Kasus ANC Ibu Hamil Dengan Hipertensi
Kasus ANC Ibu Hamil Dengan Hipertensi
PENDAHULUAN
1
dunia. Secara global, 80% kematian ibu hamil yang tergolong dalam penyebab kematian ibu
secara langsung, yaitu disebabkan karena terjadi perdarahan (25%) biasanya perdarahan pasca
persalinan, hipertensi pada ibu hamil (12%), partus macet (8%), aborsi (13%) dan karena sebab
lain (7%) (WHO, 2012).
Hasil dari SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) tahun 2012, menyatakan bahwa
sepanjang tahun 2007-2012 kasus kematian ibu melonjak naik. Pada tahun 2012 AKI mencapai
359 per 100.000 penduduk atau meningkat sekitar 57% bila dibandingkan dengan kondisi pada
tahun 2007, yaitu sebesar 228 per 100.000 penduduk. Hal ini disebabkan karena terjadinya bumil
risti (ibu hamil dengan risiko tinggi) yang salah satunya adalah terkena hipertensi dalam
kehamilan (SDKI, 2012).
Tahun 2012 AKI berjumlah 116,34 per 100.000 kelahiran hidup, kejadian ini mengalami
peningkatan bila dibandingkan dengan AKI pada tahun 2011 yang jumlahnya sebesar 116,01 per
100.000 kelahiran hidup. AKI pada ibu hamil terjadi pada waktu nifas sebesar 57,93%,
kemudian terjadi pada usia akhir kehamilan sebesar 24,74% dan pada waktu persalinan sebesar
17,33%. Sementara itu berdasarkan kelompok umur, kematian terbanyak terjadi pada ibu hamil
usia 20-34 tahun sebesar 66,96%, kemudian pada kelompok umur ≥35 tahun sebesar 26,67% dan
pada kelompok umur ≤20 tahun sebesar 6,37% (Profil Jateng, 2012).
Kasus tertinggi hipertensi terjadi pada seluruh wilayah Jawa Tengah dengan jumlah 554.771
kasus (67,57%) pada tahun 2012. Kasus ini juga termasuk hipertensi dalam kehamilan
(preeklampsia).Jumlah komplikasi pada kehamilan sebanyak 126.806. Dari kasus ini, yang telah
tertangani pada tahun 2012 sebanyak 90,81% (Profil Jateng, 2012).
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari diabetes mellitus gestasional ?
2. Apa definisi hipertensi dalam kehamilan?
3. Bagaimana penatalaksanaan dari diabetes mellitus gestasional?
4. Bagaimana penatalaksanaan dari hipertensi dalam kehamilan?
5. Bagaimana penatalaksanaan kasus diabetes gestasional dalam kehamilan di lapangan
bersesuaian dengan teori?
6. Bagaimana pentalaksanaan kasus hipertensi dalam kehamilan di lapangan bersesuaian
dengan teori?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari diabetes mellitus gestasional.
2. Untuk mengetahui definisi dari hipertensi dalam kehamilan.
3. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari diabetes mellitus gestasional.
4. Untu mengetahui penatalaksanaan dari hipertensi dalam kehamilan.
5. Untuk mengetahui kesesuaian penatalaksanaan dari diabetes mellitus gestasional
dilapangan dan teori.
6. Untuk mengetahui kesesuaian penatalaksanaan dari hipertensi dalam kehamilan di
lapangan dan teori.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
DM sudah makan lebih banyak, kelihatannya sel tidak pernah mendapatkan cukup
glukosa.
Untuk mendapatkan energi yang dibutuhkan, sel yang “kelaparan” ini mulai
memecahkan lemak dan protein yang ada di dalam tubuh.Hal ini mengakibatkan turunnya
berat badan dan rasa lelah. Jika kadar glukosa dalam darah sangat tinggi, beberapa orang
menjadi mudah tersinggung. Selain itu, tubuh juga menjadi rentan terhadap infeksi.
Tidak semua penderita diabetes mengalami gejala ini dan beberapa orang lainnya
bahkan tidak mengalami gejala apa pun; pada keadaan ini, baru diketahui bahwa mereka
ternyata menderita penyakit DM dari pemeriksaan laboratorium rutin.
Resistensi insulin juga dapat disebabkan oleh adanya hormon estrogen,
progesteron, kortisol, prolaktin, dan plasenta laktogen.Hormon tersebut mempengaruhi
reseptor insulin pada sel, sehingga mengurangi afinitas insulin (Prawirohardjo, 1997).
3. Diagnosis
- Semua ibu hamil dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan untuk melihat adanya
diabetes melitus gestasional, namun waktu dan jenis pemeriksaannya bergantung
pada faktor risiko yang dimiliki ibu.
- Faktor risiko diabetes melitus gestasional meliputi: obesitas, adanya riwayat diabetes
melitus gestasional sebelumya, glukosuria, adanya riwayat keluarga dengan diabetes,
abortus berulang, adanya riwayat melahirkan dengan cacat bawaan atau bayi >4000
gram, dan adanya riwayat preeklampsia.
- Pasien dengan faktor risiko tersebut perlu diperiksa lebih lanjut sesuai standar
diagnosis diabetes melitus di kunjungan antenatal pertama. Diagnosis diabetes
melitus ditegakkan bila kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dl (disertai gejala
klasik hiperglikemia) ATAU kadar glukosa darah puasa >126 mg/dl ATAU kadar
glukosa 2 jam setelah TTGO >200 mg/dl ATAU kadar HbA1C >6,5%. Hasil yang
lebih rendah perlu dikonfirmasi dengan melakukan pemeriksaan TTGO di usia
kehamilan antara 24-28 minggu.
- Pemeriksaan konfirmasi dan pemeriksaan untuk ibu hamil tanpa faktor risiko
dilakukan pada usia kehamilan 24-28 minggu, dengan cara sebagai berikut:
5
a) Minta ibu untuk makan makanan yang cukup karbohidrat selama 3 hari, kemudian
berpuasa selama 8-12 jam sebelum dilakukan pemeriksaan.
b) Periksa kadar glukosa darah puasa dari darah vena di pagi hari, kemudian diikuti
pemberian beban glukosa 75 gram dalam 200 ml air, dan pemeriksaan kadar
glukosa darah 1 jam lalu 2 jam kemudian
c) Diagnosis diabetes melitus gestasional ditegakkan apabila ditemukan:
Kadar gula darah puasa > 92 mg/dl, ATAU
Kadar gula darah setelah 1 jam > 180 mg/dl, ATAU
Kadar gula darah setelah 2 jam > 153 mg/dl
Penegakan Diagnosa
6
4. Tanda Dan Gejala
1. Sering kencing pada malam hari ( polyuria )
2. Selalu merasa haus ( polydipsia)
3. Selalu merasa lapar ( polyfagia )
4. Selau mersa lelah atau kekurangan enrgi
5. Penglihatan menjadi kabur
6. Hyperglaisimia ( peningkatan abnormal kandungan gula dalam darah )
7. Glaikosuria ( glukosa dalam urine )
8. Mata kabur
9. Pruritus vulva.
10. Ketonemia
7
11. BB menurun
12. Gula darah 2 jam pp > 200 mg/dl.
13. Gula darah sewaktu > 200 mg/dl
14. Gula darah puasa > 126 mg/dl.
5. Faktor predisposisi
Obesitas, riwayat intoleransi glukosa, riwayat DMG pada kehamilan
sebelumnya,riwayat diabetes pada keluarga.
6. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus dalam kehamilan adalah sebagai berikut:
1. DM yang memang sudah diketahui sebelumnya dan kemudian menjadi hamil (DM
Hamil = DMH = DM pragestasional). Sebagian besar termasuk golongan IDDM
(Insulin Dependent DM).
Diabetes pragestasi, artinya sudah diketahui diabetes mellitus kemudian
hamil.Mereka tanpa komplikasi atau dengan komplikasi yang ringan.Mereka dengan
komplikasi berat, khususnya retinopati, nefropati dan hipertensi.Diabetes Pragestasi
adalah diabetes yang terjadi sebelum konsepsi dan terus berlanjut setelah masa
hamil.Diabetes pragestasi dapat berupa diabetes tipe 1 (tergantung insulin) dan tipe II
(tidak tergantung insulin), yang mungkin disertai atau tidak disertai penyakit
vaskuler, retinopati, nefropati, dan komplikasi diabetic lainnya.Kondisi diabetogenik
kehamilan pada sistem metabolic yang terganggu selama masa pragestasi memiliki
implikasi yang signifikan.Adapun hormone yang normal terhadap kehamilan
mempengaruhi kontrol glikemia pada pasien diabetic pragestasi.Kehamilan juga
dapat mempercepat kemajuan komplikasi vaskuler diabetes. Selama trimester
pertama, sementara kadar glukosa darah maternal dalam kondisi normal menurun,
dan respon insulin terhadap glukosa meningkat, kontrol glikemia meningkat. Dosis
insulin untuk klien diabetic yang terkontrol baik perlu disesuaikan untuk menghindari
hipoglikemi. Episode hipoglikemia tidak umum terjadi pada klien diabetic tipe 1
selama awal kehamilan (Mayer, palmer, 1990)
8
2. DM yang baru saja ditemukan pada saat kehamilan (DM Gestasional = DMG).
Umumnya termasuk golongan NIDDM (Non Insulin Dependent DM)
Diagnosis DMG ditegakkan tanpa memperhatikan kebutuhan akan insulin atau
kontrol diet atau apakah ada kemungkinan diabetes atau tidak, yang pasti belum
pernah terdiagnosis sebelum kehamilan berlangsung (Varney, 2007. Diabetes Melitus
Gestasional ( DMG) adalah kelainan padda metabolisme karbohidrat dari factor yang
memberatkan yang terjadi selama kehamilan ( Marilyn, 2001).
Disebut diabetes gestasional bila gangguan toleransi glukosa
F
Setiap usia Setiap waktu Retinopati Insulin
proliferatif
R
Setiap usia Setiap waktu Insulin
Penyakit jantung
H
Diabetes gestasional
9
Kelas Kadar Gula Darah Puasa Kadar Gula darah
Postpradinal
7. Komplikasi
10
Neuropath
ateroskelosis
Komplikasi
Perinatal :
a. Kematian perinatal bayi dengann ibu DMG sangat tergantung dari keadaan
hiperglikemia ibu.
b. Makrosomia, Ibu dengan DMG 40% akan melahirkan bayi dengan BB berlebihan
pada semua usia kehamilan. Makrosomia mempertinggi terjadinya trauma lahir,
sindrom aspirasi mekoneum dan hipertensi pulmonal persisten.Trauma lahir biasanya
terjadi akibat distosia bahu, sehingga dapat menyebabkan fraktur humerus, klavikula,
palsi Erb syaraf frenikus, bahkan kematian janin.
c. Sekitar 20-50% bayi dengan ibu DMG mengalami hipoglikemia (GD < 30 mg/dl)
pada 24 jam pertama setelah lahir dan biasanya terjadi pada bayi makrosomia.
d. Hambatan pertumbuhan janin Ibu DMG dengan komplikasi vaskular akan
memberikan bayi dengan BB rendah pada kehamilan 37-40 minggu. Hal ini dapat
terjadi juga karena adanya perubahan metabolik ibu selama masa awal persalinan.
e. Cacat bawaan Kejadian cacat bawaan adalah 4,1% BIDMG. Cacat bawaan terjadi
paling banyak pada kehamilan dengan DMG yang tidak terpantau sebelum kehamilan
dan pada trimester pertama.Lima puluh persen kematian perinatal disebabkan
kelainan jantung (TAB, VSD, ASD), kelainan ginjal (agenesis ginjal), kelainan
saluran cerna (situs inversus, syndrome kolon kiri kecil), kelainan neurologi dan
skelet.Kekerapan cacat bawaan ringan lebih besar, mencapai sekitar 20%.
f. Hipokalsemi dan hipomagnesemia Bayi dikatakan hipokalsemia bila kadar kalsium
darahnya < 7 mg/dl (kalsium ion < 3 mg/dl). Beratnya hipokalsemia berhubungan
dengan tingkat terkendalinya kadar glukosa ibu DMG. Bayi mengidap
hipomagnesemia bila kadar magnesium < 1,5 mg/dl. Biasanya hipomasgnesemia
terjadi bersamaan dengan hipokalsemia.
g. Hiperbilirubinemia Meningkatnya kadar bilirubin indirect pada 20-25%, akibat
pengrusakan eritrosit yang mungkin terjadi karena perubahan pada membran
eritrosit.
11
h. Polisitemia hematologis
i. Asfiksia perinatal Asfiksia perinatal terjadi pada 25%, mungkin disebabkan oleh
makrosomia, prematuritas, penyakit vaskulat ibu yang menyebabkan hipoksia
intrauterin atau pada bayi yang lahir dengan seksio sesarea.
j. Syndrom gawat nafas neonatal Kejadian sindrom gawat nafas neonatal berkolerasi
dengan tingkat pengendalin kadar glukosa ibu DMG. Angka kejadian sindrom gawat
nafass jelas sekali menurun pada ibu DMG dengan kadar glukosa darah yang
terkendali baik. Sebagian lagi gawat nafas ini disebabkan karena prematuritas, dengan
produksi surfaktan paru belum cukup atau bayi dilahirkan dengan sseksio sesarea.
Pada ibu :
Faktor keturunan dan hormonal berpengaruh besar.Pada awal kehamilan (0-20 minggu)
terdapat perubahan metabolisme estrogen-progesteron dapat meningkatkan hormon
insulin dari otot dan jaringan.Pada akhir kehamilan (20-40 minggu) peningkatan HPL dan
pergerakan hormon insulin tersebut menyebabkan peningkatan resistensi insulin,
produksi gula hati dan penurunan toleransi glukosa lebih tinggi dari glukosa dalam darah
(Avery & Rossi, 1994, Hollingworth, 1985, Nelson, 1994).
12
darah terangkat lebih lama dari keadaan tidak hamil, dimana insulin yang
diproduksi tidak cukup untuk mengatasi resistensi yang di sebabkan oleh HPL,
sehingga kelebihan konsentrasi glukosa terus bertambah yang menyebabkan
terjadi DMG (Hanifa,1995).
2. Resistensi insulin merupakan mekanisme penghematan glukosa untuk
memastikan suplai glukosa pada janin tercukupi. Selama trimerter 2 & 3 hormon
estrogen, progesterin, HPL kortisol dan prolaktin bekerja sebagai antagonis
untuk meningkatkan resistensi insulin.
3. Menjelang akhir kehamilan kebutuhan insulin meningkat 2-4 kali, jika pancreas
tidak cukup memproduksi insulin maka akan menjadi pemicu terjadinya DMG.
4. 10 % ibu hamil mengalami glukosuria tanpa kenaikan glukosa darah, karena
peningkatan GFR selama kehamilan, kondisi ini sering terjadi pada primipara
(Winifred,2001)
5. Hilangnya glukosa dalam urine. Pada kehamilan terjadi glukosuri sampai hasil
reduksi positif 1, hal tersebut normal disebabkan karena laktosuri dan glukosuri
renal (M.Tobing,2005). Bila jumlah glukosa yang memasuki tubulus ginjal
meningkat 222 mg per menit, maka glukosa belebihan tidak dapat diabsorpsi dan
di keluarkan ke dalam urine.
1. Kehamilan merupakan suatu status diabetogenik, oleh karena itu bila menderita
DM kondisi akan bertambah buruk selama kehamilan mengarah ke retinophaty dan
nepriphaty.
2. Pada usia kehamilan 30 minggu, peningkatan hormon insulin ada pada puncanya
dan sulit di kendalikan walaupun ada hormon HPL, estrogen, progesterone dan
kortisol.
3. Pertumbuhan janin dan ibu membutuhkan karbohidrat yang lebih banyak sehingga
sering di temukan ketosis ( Seller,1993)
13
a. Selama kehamilan terjadi trasfer glukosa dari ibu kapada janin melalui plasenta.
b. Pada pertengahan kehamilan dan sepanjang timester 3 , ibu menyimpan
cadangan makanan untuk janin melalui peredaran oksigen yang mengandung
lemak.
c. Plasenta aktif mengirim glukosa ke janin sehingga bila terjadi penurunan transfer
glukosa mengakibatkan kematian pada janin.
Apabila janin mendapat pasokan glukosa yang berlebih, akan terjadi hiperinsulinemia
yang akan mengubah glukosa menjadi cadangan lemak dan glikogen sehingga menyebabkan
bayi menjadi besar (Seller,1993).
8. Tatalaksana
a) Tatalaksana Umum
14
3. Bila kegemukan, kalori dikurangi 20-30% tergantung tingkat kegemukan.
Bila kurus, ditambah sekitar 20-30% sesuai kebutuhan untuk meningkatkan
BB
a. Deteksi dini
15
Konseling prakonsepsi mencakup penundaan kehamilan 6-12 bulan pada ibu dengan
DM untuk mempertahankan stabilitas insulin dengan penanganan dari internis.
Pemeriksaan reduksi urine dan kadar glukosa darah. Waktu pemeriksaan (Varney,
1997) :
- Trimester 1
- Minggu ke 28
- Minggu ke 34-36
Pemeriksaan reduksi urine menggunakan metode benedict :
- Warna biru jernih sedikit
kehijauan normal
- Warna hijau endapan kuning (+) 1
- Endapan kuning jelas dan banyak (+) 2
- Tidak berwarna, endapan warna jingga (+) 3
- Tidak berwarna, endapan warna merah bata sampai kecoklatan (+) 4
- ( Riyani, 2006)
Persiapan pemeriksaan Glukosa darah (MNH,2002)
- Makan dengan karbohidrat cukup minimal 3 hari sebelumnya
- Semalam sebelum pemeriksaan puasa 8-12 jam, pagi-pagi diambil contoh
darahnya.
- Diberi beban glukosa 75 gram dalam 200 ml air, selalu setelah 2 jam diambil
contoh darah.
Deteksi Kasus (Sullivan, 1973)
Pasien diberi tes beban glukosa oral 50 gr, 1jam kemudian diperiksa kadar
gula darahnya. Bila nilai glukosa plasma > 150 mg/dl (130 mg/dl darah) maka
perlu dilanjutkan dengan Glukosa Toleransi Test (GTT)
GTT
Pasen diberi beban glukosa oral 100 gr kemudian diperiksa kadar gula darah
16
Normal Abnormal
+ - GTT 2 Abnormal :
Konsultasi
+ + DM : Konsultasi
· Kriteria DM (WHO)
Puasa 2 jam PP
17
Terganggu (TGT)
Gejala dan tanda selalu Gejala dan tanda yang Diagnosis kemungkinan
ada kadang-kadang ada
Tekanan diastolik ≥90 Hipertensi kronik
mmHg pada kehamilan
18
<20 minggu
Tekanan diastolik 90 – Hipertensi kronik dengan
110 mmHg pada superimposed
kehamilan <20 minggu pereklampsia ringan
Protenuria <++
Tekanan diastolik 90 - Hipertensi dalam
110 mmHg (dua kehamilan
pengukuran berjarak 4
jam) pada kehamilan
>20 minggu
Proteinuria -
Tekanan diastolik 90 - Pereklampsia ringan
110 mmHg (dua
pengukuran berjarak 4
jam) pada kehamilan
>20 minggu
Proteinuria sampai ++
Tekanan diastolik ≥ 110 Hiperrefleksia Pereklampsia berat
mmHg pada kehamilan Nyeri kepala (tidak
>20 minggu hilang dengan
Proteinuria ≥+++ analgetika biasa)
Penglihatan kabur
Oliguria (<400ml/24
jam)
Nyeri abdomen atas
(epigastrium)
Oedema paru
Kejang Koma eklampsi
Tekanan diastolik ≥90 Sama seperti
mmHg pada kehamilan pereklampsia berat
>20 minggu
19
Proteinuria ≥++
20
proteinuria aktifitas
- Edukasi tanda
bahaya
- Penilaian ulang
pada kunjungan
antenatal
berikut atau
dalam satu
minggu bila
usia kehamilan
>8 bulan
- Jika hipertensi
menetap
setelah satu
minggu atau
kunjungan
berikutnya,
rujuk ke RS
atau diskusikan
dengan dokter
atau bidan
apabila ada.
1. Hipertensi Kronik
a. Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum kehamilan dan
menetap setelah persalinan
b. Diagnosis
21
Tekanan darah ≥140/90 mmHg
Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau diketahui adanya
hipertensi pada usia kehamilan < 20 minggu
Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata, jantung dan ginjal
c. Tatalaksana
1. Tatalaksana Umum
Anjurkan istirahat lebih banyak.
Pada hipertensi kronik, penurunan tekanan darah ibu akan
mengganggu perfusi serta tidak ada bukti-bukti bahwa tekanan darah
yang normal akan memperbaiki keadaan janin dan ibu.
Jika pasien sebelum hamil sudah mendapat obat antihipertensi, dan
terkontrol dengan baik, lanjutkan pengobatan tersebut
Jika tekanan diastolik >110 mmHg atau tekanan sistolik >160 mmHg,
berikan antihipertensi
Jika terdapat proteinuria atau tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan
superimposed preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia
22
Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan.
2. Tatalaksana Khusus : -
3. Hipertensi Gestasional
a. Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20
minggu dan menghilang setelah persalinan.
b. Diagnosis
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg
Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di
usia kehamilan <12 minggu
Tidak ada proteinuria (Diperiksa dengan tes celup urin)
Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati dan
trombositopenia
Diagnosis pasti ditegakkan pascapersalinan
c. Tatalaksana
1. Tatalaksana umum
Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin
setiap minggu.
Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia
ringan.
Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin
terhambat, rawat untuk penilaian kesehatan janin.
Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala
preeklampsia dan eklampsia.
Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal
23
- Preeklampsia Ringan
1. Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
2. Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam
- Preeklampsia Berat
1. Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu
2. Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan protein
kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam
3. Atau disertai keterlibatan organ lain:
Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolysis mikroargiopati
Peningkatan SGT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
Sakit kepala, scotoma penglihatan
Pertumbuhan Janin Terhambat, oligohidramnion
7. Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
8. Oliguria (<500 ml/24jam), kreatinin >1,2 mg/dl
24
4. Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke
ruang ICU (bila tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas ventilator
tekanan positif.
ii) Cara pemberian MgSO4
1. Berikan dosis awal 4 g MgSO4 sesuai prosedur untuk mencegah
kejang atau kejang berulang.
2. Sambil menunggu rujukan, mulai dosis rumatan 6 g MgSO4 dalam 6
jam sesuai prosedur
3. Lakukan pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan darah, frekuensi
nadi, frekuensi pernapasan, refleks patella, dan jumlah urin.
4. Bila frekuensi pernapasan < 16 x/menit, dan/atau tidak didapatkan
refleks tendon patella, dan/atau terdapat oliguria (produksi urin <0,5
ml/kg BB/jam), segera hentikan pemberian MGSO4
5. Jika terjadi depresi napas, berikan Ca glukonas 1 g IV (10 ml larutan
10%) bolus dalam 10 menit.
6. Selama ibu dengan preeklampsia dan eklampsia dirujuk, pantau dan
nilai adanya perburukan preeklampsia. Apabila terjadi eklampsia,
lakukan penilaian awal dan tatalaksana kegawatdaruratan. Berikan
kembali MgSO4 2 g IV perlahan (15-20 menit). Bila setelah
pemberian MgSO4 ulangan masih terdapat kejang, dapat
dipertimbangkan pemberian diazepam 10 mg IV selama 2 menit.
iii) Syarat pemberian MgSO4
1. Tersedia Ca Glukonas 10%,
2. Ada refleks patella
3. Jumlah urin minimal0,5ml/kg BB/jam
4. Cara pemberian dosis awal .Ambil 4 g larutan MgSO4 (10 ml larutan
MgSO4 40%) dan larutkan dengan 10 ml akuades
5. Berikan larutan tersebut secara perlahan IV selama 20 menit
6. Jika akses intravena sulit, berikan masing-masing 5 g MgSO4 (12,5 ml
larutan MgSO4 40%) IM di bokong kiri dan kanan
iv) Cara pemberian dosis rumatan
25
Ambil 6 g MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan
dalam 500 ml larutan Ringer Laktat/Ringer Asetat, lalu berikan secara IV
dengan kecepatan 28 tetes/menit selama 6 jam, dan diulang hingga 24 jam
setelah persalinan atau kejang berakhir (bila eklampsia)
4) Antihipertensi
9. Ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan perlu mendapat terapi
antihipertensi.
10. Pilihan antihipertensi didasarkan terutama pada pengalaman dokter dan
ketersediaan obat. Beberapa jenis antihipertensi yang dapat digunakan
misalnya:
mg/jam
Metildopa 2 x 250-500 mg per oral
(dosis maksimum 2000 -
mg/hari)
11. Ibu yang mendapat terapi antihipertensi di masa antenatal dianjurkan untuk
melanjutkan terapi antihipertensi hingga persalinan
12. Terapi antihipertensi dianjurkan untuk hipertensi pascasalin berat.
5) Pemeriksaan penunjang tambahan
Hitung darah perifer lengkap (DPL)
Golongan darah ABO, Rh, dan uji pencocokan silang
Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT)
26
Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum)
Profil koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)
USG (terutama jika ada indikasi gawat janin/pertumbuhan janin terhambat)
6) Pertimbangan persalinan/terminasi kehamilan
13. Pada ibu dengan eklampsia, bayi harus segera dilahirkan dalam 12 jam sejak
terjadinya kejang.
14. Induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan preeklampsia berat dengan janin
yang belum viable atau tidak akan viable dalam 1-2 minggu.
15. Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana janin sudah viable namun usia
kehamilan belum mencapai 34 minggu, manajemen ekspektan dianjurkan, asalkan
tidak terdapat kontraindikasi (lihat algoritma di halaman berikut). Lakukan
pengawasan ketat.
16. Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana usia kehamilan antara 34 dan 37
minggu, manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asalkan tidak terdapat hipertensi
yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin. Lakukan pengawasan
ketat.
17. Pada ibu dengan preeklampsia berat yang kehamilannya sudah aterm, persalinan
dini dianjurkan.
18. Pada ibu dengan preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional ringan yang
sudah aterm, induksi persalinan dianjurkan.
27
b. Tatalaksana Khusus
1. Edema paru
19. Diagnosis
Sesak napas, hipertensi, batuk berbusa, ronki basah halus pada basal paru
pada ibu dengan preeklampsia berat
20. Tatalaksana
28
1. Posisikan ibu dalam posisi tegak
2. Berikan oksigen
3. Berikan furosemide 40 mg IV.
4. Bila produksi urin masih rendah (<30 ml/jam dalam 4 jam), furosemide
dapat diulang.
5. Ukur keseimbangan cairan. Batasi cairan yang masuk.
2. Sindroma HELLP
21. Diagnosis : Hemolisis, peningkatan kadar enzim hati, dan
trombositopeni
29
BAB III
TINJAUAN KASUS
Biodata
Nama Pasien : Ny. Riatun Nama Suami : Tn. Syali
Umur : 23 tahun Umur : 33 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Kebon Sayur
30
Leher : tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening atau tyroid
Dada : simetris, tidak ada bunyi wheezing
Payudara : Simetris, tidak ada benjolan abnormal.
Abdomen : TFU : 23 cm
Leopold I : teraba agak bulat, lunak, tidak melenting
Leopold II : Kanan: teraba keras panjang seperti papan
(punggung)
Kiri : ekstremitas
Leopold III : Kepala
Leopold IV : Kepala belum masuk PAP
DJJ :146 x/m
TBJ : 23-13x155 = 1550 gr.
Ekstremitas : Atas : tidak oedema, tidak ada kelainan
Bawah : oedema (+), tidak ada varises
Pemeriksaan Dalam : tidak dilakukan
Anus : tidak dilakukan
Pemeriksaan Penunjang Laboratorium
Hb :11,5 gr%
Protein :-
Glukosa :+
Gds : 168
Golongan darah: O +
Ph :6
Rapid : non reaktif
TPHA :-
Analisa : G1P0A0 Hamil 29 Minggu dengan TGT dan hipertensi dalam kehamilan
Penatalaksanaan :
1. Memberitahu Ibu hasil pemeriksaan ibu terdapat glukosa (+) dengan gds 168 dan
tekanan darah tinggi 140/90 mmHg dan hasil pemeriksaan janin dalam keadaan
normal. (Ibu mengerti.)
2. Melakukan rujukan internal ke BPU dengan GDS 168, glukosa positif (+), tekanan
darah 140/90 mmHg dengan dua kali pengukuran berjarak 4 jam. (Ibu mendapat terapi
Nifedipin X 2x1/10mg.)
31
3. Melakukan rujukan ke Poli Gizi dengan Hipertensi & TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu). (Ibu dianjurkan membatasi garam, terapi diet RG III, TKTP 2100 kkal.)
4. Menganjurkan ibu untuk meminum vitamin SF XXX 200mg/oral 1x1 dan Kalk 1x1.
(Ibu mengerti dan akan meminumnya)
5. Memberitahu ibu dan keluarga tentang tanda bahaya kehamilan. Terutama tentang
bahaya hipertensi dalam kehamilan seperti sakit kepala hebat disertai pandangan mata
kabur, nyeri ulu hati, bengkak pada tangan, wajah dan kaki. Dan komplikasi akibat
DM bagi ibu diantaranya hiperglikemia berat, preeklampsia dan seksio sesarea.
Sementara bagi janin adalah kelainan kongenital, kelahiran prematur, makrosomia,
hipoglikemia hingga IUGR. (Ibu mengerti)
6. Memberitahu ibu cara mengurangi kaki bengkak dengan cara meninggikan posisi kaki
saat tidur. (Ibu mengerti dan akan melakukannya)
7. Menganjurkan ibu merencanakan persiapan persalinannya seperti memiliki BPJS atau
asuransi kesehatan sebagai persiapan jika ada kegawatdaruratan dalam proses
kehamilan sampai persalinan, kendaraan pada saat persalinan, dana, donor darah. (Ibu
mengerti)
8. Mengingatkan untuk kunjungan ulang tanggal 13/11/2015.
32
BAB IV
PEMBAHASAN
Ny. R mengatakan memiliki keluhan tentang kakinya yang bengkak, hasil pemeriksaan
TD 140/90 mmHg. Setelah dilakukan 2x pengukuran dengan jarak 4 jam, TD masih
belum turun. Jika tekanan diastolik ≥ 90 mmHg pada dua kali pemeriksaan berjarak 4
jam atau lebih dan terjadi pada usia kehamilan > 20 minggu, diagnosisnya adalah
Hipertensi Dalam Kehamilan (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2012)
Pada pemeriksaan penunjang lab hasil: Hb : 11,5 gr/dl, Glukosa: positif (+), GDS: 168
mg/dl, Gol. Darah: O+, Protein: (-). Kemudia karena keadaan ini ditangani dengan
merujuk internal Ny. R ke Poli Umum dan hasil diagnosa dokter menyebutkan Hipertensi
dan TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) dan diberikan terapi Nifedipin X 2x1/10 mg
serta diet rendah garam dan batasi konsumsi gula.
Dengan diagnosa awal tersebut kemudian Ny. R dirujuk ke Poli Gizi dan hasil
menunjukkan status gizi baik, namun dokter menganjurkan ibu untuk batasi garam,
perbaiki pola makan dan diet rendah gula. Kemudian diberikan terapi diet RG III dan
TKTP 2100 kkal.
Diet Rendah Garam III (1000-1200 mg Na) merupakan diet yang diberikan kepada pasien
dengan oedema/hipertensi ringan. Garam yang boleh dikonsumsi sebanyak 1 sdt (4g)
garam dapur (Penuntun Diet, Instalasi Gizi Perjan RSCM, 2005)
TKTP 2100 kkal merupakan jenis diet yang mengandung energi dan protein diatas
kebutuhan normal. Hal ini agak bersinggungan dengan teori bahwa pembatasan kalori,
cairan dan diet rendah garam tidak dianjurkan untuk mencegah hipertensi karena
kehamilan, karena bahkan dapat membahayakan janin (PONED). Natrium merupakan
salah satu mineral yang berfungsi mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh.
Kebutuhan Natrium sejalan dengan meningkatnya kerja ginjal, yang memegang peranan
penting dalam metabolisme air dan bersifat mengikat cairan dalam jaringan sehingga
mempengaruhi keseimbangan cairan dalam tubuh pada ibu hamil.
Natrium pada ibu hamil bertambah sekitar 3,3 gram per minggu sehingga ibu hamil
cenderung mengalami oedema. Dan konsumsi Natrium berlebihan dapat menyebabkan
hipertensi. Sebaliknya, jika kekurangan natrium akan menyebabkan volume darah
33
menurun, tekanan darah menurun disertai denyut jantung meningkat, pusing, lemas, daya
tahan tubuh terhadap infeksi menurun.
Bagi ibu hamil, natrium berperan meningkatkan kerja jantung, memompa darah agar
dapat memenuhi kebutuhan sang ibu dan janin. Karena bersama kalium, natrium
mempunyai peran untuk menjaga fungsi dan kerja otot jantung, serta mencegah penyakit
berbahaya. Air ketuban akan dibentuk selama 14 minggu ditingkat kehamilan awal.
Cairan yang berasal dari ibu hamil didapatkan dari darah yang akan memasok cairan
kebagian kantong ketuban sementara itu janin akan minum air ketuban dan masuk dalam
sistem ginjal kemudian keluar lagi dari urin janin, sistem ini akan terus berulang dan
janin memiliki peran yang sangat besar untuk menentukan jumlah cairan akan tetap
stabil. Terkadang penyebab rendahnya air ketuban tidak bisa ditemukan karena ada
beberapa faktor yang berbeda.
Penatalaksanaan lanjutan: Ny. R dijadwalkan kunjungan ulang sebulan kemudian
(13/11/15). Jika dilihat dari kasus dan resiko tinggi yang dimiliki Ny. R, penilaian ulang
pada kunjungan antenatal dengan hipertensi dilakukan 1 minggu kemudian.
34
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
DM yang terjadi dan diketahuinya saat hamil, maka ini dinamakan dengan DM
gestasional, sedangkan bila DM telah diketahui sebelum hamil, maka dinamakan DM
pregestasi. DM yang terjadi pada ibu hamil dan diketahui saat hamil kemudian akan pulih
kembali 6 minggu pasca persalinan, maka ini dinamakan DM gestasional, namun apabila
setelah 6 minggu persalinan DM belum juga sembuh, maka ini bukannya diabetes
Gestasional, tetapi DM. Dm gstasional perlu penanganan yang serius, karena dapat
mempengaruhi perkembangan janin, dan dapat mengancam kehidupan janin kedepannya.
sehingga perlu diberikan asuhan kebidanan secara professional terhadap ibu hamil
dengan DM, supaya tidak lagi terjadi berbagai komplikasi-komplikasi yang tidak
diinginkan
5.2 Saran
Penulis berharap dengan makalah ini, semoga dapat mengerti bagaimana asuhan
kebidanan pada ibu hamil dengan DM, dan paham bagaimana patofiologi yang terjadi
pada ibu hamil yang mengalami DM. sehingga bisa berpikir kritis dalam melakukan
tindakan kebidanan dengan benar dan tepat.
35
DAFTAR PUSTAKA
36