Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Neuroanestesi Indonesia

DOI:

Pembedahan Tumor Cerebellopontine Angle: Tehnik Proteksi Otak, Pengawasan Sistem


Kardiorespirasi dan Efek Manipulasi Posisi True Lateral

Buyung Hartiyo Laksono


Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya – RSUD. Dr Saiful
Anwar Malang

Abstrak

Tumor cerebellopontine angle (CPA) merupakan jenis neoplasma terbanyak yang ditemukan di fossa
posterior. Wanita 32 tahun dengan diagnosa CPA tumor dilakukan pembedahan trepanasi reseksi.
Posisi pembedahan true lateral. Tehnik anestesi proteksi otak menggunakan kombinasi total intra vena
(TIVA) dan inhalasi. Dilakukan pemasangan pengawasan invasif untuk memantau perubahan sistem
kardiorespirasi selama pembedahan. Dilakukan pencegahan dan pemantauan terhadap akibat dari posisi
pembedahan. Hasil dari pembedahan didapatkan pengurangan skala nyeri dan peningkatan fungsi
neurologis. Tindakan pembedahan pada tumor di daerah CPA merupakan tindakan pembedahan yang
sulit dan dapat menimbulkan komplikasi yang fatal. Pengelolaan anestesi untuk tindakan bedah fossa
posterior memerlukan pertimbangan yang matang dan sudah ditentukan sebelum dilakukan anestesi.
Persiapan pada pasien dengan lesi fossa posterior adalah evaluasi prabedah, premedikasi, induksi, posisi
durante, pengelolaan anestesi dan monitoring. Manipulasi selama pembedahan pada batang otak dan
saraf kranialis akan menimbulkan akibat pada sistem kardiorespirasi dan dapat fatal. Posisi true lateral
mempunyai resiko tersendiri terhadap pasien selama dan pascapembedahan, hal tersebut harus menjadi
perhatian khusus oleh ahli anestesi. Anestesi mempunyai peranan yang sangat penting dalam manajemen
secara keseluruhan pada pasien ini untuk memberikan manajemen proteksi otak yang maksimal selama
pembedahan sehingga memperoleh hasil akhir pembedahan yang sukses.

Kata kunci: cerebellopontine angle; fossa posterior; posisi true lateral; proteksi otak

JNI 2019; 8 (3): 190–201

Cerebellopontine Angle Tumor Surgery: Brain Protection Techniques, Cardiorespiratory


System Monitoring and True Lateral Position Manipulation Effects

Abstract

Cerebellopontine angle (CPA) tumors are the most common neoplasm found in the posterior fossa. A 32-year-
old woman diagnosed with CPA tumor underwent resection. The surgery position is true lateral. Brain protection
anesthetic techniques use total intravenous (TIVA)-inhalation combination. Invasive monitoring is performed to
monitor the cardiorespiratory system during surgery. Prevention and monitoring are done to manage the effect
of surgical position. There is a reduction in pain scale and increased neurological function after the surgery. CPA
tumor surgery is a difficult procedure and potentially cause fatal complications. The anesthesia management for
posterior fossa surgery must be determined before anesthesia. The surgery preparation for posterior fossa lesions-
patients consists of surgery evaluation, premedication, induction, durante position, anesthesia management, and
monitoring. The brainstem and cranial nerve surgery cause a fatal complication in the cardiorespiratory system.
The true lateral position impact the patients' condition during and after surgery. Anesthesia is important to provide
maximum brain protection and successful surgery.

Key words: cerebellopontine angle; brain protection; fossa posterior; true lateral position

JNI 2019; 8 (3): 190–201

190
Pembedahan Tumor Cerebellopontine Angle: Tehnik Proteksi Otak, 191
Pengawasan Sistem Kardiorespirasi dan Efek Manipulasi Posisi True
Lateral

I. Pendahuluan merupakan tindakan pembedahan yang sulit dan


dapat menimbulkan komplikasi yang fatal. CPA
Tumor pada susunan saraf pusat dijumpai hampir merupakan suatu area yang sempit terisi dengan
10% dari tumor di seluruh tubuh, dengan frekuensi struktur vaskuler dan jaringan saraf. Pengobatan
80% intrakranial dan 20% medula spinalis. Di terhadap tumor ini tergantung dari beratnya
Amerika didapati 35.000 kasus baru dari tumor keluhan dan besarnya tumor. Laporan terakhir
otak setiap tahun. Angka kejadian tahunan tumor dikatakan 90% post pembedahan mendekati nilai
otak primer adalah 7–19,1 dan tingkat mortalitas normal dan 40% memperbaiki pendengaran.5,6
adalah sebesar 6 per 100.000 penduduk. Insiden Sehingga dalam makalah ini akan dibahas
tumor otak pada anak-anak terbanyak dekade tentang tumor CPA pada pasien perempuan
1, sedang pada dewasa pada usia 30–70 dengan berusia 32 tahun dengan harapan didapatkan
puncak usia 40-65 tahun.1 Tumor otak atau tumor pengetahuan mengenai tumor CPA baik secara
intrakranial ialah tumor yang timbul di dalam teori maupun praktik serta permasalahan yang
tengkorak atau adanya proses desak ruang. muncul dalam penatalaksaan kasus ini khususnya
Lokasi tumor terbanyak berada di lobus parietalis pada tatalaksana anestesi pada tumor CPA.
(18,2%), lainnya tersebar di beberapa lobus
otak, suprasellar, medullaspinalis, cerebellum, II. Kasus
brainstem, cerebellopontine angle dan multiple.2
Tumor cerebellopontine angle (CPA) merupakan Riwayat Penyakit:
jenis neoplasma terbanyak yang ditemukan di Pasien wanita usia 32 tahun, berat badan 59
fossa posterior, merupakan 5–10% dari seluruh kg datang dengan keluhan sakit kepala sejak 2
angka kejadian tumor intracranial.3,4 tahun yang lalu, hilang timbul, dan semakin lama
semakin sering. Enam bulan yang lalu lemah pada
Pengelolaan anestesi untuk tindakan bedah tubuh sebelah kiri, pendengaran turun sebelah
fossa posterior memerlukan pertimbangan yang kanan. Dalam satu bulan ini pasen tidak bisa
matang dan sudah ditentukan sebelum dilakukan mendengar sama sekali, dan pandangan mulai
anestesi. Seperti bagaimana mempertahankan kabur. Pasien juga mengeluh kesulitan dalam
tekanan perfusi otak, respon kardiovaskuler berjalan, selain kaki dirasakan agak melemah
terhadap manipulasi pembedahan dan pencegahan juga pusing sewaktu berjalan. Riwayat penyakit
terhadap adanya emboli udara. Yang termasuk lain disangkal. Riwayat penyakit yang sama di
fossa posterior antara lain pembedahan untuk keluarga tidak ada.
tumor CPA, tumor cerebellum, dan tumor batang
otak (glioma). Pada anak duapertiga dari tumor Pemeriksaan Fisik
otak adalah tumor fossa posterior, sedangkan Pemeriksaan fisik saat prabedah, keadaan umum
pada dewasa sebagian tumor fossa posterior pasien tampak sakit sedang. Tekanan darah
berupa neurinoma akuistik, tumor metastase, 130/80 mmHg, nadi 95–97 x/menit, frekuensi
meningioma dan hemangioblastoma.4,5 Usaha nafas 14-16 x/menit, tidak tampak sesak, saturasi
terapi untuk menghilangkan gejala dan mencegah pulseoxymetri (SpO2) 97%. Kesadaran GCS 456
komplikasi dapat dilakukan secara konservatif, pupil bulat isokor 3mm/3mm, RC +/+. Gangguan
observatif atau dengan pembedahan tergantung nervus kranialis didapatkan pada N VII dan
dari gejala klinis yang ditimbulkan.5 Posisi VIII. Tuli sensorial dextra (D) sangat berat. Otot
pada pembedahan CPA tumor pada umumnya wajah didapatkan hemiparesis D. Tidak terdapat
dilakukan dengan posisi true lateral. Akibat dari gangguan fonasi dan menelan. Pemeriksaan
posisi tersebut mempengaruhi hemodinamik, sensoris normal, motorik normal pada kedua
pernapasan, fungsi syaraf perifer, dan estremitas. Mata tidak tampak anemis, ptosis
muskuloskeletal. Hal inilah yang akan menjadi ataupun ikterik, visus 4/5,5 – 4/5,5. Mallampati
perhatian khusus durante operasi.6 2, Pemeriksaan paru didapatkan gerakan dada
simetris, auskultasi suara nafas vesikuler kanan
Tindakan pembedahan pada tumor di daerah CPA dan kiri, wheezing (-), ronkhi (-). Pemeriksaan
192 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

jantung diidapatkan bunyi jantung S1 – S2 herniasi transtentorial upward.


tunggal, murmur/gallop (-). Abdomen supel,
tidak ada nyeri tekan, bising usus kesan normal. Manajemen Anestesi
Ekstremitas tidak dijumpai edema maupun Pasien didiagnosa status fisik ASA 3 tumor CPA
sianosis tetapi didapatkan hemiparesis D. dengan gangguan pendengaran, hemiparesis
Elektrokardiogram menunjukkan irama sinus 80x/ dextra, paresis N.VII dextra, peningkatan
menit. Foto thorak AP (Gambar 1) paru-paru dalam tekanan intrakranial (TIK). Pasien direncanakan
batas normal. Hasil CT Scan Kepala (Gambar 2) untuk dilakukan tindakan kraniotomi diseksi
didapatkan gambaran massa solid heterogen di tumor. Persiapan preoperatif pasien dilakukan
cerebellopontine angle (CPA) kanan, kemungkinan informed consent, dipuasakan makanan padat 8
schwanoma akustik yang menyebabkan moderate
jam sebelum pembedahan, minuman jernih (clear
obstructive hydrocephalus setinggi ventrikel IV dan
fluid) 2 jam sebelum pembedahan, persiapan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dan tambahan didapatkan data berikut:

Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Hasil


Hemoglobin 14 g/dl PT 9 detik
Hematokrit 39,9% APTT 29,6 detik
Leukosit 11,140/mm3 Albumin 4,68 u/L
Trombosit 190,000//mm3 GDS 114 u/L
Natrium 138 mEq/L
Kalium 3,86 mEq/L
Clorida 106 mEq/L
Ureum 13,8 mg/dl
Creatinine 0,6 mg/dl
SGOT 24 u/L
SGPT 34 u/L

ruang perawatan intensif untuk pascapembedahan


ukuran 7 Franc pada vena subclavia kanan dan
dan premedikasi dengan pemberian ondansetron
arterial line pada arteri radialis kanan. Tekanan
8 mg, midazolam 2,5 mg dan ranitidine 50 mg
darah invasif dan CVP langsung disambung ke
sebelum pembedahan.
monitor secara kontinyu. Dipasang kateter urine
dengan rest urine 200cc dan kateter sonde lambung.
Pengelolaan Anestesi
Cek hemodinamik stabil kemudian pasien
Pasien dilakukan induksi dengan prinsip proteksi
diposisikan miring (true lateral) kiri. Anestesi
otak melalui kombinasi pemberian fentanyl 100
pemeliharaan diberikan isoflurane dengan
mcg iv, lidokain 80mg iv, propofol 100 mg iv.
aliran oksigen dan N20 (3:1) kombinasi syringe
Sebelumnya dilakukan preoksigenasi 5 menit
kontinyu propofol (4–12 cc/jam), ditambahkan
100% O2, pemasangan monitor NIBP mode
suplemen fentanyl 50 mcg/jam, vecuronium 2
stat, EKG 3 leads, SpO2. Intubasi difasilitasi
mg/jam, dengan mode ventilasi kontrol volume
menggunakan rocuronium 50 mg dengan
tidal (VT) 440cc, frekuensi 12x/menit. Saturasi
menggunakan endotracheal tube (ETT) non-
terbaca 99–100%. Mannitol diberikan dengan
kinking no. 7. Hemodinamik terukur tekanan
dosis 1 g/kgbb dan kortikosteroid diberikan sesuai
darah 125/60 mmHg, nadi 75x/menit, frekuensi
program ruangan. Pada posisi miring diberikan
nafas 20x/menit, saturasi O2 99%. Dilakukan
pading pada ketiak, dan beberapa titik tumpu
pemasangan central venous catheher (CVC)
lainnya. Posisi kepala difiksasi dengan bantal
Pembedahan Tumor Cerebellopontine Angle: Tehnik Proteksi Otak, 193
Pengawasan Sistem Kardiorespirasi dan Efek Manipulasi Posisi True
Lateral

Gambar 1. Foto thorax PA Pasien

Gambar 3. Posisi pasien miring (true lateral)

Grafik 1. Hemodinamik selama pembedahan


(Keterangan: Sistolik/Diastolik dalam mmHg, HR
dalam x/menit, CVP dalam mmHg, ET CO2 dalam
mmHg
Gambar 2. CT-scan Pasien
sekitar 80%. Selama pembedahan hemodinamik
donut yang sesuai. Pada sela kaki kanan dan kiri relatif stabil meskipun ada beberapa fase
diberi bantal. Dipastikan tidak terjadi bendungan terjadi aritmia atau perubahan tekanan darah
vena jugularis, perfusi perifer ekstremitas dan dan kondisi otak tidak buldging. Fluktuasi
pengembangan pernafasan baik. hemodinamik ketika dilakukan manipulasi pada
saraf dan batang otak. Jika terjadi perubahan akan
Pembedahan berlangsung selama 7 jam 20 dikomunikasikan dengan operator dan persiapan
menit. Dilakukan trepanasi dan reseksi tumor obat antiaritmia dan vasopressor sudah dilakukan.
194 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

Gambar 4. Kondisi Otak selama Pembedahan Gambar 5. Cerebellopontine Angle.


Tabel 2. Estimasi Cairan selama Pembedahan
Output Input Balance III. Pembahasan
Urine 2700 cc/9 Kristaloid 2500 cc Defisit 150
jam cc Tumor Cerebello Pontine Angle (CPA) adalah
tumor intrakranial yang berada pada sudut
Perdarahan Koloid 500 cc
1100 cc cerebellopontine. Cerebello Pontine Angle (CPA)
merupakan ruang kecil di fossa posterior yang
Mannitol 200 cc
dibatasi oleh cerebellum dan pons, berbentuk
PRC 750 cc irreguler dan berisi nervus VII, nervus VIII,
flocculus cerebellum dan recess lateral ventrikel
Pengelolaan Pascabedah ke-4. Cerebello Pontine Angle (CPA) dibatas
Pascapembedahan dilakukan delayed emergence. oleh permukaan posterior dari os temporal pada
Pasien dibawa ke ICU (Intensive care unit) sisi anterior, permukaan anterior cerebellum pada
dalam keadaan terintubasi dan ventilasi sisi posterior, olive anterior pada sisi medial, tepi
terkontrol. Dilakukan CT Scan kontrol 6 jam inferior pons dan pedunkulus cerebelli pada sisi
pascapembedahan. Weaning bertahap dan superior dan tonsil cerebelli pada sisi inferior.3,4,7
ekstubasi dengan difasilitasi lidokain di ICU Lokasi yang berhubungan dengan banyak
setelah evaluasi CT Scan dinilai aman pada struktur inilah yang menjadi khusus terhadap
besok harinya. Penilaian defisit neurologis pasca pembedahan tumor CPA. Pendesakan ataupun
ekstubasi kembali pada kondisi preoperatif infiltrasi jaringan tumor pada struktur sekitar akan
bahkan terjadi pengurangan terhadap keluhan menimbulkan gejala defisit neurologis yang khas.
nyeri kepala dan kelemahan ekstremitas. Setelah Tumor CPA yang paling umum adalah vestibular
2 hari perawatan ICU, pasien kembali ke ruangan. schwannoma atau disebut juga neuroma akustik.
Kurang lebih 8% dari tumor primer intrakranial
Pembedahan Tumor Cerebellopontine Angle: Tehnik Proteksi Otak, 195
Pengawasan Sistem Kardiorespirasi dan Efek Manipulasi Posisi True
Lateral

Gambar 6. Vestibular Schwannoma (Neuroma Akustik).11

adalah schwannoma, dengan lokasi terbanyak pada usia pertengahan. Pada pasien dengan
terdapat pada CPA, dimana 90% adalah vestibular neurofibromatosis dapat muncul lebih awal yaitu
schwannoma dan hanya 10% tipe lainnya. pada dekade ketiga. Pada suatu penelitian dari
Perbandingan dengan vestibular schwannoma, 500 kasus NA dilaporkan terdapat 50% pasien
tanda dan gejala dari nervus VIII adalah jarang, berusia pada dekade kelima atau keenam dan
tanda dan gejala dari nervus cranialis lainnya dan hanya 15% yang berusia kurang dari 30 tahun.
tanda cerebellum lebih menonjol pada tumor CPA Neuroma akustik sangat jarang terjadi pada anak-
non vestibular schwannoma. Dengan bantuan anak. Neuroma akustik terhitung 60–92% dari
computed tomography dan magnetic resonance tumor CPA. Oleh karena itu saat mengevaluasi
imaging (MRI) sering menunjukkan gambaran massa CPA primer, NA adalah yang tersering.8,9
yang mengarah ke diagnosis yang benar.8,9 Secara Neuroma akustik dapat dikelompokan menurut
epidemiologi neuroma akustik (NA) banyak skala WT Koos. Stage I jika tumor di dalam meatus

Gambar 8. Posisi bantalan pada axillar (axillary


Gambar 7. Posisi Lateral. Posisi lengan 90°, roll). Bantalan di posisikan disisi kaudal dari ak-
peletakan bantalan diantara Tngkai dan chest roll sila.12
positioning.12
arachnoid.3 Pada kasus ini menurut skala WT
akustik internus, stage II jika didapatkan tumor
Koss maka dapat dikategorikan stage IV, dimana
CPA dengan atau tanpa fraksi meatus akustik
sudah ada penekanan pada batang otak berupa
internus, stage III jika tumor CPA telah melekat
herniasi upward dan hydrocephalus. Gambaran
pada batang otak dan stage IV jika tumor CPA
klinis NA tergantung ukuran dan lokasi tumor.
disertai dengan penekanan batang otak dan invasi
196 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

Gejala yang dapat terjadi antara lain: tinitus maka pengelolaan anestesi harus dilakukan
unilateral, kehilangan pendengaran sensorineural secara holistik dan teliti pada evaluasi prabedah
unilateral, vertigo, ketidakseimbangan, lemah atau preoperatif, persiapan dan premedikasi,
separuh wajah, penurunan refleks kornea, pengawasan kondisi pasien secara umum,
hemihipestesi pada wajah atau nyeri pada sisi pemilihan posisi selama tindakan bedah, serta
ipsilateral wajah. Dengan pertumbuhan tumor memfasilitasi pengawasan fungsi saraf cranial,
lebih lanjut, serebelum dan batang otak dapat stabilisasi pernafasan, kardovaskular, mencegah
terkompresi dan menyebabkan masalah yang dan memonitor terjadinya emboli udara serta
berkaitan dengan keseimbangan dan koordinasi. komplikasi lain yang dapat terjadi.1,6,7
Ataksia dan tremor intensional mungkin
akan berkembang. Pasien akan memiliki Evaluasi preoperatif yang perlu diperhatikan
kecenderungan untuk jatuh ke sisi lesi. Jika adalah tanda-tanda peningkatan TIK meliputi
perkembangan tumor makin membesar dapat tingkat kesadaran, muntah, edema papil,
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial hidrosefalus, gangguan defisit saraf cranial seperti
dan hidrosephalus sehingga pasien akan merasa sulit menelan, gangguan fungsi laring, perubahan
sakit kepala berat.8,9 Kasus yang kami kerjakan fonasi, gag reflek menghilang, tanda gangguan
mempunyai gejala khas peningkatan TIK dimana fungsi batang otak seperti nafas tidak teratur,
keluhan sakit kepala progresif disertai kelemahan sleep apneu, tanda gangguan cerebellar seperti
pada salah satu sisi ekstremitas gerak. Untuk ataxia, dysmetria dan gangguan kardiovaskular
spesifik yang berhubungan dengan saraf kranialis seperti bradikardi.7-9 Diagnosis dan pengelolaan
adalah adanya gangguan pendengaran dan dilakukan utamanya untuk mengetahui hubungan
asimetris pada wajah. antara topografi lesi dan gangguan fungsi
yang terjadi. Pada kasus ini hasil pemeriksaan
Pemeriksaan untuk kecurigaan NA harus preoperatif menunjukkan gangguan pendengaran,
mencakup pemeriksaan pendengaran, nervus hemiparesis dextra, paresis N.VII dextra dan
kranialis, fungsi okulomotor dan serebelum. peningkatan TIK. Untuk saraf kranialis yang
Pemeriksaan telinga harus mencakup otoskopi. berhubungan dengan jalan nafas masih berfungsi
Hasil Otoskopi yang normal akan membantu dengan baik, tetapi tidak menutup kemungkinan
menyingkirkan penyebab lain dari gangguan komplikasi tindakan dapat menurunkan fungsi
pendengaran. Tes garpu tala dapat membantu saraf kranialis tersebut.
mengetahui sisi dengan gangguan sensorineural.
Nervus kranialis harus diperiksa dengan perhatian Selama proses pembedahan, menentukan posisi
khusus pada nervus III, VII, VIII, IX, X, XII, dan yang adekuat pada pasien merupakan faktor yang
periksa tanda-tanda nystagmus. Pemeriksaan penting dalam memberikan akses yang memadai
fungsi cerebellum mencakup tunjuk jari hidung untuk penanganan lesi intrakranial. Posisi pasien
untuk pengujian tremor intensi, tes Romberg, dan yang dapat diterapkan pada pembedahan fossa
jalan tandem. Pasien dengan tumor CPA sering posterior adalah posisi lateral, posisi telungkup
jatuh ke arah sisi lesi.9 Hasil pemeriksaan harus (prone), posisi semi telungkup (park-bench),
didokumentasikan dengan baik karena luaran posisi duduk (sitting) dan posisi terlentang
pembedahan berhubungan dengan fungsi saraf- (supine). Penentuan posisi tergantung dari metoda
saraf kranialis tersebut. Penatalaksanaan anestesi pembedahan yang akan dilakukan.10 Disamping
pada tumor CPA sama dengan penatalaksanaan posisi yang benar, beberapa hal penting perlu
anestesi pada pembedahan tumor fossa posterior dilakukan sebagai pencegahan umum, yaitu
lainnya, karena CPA secara anatomi merupakan memberikan perhatian khusus pada penggunaan
bagian dari fossa posterior, dimana pada CPA bantalan, untuk menghindari peregangan atau
ini banyak terdapat saraf vital, pembuluh kompresi dari saraf perifer dan pembuluh
darah. Sehingga pada pembedahan tumor ini darah. Selain itu, pengamanan jalan nafas dalam
memerlukan perhatian khusus, halus, sulit dan perubahan posisi kepala juga perlu diperhatikan.
waktu yang lama. Berkaitan dengan hal tersebut, Semua jalur arteri dan vena harus dibebaskan
Pembedahan Tumor Cerebellopontine Angle: Tehnik Proteksi Otak, 197
Pengawasan Sistem Kardiorespirasi dan Efek Manipulasi Posisi True
Lateral

Tabel 3. Tindakan Pengawasan Berdasarkan radialis bisa terjadi karena penempatan posisi
Periode Tindakan Operatif.19 pasien yang kurang tepat dan terjadi penekanan
Pra Induksi & Induksi Pasca Induksi nervus radialis yang terus menerus akibat tekanan
EKG 5 leads Kateter vena sentral bagian tepi armboard.11,12
Tekanan darah Pemeriksaan precordial
Doppler Ultrasound
Pemberian premedikasi dipertimbangkan,
tergantung pada status fisik pasien. adanya
Pulse oxymetri Stetoskop esophageal
peningkatan TIK dan tingkat kegelisahan pada
Steeoskop precordial Pemeriksaan temperatur pasien. Pemberian sedatif perlu dihindari, jika
esophageal/nasofaringeal
memang diperlukan dapat digunakan dengan dosis
ETCO2 ETCO2 dan ETN2 minimum. Pengaruh lesi pada kardiovaskular
Elektrofisiologis* Transesofageal* dan respirasi menjadi nyata setelah pemberian
* jenis pengawasan premedikasi yang bersifat sedatif dan mendepresi
yang tidak rutin dilaku- pernafasan. Sehingga secara umum premedikasi
kan tidak diberikan pada lesi fossa posterior. Kecuali
memang premedikasi dibutuhkan.13,14 Premedikasi
dengan golongan narkotika dihindari pada
dan jika dimungkinkan, dapat diakses dengan
pasien dengan hidrosefalus akibat pembuntuan
segera. Dan yang paling penting adalah antisipasi
ventrikel ke-IV, karena dapat meningkatkan TIK.
dan diagnosis dini serta persiapan penanganan
Benzodiazepin per oral dapat diberikan 60–90
terjadinya emboli udara.11
menit sebelum pasien masuk ruang pembedahan
untuk mengurangi kegelisahan dan tidak berefek
Posisi untuk dilakukan pembedahan pada CPA
samping pada pingkatan TIK.15 Pada pasien
pada pasien ini adalah posisi lateral. Posisi lateral
ini diberikan ondansentron 8 mg dan ranitidine
digunakan untuk pendekatan lesi yang tidak
50 mg diruangan. Sedangkan midazolam 2.5
berada di garis tengah, terutama CPA. Posisi ini
mg di kamar pembedahan, dimana midazolam
memfasilitasi retraksi karena gravitasi dari otak
menyebabkan penurunan aliran darah otak dan
kecil yang bebas sehingga memfasilitasi aliran
CMRO2 secara paralel. Midazolam dibandingkan
CSS dan darah vena. Posisi lateral sangat cocok
thiopental memberikan hemodinamik lebih stabil.
untuk dapat melakukan pendekatan pada daerah
Pada pasien tumor otak terjadi penurunan sedikit
CPA. Selain itu, dengan posisi ini operator bedah
dari MAP dan tekanan perfusi otak cenderung
dapat mengakses daerah-daerah yang mengalami
tidak turun. Benzodiazepin adalah hipnotik
lesi seperti cerebellar hemisphere, clivus,
sedatif yang mempunyai rentang lebih besar,
petrous ridge, serta foramen magnum. Namun,
berefek anxyiolisis, anti konvulsan, dan amnesia.
kebanyakan posisi ini digunakan untuk prosedur
Benzodiazepin menyebabkan depresi SSP sesuai
bedah saraf unilateral pada bagian fossa posterior.
dengan dosis sehingga terjadi penurunan CMRO2,
Kerugian posisi ini adalah kemungkinan terjadi
aliran darah otak, dan mempunyai efek proteksi
kelumpuhan saraf popliteal akibat bantalan yang
otak walaupun kurang jika dibandingkan dengan
kurang adekuat pada daerah fibula. Selain itu
barbiturat. Midazolam memiliki potensi 3–4 kali
penggunaan axillary roll harus tepat agar dapat
diazepam dengan mula kerja dan pemulihan
melindungi struktur saraf dan vaskuler pada
yang lebih cepat. Tekanan darah turun bila ada
bagian axillar. Axillary roll sebaiknya tidak
hipovolemia akibat turunnta resistensi peirfer dan
diletakkan terlalu dalam pada axillar karena posisi
curah jantung, penurunan aliran darah otak dan
yang tepat dapat sedikit mengangkat toraks dan
CMRO2 sebanyak 40%.15
dekompresi pada ipsilateral aksila. Pada posisi
lateral, lengan seringkali diposisikan pada double
Jalan nafas pada pasien perlu mendapat perhatian
armboard, papan atau bantalan yang terbuat dari
khusus, terutama berkaitan dengan posisi pasien
logam yang dikaitkan pada meja pembedahan
selama pembedahan. Ahli anestesi harus dapat
setelah memposisikan pasien. Kelumpuhan saraf
melakukan fiksasi pipa endotrakheal sebelum
198 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

penentuan posisi bedah pada pasien, terutama pada ICP, tekanan darah, denyut jantung dan
pada posisi bedah yang melibatkan posisi kepala efektif pada pasien dengan SOL ataupun iskemia.
dan leher yang mungkin mengalami rotasi.15 Rocuronium merupakan alternatif terbaik karena
pengawasan tekanan darah harus dilakukan onset cepat dan sedikit pengaruhnya pada
sebelum induksi anestesi sehingga saat dilakukan dinamika intrakranial.18
induksi dan intubasi kontrol terhadap tekanan
darah dan CPP dapat maksimal, khususnya pada Pemeliharaan anestesi harus mempunyai efek
pasien dengan risiko peningkatan TIK. Tehnik paling kecil atau tidak mempengaruhi autoregulasi
indukasi anestesi dengan thiopental atau propofol serebral dan kemampuan merespon CO2,
intravena dilanjutkan dengan menggunakan mempertahankan kestabilan kardiovaskular, dan
golongan narkotika dosis rendah (Fentanyl 4–6 mampu menurunkan TIK sehingga meningkatkan
μg/kg), relaksan otot dan anestesi inhalasi sebesar tekanan perfusi otak. Anestesi inhalasi yang
0,5–1,0 MAC dapat menghasilkan efek anesthesia paling ideal dikatakan adalah sevofluran. Pada
dan amnesia yang adekuat, pemeliharaan pasien ini digunakan inhalasi isofluran karena
aktivitas sistim saraf autonom dan pasien akan pertimbangan biaya untuk operasi yang lama.
segera sadar setelah anestesi inhalasi dihentikan. Isofluran merupakan obat anestesi inhalasi yang
Dengan demikian, penilaian status neurologis baik untuk neuroanestesi yang menurunkan
pascapembedahan dapat segera dilakukan.10,15 CMRO2 50% pada 2 MAC, akibat penurunan
Lidokain berdasarkan literatur digunakan sebagai fungsi neuron bukan toksisitas metabolik, dosis
adjuvant brain protection. Pemberian lidokain isofluran yang lebih tinggi tidak menimbulkan
menurunkan CMRO2 15–20%. Dosis yang perubahan seperti pentotal. Pada konsentrasi
direkomendasikan 1.5 mg/kgbb. Tujuan lain 0,5% isofluran menurunkan aliran darah otak,
penggunaan lidokain untuk menurunkan respon sedangkan 0,95% meningkatkan aliran darah
hemodinamik sewaktu dilakukan tindakan otak. Autoregulasi terganggu oleh isofluran
intubasi.17 Pada kasus ini digunakan lidokain tetapi tetap berfungsi samai 1,5 MAC. Respons
80 mg intravena saat induksi dengan harapan terhadap hipokapnia masih baik sampai 2,8 MAC,
tidak terjadi gejolak hemodinamik yang dapat tetapi pada dosis ini kenaikan PaCO2 gagal untuk
meningkatkan tekanan darah rerata dan lidokain mempengaruhi aliran darah otak, karena pemuluh
mempunyai efek proteksi otak. Mekanisme darah otak berdilatasi maksimal. Dengan isofluran
lidokain dalam proteksi otak adalah menurunkan aliran darah otak meningkat, tetapi ada penurunan
perpindahan ion transmembran, menurunkan laju resistensi absorpsi cairan serebrospinal.16,17
metabolisme otak (cerebral metabolit rate-CMR),
modulator aktifitas leukosit dan menurunkan Anestesi inhalasi pada pasien ini dikombinasi
pelepasan excitotoxin karena iskemia.19 dengan propofol kontinyu. Selain mengambil
efek proteksi otak dari propofol, tujuan kombinasi
Relaksasi pada pasien ini menggunakan pelumpuh adalah menurunkan dosis obat inhalasi yang
otot rocuronium dan vecuronium. Relaksasi dipakai. Propofol terhadap tekanan perfusi
digunakan untuk mencapai TOF (Train of Four) otak dengan menurunkan tekanan darah. Efek
0, karena jika TOF 1 tidak menjamin tidak adanya propofol terhadap metabolism otak dan aliran
gerakan diafragma yang akan meningkatkan darah otak sama dengan barbiturate. Pada pasien
tekanan vena serebral dan tekanan intracranial. dengan cidera otak anestesi dengan propofol
Apneu dengan narkotik atau hiperventilasi tidak akan menurunkan aliran darah otak sebanyak
dianjurkan karena akan menyebabkan kenaikan 30%, CMRO2 30%, dan tekanan intracranial,
tekanan vena serebral. Vecuronium dipilih pada dan penurunan tekanan perfusi otak disebabkan
kasus ini karena tidak menyebabkan pelepasan karena penurunan tekanan darah. Propofol
histamin yang dapat gejolak hemodinamik dan mendepresi jantung lebih kuat dari thiopental,
tidak meningkatkan aliran darah ke otak yang tekanan darah turun 15–30 % yang disertai
dapat menyebabkan edema. Vecuronium juga atau tidak reflex peningkatan denyut nadi.
mempunyai efek minimal atau tidak ada efeknya Sehingga sebelum induksidipastikan kecukupan
Pembedahan Tumor Cerebellopontine Angle: Tehnik Proteksi Otak, 199
Pengawasan Sistem Kardiorespirasi dan Efek Manipulasi Posisi True
Lateral

volume pasien. Propofol lebih efektif mencegah Selain itu juga untuk mempertahankan stabilitas
respon hemodinamik di banding etomidat dan sistim kardiorespirasi dan mendeteksi terjadinya
thiopental.18,19 emboli udara.14

Pemberian kortikosteroid pada kasus tumor otak Alat-alat pengawasan yang digunakan meliputi
untuk mengurangi edema disekeliling tumor. invasive monitoring (arterial blood pressure dan
Pemberian steroid sebelum reseksi tumor sering central vein pressure), EKG, pulse oxymetri,
memberikan perbaikan neurologis mendahului kapnograph, temperatur, kateter urin, dan
pengurangan tekanan intrakranial. Steroid dapat pemeriksaan analisa gas darah durante. Tujuan
memperbaiki kerusakan barier darah-otak. Pada anestesi pada kasus ini memfasilitasi brain
kasus ini, steroid sudah diberikan sejak sebelum relaksasi dan penurunan TIK, pemberian N2O
pembedahan. Banyak literatur menuliskan terdapat kontroversi terutama dalam mencegah
pemberian steroid menurunkan edema vasogenic VAE maka perlu dihindari. Pengawasan durante
peritumoral. Efek steroid melalui mekanisme yang perlu diperhatikan adalah stimulasi dari
stabilisasi membran, mencegah pelepasan batang otak dan emboli udara. Stimulasi batang
lipid peroxidase dan anti inflamasi sehingga otak dan saraf kranial dapat menyebabkan
dapat sebagai proteksi kondisi iskemia otak. hipotensi berat, bradikardi, takikardi, aritmia
Selain steroid diberikan juga mannitol dengan dan hipertensi. Hipertensi dapat terjadi akibat
dosis 0,5–1gr/kgbb dengan tujuan menurunkan stimulasi dari saraf V, area abu-abu periventrikel,
tekanan intrakranial (TIK), meningkatkan CPP formasi retikularis, atau nukleus traktus solitarius.
dan memperbaiki aliran darah otak terutama pada Bradikardi dan nodal escape terjadi akibat
daerah iskemia.18 Suhu tubuh dijaga pada rentang stimulasi nervus vagus, sedangkan hipotensi
35–36°C dengan tujuan mempertahankan kondisi akibat penekanan pada pons dan medulla.
low normothermia. Terdapat bukti-bukti dari Stimulasi pada batang otak dapat menghasilkan
kondisi tersebut sebagai upaya proteksi otak. gangguan aritmia ventrikular dan supraventikular
Keuntungan low normothermia terbatas pada yang dapat mengancam nyawa, sehingga
mencegah kejadian hipertermia yang sangat tidak pengawasan EKG harus bagus dan tidak
menguntungkan dan menghindari efek samping terganggu oleh tindakan kauter.14-16
dari kondisi hipothermia. Literatur menyarankan
suhu tubuh di kamar operasi 34–35°C dan Hal yang harus dimonitor intrapembedahan
pascabedah di ICU 36 °C.20 adalah reflex kardiovaskuler, yaitu stimulasi
dilantai ventrikel IV menimbulkan reflek medulla
Tujuan terapi cairan untuk membuat atau reflek trigeminal yang menyebabkan
hemodinamik stabil, mencegah hipovolemia, hipotensi dan bradikardi. Selain itu, pengawasan
hipervolemia, hipoosmoler, hiperglikemia. batang otak harus dilakukan, mengingat tindakan
Pemberian cairan dapat dengan NaCl 0,9% pembedahan pada CPA berisiko menyebabkan
atau dapat diberikan koloid, batasi pemberian cedera saraf kranial. Untuk tindakan anestesi,
Ringer laktat, dikarenakan NaCl 0,95 (308 pengawasan evoked electromyogram (EMG)
mOsm/lt) dibanding dengan RL (273 mOsm/lt) dan somatosensory evoked potentials (SSEPs)
osmolaritasnya mendekati osmolaritas tubuh (290 sangat penting karena dapat dipengaruhi oleh
mOsm/lt). Cairan pemeliharaan diberikan 1–1,5 pemberian relaksan otot, N2O serta obat anestesi
ml/kgBB/jam atau mengganti 2/3 dari diuresis. inhalasi.14,15,18 Tindakan yang dilakukan ketika
Hindari pemakaian larutan hipotonik.15,16 Selama pascapembedahan tumor CPA bertujuan untuk
operasi total perdarahan cukup banyak, tetapi mencegah hipoksemia atau ancaman gangguan
dengan resusitasi yang baik maka dapat tercapai nafas yang lain, deteksi terjadinya iskemic
kondisi yang stabil tidak hipovolemia. Tindakan otot jantung, yaitu dengan pemberian oksigen,
pemantauan atau pengawasan pada periode EKG dan Foto Thorax, pemeriksaan analisa gas
pembedahan bertujuan untuk memastikan perfusi darah secara berkala, serta jika dicurigai emboli
dari sistim saraf pusat terjadi dengan adekuat. arteri maka dilakukan kompresi hiperbarik.13,14
200 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

Beberapa hal penting yang harus diperhatikan merupakan komplikasi yang paling sering terjadi
pada pascapembedahan adalah pasien harus (sekitar 50%). Semakin tinggi posisi kepala
dapat sadar dengan segera, agar penilaian fungsi terhadap jantung, semakin besar tingkat kejadian
neurologis dapat segera dilakukan. Sedangkan emboli udara. Tingkat mortalitas dan morbiditas
untuk perencanaan ekstubasi di pertimbangkan berkaitan dengan jumlah dan tingkat udara
dengan hati-hati untuk meminimalisasi batuk yang masuk.14-6 Terdapat beberapa tindakan
dan mengejan untuk menghindari terjadinya pengawasan terjadinya emboli udara vena selama
sakit tenggorokan, hipertensi, takikardia periode pembedahan, yaitu Doppler ultrasound
dan peningkatan TIK hingga dapat terjadi tranducer, kateter arteri paru-paru, ETCO2, ETN2,
perdarahan.10 Pada kasus ini dilakukan delayed serta transesophageal echocardiography (TEE).
emergence dengan beberapa pertimbangan yaitu Pada kasus ini dipasang stestokop prekordial
operasi lebih 7 jam, jumlah perdarahan banyak, dan pemantauan ET CO2. Apabila emboli udara
masih ada sisa tumor, dan antisipasi gangguan ini terdeteksi maka harus segera dikoreksi, yaitu
saraf kranial yang berhubungan dengan jalan antara lain dengan menyiram area bedah dengan
nafas, sehingga diperlukan pengawasan dan larutan saline dan menutup luka secepatnya,
rewarming diruang ICU. CT-scan kontrol menghentikan penggunaan N2O, memberikan
dilakukan 6 jam pascapembedahan karena terapi O2 100% dan infus intravascular serta
antisipasi perdarahan oleh sisa tumor. Setelah pemberian vasopressor untuk hipotensi.10,14,20
dinilai aman maka dilakukan weaning bertahap
dan ekstubasi difasilitasi lidokain. IV. Simpulan

Komplikasi yang dapat terjadi pasca tindakan Cerebellopontine Angle (CPA) adalah ruang
bedah fossa posterior adalah aritmia, kecil berbentuk ireguler yang terletak di fossa
permasalahan jalan nafas, komplikasi neurologis posterior. Untuk lesi yang tumbuh di dalam
serta terjadinya pneumocephalus dan emboli CPA, diferensial diagnosa terdiri dari tiga tumor
udara. Aritmia sering terjadi sebagai akibat utama: neuroma akustik, meningioma, dan
tindakan manipulasi daerah batang otak, epidermoid. Penatalaksanaan pembedahan untuk
dekat pons dan serabut saraf V, IX dan X. tumor CPA dapat dilakukan dengan beberapa
Permasalahan jalan nafas berupa makroglosia tehnik pembedahan yang membutuhkan posisi
dan pembengkakan jalan nafas atas dapat terjadi pembedahan dan posisi pasien yang khusus dan
karena lamanya tindakan pembedahan sehingga membutuhkan perhatian tersendiri. Persiapan
terjadi pembuntuan vena serta drainase limfa. pada pasien dengan lesi fossa posterior adalah
Komplikasi neurologis dapat terjadi akibat evaluasi pra bedah, premedikasi, induksi, posisi
peregangan leher yang ekstrem sehingga terjadi durante, pengelolaan anestesi dan pengawasan.
midcervical quadriplegia. Tindakan dibedah di Pemberian premedikasi tergantung dari keadaan
dekat serabut saraf VII-X dapat menyebabkan pasien. Posisi pembedahan fossa posterior true
hilangnya reflex jalan nafas, disfagia dan disfonia. lateral mempunyai perhatian khusus yang wajib
Kerusakan saraf perifer terutama brachial plexus, diawasi sepanjang waktu operasi oleh seorang ahli
saraf ulnar dan peroneal dapat disebabkan anestesi. Tatalaksana durante penting diperhatikan
oleh kesalahan posisi pasien. Pneumocephalus untuk stimulasi batang otak dan adanya
terjadi akibat kebocoran cairan serebrospinal komplikasi yang mungkin terjadi. Manajemen
sehingga terbentu ruangan terisi udara antara pascapembedahan diperhatikan untuk mencegah
dura dan arachnoid. Hal ini menyebabkan ukuran hipoksemia atau ancaman gangguan nafas yang
otak menjadi berkurang. Pemberian N2O akan lain, deteksi terjadinya iskemik otot jantung. Jika
memperburuk kondisi, sehingga sebaiknya dilakukan ekstubasi maka pasien dihindarkan
dihentikan 15 menit sebelum pembedahan selesai dari batuk dan mengejan. Prinsip proteksi otak
dan membiarkan PaCO2 meningkat. Emboli pada pembedahan tumor adalah tercapainya
udara pada vena banyak terjadi pada pembedahan relaksasi dari otak dan penurunan dari TIK.
fossa posterior dengan posisi pasien duduk dan
Pembedahan Tumor Cerebellopontine Angle: Tehnik Proteksi Otak, 201
Pengawasan Sistem Kardiorespirasi dan Efek Manipulasi Posisi True
Lateral

Daftar Pustaka Neuroanestesia Indonesia 2012; 1(4): 311–19.


11. Patel SJ, Wen DY, Haines SJ. Posterior fossa:
1. American Brain Tumor Association. Brain surgical consideration. Dalam: Cottrell JE,
tumor statistics. Chicago: 2012. Diakses dari Smith DS, eds. Anesthesia and Neurosurgery,
http://www.abta.org/about-us/news/brain- 4th Ed, Missouri; Mosby, Inc: 2001, 319–33.
tumor-statistics
12. Schubert A. Positioning injuries in anesthesia:
2. McCarthy BJ, Surawicz T, Bruner J, Kruchko an update. Advances in Anesthesia 2008; 26:
C. Consensus conference on brain tumor. 31–65.
Neuro-Oncology 2002: 134–45.
13. Saleh CS. Sinopsis Neuroanestesia Klinik.
3. Swieszewska I, Szurowska E, Kloc W, Surabaya: Universitas Airlangga Pers; 201.
Dubaniewicz WM, Skorek A, Drozynska
E, Stempniewcz M. Cerebellopontine angle 14. Gheorghita E, Ciurea J. Considerations
tumours: radiologic-pathologic correlation on anesthesia for posterior fossa-surgery,
and diagnostic difficulties. Folia Neuropathol Romanian Neurosurgery, Emergency
2006; 44: 274–81. Hospital Bagdasar Arseni, Bucharest; 2012,
XIX 3: 183–92.
4. Hain TC. Acoustic Neuroma. 2014. Diakses
dari http://www.dizziness-and-balance.com/ 15. Smith DS. Anesthetic management for
disorders/tumors/acoustic_neuroma.htm posterior fossa surgery: Dalam Cotrell
JE, Young WL, eds. Cottrel and Young’s
5. Khaled A, Ahsan S, Joarder MA, Karim B, Neuroanesthesia, 5th Ed, Philadelphia:
Chandy MJ, Nasir TA. Chondroma of the Mosby, Inc; 2010, 203–7.
cerebellopontine angle: a case report. Pulse
2015; 8: 81–4. 16. Goldsack C. Posterior fossa surgery: Dalam
Gupta AK, Summors A, eds. Notes in
6. Holanda A. Schwannoma and meningioma Neuroanesthesia and Critical Care, edisi-1.
association of cerebellopontine angle. London: Greenwich Medical Media. Ltd;
Neurocirurgica de Chile 2013; 39: 170–71. 2001, 57–60.

7. Springborg JB, Poulsgaard L, Thomsen J. 17. Lalenoh D, Bisri T, Yusuf I. Brain protection
Nonvestibular schwannoma tumors in the effect of lidocaine measured by interleukin-6
cerebellopontine angle: a structured approach and phospholipase A2 concentration in
and management guidelines. Skull Base epidural haematoma with moderate head injury
2008; 18: 217–27. patient. J Anesth Clin Res 2014; 5(3): 1–3.

8. Gonzales MF. Classification and pathogenesis 18. Menon G, Nair S, Bhattacharya RN. Cerebral
of brain tumors. Churchill Livingstone: New protection – Current concepts. IJNT 2005;
York; 1995, 31–45. 2(2): 67–9.

9. Berger MS, Prado MD. Textbook of Neuro- 19. William FC. Management of suprasellar
Oncology. Elsevier Saunders: Pennsylvania; meningioma. J Neuro-Ophthalmology 2003;
2005. 23(1): 1–2.

10. Harijono B, Saleh CS. Tata kelola 20. Bisri T. Dasar-Dasar Neuroanestesi, edisi ke-
anestesi pada bedah fossa posterior. Jurnal 2. Bandung: Saga Olah Citra; 2008, 1–74.

Anda mungkin juga menyukai