Anda di halaman 1dari 4

Disusun Oleh : Dosen Pengampu :

Rizki Nur Ikhtiari Ibu Erlita Ridanasti, SE.,MM.


NIM. 18311381 Tata Kelola Perusahaan (E)

CASE JABABEKA
“OJK Bakal Usut Kasus Gugatan Hukum Pemilik Saham Jababeka”

RINGKASAN KASUS

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berjanji meneliti kasus gugatan hukum yang diajukan
oleh sejumlah pemegang saham PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA). Pemegang
saham menggugat agenda pergantian susunan direksi dan komisaris yang berlangsung dalam
salah satu agenda Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) perseroan.
Pihak OJK masih melakukan klarifikasi terhadap seluruh pihak yang terkait dengan
RUPST Jababeka pada 26 Juni 2019. Banyak puhak meminta RUPS diadakan kembali,
namun belum bisa dipastikan bahwa perusahaan akan kembali menggelar rapat pergantian
jajaran direksi dalam waktu mendatang. Pasalnya, proses pemeriksaan masih berlangsung.
Sebelumnya, sejumlah pemegang saham telah mengajukan gugatan ke Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat dengan nomor register perkara 413/PDT.G/2019/PN.Jkt.Pst mengenai
agenda perubahan jajaran direksi dalam RUPSR yang dianggap melawan hukum. Namun
dengan didaftarkannya gugatan ini, artinya agenda perubahan direksi belum berlaku efektif.
Selain perubahan direksi, Jababeka juga sedang tersandung persoalan ancaman gagal
bayar (default) atas kewajiban pembayaran surat utang (notes) yang diterbitkan anak usaha
perusahaan. Potensi ini muncul setelah ada perubahan manajemen dan pemegang saham.
Perubahan tersebut membuat Jababeka International harus memberi penawaran pembelian
kepada para pemegang notes dengan harga pembelian sebesar 101 persen dari nilai pokoknya
yang sebesar US$300 juta ditambah dengan kewajiban bunga.

RUMUSAN MASALAH

Dari artikel kasus dia atas, dapat dirumuskan bahwa para pemegang saham agenda
perubahan jajaran direksi dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) yang dianggap
melawan hukum. Dalam artikel serupa terkait dengan kasus ini, disebutkan bahwa Jababeka
telah melakukan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dan menghasilkan keputusan
pergantian direksi dan komisaris, dimana dalam RUPS tersebut mengangkat Sugiharto
menjadi direktur utama dan Aries Liman sebagai Komisaris Jababeka. Namun banyak pihak
dari manajemen lama dan beberapa pemegang saham menganggap keputusan tersebut tidak
sah dan melawan hukum. Sebab dalam POJK No.33/POJK.04/2014 Pasal 7 telah di atur
usulan pengangkatan, pemberhentian dan atau pergantian anggota direksi kepada RUPS
(Rapat Umum Pemegang Saham) harus memperhatikan rekomendasi dari dewan komisaris
atau komite yang menjalankan fungsi nominasi. Sedangkan pengusulan posisi jabatan
anggota direksi dan komisaris dinilai tidak sah karena dilakukan danpa mengikuti prosedur
perusahaan publik dimana harus mendapatkan rekomendasi dari Komite Nominasi dan
Remunerasi Perseroan. Hal inilah yang dianggap melawan hukum oleh beberapa pihak.

Selain itu ada dugaan bahwa ada pihak-pihak yang mengaku sebagai kuasa pemegang
saham perseroan yang hadir dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dan melakukan
voting, padahal tidak memiliki kuasa yang sah untuk menghadiri RUPST (Rapat Umum
Pemegang Saham Tahunan) tersebut.

Pergantian dewan direksi dan komisarin juga ditolak oleh pihak ketiga yang
berkepentingan dengan perseroan (PT Bhineka Cipta Karya, PT Graha Kresindo Utama dan
PT Praja Vita Mulia). Sebab pihak-pihak tertentu dianggap melakukan tindakan acting in
concert yang dapat menimbulkan terjadinya change of control berdasarkan syarat dan
ketentuan dari penerbitan US$300 juta Senior Notes yang diterbitkan perseroan berdasarkan
perundangan New York dan baru akan jatuh tempo pada tahun 2023. Kondisi ini
mengakibatkan Jababeka berpotensi terlilit kerugian yang bersifat substansial dan material
karena harus melakukan pembelian dipercepat atas seluruh Senior Notes yang diterbitkan
tersebut sebesar kurang lebih US$300 juta. Dimana kerugian itu akan berdampak pada ketiga
perusahaan tersebut.

REKOMENDASI PENYELESAIAN MASALAH

Sesuai dengan kasus dan pemasalahan diatas, saya merekomendasikan bahwa


perusahaan Jababeka harus mengikuti peraturan hukum untuk menciptakan tata kelola
perusahaan yang baik (Good Governance Corporate). Dari kasus atau permasalahan diatas,
agenda pergantian susunan dewan direksi dan komisaris melawan hukum Good Governance
Corporate. Perlunya perusahaan mengikuti peraturan hukum, sebab korporasi merupakan
entitas dibawah hukum. Sehingga perusahaan bertanggung jawab atas segala tuntutan dan
pengajuan yang dilontarkan terkait dengan pengelolaan perusahaan tersebut.
Pada Pedoman Umum Good Governance Corporate Indonesia BAB IV Organ
Perusahaan terkait dengan Rapat Umum Pemegang Saham, pada pokok pelaksanaanny
disebutkan “Bagi perusahaan yang memiliki Komite Nominasi dan Remunerasi, dalam
pengangkatan anggota Dewan Komisaris dan Direksi harus mempertimbangkan pendapat
komite tersebut yang di sampaikan oleh Dewan Komisaris kepada mereka yang mempunyai
hak untuk mengajukan calon kepada RUPS”. Sesuai dengan pedoman pelaksanaan tersebut
jelas bahwa perlunya rekomendasi dari Komite Nominasi dan Remunerasi dalam pergantian
susunan dewan direksi dan komisaris. Selain itu, dalam prinsip dasarnya disebutkan
“Keputusan yang di ambil dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) harus didasarkan
pada kepentingan usaha perusahaan dalam jangka panjang”. Namun pada kenyataannya,
dengan pergantian susunan dewan direksi dan komisaris di perkirakan Jababeka akan
mengalami kerugian penerbitan US$300 juta Senior Notes.

Selain itu hak yang dimiliki oleh pemegang saham untuk menyuarakan pendapatnya
demi keberlangsungan hidup suatu perusahaan perlu dipertimbangkan. Gugatan yang
dilakukan oleh para pemegang saham bukan tanpa alasan. Ketidaksetujuan para pemegang
saham atas hasil agenda pergantian susunan dewan direksi dan komisaris perlu dikaji ulang
oleh para manajemen. Sebab sesuai dengan salah satu tugas perusahaan, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan para pemegang saham. Sehingga semua pendapat dari para pemegang
saham perlu dipertimbangkan, apabila hal tersebut demi keberlangsungan hidup perusahaan.

SOLUSI

Terkait dengan permasalahan dan rekomendasi diatas, solusi untuk masalah tersebut
menurut saya, adalah perlunya melakukan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) kembali
guna mendiskusikan terkait dengan pergantian susunan dewan direksi dan komisaris. Dalam
rumusan masalah disebutkan bahwa terdapat pihak-pihak yang mengaku sebagai kuasa
pemegang saham yang hadir dan melakukan voting untuk usulan pergantian dewan direksi
dan komisaris padahal pihak tersebut tida memiliki kuasa yang sah untuk mengikuti RUPST
(Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan) tersebut. Sehingga menurut saya ada
ketidakjelasan dari hasil voting pada RUPST (Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan)
terkait dengan pergantian susunan dewan direksi dan komisaris yang mana terdapat pihak-
pihak yang tidak memiliki kuasa yang sah untuk mengikuti RUPST (Rapat Umum Pemegang
Saham Tahunan).
Selain itu, hasil dari RUPST (Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan) sebelumnya
yang tidak sesuai dengan peraturan hukum dan tidak mengikuti pedoman tata kelola
perusahaan yang baik (Good Governance Corporate) menurut saya tidak sah. Seperti yang
disebutkan sebelumnya, sesuai dengan Pedoman Umum Good Governance Corporate
Indonesia pengangkatan dewan direksi dan komisaris perlu mendapat rekomendasi dari pihal
Komite Nominasi dan Remunerasi. Sedangkan dalam kasus tersebut Jababeka belum
memperoleh rekomendasi tersebut, sehingga langkah untuk mengganti dewan direksi dan
komisaris dalam RUPST (Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan) adalah keputusan yang
tidak mengikuti aturan.

Sehingga menurut saya, dengan banyak pertimbangan diatas, perlunya Jababeka


melakukan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) kembali dengan melibatkan pihak-pihak
pemegang saham yang memiliki kuasa yang sah. Selain itu, apabila dari Komite Nominasi
dan Remunerasi belum memberikan rekomendasi terkait dengan pergantian susunan dewan
direksi dan komisaris, maka langkah untuk mengganti susunannya belum bisa dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai