Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN ABAD 21

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar yang
diampu oleh :
Dr. Hj. Cicih Sutarsih, M.Pd.
Elin Rosalin, M.Pd.

Disusun Oleh:

Alida Nurlatifah (1900998)


Azizah Kinanti (1902118)
Fitriana Kusuma W. (1901563)
Iftitah Alfath R. (1909170)

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN

INDONESIA 2021
PRAKATA

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan rahmat Nya berupa
kesempatan dan pengetahuan sehingga Penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah
yang berjudul “MODEL-MODEL PEMBELAJARAN ABAD 21” ini selesai tepat pada
waktunya. Dengan hadirnya makalah ini, diharapkan dapat memberikan informasi dan
pengetahuan wawasan bagi para pembaca, khususnya mahasiswa Program Studi Administrasi
Pendidikan.
Sholawat dan salam tetap tercurahkan limpahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad Saw., serta keluarga, sahabat dan pengikutnya. Penyusun menyadari tanpa
bantuan dari semua pihak, penulisan makalah ini mungkin tidak dapat terlaksana. Oleh
karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Elin Rosalin, M.Pd. dan Ibu Dr.
Hj. Cicih Sutarsih, M.Pd., M.Pd. Selaku dosen pengampu yang telah memberikan pengarahan
sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna yang
disebabkan karena keterbatasan kemampuan yang penyusun miliki. Sehingga, penyusun
sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
yang selanjutnya dapat disusun dengan lebih baik lagi. Penyusun berharap semoga makalah
ini dapat menambah pengetahuan para pembaca.

Bandung, 25 November 2021

Penyusun
Daftar Isi

PRAKATA.................................................................................................................................2
Daftar Isi.....................................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
A. Latar Belakang................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................4
C. Tujuan.............................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................5
A. Konsep Dasar dan Asumsi Model Pembelajaran Kontemporer......................................5
B. Prinsip, Komponen Model Pembelajaran Kontemporer Abad 21..................................9
D. Penerapan Model Pembelajaran Kontemporer Abad 21 Dalam Pembalajaran............32
BAB III.....................................................................................................................................43
A. Kesimpulan...................................................................................................................43
B. Saran..............................................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................44
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran abad 21 adalah pembelajaran yang mempersiapkan generasi abad


21 yang kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sangat pesat mempunyai
pengaruh terhadap beragam aspek kehidupan, termasuk proses belajar mengajar. Di
samping itu sistem pembelajaran abad 21 adalah suatu peralihan pembelajaran, di
mana kurikulum yang dikembangkan saat ini menuntut sekolah untuk mengubah
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada pendidik menjadi pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Tentu, dalam pendekatan
pembelajaran ini, haruslah dibangun model pembelajaran yang sesuai dengan
perkembangan zaman. Model Pembelajaran menggambarkan prosedur sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang
pengajaran dan para dosen dalam melaksanakan pembelajaran. Pemilihan model
pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, tujuan
yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan peserta
didik. Pada makalah ini, yang dimaksud model pembelajaran adalah model
pembelajaran kontemporer yakni suatu pembelajaran yang berdasarkan teori belajar
kontruktivisme yang berfungsi membekali suatu kemampuan peserta didik dengan
mengakses berbagai suatu informasi yang di butuhkan pada saat belajar sedang
berlangsung. Model pembelajaran kontemporer pada abad 21 ini terdapat berbagai
macam model-model nya, yakni ; Model Pembelajaran RADEC, 1. RADEC (Read,
Answer, Disscuss, Explain, and Create), Jigsaw, STEM (Science, Technology,
Engeneering, and Mathemathics, CTL, SSaintifi, STAD, Group Investigasi, TGT,
Think Pair and Share, dan PBL.

B. Rumusan Masalah

1. Apa konsep dasar dan asumsi dari model pembelajaran kontemporer?


2. Apa saja prinsip, komponen dari model pembelajaran kontemporer (Abad 21)?
3. Bagaimana penerapan model pembelajaran kontemporer (Abad 21) dalam
pembelajaran?

C. Tujuan

1. Dapat memahami konsep dasar dan asumsi dari model pembelajaran kontemporer
2. Dapat mengetahui prinsip, komponen dari model pembelajaran kontemporer
(Abad 21)
3. Dapat mengetahui penerapan model pembelajaran kontemporer (Abad 21) dalam
pembelajaran?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar dan Asumsi Model Pembelajaran Kontemporer

Menurut Pannen, Paulina dkk dalam Sugandi (2004:40) Pembelajaran teori


kontemporer adalah pembelajaran berdasarkan teori kontruktivisme yaitu
pembelajaran berfungsi membekali kemampuan siswa mengakses berbagai
informasi yang dibutukan dalam belajar. Disini guru lebih berfungsi membekali
kemamapuan siswa dalam menyeleksi informasi yang dibutuhkan. Informasi tidak
memuat satu–satunya kebenaran, tetapi informasi hanya memiliki makna dalam
konteks waktu, tempat, permasalahan dan bidang tertentu.

1. RADEC
Model pembelajaran RADEC adalah salah satu alternatif model
pembelajaran yang sesuai dengan kondisi Indonesia (Sopandi, 2017).
Model ini pertama kali diperkenalkan Sopandi (2017) dalam suatu
konferensi Internasional di Kuala Lumpur, Malaysia. Nama model ini
disesuaikan dengan sintaks yaitu Read, Answer, Discussion, Explain, dan
Create (RADEC).
a. Read
Pada tahap ini, peserta didik membaca informasi dari berbagai
sumber termasuk buku, sumber informasi lain dicetakdan sumber
informasi elektronik seperti internet. Dalam rangka untuk
membimbing peserta didik dalam memahami informasi disediakan
dengan pertanyaan pra-pembelajaran. Pertanyaan pra-pembelajaran
adalah pertanyaan yang berkaitan dengan materi ajar.
b. Answer
Pada tahap ini peserta didik menjawab pertanyaan-pertanyaan pra-
mengajar berdasarkan pengetahuan yang diperoleh kegiatan Read
(Membca). Pertanyaan-pertanyaan pra-mengajar disusun dalam
bentuk worksheet (lembar kerja).
c. Discuss
Pada tahap ini peserta didik belajar dalam kelompok untuk membahas
jawaban mereka dari pertanyaan pra-mengajar. Guru memotivasi
peserta didik berhasil dalam melakukan tugas-tugas tertentu dari
LKS untuk memberikan bimbingan kepada teman-teman yang belum
menguasai mereka.
d. Exlplain
Pada tahap ini, melakukan kegiatan presentasi. Bahan ajar yang
disajikan mencakup semua indikator pembelajaran aspek kognitif
yang telah dirumuskan dalam rencana pelajaran. Urutan presentasi
disesuaikan dengan urutan indikator pembelajaran dirumuskan dalam
rencana pelajaran.
e. Create
Pada tahap ini, guru memfasilitasi peserta didik untuk belajar
menggunakan pengetahuanmereka yang telah dikuasai untuk
menghasilkan ide-ide atau pemikiran kreatif. Berpikir kreatif dapat
dirumuskan sebagai pertanyaan produktif, masalah, atau pikiran
membuat karya-karya kreatif lainnya.

2. Jigsaw
Model pembelajaran jigsaw adalah suatu teknik pembelajaran
kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang
betanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya
(Fathurrohman, 2015, hlm. 63).
Menurut Rusman (2018, hlm. 217) kata jigsaw berasal dari bahasa
inggris yang berarti gergaji ukir dan ada juga yang mengartikannya sebagai
puzzle yang berarti sebuah teka-teki menyusun potongan gambar.
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini mengambil pola cara bekerja sebuah
gergaji (zigzag), yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara
bekerja sama antar kelompok dengan silangan siswa kelompok lain (kelompok
ahli) untuk mencapai tujuan bersama.

3. STEM
STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematic) adalah
pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan antara pengetahuan alam,
teknologi, mesin dan matematika dalam satu pengalaman belajar siswa.
a. Science
Sains merupakan kajian berhubungan dengan peristiwa alam yang
melibatkan penyelidikan, penelitian dan pengukuran untuk menjelaskan
sebab akibat dari sebuah fenomena alam. Penyelidikan dan penilitian sains
dapat digunakan untuk mengidentifikasi bukti – bukti yang dibutuhkan
untuk menjawab pertanyaan ilmiah dan menjawab permasalahan dalam
kehidupan manusia.
b. Techonology
Inovasi atau penemuan manusia yang dapat berupa perangkat lunak dan
keras sebagai sarana untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan manusia,
sehingga dapat mempermudah pekerjaan manusia untuk kehidupan yang
lebih maju.
c. Engineering
Pengetahuan dan keterampilan untuk mendesain, mengaplikasikan,
mereplikasi serta marekayasa sebuah karya berupa peralatan, sistem dan
mesin yang dapat digunakan oleh manusia untuk mempercepat dan
mempermudah proses produksi terhadap barang dan jasa.
d. Mathematic
Ilmu yang berhubungan dengan numerasi, pola perubahan dan hubungan,
ruang dan bentuk. keterampilan berpikir secara rasional dan logis serta
bernalar, dan menggunakannya secara sistematik dan terstruktur.
4. CTL
Model Pembelajaran CTL menurut Sanjaya (2006) menyatakan bahwa
belajar dalam CTL bukan hanya sekadar duduk, mendengarkan dan mencatat,
tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung. Contextual
Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan
materi yang dipelajarinya dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan
nyata, sehingga siswa didorong untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan
mereka. Sedangkan Blanchard (Trianto, 2007) mengemukakan bahwa
pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan
yang erat dengan pengalaman sesungguhnya.
Pembelajaran kontekstual adalah "konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidu-pan mereka sehari-hari,
dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelaaran efektif, yakni:
konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan
(inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling),
dan penilaian sebenarnya (authentic assessment)".

5. Saintific
Pendekatan scientific adalah pembelajaran yang menggunakan
kaidahkaidah keilmuan. Pendekatan scientific atau metode ilmiah pada
umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi,
menanya, eksperimen, mengolah infomasi atau data, kemudian
mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2014:19).
Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Hosnan (2014:34)
pendekatan scientific adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian
rupa agar peserta didik secara aktif mengontruk konsep, hokum atau prinsip
melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan
masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik
kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hokum atau prinsip yang
ditemukan.

6. STAD
Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah satu
metode pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif tipe STAD
membuat mahasiswa berinteraksi dan saling berdiskusi dalam memunculkan
strategi- strategi pemecahan masalah yang efektif, menumbuhkan kemampuan
kerjasama, berpikir kritis, dan mengembangkan sikap sosial mahasiswa.
STAD memiliki beberapa ciri-ciri yang menjadikan metode
pembelajaran ini berbeda dengan metode-metode yang lain. Ciri-ciri tersebut
(Asmawati, 2011), yaitu sebagai berikut:
a. Mahasiswa dalam kelompok diharuskan bekerja sama untuk
menyelesaikan materi yang diberikan oleh dosen untuk dicari
pemecahannya.
b. Kelompok yang dibentuk merupakan kelompok yang heterogen, terutama
dalam hal akademik, di mana terdapat mahasiswa yang memiliki
kemampuan akademik yang tinggi, sedang, dan kemampuan yang rendah.
c. Kriteria kelompok heterogen tersebut dapat ditambahkan dengan
perbedaan dalam jenis kelamin, suku, maupun ras.
d. Penghargaan yang diberikan oleh dosen, lebih baik berorientasi pada
kelompok, dibandingkan berorientasi pada mahasiswa.

7. Group Investigasi
Group investigation merupakan penemuan yang dilakukan siswa
secara berkelompok melakukan pekerjaan dengan aktif, yang memungkinkan
mereka menemukan suatu prinsip (Slavin dalam Kesuma, 2013). Group
investigation membantu guru untuk mengaitkan antara materi dengan keadaan
nyata siswa serta mendorong siswa menerapkan pengetahuan dalam kehidupan
mereka (Kesuma, 2013). Sejalan dengan hal tersebut, penelitian yang
dilakukan oleh Sri Wahyuni (2014) menunjukkan bahwa penerapan group
investigation mampu meningkatkan minat dan hasil belajar siswa serta
membantu siswa untuk menerapkan pengetahuannya dalam kehidupannya.
Group investigation adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif
berbasis penemuan dimana setiap kelompok berangggotakan 4-6 orang dengan
komposisi kelompok heterogen (Rusman, 2010). Langkah-langkah group
investigation berbantuan media flanelgraf dalam pembelajaran yaitu
membentuk kelompok dan pemilihan topik, merencanakan penyelesian topik,
melakukan investigasi berbantuan media flanelgraf, penyusunan laporan,
mempresentasikan laporan, dan evaluasi.

8. TGT
Menurut Kiranawati (2007) pembelajaran kooperatif model TGT
(Teams Games Tournament) adalah salah satu tipe atau model pembelajaran
kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa
harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan
mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan
permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT
memungkinkan mahasiswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan
tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Model belajar mengajar turnamen-permainantim (Teams Games
Tournament) yang dikembangkan oleh Robert Slavin (1990), merupakan
teknik belajar dengan menggabungkan kelompok belajar dengan kompetisi
tim, dan bisa digunakan untuk meningkatkan pembelajaran beragam fakta,
konsep dan ketrampilan (Silberman 2006). Model ini akan merangsang
keaktifan mahasiswa, sebab dalam Teams Games Tournament semua
mahasiswa tidak ada yang tidak aktif menyuarakan pendapatnya, mahasiswa
dengan kemampuan kelompok bawah maupun kelompok atas bekerjasama
menyelesaikan tugas- tugas yang diberikan pengajar.
9. Think Pair and Share
Model cooperative learning tipe think pair share adalah “model
pembelajaran kooperatif yang pertama kali dikembangkan oleh Profesor Frank
Lyman dan koleganya di Universitas Maryland pada tahun 1981” (Kaddoura,
2013: 4). Menurut M Sunita (2014: 62) think pair share merupakan model
pembelajaran diamana peserta didik berpikir secara mandiri tentang
permasalahan yang diberikan oleh guru kemudian diskusi dengan pasangan
dan membagikan hasil diskusi tersebut kepada teman di kelas. Sama halnya
menurut Shoimin (2014: 208) dalam pembelajaran TPS ini peserta didik
diberikan kesempatan untuk berfikir secara sendiri, berdiskusi, saling
membantu dengan teman kelompok, dan peserta didik dapat berbagi informasi
kepada teman atau kelompok lain.
Sedangkan menurut Tint dan Nyunt (2015: 02) think pair share adalah
model pembelajaran kooperatif yang cocok diterapkan untuk peserta didik
yang baru belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif. Sehingga,
peneliti dapat menyimpulkan bahwa model cooperative learning tipe think pair
share merupakan model pembelajaran kooperatif yang mengutamakan peserta
didik untuk berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

10. PBL
Pembelajaran berbasis masalah atau sering dikenal dengan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang
dipusatkan pada siswa melalui pemberian masalah dari dunia nyata di awal
pembelajaran. Menurut Duch dalam Suharia (2013) PBL adalah model
pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengenal cara belajar dan
bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah dalam
kehidupan.
Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ini
muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mampu menggali kemampuan
berpikir kritisnya apabila dilibatkan secara aktif untuk memecahkan suatu
permasalahan kaitannya dengan mata pelajaran Biologi. Guru dapat membantu
proses ini, dengan memberikan umpan balik kepada siswa untuk bekerjasama
menemukan atau menerapkan sendiri ide-idenya dalam menganalisis dan
memecahkan suatu permasalahan.

B. Prinsip, Komponen Model Pembelajaran Kontemporer Abad 21


1. RADEC
Prinsip dasar dari model pembelajaran RADEC ini adalah bahwa semua siswa
memiliki potensi dan kapasitas untuk belajar secara mandiri dan belajar lebih
tinggi untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan (Sopandi, 2017).
Komponen nya yaitu sebagai berikut :
 Pembelajaran RADEC senantiasa mendorong siswa untuk terlibat secara
aktif dalam proses pembelajaran
 Pembelajaran RADEC mendorong siswa untuk belajar secara mandiri
 Pembelajaran RADEC senantiasa menghubungkan apa yang diketahui
siswa dengan materi yang dipelajari
 Pembelajaran RADEC menghubungkan materi yang dipelajari dengan
kehidupan nyata atau isu-isu kontemporer
 Pembelajaran RADEC memberikan peluang kepada siswa untuk
mempelajari materi secara mendalam melalui tugas prapembelajaran.
 Pembelajaran RADEC senantiasa memberikan peluang bagi siswa untuk
aktif mengajukan pertanyaan, berdiskusi, mengajukan rencana
penyelidikan, dan menyimpulkan materi yang dipelajari.
2. Jigsaw
Prinsip dasarnya di mana pembelajaran melalui penggunaan kelompok kecil
siswa yang bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk
mencapai tujuan pembelajaran dan mendapatkan pengalaman belajar yang
maksimal, baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok.
Komponen nya yaitu sebagai berikut :
 Kelompok kecil
 Belajar bersama
 Pengalaman belajar
3. STEM
Prinsip nya yaitu sebagai berikut :
 Pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk mengidentifikasi pertanyaan
dan masalah dalam situasi kehidupannya, menjelaskan fenomena alam,
mendesain,serta menarik kesimpulan berdasar bukti mengenai isus- isu
tentang STEM.
 Memahami karakteristik fitur- fitur disiplin STEM sebagai bentukbentuk
pengetahuan, penyelidikan, serta desain, yang digagas manusia.
 Kesadaran bagaimana disiplin – disiplin STEM membentuk lingkungan
material intelektual dan kultural.

Komponen nya yaitu sebagai berikut :

 Mengajukan pertanyaan science


 Mengembangkan dan menggunakan model.
 Merencanakan dan melakukan investasi
 Menganalisis dan menafsirkan data.
4. CTL
Menurut Idrus Hasibuan (2014). MODEL PEMBELAJARAN CTL
(CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) menyebutkan terdapat 3
prinsip CTL yaitu sebagai berikut :
 Prinsip Kesaling-bergantungan
Prinsip kesaling-bergantungan mengajarkan bahwa segala sesuatu di alam
semesta saling bergantung dan saling berhubungan. Dalam CTL prinsip
kesaling-bergantungan mengajak para pendidik untuk mengenali
keterkaitan mereka dengan pendidik lainnya, dengan siswa-siswa, dengan
masyarakat dan dengan lingkungan. Prinsip kesaling-bergantungan
mengajak siswa untuk saling bekerjasama, saling mengutarakan pendapat,
saling mendengarkan untuk menemukan persoalan, merancang rencana,
dan mencari pemecahan masalah.
 Prinsip Diferensiasi
Prinsip diferensiasi merujuk pada dorongan terus menerus dari alam
semesta untuk menghasilkan keragaman, perbedaan dan keunikan. Dalam
CTL prinsip diferensiasi membebaskan para siswa untuk menjelajahi bakat
pribadi, memunculkan cara belajar masing-masing individu, berkembang
dengan langkah mereka sendiri.
 Prinsip Pengaturan Diri
Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa segala sesuatu diatur,
dipertahankan dan disadari oleh diri sendiri. Prinsip ini mengajak para
siswa untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Mereka menerima
tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif,
membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi,
menciptakan solusi dan dengan kritis menilai bukti.
Komponen nya yakni ; konstruktivisme, penemuan, bertanya, masyarakat
belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian otentik.
5. Saintific
Menurut Hosnan (2014) Prinsip nya yaitu sebagai berikut berikut :
 Siswa diharapkan mampu meningkatkan daya pikir terutama dalam HOTS
(high order thinking skill) keterampilan/kapabilitas berpikir tingkat tinggi.
 Siswa bisa memecahkan masalah dengan runtut dan terstruktur.
 Suasana pembelajaran yang dihadapi siswa bisa menyadarkan mereka
bahwa belajar adalah suatu kebutuhan.
 Siswa memperoleh hasil belajar yang baik dan bermakna.
 Saintifik ini bisa membuat siswa mengutarakan gagasan dan ide melalui
tulisan maupun lisan.

Komponen Saintifik yaitu sebagai berikut :

 Aktivitas belajar berfokus pada peserta didik.


 Kegiatan belajar bertujuan untuk menciptakan konsep diri pada peserta
didik.
 Aktivitas belajar bebas dari verbalisme.
 Kegiatan belajar membantu siswa dalam memahami konsep, hukum &
prinsip.
 Aktivitas belajar mampu meningkatkan keterampilan berpikir peserta didik.
 Aktivitas belajar ini bisa meningkatkan semangat mengajar guru dan
semangat belajar peserta didik.
 Keterampilan siswa dalam mengutarakan pendapat akan meningkat
 Terdapat penerimaan ilmu berupa hukum, prinsip dan konsep yang
terbangung dalam sistem kognitif peserta didik.
6. STAD
Menurut Priyono, wahid. 2012. Prinsip nya sebagai berikut :
 Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang dikerjakan dalam kelompoknya.
 Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota
kelompok mempunyai tujuan yang sama.
 Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung
jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
 Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
 Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan
membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses
belajarnya.
 Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan
secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Komponen nya yaitu sebagai berikut :

Menurut Slavin (dalam Noornia, 1997: 21) ada lima komponen utama dalam
pembelajaran kooperatif metode STAD, yaitu:

 Penyajian Kelas
Penyajian kelas merupakan penyajian materi yang dilakukan guru secara
klasikal dengan menggunakan presentasi verbal atau teks. Penyajian
difokuskan pada konsep-konsep dari materi yang dibahas. Setelah
penyajian materi, siswa bekerja pada kelompok untuk menuntaskan materi
pelajaran melalui tutorial, kuis atau diskusi.
 Menetapkan siswa dalam kelompok
Kelompok menjadi hal yang sangat penting dalam STAD karena didalam
kelompok harus tercipta suatu kerja kooperatif antar siswa untuk mencapai
kemampuan akademik yang diharapkan. Fungsi dibentuknya kelompok
adalah untuk saling meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok dapat
bekerja sama dalam belajar. Lebih khusus lagi untuk mempersiapkan
semua anggota kelompok dalam menghadapi tes individu. Kelompok yang
dibentuk sebaiknya terdiri dari satu siswa dari kelompok atas, satu siswa
dari kelompok bawah dan dua siswa dari kelompok sedang. Guru perlu
mempertimbangkan agar jangan sampai terjadi pertentangan antar anggota
dalam satu kelompok, walaupun ini tidak berarti siswa dapat menentukan
sendiri teman sekelompoknya.
 Tes dan Kuis
Siswa diberi tes individual setelah melaksanakan satu atau dua kali
penyajian kelas dan bekerja serta berlatih dalam kelompok. Siswa harus
menyadari bahwa usaha dan keberhasilan mereka nantinya akan
memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesuksesan kelompok.
 Skor peningkatan individual
Skor peningkatan individual berguna untuk memotivasi agar bekerja keras
memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hasil sebelumnya.
Skor peningkatan individual dihitung berdasarkan skor dasar dan skor tes.
Skor dasar dapat diambil dari skor tes yang paling akhir dimiliki siswa,
nilai pretes yang dilakukan oleh guru sebelumnya melaksanakan
pembelajaran kooperatif metode STAD.
 Pengakuan kelompok
Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberikan penghargaan atas
usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar. Kelompok dapat
diberi sertifikat atau bentuk penghargaan lainnya jika dapat mencapai
kriteria yang telah ditetapkan bersama. Pemberian penghargaan ini
tergantung dari kreativitas guru.
7. Group Investigasi
Dalam model pembelajaran tipe GI terdapat lima prinsip yang dianut, yaitu:
 Belajar Siswa Aktif (student active learning)
Proses pembelajaran dengan menggunnakan model pembelajaran ini
berpusat pada siswa, aktivitas belajar lebih dominan dilakukan siswa,
pengetahuan yang dibangun dan ditemukan adalah dengan belajar
bersama- sama dengan anggota kelompok sampai masing-masing siswa
memahami materi pembelajaran dan mengakhiri dengan embuat laporan
kelompok. Dalam kegiatan kelompok, sangat jelas aktivitas siswa dengan
bekerja sama, melakukan diskusi, mengemukakan ide masing-masing
anggota dan megujinya secara bersama-sama, siswa menggali seluruh
informasi yang berkaitan dengan toik yang menjadi bahan kajian kelompok
dan mendiskusikan pua dengan kelompok lainnya.
 Belajar Kerjasama
Proses bekerjasama dalam kelompok untuk membangaun pengetahuan
yang tengah dipelajari. Prinsip pembelajaran inilah yang melandasi
keberhasilan penerapan model pembelajaran kooperatif. Seluruh siswa
terlibat secara aktif dalam kelompok untuk melakukan diskusi,
memecahkan masalah dan mengujinya secara bersama-sama, sehingga
terbentuk pengetahuan baru dari hasil kerjasama mereka. Diyakini
pengetahuan yang diperoleh melalui penemuan-penemuan dari hasil
kerjasama ini akan lebih bernilai permanen dalam pemahaman masing-
masing siswa.
 Pembelajaran Partisipatorik
Pembelajaran ini juga menganut prinsip dalam pembelajarna partisipatorik,
sebab melalui model pembelajarna ini siswa belajar dengan melakukan
sesuatu (learning by doing) secara bersama-sama untuk ,eme,ukan dan
membangun pengetahuan yang menjadi tujuan pembelajaran.
 Reactive Teaching
Untuk menerapkan model pembelajaran ini, guru perlu menciptakan
strategi yang tepat agar seluruh siswa mempunyai motivasi belajar yang
tinggi. Motivasi siwa dapat dibangkitkan jika guru mampu menciptakan
suasana belajar yang menyenangkan dan menarik serta dapat meyakinkan
siswanya akan manfaat pelajaran ini untuk masa depan mereka. Jika guru
mengetahui bahwa siswanya merasa bosan, maka guru guru harus segera
mencari cara untuk mengantisispasinya.
 Pembelajaran yang menyenangkan
Pembelajaran kooperatif ini menganut prinsip pembelajaran yang
menyengkan, dalam arti pembelajaran harus berjalan dalam suassana
menyenangkan, tidak ada lagi suasana yang menakutkan bagi siswa atau
suasana belajar tertekan. Suasana belajar yang menyenagkan harus dimulai
dari sikap dan perilaku guru di luar maupun di dalam kelas. Guru harus
memiliki sikap yang ramah dengan tutur bahasa yang menyayangi siswa-
siswanya.
Komponen nya yakni ; investigasi, interaksi, penafsiran, dan motivasi
intrinsik (Sharan & Sharan, 1992).
8. TGT
Menurut Solihah (2016). Prinsip TGT yakni ; strategi pembelajaran yang
menempatkan siswa dalam kelompok belajar yang beranggotakan 4-5 orang
siswa yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda, dimulai dari guru
menyampaikan tujuan pembelajaran serta menyajikan materi, dan siswa
bekerja serta saling membantu dalam kelompok masing-masing untuk
menyelesaikan tugas atau memahami materi pelajaran dengan bimbingan guru,
dan di akhir pembelajaran diadakan turnamen untuk memastikan seluruh siswa
menguasai materi pelajaran.
Menurut Slavin (2008). Komponen nya yakni ; presentasi kelas, tim,
pertandingan, turnamen, dan pengakuan tim.
10. Think Pair and Share
Prinsip nya yakni ; Dalam model pembelajaran Think Pair and Share, prinsip –
prinsip tersebut dapat dilihat melalui kerja kelompok yang dilakukan secara
berpasangan. Dimana siswa secara berpasangan berinteraksi dan
mendiskusikan
masalah – masalah yang disampaikan oleh guru. Melalui moment tersebut
siswa dapat mengutarakan pendapat – pendapat mereka dan dapat pula berbagi
pengetahuan dengan teman kelompoknya, sehingga melalui kerja kelompok
tersebut dapat memperoleh tambahan ilmu, yang awalnya tidak tahu menjadi
tahu. Dalam hal ini guru juga berperan penting dalam mengkoordinasi siswa
sehingga siswa dapat berperan aktif dalam kelompok masing – masing.
Adanya sosialisasi antar siswa dan guru mampu mempermudah siswa dalam
memahami dan menyelesaikan masalah – masalah yang di ajukan oleh guru
sebelumnya sehingga mampu memperoleh hasil yang maksimal. Dari proses
kerjasama dan hasil diskusi tersebut, secara tidak langsung mampu membuat
siswa menilai diri masing – masing seberapa efektif mereka dalam
menyelesaikan masalah – masalah yang ada dalam proses pembelajaran
terutama pada pembelajaran yang menggunakan model Think Pair and Share.
Komponen nya yakni ; self planning pada tahap berpikir (think), self
monitoring pada tahap berpasangan (pair) dan self evaluation pada tahap
berbagi (share).
11. PBL
Prinsip nya yakni ;
 Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.
 Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata
yang tidak terstruktur.
 Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective).
 Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh mahasiswa,
sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi
kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar;
 Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama
 Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan
 Evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM;
 Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif;
 Pengembangan keterampilan inquiry (menemukan) dan pemecahan
masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk
mencari solusi dari sebuah permasalahan.
 Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah
proses belajar.
 PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman mahasiswa dan proses
belajar

Komponen nya yaitu sebagai berikut : (1) Pertanyaan-pertanyaan, kasus,


masalah atau proyek, (2) kasus-kasus yang saling terkait satu sama lain, (3)
sumber-sumber informasi, (4) cognitive tools, (5) pemodelan yang dinamis, (6)
percakapan dan kolaborasi, (7) dukungan kontekstual/sosial.

C. Sintak Model Pembelajaran Kontemporer Abad 21


1. RADEC (Read, Answer, Disscuss, Explain, and Create)
Sintaks pembelajaran RADEC (Read, Answer, Disscuss, Explain, and Create)
mengacu pada filsafat konstruktivisme Vygotsky dalam empat tahap
perkembangan Zona Perkembangan Proksimal atau (ZPD) Zona Proksimal
Development yang sejalan dengan proses belajar yang membentuk proses
mengkonstruksi pengetahuan, bukan proses menerima pengetahuan.

a. Tahap Read (R) atau Membaca


Pada taraf ini siswa mencari data dari berbagai sumber, antara lain
buku, sumber data tercetak, dan sumber informasi lainnya, misalnya lewat
internet. Untuk membimbing siswa mencari informasi, pertanyaan pra
pembelajaran diberikan kepada siswa berdasarkan materi yang telah
mereka pelajari. Tingkat berpikir yang dibutuhkan oleh pertanyaan harus
berkisar dari Lower Order Thinking (LOT) hingga Higher order thinking
(HOT). Mulai dari mengingat informasi, mengembangkan contoh soal
produktif,
rumusan masalah, dan rencana produk yang dapat dikembangkan
berdasarkan materi yang dipelajari.
Pertanyaan pra-sekolah diajukan sebelum pembelajaran di kelas. Untuk
menjawab pertanyaan tersebut, kegiatan menggali informasi dilakukan
sendiri oleh siswa di luar kelas. Kegiatan ini didasarkan pada gagasan
bahwa informasi dapat diperoleh tanpa bantuan orang lain. Siswa dapat
meminta teman-teman (peer tutor) atau guru selama pertemuan kelas.
Dengan metode ini, pendidikan di kelas dapat mengembangkan
pengembangan aspek-aspek lain yang memerlukan interaksi dengan orang
lain dalam perkembangannya. Dengan membagikan tugas mandiri sebelum
pembelajaran dikelas akan mendorong pembelajaran dikelas lebih fokus
pada materi yang dianggap sulit.
Pada sintaks Read (membaca) inilah tindakan anak masih dipengaruhi
orang lain terutama orang tua. Tahap pertama pada ZPD ini disebut More
Dependence to Others Stage. Hal ini karenasiswa selalu mendapatkan
bantuan dari pihak lain dalam memecahkan masalah. Sehingga
terwujudnya model pembelajaran kooperatif maupun kolaboratif dalam
mengembangkan kognitif pada anak secara konstruktif.
b. Tahap Answer (A) atau Menjawab
Pada tahap ini siswa menjawab pertanyaan pra-learning berbasis pada
pengetahuan yang diperoleh pada tahap membaca (R) dalam bentuk
Kegiatan Mahasiswa Lembar (LKS). Dengan kegiatan ini, siswa secara
mandiri melihat kesulitan materi dengan mengidentifikasi kesulitan dalam
menjawab pertanyaan pra-belajar. Prelearning pertanyaan yang diberikan
oleh guru kepada siswa dapat mendorong siswa untuk memperoleh
pemahaman dari informasi yang mereka baca.
Tahap answer ini, siswa menanggapi persoalan pra-pembelajaran
bersumber pada pengetahuan yang diperoleh pada tahap membaca (R).
Pada kegiatan ini, siswa secara mandiri memandang kesukaran, mengenali
perihal apa saja yang jadi kesukaran dalam menanggapi pertanyaan pra
pembelajaran. Sedangkan di tahap answer (A) yang mana kinerja siswa
tidak banyak mengharap dari pihak lain. Siswa lebih fokus pada self
assistance, sehingga siswa dapat membantu dirinya sendiri.
c. Tahap Discuss (D) atau Berdiskusi
Selama diskusi ini, siswa belajar dengan menjawab pertanyaan dari
pertanyaan pra-studi. Dalam kegiatan ini guru mendorong siswa untuk
aktif dalam berdiskusi. Guru juga memotivasi siswa yang telah
menyelesaikan tugas dan menjawab dengan baik. Siswa yang belum
berhasil dalam menggunakannya, guru memberikan kesempatan untuk
meminta siswa yang telah menguasai materi. Dengan cara ini guru dapat
mengetahui kelompok atau yang memiliki ide-ide kreatif sebagai bentuk
menerapkan konsep dikuasai. Jadi sintaks ini masih termasuk dalam tahap
self-assistance pada tahap ZPD karena anak-anak dapat membantu diri
mereka sendiri dengan meminta rekan-rekan mereka atau guru.
Guru bisa menganalisa tugas dari semua siswa atau kelompok
mengalami kesulitan. Dimana kesulitan ini kemudian dipaparkan oleh guru
klasik untuk semua kelompok pada tahap menjelaskan (E). Diskusi tahap
(D) berakhir ketika siswa telah menyelesaikan tugas diskusi mereka atau
tidak dapat melanjutkan pekerjaan mereka karena kesulitan.
d. Tahap Explain (E) atau Menjelaskan
Tahap kegiatan ini adalah presentasi klasik. Materi yang disajikan
meliputi semua aspek kognitif indikator pembelajaran yang terkandung
dalam belajar. Urutan presentasi disesuaikan dengan urutan indikator
disusun dalam rencana pelajaran. Pada tahap ini, perwakilan mahasiswa
diminta untuk menjelaskan konsep-konsep dasar mereka telah menguasai
di depan kelas. Dalam kegiatan ini, memastikan guru bahwa materi
dijelaskan secara ilmiah dan bahwa semua siswa memahami penjelasan.
Sintaks explain (E) atau tahap menjelaskan di mana kinerja anak lebih
terinternalisasi secara otomatis. Tahap ketiga dalam ZPD disebut
Internalisasi dan Otomasi Stage. Pada tahap ini, kesadaran akan
pentingnya pengembangan diri dapat muncul dengan sendirinya tanpa
paksaan atau arahan dari pihak lain. Tapi anak-anak pada tahap ini belum
mencapai kematangan benar karena mereka masih menemukan diri mereka
sendiri.
e. Tahap Create (C) atau Mengkreasi
Pada tahap mencipta, guru mendorong dan menginspirasi untuk
menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya untuk memecahkan
masalah dimana hasil akhir dari pemecahan masalah tersebut dapat berupa
produk. Guru dapat menginspirasi siswa untuk memunculkan ide - ide
kreatif dengan memberikan model desain kreatif yang belum pernah
diwujudkan sendiri atau orang lain. Pada tahap ini siswa,
mengkomunikasikan ide - ide kreatif, membuat keputusan tentang ide - ide
yang akan diwujudkan, merencanakan, melaksanakan, melaporkan dan
mempresentasikan hasil ide kreatif dalam berbagai bentuk.
Secara sintaksis, create (C) atau explain merupakan tahap dimana
penampilan anak mengungkapkan perasaan dari hati, jiwa dan emosi yang
dilakukan secara berulang-ulang. Tahap keempat dalam ZPD disebut
Tahap De-otomatisasi. Pada tahap ini, apa yang disebut otomatisasi de exit
yang merupakan puncak kinerja yang sebenarnya
2. Jigsaw
Dalam pembelajaran tipe jigsaw dibentuk kelompok-kelompok
heterogen beranggotakan 4 sampai 6 siswa. Materi pelajaran disajikan kepada
siswa dalam bentuk teks dan setiap siswa bertanggung jawab atas pengusaan
bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian materi tersebut kepada
anggota kelompok lainnya (Arends,1997 dalam Ratumanan, 2004:143).
Model pembelajaran jigsaw ini termasuk jenis pembelajaran koperatif
dengan sintaks seperti: pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok
heterogen, berikan bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai
dengan banyak siswa dalam kelompok, tiap anggota kelompok bertugas
membahasa bagian tertentu, kemudian setiap kelompok bahan belajar sama,
buat kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja
sama dan diskusi, kembali ke kelompok asalnya, pelaksanaan tutorial pada
kelompok asal oleh anggota kelompok ahli, penyimpulan dan evaluasi,
refleksi. Kooperatif Model Tim Ahli (Aronson, Blaney, Stephen, Sikes, And
Snapp, 1978). Berikut adalah sintaks model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw.
Fase Kegiatan Guru/ Dosen
Fase I Memusatkan perhatian siswa
Menyampaikan Membangkitkan minat dan memotivasi siswa
tujuan dan Menyampaikan tujuan pembelajaran
memotivasi siswa
Menyampaikan skenario pembelajaran (langkah-langkah
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw)
Fase 2 Mengingatkan secara garis besar materi prasyarat
Menyajikan Menyampaikan secara garis besar materi yang akan
informasi dipelajari
Fase 3 Mengorganisasikan siswa dalam kelompok ahli dan
Mengorganisasikan membagikan materi ahli
siswa ke dalam Memberikan penjelasan kepada setiap kelompok ahli
kelompok- bahwa setiap anggota harus bertanggung jawab terhadap
kelompok materi yang ditugaskan kepadanya yang nantinya
belajar mereka harus menjelaskan kepada teman-temannya pada
kelompok asal Mengorganisasikan siswa kembali ke
kelompok asal2)
masingmasing
Fase 4 Membimbing kelompok ahli untuk berdiskusi tentang
Membimbing materi yang menjadi tanggung jawabnya
kelompok bekerja Mengamati setiap kelompok ahli secara bergantian
dan belajar Membimbing kelompok asal berdiskusi dan mengerjakan
tugas
Memberi bantuan kepada kelompok (ahli atau asal) jika ada
yang mengalami kesulitan
Fase 5 Membagikan soal kuis
Evaluasi Memberikan penjelasan bahwa setiap anggota kelompok
tidak boleh saling membantu dalam mengerjakan kuis
Fase 6 Memberikan penghargaan kepada kelompok yang
Pemberian mendapatkan skor tertinggi
penghargaan3)

3. STEM (Science, Technology, Engeneering, and Mathemathics)


STEM merupakan singkatan dari Science, Technology, Engineering
dan Mathematics. Pembelajaran dengan pendekatan STEM diidentifikasikan
sebagai pembelajaran yang menggabungkan empat disiplin ilmu yaitu Science,
Teknologi, Engineering dan Mathematics dengan memfokuskan proses
pembelajaran yang mengeksplorasi dua atau lebih bidang yang melibatkan
siswa aktif dalam konteks pemecahan masalah dalam dunia nyata (Sanders,
2009); Roberts, 2012); Bybee, 2013). Lebih jauh, Roberts dan Bybee
menyatakan bahwa ke-empat disiplin ilmu yang terintegrasi dalam STEM
tersebut harus menjadi satu kesatuan yang holistik. Penerapan STEM dalam
pembelajaran harus menekankan beberapa aspek yaitu: (1) mengajukan
pertanyaan dan mejelaskan masalah; (2) mengembangkan dan menggunakan
model; (3) merancang dan melaksanaan penelitian, (4) menginterpretasi dan
menganalisis data; (5) menggunakan pemikiran matematika dan komputasi,
(6) membuat penjelasan dan merancang solusi; (7) Berpartisipasi dalam
kegiatan argumentasi yang didasarkan pada bukti yang ada (8) mendapatkan
informasi, memberikan evaluasi dan menyampaikan informasi (National
Research Council, 2012).
Dalam realisasinya, pembelajaran STEM project-based learning
dilakukan mengikuti sintaks pembelajaran berbasis proyek pada, yaitu: (1)
penentuan pertanyaan mendasar, (2) menyusun perencanaan proyek, (3)
menyusun jadwal, (4) monitoring, (5) menguji hasil, (6) evaluasi pengalaman
(Kemdikbud, 2013).
a) Fase 1: Penentuan pertanyaan mendasar (start with essential question)
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang
dapat memberi penugasan siswa dalam melakukan suatu aktivitas.
Pertanyaan disusun dengan mengambil topik yang sesuai dengan realitas
dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Pertanyaan
yang disusun hendaknya tidak mudah untuk dijawab dan dapat
mengarahkan siswa untuk membuat proyek. Pertanyaan seperti itu pada
umumnya bersifat terbuka (divergen), provokatif, menantang,
membutuhkan keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thinking),
dan terkait dengan kehidupan siswa. Guru berusaha agar topik yang
diangkat relevan untuk para siswa.
b) Fase 2: Menyusun perencanaan proyek (design project) Perencanaan
dilakukan secara kolaboratif antara guru dan siswa. Dengan demikian
siswa diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut.
Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan kegiatan yang dapat
mendukung dalam menjawab pertanyaan penting, dengan cara
mengintegrasikan berbagai materi yang mungkin, serta mengetahui alat
dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.
c) Fase 3: Menyusun jadwal (create schedule) Guru dan siswa secara
kolaboratif menyusun jadwal kegiatan dalam menyelesaikan proyek.
Aktivitas pada tahap ini antara lain: membuat jadwal untuk menyelesaikan
proyek, (2) menentukan waktu akhir penyelesaian proyek, (3) membawa
siswa agar merencanakan cara yang baru, (4) membimbing siswa ketika
mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5)
meminta siswa untuk membuat penjelasan (alasan) tentang cara pemilihan
waktu. Jadwal yang telah disepakati harus disetujui bersama agar guru
dapat melakukan monitoring kemajuan belajar dan pengerjaan proyek di
luar kelas.
d) Fase 4: Memantau siswa dan kemajuan proyek (monitoring the students
and progress of project) Guru bertanggung jawab untuk memantau
kegiatan siswa selama menyelesaikan proyek. Pemantauan dilakukan
dengan cara memfasilitasi siswa pada setiap proses. Dengan kata lain guru
berperan menjadi mentor bagi aktivitas siswa. Agar mempermudah proses
pemantauan, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan
kegiatan yang penting.
e) Fase 5: Penilaian hasil (assess the outcome) Penilaian dilakukan untuk
membantu guru dalam mengukur ketercapaian standar kompetensi,
berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing siswa, memberi
umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai siswa,
membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
f) Fase 6: Evaluasi Pengalaman (evaluation the experience) Pada akhir
proses pembelajaran, guru dan siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan
dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik
secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini siswa diminta untuk
mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan
proyek. Guru dan siswa mengembangkan diskusi dalam rangka
memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya
ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab
permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.
4. Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Menurut Nurhadi (2003:106) dalam bukunya, menyatakan secara garis
besar, langkah-langkah penerapan CTL adalah sebagai berikut.
a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksikan sendiri
pengetahuan dan ketrampilan barunya.
b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik.
c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d. Ciptakan ‘masyarakat belajar’ atau belajar dalam kelompok-kelompok.
e. Hadirkan ‘model’ sebagai contoh pembelajaran.
f. Lakukan refleksi di akhir penemuan.
g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran CTL, sintaks dari pendekatan tersebut
adalah
Fase Kegiatan
1. Mengarahkan pada - Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
kontruktivisme. - Guru menyampaikan materi pembelajaran dengan ceramah
variatif.
- Guru melibatkan siswa untuk berpikir dan mengkontruksi
pengetahuannya, dimana guru mengaitkan materi
pembelajaran dengan konteks masalah sehari‐hari
mengenai pecahan sebagai perbandingan dan skala yang
terdapat di lingkungan siswa.
- Siswa dapat menemukan hubungan antara ide‐ide baru dan
hal‐hal yang sudah diketahui siswa melalui pertanyaan
yang
diajukan guru.
2. Menciptakan - Guru mengajak siswa untuk dapat terlibat dalam
pembelajaran yang pembelajaran dengan memberikan tugas untuk menemukan
inquiry. secara inquiry mengenai materi yang akan diajarkan.
- Guru memberikan permasalahan berupa soal untuk dapat
diselesaikan secara klasikal.
- Masing‐masing siswa menyelesaikan masalah yang
diberikan secara individu secara inquiry, dimana di
dalamnya terdapat proses pengamatan dari materi yang
diberikan guru sebelumnya, bertanya kepada guru
mengenai kesulitan yang dihadapi, mengajukan dugaan
sementara dengan menuliskan secara urut langkah‐langkah
pemecahan masalah, pengumpulan data dengan
menuliskan cara
pengerjaan sesuai dengan rumus, dan yang terakhir adalah
membuat kesimpulan jawaban.
3. Mengarahkan pada - Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa untuk menggali
pengajuan pertanyaan sejauh mana pengetahuan siswa mengenai topik
yang dilakukan oleh pembelajaran, serta untuk mengembangkan sifat ingin tahu
siswa. siswa.
- Guru bertanya jawab mengenai pengertian perbandingan
dan skala, kegunaan perhitungan perbandingan dan skala,
serta masalah yang berkaitan dengan perbandingan dan
skala dalam kehidupan sehari‐hari.

4. Mengorganisasikan - Guru membentuk siswa menjadi beberapa kelompok agar


siswa dalam kelompok terjadi proses masyarakat belajar yang dapat bekerjasama
masyarakat belajar. dalam menyelesaikan tugas.
- Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang
terdiri dari 4‐5 anak dalam tiap kelompok.
- Guru menyampaikan tugas dan peran masingmasing
anggota dalam setiap kelompok.
- Guru membagikan lembar kerja siswa kepada setiap
kelompok.
- Guru membimbing pelaksanaan diskusi.
- Siswa melakukan presentasi mengenai hasil diskusi.
5. Guru menghadirkan - Guru menghadirkan model berupa alat peraga maupun
model dalam contoh melakukan sesuatu dalam proses pembelajaran agar
pembelajaran. siswa lebih paham mengenai materi yang diajarkan.
- Guru menggunakan alat peraga dalam pelaksanaan
pembelajaran, baik pada penyampaian materi awal maupun
pada saat siswa melakukan diskusi kelompok.
- Guru memberikan contoh tentang penyelesaian
masalah yang berkaitan dengan perbandingan dan skala.
6. Melakukan refleksi - Guru melakukan refleksi melalui tanya jawab dengan siswa
pembelajaran. mengenai proses pembelajaran.
- Guru bertanya jawab dengan siswa apakah masih ada hal‐
hal yang belum diketahui.
- Guru bertanya jawab dengan siswa mengenai kesan dan
pesan yang dapat diambil dalam pembelajaran.
7. Melakukan penilaian - Guru melakukan penilaian autentik baik untuk proses
secara pembelajaran maupun hasil belajar.
menyeluruh/autentik - Penilaian proses dilakukan guru pada saat siswa melakukan
diskusi dan presentasi kelompok.
- Penilaian hasil belajar dilakukan guru menggunakan test
tertulis.

5. Saintifik
Konsep pembelajaran dengan pendekatan saintifik (scientific
approach) merupakan proses pembelajaran yang menuntut siswa beraktivitas
sebagaimana seorang ahli sains. Dalam praktiknya siswa diharuskan
melakukan serangkaian aktivitas layaknya langkah-langkah dalam metode
ilmiah. Serangkaian aktivitas yang dimaksud meliputi (1) merumuskan
masalah, (2) mengajukan hipotesis,
(3) mengumpulkan data, (4) mengolah dan menganalisa data, dan (5) membuat
kesimpulan.
Dalam implementasinya guru dapat menggunakan sintaks model
pembelajaran berbasis proyek dengan langkah-langkah:
a. Pra proyek; Tahapan ini merupakan kegiatan yang dilakukan guru di luar
jam pelajaran. Pada tahap ini guru merancang deskripsi proyek,
menentukan batu pijakan proyek, menyiapkan media dan berbagai sumber
belajar, dan menyiapkan kondisi pembelajaran. Untuk materi
pembelajaran bisa disesuaikan dengan kondisi yang ada, karena tidak
semua konten yang ada harus dilakukan dalam laboratorium.
b. Fase 1 Mengidentifikasi Masalah; Pada tahap ini siswa melakukan
pengamatan terhadap objek tertentu. Berdasarkan pengamatannya tersebut
siswa mengidentifikasi masalah dan membuat rumusan masalah dalam
bentuk pertanyaan. Dalam materi pembelajaran kimia, ada beberapa objek
yang bisa diamati siswa pada lingkungan sekitar tempat tinggal mereka.
Aktivitas ini setara dengan melakukan “kajian teoritis” dalam pendekatan
saintifik.
c. Fase 2: Membuat desain dan Jadwal Pelaksanaan Proyek; Pada tahapan
ini, siswa secara kolaboratif baik dengan anggota kelompok ataupun
dengan guru mulai merancang proyek yang akan mereka buat,
menentukan penjadwalan pengerjaan proyek, dan melakukan aktivitas
persiapan lainnya.
d. Fase 3: Melaksanakan Penilitian; Pada tahap ini siswa melakukan kegiatan
penelitian awal sebagai model dasar bagi produk yang akan
dikembangkan. Berdasarkan kegiatan penelitian tersebut siswa
mengumpulkan data dan selanjutnya menganalisis data tersebut sesuai
dengan teknik analisis data yang relevan dengan penelitian yang
dilakukan.
e. Fase 4: Menyususn Draf/Prototipe Produk; Pada tahap ini siswa mulai
membuat produk awal sebagaimana rencana dan hasil pengamatan yaang
telah dilakukan.
f. Fase 5: Mengukur, Menilai, dan Memperbaiki Proyek; Pada tahap ini
siswa melihat kembali produk awal yang dibuat, mencari
kelemahan/kekurangan dan meperbaikinya. Dalam praktiknya, idealnya
kegiatan mengukur dan
menilai produk ini dapat dilakukan dengan meminta pendapat atau kritik
dari anggota kelompok lain ataupun pendapat guru.
g. Fase 6: Finalisasi dan Publikasi; Pada tahap ini siswa melakukan finalisasi
tahap akhir produk. Setelah diyakin sesuai dengan perencanaan dan
harapan maka produk bisa dipunlikasikan.
h. Pascaproyek: Pada tahap ini guru menilai, memberikan penguatan,
masukan, dan saran perbaikan atas produk yang telah dihasilkan siswa.
Guru dan siswa dapat melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil
proyek yang sudah dijalankan. Siswa juga dapat diminta untuk
mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan
proyek.
6. Student Team Achievements Divisions STAD
Model pembelajaran kooperatif STAD adalah model pembelajaran di
mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok yang heterogen (tingkat
prestasi, jenis kelamin, budaya, dan suku) yang terdiri dari 4-5 siswa. Kegiatan
pembelajarannya diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran,
penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok
yang tercermin pada kerja tim. Berikut adalah sintaks model pembelajaran tipe
STAD
Langkah-langkah model pembelajaran STAD ialah:
a. Persentasi materi
Pada awal pembelajaran guru hendaknya memberikan motivasi,
apersepsi dan menyampaikan tujuan pembelajaran. Kemudian guru
menyampaikan materi pelajaran yang sesuai dengan indikator kompetensi
yang harus dikuasai oleh siswa. Penyampaian materi dapat secara langsung
melalui ceramah oleh guru, dapat pula dengan paket media pembelajaran
audiovisual yang berisi materi yang sesuai.
b. Pembentukan kelompok
Setelah materi disampaikan oleh guru di depan kelas, selanjutnya
dibentuk kelompokkelompok siswa. Kelompok terdiri dari 4-5 orang yang
bersifat heterogen dalam hal prestasi belajar, jenis kelamin, suku, maupun
lainnya. Setiap kelompok diberi lembar kerja atau materi dan tugas lainnya
untuk didiskusikan dan dikerjakan oleh kelompok. Kesuksesan setiap
anggota kelompok akan menjadi faktor keberhasilan kelompok.
c. Kuis
Setelah satu atau dua kali pertemuan, selanjutnya guru memberikan
soal atau kuis kepada siswa untuk dikerjakan secara individual.
d. Skor kemajuan individu
Setiap siswa diberi skor awal berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh
dari tes pertama atau tes sebelumnya. Selanjutnya, perolehan nilai siswa
dibandingkan dengan nilai sebelumnya sehingga diperoleh skor atau nilai
kemajuan individual. Kenaikan skor atau nilai siswa akan menjadi poin
untuk kelompok mereka. Semakin baik kemajuan nilai yang diperoleh
maka semakin tinggi poin yang dikumpulkan untuk kelompok.
e. Penghargaan kelompok
Perolehan nilai individu selanjutnya dirata-rata menjadi nilai
kelompok. Apabila nilai rata-rata kelompok mencapai standar/kriteria
tertentu maka kelompok tersebut akan mendapat penghargaan.
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1 Guru menyajikan materi pelajaran
Penyajian Mata
Pelajaran
Fase 2 Guru membentuk kelompok
Pembentukan yang terdiri dari 4-5 orang siswa secara heterogen
kelompok
Fase 3 Guru memberi tugas kepada kelompok dan dikerjakan
Diskusi secara diskusi serta membimbing siswa menjalankan
diskusi
Fase 4 Guru meminta siswa Mempresentasikan hasil diskusi
Publikasi di depan kelas
Fase 5 Guru memberikan kuis berupa pertanyaan dan
Pemberian Kuis memberikan reward kepada siswa yang bisa menjawab
dan penghargaan pertanyaan dengan benar.
Fase 6 Guru memberikan lembar evaluasi kepada siswa.
Evaluasi
Fase 7 Guru bersama-sama siswa menyimpulkan materi
Kesimpulan pelajaran.

7. Group Investigasi
Model group-investigation memiliki enam langkah pembelajaran (Slavin,
1995), yaitu:
a. grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok, menentukan sumber,
memilih topik, merumuskan permasalahan),
b. planning (menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajari,
siapa melakukan apa, apa tujuannya),
c. investigation (saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi,
mengumpulkan informasi, menganalisis data, membuat inferensi),
d. organizing (anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi
laporan, penentuan penyaji, moderator, dan notulis),
e. presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati,
mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan),
dan
f. evaluating (masing-masing siswa melakukan koreksi terhadap laporan
masing-masing berdasarkan hasil diskusi kelas, siswa dan guru
berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan, melakukan
penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman.
8. Teams Games Tournament (TGT)
Menurut (Sutirman, 2013a), langkah-langkah model pembelajaran TGT ialah:
a. Persentasi materi
Pada awal pembelajaran guru hendaknya memberikan motivasi, apersepsi
dan menyampaikan tujuan pembelajaran. Kemudian guru menyampaikan
materi pelajaran yang sesuai dengan indikator kompetensi yang harus
dikuasai oleh siswa. Penyampaian materi dapat secara langsung melalui
ceramah oleh guru, dapat pula dengan paket media pembelajaran
audiovisual yang berisi materi yang sesuai.
b. Pembentukan kelompok
Setelah materi disampaikan oleh guru di depan kelas, selanjutnya
dibentuk kelompok-kelompok siswa. Kelompok terdiri dari 4-5 orang yang
bersifat heterogen dalam hal prestasi belajar, jenis kelamin, suku, maupun
lainnya. Setiap kelompok diberi lembar kerja atau materi dan tugas lainnya
untuk didiskusikan dan dikerjakan oleh kelompok. Kesuksesan setiap
anggota kelompok akan menjadi faktor keberhasilan kelompok.
c. Game turnamen
Setelah siswa belajar dan berdiskusi dalam kelompok, selanjutnya
dilakukan permainan lomba (turnamen) yang bersifat akademik untuk
mengukur penguasaan materi oleh siswa. Permainan yang dilakukan
adalah semacam lomba cerdas cermat, dengan peserta perwakilan dari
setiap
kelompok. Soal dapat diberikan dalam bentuk pertanyaan lisan atau dalam
bentuk kartu soal yang dipilih secara acak. Teknis pelaksanaan permainan
turnamen ini adalah dimulai dengan guru merangking siswa dalam setiap
kelompok. Selanjutnya menyiapkan meja turnamen sebanyak jumlah
anggota dalam kelompok. Jika tiap kelompok beranggotakan 4 orang,
maka disiapkan empat meja. Meja pertama diisi oleh siswa dengan
rangking pertama di setiap kelompok, meja kedua diisi oleh siswa dengan
rangking kedua di setiap kelompok, meja ketiga diisi oleh siswa dengan
rangking ketiga di setiap kelompok, meja keempat diisi oleh siswa dengan
rangking empat di setiap kelompok. Setiap siswa dapat berpindah meja
berdasarkan prestasi yang diperolehnya pada turnamen. Siswa yang
memperoleh nilai tertinggi pada setiap meja naik ke meja yang lebih tinggi
tingkatnya. Siswa yang peringkat kedua tetap di meja semula, sedangkan
siswa dengan nilai terendah turun ke meja yang lebih rendah tingkatnya.
d. Penghargaan kelompok
Perolehan skor anggota kelompok dirata-rata menjadi skor kelompok.
Individu dan kelompok yang mencapai kriteria skor tertentu mendapat
penghargaaan.
9. Think Pair and Share
Dikemukakan Basith (2011) maupun Chikmiyah dan Bambang (2012),
strategi pembelajaran TPS berpotensi tinggi dalam memberdayakan
keterampilan metakognititf. Strategi TPS memiliki langkah-langkah/sintaks
khusus yaitu Think, Pair dan Share.
Pada tahap Think, setiap siswa berpikir secara mandiri untuk
memecahkan suatu permasalahan. Adanya “think time” atau waktu untuk
berpikir memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban
mereka sendiri, sehingga keterampilan siswa dalam mengontrol dan
memonitor belajar mereka sendiri (self regulation) dapat meningkat.
Kemampuan siswa dalam mengatur belajarnya sendiri merupakan salah satu
indikator bahwa keterampilan metakognitifnya mulai berkembang
(Livingstone, 1997).
Selanjutnya, pada tahap Pair, siswa berpasangan dengan siswa lain
untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap think. Hasil
dikusi selama tahap pair dapat menambah informasi bagi masing-masing
siswa, sehingga hasil akhir yang didapat akan lebih baik dari jawaban
mereka
sebelumnya. Diskusi antarsiswa memungkinkan siswa untuk menemukan
jawaban atas permasalahan secara bersama-sama. Masing-masing siswa
berkesempatan untuk saling memonitor dan mengevaluasi hasil pemikirannya
sendiri dan hasil pemikiran siswa yang menjadi pasangannya. Proses
membandingkan aktivitas kognitif ini juga menandakan bahwa keterampilan
metakognitif siswa mulai diberdayakan dengan baik (Flavell, 1979). Siswa
yang belajar dalam kelompok-kelompok kecil memiliki kecenderungan untuk
mengasah keterampilan metakognitif daripada siswa yang belajar dengan cara
mendengarkan ceramah dari guru (McKeachie, 1985 dalam Downing, 2009).
Tahap akhir dari strategi pembelajaran TPS adalah tahap Share. Pada
tahap share (berbagi) guru meminta pada pasangan untuk berbagi hasil
pemikiran mereka dengan seluruh kelas. Melalui tahap ini, semua kelompok
dimungkinkan untuk saling mengevaluasi hasil pemikiran mereka sehingga
setiap siswa memiliki kesempatan untuk mengevaluasi aktivitas kognitif baik
dirinya sendiri maupun teman sekelasnya. Selain itu, siswa akan mendapat
tambahan informasi dan menjadi lebih paham bagaimana cara memecahkan
masalah yang diberikan oleh guru. Guru bertugas memberikan koreksi
terhadap jawaban siswa dan memberikan penguatan (reinforcement) di akhir
pembelajaran. Penguatan penting untuk dilakukan agar konsep menjadi
bermakna dan siswa lebih termotivasi dalam belajar (Woolfolk, 2010).
10. Problem Based Learning (PBL)
Sintaks model pembelajaran Problem Based Learning dari Bransford
dan Stein dalam Jamie Kirkley 2003 terdiri atas: a) Mengindentifikasi
masalah,
b) Menetapkan masalah melalui berpikir tentang masalah dan menseleksi
informasiinformasi yang relevan, c) Mengembangkan solusi melalui
pengindentifikasian alternatif-alternatif, tukar-pikiran dan mengecek
perbedaan pandang, d) Melakukan tindakan strategis, dan e) Melihat ulang
dan mengevaluasi pengaruhpengaruh dari solusi yang dilakukan (Direktorat
PMSK, 2014:20).
Sedangkan sintaks model pembelajaran Problem Based Learning
menurut David H Jonassen yaitu “Jenis Trouble Shooting, terditi atas: a)
Merumuskan uraian masalah, b) Mengembangkan masalah, c) Mengetes
penyebab atau proses diagnosis, dan e) Mengevaluasi”(Direktorat PSMK,
2014:21). Dengan sintaks model pembelajaran problem based learning guru
dapat merencanakan tindakan yang akan dilakukan dalam pembelajaran,
sesuai dengan sintaks agar tujuan pembelajaran problem based learning
tercapai.

D. Penerapan Model Pembelajaran Kontemporer Abad 21 Dalam Pembelajaran


1. RADEC (Read-Answer-Discuss-Explain-Create)
Model pembelajaran RADEC merupakan suatu kegiatan pembelajaran
yang berpusat pada siswa (student centered learning) dengan melakukan
serangkaian kegiatan untuk pemahaman konsep, berkolaborasi, pemecahan
masalah, dan menghasilkan suatu ide/karya. Model ini sebagai jawaban untuk
memenuhi keterampilan abad 21 saat ini yang mengharuskan peserta didik
memiliki kemampuan 4C, yaitu Critical Thinking and Problem Solving
(berpikir kritis dan memecahkan masalah), Creativity (kreativitas),
Communication Skills (kemampuan berkomunikasi), dan Ability to Work
Collaboratively (kemampuan untuk bekerja sama). Model pembelajaran ini
sesuai dengan keadaan pendidikan di Indonesia yang mengharuskan siswa
memahami banyak pelajaran dengan waktu yang singkat, baik itu pelajaran
yang berorientasi materi yaitu pemahaman konsep dan berorientasi pada
pelajaran praktik dengan kemampuan berpikir kreatif.
Contoh penerapan model pembelajaran RADEC ini diambil dari salah
satu jurnal penelitian yang meneliti mengenai peranan model pembelajaran
RADEC (Read-Answer-Discuss-Explain-Create) pada kemampuan membaca
pemahaman siswa. Pada tahapan Read, guru menginstruksikan siswa untuk
membaca terlebih dahulu berkaitan dengan materi apa yang dibahas, baik itu
yang bersumber dari media cetak seperti buku, maupun media elektronik
seperti internet. Kemudian pada tahapan Answer, guru memberikan pertanyaan
pra- pembelajaran untuk dijawab oleh siswa. (Misalnya pada materi teks
eksplanasi). Di tahap selanjutnya atau Discuss, siswa berdiskusi tentang
jawaban dari lembar kerja pertanyaan pra-pembelajaran. Guru juga bisa
menunjuk perwakilan tiap kelompok untuk menjadi penampil pada langkah
berikutnya. Lalu pada tahapan explain, guru mempersilahkan siswa untuk
mempresentasikan hasil diskusi yang mereka lakukan. Kelompok lain boleh
memberikan komentar, tanggapan, atau sanggahan. Selain itu, guru bisa
memberikan penjelasan terhadap konsep- konsep penting yang tidak bisa
dikuasai oleh siswa. Dan pada tahapan terakhir
yaitu create, setelah peserta didik melakukan kegiatan presentasi, guru
memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan konsep-
konsep yang sudah dikuasainya berupa ide-ide kreatif yang dapat berupa
produk, karya-karya kreatif, dan sebagainya. Contoh lain dapat dipaparkan
sebagai berikut:
a. Read (R): Pertama, peserta didik membaca buku sumber dan sumber
informasi lain yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari di
kelas. Pendukung kegiatan ini yaitu sumber belajar berupa buku teks atau
elektronik selanjutnya peserta didik diberi pertanyaan-pertanyaan pra
pembelajaran. Pertanyaan yang jawabannya merupakan aspek kognitif
esensial yang harus dikuasai peserta didik setelah menyelesaikan suatu
topik pelajaran tertentu.
b. Answer (A): Peserta didik menjawab pertanyaan-pertanyaan pra
pembelajaran. Kegiatan ini dilakukan secara mandiri di luar kelas atau di
rumah berdasarkan hasil kegiatan pembelajaran tahap membaca.
c. Discuss (D): Peserta didik belajar secara berkelompok (2-4 orang) untuk
mendiskusikan jawaban-jawaban dari pertanyaan pra pembelajaran.
d. Explain (E): Penyajian penjelasan secara klasikal tentang materi yang telah
didiskusikan. Narasumber bisa dipilih dari perwakilan peserta didik.
e. Create (C): Peserta didik merumuskan ide-ide kreatif baik berupa rumusan
pertanyaan penyelidikan, pemecahan masalah atau proyek yang dapat
dibuat dan mewujudkannya. Ide kreatif bersesuaian dengan materi yang
telah dikuasai dan sesuai dengan kehidupan sehari-hari.
2. Jigsaw
Model pembelajaran Jigsaw akan lebih mudah menemukan dan
memahami konsep-konsep yang sulit apabila saling mendiskusikan konsep-
konsep itu dengan temannya. Aktivitas pembelajaran jigsaw ini mengandalkan
kemandirian peserta didik dalam belajar. Karena dalam pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw masing-masing peserta didik diberi tugas mempelajari
materi yang diberikan secara mandiri untuk selanjutnya siap memberikan hasil
dari materi tersebut kepada teman satu kelompoknya.
Dalam penerapannya, peserta didik dibagi berkelompok 4-6 anggota
kelompok belajar yang heterogen. Materi pelajaran diberikan kepada peserta
didik dalam bentuk teks. Setiap anggota bertanggung jawab untuk
mempelajari
bagian tertentu dari bahan pelajaran yang diberikan itu. Satu anggota
mendapat satu topik yang berbeda dengan teman lain dalam satu kelompok.
Dengan kata lain, satu kelompok peserta didik terdiri dari beberapa macam
topik yang berbeda dan harus dikuasai oleh masing - masing anggota yang
menjadi ahlinya. Contoh penerapan metode pembelajaran jigsaw adalah
diawali dengan guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin
dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi peserta didik belajar,
kemudian guru menyajikan informasi kepada peserta didik dengan jalan
demonstrasi atau lewat bahan bacaan, selanjutnya guru menjelaskan kepada
peserta didik bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu
setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien, setelah itu guru
membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan
tugas mereka, lalu guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya,
dan yang terakhir guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya
maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Contoh lain penerapan model pembelajaran jigsaw dalam pembelajaran
adalah siswa yang terdiri dari 30 siswa dibagi dalam 10 kelompok kecil.
Masing-masing kelompok memilki 3 anggota. 10 kelompok tersebut memilki
tugas yang berbeda-beda. Misal kelompok kecil 1 mempelajari tentang
pengertian, kelompok kecil 2 membahas mengenai contoh-contoh, kelompok
kecil 3 memahami contoh soal dst. Setelah masing-masing kelompok
menyelesaikan tugasnya, kelompok tersebut dipecah kembali dan dibentuk
kelompok besar (3 kelompok) yang terdiri dari 10 orang yang berasal dari
salah satu siswa kelompok kecil 1, satu siswa kelompok kecil 2, satu
kelompok kecil
3 dst, kemudian satu siswa kelompok kecil 10 (genap 10 siswa). Dalam
kelompok besar tersebut masing-masing siswa bertugas menerangkan hasil
dari diskusi pada waktu jadi anggota kelompok kecil.
3. STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics)
Program integrasi STEM (Science, Technology, Engineering, and
Mathematics) dalam pembelajaran merupakan program pembelajaran yang
menggabungkan dua atau lebih bidang ilmu yang termuat dalam STEM yaitu
Sains, Teknologi, Teknik atau rekayasa, dan Matematika (Laboy-Rush, 2010).
Pusat dari berbagai aktivitas dalam program ini yaitu untuk melibatkan siswa
dalam mendefinisikan dan merumuskan sebuah solusi terhadap masalah dalam
dunia nyata.
Contoh penerapan model pembelajaran ini diambil berdasarkan sebuah
jurnal penelitian yang meneliti mengenai penerapan metode STEM untuk
meningkatkan kreativitas siswa SMA kelas XI mengenai materi gas ideal di
pelajaran Fisika. Diawali dengan guru menampilkan sebuah video mengenai
hukum-hukum pada gas ideal dan contohnya dalam kehidupan sehari-hari,
kemudian siswa diberi kesempatan mengajukan pertanyaan yang berkaitan
dengan apa yang telah diamati yang sudah dilakukan, lalu siswa dibagi
menjadi beberapa kelompok beranggotakan maksimal lima anak dalam satu
kelompok dan diberi tugas berupa membuat sebuah poster, video, ataupun
leaflet yang berkaitan dengan gas ideal yaitu “Bahaya meletakkan gas di ruang
tertutup” dengan cara observasi maupun membaca dari berbagai sumber,
selanjutnya siswa berdiskusi secara kelompok dan saling bertukar informasi
dengan kelompok lain melalui kegiatan diskusi mengenai gas ideal dengan
ditanggapi aktif oleh siswa dari kelompok lainnya sehingga diperoleh sebuah
pengetahuan baru yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi kelompok,
kemudian siswa mempresentasikan dan melaksanakan tanya jawab sebelum
akhirnya diberi penguatan materi oleh guru. Contoh lainnya dengan penjelasan
yang lebih detail dalam pelajaran Fisika mengenai pemisahan campuran dalam
mendesain alat penjernihan air adalah sebagai berikut:
a. SAINS
1) Faktual: campuran dapat dipisahkan dengan cara biasa dengan
menggunakan teknik-teknik pemisahan campuran
2) Konseptual: unsur, senyawa dan campuran, suhu, pengaruh kalor
terhadap suhu dan wujud benda;
3) Prosedural: Teknik pemisahan campuran.
4) Metakognitif: Strategi merancang prosedur dan alat penjernihan air
yang efektif dan efisien.
b. TEKNOLOGI
1) Menggunakan komputer (internet) untuk memperoleh informasi;
2) Membuat alat penjernihan air sederhana dengan berbagai model.
c. ENJINERING
1) Merekayasa alat destilasi menjadi alat penjernihan air sederhana;
2) Merancang alat penjernihan air dengan berbagai model;
3) Menguji coba, melakukan perbaikan, dan mengkomunikasikan hasil
dari projek pembuatan alat penjernihan air dengan berbagai model
d. MATEMATIKA
1) Menerapkan pengetahuan geometri dalam kehidupan sehari-hari baik
di dalam maupun diluar kelas;
2) Menghitung volume air yang akan dijernihkan dan volume air hasil
penjernihan;
3) Menghitung keperluan bahan bahan yang akan digunakan untuk alat
penjernihan air dengan menggunakan biaya seminimal mungkin.
4. CTL (Contextual Teaching and Learning)
Model CTL merupakan suatu konsep pembelajaran yang mengaitkan
antara materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa melalui proses
berpengalaman secara langsung. Dengan demikian, melalui proses
berpengalaman secara langsung diharapkan perkembangan siswa terjadi secara
utuh meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, sehingga pembelajaran
lebih bermakna. Peran siswa dalam CTL adalah sebagai subjek pembelajar
yang membangun, menemukan, dan menerapkan konsep-konsep yang
dipelajarinya melalui proses berpengalaman dalam kehidupan nyata. Materi
pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri bukan hasil pemberian orang lain.
Sehingga guru hanya berperan sebagai fasilitator, motivator, konselor, dan
mediator pembelajaran.
Contoh penerapan model pembelajaran CTL adalah dengan diawali
siswa dibagi kedalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa
kemudian tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi kepasar
tradisional dan pasar modern dan melalui instrument observasi atau angket
siswa diminta mencatat mengenai berbagai hal yang ditemukan dipasar, lalu
siswa melakukan observasi kepasar sesuai dengan pembagian tugas kelompok
dan mencatat hal-hal yang mereka temukan dipasar sesuai alat observasi,
selanjutnya siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan
kelompoknya masing-masing dengan melaporkan hasil observasi dan
diskusinya serta setiap kelompok saling menjawab terhadap pertanyaan yang
diajukan oleh kelompok lainya, dan diakhiri dengan guru yang menyimpulkan
hasil diskusi dan observasi.
5. Saintific
Model pembelajaran dengan pendekatan saintifik/ilmiah adalah suatu
teknik pembelajaran yang menempatkan siswa menjadi subjek aktif melalui
tahapan-tahapan ilmiah sehingga mampu mengkonstruk pengetahuan baru atau
memadukan dengan pengetahuan sebelumnya.
Contoh penerapan model ini diawali dengan siswa diajak untuk saling
berkenalan melalui sebuah permainan lempar bola dengan guru menjelaskan
aturan bermainnya yaitu siswa diminta melingkar (boleh duduk atau berdiri),
kemudian permainan dimulai dari guru dengan memperkenalkan diri yang
terdiri dari nama lengkap dan nama panggilan, selanjutnya guru melempar
bola pada salah satu siswa (guru harus menghindari pelemparan bola dengan
keras), lalu siswa yang berhasil menangkap bola harus menyebutkan nama
lengkap dan nama panggilan, kemudian dia melempar kepada teman lain dan
teman yang menangkap lemparan bola harus menyebutkan nama lengkap dan
nama panggilan, demikian seterusnya hingga seluruh siswa memperkenalkan
diri. Adapun contoh lain diawali dengan guru menjelaskan dan membuat siswa
membentuk sebuah kelompok lalu diberikan tugas, kemudian guru
mengarahkan siswa untuk diskusi dengan memberikan lembar kegiatan untuk
diisi oleh siswa yang melakukan praktik untuk mendapatkan atau bisa
mencatat hasil praktik, setelah itu siswa membahas hasil praktik dan membuat
laporan sementara untuk dipresentasikan dan guru memberikan kesimpulan
atas hasil presentasinya.
6. STAD (Student Teams Achievements Division)
STAD merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana. Peserta didik dalam suatu kelas tertentu dibagi menjadi kelompok
dengan anggota 4-5 orang yang dikelompokkan secara heterogen. Anggota tim
menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk
menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama
lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, dan lalu
melakukan diskusi.
Contoh penerapan model pembelajaran STAD ini diambil dari sebuah
jurnal yang menjelaskan bahwa awalnya guru menyampaikan materi pelajaran,
kemudian guru membagi siswa dalam beberapa kelompok belajar, lalu guru
memberikan tugas kepada tiap-tiap anggota kelompok untuk di kerjakan oleh
semua anggota kelompok, selanjutnya guru memberikan kuis antar kelompok,
kemudian guru meberikan klasifikasi/mengoreksi jawaban siswa kemudian
diberikan bimbingan, selanjutnya guru memberikan evaluasi, dan yang
terakhir guru dan siswa memberikan kesimpulan pelajaran. Pada pembelajaran
kooperatif model STAD merupakan model pembelajaran tempat siswa belajar
dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 siswa dengan tingkat kemampuan
yang berbeda, untuk menguasai atau menyelesaikan materi yang dipelajari.
Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama
secara kolaboratif dan membantu untuk memahami bahan pembelajaran,
memeriksa dan memperbaiki jawaban teman, serta kegiatan lainnya. Belajar
belum selesai jika satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan
pembelajaran.
7. GI (Group Investigation)
Group Investigation merupakan model pembelajaran kooperatif yang
paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model pembelajaran Group
Investigation melibatkan siswa dalam penemuan menempatkan siswa sebagai
ujung tombak dalam pembelajaran maksudnya siswa aktif dalam mengajukan
pertanyaan, mengusulkan solusi, membuat ramalan, melakukan pengamatan,
mengorganisasikan data, dan terakhir membuat simpulan dari permasalahan
yang diteliti. Pembelajaran Group Investigation sangat baik digunakan untuk
mengembangkan penyelidikan-penyelidikan akademik, integrasi sosial, dan
proses sosial dalam belajar (Suastra, 2009).
Dalam penerapan Group Investigation (GI) guru membagi kelas
menjadi kelompok-kelompok dengan 5 atau 6 peserta didik yang heterogen.
Selanjutnya peserta didik memlih topik yang dipilih itu. Selanjutnya
menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas. Dalam
beberapa kasus, kelompok dapat dibentuk dengan mempertimbangkan
keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. Model
pembelajaran Group Investigation (GI) memerlukan guru dan kelas yang
fleksibel. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dalam kegiatan belajar
kelompok, konselor, konsultan, dan memberikan kritik secara ramah. Inferensi
guru sangat dikurangi dalam kegiatan ini, kecuali ditemukan permasalahan
serius dalam kelompok belajar siswa (Suastra, 2009). Pada pembelajaran yang
melibatkan kelompok kecil, siswa dituntut secara aktif untuk melakukan
kerjasama, perencanaan, pengamatan, dan diskusi kelompok, serta
mempresentasikan penemuan mereka kepada kelas. Melalui penerapan Model
pembelajaran Group Investigation ini, tentunya siswa dituntut untuk berpikir
kreatif agar permasalahan yang diteliti dapat ditemukan jawabannya.
8. TGT (Teams Games Tournaments)
TGT merupakan salah satu model pembelajaran yang mudah
diterapkan di dalam kelas, melibatkan aktivitas seluruh siswa yang heterogen,
melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur
permainan. Penerapan model ini diharapkan dapat menciptakan suasana
pembelajaran yang menarik, memberikan suasana yang menyenangkan bagi
siswa serta dapat meningkatkan minat siswa dalam belajar. Aktivitas belajar
dalam permainan dirancang dalam pembelajaran TGT memungkinkan siswa
dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggungjawab, kejujuran,
kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Disini dicontohkan penerapan dalam pembelajaran kimia di SMA
Negeri 3 Boyolali yang berasal dari sebuah jurnal penelitian. Dalam
penerapannya, pembelajarannya dilengkapi dengan Flash ChemQuiz pada
materi hidrokarbon. Pelaksanaan TGT meliputi beberapa tahap yaitu guru
melakukan penyajian kelas (class presentation), belajar dalam kelompok
(teams), permainan (games), pertandingan (tournament), dan penghargaan
kelompok (team recognize). Media Flash ChemQuiz yang digunakan berisi
tentang soal-soal yang harus diselesaikan siswa pada saat belajar dalam
kelompok dan pertandingan. Siswa menuliskan jawabannya pada Flash
ChemQuiz dan secara otomatis akan mengetahui apakah jawaban yang ditulis
benar atau salah. Proses pembelajaran dengan model TGT melibatkan seluruh
siswa dan guru hanya memberikan pengantar dan penguatan saja. Siswa
dituntut untuk belajar dalam teams memecahkan masalah yang diberikan oleh
guru serta saling membantu untuk memberikan penjelasan kepada teman yang
belum memahami materi dalam rangka mempersiapkan anggotanya
berkompetisi secara individu mewakili kelompoknya. Peran guru disini hanya
membimbing dan memfasilitasi siswa dalam belajar. Adapun contoh lain
adalah guru bertugas membagi kelas menjadi 8 kelompok kecil dengan
anggota 4-5 peserta didik untuk tiap kelompok. Guru menampilkan nama-
nama kelompok dan anggotanya. Pembagian ini didasarkan pada nilai
sebelumnya yaitu termokimia
dan hasil UTS. Peserta didik dibagi secara heterogen, artinya dalam satu
kelompok terdapat perserta didik dengan kemampuan tinggi, sedang, dan
rendah lalu masing-masing peserta didik dalam kelompok diberi nomor
kemudian dibagikan Lembar Kerja Peserta didik (LKPD), dan peserta didik
langsung diminta untuk mendiskusikannya dalam kelompok, Selajutnya
peserta didik mengerjakan LKPD yang diberikan sebelumnya. Pada kegiatan
ini peserta didik mengumpulkan informasi dari segala sumber melalui diskusi
kelompok. Setelah itu guru meminta peserta didik untuk mempresentasikan
atau mengkomunikasikan jawaban LKPD di depan kelas secara singkat. Dan
terakhir sebagai penutup guru menyimpulkan materi yang telah dipelajari
bersama dengan peserta didik.
9. TPS (Think Pair and Share)
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS),
siswa dihadapkan pada masalah-masalah nyata yang ada di lingkungan serta
mengajarkan mereka berdiskusi atau belajar secara berkelompok, sedangkan
guru sebagai fasilitator bagi siswa. Sehingga aktivitas belajar siswa khususnya
aktivitas mental siswa dapat teramati oleh guru. Melalui pembelajaran ini
diharapkan siswa memperoleh pengetahuan yang bermakna dan
menumbuhkan motivasi siswa sehingga pembelajaran dapat terlaksana secara
optimal.
Pembelajaran dengan model ini ada tiga tahap, yaitu thinking, pairing
dan sharing. Pada tahap thinking, guru memberikan pertanyaan kepada siswa
dengan memberikan waktu beberapa menit untuk memikirkan jawabannya
secara mandiri. Ini untuk melatih kecepatan siswa dalam berpikir kritis. Pada
tahap ini, siswa sebaiknya menuliskan jawaban mereka, hal ini karena guru
tidak dapat memantau semua jawaban siswa sehingga melalui catatan tersebut
guru dapat mengetahui jawaban yang harus di perbaiki atau di luruskan di
akhir pembelajaran. Dalam menentukan batas waktu ini dalam tahap ini, guru
harus mempertimbangkan pengetahuan dasar siswa untuk menjawab
pertanyaan yang diberikan. Pada tahap pairing, guru meminta para siswa
untuk berpasangan dengan teman sebangkunya untuk mendiskusikan
mengenai apa yang telah di pikirkan. Interaksi dalam tahap ini dapat
menghasilkan jawaban bersama. Pada tahap sharing, guru meminta pasangan-
pasangan tersebut berbagi hasil pemikiran mereka. Guru menyuruh siswa
dengan pasangannya maju ke depan
kelas untuk melaporkan hasil diskusi yang telah mereka lakukan secara
bergiliran.
Dalam penerapannya, model ini efektif untuk membangun kerja sama
siswa karena siswa dilatih untuk berinteraksi dengan orang lain baik
berkomunikasi, menolong orang yang membutuhkan serta menghargai dan
menerima pendapat orang lain. Untuk menerapkan model ini diawali dengan
siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok oleh guru yaitu disini dibagi ke
dalam beberapa kelompok secara heterogen di mana setiap kelompok terdiri
dari dua orang siswa, kemudian setiap kelompok menerima pertanyaan dari
guru, topik pertanyaan yang dibahas setiap kelompok berbeda-beda kecuali
untuk dua kelompok yang membahas topik sama akan tetapi pertanyaan yang
diterima berbeda dan setiap siswa dalam kelompok juga memperoleh
pertanyaan yang berbeda namun tetap dengan topik bahasan yang sama,
selanjutnya setiap siswa dalam kelompok mengerjakan pertanyaan bagiannya
secara mandiri menggunakan sumber-sumber belajar yang guru siapkan, lalu
siswa secara berpasangan dengan teman kelompoknya berdiskusi tentang
pertanyaan yang sudah dikerjakan secara mandiri sebelumnya, dan terakhir
siswa membagikan informasi tentang materi hasil diskusi yang mereka pelajari
kepada rekannya.
10. PBL (Problem Based Learning)
Problem Based Learning (pembelajaran berbasis masalah) adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan
konsep yang esensial dari materi pelajaran. Pembelajaran berbasis masalah
digunakan untuk merangsang berfikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi
masalah. Problem Based Learning merupakan suatu model pembelajaran yang
melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode
ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan
dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk
memecahkan masalah. Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model
pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana
belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan
dunia nyata.
Dalam model PBL, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih
sehingga siswa tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan
dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk memecahkan masalah
tersebut. Oleh sebab itu, siswa tidak saja harus memahami konsep yang
relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh
pengalaman belajar yang berhubungan dengan ketrampilan menerapkan
metode ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir
kritis. Contoh penerapan dalam pembelajarannya dikutip dalam sebuah jurnal
yang meneliti mengenai penerapan model pembelajaran PBL pada materi pola
bilangan mata pelajaran matematika di SMP, diawali dengan guru
menyampaikan tujuan pembelajaran, mengajukan fenomena atau cerita untuk
memunculkan masalah terkait pola, dan menjelaskan cara pembelajaran yang
akan dilaksanakan berikutnya yaitu melalui penyelidikan, kerja kelompok, dan
presentasi hasil. Kemudian guru mengelompokkan peserta didik dalam
kelompok kecil yang terdiri atas 4-5 orang, memberi tugas kelompok untuk
menyelesaikan masalah yang diberikan dengan melalui diskusi kelompok, dan
memberi kesempatan kepada kelompok untuk membaca buku peserta didik
atau sumber lain atau melakukan penyelidikan guna memperoleh informasi
yang berkaitan dengan masalah yang diberikan. Selanjutnya guru meminta
peserta didik untuk melakukan penyelidikan dengan mengumpulkan informasi
terkait banyak kursi yang dibutuhkan dalam setiap baris dan banyak kursi
dalam beberapa baris dan membimbing peserta didik dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan kritis dalam mencari jawaban terkait dengan masalah
yang telah diberikan. Setelah itu guru meminta peserta didk untuk
mengembangkan hasil penyelidikan menjadi bentuk umum (rumus umum)
yaitu berapa banyak kursi yang dibutuhkan jika terdapat n baris dan meminta
perwakilan kelompok untuk menyampaikan hasil temuannya (jawaban
terhadap masalah yang diberikan) dan memberi kesempatan kepada kelompok
lain untuk menanggapi dan memberi pendapat terhadap presentasi kelompok.
Dan yang terakhir, guru membimbing siswa untuk melakukan analisis
terhadap pemecahan masalah terkait pola bilangan yang telah ditemukan siswa
dan melakukan evaluasi hasil belajar mengenai materi yang telah dipelajari
siswa.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Model pembelajaran kontemporer yakni suatu pembelajaran yang berdasarkan


teori belajar kontruktivisme yang berfungsi membekali suatu kemampuan peserta
didik dengan mengakses berbagai suatu informasi yang di butuhkan pada saat belajar
sedang berlangsung. Model pembelajaran kontemporer pada abad 21 ini terdapat
berbagai macam model-model nya, yakni: Model Pembelajaran RADEC, 1. RADEC
(Read, Answer, Disscuss, Explain, and Create), Jigsaw, STEM (Science, Technology,
Engeneering, and Mathemathics, CTL, Saintific, STAD, Group Investigasi, TGT,
Think Pair and Share, dan PBL.

B. Saran

Dari uraian yang kami sajikan di atas kemungkinan besar masih terdapat
kekeliruan, Oleh karena itu kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
makalah ini. Kami juga sangat berharap agar Dosen Pembina kami ibu Dr. Hj. Cicih
Sutarsih, M.Pd dan Elin Rosalin, M.Pd. Sekiranya dapat mengoreksi kekurangan-
kekurangan yang terdapat pada makalah ini dan kami berharap hal tersebut menjadi
perbaikan yang sifatnya positif dan membangun bagi kami. Penulis juga menyarankan
agar pembaca lebih mengkaji lagi materi dengan membaca sumber-sumber lain
seperti buku, jurnal, makalah, dan lainnya. Agar lebih memahami mengenai berbagai
macam model-model pembelajaran kontemporer khusus nya pada abad 21 ini.
DAFTAR PUSTAKA

Alifa, D.M., Fatimah, A., & Intan, R.P. (2018). Penerapan Metode Stem (Science,
Technology, Engineering, Mathematic) Berbasis Proyek Untuk Meningkatkan
Kreativitas Siswa SMA Kelas XI Pada Materi Gas Ideal. Seminar Nasional Pendidikan
Sains, 88-109. [ dapat diakses secara online:
https://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/snps/article/view/12485 ]

Efriani. (2018). Penerapan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw Pada Materi Perilaku
Masyarakat Dalam Perubahan Sosial Budaya di Era Global Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Kelas IX 2 Semester I SMPN 3 Selat Kuala Kapuas Tahun Ajaran
2015/2016. JPIPS: Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, 9(1), 28-43. [ dapat
diakses secara online: https://e-journal.upr.ac.id/index.php/JP-IPS/article/view/1090 ]

Fauziyah, D. R., Corebima, A. D., & Zubaidah, S. (2013). Hubungan Keterampilan


Metakognitif Terhadap Hasil Belajar Biologi Dan Retensi Siswa Keas X Dengan
Penerapan Strategi Pembelajaran Think Pair Share di SMA Negeri 6 Malang.
[Online]. Diakses dari http://jurnal-online.um.ac.id/artikel-artikel.pdf

Fitriani, B., & Hasnawi, H. (2016). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student
Teams Achievement Division (Stad) Pada Pelajaran PKN di SMA Negeri 1
Watansoppeng. Tomalebbi: Jurnal Pemikiran, Penelitian Hukum, Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan, 3(3), 50-63. [ dapat diakses secara online:
https://ojs.unm.ac.id/tomalebbi/article/view/2848 ]

Kusumaningpuri, A. R., & Fauziati, E. (2021). Model Pembelajaran RADEC dalam


Perspektif Filsafat Konstruktivisme Vygotsky. Jurnal Papeda: Jurnal Publikasi
Pendidikan Dasar, 3 (2), hlm. 103-111. [Online]. Diakses dari https://unimuda.e-
journal.id/jurnalpendidikandasar/article/view/1169

Laboy-Rush, D. (2010). Integrated STEM Education through Project-Based Learning. New


York: Learning.com.

Maryati, I. (2018). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Materi Pola
Bilangan Di Kelas VII Sekolah Menengah Pertama. Mosharafa: Jurnal Pendidikan
Matematika, 7(1), 63-74. DOI: https://doi.org/10.31980/mosharafa.v7i1.342 [ dapat
diakses secara online:
https://journal.institutpendidikan.ac.id/index.php/mosharafa/article/view/mv7n1_7 ]

Moningka, M.J., & Meilane, S. (2019). Penerapan Metode Think Pair Share Untuk
Meningkatkan Kerja Sama Siswa Kelas VII Pada Mata Pelajaran IPA Terpadu. Bio-
Pedagogi: Jurnal Pembelajaran Biologi, 8(2), 72-76. DOI: https://doi.org/10.20961/bio-
pedagogi.v8i2.34827 [ dapat diakses secara online:
https://jurnal.uns.ac.id/pdg/article/view/34827 ]

Muliyantini, P., & Desak, P.P. (2017). Penerapan Model Pembelajaran GI (Group
Investigation) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas IV. Jurnal Ilmiah Sekolah
Dasar, 1(2), 1-10. DOI: http://dx.doi.org/10.23887/jisd.v1i2.10143 [ dapat diakses
secara online: https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JISD/article/view/10143 ]

Narayani, K.L., I Made, C.W., & Ketut, P. (2016). Penerapan Model Pembelajaran Tipe
Think Pair Share Berbantuan Multimedia Presentasi Pembelajaran Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar. Jurnal PGSD, 4(1), 1-10. DOI:
http://dx.doi.org/10.23887/jjpgsd.v4i2.7780 [ dapat diakses secara
online:
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/article/view/7780 ]

Pohan, A.A., Yunus, A., & Andoyo, S. (2021). Model Pembelajaran Radec Dalam
Pembelajaran Membaca Pemahaman Siswa. Seminar Internasional Riksa Bahasa XIV,
250-259. [ dapat diakses secara online:
http://proceedings.upi.edu/index.php/riksabahasa/article/view/1354 ]

Putrianasari, D. D., & Wasitohadi, W. (2015). Pengaruh Penerapan Pendekatan Contextual


Teaching and Learning (Ctl) Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari
Motivasi Belajar Siswa Kelas 5 Sd Negeri Cukil 01 Kecamatan Tengaran-Kabupaten
Semarang. Scholaria: Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 5 (1), hlm. 57-77.
[Online]. Diakses dari https://ejournal.uksw.edu/scholaria/article/view/6

Ratri, P.A. (2016). Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk
Meningkatkan Hasil Kompetensi Rias Wajah Geriatri Bagi Siswa Kelas Xi
Kecantikan Kulit Smk Negeri 3 Purworejo Penerapan Model Pembelajaran Problem
Based Learning Untuk Meningkatkan Hasil Kompetensi Rias Wajah Geriatri Bagi
Siswa Kelas Xi Kecantikan Kulit Smk Negeri 3 Purworejo. (Skripsi). Pendidikan
Tata Rias
Ilmu Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta. [Online].
Diakses dari https://core.ac.uk/download/pdf/270137606.pdf

Santyasa, I. W. (2007). Model-model pembelajaran inovatif. Universitas Pendidikan


Ganesha. [Online]. Diakses dari
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/194704171973032
-MULIATI_PURWASASMITA/MODEL_MODEL_PEMBELAJARAN.pdf

Shoffa, S., & Suprapti, E. (2017). Peningkatan Hasil Belajar Mahasiswa pada Mata Kuliah
Metode Numerik dengan Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw. MUST: Journal of
Mathematics Education, Science and Technology, 2 (2), hlm. 178-188. [Online].
Diakses dari http://103.114.35.30/index.php/matematika/article/view/736

Solihah, A. (2016). Pengaruh model pembelajaran teams games tournament (TGT) terhadap
hasil belajar matematika. SAP (Susunan Artikel Pendidikan), 1 (1), hlm. 45-53.
[Online]. Diakses dari
https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/SAP/article/view/1010

Suastra. (2009). Pembelajaran Sains Terkini. Singaraja: Undiksha.

Sugiata, I.W. (2018). Penerapan Model Pembelajaran Team Game Tournament (Tgt) Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar. Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia, 2(2), 78-87. DOI:
http://dx.doi.org/10.23887/jpk.v2i2.16618 [ dapat diakses secara online:
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JPK/article/view/16618 ]

Ulfa, F. M., Asikin, M., & Dwidayati, N. K. (2019). Membangun Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis Siswa dengan Pembelajaran PjBL terintegrasi Pendekatan
STEM. In Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (PROSNAMPAS), 2 (1), hlm.
612-617. [Online]. Diakses dari
https://proceeding.unnes.ac.id/index.php/snpasca/article/download/348/368

Umar, M. A. (2016). Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Menggunakan Metode


Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning) pada Mata Pelajaran
Kimia. Jambura Journal of Educational Chemistry, 11 (2), hlm. 132-138. [Online].
Diakses dari https://www.neliti.com/publications/277645/penerapan-pendekatan-
saintifik-dengan-menggunakan-metode-pembelajaran-berbasis-p
Widyawati, R.L., Suryadi, B.U., & Sulistyo, S. (2016). Penerapan Model Pembelajaran
Teams Games Tournaments (Tgt) Dilengkapi Flash Chemquiz Untuk Meningkatkan
Minat Dan Prestasi Belajar Materi Hidrokarbon Pada Siswa Kelas X-8 SMA Negeri 3
Boyolali Tahun Pelajaran 2015/2016. JPK: Jurnal Pendidikan Kimia, 5(4), 75-82.
[ dapat diakses secara online:
https://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/kimia/article/view/9213 ]

Wijaya, H., & Arismunandar, A. (2018). Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif


Tipe STAD Berbasis Media Sosial. Jurnal Jaffray, 16 (2), hlm. 175-196. [Online].
Diakses dari https://www.neliti.com/publications/265649/pengembangan-model-
pembelajaran-kooperatif-tipe-stad-berbasis-media-sosial

Hosnan. (2014). Pendekatan saintifik dan kontekstual dalam pembelajaran abad 21. Bogor :

Indonesia.http://kin.perpusnas.go.id/DisplayData.aspx?pId=75464&pRegionCode=U
N11MAR&pClientId=112

Sopandi, W., Pratama, Y., & Handayani, H. (2019). Sosialisasi dan Workshop Implementasi

Model Pembelajaran RADEC Bagi Guru-Guru Pendidikan Dasar Dan Menengah.


Jurnal Pedagogia, Vol. 8 (1), 19-34.

Handayani, H. Dkk (2019). DAMPAK PERLAKUAN MODEL PEMBELAJARAN RADEC

BAGI CALON GURU TERHADAP KEMAMPUAN MERENCANAKAN

PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR. Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar.


Vol 4 (1). Hlm. 80 – 81.

Hasibuan.I. (2014). MODEL PEMBELAJARAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND

LEARNING). Logaritma. Vol. II. (1). Hlm. 5-9.

Slavin. (2008). Cooperative Learning, Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Solihah, Ai. (2016). Pengaruh Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)

terhadap

Hasil Belajar Matematika. Jurnal SAP Vol. 1 No. 1, Hal. 45-53. Tersedia Pada:
https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/SAP/article/view/1010/942

Made,M.N. (2020). Penerapan Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dengan
Media Audio Visual Guna Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Inggris. Journal of
Education Action Research. Vol.4(3). Hlm. 317. Link acces :
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JEAR/index

Saleh. M. (2013). STRATEGI PEMBELAJARAN FIQH DENGAN PROBLEM-BASED

LEARNING. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA. Vol. XIV. (1). Hlm. 206-207.

Anda mungkin juga menyukai