Anda di halaman 1dari 130

BAHAN PEMICU “ EARLY EXPOSURE “

PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

Disusun oleh

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI Jl. Kramat No 36

Telp (0266) 210215 Fax (0266) 223709 SUKABUMI 43122

2021

1
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA ( NUTRISI )

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tubuh memerlukan energi untuk fungsi-fungsi organ tubuh,  penyembuhan luka, memp
ertahankan suhu, fungsi enzim pertumbuhan, dan  pergantian sel yang rusak. Secara umum
faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi adalah faktor fisiologis untuk kebutuhan meta
bolisme basal, faktor   patofisiologi seperti adanya penyakit tertentu yang mengganggu pen
cernaan atau meningkatkan kebutuhan nutrisi, faktor sosio ekonomi seperti adanya kemam
puan individu dalam memenuhi kebutuhan nutrisi.
Zat Gizi (Nutrients) merupakan ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan f
ungsinya, yaitu : energi, membangun dan memelihara  jaringan serta mengatur proses-prose
s kehidupan. Status Gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan peng
unaan zat-zat gizi. Malnutrisi sering terjadi pada pasien-pasien dengan penyakit kronis. mis
alnya 10 % :  pasien - pasien dengan kanker, pasien - pasien dengan penyakit paru atau Jant
ung. Pasien-pasien yang masuk ke rumah sakit sudah dengan malnutrisi sebanyak 30 - 60
% dari kasus - kasus; 10 - 25 % nya dengan malnutrisi berat.
Kebutuhan nutrisi bagi tubuh merupakan suatu kebutuhan dasar  manusia yang sangat p
enting. Dilihat dari kegunaannya nutrisi merupakan sumber energi untuk segala aktivitas da
lam sistem tubuh. Sumber nutrisi dalam tubuh berasal dari dalam tubuh sendiri, seperti glik
ogen, yang terdapat dalam otot dan hati ataupun protein dan lemak dalam jaringan dan sum
ber lain yang  berasal dari luar tubuh seperti yang sehari-hari dimakan oleh manusia.
Oksigen merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Oksigen merupakan gas yang
tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam metabolisme sel. Sebagai h
asilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi, penambahan CO2 yang
melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhada
p aktivitas sel. Hal Poltekkes Kemenkes Padang ini menunjukkan bahwa oksigen merupaka
n hal yang sangat penting bagi manusia (Ambarwati, 2014).
Oksigenasi sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia diperoleh karena adanya sistem
pernapasan yang membantu dalam proses bernapas. Sistem pernapasan atau respirasi berpe
ran dalam menjamin ketersediaan oksigen untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh dan
pertukaran gas.
Proses oksigenasi dimulai dari pengambilan oksigen di udara, kemudian oksigen masuk
melalui organ pernapasan bagian atas seperti hidung, mulut, faring, laring, dan kemudian a
kan masuk ke dalam organ pernapasan bagian dalam yang terdiri dari trakea, bronkus, dan j
uga alveoli. Hal ini menunjukkan bahwa oksigen merupakan gas yang sangat penting dala
m proses pernapasan (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Oksigen (O2) berperan penting demi kelangsungan hidup sel dan jaringan didalam tub
uh, karena oksigen diperlukan untuk proses metabolisme tubuh yang dilakukan secara terus

2
menerus. Oksigen memegang peranan yang sangat penting dalam semua proses tubuh secar
a fungsional, karena itu diperlukan berbagai upaya agar kebutuhan dasar ini terpenuhi deng
an baik. Tidak adanya oksigen akan menyebabkan gangguan pada proses oksigenasi serta d
apat menyebabkan terjadinya kemunduran secara fungsional pada tubuh atau bahkan dapat
menimbulkan kematian. (Asmadi, 2008).

B. Rumusan Masalah
1. Definisi Nutrisi
2. Etiologi Nutrisi
3. Patofisiologi Nutrisi
4. Manisfetasi Klinis Pada Nutrisi
5. Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Nutrisi
6. Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Nutrisi
7. Definisi oksigen
8. Etiologi oksigen
9. Patofisiologi oksigen
10. Manisfetasi Klinis Pada oksigen
11. Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan oksigen
12. Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan oksigen

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Definisi Nutrisi
2. Untuk Mengetahui Etiologi Nutrisi
3. Untuk Mengetahui Patofisiologi Nutrisi
4. Untuk Mengetahui Manisfetasi Klinis Pada Nutrisi
5. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Nutrisi
6. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Nutrisi
7. Untuk Mengetahui Definisi Oksigen
8. Untuk Mengetahui Etiologi Oksigen
9. Untuk Mengetahui Patofisiologi Oksigen
10. Untuk Mengetahui Manisfetasi Klinis Pada Oksigen
11. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Oksigen
12. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Oksigen

BAB II
PEMBAHASAN

3
A. Definisi Nutrisi dan Oksigen
a. Nutrisi
Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubu yang bert
ujuan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh Kebutuhan nutrisi bagi tu
buh merupakan suatu kebutuhan dasar manusia yang sangat penting Dilihat dari kegunaann
ya nutrisi merupakan sumber  energi untuk segala aktivitas dalam sistem tubuh. Sumber nut
risi dalam tubuh  berasal dari dalam tubuh sendiri, seperti glikogen, yang terdapat dalam ot
ot dan hati ataupun protein dan lemak dalam jaringan dan sumber lain yang berasal dari lua
r tubuh seperti yang sehari-hari dimakan oleh manusianutrisi kurang dari kebutuhan tubuh a
dalah keadaan dimana individu mengalami intake nutrisi yg kurang dari kebutuhan tubuh u
ntuk memenuhi kebutuhan metabolik.
b. Oksigen
Oksigenasi merupakan proses penambahan O2 ke dalam system (kimia atau fisika).
Oksigen merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam
proses metabolisme sel. Pemberian O2 Binasal merupakan pemberian oksigen melalui
hidung dengan kanula ganda. Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih
dari 21 % pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh.
Oksigenasi juga dapat diartikan sebagai kegiatan memasukkan zat asam (O2) ke dalam
paru dengan alat khusus.
Tujuan pemberian oksigenasi:
1. Untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan
2. Untuk menurunkan kerja paru-paru
3. Untuk menurunkan kerja jantung

B. Etiologi
a. Nutrisi
1. Kekurangan nutrisi
a. Efek dari pengobatan
b.mual/ muntah
c. Gangguan intake makanan
d. Radiasi/ kemoterapi
e. Penyakit kronis
d. meningkatnya kebutuhan kalori dan kesulitan dalam mencerna kalori akibat
penyakit infeksi atau kanker
h. Penurunan absorbsi nutrisi akibat penyakit / intoleransi laktosa
i. Na'su makan menurun
2. Kelebihan nutrisi

4
a. Kelebihan intake
b. Gaya hidup
c. Psikologi untuk konsumsi tinggi kalori
d. Penurunan laju metabolic

b. Oksigen
1. Factor Fisologi
a) Menurunnya kapasitas pengikatan O2 seperti anemia.
b) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran
pernapasan
c) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transport O2
terganggu
d) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil, luka,
dan lain-lain.
e) Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan,
obesitas, muskulus skeleton yang abnormal, penyakit kronik seperti TBC paru.
2. Faktor Perkembangan
a) Bayi premature yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan,
b) Bayi dan toddler adanya resiko infeksi saluran pernapasan akut.
c) Anak usia sekolah dan remaja, resiko infeksi saluran pernapasan dan
merokok.
d) Dewasa muda dan pertengahan: diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, stress
yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru- paru.
e) Dewasa tua : adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.
3. Faktor Perilaku
a) Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru, gizi
yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet yang tinggi lemak
menimbulka arterioklerosis.
b) Exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
c) Merokok : nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan
koroner.
d) Substansi abuse (alcohol dan obat-obatan): menyebabkan intake
e) nutrisi/Fe menurun mengakibatkan penurunan haemoglobin, alcohol,
menyebabkan depresi pusat pernapasan.
f) Kecemasan : menyebabkan metabolisme meningkat.

5
C. Patofisiologi
a. Nutrisi
 Pola makan tidak teratur, obat-obatan, nikotin dan alkohol, stres
 Berkurangnya pemasukan makanan
 Kekosongan lambung
 Erosi pada lambung (gesekan dinding lambung)
 Produksi HCL meningkat
 Asam lambung
 reflek muntah
 Intake makanan tidak adekuat
 Kekurangan nutrisi
b. Oksigen
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan transportasi. Proses ventila
si (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dank e paru-paru), apa
bila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan su
mbatan tersebut akan direpson  jalan nafas sebagao benda asing yang menimbulkan pengel
uaran mucus. Proses difusi (penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu ak
an menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selian kerusakan pada ventilasi, difusi, m
aka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume sekuncup, afterload, preload, da
n kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas (Brunner & Suddarth, 20
16).

D. Mnisfetasi Klinis
a. Nutrisi
 Berat badan dibawah ideal lebih dari 20%
 Melaporkan intake makanan kurang dari kebutuhan tubuh yang dianjurkan
 Konjungtiva dan membran mukus pucat
 Lemah otot untuk menelan dan mengunyah
 Luka, inflamasi pada rongga mulut
 Mudah merasa kenyang sesaat setelah mengunyah makanan
 Melaporkan kurang makan
 Melaporkan perubahan sensasi rasa
 Tidak mampu mengunyah makanan
 Miskonsepsi
 Penurunan berat badan dengan intake makanan tidak adekuat
 Enggan makan
 Kram abdominal
 Tonus otot buruk
 Nyeri abdomen patologi atau bukan

b. Oksigen

6
Adanya penggunaan otot bantu pernapasa, fase ekpirasi memanjang, pola napas abnor
mal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheynestokes), pernapasan purse
d-lip, pernapasan cuping hidung, diameter thoraks anterior-posterior meningkat, ventilasi se
menit menurun, kapasitas vital menurun, tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi men
urun, ekskursi dada berubah menjadi tanda dan gejala adanya pola napas tidak efektif sehin
gga menjadi gangguan oksigenisasi (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Adanya PCO2  meningkat/menurun, PO2  menurun, takikardia, pH arteri meningkat/m
enurun, bunyi napas tambahan, sianosis, diaphoresis, gelisah, napas cuping hidung, pola na
pas abnormal (cepat/lambat, regular/ireguler, dalam/dangkal), warna kulit abnormal (mis. P
ucat, kebiruan) dan kesadaran menurun menjadi tanda dan gejala gangguan pertukaran gas
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

E. Pemeriksaan Fisik
a. Nutrisi
 berat badan
 panjang badan
 ditentukan berat badan menurut umur
 panjang badan menurut umur
 dan berat badan menurut panjang badan.
b. Oksigen
1. Pada klien efusi pleura bentuk hemitorak yang sakit mencembung kosta mend
atar, ruang interkosta melebar, pergerakan pernapasan menurun. Pendorongan mediatrum k
ea rah hemitorak kontralateral yang diketahui dari posisi trakea dan iktus kordis, RR cender
ung meningkat dank lien biasanya dipsneu.
2. Vocal fremitus menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya >
250 cc. disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal
pada dada yang sakit.
3. Suara perkusi redup sampai pekak bergantung pada jumlah cairannya. Bila cai
rannya tidak mengisi penuh rongga pleura, makan pada pemeriksaan ekskursi diafragma ak
an didapatkan adanya penurunan kemampuan pengembangan diafragma.
4. Auskultasi suara napas menurun sampai menghilang, egofoni

F. Pemeriksaan Penunjang
a. Nutrisi
a) Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb: turun, Albumin : turun, Lekosit : turun /
meningkat, Eritrosit : turun
b) USG : terlihat massa pada daerah uterus.
c) Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa,
konsistensi
dan
d) ukurannya.
e) Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari selsel neoplasma tersebut.,

7
f) Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang

b. Oksigen
Diagnosis dapat ditegakan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja, tetapi kadan
g-kadang juga sulit juga, sehingga perlu pemeriksaan penunjang seperti sinar tembus dada.
Diagnosis yang pasti bisa didapatkan melalui tindakan torakosintesis dan biopsi pleura pad
a beberapa kasus.
a) Sinar tembus dada Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan
membentuk banyangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripad
a bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara d
alam rongga tersebut yang bisa berasal dari luar atau dari dalam paru-paru itu sendiri. Hal l
ain yang dapat terlihat dalam foto dada efusi pleura 17 adalah terdorongnya mediatisnum p
ada sisi yang berlawanan dengan cairan. Akan tetapi, bila terdapat akteletasis pada sisi yan
g bersamaan dengan cairan, mediatisnum akan tetap pada tempatnya.
b) Torakosintesis Aspirasi cairan pleura sebagai sarana untuk diagnostic maupun
terapeutik. Torakosistesis sebaiknya dilakukan pada posisi duduk. Lokasi aspirasi adalah pa
da bagian bawah paru disela iga ke-9 garis axial posterior dengan memakai jarum abocath n
omor 14 atau 16. Pengeluaran cairan sebaiknya tidak lebih dari 1.000- 1.500 cc pada setiap
kali aspirasi. Jika aspirasi dilakukan sekligus dalam jumlah banyak, maka akan menimbulk
an syok pleural (hipotensi) atau edema paru. Edema paru terjadi karena paru-paru terlalu ce
pat mengembang.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubu yang
bertujuan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh Kebutuhan nutrisi
bagi tubuh merupakan suatu kebutuhan dasar manusia yang sangat penting Dilihat dari
kegunaannya nutrisi merupakan sumber  energi untuk segala aktivitas dalam sistem tubuh.
Penyebab dari kekurangan nutrisi seperti mual, muntah
Oksigenasi merupakan proses penambahan O2 ke dalam system (kimia atau fisika).
Oksigen merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam
proses metabolisme sel. Pemberian O2 Binasal merupakan pemberian oksigen melalui
hidung dengan kanula ganda. Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih
dari 21 % pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh.
Oksigenasi juga dapat diartikan sebagai kegiatan memasukkan zat asam (O2) ke dalam
paru dengan alat khusus.
Tujuan pemberian oksigenasi:
1. Untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan
2. Untuk menurunkan kerja paru-paru
3. Untuk menurunkan kerja jantung

B. Saran
Saya menyadari jika makalah ini banyak sekali memiliki kekurangan yang jauh dari
kata sempurna. Tentunya, saya akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu kepada
sumber yang bisa dipertanggung jawabkan nantinya.Oleh sebab itu, saya sangat
mengharapkan adanya kritik serta saran mengenai pembahasan makalah di atas.

9
DAFTAR PUSTAKA

Goleman et al., 2019. (2019). Laporan Pendahuluan Kebutuhan Dasar Manusia Eliminasi.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Music, S. (1915). EN Upload Read free for 30 days.
Oktaviani.J. (2018). Konsep Kebutuhan Dasar Nutrisi. Sereal Untuk, 51(1), 51.
Surudin, R. (2016). Jurusan keperawatan -. 1–87. http://repository.poltekkes-kdi.ac.id/403/

10
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA ELIMINASI DAN AKTIVITAS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin
atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung k
emih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adala
h ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra (Hidayat,2010)
Eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus di penuhi oleh se
tiap manusia. Kebutuhan dasar manusia terbagi menjadi 14 kebutuhan dasar, menyata
kan bahwa kebutuhan eliminasi terdapat pada urutan ke tiga. Apabila sistem perkemi
han tidak dapat berfungsi dengan baik, sebenarnya semua organ akhirnya akan terpen
garuh. Secara umum gangguan pada ginjal mempengaruhi eliminasi. Sehingga menga
kibatkan masalah kebutuhan eliminasi urine, antara lain : retensi urine, inkontinensia
urine, enuresis, dan ureterotomi. Masalah kebutuhan eliminasi urine sering terjadi pa
da pasien-pasien rumah sakit yang terpasang kateter tetap (Hidayat, 2010).
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh man
usia menurut Abraham Maslow kebutuhan dasar manusia meliputi lima kategori kebu
tuhan dasar, yakni kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan rasa nyaman, ke
butuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktuali
tas diri. Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam hierarki maslow. Ma
cam-macam kebutuhan dasar fisiologis menurut hierarki maslow salah satunya adala
h kebutuhan aktivitas. Kemampuan melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan
misalnya berdiri, berjalan, dan bekerja. Aktivitas adalah keadaan untuk bergerak untu
k memenuhi kebutuhan hidup. Kemampuan aktivitas seseorang dipengaruhi oleh ade
kuatnya sistem persarafan, otot dan tulang, atau sendi (Mubarak 2015). Masyarakat s
ering kali mendefinisikan kesehatan dan kebugaran fisikmereka berdasarkan aktivitas
mereka karena kesejahteraan

11
12

mental dan keefektifan fungsi tubuh sangat tergantung pada status mobilitas
mereka.Misalnya saat seseorang berdiri tegak, paru lebih mudah untuk berkembang,
aktivitas usus (peristaltic) menjadi lebih efektif, dan ginjal mampu mengosongkan ke
mih secara komplet. Selain itu, pergerakan sangat penting agar tulang dan otot berfun
gsi sebagaimana mestinya (Kozier, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


13. Definisi Eliminasi
14. Etiologi Eliminasi
15. Patofisiologi Eliminasi
16. Manisfetasi Klinis Pada Eliminasi
17. Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Eliminasi
18. Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Eliminasi
19. Definisi Aktivitas
20. Etiologi Aktivitas
21. Patofisiologi Aktivitas
22. Manisfetasi Klinis Pada Aktivitas
23. Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Aktivitas
24. Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Aktivitas

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui Definisi Eliminasi
2. Mengetahui Etiologi Eliminasi
3. Mengetahui Patofisiologi Eliminasi
4. Mengetahui Manifestasi Klinis Pada Eliminasi
5. Mengetahui Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Eliminasi
6. Mengetahui Penunjang Pada Kebutuhan Eliminasi
7. Mengetahui Definisi Aktivitas
8. Mengetahui Etiologi Eliminasi
9. Mengetahui Patofisiologi Eliminasi
10. Mengetahui Manifestasi Klinis Pada Eliminasi
11. Mengetahui Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Aktivitas
12. Mengetahui Penunjang Pada Kebutuhan Aktivitas
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Eliminasi

Eliminasi merupakan suatu proses pengeluaran zat-zat sisa yang tidak


diperlukan oleh tubuh. Eliminasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : eliminasi urine
dan eliminasi fekal.Eliminasi urineSistem yang berperan dalam eliminasi urine
adalah sistem perkemihan. Dimana sistem ini terdiri dari ginjal, ureter, kandung
kemoh, dan uretra. Proses pembentukan urine di ginjal terdiri dari 3 proses yaitu :
filtrasi , reabsorpsi dan sekresi .Proses filtrasi berlangsung di glomelurus. Proses ini
terjadi karena permukaan aferen lebih besar dari permukaan eferen.Proses reabsorpsi
terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, fosfat, dan
beberapa ion karbonat.Proses sekresi ini sisa reabsorpsi diteruskan keluar.Eliminasi
fekalEliminasi fekal sangat erat kaitannya dengan saluran pencernaan. Saluran
pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan
mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan proses penernaan
(pengunyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair dari mulut
sampai anus.

Organ utama yang berperan dalam eliminasi fekal adla usus besar. Usus besar
memiliki beberapa fungsi utama yaitu mengabsorpsi cairan dan elektrolit, proteksi
atau perlindungan dengan mensekresikan mukus yang akan melindungi dinding usus
dari trauma oleh feses dan aktivitas bakteri, mengantarkan sisa makanan sampai ke
anus dengan berkontraksi.Proses eliminasi fekal adalah suatu upaya pengosongan
intestin. Pusat refleks ini terdapat pada medula dan spinal cord. Refleks defekasi
timbul karena adanya feses dalam rektum.

13
14

2.2 Etiologi Eliminasi

1. Gangguan Eliminasi Urin

a. Intake cairan

Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama


yangmempengaruhi output urine atau defekasi. Seperti protein dan sodium
mempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi meningkatkan pembentukan
urine intake cairan dari kebutuhan, akibatnya outputurine lebih banyak.

b. Aktivitas

Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot.


Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk
tonus sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus ototkandung kemih
terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu yang
lama. Karena urine secara terus menerusdialirkan keluar kandung kemih, otot-
otot itu tidak pernah merenggangdan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas
yang lebih berat akanmempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini
disebabkankarena lebih besar metabolisme tubuh.

c. Obstruksi ; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur urethra

d. Infeksi

e. Kehamilan

f. Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat

g. Trauma sumsum tulang belakang

h. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih,urethra.

i. Umur
15

j. Penggunaan obat-obatan

2. Gangguan Eliminasi Fekal

a. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna

Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses.


Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume
feses. Makanantertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna.
Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa
bagian jalur dari pengairan feses. Makanyang teratur mempengaruhi defekasi.
Makan yang tidak teratur dapatmengganggu keteraturan pola defekasi.
Individu yang makan padawaktu yang sama setiap hari mempunyai suatu
keteraturan waktu,respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan
polaaktivitas peristaltik di colon.

b. Cairan

Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika


pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine,muntah)
yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkanuntuk
mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon.Dampaknya
chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkanfeses yang keras.
Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairanmemperlambat perjalanan
chyme di sepanjang intestinal, sehinggameningkatkan reabsorbsi cairan dari
chyme.

c. Meningkatnya stress psikologi

Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-


penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus
16

pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui


juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan
aktivitas. peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi
bisamemperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi.

d. Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama.

Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak


peristaltic dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju rectumdalam
waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga fesesmengerase.

e. Obat-obatan

Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat


berpengeruhterhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare;
yanglain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikutidengan
prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkankonstipasi. Beberapa
obat secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang
merangsang aktivitas usus danmemudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini
melunakkan feses,mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti
dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan
kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare.

f. Usia

Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga


pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinyasampai
sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3 tahun. Orang
dewasajuga mengalami perubahan pengalaman yangdapat mempengaruhi
proses pengosongan
lambung. Di antaranyaadalah atony (berkurangnya tonus otot yang
normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya
peristaltik danmengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari
otot-otot perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses
pengosonganlambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan
kontrolterhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada
prosesdefekasi.

g. Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal


cord dan tumor.

Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan


stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa
membatasikemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi
ketikadia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan.
Akibatnya,klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa
mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari
spinkter ani.

2.3 Patofisiologi Eliminasi

1. Gangguan Eliminasi Urin

Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah dijelaskandi atas.
Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda. Pada
pasien dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cederamedulla spinal, akan
menyebabkan gangguan dalam mengkontrol urin/inkontinensia urin. Gangguan
traumatik pada tulang belakang bisamengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis.
Lesi traumatik pada medulla spinalis tidak selalu terjadi bersama-sama dengan
adanya fraktur ataudislokasi. Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang belakang, efek
traumatiknya bisa mengakibatkan efek yang nyata di
medulla spinallis. Cedera medulla spinalis (CMS) merupakan salah satu
penyebab gangguanfungsi saraf termasuk pada persyarafan berkemih dan defekasi.

Komplikasi cedera spinal dapat menyebabkan syok neurogenik dikaitkan


dengan cedera medulla spinalis yang umumnya dikaitkan sebagaisyok spinal. Syok
spinal merupakan depresi tiba-tiba aktivitas reflex padamedulla spinalis (areflexia) di
bawah tingkat cedera. Dalam kondisi ini, otot-otot yang dipersyarafi oleh bagian
segmen medulla yang ada di bawah tingkatlesi menjadi paralisis komplet dan fleksid,
dan refleks-refleksnya tidak ada. Hal ini mempengaruhi refleks yang merangsang
fungsi berkemih dan defekasi.Distensi usus dan ileus paralitik disebabkan oleh
depresi refleks yang dapatdiatasi dengan dekompresi usus (Brunner & Suddarth,
2002). Hal senadadisampaikan Sjamsuhidajat (2004), pada komplikasi syok spinal
terdapat tanda gangguan fungsi autonom berupa kulit kering karena tidak
berkeringatdan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan
gangguan defekasi.

Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan


penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan dan
bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemihdalam hal penyimpanan
dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik. Selama fase
pengisian, pengaruh sistem saraf simpatisterhadap kandung kemih menjadi
bertekanan rendah dengan meningkat kanresistensi saluran kemih. Penyimpanan urin
dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor
yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan
proksimal uretra.

Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yangsimultan


otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi olehsistem saraf
parasimpatis yang mempunyai
neurotransmiter utama yaituasetilkholin, suatu agen kolinergik. Selama fase
pengisian, impuls afferenditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion dorsal
spinal sakralsegmen 2-4 dan informasikan ke batang otak. Impuls saraf dari batang
otak menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase
pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakraldihentikan
dan timbul kontraksi otot detrusor.

Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi pada


otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus pudendus untuk
merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter eksterna.Hasilnya keluarnya urine
dengan resistensi saluran yang minimal. Pasien postoperasi dan post partum
merupakan bagian yang terbanyak menyebabkanretensi urine akut. Fenomena ini
terjadi akibat dari trauma kandung kemih danedema sekunder akibat tindakan
pembedahan atau obstetri, epidural anestesi,obat-obat narkotik, peregangan atau
trauma saraf pelvik, hematoma pelvik,nyeri insisi episiotomi atau abdominal,
khususnya pada pasien yangmengosongkan kandung kemihnya dengan manuver
Valsalva. Retensi urine pos operasi biasanya membaik sejalan dengan waktu dan
drainase kandungkemih yang adekuat.

2. Gangguan Eliminasi Fekal

Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini jugadisebut
bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari
beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu.Banyaknya feses juga
bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam
kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalamrektum dirangsang dan individu
menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleksdefekasi
instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangandinding rektum
memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksusmesentrikus untuk memulai
gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolonsigmoid, dan didalam rektum.
Gelombang ini menekan feses kearah anus.Begitu gelombang peristaltik mendekati
anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka
feses keluar.

Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalamrektum


dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dankemudian kembali ke
kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini
meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskanspingter anus internal dan
meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau
bedpan, spingter anus eksternal tenangdengan sendirinya.

Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dandiaphragma yang


akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksimuskulus levator ani pada
dasar panggul yang menggerakkan feses melaluisaluran anus. Defekasi normal
dipermudah dengan refleksi paha yangmeningkatkan tekanan di dalam perut dan
posisi duduk yang meningkatkantekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks
defekasi diabaikan atau jikadefekasi dihambat secara sengaja dengan
mengkontraksikan muskulusspingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi
secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan
feses. Cairan fesesdi absorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi.

2.4 Manifestasi Klinis Eliminasi

1. Tanda Gangguan Eliminasi urin

a. Retensi Urin
1) Ketidak nyamanan daerah pubis.

2) Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.

3) Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.

4) Meningkatnya keinginan berkemih dan resah.

5) Ketidaksanggupan untuk berkemih

b. Inkontinensia urin

1) pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai di WC

2) pasien sering mengompol

2. Tanda Gangguan Eliminasi Fekal

a. Konstipasi

1) Menurunnya frekuensi BAB.

2) Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan.

3) Nyeri rektum

b. Impaction

1) Tidak BAB.

2) Anoreksia.

3) Kembung/kram.

4) nyeri rektum

c. Diare

1) BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk

2) Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat

3) Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang Menyebabkan


meningkatkan sekresi mukosa.

4) feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol

Dan menahan BAB.

d. Inkontinensia Fekal

1) Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,

2) BAB encer dan jumlahnya banyak,

3) Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinalcord

dan tumor spingter anal eksternal

e. Flatulens

1) Menumpuknya gas pada lumen intestinal,

2) Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.

3) Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)

f. Hemoroid

1) pembengkakan vena pada dinding rectum

2) perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang

3) merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi

4) Nyeri

2.5 Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Eliminasi


Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputiinspek
si, auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluranintestinal. Auskulta
si dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapatmerubah peristaltik. Pemerik
saan rektum dan anus
meliputi inspeksi dan palpasi. Inspeksi feses, meliputi observasi feses kl
ien terhadap warna,konsistensi, bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya uns
ur-unsur abdomen. Perhatikan tabel berikut :

KARAKTERISTIK FESES NORAL DAN ABNORMAL


Karakteristik Normal Abnormal Kemungkinan Penyebab
Warna Dewasa : Pekat/Putih Adanya pigmen
Kecoklatan empedu(obstruksi
Bayi : empedu);
Kekuningan pemeriksaandiagnostik
menggunakan barium
Hitam Obat (spt. Fe);
PSPA(lambung, usus
halus);diet tinggi buah
merahdan sayur hijau
tua(spt. Bayam)
Merah PSPB (spt. Rektum),
beberapa makanan spt bit.
Pucat Mal absorbsi lemak;
diettinggi susu dan produk
susu danrendah daging,
Orenge atau Infeksi Usus
Hijau
Konsistensi Berbentuk Lunak, Keras, Dehidrasi,
Kering agak penurunanmotilitas usus
cair/Lembek, akibatkurangnya
Basah. serat,kurang
latihan,gangguan emosi
dan laksantif abuse
Diare Peningkatan motilitasusus
(mis. akibatiritasi kolon
oleh bakteri).
Bentuk Silinder (Bentuk Mengecil Kondisi Obstruksi Rectum
Rectum) dengan Bentuk Pensil
diameter 2,5 cm atau sperti
untuk orang benang
dewasa
Jumlah Tergantung diet
(100-400
gram/hari)
Bau Aromatik Tajam, Pedas sumber bau pada fesses
dipengaruhi berasal dari senyawa
oleh makanan indole, skatol, hydrogen,
yang dimakan sulfidedan amine
dan diproduksi oleh
flora/bakteri pembusukan protein oleh
bakteri perusak atau
pembusuk. Bau menusuk
hidung tanda terjadinya
peningkatan kegiatan
bakteri yang tidak kita
hendaki.
Unsur Pokok Sejumlah kecil Pus, Mukus, Infeksi bakteri, konsisi
bagian kasar Parasit, peradangan, perdarahan
makanan yang darah, lemak gastrointestinal,
tidak dicerna, dalam jumlah malabsropsi, salah makan
potongan besar, benda
bakteri yang asing.
mati, sel epitrl,
lemak, protein,
unsur-unsur
kering, cairan
pencernaan.
Frekuensi Lebih dari 6x Hipermotility
sehaari
2.6 Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Eliminasi
1. Pemeriksaan USG
2. Pemeriksaan foto rontgen
3. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses

2.7 Mengetahui Definisi Aktivitas


Aktivitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu kegiatan atau keaktifan.
Jadi, segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik ma
upun non-fisik merupakan suatu aktivitas. Aktivitas fisik atau mekanika tubuh merup
akan suatu usaha mengkoordinasikan sistem muskuloskeletal dan sistem syaraf serta
mempertahankan keseimbangan, postur dan kesejajaran tubuh selama mengangkat, m
embungkuk, bergerak, dan melakukan aktivitas sehari-hari (Potter & Perry, 2005). Se
tiap manusia memiliki irama atau pola tersendiri dalam aktivitas sehari-hari untuk me
lakukan kerja, rekreasi, makan, istirahat dan lain-lain (Sustanto & Fitriana, 2017)
Aktivitas maupun latihan didefinisikan sebagai suatu aksi energetikatau keada
an bergerak. Aktivitas tubuh merupakan kegiatan atau kerjayang dilakukan oleh bagi
an-bagian tubuh. Umumnya tingkat kesehatanseseorang dinilai dari kemampuannya u
ntuk melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya berdiri, berjalan, bekerja, makan dan
minum. Kemampuan beraktivitas menjadi kebutuhan dasar yang diharapkan oleh seti
apmanusia.Dalam keperawatan banyak aspek-aspek yang harus dikertahui dalam men
jaga aktivitas dan latihan diantaranya, gerakan setiap persendian, postur tubuh, latiha
n dan kemampuan seseorang dalaam melakukan suatu aktivitas.

2.8 Mengetahui Etiologi Eliminasi


Kebutuhan aktivitas dan latihan seseorang secara umum disebabkan oleh bebe
rapa faktor diantaranya :
a. Gaya hidup dan kebiasaanOrang yang biasa berolahraga akan memiliki mobilitas yan
g lebihlentur dan lebih kuat daripada orang yang tidak terbiasa berolahraga.

b. Keadaan sakit atau cedera (trauma langsung pada sistem musculoskeletal / neurovask
uler) Keadaan sakit atau cedera dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh sehingga mem
pengaruhi pula mobilitas seseorang. Contohnya orangyang keseleo akan lebih sulit berja
lan daripada orang yang sehat.

c. Tingkat energiEnergy merupakan sumber utama melakukan aktivitas/mobilisasi.Untu


k dapat melakukan mobilisasi dibutuhkan energy dalam jumlahyang adekuat.

d. Usia dan status perkembanganAktivitas atau mobilitas pada setiap tingkatan usia dan
perkembangan berbeda-beda. Hal ini berhubungan dengan kematangan dan penurunan f
ungsi alat gerak yang sejalan dengan perkembangan usia. Anak kecil belum dapat melak
ukan gerakanyang sulit karena alat gerakntya belum berkembang dengansempurna. Lans
ia umumnya sudah tidak dapat bergerak dengancepat karena fungsi alat geraknya menur
un.

e. Kekakuan otot

2.9 Mengetahui Patofisiologi Eliminasi


Proses terjadinya gangguan aktivitas tergantung dari penyebab gangguanyang
terjadi. Ada tiga hal yang dapat menyebabkan gangguan tersebut,diantaranya adalah :

a. Kerusakan OtotKerusakan otot ini meliputi kerusakan anatomis maupun fisiologisotot. Ot


ot berperan sebagai sumber daya dan tenaga dalam proses pergerakan jika terjadi kerusakan
pada otot, maka tidak akan
b. terjadi pergerakan jika otot terganggu. Otot dapat rusak oleh beberapa halseperti trauma la
ngsung oleh benda tajam yang merusak kontinuitasotot. Kerusakan tendon atau ligament, rad
ang dan lainnya.

c. Gangguan pada skeletRangka yang menjadi penopang sekaligus poros pergerakan dapatter
ganggu pada kondisi tertentu hingga mengganggu pergerakan ataumobilisasi. Beberapa peny
akit dapat mengganggu bentuk, ukuranmaupun fungsi dari sistem rangka diantaranya adalah
fraktur, radangsendi, kekakuan sendi dan lain sebagainya.

d. Gangguan pada sistem persyarafanSyaraf berperan penting dalam menyampaikan impuls d


ari otak.Impuls tersebut merupakan perintah dan koordinasi antara otak dananggota gerak. Ja
di, jika syaraf terganggu maka akan terjadigangguan penyampaian impuls dari dank e organ t
arget. Dengantidak sampainya impuls maka akan mengakibatkan gangguan mobilisasi.

PATHWAY
2.10 Mengetahui Manifestasi Klinis Pada Eliminasi
a. Keterbatasan rentan gerak
b. Dispnea setelah beraktivitas
c. Gerakan Bergetar
d. Pergerakan tidak terkoordinasi
e. Pergerakan Lambat
f. Ketidakstabilan postur
g. Tremor akibat pergerakan
h. Penurunan aktu reaksi (lambat)

2.11 Mengetahui Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Aktivitas


1. Pemeriksaan Dasar TTV Dasar)
1) GCS
2) Kesadaran
3) Tekanan Darah
4) Nadi
5) Suhu
6) RR
2. Pemeriksaan Muskuloskeletal
 Inspeksi
1) Bentuk Vertebrae
2) Kesimetrisan Tulang
3) Pergerakan Otot Tidak Disadari
4) ROM
5) Simetrisitas Otot
 Palpasi
1) Edema Ekstremitas
2) Kekuatan Otot
2.12 Mengetahui Penunjang Pada Kebutuhan Aktivitas
a. Laboratorium
1. Pemeriksaan Hb
2. Pemeriksaan darah dan urine
b. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sinar X, untuk menggambarkan kepadatan tulang, tekstur,dan
perubahan hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang
tertentu tulang yang terkena dan dapatmemperlihatkan tumor jaringan
lunak atau cidera ligamentatau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang
sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medanmagnet, gelombang radio,
dan komputer untukmemperlihatkan abnormalitas (tumor,
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang)
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus di penuhi oleh setiap
manusia. Kebutuhan dasar manusia terbagi menjadi 14 kebutuhan dasar, menyatakan
bahwa kebutuhan eliminasi terdapat pada urutan ke tiga. Apabila sistem perkemihan tidak
dapat berfungsi dengan baik, sebenarnya semua organ akhirnya akan terpengaruh. Secara
umum gangguan pada ginjal mempengaruhi eliminasi. Sehingga mengakibatkan masalah
kebutuhan eliminasi urine, antara lain : retensi urine, inkontinensia urine, enuresis, dan
ureterotomi. Masalah kebutuhan eliminasi urine sering terjadi pada pasien-pasien rumah
sakit yang terpasang kateter tetap (Hidayat, 2010).
Kemampuan melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan misalnya berdiri,
berjalan, dan bekerja. Aktivitas adalah keadaan untuk bergerak untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Kemampuan aktivitas seseorang dipengaruhi oleh adekuatnya sistem persarafan,
otot dan tulang, atau sendi (Mubarak 2015). Masyarakat sering kali mendefinisikan.
kesehatan dan kebugaran fisikmereka berdasarkan aktivitas mereka karena
kesejahteraan mental dan keefektifan fungsi tubuh sangat tergantung pada status mobilitas
mereka.Misalnya saat seseorang berdiri tegak, paru lebih mudah untuk berkembang,
aktivitas usus (peristaltic) menjadi lebih efektif, dan ginjal mampu mengosongkan kemih
secara komplet. Selain itu, pergerakan sangat penting agar tulang dan otot berfungsi
sebagaimana mestinya (Kozier, 2010).

3.2 Saran
Kita harus lebih memperhatikan kebutuhan eliminasi dan aktivitas agar selalu
terpenuhi.

30
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/doc/29388064/LP-ELIMINASI
https://dokumen.tips/documents/karakteristik-feses-normal-dan-abnormal.html

https://www.scribd.com/document/445532487/LAPORAN-PENDAHULUAN-KEBUTUHAN-AKTIVITAS-DAN-
LATIHAN-1-docx

http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/378/3/6.BAB%20II-converted.pdf

https://www.scribd.com/doc/256011829/Makalah-Eliminasi-Urine

1
KEAMANAN DAN KESELAMATAN SERTA PSIKOSOSIAL
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit selain untuk rnencari kesembuhan juga merupakan sumber dari berbagai penyakit, ya
ng berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat
hidup dan berkembang dilingkungan rumah sakit, seperti udara, air, lantai, makanan dan benda-be
ndaperalatan medis maupuu non medis (Nugraheni, dkk, 2012). Hal ini akan mempermudah terjadi
nya infeksi silang karena kuman-kuman, virus, dan sebagainya akan masuk ke dalam tubuh penderi
ta yang sedang dalam prosesasuhan keperawatan dengan mudah (Darmadi, 2008).Penderita yang s
edang dalam proses perawatan di rumah sakit, baik dengan penyakit dasar tunggal maupun pender
ita dengan penyakit dasar lebihdari satu, secara umum keadaan umumnya tentu tidak/kurang baik,
sehingga daya tahan tubuhnya menurun. Infeksi adalah masuk dan berkembangnya mikroorganism
e dalam tubuh yang menyebabkan sakit yang disertai dengan gejala klinis baik lokal maupun sistem
ik (Potter & Perry, 2005). Oleh karenaitu, di dalam makalah ini membahas tentang infeksi yang ada
di rumah sakit atau biasa disebut dengan infeksi nosokomial.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari infeksi nosokomial?
2. Apa saja faktor yang dapat memengaruhi proses infeksi?
3. Bagaimana proses terjadinya infeksi nosokomial?
4. Bagaimana tindakan pencegahan terhadap infeksi nosokomial?
C. Tujuan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Infeksi Nosokomial


2
Infeksi yang terjadi pada penderita-penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan ini di
sebut infeksi nosokomial. Nosokomial berasal dari Bahasa Yunani, dari kata Nosos yang artinya pen
yakit dan Komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk untuk merawat/rumah
sakit. Jadi,infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh atau terjadidi rumah sa
kit (Darmadi, 2008).Infeksi nosokomial saat ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya angk
a kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortility) di rumah sakit sehingga dapat menjadi masa
lah kesehatan baru, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Infeksi ini dikenal pertama
kali pada tahun 1847 oleh Semmelweis dan saat ini tetap menjadi masalah yang cukup menyita per
hatian(Nasution, 2012). Di Indonesia, RSUP dr. Cipto Mangun kusumo Jakarta dan RSUD dr. Soetom
o Surabaya, pada tahun 1983-1984 mulai aktif meneliti dan menangani infeksi nosokomial. Infeksi
nosokomial tidak hanya merugikan penderita, tetapi juga merugikan pihak rumah sakit serta perus
ahaan atau pemerintah dimana penderita bekerja (Darmadi, 2008).
Menurut Darmadi (2008), rumah sakit sebagai institusi pelayanan medis tidak mungkin lepas dari k
eberadaan sejumlah mikroba pathogen. Hal ini dimungkinkan karena:
a. Rumah sakit merupakan tempat perawatan segala macam penyakit
b. Rumah sakit merupakan “gudangnya” mikroba pathogen
c. Mikroba pathogen yang ada umumnya sudah kebal terhadap antibotik.
B. Faktor Memengaruhi Proses Infeksi
 Berikut faktor yang mempengaruhi proses infeksi menurut Hidayat (2006),yaitu :
1. Sumber Penyakit. Sumber penyakit dapat mempengaruhi apakah infeksi berjalan dengan c
epat atau lambat.
2. Kuman Penyebab. Kuman penyebab dapat menentukan jumlah mikroorganisme, kemampu
an mikroorganisme masuk ke dalam tubuh,dan virulensinya.
3. Cara membebaskan sumber dari kuman. Cara membebaskan kuman dapat menentukan ap
akah proses infeksi cepat teratasi atau diperlambat, seperti tingkat keasaman (pH), suhu, p
enyinaran(cahaya), dan lain-lain.
4. Cara penularan. cara penularan seperti kontak langsung, melalui makanan atau udara, dap
at menyebabkan penyebaran kuman ke dalam tubuh.
5. Cara masuknya kuman. Proses penyebaran kuman berbeda, tergantung dari sifatnya. Kuma
n dapat masuk melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan, kulit, dan lain-lain.
6. Daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang baik dapat memperlambat proses infeksi atau m
empercepat proses penyembuhan. Demikian pula sebaliknya, daya tahan tubuh yang buru
k dapat memperburuk proses infeksi.Selain faktor-faktor diatas, terdapat faktor lain seperti
status gizi ataunutrisi, tingkat stres pada tubuh, faktor usia, dan kebiasaan yang tidak sehat
 Sedangkan menurut Darmadi dalam bukunya Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengen
daliannya (2008), ada sejumlah faktor yang sangat berpengaruh dalam terjadinya infeksi no
sokomial, yang menggambarkan faktor-faktor yang datang dari luar (extrinsic factors).
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang ada dari diri penderita instrinsic factors seperti umur, jenis kela
min, kondisi umum penderita, resiko terapi atau adanya penyakit lain yang menyer
tai penyakit dasar (multipatologi) beserta komplikasinya. Faktor-faktor ini merupak
an faktor presdisposisi.
2. Faktor keperawatan seperti lamanya hari perawatan (length of stay) ,menurutnya s
tandart pelayanan perawatan, serta padatnya penderita dalam satu ruangan.
3. Faktor mikroba patogen seperti tingkat kemampuan invasi serta tingkat kemampua
n merusak jaringan, lamanya pemaparan (length ofexposure)
antara sumber penularan (reservoir) dengan penderita.
C. Proses Terjadinya Infeksi Nosokomial

3
1. Mekanisme penularan menurut Darmadi (2008) Penyebab mikroba patogen ketubuh manu
sia melalui mekanisme tertentu,yaitu mekanisme penularan (Mode Of Transmission). Dala
m garis besarnya, mekanisme transmisi mikroba patogen ke pejamu yang rentang (Suscept
able Host) melalui dua cara :
a. Transmisi Langsung (Direct Transmission) Penularan langsung oleh mikroba pato
gen ke pintu masuk yang sesuai dari pejamu. Sebagai contoh adalah adanya sent
uhan, gigitan, ciuman,batuk, berbicara, atau saat transfusi darah yang terkonta
minasi mikrobapatogen.
b. Transmisi tidak langsung (indirect transmision) Penularan mikroba patogen yang
penularanya “media perantara” baik berupa barang-barang air,udara, makanan/
minuman, maupun vektor.
 Venicle borne
Sebagai media perantara penularan adalah barang/bahan yang kontami
nasi seperti peralatan makan dan minum, instrument bedah/kebidaan,
peratalan laboratorium, peralatan infus atautransfuse.
 Vector-borne
Sebagai media prantara penularan adalah vector (serangga), yang memi
ndakan mikroba pathogen ke pejamu dengan cara berikut.
1) Cara mekanis Pada kaki serangga melekat kotoran/sputum (mikr
obapatogen), lalu hinggap pada makanan atau minuman, di man
a akan masuk seluruh cerna penjamu.
2) Cara biologis Sebelum masuk ke tubuh pejamu, mikroba mengal
ami siklus perkembangbiakan dalam tubuh vector/serangga, sel
anjutnya mikroba di pindahkan kedalam tubuh pejamu melalui g
igitan.
 Food-borne
Makanan dan minuman adalah media perantara yang cukup evektif unt
uk menyebarkan mikroba pathogen ke pejamu, yaitu melalui pintu masu
k (portd’entree) saluran cerna
 Water-borne
Tersedianya air bersih baik secara kuantitatif maupun kualitatif-terutam
a untuk kebutuhan rumah sakit.
2. Tahapan transmisi mikroba patoghen menurut Darmadi (2008) Dalam riwayat penyakit, pej
amu yang peka (susceptable host) akan berinteraksi dengan mikroba patogen, yang secara
alamiah akan melewati 4 tahap, yaitu :
a. Tahap rentan Pada tahap ini pejamu masih dalam kondisi relatif sehat, namun peka
atau labil, disertai faktor presdisposisi yang mempermudah terkena penyakit seper
ti umur, keadaan fisik, perilaku/ kebiasaan hidup, sosial ekonomi, dan lain-lain. Fak
tor-faktor presdisposisi tersebut mempercepat masuknya agen penyebab penyakit
(mikrobapatogen) untuk berinteraksi dengan pejamu.
b. Tahap inkubasi Setelah masuk ke tubuh pejamu, mikroba patogen mulai beraksi,na
mun tanda dan gejala penyakit belum tampak (subklinis). Saat mulai masuknya mik
roba patogen ke tubuh pejamu hingga saat munculnya tanda dan gejala penyakit la
innya, ada yang hanya beberapa jam, dan ada yang bertahun-tahun.
c. Tahap klinis Merupakan tahap terganggunya fungsi organ yang dapat memunculka
n tanda dan gejala (sign and symptoms ) penyakit. Dalam perkembangannya, peny
akit akan berjalan secara bertahap. Pada tahap awal, tanda dan gejala penyakit ma
sih ringan. Penderita masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari dan masih dap
at diatasi dengan berobat jalan. Pada tahap selanjutnya, penyakit tidak dapat diata
4
si dengan berobat jalan, karena penyakit bertambah parah, baik secara objektif ma
upun subjektif. Pada tahap ini penderita sudah tidak mampu lagi melakukan aktivit
as sehari hari dan jika berobat, umumnya harus memerlukan perawatan.
d. Tahap akhir penyakit
Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir pula. Perjalanan penyakit terseb
ut dapat berakhir dengan 5 alternatif, yaitu :
1) Sembuh sempurna : Penderita sembuh secara sempurna, artinya bentuk d
an fungsi sel/jaringan/organ/organ tubuh kembali seperti sedia kala.
2) Sembuh dengan obat : Penderita sembuh dari penyakitnya namun disertai
adanya kecacatan. Cacat dapat berbentuk cacat fisik, cacat mental, maupu
n cacat social.
3) Pembawa (carrier ) : Perjalanan penyakit seolah-olah berhenti,ditandai den
gan menghilangnya tanda dan gejala penyakit. Pada kondisi ini agen penye
bab penyakit masih ada, dan masih potensial sebagai sumber penularan.
4) Kronis : Perjalanan penyakit bergerak lambat,dengan tanda dan gajala yan
g tetap atau tidak berubah (stagna).
5) Meninggal dunia : Akhir perjalanan penyakit dengan adanya kegagalan fun
gsi-fungsi organ
D. Pencegahan Infeksi Nosokomial
1. Pengertian Pencegahan Infeksi Pencegahan infeksi adalah mencegah dan mendeteksi infek
si pada pasien yang beresiko infeksi. Pencegahan infeksi nosokomial dapat diartikan sebaga
i suatu usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko penularan infeksi mikroorg
anisme dari lingkungan rumah sakit (Maryunani, 2011).Berikut adalah pengertian-pengerti
an yang perlu diketahui dalam pencegahan infeksi menurut Hidayat (2006), yaitu :
a. Aseptik, yaitu tindakan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan. istilahini dipak
ai untuk menggambarkan semua usaha yang dilakukan untuk mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan mengakibatkan inf
eksi. Tujuan akhirnya adalah mengurangi atau menghilangkan jumlah mikroorganis
me, baik pada permukaan benda hidup maupun benda mati agar alat-alat kesehata
n dapat dengan aman digunakan.
b. Antiseptik yaitu upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau mengham
bat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya.
c. Dekontaminasi, tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat ditangani oleh pet
ugas kesehatan secara aman,terutama petugas pembersihan medis sebelum pencu
cian dilakukan contohnya adalah meja pemeriksaan,alat-alat kesehatan, dan sarun
g tangan yang terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh di saat prosedur bedah
/tindakan dilakukan.
d. Pencucian, yaitu tindakan menghilangkan semua darah,cairan tubuh,atau setiap be
nda asing seperti debu dan kotoran.
e. Sterilisasi, yaitu tindakan menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri, jamur, p
arasite, dan virus) termasuk bakteri endospore dari benda mati.
f. Desinfeksi, yaitu tindakan menghilangkan sebagian besar (tidak semua) mikroorgan
isme penyebab penyakit dari benda mati. Desinfeksi tingkat tinggi dilakukan denga
n merebus atau menggunakan larutan kimia. Tindakan ini dapat menghilangkan se
mua mikroorganisme, kecuali beberapa bakteri endospore
2. Cara pencegahan infeksi (Kewaspadaan Isolasi) Berikut cara pencegahan infeksi menurut S
alawati (2012), yaitu :
a. Mencuci tangan

5
Mencuci tangan sebaiknya dilakukan pada air yang mengalir dan dengan sabun yan
g digosokkan selama 15 sampai 20 detik. Mencuci tangan dengan sabun biasa dan
air bersih adalah sama efektifnya mencuci tangan dengan sabun anti mikroba. Ada
beberapa kondisi yang mengharuskan petugas kesehatan menggunakan sabun anti
septik ini,yaitu saat akan melakukan tindakan invasif, sebelum kontak dengan pasie
n yang dicurigai mudah terkena infeksi (misalnya: bayi yang baru lahir dan pasien y
ang dirawat di ICU)
b. Penggunaan alat pelindung diri
Alat pelindung diri yang paling baik adalah yang terbuat dari bahan yang telah diola
h atau bahan sintetik yang tidak tembus oleh cairan.
1) Sarung tangan melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan peny
akit dan dapat melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat di ta
ngan petugas kesehatan.
2) Masker dipakai untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh memas
uki hidung atau mulut petugas kesehatan, juga menahan cipratan yang kel
uar sewaktu petugas kesehatan berbicara, bersindan batuk.
3) Pelindung mata dan wajah harus dipakai pada prosedur yang memiliki kem
ungkinan terkena percikan darah atau cairan tubuh. Pelindung mata harus
jernih, tidak mudah berembun, tidak menyebabkan distorsi, dan terdapat
penutup disampingnya.
4) Pemakaian gaun pelindung terutama untuk melindungi baju dan kulit petu
gas kesehatan dari sekresi respirasi. Gaun pelindung juga harus dipakai saa
t ada kemungkinan terkena darah, cairan tubuh.
5) Apron terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air sep
anjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Apron harus dikenakan dib
awah gaun pelindung ketika melakukan perawatan langsung pada pasien,
membersihkan pasien atau melakukan prosedur saat terdapat risiko terken
a tumpahan darah dan cairan tubuh.
c. Praktik keselamatan kerja
Praktik keselamatan kerja berhubungan dengan pemakaian instrumen tajam seper
ti jarum suntik, dll.
d. Perawatan pasien
Perawatan pasien yang sering dilakukan meliputi tindakan: pemakaian kateter urin,
pemakaian alat intravaskular, transfusi darah, pemasangan selang nasogastrik, pe
makaian ventilator dan perawatan luka bekas operasi. Kateterisasi kandung kemih
membawa risiko tinggi terhadap infeksi saluran kemih (ISK). Penggunaan alat intrav
askular untuk memasukkan cairan steril, obat atau makanan serta untuk memanta
u tekanan darah sentral dan fungsi hemodinamik meningkat tajam pada dekade te
rakhir.
e. Penggunaan antiseptic
Larutan antiseptik dapat digunakan untuk mencuci tangan terutama pada tindakan
bedah, pembersihan kulit sebelum tindakan bedah atau tindakan invasif lainnya. In
strumen yang kotor, sarung tangan bedah dan barang-barang lain yang digunakan
kembali dapat diproses dengan dekontaminasi, pembersihan dan sterilisasi atau di
sinfeksi tingkat tinggi (DTT) untuk mengendalikan infeksi.
f. Dekontaminasi
Dekontaminasi dan pembersihan merupakan dua tindakan pencegahan dan penge
ndalian yang sangat efektif meminimalkan risiko penularan infeksi. Proses pembers
ihan penting dilakukan karena tidak ada prosedur sterilisasi dan DTT yang efektif ta
6
npa melakukan pembersihan terlebih dahulu. Pembersihan dapat dilakukan denga
n menggunakan sabun cair dan air untuk membunuh mikroorganisme. Sterilisasi ha
rus dilakukan untuk alat-alat yang kontak langsung dengan aliran darah atau cairan
tubuh lainnya dan jaringan. Sterilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan uap b
ertekanan tinggi (autoclafe), pemanasan kering (oven), sterilisasi kimiawi dan fisik
3. Tujuan pencegahan infeksi Tujuan pencegahan infeksi dalam pelayanan kesehatan menuru
t Maryunani (2011), antara lain :
1) Meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme (misalnya bakteri, vir
us, jamur).
2) Menurunkan resiko penularan infeksi.
3) Memberikan perlindungan terhadap klien dan tenaga kesehatan dari penularan pe
nyakit yang mengancam jiwa, misalnya hepatitis dan HIV/AIDS.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pencegahan infeksi adalah mencegah dan mendeteksi infeksi pada pasien yang beresiko infeksi. Pe
ncegahan infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan untuk mencegah t
erjadinya resiko penularan infeksi mikroorganisme dari lingkungan rumah sakit. Cara mencegahnya
yaitu mencuci tangan, penggunaan alat pelindung diri, praktik keselamatan kerja,perawatan pasien,
dan penggunaan antiseptic serta dekontaminasi.
Faktor yang memengaruhi terjadinya infeksi nosokomial menurut Hidayat(2006) antara lain, sumbe
r penyakit, kuman penyebab, cara pembebasan sumber dari kuman, cara masuknya kuman dan day
a tahan tubuh. Sedangkan faktor yang memengaruhi terjadinya infeksi nosokomial menurut Darma
di (2008), yaitu factor instrinsik, factor keperawatan, dan factor mikroba.
Proses terjadinya infeksi nosokomial terjadi karena transmisi langsung dan tidak langsung. Sedangk
an tahapan terjadinya infeksi yaitu tahap rentan, tahapan kubasi, tahap klinis dan tahap akhir peny
akit. Tahap akhir penyakit ini menentukan keadaan penderita karena penderita dapat sembuh sem
purna,sembuh dengan obat, menjadi pembawa sehingga masih memiliki potensi sumber penularan
atau kematian.
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami susun semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pemb
aca.dalam penulisan makalah,kami masih banyak kekurangan.saran dan kritik yang memba
ngun sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah kami.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/31878303/MAKALAH_INFEKSI_NOSOKOMIAL

8
9
PEMBERIAN OBAT

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pada dasarnya pelayanan kesehatan terdiri dari dua aspek utama yaitu perawatan dan
pengobatan. Perawat saat ini dituntut mampu memberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan
pemecahan masalah menggunakan metode proses keperawatan. Disamping memberikan asuhan
keperawatan, perawat dituntut juga untuk mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang memadai
tentang pengobatan. Keikutsertaan perawat dalam kegiatan kolaborasi pengobatan ini cukup
bervariasi selaras dengan kemajuan pembangunan dibidang kesehatan.

Obat adalah alat utama terapi yang digunakan dokter untuk mengobati klien yang memiliki
masalah kesehatan. Pemberian obat dapat melalui berbagai cara yaitu: peroral, parenteral, melalui
mata, telinga, kulit, vagina, hidung, dan anus. Di sini saya akan membahas pemberian obat oral,
topical dan supositoria. Pemberian obat per oral, topikal dan supositoria merupakan cara yang
paling banyak dipakai karena ini merupakan cara yang paling mudah, murah, aman, dan nyaman
bagi pasien.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Prosedur Pemberian Medikasi Oral

2. Prosedur Pemberian Medikasi Parental

3. Prosedur Pemberian Medikal Topical

4. Prosedur Pemberian Medikasi Suppositoria

1.3 TUJUAN

1. Untuk Mengetahui Prosedur Pemberian Medikasi Oral

10
2. Untuk Mengetahui Prosedur Pemberian Medikasi Parental

3. Untuk Mengetahui Prosedur Pemberian Medikal Topical

4. Untuk Mengetahui Prosedur Medikasi Suppositoria

BAB II PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN

2.1.1 Oral

Pemberian obat per oral merupakan cara yang paling banyak dipakai karena ini merupakan cara
yang paling mudah, murah, aman, dan nyaman bagi pasien. Berbagai bentuk obat dapat di berikan
secara oral baik dalam bentuk tablet, sirup, kapsul atau puyer. Untuk membantu absorbsi , maka
pemberian obat per oral dapat di sertai dengan pemberian setengah gelas air atau cairan yang lain.
Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan iritasi lambung dan menyebabkan muntah (misalnya
garam besi dan Salisilat). Untuk mencegah hal ini, obat di persiapkan dalam bentuk kapsul yang
diharapkan tetap utuh dalam suasana asam di lambung, tetapi menjadi hancur pada suasana netral
atau basa di usus.

Dalam memberikan obat jenis ini, bungkus kapsul tidak boleh di buka, obat tidak boleh
dikunyah dan pasien di beritahu untuk tidak minum antasaid atau susu sekurangkurangnya satu jam
setelah minum obat. Apabila obat dikemas dalam bentuk sirup, maka pemberian harus di lakukan
dengan cara yang paling nyaman khususnya untuk obat yang pahit atau rasanya tidak enak. Pasien
dapat di beri minuman dingin (es) sebelum minum sirup tersebut. Sesudah minum sirup pasien
dapat di beri minum, pencuci mulut atau kembang gula.

2.1.2 Parenteral

Parenteral adalah metode pemberian nutrisi, obat, atau cairan melalui pembuluh darah. Metode

ini sering kali dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan fungsi pencernaan, seperti

malabsorpsi, atau pasien yang baru menjalani operasi saluran cerna.

2.1.3 Topical
Pemberian obat secara topikal adalah pemberian obat secara lokal dengan cara mengoleskan

atau menetskan obat pada permukaan kulit tergantung dimana letak penyakit itu terjadi.
11
2.1.4 Suppositoria

Suppositoria adalah obat solid (padat) berbentuk peluru yang dirancang untuk dimasukkan ke
dalam anus/rektum (suppositoria rektal), vagina (suppositoria vagina) atau uretra (suppositoria
uretra). Supositoria umumnya terbuat dari minyak sayuran solid yang mengandung obat.

Supositoria rektal akan hancur atau larut dalam suhu tubuh dan akan menyebar secara bertahap
ke lapisan usus rendah (rektum), dimana di sana ia akan diserap oleh aliran darah.Suppositoria
rektal bertindak secara sistemik, atau sebagai alternatif dari obat-obat oral (misalnya ketika
seseorang tidak mampu mengonsumsi obat melalui mulut). Obat ini mudah diserap di dalam
rektum karena rektum kaya akan pembuluh darah.

2.2 Prosedur Pemberian Medikasi Oral

▪ Peralatan :

1. Baki berisi obat-obatan atau kereta sorong obat-obat (tergantung sarana yang ada)

2. Kartu rencana pengobatan

3. Cangkir disposible untuk tempat obat 4. Martil dan lumpang penggerus (bila diperlukan)

▪ Tahap kerja :

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

2. Cuci tangan

3. Kaji kemampuan pasien untuk dapat minum obat per oral (kemampuan menelan, mual dan
muntah, akan dilakukan penghisapan cairan lambung, atau tidak boleh makan/minum).

4. Periksa kembali order pengobatan (nama pasien, nama dan dosis obat, waktu dan cara
pemberian). Bila ada keraguan laporkan ke perawat jaga atau dokter.

12
5. Ambil obat sesuai yang diperlukan.

6. Bantu untuk minum obat dengan cara : Apabila memberikan tablet atau kapsul dari
botol,tuangkan jumlah yang dibutuhkan ke dalam tutup botol dan pindahkan ke tempat
obat. Jangan menyentuh obat dengan tangan. Obat berupa kapsul jangan dilepaskan
pembungkusnya.

7. Yakin bahwa tidak pada pasien yang salah

8. Atur posisi pasien duduk bila mungkin

9. Kaji tanda-tanda vital pasien

10. Berikan cairan/air yang cukup untuk membantu menelan, bila sulit menelan anjurkan
pasien meletakan obat di lidah bagian belakang, kemudian pasien dianjurkan minum

11. Bila obat mempunyai rasa tidak enak, beri pasien beberapa butir es batu untuk diisap
sebelumnya, atau berikan obat dengan menggunakan lumatan apel atau pisang.

12. Catat tindakkan yang telah dilakukan meliputi nama dan dosis obat yang diberikan, setiap
keluhan dan hasil pengkajian pada pasien. Bila obat tidak dapat masuk, catat secara jelas
dan tulis tanda tangan dengan jelas.

13. Kembalikan semua peralatan yang dipakai dengan tepat dan benar kemudian cuci tangan.

14. Lakukan evaluasi menegenai efek obat pada pasien kurang lebih 30 menit setelah waktu
pemberian.

2.3 Prosedur Pemberian Medikasi Parenteral

1. Nutrisi Parenteral Total (total parenteral nutrition/TPN)

Metode pemberian nutrisi parenteral ini dilakukan pada pasien yang sama sekali tidak bisa
mencerna seluruh jenis nutrisi, sehingga seluruh asupan nutrisinya diberikan sepenuhnya melalui
infus.

13
2. Nutrisi parenteral parsial (partial parenteral nutrition/PPN)

PPN umumnya dilakukan dalam jangka waktu pendek pada pasien dengan kondisi dehidrasi
atau memiliki kesulitan mencerna nutrisi tertentu (malabsorpsi).

2.4 Prosedur Pemberian Medikasi Topikal

Selain dikemas dalam bentuk untuk diminum atau diinjeksikan, berbagai jenis obat dikemas
dalam bentuk obat luar seperti lotion, liniment,ointment, pasta dan bubuk biasanya dipakai untuk
pengobatan gangguan dermatologis misalnya gatal-gatal, kulit kering, infeksi dan lain- lain. Obat
topikal juga dikemas dalam bentuk obat tetes (instilasi) yang dipakai untuk tetes mata, telinga atau
hidung serta dalam bentuk untuk irigasi baik mata, telinga, hidung, vagina maupun rektum.

2.4.1 Pemberian Obat Kulit (Dermatologis)

Obat dapat diberikan pada kulit dengan cara digosokkan, ditepukkan, disemprotkan, dioleskan

dan iontoforesis (pemberian obat pada kulit dengan listrik). Prinsip kerja pemberian obat pada kulit

antara lain meliputi :

1. Gunakan teknik steril bila ada luka pada kulit.

2. Bersihkan kulit sebelum memberikan obat (bahan pembersih dilentukkan oleh dokter).

3. Ambil obat kulit dari tempatnya dengan batang spatel lidah danbukan dengan tangan.

4. Bila obat perlu digosok, gunakan tekanan halus.

5. Oleskan obat tipis-tipis kecuali ada petunjuk lain.

6. Obat dalam bentuk cair harus diberikan dengan aplikator.

7. Bila digunakan kompres atau kapas lembab maka pelembab harus steril.

14
2.4.2 Irigasi dan Instilasi Mata

Irigasi mata merupakan suatu tindakan pencucian kantung konjungtiva mata. Berbagai bentuk
spuit tersedia khusus untuk melakukan irigasi tetapi bila tidak ada dapat digunakan spuit dengan
tabung yang besar. Peralatan yang digunakan harus dalam keadaan steril.

Obat mata biasanya berbentuk cairan (obat tetes mata) dan ointment/obat salep mata yang
dikemas dalam tabung kecil. Karena sifat selaput lendir dan jaringan mata yang lunak dan
responsif terhadap obat, maka obat mata biasanya diramu dengan kekuatan yang rendah misalnya
2%

Cara irigasi dan instilasi mata :

1) Pastikan tentang adanya order pengobatan.

2) Siapkan peralatan.

Untuk Irigasi :

1. Tabung steril untuk tempat cairan.

2. Cairan irigasi sebanyak 60 sampai dengan 240cc dengan suhu 37 ̊C.

3. Alas irigator mata atau spuit steril.

4. Bengkok steril

5. Bola kapas steril.

6. Cairan normal salin steril (bila diperlukan).

7. Perlak.

8. Sarung tangan steril.

Untuk Instilasi :

1. Obat yang diperlukan.

2. Kapas kering steril.


15
3. Kapas basah (normal saline) steril.

4. Kassa/penutup mata dan plester.

5. Sarung tangan steril.

3) Siapkan pasien yaitu dengan memberitahu pasien tentang irigasi/pengobatan yang


diberikan. Bantu pasien mengatur posisi duduk atau berbaring saling memiringkan kepala
ke arah mata yang sakit. Pasang kain penutup untuk melindungi pasien dan baju pasien agar
tidak basah dan pasang bengkok di bawah mata yang sakit (pada pelaksanaan irigasi).

4) Kaji mata pasien. Amati adanya gangguan pada mata misalnya warna merah, adanya
kotoran, bengkak, pandangan kabur, mata sering dikucek-kucek dan lain-lain.

5) Bersihkan kelopak mata dan bulu mata dengan nola kapas yang telah dibasahi dengan
cairan irigasi dengan arah dari kantus dalam menuju kantus keluar.

6) Masukkan cairan irigasi atau obat mata

Untuk Irigasi :

Buka mata dengan jari telunjuk dan ibu jari sehingga kantong konjungtiva dapat dilihat.
Pegang irigator yang telah berisi cairan 2,5cm di atas mata. Arahkan air pada kantong konjungtiva
bawah dari kantus dalam menuju kantus luar. Lanjutkan irigasi sampai air yang meninggalkan
mata tampak bersih. Anjurkan pasien untuk membuka dan menutup mata secara teratur. Bila sudah
selesai, bersihkan sekitar mata dengan bola kapas.

Untuk instilasi :

Periksa nama, kekuatan dan jenis obat. Anjurkan pasien memandang ke atas dan beri pasien
sebuah bola kapas. Buka mata dengan cara menarik kelopak mata bawah dengan jempol atau jari-
jari tangan yang tidak memegang obat. Pegang obat tetes dengan tangan satunya.

7) Dekatkan ke mata sampai berjarak 1 sampai 2 cm dari mata lalu teteskan obat sesuai yang
dibutuhkan pada kantong konjungtiva bawah 1/3 dari luar. Bila obat berupa salep mata,
pegang pipa salep di atas kantung konjungtiva atas dan oleskan sekitar 3 cm salep dari

16
kantus dalam ke luar. Lalu anjurkan pasien menutup mata tanpa mengusap obat keluar.
Untuk obat cair, pasien dianjurkan menutup mata selama 30 detik dan menekan hati-hati
duktus nasolakrimalis agar obat tidak masuk ke dukus tersebut

8) Bersihkan mata dengan cara mengusap dari arah dalam keluar.

9) Tutup mata bila diperlukan dan kaji respon pasien.

10) Bereskan alat yang digunakan dan catat tindakan dengan singkat dan jelas.

2.4.3 Instilasi Hidung


Obat yang diberikan melalui tetesan hidung (instilasi hidung) diberikan biasanya dengan
maksud menimbulkan astringent efekyang merupakan efek obat dalam mengkerutkan selaput
lendir yang bengkak. Obat tetes hidung diberikan pula dengan tujuan untuk menyembuhkan infeksi
pada rongga atau sinus-sinus hidung.

Cara kerja instilasi hidung :

1. Pastikan tentang adanya order pengobatan.

2. Siapkan peralatan :

a. Obat tetes hidung.

b. Bola kapas.

3. Beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan dan siapkan pasien. Posisi pasien
diatur berbaring terlentang dengan bagian bahu disokong sebuah bantal sehingga kepala
mengadah. Anjurkan pasien untuk menghembuskan napas sedikit kuat sehingga lubang
hidung akan bersih.

4. Elevasikan lubang hidung dengan cara menekan ujung hidung dengan jempol.

5. Pegang obat tetes hidung di atas lubang hidung dan teteskan obat pada bagian tengah konka
superior tulang etmoidalis (beritahu pasien untuk bernapas melalui mulut sewaktu obat
diteteskan).
17
6. Anjurkan pasien tetap dalam posisi ini selama 1 menit sehingga obat dapat sampai pada
semua dinding hidung.

7. Atur posisi pasien yang nyaman dan beritahu untuk bernapas melalui hidung kembali.

8. Bereskan peralatan dan catat tindakan secara jelas dan singkat.

2.4.4 Irigasi dan Instilasi Telinga

1. Pastikan tentang adanya order pengobatan.

2. Siapkan peralatan

Untuk Irigasi :

1) Tabung berisi cairan irigasi dengan jumlah dan konsentrasi sesuai yang dikehendaki.

2) Alat suntik/spuit.

3) Bengkok.

4) Perlak handuk.

5) Kapas pengusap.

6) Bola kapas.

7) Sarung tangan (kadang-kadang)

Untuk Intilasi :

1) Obat tetes dalam tempatnya.

2) Kapas dibungkus dalam kasa.

3) Batang karet (tambahan) terutama digunakan untuk tetesan terakhir untuk mencegah
gerakan tiba-tiba anak atau pasien tidak sadar.

3. Bantu pasien berbaring ke samping dengan posisi telinga yang sakit menghadap ke atas.
18
1) Kaji keadaan daun telinga dan saluran telinga bagian luar. Lakukan inspeksi untuk
mengetahui adanya kemerah-merahan, lecet dan setiap kotoran yang keluar. Bila diperlukan
gunakan otoskop dan bila ditemukan adanya benda asing atau genderang telanga (membran
timpani) tidak utuh, jangan lakukan irigasi dan laporkan keadaan ini pada perawat senior.

2) Bersihkan daun telinga dan lubang telinga dengan bola kapas basah.

3) Siapkan peralatan :

Untuk Irigasi : Isi spuit dengan cairan irigasi atau bila menggunakan tabung irigasi, angkat tabung

ke atas dan alirkan cairan mengisi pipa.

Untuk Instilasi : Siapkan obat tetes yang diperlukan.

4) Masukkan cairan irigasi atau obat tetes telinga.

Untuk Irigasi : Buka daun telinga (untuk bayi daun telinga di tarik ke bawah, untuk dewasa di tarik
ke atas belakang), masukkan ujung spuit dan pancarkan cairan pada dinding atas saluran telinga
sesuai yang diperlukan. Bila sudah selesai, keringkan bagian luar telinga dengan kapas dan bantu
berbaring ke samping ke arah telinga yang telah diirigasi.

Untuk Instilasi : Hangatkan obat dengan atau masukkan botol dalam cairan hangat beberapa detik.
Buka dan luruskan lubang telinga dan teteskan obat pada sisi telinga. Tekan tragus secara hati-hati
beberapa kali untuk membantu obat masuk. Anjurkan pasien tetap berbaring miring lebih kurang
selama 5 menit. Pasang kapas pada lubang telinga (tidak ditekan) selama 15 menit sampai dengan
20 menit.

5) Kaji respon manusia terhadap adanya rasa nyeri, keadaan saluran telinga, kotoran yang ada
dan pada irigasi amati keadaan dan bau cairan yang keluar.

6) Rapikan pasien dan catat tindakan secara singkat dan jelas.

19
2.4.4 Irigasi dan Instilasi Vagina

Irigasi vagina merupakan suatu prosedur membersihkan vagina dengan aliran air yang pelan.
Tindakan ini dilakukan terutama untuk memasukkan larutan antimikroba guna mencegah
pertumbuhan mikroorganisme penyebab infeksi, mengeluarkan kotoran dalam vagina mencegah
perdarahan (dengan cairan dingin atau hangat) dan mengurangi peradangan.

Peralatan steril digunakan untuk melakukan irigasi vagina di rumah sakit, terutama bila
terdapat luka terbuka pada vagina. Jenis cairan yang digunakan tergantung pada prosedur rumah
sakit dan tujuan irigasi. Biasanya digunakan cairan normal salin, sodium bikarbonat, air ledeng dan
lain-lain. Jumlah cairan bervariasi antara 1000 sampai dengan 2000 ml dan cairan dibandingkan
pada suhu 40,5̊ C.

Instilasi vagina dilakukan berbagai tujuan, antara lain untuk mengobati infeksi atau
menghilangkan rasa nyeri, maupun gatal pada vagina. Obat yang dimasukkan melaui vagina
dikemas dalam bentuk yang bervariasi antara lain : cream, jelly, foam atau supositoria.

Cara kerja irigasi dan isntilasi vagina :

1. Pastikan tentang adanya order pengobatan

2. Siapkan peralatan

Untuk Irigasi Vagina :

1) Set irigasi vagina (sering dikemas untuk pemakaian disposible) yang terdiri dari ujung
lancip/corong, pipa, klem dan kantong cairan.

2) Perlak

3) Cairan irigasi

4) Kapas lembab thermometer

5) Bedpan

6) Kertas tissue

20
7) Sarung tangan

8) Tiang/standart infus

Untuk instilasi vagina :

1) Obat yang berbentuk supositoria atau krim

2) Sarung tangan disposable

3) Pelumas untuk obat supositoria

4) Aplikasi untuk krim vagina 5) Kertas tissue/handuk

6) Kapas pembersih perineum

3. Beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan dan jelaskan rasa tidak nyaman yang
mungkin dirasakan selama tindakan. Buka/suruh pasien menanggalkan pakaian bawah
(tetap jaga privacy pasien).

4. Atur posisi pasien dan tutupi bagian tubuh yang tidak digunakan. Pada pelaksanaan irigasi,
pertama-tama pasang perlak di bawah bokong pasien, pasang bedpan dan atur posisi pasien
di atas bedpan dengan bahu lebih rendah dari pada panggul. Di bawah bagian lumbal dapat
dipasang bantal untuk mengurangi rasa tidak nyaman. Pada tindakan instilasi obat, pasien
diatur dalam posisi berbaring dengan lutut ditekuk dan di rentangkan ke luar (dorsal
recumbent)

5. Atur peralatan yang akan digunakan

Untuk Irigasi : Tutup/klem pipa, gantung tabung cairan pada tiang infus setinggi 30 cm dari
vagina. Alirkan/isi pipa dan corong dengan air. Untuk instilasi : buka pembungkus obat supositoria
dan letakkan di atas pembungkusnya yang terbuka. Bila menggunakan aplikator, isi aplikator
dengan krim, jelly, atau foam sesuai kebutuhan

6. Kaji keadaan dan bersihkan area perineal dengan cara pakailah sarung tangan, inspeksi
lubang vagina untuk mengetahui setiap peradangan, perhatikan bau dan setiap cairan yang
keluar. Lakukan pembersihan parineal untuk menghilangkan mikroorganisme
21
7. Masukkan cairan irigasi, supositoria, krim, foam atau jelly sesuai dengan kebutuhan

Untuk Irigasi : Alirkan sedikit cairan di area perineal, pelan-pelan masukkan corong sedalam
antara 7 sampai sampai dengan 10 cm kemudian alirkan cairan pelan-pelan. Setelah semua cairan
masuk dan keluar, ambil corong dan bantu pasien duduk di atas depan

Untuk Suppositoria : Lumasi ujung supositoria dan ujung jari telunjuk anda dengan jelly. Buka
labia sehingga lubang vagina dapat dilihat. Dorong supositoria ke dalam lubang vagina dengan jari
telunjuk sedalam 8-10cm. Setelah supositoria masuk, tarik jari telunjuk dan anjurkan pasien tetap
dalam posisi supinasi (terlentang) selama 5 sampai dengan 10 menit.

Untuk krim, jelly atau foam : Pelan-pelan masukan aplikator ke dalam lubang vagina, dorong

pengokang secara hati-hati sampai obat obat habis kemudian keluarkan aplikator.

8. Setelah selesai keringkan area perineal, ambil bedpan dan perlak dan atur pasien dalam
posisi yang nyaman.

9. Bereskan peralatan dan catat tindakan.

10. Kaji respon pasien yang antara lain meliputi : rasa sakit dan kotoran atau cairan yang
keluar.

2.5 Prosedur Pemberian Medikasi Suppositoria

Obat dapat diberikan melalui rektal. Obat dalam bentuk cairan yang banyak diberikan melalui

rektal yang sering disebut enema. Obat tertentu dalam bentuk kapsul yang besar dan panjang

(supositoria) juga dikemas untuk diberikan melalui anus/rektum. Ada beberapa keuntungan

penggunaan obat supositoria antara lain :

1) Supositoria tidak menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan bagian atas.

2) Beberapa obat tertentu dapat diabsorbsi dengan baik melalui dinding permukaan rektum.

22
3) Supositoria rektal diperkirakan mempunyai tingkatan(titrasi) aliran pembuluh darah yang
besar, karena pembuluh darah vena pada rektum tidak ditransportasikan melalui liver
(Hahn, Oestrelch, Barkin, 1986).

Ada beberapa prinsip yang harus dipegang oleh perawat dalam memberikan obat dalam bentuk

enema dan supositoria, antara lain :

1) Untuk mencegah peristalti, lakukan enema retensi secara pelan dengan cairan sedikit (tidak
lebih dari 120 ml) dan gunakan rektal tube kecil.

2) Selama enema berlangsung anjurkan pasien berbaring miring kekiri dan bernapas melalui
mulut untuk merilekskan spingter.

3) Retensi enema dilakukan setelah pasien buang air besar.

4) Anjurkan pasien untuk berbaring telentang selama 30 menit setelah pemberian enema.

5) Obat supositoria harus disimpan di lemari es karena obat akan meleleh pada suhu kamar.

6) Gunakan pelindung jari atau sarung tangan. Gunakan jari telunjuk untuk pasien dewasa dan
jari ke empat pada pasien bayi. Anjurkan pasien berbaring ke kiri dan bernapas melalui
mulut agar spingter rileks. Pelan-pelan dorong supositoria ke dalam.

7) Anjurkan pasien tetap miring ke kiri selama 20 menit setelah obat masuk.

8) Bila diperlukan, beritahu pasien cara mengerjakan sendiri enema atau memasukkan
supositoria.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pemberian obat oral, topical,Parental dan supositoria adalah suatu tindakan untuk membantu

proses penyembuhan dengan cara memberikan obat-obatan melalui mulut dan melalui organ yang

terkena penyakit sesuai dengan program pengobatan dari dokter.


23
Tujuan dari pengobatan antara lain mencegah, mengobati dan mengurangi rasa sakit sesuai

dengan efek terapi dari jenis obat, dan menghindari pemberian obat yang menyebabkan kerusakan

kulit dan jaringan.

Sedangkan hal yang harus diperhatikan meliputi indikasi, kontraindikasi, penggunaan prinsip 6

benar, jenis obat, serta memastikan bahwa pasien benar-benar meminum obat tersebut

3.2 SARAN

Penulis menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak kesalahan dan jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, untuk memperbaiki makalah tersebut penulis meminta kritik yang

membangun dari para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

https://pdfcoffee.com/makalah-pemberian-obat-oral-topikal-dan-supositoria-4-pdffree.html

http://ners.unair.ac.id/site/index.php/news-fkp-unair/30-lihat/697-mengenalparenteral-metode-

pemberian-nutrisi-dan-obat-melalui-pembuluh-darah

24
25
KONSEP DASAR PENATALAKSANAAN SPESIMEN DAN CARA

PENGAMBILAN SPESIMEN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perlu diperhatikan dalam hal pengelolaan spesimen adalah: Cara
Pengambilan/Penyimpanan/Pengiriman specimen . Adapun tujuan dari pemahaman
cara pengelolaan spesimen tersebut adalah agar spesimen dapat memberikan hasil
yang akurat dalam pemeriksaan secara makroskopis/mikroskopis dan spesimen tidak
rusak dalam rentang waktu pengiriman ke laboratorium. Salah satu hal paling penting
yang mendasari cara pengelolaan spesimen yaitu harus diperhatikan tujuan
pengambilan spesimen.
Spesimen diambil apakah untuk pemeriksaan mikrobiologi/patologi
klinik/patologi anatomi/parasitologi. Hal ini harus diperhatikan sebab prosedur
pengelolaan spesimen pada setiap bidang pastilah berbeda. Misalnya, antikoagulan
EDTA yang tidak boleh dipakai dalam pengawetan dalam proses penyimpanan darah
laboratorium mikrobiologi sebab akan mematikan kuman yang akan diperiksa. Tetapi,
antikoagulan EDTA digunakan dalam laboratorium patologi klinik. Selain itu, juga
dipilah antara prosedur penanganan spesimen klinik untuk dikirim ke laboratorium
tertentu. Dimana, laboratorium tersebut terdiri dari laboratorium mikrobiologi,
patologi klinik, patologi anatomi, dan parasitologi.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui maksud dari penatalaksanna spesimen
2. Untuk mengetaui konsep dan teknik pemeriksaan spesimen

C. Manfaat

1. Untuk Membuat mahasiswa lebih kritis dalam berfikir melalui suatu


kasus.

2. Menekan mahasiswa lebih aktif dalam belajar.


3. Membuat mahasiswa lebih aktif berpendapat

26
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penatalaksanan spesimen
Pengambilan spesimen dilakukan oleh petugas laboratorium atau petugas lain
yang terampil dan berpengalaman. Sesuai dengan kondisi dan situasi setempat,
spesimen dapat diambil oleh petugas RS/laboratorium setempat, atau oleh petugas
laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Pengambilan harus dilakukan dengan memperhatikan universal precaution
atau kewaspadaan dini untuk mencegah terjadinya infeksi. Jenis spesimen yang
diambil dapat berupa : darah (serum atau darah), urin, tinja, dan jaringan.Petugas
pengambil spesimen diharuskan memakai :

 Laboratorium jas (lengan panjang)


 Sarung tangan (karet)
 Kaca mata plastik (goggle)
 Masker (N95 untuk petugas dan penderita)
 Tutup kepala (plastik)

 Fungsi Pemeriksaan Spesimen


Salah satu kontribusi perawat dalam pengkajian status kesehatan adalah
mengambil spesimen dan cairan tubuh untuk pemeriksaan. Pemeriksaan
specimen biasanya dilakukan minimal satu kali pada tiap klien rawat. Tujuan
pemeriksaan specimen adalah menetapkan diagnosa masalah dan menilai
respon klien terhadap terapi yang telah dijalani.
 Tanggung jawab perawat dalam pemeriksaan spesimen adalah:
 Memberikan kenyamanan, mempertahankan privasi dan keamanan
saat pengambilan specimen.
 Menjelaskan tujuan pemeriksaan.
 Melakukan prosedur pengambilan, penyimpanan dan pengiriman
specimen dengan benar.
 Mencatat informasi yang terkait dengan pemeriksaan pada
lembaran dengan benar.
 Melaporkan jika ditemukan hasil yang tidak normal.
B. Konsep Dan Tekhnik Pengambilan Specimen
1. Pemeriksaan Spesimen Urine
a. URIN BERSIH (clean voided urine specimen)
Urin bersih diperlukan untuk pemeriksaan urinalisa rutin. Untuk
pemeriksaan urinalisa rutin diperlukan:
 Urin bersih, biasanya urin pertama pagi hari karena urin pertam
a cenderung konsentrasinya lebih tinggi, jumlah lebih banyak, d
an memiliki pH lebih rendah.
 Jumlah minimal 10Ml
 klien dapat melakukannya sendiri, dengan menampung urin pad
a wadah yang disediakan, kecuali klien yang lemah, mungkin
memerlukan bantu
 Spesimen harus bebas dari feses
 Diperlukan urin segar (pengambilan kurang dari 1 jam), bila tid
ak dapat diperiksa dengan segera, urin harus dimasukan dalam l
emari es.
b. URIN TENGAH (clean-catch or midstream urin specimen)
Urin tengah merupakan cara pengambilan spesimen untuk pemeriksaan
kultur urin yaitu untuk mengetahui mikroorganisme yang menyebabkan
infeksi saluran kemih. Sekalipun ada kemungkinan kontaminasi dari
bakteri di permukaan kulit, namun pengambilan dengan menggunakan
kateter lebih berisiko menyebabkan infeksi. Perlu mekanisme khusus agar
spesimen yang didapat tidak terkontaminasi. Pengambilan dilakukan
dengan cara:
 bersihkan area meatus urinarius dengan sabun dan air atau deng
an tisue khusus lalu keringkan
 biarkan urin yang keluar pertama dimaksudkan untuk mendoro
ng dan mengeluarkan bakteri yang ada didistal, beberapa waktu
kemudian tampung urin yang ditengah. Hati- hati memegang w
adah penampung agar wadah tersebut tidak menyentuh permuk
aan perineum.
 Jumlah yang diperlukan 30-60mL
c. URIN TAMPUNG (timed urin specimen/waktu tertentu)
Beberapa pemeriksaan urin memerlukan seluruh produksi urin yang
dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu, rentangnya berkisar 1-2 jam – 24
jam. Urin tampung ini biasanya disimpan di lemari pendingin atau diberi
preservatif (zat aktif tertentu) yang mencegah pertumbuhan bakteri atau
mencegah perubahan/kerusakan struktur urin. Biasanya urin ditampung di
tempat kecil lalu dipindahkan segera ke penampungan yang lebih besar.
Adapun tujuan pemeriksaan yang menggunakan urin tampung adalah:
 Mengkaji kemampuan ginjal mengkonsentrasikan dan
mendilusi urin
 Menentukan penyakit gangguan metabolisme glukosa,fungsi
ginjal
 Menentukan kadar sesuatu dalam urin (misal: albumin, amilase,
kreatinin, hormon tertentu)
Hal yang perlu dilakukan perawat:
 Periode pengumpulan jenis ini dimulai setelah klien berkemih
 Beri wadah yang telah disiapkan oleh pihak laboratorium
 Setiap kali berkemih ,urin dikumpul dalam sebuah wadah yang bersih l
alu segera masukan dalam wadah yang lebih besar
 Setiap spesimen harus bebas dari feses atau tisu toilet
 Perawat harus mengigatkan klien untuki berkemih nsebelum defekasi
 Wadah pengumpil urin perlu dimasukan dalam lemari ES

d. SPESIMEN URIN ACAK


Spesimen urin rutin yang diambil secara acak dapat dikumpil kan dari
urin klien saat berkemih secara alami atau dari kateter foley atau kantong
pengumpul urin yang mengalami diversi urinarius, Spesimen harus bersih
digunakan pada pemeriksaan urinalisis, Anjurkan klien untuk minum 30
menit sebelum prosedur dilakukan,dan hanya 120 mL urin yang
dibutuhkan untuk pemeriksaan yang akurat
Setelah spesimen dikumpilkan ,perawat m,emasang tutup dengan ketat
padsa wadah spesimen,membersihkan setiap urin yang keluar mengenai
bagian wadah,meletakan wadah pada kantong plastik,dan kirim spesimem
yang telah diberi label ke labor.
e. SPESIMEN KATETER INDWELLING
Urin steril dapat diperoleh dengan mengambil urin melalui area kateter
yang khusus disiapkan untuk pengambilan urin dengan jarum suntik. Klem
kateter selama kurang lebih 30 menit jika tidak diperoleh urin waktu
pengambilan. Untuk kultur urin diperlukan 3 mL, dan 30 mL untuk
urinalisa rutin. Untuk kultur urin, hati-hati dalam pengambilan agar tidak
terkontaminasi.
Tata cara dalam pelaksanan pengambilan sampel dan pengiriman urin adalah :
1) Pengambilan specimen urin
a. Pengambilan Spesimen
Wadah Spesimen
 Wadah spesimen urine harus bersih dan kering.
 Dapat terbuat dari plastik atau botol gelas.
 Mulut wadah lebar dan dapat ditutup rapat.
 Wadah berwarna terang.
2) Cara Pengambilan Spesimen
 Urine ditampung selama 24 jam
 Urine yang telah ditampung diambil sebanyak 50 – 100 ml, kemudian t
ambahkan dengan 2 ml formalin 27% atau 100 mg EDTA, kemudian k
ocok hingga homogen.
3) Identitas Spesimen.
Diberi nomor dan kode, sedangkan identitas lengkap dapat dilihat pada
buku registrasi yang berisikan nomor, tanggal, nama responden, umur,
jenis kelamin, jenis pemeriksaan,
b. Pengiriman Spesimen
Setelah spesimen urine terkumpul masing-masing dalam wadah/botol
kecil, kemudian dimasukan dalam wadah/tempat yang lebih besar dengan
diberi es sebagai pengawet sementara (cool box).Wadah spesimen kecil
diatur sedemikian rupa sehingga tidak mudah terbalik atau tumpah.
Pengiriman harus secepat mungkin sampai ke laboratorium (tidak lebih
dari 3 hari).
c. Pemeriksaan Spesimen
Ada beberapa metoda yang dapat digunakan untuk memeriksa kadar
Timah hitam dalam urine, antara lain metoda Dithizone dan metoda
Spektrofotometrik Serapan Atom.Pemilihan metoda pemeriksaan
disesuaikan dengan kemampuan sumber daya yang tersedia, baik tenaga,
bahan pemeriksaan ataupun peralatan.

2. Pemeriksaan Spesimen Feses


Pemeriksaan feses dilakukan untuk:
a) Melihat ada tidaknya darah. Pemeriksaan ini mudah dilakukan baik ol
eh perawat atau klien sendiri. Pemeriksaan ini menggunakan kertas tes
Guaiac.
b) Analisa produk diet dan sekresi saluran cerna. Bila feses mengandung
banyak lemak (disebut: steatorrhea), kemungkinan ada masalah dalam
penyerapan lemak di usus halus. Bila ditemukan kadar empedu renda
h, kemungkinan terjadi obstruksi pada hati dan kandung empedu.
c) Mendeteksi telur cacing dan parasit. Untuk pemeriksaan ini dilakukan
tiga hari berturut-turut.
d) Mendeteksi virus dan bakteri. Untuk pemeriksaan ini diperlukan jumla
h feses sedikit untuk dikultur. Pengambilan perlu hati-hati agar tidak t
erkontaminasi. Pada lembar pengantar perlu dituliskan antibiotik yang
telah dikonsumsi.
Sebelum pengambilan spesimen, perawat perlu mengingatkan klien akan hal-
hal berikut:
 Defekasi pada bedpan yang bersih
 Bila memungkinkan, spesimen tidak terkontaminasi dengan urin atau dara
h menstruasi
 Jangan meletakan tisue pembersih pada bedpan setelah defekasi karena da
pat mempengaruhi hasil pemeriksaan
 Dalam pengambilan spesimen gunakan sarung tangan bersih, jumlah feses
tergantung pemeriksaan, umumnya 2,5cm untuk feses padat atau 15-30mL
untuk cair. Untuk kultur, gunakan swab yang steril, lalu dimasukkan dalam
kantung steril. Segera kirim spesimen ke lab untuk segera diperiksa.
Cara pengambilan spesimen:
1. Spesimen berupa feses segar, jika tidak memungkinkan, lakukan usap rektal.
2. Cara pengambilan feses segar:
 Pasien diminta untuk berkemih terlebih dahulu.
 Feses segar tidak boleh bercampur dengan air kloset maupun urin
 Feses ditampung pada pot steril bermulut lebar dan berpenutup.
 Feses dikeluarkan dan ditampung di atas kertas plastik.
 Dengan lidi, ambil banyak feses yang dibutuhkan: Feses padat: 2-5 g , Feses c
air: 10-15 ml
3. Cara pengambilan secara usap rectal
 Diambil dengan kapas lidi sintesis steril, putar 360° pada mukosa rektal d
engan kedalaman 1-2 cm.
 Kemudian, masukkan ke dalam tabung steril, tutup rapat.

Cara pengiriman spesimen:


Baik spesimen yang dikirim dalam pot maupun wadah harus disertai dengan
data/keterangan, baik mengenai kriteria spesimen maupun pasien. Ada 2 data yang
harus disertakan, yaitu:
 Data 1: Botol dilabel dengan menempelkan label pada dinding luar pot. Pr
oses direct labelling yang berisi data: nama, umur, jenis kelamin, jenis spes
imen, jenis tes yang diminta dan tanggal pengambilan.
 Data 2: Formulir/kertas/buku yang berisi data keterangan klinis: dokter ya
ng mengirim, riwayat anamnesis, riwayat pemberian antibiotik terakhir (mi
nimal 3 hari harus dihentikan sebelum pengambilan spesimen), waktu pen
gambilan spesimen, dan keterangan lebih lanjut mengenai biodata pasien.
Cara penyimpanan feses:
1. Feses tahan < 1 jam pada suhu ruang untuk transport
2. Bila > 1 jam gunakan media transpot yaitu media Carry and Blair, Stuart’s
medium, Pepton water.
3. Penyimpanan: < 24 jam pada suhu ruang, > 24 jam pada suhu 4°C
4. Penyimpanan specimen mungkin disebabkan keterlambatan pemeriksaan di
laboratorium,maka pengawetan feses diperlukan.
5. Pengawetan feces adalah untuk mengawetkan morfologi protozoa dan
mencegah perkembangan telur dan larva cacing.

Cara pengambilan feses:


1. Feses diambil sesuai dengan cara umum pengambilan feses.
2. Diperlukan pengawet.
Jenis-jenis pengawet:
 PVA(polivinil-alcohol Untuk mengawetkan protozoa tropozoit, stabil untuk
masa yang sangat lama (berbulan-bulan sampai dengan tahun).
 Formalin : 5% untuk mengawet kista protozoa, 10% untuk mengawet telur
dan larva cacing. Rasio formalin dengan feses = 3 : 1
 Merthiolat Iodine-Formalin
Merupakan pengawet berwarna yang baik untuk berbagai stadium dari
parasit yang ditemukan dalam tinja(terutama digunakan untuk survei
lapangan)
 Larutan Scaudinn
Larutan scaudinn mengandung 600 ml larutan merkuri klorida jenuh dan
300 mL etil alkohol 95%. Kurang sesuai karena proses pengiriman larutan
yang banyak.
 SAF(Sodium Acetate-acetate acid-Formalin)
Mempunyai kelebihan karena tidak mengandungi merkuri klorida, Merupakan
fiksatif cair, SAF lebih lunak berbanding dengan merkuri klorida,
Laboratorium yang telah memutuskan untuk memakai pengawet tunggal telah
memilih pengawet ini.

3. Pemeriksaan Spesimen Sputum


Sputum adalah sekret mukus yang dihasilkan dari paru-paru, bronkus
dan trakea. Individu yang sehat tidak memproduksi sputum. Klien perlu batuk
untuk memdorong sputum dari paru-paru, bronkus dan trakea ke mulut dan
mengeluarkan ke wadah penampung. Pemeriksaan sputum dilakukan untuk:
o Kultur (menentukan jenis mikroorganisme) dan tes sensitivitas terhada
p obat
o Untuk sitologi dalam mengidentifikasi asal, struktur, fungsi dan patolo
gi sel. Spesimen untuk sitologi (mengidentifikasi kanker paru-
paru dan jenis selnya) seringkali dilakukan secara serial 3 kali dari
sputum yang diambil di pagi hari.
o Pemeriksaan bakteri tahan asam, juga diperlukan serial 3 hari berturut-
turut di pagi hari, untuk mengidentifikasi ada tidaknya kuman tuberkul
osis. Beberapa rumah sakit, menggunakan wadah penampung khusus u
ntuk pemeriksaan ini.
o Menilai keberhasilan terapi.
Cara pengambilan umumnya di pagi hari, saat bangun tidur klien
mengeluarkan sputum yang diakumulasi sejak semalam. Bila klien tidak dapat
batuk, kadangkala diperlukan suksion faringeal. Langkah sebagai berikut:
1. Lakukan perawatan mulut
2. Minta klien untuk napas dalam lalu batuk. Diperlukan sputum sebanyak
15-30mL
3. Lakukan kembali perawatan mulut.

Kultur Tenggorokan
Kultur tenggorokan dilakukan dengan menggunakan swab dengan
mengambil bahan dari mukosa yang ada di orofaring dan tonsil. Kultur
dilakukan untuk melihat mikoorganisme penyebab penyakit. Dalam
melakukannya perawat menggunakan sarung tangan bersih, lalu ambil bahan
pada daerah tonsil dan orofaring yang berisi eksudat dan berwarna kemarahan.
Kadangkala timbul refleks gag, untuk mencegahnya saat pemeriksaan posisi
klien duduk dan minta klien membuka mulut seraya berkata “ah” lalu kerjakan
tindakan dengan cepat.

Cara pengambilan sputum:


a) Cara sama seperti cara pengambilan sputum secara umum.
b) Ingat untuk tetap menjaga viabilitas bakteri.
c) Volume sputum yang diperlukan: minimal 1 ml, biasanya 2-3 ml.
d) Perlu diperhatikan perbedaan teknik dan prosedur pengambilan bakteri
biasa dengan bakteri tahan asam (BTA).
e) Dalam pengambilan sputum untuk bakteri biasa cukup sekali pengambilan
sputum yang dilakukan pada pagi hari. Dan untuk prosedur dan cara
membatukkan sputum dapat dilihat pada cara pengambilan sputum secara
umum diatas.
f) Dalam pengambilan sputum untuk bakteri tahan asam (BTA) diperlukan 3
kali pengambilan sputum yang disebut sputum SPS (Sewaktu Pagi Sewakt
u).
g) Sputum langsung dibatukkan dalam Screw Cap Medium.

Cara penyimpanan sputum:


1. Sputum ditangani pada bagian sitologi dan termasuk dalam kriteria kental,
sel cukup banyak sehingga langsung dibuat preparat hapusnya.
2. Sputum langsung dihapus ke objek gelas dan langsung difiksasi dengan al
kohol 50-70% dengan metode fiksasi pelapis (coating fixative).
3. Fiksasi pelapis yaitu fiksasi dengan campuran alkohol basa yang memfiksa
si sel-sel dan bahan seperti lilin yang membentuk lapisan pelindung yang ti
pis diatas sel.
4. Cara membuat preparat hapus: Ambil dahak dengan ose steril. Hapus ke o
bjek gelas dengan ukuran 2x3 cm. Fiksasi dengan alkohol 50-70% dengan
perbangingan 1:1
5. Alternatif lain selain fiksasi: simpan dalam lemari es 4°C.
6. Simpan dalam lemari es bersuhu -70°C untuk penyimpanan selama berta
hun- tahun.

4. Pemeriksaan Spesimen Darah


a. Pengambilan Spesimen Darah
1. Alat Dan Bahan:
Spuit/disposible syringe
Blood lancet
Karet pengikat lengan/torniquet
Kapas
Alkohol 70%
2. Wadah Spesimen
o Untuk darah vena, memerlukan wadah/botol terbuat kaca, atau tetap di
dalam spuit. Untuk darah kapiler tidak memerlukan wadah.
o Wadah dapat berukuran kecil atau ukuran volume 5 ml.

3. Tempat Pengambilan dan Volume Spesimen


Ada 2 (dua) tempat pengambilan spesimen darah, yaitu :
o Ujung jari tangan/kaki (Darah Kapiler). Digunakan apabila mengambil
darah dalam jumlah sedikit atau tetesan (dipakai untuk screning test).
o Lipatan lengan/siku (Darah Vena). Digunakan apabila mengambil d
arah dalam jumlah agak banyak, misalnya : 1 s/d 10 ml
4. Cara Pengambilan Spesimen
a. Darah Kapiler
Pada orang dewasa diambil pada ujung jari atau anak daun
telinga untuk mengambil darah kapiler, sedangkan pada bayi atau
anak kecil dapat diambil di tumit atau ibu jari kaki. Tempat yang
dipilih tidak boleh memperlihatkan gangguan peredaran darah.
Adapun cara mengambil spesimen sebagai berikut :
 Bersihkan tempat yang akan ditusuk memakai kapas beralkohol 70
% dan biarkan sampai kering.
 Peganglah bagian yang akan ditusuk supaya tidak bergerak dan tek
an sedikit supaya rasa nyeri berkurang.
 Tusuklah dengan cepat memakai lancet steril, pada jari tusukkan de
ngan arah tegak lurus pada garis-garis sidik kulit jari dan tidak bole
h sejajar. Bila yang akan diambil spesimennya pada anak daun telin
ga tusukan pinggirnya dan jangan sisinya sampai darah keluar.
 Setelah penusukan selesai, tempat tusukkan ditutup dengan kapas b
eralkohol dan biarkan sampai darah tidak keluar.
b. Darah Vena
Pada orang dewasa dipakai salah satu vena dalam fossa cubiti,
pada bayi dapat digunakan vena jugularis superficialis atau sinus
sagittalis superior. Cara pengambilan spesimen sebagai berikut :
 Ikat lengan atas dengan menggunakan karet pengikat/torniquet, ke
mudian tangan dikepalkan.
 Tentukan vena yang akan ditusuk, kemudian sterilkan dengan kapa
s berakohol 70%.
 Tusuk jarum spuit/disposable syringe dengan posisi 45o dengan len
gan.
 Setelah darah terlihat masuk dalam spuit, rubah posisi spuit menja
di 30o dengan lengan, kemudian hisap darah perlahan-lahan hingga
volume yang diinginkan.
 Setelah volume cukup, buka karet pengikat lengan kemudian temp
elkan kapas beralkohol pada ujung jarum yang menempel dikulit k
emudian tarik jarum perlahan-lahan.
 Biarkan kapas beralkohol pada tempat tusukan, kemudian lengan d
itekuk/dilipat dan biarkan hingga darah tidak keluar.
 Pindahkan darah dari disposibel syringe ke wadah berisi anti koagu
lan yang disediakan, kemudian digoyang secara perlahan agar berc
ampur.
 Jika spesimen ingin tetap dalam spuit, setelah darah dihisap kemud
ian dengan spuit yang sama dihisap pengawet/anti koagulan.

b. Pengiriman Spesimen Darah


 Setelah spesimen terkumpul masing-masing dalam wadah/botol kecil,
kemudian dimasukan dalam wadah/tempat yang lebih besar dengan dib
eri es sebagai pengawet sementara (cool box).
 spesimen kecil diatur sedemikian rupa sehingga tidak mudah terbalik at
au tumpah.
 Wadah diberi label yang berisi tentang identitas yang meliputi : tanggal
pengiriman, jenis dan jumlah sampel, jenis pemeriksaan yang diminta,
jenis pengawet, dan tanda tangan pengirim.
 Sampel dikirim ke laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan,
Balai Laboratorium Kesehatan atau laboratorium lainnya.
 Transportasi pengiriman harus secepat mungkin sampai ke laboratoriu
m, pengiriman spesimen maksimum 3 hari.

c. Pemeriksaan Spesimen Darah


Ada beberapa metoda yang dapat digunakan untuk memeriksa kadar
Timah hitam dalam darah, antara lain metoda Dithizone dan metoda
Spektrofotometrik Serapan Atom.Pemilihan metoda pemeriksaan
disesuaikan dengan kemampuan sumber daya yang tersedia, baik tenaga,
bahan pemeriksaan ataupun peralatan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Kita sebagai mahasiswa yang belajar di sekolah tinggi ilmu kesehatan khususnya
keperawatan harus memahami prosedur pengambilan, penyimpanan dan pengiriman
spesimen dengan cara yang tepat sesuai dengan tujuan pengambilan spesimen, apakah untuk
pemeriksaan dalam bidang mikrobiologi/patologi klinik/patologi anatomi/parasitologi.

B. Saran
Agar tujuan kita tercapai sebaiknya kita belajar dengan giat dan tidak mengabaikan
aturan dan norma-norma yang berlaku agar segala yang kita harapkan dapat tercapai dengan
maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Aryani, dkk. (2009). Prosedur Klinik Keperawatan Kebutuahan Dasar Manusia.


Jakarta Timur: CV. Trans Info Media.

Dini, N. (2013). Pengambilan Sampel Feses. (Online).


http://kebidananfull.blogspot.co.id/2013/04/pengambilan-sampel-feses.html. Diakses 9
Oktober 2015.

Hidayat, A Aziz Alimul & Musrifatul Uliyah.(2004). Buku Saku Praktikum


Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC

Putri, S.A. (2013). Makalah Pemeriksaan Spesimen.


(Online). http://www.scribd.com/doc/124730845/makalah-pemeriksaan-spesimen-
docx#scribd. Diakses 12 Oktober 2015.
PROSEDUR HYGIENE, KEPERAWATAN DIRI, KEBERSIHAN LINGKUNGAN DAN
ISTIRAHAT TIDUR

BAB I
PEDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebersihan sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Dalam kehidupan sehari-hari
kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan
mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat berpengaruh
diantaranya kebudayaan, sosial, keluarga, pendidikan. Persepsi seseorang terhadap
kesehatan,serta perkembangan ( dalam Tarwoto & Wartonah 2006).
Ada pepatah yang mengatakan “Men Sana In Corpore Sano”, yang artinya dalam tubuh
yang sehat, akan terdapat jiwa yang sehat. Akan tetapi masih banyak juga orang yang sakit dan
biasanya karena pola hidup mereka sendiri yang kurang baik dan kebiasaan yang kurang baik
sehingga dapat melemahkan dan merusak tubuh. Perihal kesehatan cukup mudah untuk
dipahami, akan tetapi masih banyak orang yang sakit karena kurangnya pengetahuan tentang arti
kesehatan ataupun karena lalai.
Jika seseorang sakit,biasanya masalah kebersihan kurang diperhatikan.Hal initerjadi
karena kita menganggap masalah kebersihan adalah masalahsepele,padahal jika hal tersebut
dibiarkan terus dapat mempengaruhi kesehatansecara umum (dalam Tarwoto & Wartonah 2006).
Oleh karena itu makalah ini dibuat untuk menjelaskan bagaimana kesehatan dari masyarakat dan
juga kebersihan lingkungan. Banyak orang yang masih belum paham dengan apa yang
menjadikan tubuhnya sehat, diantaranya adalah kebersihan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Hygiene ?

2. Apa pengertian dari sanitasi lingkungan ?

3. Apa ruang lingkup dari hygiene ?

4. Apa ruang lingkup dari sanitasi lingkungan ?

5. Bagaimana upaya mengatasi sanitasi lingkungan ?

6. Bagaimana upaya mengatasi hygiene ?


C. Tujuan
1. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Pengetahuan Lingkungan

2. Menjelaskan pengertian dari Hygiene

3. Menjelaskan pengertian dari sanitasi lingkungan

4. Menjelaskan ruang lingkup hygiene

5. Menjelaskan ruang lingkup sanitasi lingkungan

6. Menjelaskan upaya mengatasi sanitasi lingkungan

7. Menjalaskan upaya mengatasi hygiene


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hygiene
Kata “hygiene” berasal dari bahasa Yunani yang artinya ilmu untuk membentuk dan menjaga
kesehatan (Streeth, J.A. and Southgate,H.A, 1986). Dalam sejarah Yunani, Hygiene berasal dari
nama seorang Dewi yaitu Hygea (Dewi pencegah penyakit). Arti lain dari Hygiene ada beberapa
yang intinya sama yaitu:
1. Ilmu yang mengajarkan cara-cara untuk mempertahankan kesehatan jasmani, rohani dan
social untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.

2. Suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan


atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada.

3. Keadaan dimana seseorang, makanan, tempat kerja atau peralatan aman (sehat) dan bebas
pencemaran yang diakibatkan oleh bakteri, serangga, atau binatang lainnya.

4. Menurut Brownell, hygine adalah bagaimana caranya orang memelihara dan melindungi
kesehatan.

5. Menurut Gosh, hygiene adalah suatu ilmu kesehatan yang mencakup seluruh factor yang
membantu/mendorong adanya kehidupan yang sehat baik perorangan maupun melalui
masyarakat.

6. Menurut Prescott, hygiene menyangkut dua aspek yaitu:

 Yang menyangkut individu (personal hygiene)

 Yang menyangkut lingkungan (environment)

B. Pengertian Sanitasi
Pengertian sanitasi ada beberapa yaitu:
1. Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada
usaha kesehatan lingkungan hidup manusia.

2. Upaya menjaga pemeliharaan agar seseorang, makanan, tempat kerja atau peralatan agar
hygienis (sehat) dan bebas pencemaran yang diakibatkan oleh bakteri, serangga, atau
binatang lainnya.
3. Menurut Dr.Azrul Azwar, MPH, sanitasi adalah cara pengawasan masyarakat yang
menitikberatkan kepada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mungkin
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.

4. Menurut Ehler & Steel, sanitation is the prevention od diseases by eliminating or


controlling the environmental factor which from links in the chain of tansmission.

5. Menurut Hopkins, sanitasi adalah cara pengawasan terhadap factor-faktor lingkungan


yang mempunyai pengaruh terhadap lingkungan.

Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatannya kepada
usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Sedangkan hygiene adalah bagaimana cara
orang memelihara dan juga melindungi diri agar tetap sehat.
C. Ruang Lingkup Hygiene dan Sanitasi
1. Ruang lingkup hygiene

Masalah hygiene tidak dapat dipisahkan dari masalah sanitasi, dan pada kegiatan pengolahan
makanan masalah sanitasi dan hygiene dilaksanakan bersama-sama. Kebiasaan hidup bersih,
bekerja bersih sangat membantu dalam mengolah makanan yang bersih pula. Ruang lingkup
hygiene meliputi:

a. Hygiene perorangan

1) Pengertian Personal hygiene

Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya perorangan dan
hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah cara perawatan diri manusia untuk
memelihara kesehatan mereka. Kebersihan perorangan sangat penting untuk diperhatikan.
Pemeliharaan kebersihan perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu , keamanan dan
kesehatan ( Potter, 2005).
2) Jenis-jenis Personal hygiene

Kebersihan perorangan meliputi :


a. Kebersihan kulit

Kebersihan kulit merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama memberi kesan, oleh
karena itu perlu memelihara kulit sebaik-sebaiknya. Pemeliharaan kesehatan kulit tidak dapat
terlepas dari kebersihan lingkungan , makanan yang dimakan serta kebiasaan hidup sehari – hari.
b. Kebersihan rambut
Rambut yang terpelihara dengan baik akan membuat terpelihara dengan subur dan indah
sehingga akan menimbulkan kesan cantik dan tidak berbau apek.
c. Kebersihan gigi

Menggosok gigi dengan teratur dan baik akan menguatkan dan membersihkan gigi sehingga
terlihat cemerlang.
d. Kebersihan mata

Mata yang bersih akan sangat membentu, kerana mata merupakan salah satu bagian dari indera
yang penting.
e. Kebersihan telinga

Membersihkan telingan termasuk hal yang penting, walaupun tidak harus dilakukan setiap saat.
f. Kebersihan tangan, kaki dan kuku

Seperti halnya kulit, tangan,kaki dan kuku harus dipelihara dan ini tidak terlepas dari kebersihan
lingkungan sekitar dan kebiasaan hidup sehari-hari. Selain indah dipandang mata, tangan, kaki,
dan kuku yang bersih juga menghindarkan kita dari berbagai penyakit. Kuku dan tangan yang
kotor dapat menyebabkan bahaya kontaminasi dan menimbulkan penyakit-penyakit tertentu.

3) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene

Menurut Depkes (2000) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
a. Citra tubuh ( Body Image)

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya karena
adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial

Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi
perubahan pola personal hygiene .
c. Status Sosial Ekonomi

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat
mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan

Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan
kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan
kakinya.
e. Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.


f. Kebiasaan seseorang

Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti
penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
g. Kondisi fisik atau psikis

Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk
melakukannya.
b. Hygiene makanan dan minuman

1) Pengertian

Sanitasi makanan adalah untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi makanan. Sanitasi makanan
adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat dan
aman (Ricki M. Mulia, 2005).
Makanan dan minuman adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan
harus ditangani dan dikelola dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Pengelolaan
yang baik dan benar pada dasarnya adalah mengelola makanan dan minuman berdasarkan
kaidah-kaidah dari prinsip hygiene sanitasi makanan (Depkes RI, 2004).
Hygiene sanitasi makanan dan minuman adalah upaya mengendalikan faktor makanan,
orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau
gangguan kesehatan. Persyaratan hygiene sanitasi adalah ketentuan-ketentuan teknis yang
ditetapkan terhadap produk rumah makan dan restoran, personel dan perlengkapannya yang
meliputi persyaratan bakteriologis, kimia dan fisika (Depkes RI, 2003).
2) Prinsip hygiene sanitasi makanan dan minuman

Pengertian dari prinsip hygiene sanitasi makanan dan minuman adalah pengendalian terhadap
tempat/bangunan, peralatan, orang dan bahan makanan. Prinsip ini penting untuk diketahui
karena berperan sebagai faktor kunci keberhasilan usaha makanan. Suatu usaha makanan yang
telah tumbuh dan berkembang dengan baik, jika melalaikan pringsip-prinsip hygiene sanitasi
makanan dan minuman, besar kemungkinan pada suatu saat akan merugikan. Menurut Depkes
RI, 2004, enam prinsip hygiene sanitasi makanan dan minuman yaitu :
a) Prinsip 1 : Pemilihan Bahan Makanan.

Kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri-ciri fisik dan mutunya dalam hal
ini bentuk, warna, kesegaran, bau dan lainnya. Bahan makanan yang baik terbebas dari
kerusakan dan pencemaran termasuk pencemaran oleh bahan kimia seperti pestisida
(Kusmayadi, 2008).
b) Prinsip 2 : Penyimpanan Bahan Makanan.

Proses penyimpanan bahan makanan adalah agar bahan makanan tidak mudah rusak dan
kehilangan nilai gizinya. Semua bahan makanan dibersihkan terlebih dahulu sebelum disimpan,
yang dapat dilakukan dengan cara mencuci. Setelah dikeringkan kemudian dibungkus dengan
pembungkus yang bersih dan disimpan dalam ruangan yang bersuhu rendah (Kusmayadi, 2008).
c) Prinsip 3 :Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan
yang siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah prinsip-prinsip
hygiene sanitasi (Depkes RI, 2004). Dalam proses pengolahan makanan, harus memenuhi
persyaratan hygiene sanitasi terutama menjaga kebersihan peralatan masak yang digunakan,
tempat pengolahan atau disebut dapur serta kebersihan penjamah makanan (Kusmayadi, 2008).

d) Prinsip 4 : Penyimpanan Makanan Masak

Menyimpanan makanan dan minuman yang sudah masak di tempat-tempat yang tidak
terjangkau tikus, serangga, binatang pengganggu lainnya. Adapun karakteristik dari pada
pertumbuhan bakteri pada makanan masak yang harus dipantau dan dijaga adalah kadar air
makanan, jenis makanan, suhu makanan.
e) Prinsip 5: Pengangkutan Makanan.

Pengangkuatan makanan yang sehat akan sangat berperan didalam mencegah terjadinya
pencemaran makanan. Pencemaran pada makanan masa lebih tinggi resikonya daripada
pencemaran pada bahan makanan. Oleh karena itu titik berat pengendalian yang perlu
diperhatikan adalah pada makanan masak. Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak
yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang ,suhu dan kendaraan pengangkutan itu
sendiri.
f) Prinsip 6 : Penyajian Makanan

Makanan yang disajikan pada tempat yang bersih, peralatan yang digunakan bersih, sirkulasi
udara dapat berlangsung, penyaji berpakaian bersih dan rapi menggunakan tutup kepala dan
celemek. Tidak boleh terjadi kontak langsung dengan makanan yang disajikan (Kusmayadi,
2008).

2. Ruang lingkup Sanitasi


Berdasarkan pengertiannya yang dimaksud dengan sanitasi adalah suatu upaya pencegahan
penyakit yang menitikberatkan kegiatannya kepada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup
manusia. Di dalam Undang-Undang Kesehatan No.23 tahun 1992 pasal 22 disebutkan bahwa
kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, yang
dapat dilakukan dengan melalui peningkatan sanitasi lingkungan, baik yang menyangkut tempat
maupun terhadap bentuk atau wujud substantifnya yang berupa fisik, kimia, atau biologis
termasuk perubahan perilaku.
Kualitas lingkungan yang sehat adalah keadaan lingkungan yang bebas dari resiko yang
membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia, melalui pemukiman antara lain
rumah tinggal dan asrama atau yang sejenisnya, melalui lingkungan kerja antra perkantoran dan
kawasan industry atau sejenis. Sedangkan upaya yang harus dilakukan dalam menjaga dan
memelihara kesehatan lingkungan adalah obyek sanitasi meliputi seluruh tempat kita
tinggal/bekerja seperti: dapur, restoran, taman, public area, ruang kantor, rumah dsb.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup kegiatan sanitasi di hotel meliputi
aspek sebagai berikut:
a. Penyediaan air bersih/ air minum (water supply) Meliputi hal-hal sebagai berikut:

 Pengawasan terhadap kualitas dan kuantitas

 Pemanfaatan air

 Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air

 Cara pengolahan

 Cara pemeliharaan.

b. Pengolahan sampah (refuse disposal) Meliputi hal-hal berikut :

 Cara/system pembuangan

 Peralatan pembuangan dan cara penggunaannya

 serta cara pemeliharaannya

c. Pengolahan makanan dan minuman (food sanitation) Meliputi hal-hal sebagai berikut:

 pengadaan bahan makanan/bahan baku

 Penyimpanan bahan makanan/bahan baku

 Pengolahan makanan

 Pengangkutan makanan
 Penyimpanan makanan

 Penyajian makanan

d. Pengawasan/pengendalian serangga dan binatang pengerat (insect and rodent control)

Meliputi cara pengendalian vector


a. Kesehatan dan keselamatan kerja, Meliputi hal-hal sebagai berikut:

1) Tempat/ruang kerja

2) Pekerjaan

3) Cara kerja

4) Tenaga kerja/pekerja

D. Upaya Mengatasi Hygiene Dan Sanitasi Lingkungan


1. Upaya Mengatasi Sanitasi Lingkungan
Saat ini, 70% dari rumah di kota menggunakan septik tank pribadi, tetapi sebagian besar
tidak berfungsi baik, sementara kurangnya investasi, minat dan aturan dari pemerintah setempat
berakibat pada perencanaan yang kurang tepat bagi pelayanan sanitasi termasuk pembuangan
kotoran. Berikut upaya ESP untuk membantu mengatasi masalah ini:
a. Pemetaan Sanitasi
Langkah pertama untuk memperbaiki sanitasi di seluruh kota. Kegiatan ini melibatkan
identifikasi situasi pelayanan air dan sanitasi sekarang, sumber polusi, serta pertimbangan teknis
dan sosial lain. Hal ini akan membantu pengambil keputusan untuk menetapkan prioritas
program sanitasi jangka pendek hingga menengah.
b. Sistem Air Limbah Terpusat
Sistem air limbah terpusat terdiri dari jaringan got dan instalasi pengolahan air limbah.
Untuk meningkatkan operasi sistem-sistem ini, ESP mendorong sistem penagihan biaya yang
tepat, meningkatnya efisiensi, meningkatnya pendapatan melalui basis pembayaran dan
pelanggan yang lebih luas, dan perhatian lebih pada perbaikan dan pemeliharaan.
c. Sanitasi berbasis Masyarakat
Sistem kecil yang biasanya melibatkan hingga 100 keluarga dan dioperasikan oleh
masyarakat atau LSM setempat atas nama masyarakat. Di wilayah yang rumah-rumahnya
memiliki toilet, terdiri atas jaringan saluran pembuangan dari masing-masing rumah menuju
fasilitas pengolahan bawah tanah. Untuk lingkungan perumahan yang tidak memiliki toilet,
fasilitas sanitasi ini adalah Mandi, Cuci dan Kakus (MCK++), termasuk pasokan air dan fasilitas
pengolahan air limbah bawah tanah.
d. Tinja
Setiap kota besar memiliki instalasi pengolahan tinja, tetapi sebagian besar instalasi
tersebut tidak berfungsi. Sistem pengumpulan kotoran juga dioperasikan (oleh sektor pemerintah
atau swasta), tetapi pengurasan septik tank tidak terjadi secara teratur.
e. Sampah padat
ESP memfokuskan pada sistem Pengelolaan Sampah Padat Berbasis Masyarakat (CBSWM),
dengan mengurangi jumlah sampah padat melalui promosi penggunaan kembali, daur ulang, dan
pembuatan kompos.

2. Upaya mengatasi Hygiene


Program Jamkesmas merupakan upaya pemerintah untuk memenuhi hak pelayanan
kesehatan bagi masyarakat miskin sebagaimana diamanatkan Undang Undang Dasar 1945 pasal
28H dan Undang Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Program Jamkesmas
dimulai Tahun 2008 yang merupakan lanjutan dari program-program yang sudah dijalankan
sebelumnya, terakhir melalui program asuransi sosial yang dikenal dengan Program Jaminan
Kesehatan Masyarakat Miskin (PJKMM) dan Askeskin Tahun 2004 s.d. 2007. Keberadaan
program Jamkesmas diharapkan mampu meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan
sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal secara efektif dan efisien bagi seluruh peserta
Jamkesmas.

PERAWATAN DIRI
Pengertian perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan
kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat
melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan
untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), perawatan diri (Personal hygiene) adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis,
kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan
kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan Wartonah 2000).
Tanda dan Gejala:
1. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan bau,
serta kuku panjang dan kotor
2. Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut acak-acakan, pakain kotor dan
tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki bercukur, pada pasien perempuan tidak
berdandan.
3. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai oleh ketidakmampuan mengambil makan
sendiri, makan berceceran, dan makana tidak pada tempatnya.
4. Ketidakmampuan eliminasi sevara mandiri, ditandai dengan buang air besar atau buang air
kecil tidak pada tempatnya, dan tidak membersihakan diri dengan baik setelah BAB/BAK

Deskripsi
Kebersihan lingkungan merupakan hal yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia dan
merupakan unsur yang fundamental dalam ilmu kesehatan dan pencegahan. Yang dimaksud
dengan kebersihan lingkungan adalah menciptakan lingkungan yang sehat sehingga tidak mudah
terserang berbagai penyakit seperti demam berdarah, muntaber dan lainnya. Ini dapat dicapai
dengan menciptakan suatu lingkungan yang bersih indah dan nyaman.

Manfaat menjaga kebersihan lingkungan antara lain:

1. Terhindar dari penyakit yang disebabkan lingkungan yang tidak sehat.


2. Lingkungan menjadi lebih sejuk.
3. Bebas dari polusi udara.
4. Air menjadi lebih bersih dan aman untuk di minum.
5. Lebih tenang dalam menjalankan aktifitas sehari hari.

Cara Menjaga Kebersihan Lingkungan


1. Buang sampah pada tempatnya
2. Jaga kebersihan rumah
3. Olah sampah menjadi pupuk kompos
4. Remukkan wadah plastik atau karton
5. Daur ulang sampah
6. Kerja bakti di lingkungan sekitar
7. Tutup saluran pembuangan air
8. Lakukan penghijauan

Hasil yang diharapkan agar masyarakat menjaga kebersihan dilingkungannya masing-masing


untuk mencegah berbagai penyakit, terutama virus rubella

KONSEP DASAR ISTIRAHAT TIDUR

1. PENGERTIAN ISTIRAHAT DAN TIDUR


Istirahat merupakan keadaan relaks tanpa adanya tekanan emosional, bukan hanya dalam
keadaan tidak beraktivitas tetapi juga kondisi yang membutuhkan ketenangan. Kata istirahat
berarti berhenti sebentar untuk melepaskan lelah, bersantai untuk menyegarkan diri atau
melepaskan diri dari segala hal yang membosankan, menyulitkan bahkan menjengkelkan
(Hidayat, 2008).
Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi individu terhadap
lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan
yang cukup. Tidur ditandai dengan aktivitas fisik minimal, tingkat kesadaran yang bervariasi,
terjadi perubahan proses fisiologis tubuh serta penurunan respon terhadap rangsangan dari luar
(Asmadi, 2008).

2.FISIOLOGI TIDUR
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan mekanisme serebral
yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah
satu aktivitas tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis yang merupakan sistem yang
mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan kewaspadaan dan
tidur (Hidayat, 2008).
Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas
pons. Reticular Activating System (RAS) berlokasi pada batang otak teratas. RAS dipercayai
terdiri dari sel khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan tidur. Selain itu, RAS dapat
memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan juga dapat menerima stimulasi
dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron
dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Demikian juga pada saat tidur,
kemungkinan disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons
dan batang otak tengah, yaitu Bulbar Synchronizing Regional (BSR), sedangkan bangun
tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak dan sistem limbic. Dengan
demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS
dan BSR (Hidayat, 2008).
Ketika orang mencoba tertidur, mereka akan menutup mata dan berada dalam posisi relaks.
Stimulus ke RAS menurun. Jika ruangan gelap dan tenang, maka aktivasi RAS selanjutnya
menurun. Pada beberapa bagian BSR mengambil alih yang menyebabkan tidur (Potter&Perry,
2006).

3. JENIS TIDUR
Pada hakikatnya tidur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu tidur dengan gerakan
bola mata cepat (Rapid Eye Movement – REM), dan tidur dengan gerakan bola mata lambat
(Non-Rapid Eye Movement – NREM) (Asmadi, 2008).
a.Tidur REM
Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial. Hal tersebut berarti tidur
REM ini sifatnya nyenyak sekali, namun fisiknya yaitu gerakan kedua bola matanya bersifat
sangat aktif. Tidur REM ditandai dengan mimpi, otot – otot kendur, tekanan darah bertambah,
garakan mata cepat (mata cenderung bergerak bolak – balik), sekresi lambung meningkat, ereksi
penis pada laki – laki, gerakan otot tidak teratur, kecepatan jantung dan pernapasan tidak teratur
sering lebih cepat, serta suhu dan metabolisme meningkat.
Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur REM, maka akan menunjukkan gejala – gejala
sebagai berikut:
- Cenderung Hiperaktif.
- Kurang dapat mengendalikan diri dan emosi (emosinya labil).
- Nafsu makan bertambah.
- Bingung dan curiga.

b.Tidur NREM
Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada tidur NREM gelombang otak lebih
lambat dibandingkan pada orang yang sabar atau tidak tidur. Tanda – tanda tidur NREM antara
lain : mimpi berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah turun, kecepatan pernapasan turun,
metabolisme turun, dan gerakan bola mata lambat.
Tidur NREM memiliki empat tahap yang masing – masing tahap ditandai dengan pola perubahan
aktivitas gelombang otak.
Keempat tahap tersebut yaitu :
1). Tahap I
Tahap I merupakan tahap transisi dimana seseorang beralih dari sadar menjadi tidur. Pada tahap I
ini ditandai dengan seseorang merasa kabur dan rileks, seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata
menutup mata, kedua bola mata bergerak ke kiri dan ke kanan, kecepatan jantung dan
pernapasan menurun secara jelas, pada EEG terlihat terjadi penurunan voltasi gelombang –
gelombang alfa. Seseorang yang tidur pada tahap I ini dapat dibangunkan dengan mudah.
2). Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun. Tahap II ini ditandai dengan
kedua bola mata berhenti bergerak, suhu tubuh menurun, tonus otot berlahan – lahan berkurang,
serta kecepatan jantung dan pernapasan turun dengan jelas. Pada EEG timbul gelombang beta
yang berfrekuensi 14 – 18 siklus/detik. Gelombang – gelombang ini disebut dengan gelombang
tidur. Tahap II berlangsung sekitar 10 – 15 menit.
3). Tahap III
Pada tahap ini, keadaan fisik lemah lunglai karena tonus otot lenyap secara menyeluruh.
Kecepatan jantung, pernapasan, dan proses tubuh berlanjut mengalami penurunan akibat
dominasi sistem saraf parasimpatis. Pada EEG memperlihatkan perubahan gelombang beta
menjadi 1 – 2 siklus/detik. Seseorang yang tidur pada tahap III ini sulit untuk dibangunkan.
4), Tahap IV
Tahap IV merupakan tahap tidur dimana seseorang berada dalam keadaan rileks, jarang bergerak
karena keadaan fisik yang sudah lemah lunglai dan sulit dibangunkan. Pada EEG tampak hanya
terlihat gelombang delta yang lambat dengan frekuensi 1 – 2 siklus/detik. Denyut jantung dan
pernapasan menurun sekitar 20 – 30%. Pada tahap ini dapat terjadi mimpi. Selain itu, tahap IV
ini dapat memulihkan keadaan tubuh.
Selain keempat tahap tersebut, ada satu tahap lagi yakni tahap V. Tahap kelima ini merupakan
tidur REM dimana setelah tahap IV seseorang masuk ke tahap V. Hal tersebut ditandai dengan
kembali bergeraknya kedua bola mata yang berkecepatan lebih tinggi dari tahap – tahap
sebelumnya. Tahap V ini berlangsung sekitar 10 menit, dapat pula terjadi mimpi.
Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur NREM, maka akan menunjukkan gejala – gejala
sebagai berikut :
- Menarik diri, apatis dan respons menurun
- Merasa tidak enak badan
- Ekspresi wajah layu
- Malas bicara
- Kantuk yang berlebihan
Sedangkan apabila seseorang kehilangan tidur kedua – duanya, yakni tidur REM dan NREM
maka akan menunjukkan manifestasi sebagai berikut :
- Kemampuan memberikan keputusan atau pertimbangan menurun.
- Tidak mampu untuk konsentrasi ( kurang perhatian ).
- Terlihat tanda – tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing.
- Sulit melakukan aktivitas sehari – hari.
- Daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran.
(Asmadi, 2008)

Siklus Tidur
Keterangan :
Kondisi pre-sleep merupakan keadaan dimana seseorang masih dalam keadaan sadar penuh,
namun mulai ada keinginan untuk tidur. Pada perilaku pre-sleep ini, misalnya seseorang pergi ke
kamar tidur lalu berbaring di kasur atau berdiam diri merebahkan dan melemaskan otot, namun
belum tidur. Selanjutnya mulai merasa kantuk, maka orang tersebut memasuki tahap I. Bila tidak
bangun baik disengaja maupun tidak disengaja, maka selanjutnya ia memasuki tahap II. Begitu
seterusnya sampai tahap IV, ia kembali memasuki tahap III dan selanjutnya tahap II. Ini adalah
fase tidur NREM. Selanjutnya ia akan memasuki tahap V, ini disebut tidur REM. Bila ini telah
dilalui semua, maka orang tersebut telah melalui siklus tidur pertama baik tidur NREM maupun
REM. Siklus ini terus berlanjut selama orang tersebut tidur. Namun, pergantian siklus tidur ini
tidak lagi dimulai dari awal tidur, yaitu pre-sleep dan tahap I, tetapi langsung tahap II ke tahap
selanjutnya seperti pada siklus pertama. Semua siklus ini berakhir bila orang tersebut terbangun
dari tidurnya (Asmadi, 2008).
Jika orang tersebut terbangun dan kembali tidur, yang merupakan hal yang sering terjadi pada
lansia, maka tahap I akan dimulai kembali. Dalam pola tidur normal, sekitar 70 sampai 90 menit
setelah awitan tidur dimulailah periode REM pertama, bergantian dengan tidur NREM pada
siklus 90 menit selama periode tidur nocturnal. Konsekuensi dari terbangun, seperti untuk ke
toilet pada malam hari atau prosedur keperawatan dapat menimbulkan efek buruk pada fisiologis
dan fungsi mental lansia ( Stanley dan Bear, 2007).

5. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ISTIRAHAT DAN TIDUR


Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur setiap orang berbeda – beda. Ada yang kebutuhannya
terpenuhi dengan baik, ada pula yang mengalami gangguan. Seseorang bisa tidur ataupun tidak
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut :
a.Status Kesehatan
Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan ia dapat tidur dengan nyenyak. Tetapi
pada orang yang sakit dan rasa nyeri, maka kebutuhan istirahat dan tidurnya tidak dapat dipenuhi
dengan baik sehingga ia tidak dapat tidur dengan nyenyak. Misalnya pada klien yang menderita
gangguan pada sistem pernapasan. Dalam kondisinya yang sesak napas, maka seseorang tidak
mungkin dapat istirahat dan tidur (Asmadi, 2008).
b.Lingkungan
Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk tidur. Pada lingkungan yang
tenang memungkinkan seseorang dapat tidur dengan nyenyak. Sebaliknya lingkungan yang ribut,
bising, dan gaduh akan menghambat seseorang untuk tidur. Keadaan lingkungan yang tenang
dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat terjadinya proses tidur (Hidayat, 2008).
c.Stres Psikologis
Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada frekuensi tidur. Hal ini disebabkan karena
pada kondisi cemas akan meningkatkan norepinefrin darah melalui sistem saraf simpatis. Zat ini
akan mengurangi tahap IV NREM dan REM (Asmadi, 2008).
d. Diet / Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Protein yang tinggi
seperti pada keju, susu, daging, dan ikan tuna dapat mempercepat proses tidur, karena adanya
triptofan yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna (Hidayat, 2008). Sebaliknya
minuman yang mengandung kafein maupun alkohol akan mengganggu tidur (Asmadi, 2008).
e. Gaya Hidup
Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Kelelahan tingkat menengah orang dapat
tidur dengan nyenyak. Sedangkan pada kelelahan yang berlebihan akan menyebabkan periode
tidur REM lebih pendek (Asmadi, 2008).
f. Obat – Obatan
Obat dapat juga mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi
proses tidur adalah jenis golongan obat diuretic menyebabkan seseorang insomnia, anti depresan
dapat menekan REM, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan
untuk tidur, golongan beta bloker dapat berefek pada timbulnya insomnia, dan golongan narkotik
dapat menekan REM sehingga mudah mengantuk (Hidayat, 2008).
g. Motivasi
Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk tidur, yang dapat
mempengaruhi proses tidur. Selain itu adanya keinginan untuk menahan tidak tidur dapat
menimbulkan gangguan proses tidur (Hidayat, 2008).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata “hygiene” berasal dari bahasa Yunani yang artinya ilmu untuk membentuk dan menjaga
kesehatan. Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada
usaha kesehatan lingkungan hidup manusia.
Ruang lingkup dari hygiene dibagi menjadi 2, yaitu hygiene perorangan dan hygiene makanan
dan minuman. Sedangkan ruang lingkup kegiatan sanitasi di hotel meliputi aspek sebagai
berikut:
1. Penyediaan air bersih/ air minum (water supply)
3. Pengolahan sampah (refuse disposal)
4. Pengolahan makanan dan minuman (food sanitation)
5. Pengawasan/pengendalian serangga dan binatang pengerat (insect and rodent control)
6. Kesehatan dan keselamatan kerja,
Upaya mengatasi sanitasi lingkungan, diantaranya dengan pemetaan sanitasi (langkah
pertama untuk memperbaiki sanitasi di seluruh kota), sistem air limbah terpusat (sistem air
limbah terpusat terdiri dari jaringan got dan instalasi pengolahan air limbah), sanitasi berbasis
masyarakat(sistem kecil yang biasanya melibatkan hingga 100 keluarga dan dioperasikan oleh
masyarakat atau LSM setempat atas nama masyarakat), tinja(sistem pengumpulan kotoran juga
dioperasikan oleh sektor pemerintah atau swasta, tetapi pengurasan septik tank tidak terjadi
secara teratur), sampah padat(ESP memfokuskan pada sistem Pengelolaan Sampah Padat
Berbasis Masyarakat (CBSWM), dengan mengurangi jumlah sampah padat melalui promosi
penggunaan kembali, daur ulang, dan pembuatan kompos).
Sedangkan upaya mengatasi Hygiene (kesehatan masyarakat), diantaranya adalah
program Jamkesmas. Program jamkesmas merupakan upaya pemerintah untuk memenuhi hak
pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin sebagaimana diamanatkan Undang Undang Dasar
1945 pasal 28H dan Undang Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

B. Saran
Sebagimana telah dijelaskan, sebagai masyarakat yang baik yang mencintai lingkungan
sebaiknya harus menjaga kesehatan. Dengan menjaga kebersihan itu merupakan modal awal kita
untuk menjaga kesehatan. Oleh karea itu, saya menyarankan untuk selalu manjaga kebersihan,
walaupun dengan hal yang sangat sederhana. Namun itu akan memberikan dampak banyak bagi
tubuh kita.
Selain itu kerjasama yang baik antara masyarakat dan pemerintah juga dibutuhkan untuk
menjaga kebersihan di masyarakat. Karena dengan lingkungan masyarakat yang bersih maka
akan menjadikan kesehatan masyarakat di sekitarnya terjaga. Seperti halnya dengan melakukan
kerja bakti setiap satu minggu sekali.
BERMAIN DAN KEBUTUHAN RASA NYERI
BAB II
PEMBAHASAN
1. Bermain

1. Teori psikoanalisis Sigmun Freud dan erik erikson dalam teori psikoanalisis melihat bermain anak
sebagai alat yang penting bagi pelepasan emosinya serta untuk mengembangkan rasa harga diri anak
ketika anak dapat mengeusai tubuhnya, benda-benda serta jumlah keterampilan social.
2. Teori perkembangan kognitif yang menguji kegiatan bermain dalam kaitannya dengan perkembangan
intelektual, yang berpandangan bahwa setiap manusia mempunyai pola struktur kognitif baik itu secara
fisik maupun mental yang mendasari prilaku dan aktivitas intelegensi seseorang dan berhubungan erat
dengan tahapan pertumbuhan anak dengan kata lain itelektual dan afektif selalu berjalan berdampingan.
Teori ini percaya bahwa emosi dan afeksi manusia selalu muncul dari suatu proses yang sama di dalam
tahapan tumbuh kembang kognitif sehingga piaget membagi tahapan tumbuh kembang kognitif ke dalam
empat jenis proses yaitu asimilasi, akomodasi, konservasi,reversibility.
3. Teori dari vigotsky yang menekankan pada pemusatan hubungan social sebagai hal yang penting yang
mempengaruhi kognitif, karena anak akan menemukan pengetahuan dalam dunia socialnya kemudian
menjadi bagian dari perkembangan kognitifnya
Tahapan Perkembangan Bermain
Perkembangan dapat diartikan merupakan perubahan yang terjadi pada individu ataupun organisme yang
bersifat kuantitatif dan kualitataif hal inipun dapat kita lihat dari perkembangan bermain anak yang
dimulai pada fase natal hingga dewasa dan memiliki ciri dan krakteristik tertentu dalam setiap tahapan
perkembangnya.Tahapan bermain pada anak tentunya berbeda dan disetiap tahapanya hal ini sangat
penting untuk diketahui agar kita dapat memfasilitasi tahapan-tahapan perkembangan tersebut sehingga
perkembangan bermain anak dapat berkembang sesuai dengan tahapannya.
Secara umum tahapan perkembangan bermain anak menurut Hurlock dapat di amati perkembanganya
sejak lahir , adapun tahapan perkembangan bermain adalah sebagi berikut :
1. Tahap Eksplorasi
Hingga bayi berusia 3 bulan permainan mereka terdiri atas melihat orang dan benda serta untuk
melakukan usaha acak untuk menggapai benda yang diacungkan di hadapannya. Selanjutnya, mereka
dapat mengendalikan tangan sehingga cukup memungkinkan bagi mereka untuk mengambil. Memegang,
dan mempelajari benda kecil. Setelah mereka dapat merangkak atau berjalan mulai memperhatikan apa
saja yang berada dalam jarak jangkauaanya
2. Tahap Permainan
Bermain barang mainan dimulai pada tahun pertama dan mencapai puncak pada umur 5-6 tahun. Pada
mulanya
anak hanya mengeksprolasi mainannya. Antara 2 atau 3 tahun mereka membayangkan bahwa mempunyai
sifat hidup dapat bergerak, berbicara dan merasakan. Dengan berkembangnya kecerdasan anak mereka
tidak lagi mengangap benda mati sebagai sesuatu yang hidupdan hal ini mengurangi minatnya pada
barang mainan. Factor lain yang mendorong penyusutan minat dengan barang mainan adalah bahwa
barang mainan adalah sifatnya menyendiri sedengakan anak menginginkan teman.
3. Tahap Bermain Setelah masuk sekolah jenis permainan mereka sangat beragam. Semula mereka
meneruskan bermain dengan barang mainan terutama bila sendirian selain itu mereka merasa tertarik
dengan permainan, olahraga,hobi dan bentuk permainan lainnya.
4. Tahap Melamun
Semakin mendekati masa puber mereka mulai kehilangan minat dalam permainan yang sebelumnya
disenangi dan banyak menghabiskan waktunya dengan melamun. Melamun yang merupakan ciri khas
anak remaja adalah saat berkorban saat mereka mengangap dirinya tidak diperlukan dengan baik dan
tidak di dimengarti oleh siapapun

Kesimpulan
Bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan yang muncul dari dalam diri individu baik anak-
anak,remaja hingga dewasa. Bermain bagi anak usia dini tidak hanya suatu kegiatan yang menyenangkan
akan tetapi merupakan kegiatan yang yang memiliki tujuan yaitu untuk mengoptimalkan seluruh aspek
perkembangan anak.Melalui kegiatan bermain anak akan belajar banyak hal dan akan mudah menyerap
pengalaman yang didapatkannya pada saat bermain. Dengan demikian bermain merupakan sarana bagi
anak untuk mendapatkan pengetahuan tentang lingkungan dan sekitarnya yang kemudian hal tersebut
akan sangat bermanfaat bagi anak untuk dapat mengembangkan kemampuan yang ada dalam dirinya.

2. Definisi Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dariker
usakan jaringan yang aktual atau potensial (Smatzler & Bare, 2002). Nyeri adalah suatu senso
ri subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusaka
n jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalamkejadian-kejadian dimana terj
adi kerusakan IASP (dalam Potter & Perry, 2006).Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan
seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja seseorang mengatakan bahwa ia meras
a nyeri (Mc Caffery dalam Potter & Perry, 2006)

3. Etiologi
Tidak hanya satu stimulus yang menghasilkan suatu yang spesifik dari nyeri, tetapi
nyerimemiliki suatu etiologi multimodal.

1) Proses patologis
2) Infeksi
3) Keadaan inflamasi
4) Trauma
5) Kelainan degenerasi
6) Keadaan toksik metabolik atau neoplasma.
7) Iskemia Nyeri dapat juga timbul karena distorsi mekanis ujung ujung saraf misalnya 
karenameningkatnya tekanan di dinding viskus / organtiologi
 Etiologi berdasarkan klasifikasi Nyeri
1. Nyeri akut
Nyeri akut dihubungkan dengan kerusakan jaringan dan durasi yang terbatas setel
ah nosiseptor kembali ke ambang batas resting stimulus istirahat.
 Tertusuk
 Tergores
 Terbentur
 Terbakar
2. Nyeri kronis
Nyeri kronik bisa dikategorikan sebagai malignan atau nonmalignan.
 Nyeri kronik malignan biasanya disertai kelainan patologis dan indikasi sebagai
penyakit yang life-limiting disease, seperti :- Kanker- End-stage organ dysfuncti
on- Infeksi HI, dll.
 Nyeri kronik nonmalignan- Nyeri punggung- Migrain- Artritis- Diabetik neurop
ati.
3. Nyeri nosiseptif
Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan kimia,mekanik d
an suhu yang menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi pada nosiseptor perifer (sarafyang ber
tanggung jawab terhadap rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif biasanya memberikanrespon terha
dap analgesik opioid atau non opioid.4. Nyeri neurotik Nyeri neuropatik merupakan nyeri yan
g ditimbulkan akibat kerusakan neural pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yan
g meliputi jalur saraf aferen sentral dan perifer.
 Nyeri neuropatik perifer- Nyeri tungkai phantom- Neuralgia pasca herpes- Sindr
oma terowongan karpal)
 Nyeri neuropatik sentral- Nyeri luka di tulang belakang- Nyeri poststroke- Nyer
i multiple sclerosis
4. Nyeri viseral
Nyeri viseral biasanya menjalar dan mengarah ke daerah permukaan tubuh jauh daritemp
at nyeri namun berasal dari dermatom yang sama dengan asal nyeri.- Iskemia- Peregangan lig
amen- Spasme otot polos- Distensi struktur lunak seperti kantung empedu, saluran empedu, at
au ureter. Distensi padaorgan lunak terjadi nyeri karena peregangan jaringan dan mungkin isk
emia karena kompresi pembuluh darah sehingga menyebabkan distensi berlebih dari jaringan
5. Nyeri Somatik
Nyeri somatik digambarkan dengan nyeri yang tajam, menusuk, mudah dilokalisasi danr
asa terbakar yang biasanya berasal dari kulit, jaringan subkutan, membran mukosa, ototskelet
al, tendon, tulang dan peritoneum.- Nyeri insisi bedah- Tahap kedua persalinan, atau iritasi pe
ritoneal adalah nyeri somatik-Penyakit yang menyebar pada dinding parietal

4. Patofisiologi.
Menurut Potter & Perry (2006), terdapat tiga komponen fisiologis dalam nyeri yaitu
resepsi,persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut
saraf perifer.Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa
rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-abu di medula spinalis. Terdapat
pesan nyeridapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri
sehingga tidakmencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral, maka
otakmenginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman
danpengetahuan yang dimiliki serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersiapkan nyeri.

1) Resepsi
Pemaparan terhadap panas atau dingin, tekanan, friksi dan zat-zat kimia menyebabkanpel
epasan substansi, seperti histamin, bradikinin dan kalium, yang bergabung dengan lokasir
eseptor di nosiseptor (reseptor yang berespon terhadap stimulus yang membahayakan) un
tukmemulai transmisi neural, yang dikaitkan dengan nyeri. Beberapa reseptor hanya bere
sponpada satu jenis nyeri, sedangkan reseptor yang lain juga sensitif terhadap temperatur
dantekanan. Apabila kombinasi dengan reseptor nyeri mencapai ambang nyeri (tingkat in
tensitasstimulus minimum yang dibutuhkan untuk membangkitkan suatu impuls saraf), k
emudianterjadilah aktivasi neuron nyeri. Karena terdapat variasi dalam bentuk dan ukura
n tubuh, makadistribusi reseptor nyeri disetiap bagian tubuh bervariasi.Impuls saraf, yang
dihasilkan oleh stimulus nyeri, menyebar disepanjang serabut saraf periferaferen. Dua tip
e serabut saraf perifer mengkonduksi stimulus nyeri: Serabut A-Delta yangbermielinasi d
engan cepat dan serabut C yang tidak bermielinasi dan berukuran sangat kecilserta lambat.
Serabut A mengirim sensasi tajam, terlokalisasi, dan jelas yang melokalisasisumber nyer
i dan mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C menghantarkan impuls yangterlokalisasi bur
uk, viseral, dan terus menerus.Ketika serabut C dan A-delta mentransmisikan impuls dari
serabut saraf perifer, maka akanmelepaskan mediator biokimia yang mengaktifkan dan m
embuat peka respons nyeri. Misalnya,kalium, prostaglandin dilepaskan ketika sel-sel loka
l mengalami kerusakan. Transmisi stimulusnyeri berlanjut sampai transmisi tersebut bera
khir dibagian kornu dorsalis medula spinalis. Didalam kornu dorsalis, neurotransmiter, se
perti substansi P dilepaskan, sehingga menyebabkansuatu transmisi spinalis dari saraf per
ifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkanimpuls nyeri ditransmisikan lebi
h jauh ke dalam sisitem saraf pusat.
2) Neuroregulator
Neuroregulator memegang peranan yang penting dalam suatu pengalaman nyeri. Sustansi
iniditemukan di lokasi nosiseptor. Neuroregulator dibagi menjadi dua kelompok, yaknine
urotransmiter dan neuromodulator. Neurotransmiter seperti substansi P mengirim impulsl
istrik melewati celah sinap diantara dua serabut saraf (eksitator dan inhibitor).Neuromodu
lator memodifikasi aktivitas neuron dan menyesuaikan atau memvariasikan transmisi sti
mulus nyeri tanpa secara langsung menstransfer tanda saraf melalui sebuah sinap.Endorfi
n merupakan salah satu contoh neuromodulator

5. Manifestasi Klinis
Nyeri merupakan kejadian ketidaknyamanan yang dalam perkembangannya akan
mempengaruhi berbagai komponen dalam tubuh. Efek nyeri dapat berpengaruh terhadap
fisik, perilaku, dan pengaruhnya pada aktivitas sehari-hari (Andarmoyo, 2017).

 Tanda dan gejala


Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada klien yang berupaya untuk tidak
mengeluh atau mengakui ketidaknyamanan. Sangat penting untuk mengobservasi keterlib
atan saraf otonom. Saat awitan nyeri akut, denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi p
ernapasan meningkat (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).
 Efek fisik
a) Nyeri akut
Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai efek yang memb
ahayakan diluar ketidaknyamanan yang disebabkannya. Selain merasakan ketidakny
amanan dan mengganggu, nyeri akut yang tidak kunjung mereda dapat memengaruhi
sistem pulmonary, kardiovaskuler,gastrointestinal, endokrin, dan imunologik (Andar
moyo, 2017).
b) Nyeri kronis
Seperti halnya nyeri akut, nyeri kronis juga mempunyai efek negatif dan merugik
an. Supresi atau penekanan yang terlalu lama pada fungsi imun yang berkaitan denga
n nyeri kronis dapat meningkatkan pertumbuhan tumor (Andarmoyo, 2017).
c) Efek perilaku
Pasien yang mengalami nyeri menunjukkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh y
ang khas dan berespons secara vokal serta mengalami kerusakan dalam interaksi sosi
al. Pasien seringkali meringis, mengernyitkan dahi, menggigit bibir, gelisah, imobilis
asi, mengalami ketegangan otot, melakukan gerakan melindungi bagian tubuh sampa
i dengan menghindari percakapan, menghindari kontak sosial dan hanya fokus pada
aktivitas menghilangkan nyeri (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).
d) Pengaruh pada aktivitas sehari-hari
Pasien mengalami nyeri setiap hari kurang mampu berpartisipasi dalam aktivitas
rutin, seperti mengalami kesulitan dalam melakukan tindakan higiene normal dan da
pat mengganggu aktivitas sosial dan hubungan seksual (Wahyudi & Abd.Wahid, 201
6).

6. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan terhadap nyeri harus dilakukan dengan seksama yng dilakukan sebelum
pengobatan dimulai, secara teratur setelah pengobatan dimulai, setiap saat bila ada laporan
nyeri baru dan setelah interval terapi 15-30 menit setelah pemberian parenteral dan 1 jam
setelah pemberian peroral.

a. Anamnesis yang teliti


Dalam melakukan anamnesis terhadap nyeri kita harus mengatahui bagaimana ku
alitas nyeri yang diderita meliputi awitan, lama, dan variasi yang ditimbulkan untuk
mengetahui penyebab nyeri. Selain itu, kita juga harus mengetahui lokasi dari nyeri y
ang diderita apakah dirasakan diseluruh tubuh atau hanya pada bagian tubuh tertentu.
intensitas nyeri juga penting ditanyakan untuk menetapkan derajat nyeri. Tanyakan p
ula keadaan yang memperberat atau memperingan nyeri. Tanyakan pula tentang peny
akit sebelumnya, penggobatan yang pernah dijalani, dan alergi obat.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang benar sangat diperlukan untuk menguraikan patofisiologi
nyeri. Pemeriksaan vital sign sangat penting dilakukan untuk mendapatkan hubungan
nya dengan intensitas nyeri karena nyeri menyebabkan stimulus simpatik seperti taki
kardia, hiperventilasi dan hipertensi. Pemeriksaan Glasgow come scale rutin dilaksan
akan untuk mengetahui apakah ada proses patologi di intracranial. Pemeriksaan khus
us neurologi seperti adanya gangguan sensorik sangat penting dilakukan dan yang per
lu diperhatikan adalah adanya hipoastesia, hiperastesia, hiperpatia dan alodinia pada
daerah nyeri yang penting menggambarkan kemungkinan nyeri neurogenik.
c. Pemeriksaan psikologis
Mengingat faktor kejiwaan sangat berperan penting dalam manifestasi nyeri yang
subjektife, maka pemeriksaan psikologis juga merupakan bagian yang harus dilakuka
n dengan seksama agar dapat menguraikan faktor-faktor kejiwaan yang menyertai.Te
st yang biasanya digunakan untuk menilai psikologis pasien berupa the Minnesota M
ultiphasic Personality Inventory (MMPI). Dalam menetahui permasalahan psikologis
yang ada maka akan memudahkan dalam pemilihan obat yang tepat untuk penaggula
ngan nyeri

7. Data Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan bertujuan untuk mengatahui penyebab dari nyeri.
Pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan laboratorium dan imaging seperti foto polos
CT scan, MRI atau bone scan

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Nyeri merupakan hal seringkali kita jumpai pada dunia praktek kedokteran yang sampai
saat ini merupakan masalah dalam dunia kedokteran Nyeri merupakan manifestasi dari suatu
proses patologis yang terjadi di dalam tubuh. Nyeri akut merupakan sensibel nyeri yang
mempunyai manfaat. Bila pengelolaan nyeri dan penyebab nyeri akut tidak dilaksanakan
dengan baik, nyeri itu dapat berkembang menjadi nyeri kronik.
Diagnostik nyeri sesuai dengan usaha untuk mencari penyebab terjadinya nyeri
Penyebabnya biasanya lebih mudah dapat ditentukan, sehingga penanggulangannya biasanya
lebih mudah pula. Nyeri akut ini akan mereda dan hilang seiring dengan laju proses
penyembuhan jaringan yang sakit. Diagnosa penyebab nyeri akut harus ditegakkan lebih
dahulu. Bersamaan dengan usaha mengatasi penyebab nyeri akut, keluhan nyeri penderita
juga diatasi.Pengobatan yang direncanakan untuk menangulangi nyeri harus diarahkan
kepada proses penyakit yang mendasarinya untuk mengendalikan nyeri tersebut. Pemahaman
tentang patofisiologi terjadinya nyeri sangatlah penting sebagai landasan menanggulangi
nyeri yang diderita oleh penderita. Semua obat analgetika efektif untuk menanggulangi nyeri
akut ini

2. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-
sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan. Dengan melalui
makalah ini kami selaku penyusun mengharapkan khususnya semua mahasiswa dan
mahasiswi dan para pembaca sekalian dapat mengetahui serta memahami tentang
Bermain dengan kebutuhan Rasa Nyeri
DAFTAR PUSTAKA
 Asmadi.2005.Konsep dasar Keperawatan. Jakarta : EGC

Potter&Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,danPraktik, Vol.1,E/4.Jakarta


: EGCTaarwoto dan Wartonah.2010.Kebutuhan Dasar Manusia dan
ProsesKeperawatan.Jakarta:Salemba MedikaSmeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002.

Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC :Jakarta


Kebutuhan Perioperative dan Perawatan Jenazah

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hapir semua
pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan bagi pas
ien. Dan tidak jarang keluarga pasien mengalami kecemasan. Kecemasan yang mereka al
ami biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan
juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan
tindakan pembiusan. Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap tinda
kan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah operasi. Intervensi kep
erawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psi
kisAda tiga faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit pasien, jenis p
embedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut faktor pasien m
erupakan hal yang paling penting, karena bagi penyakit tersebut tidakan pembedahan adal
ah hal yang baik/benar. Tetapi bagi pasien sendiri pembedahan mungkin merupakan hal y
ang paling mengerikan yang pernah mereka alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sa
ngatlah pentig untuk melibatkan pasien dalam setiap langkah – langkah perioperatif. Tind
akan perawatan perioperatif yang berkesinambungan dan tepat akan sangat berpengaruh t
erhadap suksesnya pembedahan dan kesembuhan pasien.

Kehilangan merupakan suatu peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat un


ik secara individual. Kehilangan dalam suatu situasi aktual maupun potensial dapat diala
mi oleh individu ketika berpisah dari suatu yang sebelumnya ada, baik sebagian ataupun
keseluruhan atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan.
Dalam kehidupan setiap individu hanya ada satu hal yang pasti, yaitu individu tersebut ak
an meninggal dunia . Kematian merupakan suatu hal yang alami. Saat terjadinya kematia
n merupakan saat-saat yang tidak diketahui waktunya. Kematian dapat terjadi singkat dan
tidak terduga seperti seorang anak yang meninggal akibat kecelakaan, kematiaan dapat be
rlangsung mendadak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, misalnya seseorang yang
pingsan dan dalam waktu 24 jam sudah meninggal, kematian dapat diperkirakan sebelum
nya melalui diagnosis medis tetapi saat kematian itu sendiri biasa terjadi mendadak,atau p
asien dapat mengalami dahulu stadium terminal penyakit dalam waktu yang bervariasi m
ulai dari berapa hari hingga berbulan-bulan.
Kematian dari masa lampau sampai saat ini selalu dikhaskan dengan kondisi terhentinya
pernapasan, nadi, dan tekanan darah, serta hilangnya respon terhadap stimulus eksternal,
ditandai dengan terhentinya kerja otak secara menetap. Namun demikian, kemajuan dala
m teknologi kedokteran berlangsung sedemikian cepat sehingga kalau satu atau lebih sist
em tubuh tidak berfungsi, pasien mungkin masih dapat dipertahankan “hidupnya” dengan
bantuan mesin, tindakan ini dapat dilakukan sehubungan dengan pengangkatan organ tub
uh untuk bedah transplantasi.
2.1 Rumusan Masalah
1. Apa Definisi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
2. Apa etiologi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
3. Patofisiologi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah ?
4. Menifestasi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
5. Bagaimana pemeriksaan fisik untuk kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
6. Data penunjang dari kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?

3.1 Tujuan
Tujuan umum :
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan parioperative
2. Untuk membantu mahasiswa dalam melakukan keperawatan jenazah
BAB II
PEMBAHASAN
1.2 Definisi
Keperawatan Parioterative adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan k
eragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. K
ata perioperative adalah gabungan dari tiga fase pengalaman pembedahan yairu : pre oper
atif, intra operatif dan post operatif.
Sedangkan definisi dari Kematian suatu keadaan alamiah yang setiap individu pas
ti akan mengalaminya. Secara umum, setiap manusia berkembang dari bayi, anak-anak, r
emaja, dewasa, lansia dan akhirnya mati.
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah, se
rta hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas lis
trik otak, atau dapat juga dikatakan terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap at
au terhentinya kerja otak secara menetap. Terdapat beberapa perubahan tubuh setelah ke
matian, diantaranya :
1. Algor mortis (Penurunan suhu jenazah)
Algor mortis merupakan salah satu tanda kematian yaitu terhentinya produksi panas, s
edangkan pengeluaran berlangsung terus menerus, akibat adanya perbedaan panas ant
ara mayat dan lingkungan.
Faktor yang mempengaruhi Algor mortis yaitu :
a. Faktor lingkungan
b. Suhu tubuh saat kematian ( suhu meningkat, a.m.makin lama)
c. Keadaan fisik tubuh serta pakaian yang menutupinya
2. Livor mortis (Lebam mayat)
Livor mortis (lebam mayat) terjadi akibat peredaran darah terhenti mengakibatkan sta
gnasi maka darah menempati daerah terbawah sehingaa tampak bintik merah kebirua
n.
3. Rigor mortis (Kaku mayat)
Rigor mortis adalah kekakuan pada otot tanpa atau disertai pemendekan serabut otot.
Tahapan tahapan rigor mortis:
a. 0-2 sampai 4 jam : kaku belum terbentuk
b. 6 jam : Kaku lengkap
c. 12 jam : kaku menyeluruh
d. 36 j am : relaksasi sekunder
4. Dekomposisi ( Pembusukan)
Hal ini merupakan suatu keadaan dimana bahan-bahan organik tubuh mengalami dek
omposisi baik yang disebabkan karena adanya aktifitas bakteri, maupun karena autoli
sis. Skala waktu terjadinya pembusukan
Mulai terjadi setelah kematian seluler. Lebih dari 24 jam mulai tampak warna kehijau
an di perut kanan bawah (caecum).
Jenazah adalah seseorang yang meninggal karena penyakit. Perawatan jenazah ad
alah perawatan pasien setelah meninggal, termasuk menyiapkan jenazah untuk diperli
hatkan kepada anggota keluarga yang bersangkutan, transportasi ke kamar jenazah da
n melakukan disposisi (penyerahan barang-baran) milik pasien. Perawatan jenazah bi
asanya dilakukan karena ditundanya penguburan/kremasi, misalnya untuk menunggu
kerabat yang tinggal jauh di luar kota atau di luar negeri.
Perawatan jenazah pada penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu mene
rapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang d
ianut keluarganya. Setiap petugas kesehatan terutama perawat harus dapat menasehati
keluarga jenazah dan mengambil tindakan yang sesuai agar penanganan jenazah tidak
menambah risiko penularan penyakit seperti halnya hepatitis-B, AIDS, kolera dsb.
Tradisi yang berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat diizinkan de
ngan memperhatikan hal yang telah disebut di atas, seperti misalnya mencium jenaza
h sebagai bagian dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa virus HIV hanya dapa
t hidup dan berkembang dalam tubuh manusia hidup, maka beberapa waktu setelah pe
nderita infeksi-HIV meninggal, virus pun akan mati.

2.2 Etiologi
A. Etiologi perioperatif
Pembedahan dilakukan untuk berbagai alasan (Buku ajar Keperawatan Medikal Beda
h Brunner dan Suddarth ) seperti :
a.       Diagnostik, seperti dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi
b.      Kuratif, seperti ketika mengeksisi masa tumor atau mengangkat apendiks yang i
nflamasi
c.       Reparatif, seperti memperbaiki luka yang multipek
d.      Rekonstruktif atau Kosmetik, seperti perbaikan wajah
e.       Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah,
Contoh ketika selang gastrostomi dipasang untuk mengkompensasi terhadap
kemampuan untuk menelan makanan
B. Etiologi perawatan jenazah
kematian menurut ilmu kedokteran tidak berhubungan dengan jatuhnya manusia ke d
alam dosa atau dengan Allah, melainkan diakibatkan tidak berfungsinya organ tertent
u dari tubuh manusia.
Kematian menurut dokter H. Tabrani Rab disebabkan empat faktor:
1. berhentinya pernafasan
2. matinya jaringan otak
3. tidak berdenyutnya jantung
4.adanya pembusukan pada jaringan tertentu oleh bakteri-bakteri
Seseorang dinyatakan mati menurut Dr. Sunatrio bilamana fungsi pernafasan/paru-par
u dan jantung telah berhenti secara pasti atau telah terbukti terjadi kematian batang ot
ak. Dengan demikian, kematian berarti berhentinya bekerja secara total paru-paru dan
jantung atau otak pada suatu makhluk. Dalam ilmu kedokteran, jiwa dan tubuh tidak
dapat dipisahkan. Belum dapat dibuktikan bahwa tubuh dapat dipisahkan dari jiwa da
n jiwa itu baka.

3.2 Patofisiologi
A. Patofisiologi Kebutuhan Perioperative
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan k
eragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien
Kata “perioperatif” adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pembeda
han yaitu pre operatif, intra operatif, dan post operatif (Hipkabi, 2014). Keahlian seor
ang perawat kamar bedah dibentuk dari pengetahuan keperawatan profesional dan ket
erampilan psikomotor yang kemudian diintegrasikan kedalam tindakan keperawatan y
ang harmonis. Kemampuan dalam mengenali masalah pasien yang sifatnya resiko ata
u aktual pada setiap fase perioperatif akan membantu penyusunan rencana intervensi
keperawatan (Muttaqin, 2009).
B. Patofisiologi Perawatan Jenazah
kematian menurut ilmu kedokteran tidak berhubungan dengan jatuhnya manusia ke
dalam dosa atau dengan Allah, melainkan diakibatkan tidak berfungsinya organ
tertentu dari tubuh manusia.
Kematian menurut dokter H. Tabrani Rab disebabkan empat faktor:
(1) berhentinya pernafasan
(2) matinya jaringan otak
(3) tidak berdenyutnya jantung
(4) adanya pembusukan pada jaringan tertentu oleh bakteri-
bakteri                                              

Seseorang dinyatakan mati menurut Dr. Sunatrio bilamana fungsi pernafasan/paru-


paru dan jantung telah berhenti secara pasti atau telah terbukti terjadi kematian batang
otak. Dengan demikian, kematian berarti berhentinya bekerja secara total paru-paru
dan jantung atau otak pada suatu makhluk. Dalam ilmu kedokteran, jiwa dan tubuh
tidak dapat dipisahkan. Belum dapat dibuktikan bahwa tubuh dapat dipisahkan dari
jiwa dan jiwa itu baka.

4.2 Menifestasi
A. Menifstasi Parioperative
Perioperatif adalah waktu sejak keputusan untuk operasi diambil hingga sampai ke
meja pembedahan, tanpa memandang riwayat atau  klasifikasi pembedahan.
Keahlian seorang perawat perioperatif dibentuk dari pengetahuan keperawatan
professional dan keterampilan psikomotor yang kemudian diintegrasikan ke dalam
tindakan keperawatan yang harmonis. Kemampuan dalam mengenali masalah pasien
yang sifatnya risiko atau actual pada setiap fase perioperatif yang didasarkan atas
pengetahuan dan pengalaman keperawatan perioperatif akan membantu penyusunan
rencana intervensi keperawatan. Staf keperawatan yang merawat pasien bertanggung
jawab untuk mengelola aspek-aspek penting perawatan pasien dengan cara
mengimplementasikan rencana perawatan  yang berdasarakan pada tujuan yang
diprioritaskan, koordinasi seluruh anggota tim perioperatif, dan melibatkan tindakan
mandiri dan kolaboratif.
Asuhan keperawatan praoperatif pada praktiknya akan dilakukan secara
berkesinambungan, baik asuhan keperawatan praoperatif dibagian rawat inap,
poliklinik, bagian bedah sehari (one day care) atau di unit gawat darurat yang
kemudian dilanjutkan kamar operasi oleh perawat praoperatif. Asuhan keperawatan
praoperatif yang terintegrasi secara berkesinambungan terjadi saat beberapa masalah
pasien yang belum teratasi di ruang rawat inap, poliklinik, bedah sehari, atau unit
gawat darurat akan tetap dilanjutkan oleh perawat perioperatif di kamara operasi.
Dokumentasi yang optimal dapat membantu terciptanya komunikasi yang baik antara
perawat ruangan dengan perawat kamar operasi.

B. Manifestasi Perawatan Jenazah


Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, termasuk menyiapkan
jenazah untuk diperlihatkan kepada anggota keluarga yang bersangkutan, transportasi
ke kamar jenazah dan melakukan disposisi (penyerahan barang-baran) milik pasien.
Perawatan jenazah biasanya dilakukan karena ditundanya penguburan/kremasi,
misalnya untuk menunggu kerabat yang tinggal jauh di luar kota atau di luar negeri.
Perawatan jenazah pada penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu
menerapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama
yang dianut keluarganya. Setiap petugas kesehatan terutama perawat harus dapat
menasehati keluarga jenazah dan mengambil tindakan yang sesuai agar penanganan
jenazah tidak menambah risiko penularan penyakit seperti halnya hepatitis-B, AIDS,
kolera dsb.
Tradisi yang berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat diizinkan
dengan memperhatikan hal yang telah disebut di atas, seperti misalnya mencium
jenazah sebagai bagian dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa virus HIV
hanya dapat hidup dan berkembang dalam tubuh manusia hidup, maka beberapa
waktu setelah penderita infeksi-HIV meninggal, virus pun akan mati.

5.2 Pemeriksaan Fisik


A. Pemeriksaaan Fisik Perioperative
Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
Pemeriksaan keadaan umum pasien praoperatif meliputi penampilan umum dan
prilaku, pangkajian tingkat kesadaran dan pengkajian status nutrisi.
Penampilan Umum
Pada pengkajian keadaan umum, secara ringkas perawat melakukan survei keadaan
umum untuk mengobservasi panampilan umum pasien. Bentuk dan pergerakan tubuh
dapat menggambarkan kelemahan yang disebabkan oleh penyakit yang berhubungan
dengan adanya intervensi pembedahan. secara ringkas, pengkajian yang berhubungan
dengan praoperatif meliputi elemen-elemen berikut ini:
         Usia
Usia akan memengaruhi karakteristik fisik normal. Kemampuan untuk berpartisipasi
dalam beberapa bagian pemeriksaan fisik praoperatif juga dipengaruhi oleh usia.
         Tanda distres
Terdapat tanda dan gejala distress nyata yang mengindikasikan nyeri, kesulitan
bernapas, atau kecemasan. Tanda tersebut dapat membantu perawat dalam membuat
prioritas yang berkaitan dengan apa yang akan diperiksa terlebih dahulu.
         Jenis tubuh
Perawat mengobservasi jika pasien tanpak ramping, berotot, obesitas, atau sangat
kurus. Jenis tubuh dapat mencerminkan tingkat kesehatan, usia, dan gaya hidup.
         Postur
Perawat mengkaji postur tubuh pasien. Apakah pasien memiliki postur tubuh yang
merosot, tegak, dan bungkuk. Postur dapat mencerminkan alam perasaan atau adanya
nyeri.
         Gerakan tubuh
Observasi gerakan tersebut bertujuan untuk memperhatikan apakah terdapat tremor di
ekstremitas. Tentukan ada atau tidaknya bagian tubuh yang tidak bergerak.
          Kebersihan diri dan bau badan
Tingkat kebersihan diri pasien dicatat dengan mengobsevasi penampilan rambut,
kulit, dan kuku jari. Bau badan yang tidak sedap dapat terjadi karena kebersihan diri
yang buruk atau akibat patologi penyakit tertentu. Kondisi kebersihan praoperatif
merupakan hal yang penting diperhatikan karena dapat memengaruhi konsep asepsis
intraoperasi dan akan memberikan data dasar pada perawat untuk memberikan
intervensi praoperatif terkait kebutuhan pemenuhan kebersihan area pembedahan.
         Afek dan alam perasaan
Afek adalah perasaan seseorang yang terlihat oleh orang lain. Alamperasaan atau
status emosi diekpresikan secara verbal dan nonverbal.
         Bicara
Bicara normal adalah bicara yang dapat dipahami, diucapkan dengan kecepatan
sedang dan menunjukkan hubungan dengan apa yang dipikirkan.

B. Pemeriksaan Fisik Perawatan Jenazah


1. Pemeriksaan Status Antropometri dan Ciri Fisik
Deskripsikan ciri-ciri fisik jenazah seperti: Jenis kelamin, yakni melalui inspeksi
alat kelamin dan tanda-tanda
 perkembangan seks sekunder Perkiraan usia
 Ras
 Warna kulit
 Status giz
 Rambut-rambut pada jenazah, mulai dari rambut kepala, alis, bulu mata,
 kumis dan janggut, rambut di tubuh dan ekstremitas, rambut kemaluan (catat wa
rna, ukuran terpanjang, jenis [lurus/ikal], serta mudah/tidaknya dicabut)
2. Pemeriksaan Tanda-Tanda Asfiksia
 Buka kedua mata mayat dan periksa konjungtiva palpebra serta konjungtiv
a bulbi, cari ada tidaknya petekia dan tanda-tanda anemis
 Periksa bibir, bagian dalam bibir, gusi dan palatum, cari ada tidaknya pete
kia, tanda-tanda sianosis, atau tanda-tanda anemis
 Periksa ujung-ujung jari tangan dan kaki mayat, nilai apakah terdapat tand
atanda anemis atau sianosis.
3. Pemeriksaan Gigi Jenazah
 Buka mulut mayat dan periksa kelengkapan gigi-geligi, bedakan antara gig
i susu dan gigi dewasa
 Jika gigi dewasa, lihat apakah gigi geraham belakang (molar III) sudah eru
psi atau belum Periksa ada tidaknya karang gigi
 Amati kelainan pada gigi (gigi hilang, gigi palsu, dsb)
 Pemeriksaan gigi dapat digunakan untuk menentukan perkiraan umur, ras,
dan identitas mayat
 Interpretasi lanjut untuk kondisi gigi dapat dikonsultasikan kepada ahli od
ontologi forensik.

6.2 Data Penjunjang


A. Fase Pelayanan Perioperatif Keahlian seorang perawat kamar bedah dibentuk dari penget
ahuan keperawatan professional dan keterampilan psikomotor yang kemudian diintegrasi
kan kedalan tindakan keperawatan yang harmonis. Kemampuan dalam mengenali masala
h pasien yang sifatnya resiko atau actual pada setiap fase perioperative akan membantu p
enyusunan rencana intervensi keperawatan (Muttaqin & Sari, 2009). 6 a. Fase Pre Operati
f Fase praoperatif adalah waktu sejak keputusan untuk operasi diambil hingga sampai ke
meja pembedahan, tanpa memandang riwayat atau klasifikasi pembedahan. Asuhan keper
awatan pre operatif pada prakteknya akan dilakukan secara berkesinambungan, baik asuh
an keperawatan pre operatif di bagian rawat inap, poliklinik, bagian bedah sehari (one da
y care), atau di unit gawat darurat yang kemudian dilanjutkan di kamar operasi oleh pera
wat kamar bedah (Muttaqin & Sari, 2009). b. Fase Intra Operatif Fase intra operatif adala
h suatu masa dimana pasien sudah berada di meja pembedahan sampai ke ruang pulih sad
ar. Asuhan keperawatan intraoperative merupakan salah satu fase asuhan yang dilewati p
asien bedah dan diarahkan pada peningkatan keefektifan hasil pembedahan. Pengkajian y
ang dilakukan perawat intraoperative lebih kompleks dan harus dilakukan secara cepat da
n ringkas agar dapat segera dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai. Kemampuan da
lam mengenali masalah pasien yang bersifat resiko atau aktual akan didapatkan berdasark
an pengetahuan dan pengalaman keperawatan. Implementasi dilaksanakan berdasarkan p
ada tujuan yang di prioritaskan, koordinasi seluruh anggota tim intraoperative, dan melib
atkan tindakan independen dan dependen. Pada fase intra operatif, pasien akan mengalam
i berbagai prosedur. Prosedur pemberian anestesi, pengaturan posisi bedah, manajemen a
sepsis, dan prosedur tindakan invasive akan memberikan implikasi pada masalah kepera
watan yang akan muncul (Muttaqin & Sari, 2009). c. Fase Post Operatif Fase pasca opera
tif adalah suatu kondisi dimana pasien sudah masuk di ruang pulih sadar sampai pasien d
alam kondisi sadar betul untuk dibawa ke ruang rawat inap. Raung pulih sadar (recovery
room) atau unit perawatan pascaanestesi (PACU) merupakan suatu ruangan 7 untuk pem
ulihan fisiologis pasien pascaoperatif. PACU biasanya terletak berdekatan dengan ruang
operasi (Muttaqin & Sari, 2009).
B. Dalam menangani jenazah perawat harus melakukannya dengan hormat dan sebaik-baikn
ya. Rasa hormat ini dapat dijadikan prinsip, dengan kata lain, seseorang telah diperlakuka
n secara manusiawi dan sama seperti orang lain. Seorang perawat harus memperlakukan t
ubuh jenazah dengan hormat. Sebelum kematian terjadi, anggota tubuh harus diikat dan k
epala dinaikkan ke atas bantal. Tubuh harus dibersihkan dengan membasuhnya dengan ai
r hangat secara perlahan. Segala sesuatu yang keluar dari tubuh pasien harus dicuci dan di
bersihkan rawatan posmortem,
Perawatan tubuh setelah kematian disebut perawatan postmortem. Hal ini dapat menjadi
tanggung jawab perawat. Perawat akan lebih mudah melakukannya apabila bekerja sama
dengan staf kesehatan lainnya. Adapun hal yang harus diperhatikan :
1. Perlakukan tubuh dengan rasa hormat yang sama perawat lakukan terhadap orang yang
masih hidup.
2. Beberapa fasilitas memilih untuk meninggalkan pasien sendiri sampai petugas kamar
jenazah tiba.
3. Periksa prosedur manual rumah sakit sebelum melanjutkan perawatan postmortem.
BAB III
PENUTUP

7.2 Kesimpulan
Kebutuhan perioperative adalah periode sebelum, selama dan sesudah operasi berl
angsung, yang mana tugas seorang perawat yaitu memberikan kenyamanan terhadap pasi
en supaya saat dilaksanakannya operasi hingga paska operasi sampai pemulihan pasien, s
ampai pasien sembuh, pasien merasa nyaman dan tercukupi kebutuhan-kebutuhannya
Dalam fase penyembuhan apabila pasien sudah di perbolehkan pulang, tugas perawat yait
u memeberikan penyuluhan tindakan perawatan diri pasien, terhadap keluarga dan pasien
itu sendiri, supaya terjaga kesehatan pasien dan terawatt dengan baik, sehingga pasien se
hat seperti sedia kala.

Adapun kesimpulan dari perawatan jenazah yaitu :


1. Perawatan jenazah dilakukan untuk membersihkan pasien yang baru meninggal serta
memberikan penghormatan terakhir kepada pasien selama dirawat di rumah sakit.
2. Jenazah yang belum langsung dikuburkan akan diawetkan dengan pemberian bahan
kimia tertentu untuk menghambat terjadinya pembusukan serta menjaga penampilan
jenazah supaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup. Pengawetan jenazah dapat
dilakukan pada jenazah yang dalam beberapa hari tidak dikubur.
3. Dalam perawatan jenazah tidak boleh diotopsi. Dalam hal tertentu otopsi dapat
dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pimpinan rumah sakit serta keluarga yang
bersangkutan dan dilaksanakan oleh petugas yang mahir dalam hal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

https://seputarkuliahkesehatan.blogspot.com/2018/03/makalah-perawatan-
jenazah.html

https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2018/04/Manual-CSL-
Forensik-Medikolegal-3-Pemeriksaan-Luar-pada-Jenazah.pdf

http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/1621/6/BAB%20II.pdf

https://anestesi12.blogspot.com/2012/11/fase-preintrapost-operasi.html

http://data.kalbarprov.go.id/dataset/sop-bidang-penunjang/resource/91ac4ffb-79f9-
4928-8cba-ca0fbdcdcfe9
PEMERIKSAAN FISIK

BAB I
PENDAHULUAN
1) Latar Belakang

Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis
memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat
dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan
diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.

Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir
pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.

Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat
menyususn sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah daftar penyebab yang mungkin
menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut.

Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara umum
dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu, denyut
dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.

2) Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dari pemeriksaan fisik


2. Apa tujuan dari pemeriksaan fisik
3. Apa manfaat dari pemeriksaan fisik
4. Apa indikasi pemeriksaan fisik
5. Bagaimana prosedur pemeriksaan fisik
6. Apa evaluasi dari pemeriksaan fisik
7. Bagaimana dokumentasi pemeriksaan fisik

3) Tujuan Penulisan

1. Mengetahui konsep dari pemeriksaan fisik


2. Mengetahui tujuan dari pemeriksaan fisik
3. Mengetahui manfaat dari pemeriksaan fisik
4. Mengetahui indikasi pemeriksaan fisik
5. Mengetahui prosedur pemeriksaan fisik
6. Mengetahui evaluasi dari pemeriksaan fisik
7. Mengetahui dokumentasi pemeriksaan fisik

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep teori Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada
setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan
perawat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan
terapi yang diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi tersebut.(Potter dan Perry, 2005).

Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian
tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif,
memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan
keperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010).

Adapun teknik-teknik pemeriksaan fisik yang digunakan adalah: 

1) Inspeksi

Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran dan


penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali bertemu pasien. Suatu gambaran atau
kesan umum mengenai keadaan kesehatan yang di bentuk. Pemeriksaan kemudian maju ke suatu
inspeksi local yang berfokus pada suatu system tunggal atau bagian dan biasanya mengguankan
alat khusus seperto optalomoskop, otoskop, speculum dan lain-lain. (Laura A.Talbot dan Mary
Meyers, 1997) Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh
yang diperiksa melalui pengamatan (mata atau kaca pembesar). (Dewi Sartika, 2010).
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi,
kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/pembengkakan.setelah inspeksi perlu dibandingkan hasil
normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya.

2) Palpasi

Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba dengan meletakkan


tangan pada bagian tubuh yang dapat di jangkau tangan. Laura A.Talbot dan Mary Meyers,
1997). Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera peraba ; tangan dan jari-
jari, untuk mendeterminasi ciri2 jaringan atau organ seperti: temperatur, keelastisan, bentuk,
ukuran, kelembaban dan penonjolan.(Dewi Sartika,2010). Hal yang di deteksi adalah suhu,
kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan sensasi.

3) Perkusi

Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh unutk


menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam membantu penentuan densitas, lokasi, dan
posisi struktur di bawahnya.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997).

Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu
untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan menghasilkan suara,
yang bertujuan untuk mengidentifikasi batas/ lokasi dan konsistensi jaringan. Dewi Sartika,
2010).

4) Auskultasi

Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh bermacam-


macam organ dan jaringan tubuh.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997). Auskultasi Adalah
pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh.
Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah :
bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.(Dewi Sartika, 2010).

Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus di perhatikan, yaitu
sebagai berikut :

a) Kontrol infeksi
Meliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan steril, memasang masker, dan memba
ntu klien mengenakan baju periksa jika ada.
b) Kontrol lingkungan
Yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan untuk
melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi pemeriksa itu sendiri. Misalny
a menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien.

2.2 Tujuan Pemeriksaan Medis


Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan:

1. Untuk mengumpulkan dan memperoleh data dasar tentang kesehatan klien.


2. Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam riwayat
keperawatan.
3. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
4. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan
penatalaksanaan.
5. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan keperawatan.

2.3 Manfaat Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri, maupun bagi
profesi kesehatan lain, di antaranya:
1. Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose keperawatan.
2. Mengetahui masalah kesehatan yang dialami klien.
3. Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat.
4. Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan.

2.4 Indikasi Pemeriksaan Fisik

Mutlak dilakukan pada setiap klien, terutama pada:

1. Klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat.


2. Secara rutin pada klien yang sedang di rawat.
3. Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien

2.5 Prosedur Pemeriksaan Fisik

1) Persiapan
a. Alat
Meteran, Timbangan BB, Penlight, Steteskop, Tensimeter/spighnomanometer,
Thermometer, Arloji/stopwatch, Refleks Hammer, Otoskop, Handschoon bersih ( jika perlu),
tissue, buku catatan perawat.

Alat diletakkan di dekat tempat tidur klien yang akan di periksa.

b. Lingkungan

Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan. Misalnya
menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien.

c. Klien (fisik dan fisiologis)

Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks. 

2) Prosedur Pemeriksaan

1. Cuci tangan 
2. Jelaskan prosedur
3. Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan pasang handschoen bila
di perlukan
4. Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status mental dan nutrisi.

Posisi klien : duduk/berbaring

Cara : inspeksi

 Kesadaran, tingkah laku, ekspresi wajah, mood. (Normal : Kesadaran penuh, Ekspresi ses
uai, tidak ada menahan nyeri/ sulit bernafas)
 Tanda-tanda stress/ kecemasan (Normal :) Relaks, tidak ada tanda-tanda cemas/takut)
 Jenis kelamin
 Usia dan Gender
 Tahapan perkembangan
 TB, BB ( Normal : BMI dalam batas normal)
 Kebersihan Personal (Normal : Bersih dan tidak bau)
 Cara berpakaian (Normal : Benar/ tidak terbalik)
 Postur dan cara berjalan
 Bentuk dan ukuran tubuh
 Cara bicara. (Relaks, lancar, tidak gugup)
 Evaluasi dengan membandingkan dengan keadaan normal.
 Dokumentasikan hasil pemeriksaan
b. Pengukuran Tanda Vital 

Posisi klien : duduk/ berbaring

1. Suhu tubuh (Normal : 36,5-37,50c)


2. Tekanan darah (Normal : 120/80 mmHg)
3. Nadi
a) Frekuensi = Normal : 60-100x/menit ; Takikardia: >100 ; Bradikardia: <6 span="">
b) Keteraturan= Normal : teratur
c) Kekuatan= 0: Tidak ada denyutan; 1+:denyutan kurang teraba; 2+: Denyutan mudah te
raba, tak mudah lenyap; 3+: denyutan kuat dan mudah teraba.
4. Pernafasan
a) Frekuensi: Normal= 15-20x /menit; >20: Takipnea; <15 bradipnea="" span="">
b) Keteraturan= Normal : teratur
c) Kedalaman: dalam/dangkal
d) Penggunaan otot bantu pernafasan: Normal : tidak ada.

Setelah diadakan pemeriksaan tanda-tanda vital evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat.

c. Pemeriksaan Kulit dan Kuku 

Tujuan :

1. Mengetahui kondisi kulit dan kuku


2. Mengetahui perubahan oksigenasi, sirkulasi, kerusakan jaringan setempat, dan hidrasi.

Persiapan

1. Posisi klien: duduk/ berbaring


2. Pencahayaan yang cukup/lampu
3. Sarung tangan (utuk lesi basah dan berair)

Prosedur Pelaksanaan

a) Pemeriksaan kulit
 Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi,lesi/perlukaan, pucat, sianosis, dan ikterik.
Normal: kulit tidak ada ikterik/pucat/sianosis.
 Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan, turgor kulit, dan edema.
Normal: lembab, turgor baik/elastic, tidak ada edema.

Setelah diadakan pemeriksaan kulit dan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.

b) Pemeriksaan kuku
 Inspeksi : kebersihan, bentuk, dan warna kuku
Normal: bersih, bentuk normal tidak ada tanda-tanda jari tabuh (clubbing finger), tidak ik
terik/sianosis.
 Palpasi : ketebalan kuku dan capillary refile ( pengisian kapiler ).
Normal: aliran darah kuku akan kembali < 3 detik.

Setelah diadakan pemeriksaan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

d. Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher

Posisi klien : duduk , untuk pemeriksaan wajah sampai dengan leher perawat berhadapan dengan
klien.

1) Pemeriksaan kepala

Tujuan :

1. Mengetahui bentuk dan fungsi kepala


2. Mengetahui kelainan yang terdapat di kepala

Persiapan alat

1. Lampu
2. Sarung tangan (jika di duga terdapat lesi atau luka)

Prosedur Pelaksanaan

 Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau tidak, kebersihan
rambut dan kulit kepala, warna, rambut, jumlah dan distribusi rambut.
Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan gizi(r
ambut jagung dan kering).
 Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur rambut.· Normal: tidak ada peno
njolan /pembengkakan, rambut lebat dan kuat/tidak rapuh.
Setelah diadakan pemeriksaan kepala evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat.

1) Pemeriksaan wajah
 Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, bentuk, dan kesimetrisan.
Normal: warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak pucat/ikterik, simetris.
 Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang - Normal: tidak ada nyeri tekan da
n edema.

Setelah diadakan pemeriksaan wajah evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

2) Pemeriksaan mata

Tujuan :

1. Mengetahui bentuk dan fungsi mata


2. Mengetahui adanya kelainan pada mata.

Persiapan alat :

1. Senter Kecil
2. Surat kabar atau majalah
3. Kartu Snellen
4. Penutup Mata
5. Sarung tangan

Prosedur Pelaksanaan

 Inspeksi: bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata, kesimestrisan, bola
mata, warna konjunctiva dan sclera (anemis/ikterik), penggunaan kacamata / lensa kontak
dan respon terhadap cahaya.
Normal: simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna konjungtiva pink, dan sclera b
erwarna putih.

- Tes Ketajaman Penglihatan

Ketajaman penglihatan seseorang mungkin berbeda dengan orang lain. Tajam


penglihatan tersebut merupakan derajat persepsi deteil dan kontour beda. Visus tersebut dibagi
dua yaitu:

a) Visus sentralis.
Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat.

 Visus centralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda yang l
etaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi. (EM. Sutrisna, dkk, hal
21).
 Visus centralis dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda
dekat misalnya membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi
supaya bayangan benda tepat jatuh di retina. (EM. Sutrisna, dkk, hal 21).

b) Visus perifer

Pada visus ini menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa dengan
perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu benda terhadap
sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika ada bahaya dari samping. Dalam
klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan menggunakan grafik huruf Snellen yang dilihat
pada jarak 20 feet atau sekitar 6 meter. Jika hasil pemeriksaan tersebut visusnya e”20/20 maka
tajam penglihatannya dikatakan normal dan jika Visus <20 adalah="" anomaly="" bermacam=""
dikatakan="" kelainan="" kurang="" macam="" maka="" peglihatan="" pembiasan.=""
penglihatanya="" penurunan="" penyebab="" refraksi="" salah="" satunya="" seseorang=""
span="" tajam="">

3) Pemeriksaan telinga

Tujuan :

Mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga, dan fungsi pendengaran.

Persiapan Alat :

1. Arloji berjarum detik


2. Garpu tala
3. Speculum telinga
4. Lampu kepala

Prosedur Pelaksanaan :

 Inspeksi : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas, posisi telinga, warna, liang
telinga (cerumen/tanda-tanda infeksi), alat bantu dengar.
Normal: bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit bagus, warna sama dengan kulit l
ain, tidak ada tanda-tanda infeksi, dan alat bantu dengar.
 Palpasi : nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan tragus - Normal: tidak ada nyeri tekan.
Setelah diadakan pemeriksaan telinga evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

Pemeriksaaan Telinga Dengan Menggunakan Garpu Tala

a. Pemeriksaan Rinne

 Pegang agrpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari tangan yang be
rlawanan.
 Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus mastoideus klien.  Anjurkan klien untuk mem
beri tahu pemeriksa jika ia tidak
 merasakan getaran lagi.
 Angkat garpu tala dan dengan cepat tempatkan di depan lubang telinga klien 1-2 cm deng
an posisi garpu tala parallel terhadap lubang telinga luar klien.
 Instruksikan klien untuk member tahu apakah ia masih mendengarkan suara atau tidak.
 Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut. b. Pemeriksaan Webber
 Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari yang berlawan
an.
 Letakkan tangkai garpu tala di tengah puncak kepala klien.
 Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas pada kedua telinga atau lebih jela
s pada salah satu telinga.
 Catat hasil pemeriksaan dengan pendengaran tersebut.

5) Pemeriksan hidung dan sinus

Tujuan :

1. Mengetahui bentuk dan fungsi hidung


2. Menentukan kesimetrisan struktur dan adanya inflamasi atau infeksi

Persiapan Alat :

1. Spekulum hidung
2. Senter kecil
3. Lampu penerang
4. Sarung tangan (jika perlu)

Prosedur Pelaksanaan :

 Inspeksi : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna, kesimetrisan), rongga, hidung ( lesi, s
ekret, sumbatan, pendarahan), hidung internal (kemerahan, lesi, tanda2 infeksi).
Normal: simetris kika, warna sama dengan warna kulit lain, tidak ada lesi, tidak ada sumb
atan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
 Palpasi dan Perkusi frontalis dan, maksilaris (bengkak, nyeri, dan septum deviasi).
Normal: tidak ada bengkak dan nyeri tekan.

Setelah diadakan pemeriksaan hidung dan sinus evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.

5) Pemeriksaan mulut dan bibir

Tujuan :

Mengetahui bentuk kelainan mulut.

Persiapan Alat :

1. Senter kecil
2. Sudip lidah
3. Sarung tangan bersih
4. Kasa

Prosedur Pelaksanaan :

 Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut dan bibir, tekstur , lesi, dan stom
atitis.
Normal: warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak ada lesi dan stomatitis.
 Inspeksi dan palpasi strukur dalam : gigi lengkap/penggunaan gigi palsu, perdarahan/ rad
ang gusi, kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan langit2.
Normal: gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang atau kerusakan gigi, tidak ada
perdarahan atau radang gusi, lidah simetris, warna pink, langit2 utuh dan tidak ada tanda i
nfeksi.

Gigi lengkap pada orang dewasa berjumlah 36 buah, yang terdiri dari 16 buah di rahang
atas dan 16 buah di rahang bawah. Pada anak-anak gigi sudah mulai tumbuh pada usia enam
bulan. Gigi pertama tumbuh dinamakan gigi susu di ikuti tumbuhnya gigi lain yang disebut gigi
sulung. Akhirnya pada usia enam tahun hingga empat belas tahun, gigi tersebut mulai tanggal
dan dig anti gigi tetap.

Pada usia 6 bulan gigi berjumlah 2 buah (dirahang bawah), usia 7-8 bulan berjumlah 7
buah(2 dirahang atas dan 4 dirahang bawah) , usia 9-11 bulan berjumlah 8 buah(4 dirahang atas
dan 4 dirahang bawah), usia 12-15 bulan gigi berjumlah 12 buah (6 dirahang atas dan 6 dirahang
bawah), usia 16-19 bulan berjumlah 16 buah (8 dirahang atas dan 8 dirahang bawah), dan pada
usia 20-30 bulan berjumlah 20 buah (10 dirahang atas dan 10 dirahang bawah).

Setelah diadakan pemeriksaan mulut dan bibir evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.

6) Pemeriksaan leher

Tujuan :

1. Menentukan struktur integritas leher


2. Mengetahui bentuk leher serta organ yang berkaitan
3. Memeriksa system limfatik

Persiapan Alat :

- Stetoskop

Prosedur Pelaksanaan :

 Inspeksi leher: warna integritas, bentuk simetris.


Normal: warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik, bentuk simetris, tidak ada pe
mbesaran kelenjer gondok.
 Inspeksi dan auskultasi arteri karotis: lokasi pulsasi. - Normal: arteri karotis terdengar.
Inspeksi dan palpasi kelenjer tiroid (nodus/difus, pembesaran,batas, konsistensi, nyeri, ge
rakan/perlengketan pada kulit), kelenjer limfe (letak, konsistensi, nyeri, pembesaran), kel
enjer parotis (letak, terlihat/ teraba). - Normal: tidak teraba pembesaran kel.gondok, tidak
ada nyeri, tidak ada pembesaran kel.limfe, tidak ada nyeri.
 Auskultasi : bising pembuluh darah.

Setelah diadakan pemeriksaan leher evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

d. Pemeriksaan dada( dada dan punggung) 

Posisi klien: berdiri, duduk dan berbaring

Cara/prosedur:

a) System pernafasan

Tujuan :
1. Mengetahui bentuk, kesimetrisas, ekspansi, keadaan kulit, dan dinding dada.
2. Mengetahui frekuensi, sifat, irama pernafasan,
3. Mengetahui adanya nyeri tekan, masa, peradangan, traktil premitus.

Persiapan alat :

1. Stetoskop
2. Penggaris centimeter
3. Pensil penada

Prosedur pelaksanaan :

 Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi, irama, kedalaman,


dan upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan), warna kulit, lesi, edema, p
embengkakan/ penonjolan.
 Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress pernapasan, w
arna kulit sama dengan warna kulit lain, tidak ikterik/sianosis, tidak ada pembengkakan/p
enonjolan/edema.
 Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus. (perawat berdi
ri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk mengucapkan angka “tujuh-tujuh” atau “e
nam-enam” sambil melakukan perabaan dengan kedua telapak tangan pada punggung pas
ien.)
 Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan/massa/tanda-tanda peradangan, ekspa
nsi simetris, taktil vremitus cendrung sebelah kanan lebih teraba jelas.
 Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi dengan satu sisi lai
n pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi).
 Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada bagian udara=pekak
(“bleg bleg bleg”), jika bagian udara lebih besar dari bagian padat=hiperesonan (“deng de
ng deng”), batas jantung=bunyi rensonan----hilang>>redup.
 Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan menggunakan stetos
kop di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan di atas trachea)
 Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.

Setelah diadakan pemeriksaan dada evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

b) System kardiovaskuler

Tujuan :

1. Mengetahui ketifdak normalan denyut jantung


2. Mengetahui ukuran dan bentuk jantug secara kasar
3. Mengetahui bunyi jantung normal dan abnormal
4. Mendeteksi gangguan kardiovaskuler

Persiapan alat :

1. Stetoskop
2. Senter kecil

Prosedur pelaksanaan :

 Inspeksi : Muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri karotis - Palpasi: denyutan
Normal untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba.
 Perkusi: ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah samping ke tengah dada, da
n dari atas ke bawah sampai bunyi redup).
Normal: batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri dari garis mid sterna, pada
RIC 4,5,dan 8.
 Auskultasi: bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian diafragma dan bell dari stetosk
op untuk mendengarkan bunyi jantung.
Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2 (dub), tidak ada buny
i jantung tambahan (S3 atau S4).

Setelah diadakan pemeriksaan system kardiovaskuler evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.

e. Dada dan aksila 

Tujuan :

1. Mengetahui adanya masa atau ketidak teraturan dalam jaringan payudara


2. Mendeteksi awal adanya kanker payudara.

Persiapan alat :

1. Sarung tangan sekali pakai (jika diperlukan)

Prosedur pelaksanaan :

 Inspeksi payudara: Integritas kulit


 Palpasi payudara: Bentuk, simetris, ukuran, aerola, putting, dan penyebaran vena
 Inspeksi dan palpasi aksila: nyeri, perbesaran nodus limfe, konsistensi.
Setelah diadakan pemeriksaan dadadan aksila evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.

f. Pemeriksaan Abdomen (Perut) 

Posisi klien: Berbaring

Tujuan :

1. Mengetahui bentuk dan gerakan-gerakan perut 


2. Mendengarkan suara peristaltic usus
3. Meneliti tempat nyeri tekan, organ-organ dalam rongga perut benjolan dalam perut.

Persiapan alat

1. Stetoskop
2. Penggaris kecil 
3. Pensil gambar 
4. Bantal kecil 
5. Pita pengukur

Prosedur pelaksanaan :

 Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar, ostomy, distensi, tonjolan,
pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan dinding perut.
Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak terdapat ostomy,
distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus.
 Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian diafragma dari stetos
kop) dan suara pembuluh darah dan friction rub :aorta, a.renalis, a. illiaka (bagian bell).
Normal: suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk, terdengar denyutan arteri renalis, art
eri iliaka dan aorta.
 Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas bergerak searah jarum jam, perhat
ikan jika klien merasa nyeri dan bagaiman kualitas bunyinya. - Perkusi hepar: Batas
 Perkusi Limfa: ukuran dan batas. - Perkusi ginjal: nyeri
Normal: timpani, bila hepar dan limfa membesar=redup dan apabila banyak cairan = hipe
rtimpani
 Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan): massa, karakteristik organ, a
danya asistes, nyeri irregular, lokasi, dan nyeri.dengan cara perawat menghangatkan tang
an terlebih dahulu
Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan penumpukan
cairan.
Setelah diadakan pemeriksaan abdomen evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.

g. Pemeriksaan ekstermitas atas (bahu, siku, tangan) 

Tujuan :

1. Memperoleh data dasar tetang otot, tulang dan persendian


2. Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan pada bagian-bagian tertent
u.

Alat :

1. Meteran

Prosedur pelaksanaan :

Posisi klien: Berdiri. Duduk

 Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, Integritas ROM, kekuatan dan
tonus otot.
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh.
 Palpasi: denyutan a.brachialis dan a. radialis.
Normal: teraba jelas
 Tes reflex :tendon trisep, bisep, dan brachioradialis. - Normal: reflek bisep dan trisep posi
tif.

Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas atas evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.

i. Pemeriksaan ekstermitas bawah (panggul, lutut, pergelangan kaki dan telapak kaki)

 Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, integritas kulit, posisi dan leta
k, ROM, kekuatan dan tonus otot
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh
 Palpasi : a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis: denyutan
Normal: teraba jelas
 Tes reflex :tendon patella dan archilles.
Normal: reflex patella dan archiles positif
Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas bawah evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.

j. Pemeriksaan genitalia (alat genital, anus, rectum) 

Posisi Klien : Pria berdiri dan wanita litotomy.

Tujuan:

1. Melihat dan mengetahui organ-organ yang termasuk dalam genetalia.


2. Mengetahui adanya abnormalitas pada genetalia, misalnya varises, edema, tumor/ benjol
an, infeksi, luka atau iritasi, pengeluaran cairan atau darah.
3. Melakukan perawatan genetalia.
4. Mengetahui kemajuan proses persalinan pada ibu hamil atau persalinan.

Alat :

1. Lampu yang dapat diatur pencahayaannya


2. Sarung tangan

Pemeriksaan rectum : 

Tujuan :

1. Mengetahui kondisi anus dan rectum


2. Menentukan adanya masa atau bentuk tidak teratur dari dinding rektal
3. Mengetahui intregritas spingter anal eksternal
4. Memeriksa kangker rectal dll

Alat :

1. Sarung tangan sekali pakai


2. Zat pelumas
3. Penetangan untuk pemeriksaan

Prosedur Pelaksanaan :

a) Wanita:

 Inspeksi genitalia eksternal: mukosa kulit, integritas kulit, contour simetris, edema, penge
luaran.
Normal: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, semetris tidak ada edema dan tand
a-tanda infeksi (pengeluaran pus /bau).
 Inspeksi vagina dan servik : integritas kulit, massa, pengeluaran
 Palpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran, konsistensi dan, massa. - Pemeriksaan a
nus dan rectum: feses, nyeri, massa edema, haemoroid,
 fistula ani pengeluaran dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-tanda infeksi dan
pendarahan.

Setelah diadakan pemeriksaan di adakan pemeriksaan genitalia evaluasi hasil yang di


dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.

b) Pria :

 Inspeksi dan palpasi penis: Integritas kulit, massa dan pengeluaran


Normal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau pembengkakan, tidak ada pengeluaran
pus atau darah
 Inspeksi dan palpassi skrotum: integritas kulit, ukuran dan bentuk, turunan testes dan mo
bilitas, massa, nyeri dan tonjolan
 Pemeriksaan anus dan rectum : feses, nyeri, massa, edema, hemoroid, fistula ani, pengelu
aran dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri , tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-tanda infeksi dan
pendarahan.

Setelah diadakan pemeriksaan dadadan genitalia wanita evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.

2.6 Evaluasi

Perawat bertanggung jawab untuk asuhan keperawatan yang mereka berikan dengan
mengevaluasi hasil intervensi keperawatan. Keterampilan pengkajian fisik meningkatkan
evaluasi tindakan keperawatan melalui pemantauan hasil asuhan fisiologis dan perilaku.
Keterampilan pengkajian fisik yang sama di gunakan untuk mengkaji kondisi dapat di gunakan
sebagai tindakan evaluasi setelah asuhan diberikan.

Perawat membuat pengukuran yang akurat, terperinci, dan objektif melalui pengkajian
fisik. Pengukuran tersebut menentukan tercapainya atau tidak hasil asuhan yang di harapkan.
Perawat tidak bergantung sepenuhnya pada intuisi ketika pengkajian fisik dapat digunakan untuk
mengevaluasi keefektifan asuhan.
2.7 Dokumentasi

Perawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari pengkajian fisik pada pemeriksaan atau
pada akhir pemeriksaan. Sebagian besar institusi memiliki format khusus yang mempermudah
pencatatan data pemeriksaan. Perawat meninjau semua hasil sebelum membantu klien
berpakaian, untuk berjaga-jaga seandainya perlu memeriksa kembali informasi atau
mendapatkan data tambahan. Temuan dari pengkajian fisik dimasukkan ke dalam rencana
asuhan.

Data di dokumentasikan berdasarkan format SOAPIE, yang hamper sama dengan


langkah-langkah proses keperawatan.

 Data (riwayat) Subjektif, yaitu apa yang dilaporkan klien


 Data (fisik) Objektif, yaitu apa yang di observasi, inspeksi, palpasi, perkusi dan ausk
ultasi oleh perawat.
 Assessment (pengkajian) , yaitu diagnose keperawatan dan pernyataan tentang kemaj
uan atau kemunduran klien
 Plan (Perencanaan), yaitu rencana perawatan klien
 Implementation (pelaksanaan), yaitu intervensi keperawatan dilakukan berdasarkan
rencana
 Evaluation (evaluasi), yaitu tinjauan hasil rencana yang sudah di implementasikan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian
tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif,
memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan
keperawatan yang tepat bagi klien.

Pemeriksaan fisik Mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada klien yang baru
masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat, secara rutin pada klien yang sedang di
rawat, sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien. Jadi pemeriksaan fisik ini sangat penting dan
harus di lakukan pada kondisi tersebut, baik klien dalam keadaan sadar maupun tidak sadar.

Pemeriksaan fisik menjadi sangat penting karena sangat bermanfaat, baik untuk untuk
menegakkan diagnosa keperawatan memilih intervensi yang tepat untuk proses keperawatan,
maupun untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan.

3.2 Saran
Agar pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan baik, maka perawat harus memahami
ilmu pemeriksaan fisik dengan sempurna dan pemeriksaan fisik ini harus dilakukan secara
berurutan, sistematis, dan dilakukan dengan prosedur yang benar.

Anda mungkin juga menyukai