diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar yang
diampu oleh :
Dr. Hj. Cicih Sutarsih, M.Pd.
Elin Rosalin, M.Pd.
Disusun Oleh:
UNIVERSITAS PENDIDIKAN
INDONESIA 2021
PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan rahmat Nya berupa
kesempatan dan pengetahuan sehingga Penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah
yang berjudul “MODEL-MODEL PEMBELAJARAN ABAD 21” ini selesai tepat pada
waktunya. Dengan hadirnya makalah ini, diharapkan dapat memberikan informasi dan
pengetahuan wawasan bagi para pembaca, khususnya mahasiswa Program Studi Administrasi
Pendidikan.
Sholawat dan salam tetap tercurahkan limpahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad Saw., serta keluarga, sahabat dan pengikutnya. Penyusun menyadari tanpa
bantuan dari semua pihak, penulisan makalah ini mungkin tidak dapat terlaksana. Oleh
karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Elin Rosalin, M.Pd. dan Ibu Dr.
Hj. Cicih Sutarsih, M.Pd., M.Pd. Selaku dosen pengampu yang telah memberikan pengarahan
sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna yang
disebabkan karena keterbatasan kemampuan yang penyusun miliki. Sehingga, penyusun
sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
yang selanjutnya dapat disusun dengan lebih baik lagi. Penyusun berharap semoga makalah
ini dapat menambah pengetahuan para pembaca.
Penyusun
Daftar Isi
PRAKATA.................................................................................................................................2
Daftar Isi.....................................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
A. Latar Belakang................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................4
C. Tujuan.............................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................5
A. Konsep Dasar dan Asumsi Model Pembelajaran Kontemporer......................................5
B. Prinsip, Komponen Model Pembelajaran Kontemporer Abad 21..................................9
D. Penerapan Model Pembelajaran Kontemporer Abad 21 Dalam Pembalajaran............32
BAB III.....................................................................................................................................43
A. Kesimpulan...................................................................................................................43
B. Saran..............................................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................44
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Dapat memahami konsep dasar dan asumsi dari model pembelajaran kontemporer
2. Dapat mengetahui prinsip, komponen dari model pembelajaran kontemporer
(Abad 21)
3. Dapat mengetahui penerapan model pembelajaran kontemporer (Abad 21) dalam
pembelajaran?
BAB II
PEMBAHASAN
1. RADEC
Model pembelajaran RADEC adalah salah satu alternatif model
pembelajaran yang sesuai dengan kondisi Indonesia (Sopandi, 2017).
Model ini pertama kali diperkenalkan Sopandi (2017) dalam suatu
konferensi Internasional di Kuala Lumpur, Malaysia. Nama model ini
disesuaikan dengan sintaks yaitu Read, Answer, Discussion, Explain, dan
Create (RADEC).
a. Read
Pada tahap ini, peserta didik membaca informasi dari berbagai
sumber termasuk buku, sumber informasi lain dicetakdan sumber
informasi elektronik seperti internet. Dalam rangka untuk
membimbing peserta didik dalam memahami informasi disediakan
dengan pertanyaan pra-pembelajaran. Pertanyaan pra-pembelajaran
adalah pertanyaan yang berkaitan dengan materi ajar.
b. Answer
Pada tahap ini peserta didik menjawab pertanyaan-pertanyaan pra-
mengajar berdasarkan pengetahuan yang diperoleh kegiatan Read
(Membca). Pertanyaan-pertanyaan pra-mengajar disusun dalam
bentuk worksheet (lembar kerja).
c. Discuss
Pada tahap ini peserta didik belajar dalam kelompok untuk membahas
jawaban mereka dari pertanyaan pra-mengajar. Guru memotivasi
peserta didik berhasil dalam melakukan tugas-tugas tertentu dari
LKS untuk memberikan bimbingan kepada teman-teman yang belum
menguasai mereka.
d. Exlplain
Pada tahap ini, melakukan kegiatan presentasi. Bahan ajar yang
disajikan mencakup semua indikator pembelajaran aspek kognitif
yang telah dirumuskan dalam rencana pelajaran. Urutan presentasi
disesuaikan dengan urutan indikator pembelajaran dirumuskan dalam
rencana pelajaran.
e. Create
Pada tahap ini, guru memfasilitasi peserta didik untuk belajar
menggunakan pengetahuanmereka yang telah dikuasai untuk
menghasilkan ide-ide atau pemikiran kreatif. Berpikir kreatif dapat
dirumuskan sebagai pertanyaan produktif, masalah, atau pikiran
membuat karya-karya kreatif lainnya.
2. Jigsaw
Model pembelajaran jigsaw adalah suatu teknik pembelajaran
kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang
betanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya
(Fathurrohman, 2015, hlm. 63).
Menurut Rusman (2018, hlm. 217) kata jigsaw berasal dari bahasa
inggris yang berarti gergaji ukir dan ada juga yang mengartikannya sebagai
puzzle yang berarti sebuah teka-teki menyusun potongan gambar.
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini mengambil pola cara bekerja sebuah
gergaji (zigzag), yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara
bekerja sama antar kelompok dengan silangan siswa kelompok lain (kelompok
ahli) untuk mencapai tujuan bersama.
3. STEM
STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematic) adalah
pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan antara pengetahuan alam,
teknologi, mesin dan matematika dalam satu pengalaman belajar siswa.
a. Science
Sains merupakan kajian berhubungan dengan peristiwa alam yang
melibatkan penyelidikan, penelitian dan pengukuran untuk menjelaskan
sebab akibat dari sebuah fenomena alam. Penyelidikan dan penilitian sains
dapat digunakan untuk mengidentifikasi bukti – bukti yang dibutuhkan
untuk menjawab pertanyaan ilmiah dan menjawab permasalahan dalam
kehidupan manusia.
b. Techonology
Inovasi atau penemuan manusia yang dapat berupa perangkat lunak dan
keras sebagai sarana untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan manusia,
sehingga dapat mempermudah pekerjaan manusia untuk kehidupan yang
lebih maju.
c. Engineering
Pengetahuan dan keterampilan untuk mendesain, mengaplikasikan,
mereplikasi serta marekayasa sebuah karya berupa peralatan, sistem dan
mesin yang dapat digunakan oleh manusia untuk mempercepat dan
mempermudah proses produksi terhadap barang dan jasa.
d. Mathematic
Ilmu yang berhubungan dengan numerasi, pola perubahan dan hubungan,
ruang dan bentuk. keterampilan berpikir secara rasional dan logis serta
bernalar, dan menggunakannya secara sistematik dan terstruktur.
4. CTL
Model Pembelajaran CTL menurut Sanjaya (2006) menyatakan bahwa
belajar dalam CTL bukan hanya sekadar duduk, mendengarkan dan mencatat,
tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung. Contextual
Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan
materi yang dipelajarinya dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan
nyata, sehingga siswa didorong untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan
mereka. Sedangkan Blanchard (Trianto, 2007) mengemukakan bahwa
pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan
yang erat dengan pengalaman sesungguhnya.
Pembelajaran kontekstual adalah "konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidu-pan mereka sehari-hari,
dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelaaran efektif, yakni:
konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan
(inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling),
dan penilaian sebenarnya (authentic assessment)".
5. Saintific
Pendekatan scientific adalah pembelajaran yang menggunakan
kaidahkaidah keilmuan. Pendekatan scientific atau metode ilmiah pada
umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi,
menanya, eksperimen, mengolah infomasi atau data, kemudian
mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2014:19).
Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Hosnan (2014:34)
pendekatan scientific adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian
rupa agar peserta didik secara aktif mengontruk konsep, hokum atau prinsip
melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan
masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik
kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hokum atau prinsip yang
ditemukan.
6. STAD
Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah satu
metode pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif tipe STAD
membuat mahasiswa berinteraksi dan saling berdiskusi dalam memunculkan
strategi- strategi pemecahan masalah yang efektif, menumbuhkan kemampuan
kerjasama, berpikir kritis, dan mengembangkan sikap sosial mahasiswa.
STAD memiliki beberapa ciri-ciri yang menjadikan metode
pembelajaran ini berbeda dengan metode-metode yang lain. Ciri-ciri tersebut
(Asmawati, 2011), yaitu sebagai berikut:
a. Mahasiswa dalam kelompok diharuskan bekerja sama untuk
menyelesaikan materi yang diberikan oleh dosen untuk dicari
pemecahannya.
b. Kelompok yang dibentuk merupakan kelompok yang heterogen, terutama
dalam hal akademik, di mana terdapat mahasiswa yang memiliki
kemampuan akademik yang tinggi, sedang, dan kemampuan yang rendah.
c. Kriteria kelompok heterogen tersebut dapat ditambahkan dengan
perbedaan dalam jenis kelamin, suku, maupun ras.
d. Penghargaan yang diberikan oleh dosen, lebih baik berorientasi pada
kelompok, dibandingkan berorientasi pada mahasiswa.
7. Group Investigasi
Group investigation merupakan penemuan yang dilakukan siswa
secara berkelompok melakukan pekerjaan dengan aktif, yang memungkinkan
mereka menemukan suatu prinsip (Slavin dalam Kesuma, 2013). Group
investigation membantu guru untuk mengaitkan antara materi dengan keadaan
nyata siswa serta mendorong siswa menerapkan pengetahuan dalam kehidupan
mereka (Kesuma, 2013). Sejalan dengan hal tersebut, penelitian yang
dilakukan oleh Sri Wahyuni (2014) menunjukkan bahwa penerapan group
investigation mampu meningkatkan minat dan hasil belajar siswa serta
membantu siswa untuk menerapkan pengetahuannya dalam kehidupannya.
Group investigation adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif
berbasis penemuan dimana setiap kelompok berangggotakan 4-6 orang dengan
komposisi kelompok heterogen (Rusman, 2010). Langkah-langkah group
investigation berbantuan media flanelgraf dalam pembelajaran yaitu
membentuk kelompok dan pemilihan topik, merencanakan penyelesian topik,
melakukan investigasi berbantuan media flanelgraf, penyusunan laporan,
mempresentasikan laporan, dan evaluasi.
8. TGT
Menurut Kiranawati (2007) pembelajaran kooperatif model TGT
(Teams Games Tournament) adalah salah satu tipe atau model pembelajaran
kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa
harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan
mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan
permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT
memungkinkan mahasiswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan
tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Model belajar mengajar turnamen-permainantim (Teams Games
Tournament) yang dikembangkan oleh Robert Slavin (1990), merupakan
teknik belajar dengan menggabungkan kelompok belajar dengan kompetisi
tim, dan bisa digunakan untuk meningkatkan pembelajaran beragam fakta,
konsep dan ketrampilan (Silberman 2006). Model ini akan merangsang
keaktifan mahasiswa, sebab dalam Teams Games Tournament semua
mahasiswa tidak ada yang tidak aktif menyuarakan pendapatnya, mahasiswa
dengan kemampuan kelompok bawah maupun kelompok atas bekerjasama
menyelesaikan tugas- tugas yang diberikan pengajar.
9. Think Pair and Share
Model cooperative learning tipe think pair share adalah “model
pembelajaran kooperatif yang pertama kali dikembangkan oleh Profesor Frank
Lyman dan koleganya di Universitas Maryland pada tahun 1981” (Kaddoura,
2013: 4). Menurut M Sunita (2014: 62) think pair share merupakan model
pembelajaran diamana peserta didik berpikir secara mandiri tentang
permasalahan yang diberikan oleh guru kemudian diskusi dengan pasangan
dan membagikan hasil diskusi tersebut kepada teman di kelas. Sama halnya
menurut Shoimin (2014: 208) dalam pembelajaran TPS ini peserta didik
diberikan kesempatan untuk berfikir secara sendiri, berdiskusi, saling
membantu dengan teman kelompok, dan peserta didik dapat berbagi informasi
kepada teman atau kelompok lain.
Sedangkan menurut Tint dan Nyunt (2015: 02) think pair share adalah
model pembelajaran kooperatif yang cocok diterapkan untuk peserta didik
yang baru belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif. Sehingga,
peneliti dapat menyimpulkan bahwa model cooperative learning tipe think pair
share merupakan model pembelajaran kooperatif yang mengutamakan peserta
didik untuk berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
10. PBL
Pembelajaran berbasis masalah atau sering dikenal dengan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang
dipusatkan pada siswa melalui pemberian masalah dari dunia nyata di awal
pembelajaran. Menurut Duch dalam Suharia (2013) PBL adalah model
pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengenal cara belajar dan
bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah dalam
kehidupan.
Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ini
muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mampu menggali kemampuan
berpikir kritisnya apabila dilibatkan secara aktif untuk memecahkan suatu
permasalahan kaitannya dengan mata pelajaran Biologi. Guru dapat membantu
proses ini, dengan memberikan umpan balik kepada siswa untuk bekerjasama
menemukan atau menerapkan sendiri ide-idenya dalam menganalisis dan
memecahkan suatu permasalahan.
Menurut Slavin (dalam Noornia, 1997: 21) ada lima komponen utama dalam
pembelajaran kooperatif metode STAD, yaitu:
Penyajian Kelas
Penyajian kelas merupakan penyajian materi yang dilakukan guru secara
klasikal dengan menggunakan presentasi verbal atau teks. Penyajian
difokuskan pada konsep-konsep dari materi yang dibahas. Setelah
penyajian materi, siswa bekerja pada kelompok untuk menuntaskan materi
pelajaran melalui tutorial, kuis atau diskusi.
Menetapkan siswa dalam kelompok
Kelompok menjadi hal yang sangat penting dalam STAD karena didalam
kelompok harus tercipta suatu kerja kooperatif antar siswa untuk mencapai
kemampuan akademik yang diharapkan. Fungsi dibentuknya kelompok
adalah untuk saling meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok dapat
bekerja sama dalam belajar. Lebih khusus lagi untuk mempersiapkan
semua anggota kelompok dalam menghadapi tes individu. Kelompok yang
dibentuk sebaiknya terdiri dari satu siswa dari kelompok atas, satu siswa
dari kelompok bawah dan dua siswa dari kelompok sedang. Guru perlu
mempertimbangkan agar jangan sampai terjadi pertentangan antar anggota
dalam satu kelompok, walaupun ini tidak berarti siswa dapat menentukan
sendiri teman sekelompoknya.
Tes dan Kuis
Siswa diberi tes individual setelah melaksanakan satu atau dua kali
penyajian kelas dan bekerja serta berlatih dalam kelompok. Siswa harus
menyadari bahwa usaha dan keberhasilan mereka nantinya akan
memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesuksesan kelompok.
Skor peningkatan individual
Skor peningkatan individual berguna untuk memotivasi agar bekerja keras
memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hasil sebelumnya.
Skor peningkatan individual dihitung berdasarkan skor dasar dan skor tes.
Skor dasar dapat diambil dari skor tes yang paling akhir dimiliki siswa,
nilai pretes yang dilakukan oleh guru sebelumnya melaksanakan
pembelajaran kooperatif metode STAD.
Pengakuan kelompok
Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberikan penghargaan atas
usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar. Kelompok dapat
diberi sertifikat atau bentuk penghargaan lainnya jika dapat mencapai
kriteria yang telah ditetapkan bersama. Pemberian penghargaan ini
tergantung dari kreativitas guru.
7. Group Investigasi
Dalam model pembelajaran tipe GI terdapat lima prinsip yang dianut, yaitu:
Belajar Siswa Aktif (student active learning)
Proses pembelajaran dengan menggunnakan model pembelajaran ini
berpusat pada siswa, aktivitas belajar lebih dominan dilakukan siswa,
pengetahuan yang dibangun dan ditemukan adalah dengan belajar
bersama- sama dengan anggota kelompok sampai masing-masing siswa
memahami materi pembelajaran dan mengakhiri dengan embuat laporan
kelompok. Dalam kegiatan kelompok, sangat jelas aktivitas siswa dengan
bekerja sama, melakukan diskusi, mengemukakan ide masing-masing
anggota dan megujinya secara bersama-sama, siswa menggali seluruh
informasi yang berkaitan dengan toik yang menjadi bahan kajian kelompok
dan mendiskusikan pua dengan kelompok lainnya.
Belajar Kerjasama
Proses bekerjasama dalam kelompok untuk membangaun pengetahuan
yang tengah dipelajari. Prinsip pembelajaran inilah yang melandasi
keberhasilan penerapan model pembelajaran kooperatif. Seluruh siswa
terlibat secara aktif dalam kelompok untuk melakukan diskusi,
memecahkan masalah dan mengujinya secara bersama-sama, sehingga
terbentuk pengetahuan baru dari hasil kerjasama mereka. Diyakini
pengetahuan yang diperoleh melalui penemuan-penemuan dari hasil
kerjasama ini akan lebih bernilai permanen dalam pemahaman masing-
masing siswa.
Pembelajaran Partisipatorik
Pembelajaran ini juga menganut prinsip dalam pembelajarna partisipatorik,
sebab melalui model pembelajarna ini siswa belajar dengan melakukan
sesuatu (learning by doing) secara bersama-sama untuk ,eme,ukan dan
membangun pengetahuan yang menjadi tujuan pembelajaran.
Reactive Teaching
Untuk menerapkan model pembelajaran ini, guru perlu menciptakan
strategi yang tepat agar seluruh siswa mempunyai motivasi belajar yang
tinggi. Motivasi siwa dapat dibangkitkan jika guru mampu menciptakan
suasana belajar yang menyenangkan dan menarik serta dapat meyakinkan
siswanya akan manfaat pelajaran ini untuk masa depan mereka. Jika guru
mengetahui bahwa siswanya merasa bosan, maka guru guru harus segera
mencari cara untuk mengantisispasinya.
Pembelajaran yang menyenangkan
Pembelajaran kooperatif ini menganut prinsip pembelajaran yang
menyengkan, dalam arti pembelajaran harus berjalan dalam suassana
menyenangkan, tidak ada lagi suasana yang menakutkan bagi siswa atau
suasana belajar tertekan. Suasana belajar yang menyenagkan harus dimulai
dari sikap dan perilaku guru di luar maupun di dalam kelas. Guru harus
memiliki sikap yang ramah dengan tutur bahasa yang menyayangi siswa-
siswanya.
Komponen nya yakni ; investigasi, interaksi, penafsiran, dan motivasi
intrinsik (Sharan & Sharan, 1992).
8. TGT
Menurut Solihah (2016). Prinsip TGT yakni ; strategi pembelajaran yang
menempatkan siswa dalam kelompok belajar yang beranggotakan 4-5 orang
siswa yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda, dimulai dari guru
menyampaikan tujuan pembelajaran serta menyajikan materi, dan siswa
bekerja serta saling membantu dalam kelompok masing-masing untuk
menyelesaikan tugas atau memahami materi pelajaran dengan bimbingan guru,
dan di akhir pembelajaran diadakan turnamen untuk memastikan seluruh siswa
menguasai materi pelajaran.
Menurut Slavin (2008). Komponen nya yakni ; presentasi kelas, tim,
pertandingan, turnamen, dan pengakuan tim.
10. Think Pair and Share
Prinsip nya yakni ; Dalam model pembelajaran Think Pair and Share, prinsip –
prinsip tersebut dapat dilihat melalui kerja kelompok yang dilakukan secara
berpasangan. Dimana siswa secara berpasangan berinteraksi dan
mendiskusikan
masalah – masalah yang disampaikan oleh guru. Melalui moment tersebut
siswa dapat mengutarakan pendapat – pendapat mereka dan dapat pula berbagi
pengetahuan dengan teman kelompoknya, sehingga melalui kerja kelompok
tersebut dapat memperoleh tambahan ilmu, yang awalnya tidak tahu menjadi
tahu. Dalam hal ini guru juga berperan penting dalam mengkoordinasi siswa
sehingga siswa dapat berperan aktif dalam kelompok masing – masing.
Adanya sosialisasi antar siswa dan guru mampu mempermudah siswa dalam
memahami dan menyelesaikan masalah – masalah yang di ajukan oleh guru
sebelumnya sehingga mampu memperoleh hasil yang maksimal. Dari proses
kerjasama dan hasil diskusi tersebut, secara tidak langsung mampu membuat
siswa menilai diri masing – masing seberapa efektif mereka dalam
menyelesaikan masalah – masalah yang ada dalam proses pembelajaran
terutama pada pembelajaran yang menggunakan model Think Pair and Share.
Komponen nya yakni ; self planning pada tahap berpikir (think), self
monitoring pada tahap berpasangan (pair) dan self evaluation pada tahap
berbagi (share).
11. PBL
Prinsip nya yakni ;
Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.
Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata
yang tidak terstruktur.
Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective).
Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh mahasiswa,
sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi
kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar;
Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama
Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan
Evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM;
Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif;
Pengembangan keterampilan inquiry (menemukan) dan pemecahan
masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk
mencari solusi dari sebuah permasalahan.
Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah
proses belajar.
PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman mahasiswa dan proses
belajar
5. Saintifik
Konsep pembelajaran dengan pendekatan saintifik (scientific
approach) merupakan proses pembelajaran yang menuntut siswa beraktivitas
sebagaimana seorang ahli sains. Dalam praktiknya siswa diharuskan
melakukan serangkaian aktivitas layaknya langkah-langkah dalam metode
ilmiah. Serangkaian aktivitas yang dimaksud meliputi (1) merumuskan
masalah, (2) mengajukan hipotesis,
(3) mengumpulkan data, (4) mengolah dan menganalisa data, dan (5) membuat
kesimpulan.
Dalam implementasinya guru dapat menggunakan sintaks model
pembelajaran berbasis proyek dengan langkah-langkah:
a. Pra proyek; Tahapan ini merupakan kegiatan yang dilakukan guru di luar
jam pelajaran. Pada tahap ini guru merancang deskripsi proyek,
menentukan batu pijakan proyek, menyiapkan media dan berbagai sumber
belajar, dan menyiapkan kondisi pembelajaran. Untuk materi
pembelajaran bisa disesuaikan dengan kondisi yang ada, karena tidak
semua konten yang ada harus dilakukan dalam laboratorium.
b. Fase 1 Mengidentifikasi Masalah; Pada tahap ini siswa melakukan
pengamatan terhadap objek tertentu. Berdasarkan pengamatannya tersebut
siswa mengidentifikasi masalah dan membuat rumusan masalah dalam
bentuk pertanyaan. Dalam materi pembelajaran kimia, ada beberapa objek
yang bisa diamati siswa pada lingkungan sekitar tempat tinggal mereka.
Aktivitas ini setara dengan melakukan “kajian teoritis” dalam pendekatan
saintifik.
c. Fase 2: Membuat desain dan Jadwal Pelaksanaan Proyek; Pada tahapan
ini, siswa secara kolaboratif baik dengan anggota kelompok ataupun
dengan guru mulai merancang proyek yang akan mereka buat,
menentukan penjadwalan pengerjaan proyek, dan melakukan aktivitas
persiapan lainnya.
d. Fase 3: Melaksanakan Penilitian; Pada tahap ini siswa melakukan kegiatan
penelitian awal sebagai model dasar bagi produk yang akan
dikembangkan. Berdasarkan kegiatan penelitian tersebut siswa
mengumpulkan data dan selanjutnya menganalisis data tersebut sesuai
dengan teknik analisis data yang relevan dengan penelitian yang
dilakukan.
e. Fase 4: Menyususn Draf/Prototipe Produk; Pada tahap ini siswa mulai
membuat produk awal sebagaimana rencana dan hasil pengamatan yaang
telah dilakukan.
f. Fase 5: Mengukur, Menilai, dan Memperbaiki Proyek; Pada tahap ini
siswa melihat kembali produk awal yang dibuat, mencari
kelemahan/kekurangan dan meperbaikinya. Dalam praktiknya, idealnya
kegiatan mengukur dan
menilai produk ini dapat dilakukan dengan meminta pendapat atau kritik
dari anggota kelompok lain ataupun pendapat guru.
g. Fase 6: Finalisasi dan Publikasi; Pada tahap ini siswa melakukan finalisasi
tahap akhir produk. Setelah diyakin sesuai dengan perencanaan dan
harapan maka produk bisa dipunlikasikan.
h. Pascaproyek: Pada tahap ini guru menilai, memberikan penguatan,
masukan, dan saran perbaikan atas produk yang telah dihasilkan siswa.
Guru dan siswa dapat melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil
proyek yang sudah dijalankan. Siswa juga dapat diminta untuk
mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan
proyek.
6. Student Team Achievements Divisions STAD
Model pembelajaran kooperatif STAD adalah model pembelajaran di
mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok yang heterogen (tingkat
prestasi, jenis kelamin, budaya, dan suku) yang terdiri dari 4-5 siswa. Kegiatan
pembelajarannya diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran,
penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok
yang tercermin pada kerja tim. Berikut adalah sintaks model pembelajaran tipe
STAD
Langkah-langkah model pembelajaran STAD ialah:
a. Persentasi materi
Pada awal pembelajaran guru hendaknya memberikan motivasi,
apersepsi dan menyampaikan tujuan pembelajaran. Kemudian guru
menyampaikan materi pelajaran yang sesuai dengan indikator kompetensi
yang harus dikuasai oleh siswa. Penyampaian materi dapat secara langsung
melalui ceramah oleh guru, dapat pula dengan paket media pembelajaran
audiovisual yang berisi materi yang sesuai.
b. Pembentukan kelompok
Setelah materi disampaikan oleh guru di depan kelas, selanjutnya
dibentuk kelompokkelompok siswa. Kelompok terdiri dari 4-5 orang yang
bersifat heterogen dalam hal prestasi belajar, jenis kelamin, suku, maupun
lainnya. Setiap kelompok diberi lembar kerja atau materi dan tugas lainnya
untuk didiskusikan dan dikerjakan oleh kelompok. Kesuksesan setiap
anggota kelompok akan menjadi faktor keberhasilan kelompok.
c. Kuis
Setelah satu atau dua kali pertemuan, selanjutnya guru memberikan
soal atau kuis kepada siswa untuk dikerjakan secara individual.
d. Skor kemajuan individu
Setiap siswa diberi skor awal berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh
dari tes pertama atau tes sebelumnya. Selanjutnya, perolehan nilai siswa
dibandingkan dengan nilai sebelumnya sehingga diperoleh skor atau nilai
kemajuan individual. Kenaikan skor atau nilai siswa akan menjadi poin
untuk kelompok mereka. Semakin baik kemajuan nilai yang diperoleh
maka semakin tinggi poin yang dikumpulkan untuk kelompok.
e. Penghargaan kelompok
Perolehan nilai individu selanjutnya dirata-rata menjadi nilai
kelompok. Apabila nilai rata-rata kelompok mencapai standar/kriteria
tertentu maka kelompok tersebut akan mendapat penghargaan.
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1 Guru menyajikan materi pelajaran
Penyajian Mata
Pelajaran
Fase 2 Guru membentuk kelompok
Pembentukan yang terdiri dari 4-5 orang siswa secara heterogen
kelompok
Fase 3 Guru memberi tugas kepada kelompok dan dikerjakan
Diskusi secara diskusi serta membimbing siswa menjalankan
diskusi
Fase 4 Guru meminta siswa Mempresentasikan hasil diskusi
Publikasi di depan kelas
Fase 5 Guru memberikan kuis berupa pertanyaan dan
Pemberian Kuis memberikan reward kepada siswa yang bisa menjawab
dan penghargaan pertanyaan dengan benar.
Fase 6 Guru memberikan lembar evaluasi kepada siswa.
Evaluasi
Fase 7 Guru bersama-sama siswa menyimpulkan materi
Kesimpulan pelajaran.
7. Group Investigasi
Model group-investigation memiliki enam langkah pembelajaran (Slavin,
1995), yaitu:
a. grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok, menentukan sumber,
memilih topik, merumuskan permasalahan),
b. planning (menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajari,
siapa melakukan apa, apa tujuannya),
c. investigation (saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi,
mengumpulkan informasi, menganalisis data, membuat inferensi),
d. organizing (anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi
laporan, penentuan penyaji, moderator, dan notulis),
e. presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati,
mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan),
dan
f. evaluating (masing-masing siswa melakukan koreksi terhadap laporan
masing-masing berdasarkan hasil diskusi kelas, siswa dan guru
berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan, melakukan
penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman.
8. Teams Games Tournament (TGT)
Menurut (Sutirman, 2013a), langkah-langkah model pembelajaran TGT ialah:
a. Persentasi materi
Pada awal pembelajaran guru hendaknya memberikan motivasi, apersepsi
dan menyampaikan tujuan pembelajaran. Kemudian guru menyampaikan
materi pelajaran yang sesuai dengan indikator kompetensi yang harus
dikuasai oleh siswa. Penyampaian materi dapat secara langsung melalui
ceramah oleh guru, dapat pula dengan paket media pembelajaran
audiovisual yang berisi materi yang sesuai.
b. Pembentukan kelompok
Setelah materi disampaikan oleh guru di depan kelas, selanjutnya
dibentuk kelompok-kelompok siswa. Kelompok terdiri dari 4-5 orang yang
bersifat heterogen dalam hal prestasi belajar, jenis kelamin, suku, maupun
lainnya. Setiap kelompok diberi lembar kerja atau materi dan tugas lainnya
untuk didiskusikan dan dikerjakan oleh kelompok. Kesuksesan setiap
anggota kelompok akan menjadi faktor keberhasilan kelompok.
c. Game turnamen
Setelah siswa belajar dan berdiskusi dalam kelompok, selanjutnya
dilakukan permainan lomba (turnamen) yang bersifat akademik untuk
mengukur penguasaan materi oleh siswa. Permainan yang dilakukan
adalah semacam lomba cerdas cermat, dengan peserta perwakilan dari
setiap
kelompok. Soal dapat diberikan dalam bentuk pertanyaan lisan atau dalam
bentuk kartu soal yang dipilih secara acak. Teknis pelaksanaan permainan
turnamen ini adalah dimulai dengan guru merangking siswa dalam setiap
kelompok. Selanjutnya menyiapkan meja turnamen sebanyak jumlah
anggota dalam kelompok. Jika tiap kelompok beranggotakan 4 orang,
maka disiapkan empat meja. Meja pertama diisi oleh siswa dengan
rangking pertama di setiap kelompok, meja kedua diisi oleh siswa dengan
rangking kedua di setiap kelompok, meja ketiga diisi oleh siswa dengan
rangking ketiga di setiap kelompok, meja keempat diisi oleh siswa dengan
rangking empat di setiap kelompok. Setiap siswa dapat berpindah meja
berdasarkan prestasi yang diperolehnya pada turnamen. Siswa yang
memperoleh nilai tertinggi pada setiap meja naik ke meja yang lebih tinggi
tingkatnya. Siswa yang peringkat kedua tetap di meja semula, sedangkan
siswa dengan nilai terendah turun ke meja yang lebih rendah tingkatnya.
d. Penghargaan kelompok
Perolehan skor anggota kelompok dirata-rata menjadi skor kelompok.
Individu dan kelompok yang mencapai kriteria skor tertentu mendapat
penghargaaan.
9. Think Pair and Share
Dikemukakan Basith (2011) maupun Chikmiyah dan Bambang (2012),
strategi pembelajaran TPS berpotensi tinggi dalam memberdayakan
keterampilan metakognititf. Strategi TPS memiliki langkah-langkah/sintaks
khusus yaitu Think, Pair dan Share.
Pada tahap Think, setiap siswa berpikir secara mandiri untuk
memecahkan suatu permasalahan. Adanya “think time” atau waktu untuk
berpikir memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban
mereka sendiri, sehingga keterampilan siswa dalam mengontrol dan
memonitor belajar mereka sendiri (self regulation) dapat meningkat.
Kemampuan siswa dalam mengatur belajarnya sendiri merupakan salah satu
indikator bahwa keterampilan metakognitifnya mulai berkembang
(Livingstone, 1997).
Selanjutnya, pada tahap Pair, siswa berpasangan dengan siswa lain
untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap think. Hasil
dikusi selama tahap pair dapat menambah informasi bagi masing-masing
siswa, sehingga hasil akhir yang didapat akan lebih baik dari jawaban
mereka
sebelumnya. Diskusi antarsiswa memungkinkan siswa untuk menemukan
jawaban atas permasalahan secara bersama-sama. Masing-masing siswa
berkesempatan untuk saling memonitor dan mengevaluasi hasil pemikirannya
sendiri dan hasil pemikiran siswa yang menjadi pasangannya. Proses
membandingkan aktivitas kognitif ini juga menandakan bahwa keterampilan
metakognitif siswa mulai diberdayakan dengan baik (Flavell, 1979). Siswa
yang belajar dalam kelompok-kelompok kecil memiliki kecenderungan untuk
mengasah keterampilan metakognitif daripada siswa yang belajar dengan cara
mendengarkan ceramah dari guru (McKeachie, 1985 dalam Downing, 2009).
Tahap akhir dari strategi pembelajaran TPS adalah tahap Share. Pada
tahap share (berbagi) guru meminta pada pasangan untuk berbagi hasil
pemikiran mereka dengan seluruh kelas. Melalui tahap ini, semua kelompok
dimungkinkan untuk saling mengevaluasi hasil pemikiran mereka sehingga
setiap siswa memiliki kesempatan untuk mengevaluasi aktivitas kognitif baik
dirinya sendiri maupun teman sekelasnya. Selain itu, siswa akan mendapat
tambahan informasi dan menjadi lebih paham bagaimana cara memecahkan
masalah yang diberikan oleh guru. Guru bertugas memberikan koreksi
terhadap jawaban siswa dan memberikan penguatan (reinforcement) di akhir
pembelajaran. Penguatan penting untuk dilakukan agar konsep menjadi
bermakna dan siswa lebih termotivasi dalam belajar (Woolfolk, 2010).
10. Problem Based Learning (PBL)
Sintaks model pembelajaran Problem Based Learning dari Bransford
dan Stein dalam Jamie Kirkley 2003 terdiri atas: a) Mengindentifikasi
masalah,
b) Menetapkan masalah melalui berpikir tentang masalah dan menseleksi
informasiinformasi yang relevan, c) Mengembangkan solusi melalui
pengindentifikasian alternatif-alternatif, tukar-pikiran dan mengecek
perbedaan pandang, d) Melakukan tindakan strategis, dan e) Melihat ulang
dan mengevaluasi pengaruhpengaruh dari solusi yang dilakukan (Direktorat
PMSK, 2014:20).
Sedangkan sintaks model pembelajaran Problem Based Learning
menurut David H Jonassen yaitu “Jenis Trouble Shooting, terditi atas: a)
Merumuskan uraian masalah, b) Mengembangkan masalah, c) Mengetes
penyebab atau proses diagnosis, dan e) Mengevaluasi”(Direktorat PSMK,
2014:21). Dengan sintaks model pembelajaran problem based learning guru
dapat merencanakan tindakan yang akan dilakukan dalam pembelajaran,
sesuai dengan sintaks agar tujuan pembelajaran problem based learning
tercapai.
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Dari uraian yang kami sajikan di atas kemungkinan besar masih terdapat
kekeliruan, Oleh karena itu kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
makalah ini. Kami juga sangat berharap agar Dosen Pembina kami ibu Dr. Hj. Cicih
Sutarsih, M.Pd dan Elin Rosalin, M.Pd. Sekiranya dapat mengoreksi kekurangan-
kekurangan yang terdapat pada makalah ini dan kami berharap hal tersebut menjadi
perbaikan yang sifatnya positif dan membangun bagi kami. Penulis juga menyarankan
agar pembaca lebih mengkaji lagi materi dengan membaca sumber-sumber lain
seperti buku, jurnal, makalah, dan lainnya. Agar lebih memahami mengenai berbagai
macam model-model pembelajaran kontemporer khusus nya pada abad 21 ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alifa, D.M., Fatimah, A., & Intan, R.P. (2018). Penerapan Metode Stem (Science,
Technology, Engineering, Mathematic) Berbasis Proyek Untuk Meningkatkan
Kreativitas Siswa SMA Kelas XI Pada Materi Gas Ideal. Seminar Nasional Pendidikan
Sains, 88-109. [ dapat diakses secara online:
https://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/snps/article/view/12485 ]
Efriani. (2018). Penerapan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw Pada Materi Perilaku
Masyarakat Dalam Perubahan Sosial Budaya di Era Global Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Kelas IX 2 Semester I SMPN 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran
2015/2016. JPIPS: Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, 9(1), 28-43. [ dapat
diakses secara online: https://e-journal.upr.ac.id/index.php/JP-IPS/article/view/1090 ]
Fitriani, B., & Hasnawi, H. (2016). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student
Teams Achievement Division (Stad) Pada Pelajaran PKN di SMA Negeri 1
Watansoppeng. Tomalebbi: Jurnal Pemikiran, Penelitian Hukum, Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan, 3(3), 50-63. [ dapat diakses secara online:
https://ojs.unm.ac.id/tomalebbi/article/view/2848 ]
Maryati, I. (2018). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Materi Pola
Bilangan Di Kelas VII Sekolah Menengah Pertama. Mosharafa: Jurnal Pendidikan
Matematika, 7(1), 63-74. DOI: https://doi.org/10.31980/mosharafa.v7i1.342 [ dapat
diakses secara online:
https://journal.institutpendidikan.ac.id/index.php/mosharafa/article/view/mv7n1_7 ]
Moningka, M.J., & Meilane, S. (2019). Penerapan Metode Think Pair Share Untuk
Meningkatkan Kerja Sama Siswa Kelas VII Pada Mata Pelajaran IPA Terpadu. Bio-
Pedagogi: Jurnal Pembelajaran Biologi, 8(2), 72-76. DOI: https://doi.org/10.20961/bio-
pedagogi.v8i2.34827 [ dapat diakses secara online:
https://jurnal.uns.ac.id/pdg/article/view/34827 ]
Muliyantini, P., & Desak, P.P. (2017). Penerapan Model Pembelajaran GI (Group
Investigation) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas IV. Jurnal Ilmiah Sekolah
Dasar, 1(2), 1-10. DOI: http://dx.doi.org/10.23887/jisd.v1i2.10143 [ dapat diakses
secara online: https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JISD/article/view/10143 ]
Narayani, K.L., I Made, C.W., & Ketut, P. (2016). Penerapan Model Pembelajaran Tipe
Think Pair Share Berbantuan Multimedia Presentasi Pembelajaran Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar. Jurnal PGSD, 4(1), 1-10. DOI:
http://dx.doi.org/10.23887/jjpgsd.v4i2.7780 [ dapat diakses secara
online:
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/article/view/7780 ]
Pohan, A.A., Yunus, A., & Andoyo, S. (2021). Model Pembelajaran Radec Dalam
Pembelajaran Membaca Pemahaman Siswa. Seminar Internasional Riksa Bahasa XIV,
250-259. [ dapat diakses secara online:
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa/article/view/1354 ]
Ratri, P.A. (2016). Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk
Meningkatkan Hasil Kompetensi Rias Wajah Geriatri Bagi Siswa Kelas Xi
Kecantikan Kulit Smk Negeri 3 Purworejo Penerapan Model Pembelajaran Problem
Based Learning Untuk Meningkatkan Hasil Kompetensi Rias Wajah Geriatri Bagi
Siswa Kelas Xi Kecantikan Kulit Smk Negeri 3 Purworejo. (Skripsi). Pendidikan
Tata Rias
Ilmu Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta. [Online].
Diakses dari https://core.ac.uk/download/pdf/270137606.pdf
Shoffa, S., & Suprapti, E. (2017). Peningkatan Hasil Belajar Mahasiswa pada Mata Kuliah
Metode Numerik dengan Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw. MUST: Journal of
Mathematics Education, Science and Technology, 2 (2), hlm. 178-188. [Online].
Diakses dari http://103.114.35.30/index.php/matematika/article/view/736
Solihah, A. (2016). Pengaruh model pembelajaran teams games tournament (TGT) terhadap
hasil belajar matematika. SAP (Susunan Artikel Pendidikan), 1 (1), hlm. 45-53.
[Online]. Diakses dari
https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/SAP/article/view/1010
Sugiata, I.W. (2018). Penerapan Model Pembelajaran Team Game Tournament (Tgt) Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar. Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia, 2(2), 78-87. DOI:
http://dx.doi.org/10.23887/jpk.v2i2.16618 [ dapat diakses secara online:
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JPK/article/view/16618 ]
Ulfa, F. M., Asikin, M., & Dwidayati, N. K. (2019). Membangun Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis Siswa dengan Pembelajaran PjBL terintegrasi Pendekatan
STEM. In Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (PROSNAMPAS), 2 (1), hlm.
612-617. [Online]. Diakses dari
https://proceeding.unnes.ac.id/index.php/snpasca/article/download/348/368
Hosnan. (2014). Pendekatan saintifik dan kontekstual dalam pembelajaran abad 21. Bogor :
Indonesia.http://kin.perpusnas.go.id/DisplayData.aspx?pId=75464&pRegionCode=U
N11MAR&pClientId=112
Sopandi, W., Pratama, Y., & Handayani, H. (2019). Sosialisasi dan Workshop Implementasi
Slavin. (2008). Cooperative Learning, Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
Solihah, Ai. (2016). Pengaruh Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)
terhadap
Hasil Belajar Matematika. Jurnal SAP Vol. 1 No. 1, Hal. 45-53. Tersedia Pada:
https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/SAP/article/view/1010/942
Made,M.N. (2020). Penerapan Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dengan
Media Audio Visual Guna Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Inggris. Journal of
Education Action Research. Vol.4(3). Hlm. 317. Link acces :
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JEAR/index