar2/2g) sinα
= 2,42 (0,008/0,08)4/3 (0,8/2x9,8) sin60°
= 27,7 x 10-4 m

5.2.2 Perhitungan Pipa Sadap


Diketahui :
Q = 0,05197 m3/detik
V = 1,2 m/detik

Maka : Q = A x Vs
0,05197 = ¼ π d2 x 1,2
0,05197 = 0,942 d2
d2 = 0,055
d = 0,23

BAB VI
UNIT PRASEDIMENTASI

6.1. Unit Prasedimentasi


Unit prasedimentasi merupakan unit dimana terjadi proses pengendapan partikel diskret.
Partikel diskret adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran,
maupun berat pada saat mengendap. Pengendapan dapat berlangsung dengan efisien
apabila syarat – syaratnya terpenuhi.

6.2.Kriteria Desain
Berikut merupakan kriteria desain dari unit prasedimentasi :
- Waktu pengendapan : 1-3 jam
- Kedalaman ruang pengendapan (1-3) m
- Kecepatan pengendapatan partikel diperoleh dari analisa kolom test di
laboratorium
- Performance atau kinerja pengendap berdasarkan pada grafik performance
- Bilangan Reynold (Nre) < 2000 dan nilai Froude (Nfr) aliran >10-5

6.3 Perhitungan Desain


6.3.1. Zona Inlet
Zona inlet merupakan area masuknya air baku dari intake sebelum menuju ke settling
zone. Dimensi perancangan untuk zona inlet adalah panjang saluran zona inlet sama
dengan lebar bak prasedimentasi yaitu 10 m ditambah dengan tebal dinding sebesar 0,3
m menjadi 10,3 m. Lebar saluran zona inlet (B) direncanakan dua kali ketinggian zona
inlet. Kecepatan aliran pada zona inlet sebesar 0,5 m/detik.
Perhitungan perencanaan inlet zone berdasarkan data sebagai berikut :
- Jumlah bak inlet = 2 buah
- Q saluran pengumpul = 0,05197 m3/detik
- Q tiap bak = 0,026 m3/detik
- V rencana = 0,5 m/detik
- Lebar saluran = 2 x H saluran
- Panjang saluran = (Lebar bak prasedimentasi x 2) + tebal dinding
= (10 m x 2) + 0,3 m = 20,3 m
- Luas (A) = Q/V = 0,05197 / 0,5 = 0,104 m2
- Tinggi zona inlet (H) = √A/2 = √0,05179 / 2 = 0,16 m
- Lebar zona inlet (B) = 2 x H = 2 x 0,16 m = 0,32 m
BAB VII
UNIT KOAGULASI

7.1 Unit Koagulasi


Koagulasi adalah proses penambahan koagulan dengan dosis tertentu secara gravitasi
atau pemompaan. Kriteria bak koagulan harus dapat menampung larutan selama 24 jam.
Air baku banyak yang mengandung partikel-partikel koloid. Bentuk partikel ini sangat
halus dan sulit diendapkan tanpa melalui proses pengolahan yang lain. Karakteristik
dari partikel koloid adalah sebagai berikut:
1. Sangat halus
2. Umumnya bermuatan listrik. Partikel anorganik mempunyai muatan positif,
sedangkan partikel organik bermuatan negatif.
3. Koloid juga dapat digolongkan menjadi dua, yaitu hidrofobik (susah bereaksi
dengan air) dan hidrofilik (mudah bereaksi dengan air).
Koagulasi juga sangat efektif dalam menghilangkan kandungan warna, rasa dan bau,
makromolekul organik, dan partikulat lainnya yang terkandung dalam air baku.
Mikroorganisme dengan ukuran yang cenderung besar, termasuk alga, plankton, dan
amuba juga bisa terhilangkan dengan diikuti oleh proses filtrasi. Penghilangan bakteri
dan bakteri patogen dapat mencapai 99% bahkan dapat ditingkatkan lagi, sedangkan
untuk polivirus sebanyak 98% (Sanks, 1979).
Secara Hidrolis, pengadukan hidrolis dapat dibedakan menjadi dua jenis didasarkan
pada kondisi alirannya, yaitu:
1. Aliran Terbuka
- Hydrolic jump mixer, dengan lompatan air, menggunakan drop atau tanpa
drop
- pada saluran sehingga membentuk aliran super kritis.
- Parshal Flume, sangat efektif untuk pengadukan cepat ketika hydrolic jump
- digabung dekat dengan downstream.
- Palmer Bowlus Flume, merupakan modifikasi dari parshal flume.
- Weir, sangat efektif digunakan pada pengaduk cepat jika mempunyai
kecepatan kecil, karena murah dan mudah pembuatannya dan dapat
digunakan sebagai alat pengukur kecepatan.
2. Aliran dalam Pipa Bertekanan
- Hydrolic Energy Dissipator, digunakan ketika sumber air berada jauh di atas
unit pengolahan.
- Turbulence Flow Pipe Mixer, dimana proses koagulasi terjadi di dalam pipa.
- Variasi dari alternatif ini adalah dengan adanya baffle dengan slope tertentu
di dalam pipa.

a. Secara Difuser
- Difuser koagulan, menggunakan power berisi koagulan, sehingga terjadi
proses pengadukan cepat.
- Pneumatic diffuser, menggunakan blower udara dan koagulan dibubuhkan
secara terpisah.

Dari ketiga alernatif di atas, maka yang akan dipilih untuk digunakan dalam
perencanaan ini adalah pengadukan secara mekanis. Alasan pemilihan alternatif ini,
karena lebih praktis dan lebih mudah untuk digunakan. Selain itu, pengadukan
secara mekanis lebih ekonomis dari segi konstruksi, dimana pengadukan secara
hidrolis memerlukan ketinggian tertentu untuk menghasilkan pengadukan dengan
nilai G yang diinginkan.

7.2. Kriteria Desain


Pada perencanaan unit koagulasi terdapat beberapa poin – poin kriteria desain agar
dalam unit yang direncanakan sesuai dengan peraturan yang telah ada (disajikan pada
table dibawah) yaitu sebagai berikut :
Unit Kriteria
Pengaduk Cepat
 Tipe Hidrolisis
- Terjunan
- Saluran bersekat
- Dalam pinstalasi pengolahan bersekat

Mekanis
- Bilah (Blade), pedal (paddle)
Instalasi pengolahan air
- Flotasi
1–5

 Waktu pengadukan (detik) >750


 Nilai G/detik
 Periode pengadukan (td) = 20 – 60 detik
 Gradient Kecepatan (G) = 700 – 1000/detik
 N (speed paddle) = 2 – 150 rpm

7.3 Detail Perhitungan Unit Koagulasi


Direncanakan :
 Jumlah bak = 2 unit
 Debit = 0,05197 m3/detik
 Periode pengadukan (td) = 30 dt
 Gradien Kecepatan (G) = 900 dt
 G td = ≤6 x 10^4
 Speed paddle (N) = 120 rpm
 Viskositas kinematic (v) pada 32°C = 7,71 x 10-7 m2/dt
 Viskositas dinamik (μ) pada 32°C = 0,0000827 N.dt/m2
 Massa jenis air (ρ) = 997 kg/m3
 Gaya gravitasi (g) = 9,8 m/dt2
 Jenis impeller = 4 blades
 Rasio d/w = 6
 Konstanta pengaduk aliran laminar = 49
 Konstanta pengaduk aliran turbulen = 2,75

Perhitungan
7.3.1 Unit Pengaduk
 Dimensi Unit Pengaduk (bentuk persegi)
 Volume = Q x td
= 0,05197 x 30
= 1,56 m3/dt
Bentuk persegi (P:L:H) = (1:1:1,25)
 Volume = p x l x h
1,56 = 1 x 1 x 1,25
1,56 = 1,25 L3
L = 1,1 m
 Lebar (
 Lebar (B) = 2,6 m
 Panjang (L) = 2,6 m
 Kedalaman + freeboard = 2,6 m + 0,5 m = 3,1 m

Anda mungkin juga menyukai