Anda di halaman 1dari 65

Nama : Muhammad Zahran Adiatma

NPM : 201102030435

Prodi : Teknologi Pendidikan

RESUME MATERI DINAMIKA KELOMPOK

A. MOTIVASI DALAM KELOMPOK


Motivasi dalam kelompok dan kepemimpinan
Motivasi dalam kelompok (peer motivation) adalah salah satu contoh energi yang
memiliki kekuatan luar biasa, yang cenderung melatarbelakangi apa pun yang kita lakukan.
Dalam konteks motivasi yang positif, sekitarnya ini menjadi sebuah budaya dalam
masyarakat, barangkali tidak akan ada lagi kata-kata ”perkelahian antar kampung” yang
dialamatkan kepada kita. Budaya dalam masyarakat tentunya tidak dapat diubah dengan sim
salabim abra kadabra. Perlu komitmen yang besar dari masing-masing kelompok yang
terlibat dalam kelompok tersebut. Semua berawal dari niat yang baik untuk selalu menjadi
lebih baik.

Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk memulai.

⮚ Berpikir positif (khusnu_zhan).

⮚ Tentukan tujuan.

⮚ Dukungan Kelompok

Definisi Motivasi dan Kepemimpinan


⮚ Motivasi
1. Pengertian motivasi
Motivasi berasal dari kata motif yang berarti “dorongan” atau rangsangan atau “daya
penggerak” yang ada dalamdiri seseorang. Motivasi adalah gejala psikologis dalam bentuk
dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar untuk melakukan suatu tindakan
dengan tujuan tertentu. moral dan kepuasan kerja pegawai, meningkatkan produktivitas kerja
pegawai, mempertahankan loyalitas dan kestabilan pegawai perusahaan, meningkatkan
kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi pegawai, mengefektifkan pengadaan
pegawai,menciptakan hubungan kerja dan suasana yang Motivasi juga bisa dalam bentuk
usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak
melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat
kepuasan dengan perbuatannya. Motivasi berguna untuk mendorong gairah dan semangat
kerja,meningkatkan baik sertameningkatkan kreatifitas dan partisipasi pegawai (Dr.
Sowatno,2001:147).

2. Tujuan motivasi
Motivasi bertujuan untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul
keinginan dan kemauan untuk melakukansesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau
mencapai tujuan tertentu. Motivasi merupakan hal penting karena motivasi adalah hal
yangmenyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supayamau bekerja giat
dan antusias mencapai hasil yang optima.

3. Cara membangun motivasi


Tujuan-tujuan yang mendasari motivasi ditentukan sendiri oleh individu yang
melakukannya, individu dianggap tergerak untuk mencapai tujuan karena adanya motivasi
intrinsik atau ekstrinsik.

a. Motivasi intrinsik
yaitu keinginan beraktivitas atau meraihpencapaian tertentu semata-mata demi
kesenangan atau kepuasandari melakukan aktivitas tersebut.

b. Motivasi ekstrinsik
yaitu keinginan untuk mengejar suatu tujuanyang diakibatkan oleh imbalan-
imbalan eksternal seperti gaji, kondisikerja, penghargaan, jenjang karir,
tanggung jawab.

⮚ Kepemimpinan

1. Pengertian kepemimpinan
Secara umum kepemimpinan adalah sebuah kemampuan yang terdapat di dalam diri
seseorang untuk bisa memengaruhi orang lain atau memandu pihak tertentu untuk mencapai
tujuan. Sementara itu, definisi pemimpin dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang
yang memimpin. Kepemimpinan menurut para ahli, diantaranya :

●Wahjosumidjo
Kepemimpinan merupakan kemampuan dalam diri seseorang dan mencakup sifat-sifat,
seperti kepribadian, kemampuan, dan kesanggupan. Kepemimpinan tidak dapat
dipisahkan dari gaya, perilaku, dan kedudukan pemimpin bersangkutan dan interaksinya
dengan para pengikut serta situasi.

●Menurut Hemhiel dan Coons


Kepemimpinan adalah perilaku individu ketika memimpin aktivitas dalam kelompok
atau organisasi untuk mencapai tujuan bersama atau shared goal.

2. Tujuan kepemimpinan
Pada intinya kepemimpinan merujuk pada tindakan untuk memengaruhi seseorang atau
sekelompok orang. Kepemimpinan harus memiliki tujuan di dalam sebuah bawahan atau
organisasi, seperti :
a) Mencapai Tujuan
Kepemimpinan merupakan sebuah hal yang dibutuhkan dalam perusahaan/kelompok
supaya tujuan dapat tercapai. Tanpa adanya satu pun pihak yang berjiwa pemimpin,
tujuan sulit untuk dicapai karena tidak ada sosok yang bisa dijadikan pegangan.

b) Memotivasi Orang Lain


Tujuan lain dari kepemimpinan adalah untuk memotivasi orang lain agar bisa
melakukan sebuah hal dengan baik dan memaksimalkan kemampuan. Bila tidak ada
sosok pemimpin, banyak orang yang akan mengalami demotivasi karena mereka tidak
terpacu akan sesuatu atau tidak merasa memiliki kewajiban untuk melakukan hal
tertentu.

3. Sifat kepemimpinan
Dalam memilih kepemimpinan, kita harus bisa memilih pemimpin yang memiliki
sifat yang baik, seperti :

a. Punya Pendirian
Sebagai seorang pemimpin, wajib untuk punya pendirian yang teguh. Karena
pendirian kuat tidak akan membuat kita mudah goyah dan juga membuat kita
konsisten dalam menjalankan sesuatu.

b. Proaktif
Pemimpin harus proaktif. Pemimpin tidak boleh pasif, karena apabila seorang
pemimpin bersifat pasif, tujuan tidak akan kunjung tercapai, bahkan ini akan
membuat bawahan tidak memiliki rasa hormat kepadanya.
c. Jujur
Sosok yang jujur adalah sosok yang dapat diandalkan dalam berbagai hal dan tidak
akan menggagalkan suatu tujuan hanya untuk kepentingan pribadinya.

d. Komunikatif
Komunikatif artinya pemimpin mampu menyampaikan berbagai hal dengan jelas dan
tidak menimbulkan kesalahpahaman. Untuk bisa memiliki sifat ini, pemimpin harus
tahu bagaimana metode komunikasi yang baik. Metode komunikasi yang baik artinya
adalah komunikasi yang persuasif, yang mampu menarik orang untuk melakukan
sesuatu tanpa paksaan. 

e. Terbuka terhadap Pendapat


Seorang pemimpin wajib terbuka terhadap setiap pendapat yang ada dan tidak boleh
menutup diri. Apabila seorang pemimpin menutup diri dari pendapat dan wawasan,
mereka tidak akan dapat menjadi orang yang lebih baik dan juga membuat tujuan tak
kunjung tercapai.

f. Tidak Mudah Iri


Pemimpin yang baik harus bisa mengarahkan bawahannya, tetapi juga tetap mampu
mengapresiasi bawahannya atas sesuatu yang sukses mereka lakukan.

g. Visioner
Pemimpin yang baik harus memiliki kemampuan analisis kuat dan bisa
merencanakan berbagai hal serta membuat perkiraan tentang apa yang terjadi
berdasarkan data-data yang ada.

h. Sabar
Seorang pemimpin harus memiliki kesabaran yang besar. Tanpa adanya kesabaran,
bagaimana mungkin pemimpin bisa menyelesaikan suatu masalah dengan kepala
dingin.
2.3. Dinamika Kelompok

⮚ Pengertian dinamika kelompok

Istilah dinamika kelompok tani berasal dari bahasa inggris “dynamics” yang berarti
mempunyai gairah atau semangat untuk bekerja. Sisi lain dinamika berarti adanya intraksi,
saling mempengaruhidan ketergantungan antara anggota kelompok satu sama lain secara
timbal balik diantara Anggota kelompok dengan kelompok secara keseluruhan.

Dinamika kelompok adalah suatu kelompok yang teratur dari dua individu atau lebih
yang mempunyai hubungan psikologis secara jelas antara anggota yang satu dengan yang lain.
Dinamika kelompok menguraikan kekuatan-kekuatan yang terdapat dalam situasi kelompok
yang menentukan perilaku kelompok dan anggotanya.

⮚ Tujuan dinamika kelompok

Tujuan kelompok merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh kelompok. Tujuan perlu
memberi arah pada kegiatan dan memberi kerangka bagi pengambilan keputusan yang
rasional tentang jenis dan jumlah kegiatan yang harus dilakukan oleh kelompok yang menjadi
kriteria pengukur kemajuan. Tujuan dinamika kelompok, diantaranya :

● Meningkatkan proses interaksi antara anggota kelompok


● Meningkatkan produktivitas anggota kelompok
● Mengembangkan kelompok ke arah yang lebih baik dan lebih maju
● Meningkatkan kesejahteraan hidup anggotanya
⮚ Manfaat dinamika kelompok

Dinamik kelompok merupakan kebutuhan bagi setiap individu yang hidup dalam sebuah
kelompok, Manfaat dinamika kelompok antara lain :

● Membentuk kerjasama saling menguntungkan dalam mengatasi persoalan hidup


( Bagaimanapun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain ).
● Memudahkan segala pekerjaan ( Banyak pekerjaan yang tidak dapat dilaksanakan tanpa
bantuan orang lain).
● Mengatasi pekerjaan yang membutuhkan pemecahan masalah dan mengurangi beban
pekerjaan yang terlalu besar sehingga selesai lebih cepat, efektif dan efisien (pekerjaan
besar dibagi- bagi sesuai bagian kelompoknya masing-masing/ sesuai keahlian).
● Menciptakan iklim demokratis dalam kehidupan masyarakat (setiap individu bisa
memberkan masukan, berintraksi dan peran yang sama dalam masyarakat).

⮚ Proses dan Dinamika Kelompok

Dinamika kelompok merupakan suatu kelompok yang terdiri dari dua atau lebih individu
yang memiliki hubungan psikologi secara jelas antara anggota satu dengan yang lain yang
dapat berlangsung dalam situasi yang dialami secara bersama. Dinamika kelompok juga dapat
didefinisikan sebagai konsep yang menggabarkan proses kelompok yang selalu bergerak,
berkembang dan dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang selalu berubah-ubah.
Dinamika kelompok mempunyai beberapa tujuan, antara lain:
● Membangkitkan kepekaan diri seorang anggota kelompok terhadap anggota kelompok lain,
sehingga dapat menimbulkan rasa saling menghargai
● Menimbulkan rasa solidaritas anggota sehingga dapat saling menghormati dan saling
menghargai pendapat orang lain
● Menciptakan komunikasi yang terbuka terhadap sesame anggot kelompok

⮚ Pencapaian tujuan

Dalam hal ini setiap anggota mampu untuk:

●menunda kepuasan dan melepaskan ikatan dalam rangka mencapai tujuan bersama
●membina dan memperluas pola
●terlibat secara emosional untuk mengungkapkan pengalaman, pengetahuan dan
kemampuannya.

⮚ Keunggulan dan Kelemahan dalam Kelompok

Dalam proses dinamika kelompok terdapat faktor yang menghambat maupun


memperlancar proses tersebut yang dapat berupa kelebihan maupun kekurangan dalam
kelompok tersebut.

a) Kelebihan Kelompok
1) Keterbukaan antar anggota kelompok untuk memberi dan menerima informasi &
pendapat anggota yang lain.
2) Kemauan anggota kelompok untuk mendahulukan kepentingan kelompoknya dengan
menekan kepentingan pribadi demi tercapainya tujuan kelompok
3) Kemampuan secara emosional dalam mengungkapkan kaidah dan norma yang telah
disepakati kelompok.

b) Kekurangan Kelompok
Kelemahan pada kelompok bisa disebabkan karena waktu penugasan, tempat atau
jarak anggota kelompok yang berjauhan yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas
pertemuan.

2.4. Kepemimpinan Dalam Kelompok

Secara sosial psikologis kepemimpinan merupakan produk dari interaksi sosial. Pada
uraian Dinamika Kelompok telah diterangkan bagaimana proses terbentuknya kepemimpinan,
dan juga telah digambarkan bahwa peranan pemimpin dalam dinamika kelompok memegang
arti besar. Oleh karena itu perlu kiranya dijelaskan terlebih dahulu beberapa hal yang
menyangkut seorang yang dinamakan pemimpin dan kepemimpinan itu.

⮚ Peranan Kepemimpinan

Tiap organisasi yang memerlukan kerjasama antar manusia menyadari bahwa masalah
yang utama adalah masalah kepemimpinan. Kepada masalah ini perhatian belum cukup
dicurahkan. Dalam tingkatan ilmiah kepemimpinan itu dipandang sebagai suatu fungsi, bukan
sebagai kedudukan atau pembawaan pribadi seseorang. Maka di adakanlah suatu analisa
tentang unsur-unsur dan fungsi yang dapat menjelaskan kepada kita, syarat-syarat apa yang
diperlukan agar pemimpin dapat bekerja secara efektif dalam situasi yang berbeda-beda.
Pandangan baru ini membawa perubahan besar

2.5. Kelompok Dan Individu

⮚ Pengertian Individu dan Kelompok

Dalam tujuan dan manfaat ilmu sosial, kajian terkait individu dan kelompok ini menjadi
sangat penting. Hal ini lantaran menjadi konsep yang kemudian dikembangkan dalam
menelaan berbagai contoh fenomena sosial di masyarakat. Untuk mengetahuai arti keduanya.
Berikut bahasannya;

a). Pengertian Individu

Individu ialah subyek yang melakukan sesuatu, mempunyai pikiran, mempunyai


kehendak, mempunyai kebebasan, memberi arti meaning pada sesuatu, yang mampu menilai
berbagai bentuk tindakan sosial dan hasil tindakannya sendiri. Atau secara singkat yaitu
individu ialah subyek yang bertindak. Individu sebagai makhluk ciptaan Tuhan, di dalam
dirinya memiliki kelengkapan hidup yaitu raga, rasa, rasio, dan rukun.

b). Pengertian Kelompok

Kelompok adalah sekumpulan individu yang mempunyai karakteristik tertentu dan


kesamaan identitas yang saling bertinteraksi bersama serta mempunyai kesadaran kolektif
sebagai satu kesatuan. Dalam hal ini tentu saja kelompok bisa sangat bermanfaat bagi
anggotanya dan masyarakat secara keseluruhan, tetapi ada juga masalah dan bahaya yang
signifikan yang seringkali muncul dalam kelompok. Semua ini menjadikan kelompok sebagai
fokus penting untuk penelitian sosial, eksplorasi, dan Tindakan

2.6. Ciri Individu dan Kelompok

⮚ Ciri-ciri individu, yaitu:

● Memiliki raga atau jasmani yang khas yang membedakan antara satu orang dengan yang
lainnya, meskipun mempunyai ciri umum yang sama sebagai manusia.
● Memiliki pikiran, perasaan, kehendak, serta juga hasrat, sehingga bisa menetapkan
kenyataan, menginterprestasikan situasi, menetapkan aksi dari luar serta dalam dirinya.
● Memiliki kepribadian dan bakat yang berbeda antara satu orang dengan yang lainnya.
● Memiliki tingkah laku yang khas dan berbeda antara satu orang dengan yang lainnya.
● Mempunyai naluri, yang mencakup naluri untuk bertahan hidup, naluri untuk bisa
mempertahankan keturunan, serta naluri untuk mencari kepuasan.
● Memiliki karakteristik yang sama dengan individu lainnya yang berada di dalam
kelompok yang sama.

⮚ Ciri-ciri kelompok, yaitu:

Individu yang saling berinteraksi mengidentifikasi dirinya sebagai anggota kelompok


mempunyai kesadaran bahwa ia adalah bagian dari kelompok. Pihak luar mendefinisikan
individu yang berinteraksi sebagai anggota kelompok. Ada hubungan yang bersifat timbal
balik, yang berarti bahwa dalam proses interaksi sehari-hari, baik itu indivdu maupun
kelompoknya bisa saling mempengaruhi satu sama lain. Setiap kelompok mempunyai norma
dan nilai yang disepakati bersama sebagai pengikat dalam bersikap dan bertingkah laku
sehingga timbul kesamaan pola perilaku. Mempunyai rasa kebersamaan dan solidaritas.
Mempunyai kesamaan motif, visi dan tujuan.

Bersistem dan berproses, yang menunjukkan bahwa kelompok sosial terbentuk dalam
jangka waktu tertentu dan sebagai konsekuensi dari interaksi dan aktivitas yang dilakukan
secara terus-menerus.

Contoh Individu dan Kelompok

1. Individu (ayah, ibu dan anak)

2. Kelompok (Ayah, ibu, dan anak yang bersama-sama membentuk kelompok sosial yang
disebu dengan “Keluarga”)

B. KONSEP KEPEMIMPINAN
2.1 Konsep Kepemimpinan
Memahami konsep kepemimpinan tidak terlepas dari mempelajari perilaku, karakteristik,
dan gaya dari individu yang diserahi tanggung jawab untuk memimpin. Meski dalam
penerapannya berbeda antara individu satu dengan lainnya, akan tetapi secara esensi adalah
sama, tergantung dimana organisasi hidup.
Selain itu organisasi dalm bentuk apapun tentunya membutuhkan posisi seseorang untuk
memimpin organisasi tersebut. Kepemimpinan sendiri merupakan kemampuan atau
kecerdasan seseorang untuk mendorong sejumlah orang agar bekerja sama dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang terarah pada tujuan bersama.
Untuk dapat melihat konsepsi kepemimpinan ada beberapa terminologi yang dapat anda
pergunakan dilihat dari luasnya substansi kita memandang, maka kepemimpinan itu dapat
dilihat dalam arti yang luas dan yang sempit.

Dalam pengertian konsepsi luas kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai berikut :


1. Seseorang yang mempengaruhi anggota-anggota kelompok.
2. Seseorang yang mempengaruhi anggota-anggota oraganisasi dalam banyak kegiatan.
3. Seseorang yang mempengaruhi anggota-anggota kelompok untuk ikut dengan
permintaanya dengan rela atau tidak rela.
4. Kemampuan seni/art/tekni untuk membuat sekelompok orang dengan segala aktivitasnya
mengikuti dan mentaati segala keinginannya dalam mencapai tujuannya yang telah di
tetapkan.

Dari pengertian luas ini kita dapat melihat bahwa pengaruh adalah komponen utama yang
harus dimiliki seseorang yang dikatakan sebagai pemimpin. Komponen selanjutnya adalah
kepatuhan orang-orang yang dikenai pengaruh tersebut baik kepatuhan itu karena mengakui
atas kepemimpinannya atau tidak rela terhadap apa yang mengenainya.

Selanjutnya konsepsi kepemimpinan secara sempit dapat diterjemahkan sebagai berikut :

Seseorang yang komitmen penuh terhadap anggota kelompok dalam mencapai sebuah
tujuan. Memimpin bukanlah apa yang hak dimiliki untuk berbuat semaunya dan menggeruk
untung sebanyak-banyaknya. Untuk lebih jelasnya, berikut merupakan pengertian
kepemimpinan berdasarkan penuturan peran ahli :
● Menurut Hyot (dalam kartono, 1998), memaparkan kepemimpinan adalah kegiatan
atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sama yang didasarkan pada
kemampuan orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.
● Menurut Moejiono (2002), menganggap bahwa kepemimpinan tersebut sebagai
akibat pengarug satu arah karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas
tertentu yang membedakan dirinya dan pengikutnya.
● Menurut Sullivan & Decker (1989), memaparkan bahwa kepemimpinan merupakan
penggunaan keterampilan seseorang dalam mempengaruhi orang lain untuk
melaksanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan.
● Menurut Atmosudirjo (dalam Purwanto, 1990), kepemimpinan dapat dirumuskan
sebagai suatu kepribadian seseorang yang mendatangkan keinginan pada kelompok
orang-orang untuk mencontohnya atau mengikutinya, atau yang memancarkan suatu
pengaruh yang tertentu, suatu kekuatan yang sedemikian rupa sehingga membuat
sekelompok orang-orang mau melakukan apa yang dikehendakinya.

Dari definisi-definisi di atas, kepemimpinan (leardership) memiliki pengertian sebagai


kemampuan yang harus dimiliki seseorang pemimpin (leader) tentang bagaimana
menjalankan kepemimpinannya sehingga bawahan dapat bergerak sesuai dengan yang
diinginkan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan sebelumnya.

2.2 Teori Kepemimpinan


Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka
mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan juga merupakan proses
menggerakkan grup atau kelompok dalam arah yang sama tanpa paksaan. Kepemimpinan
(leadership) merupakan inti sari manajemen. Dengan kepemimpinan yang baik, proses
manajemen akan berjalan lancar dan karyawan bergairah melaksanakan tugas-tugasnya.
Gairah kerja, produktivitas kerja dan proses manejemen suatu perusahaan akan baik, jika
tipe, gaya, cara atau style kepemimpinan yang diterapkan manajernya. Tegasnya baik atau
buruknya, tercapai atau tidaknya tujuan suatu perusahaan sebagaian besar ditentukan oleh
kecakapan manajer dalam melaksanakan kepemimpinannya untuk mengerahkan para
bawahannya.
Teori-teori kepemimpinan pada dasarnya, teori kompetensi kepemimpinan memiliki tiga
macam yaitu : (a) teori sifat, (b) teori perilaku, dan (c) teori lingkungan.
Ketiga teori kepemimpinan ini merupakan grand theory kepemimpinan. Ketiga teori tersebut
dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut ;
(a) Teori Sifat
Teori sifat disebut juga teori genetic, karena menganggap bahwa pemimpin itu dilahirkan
bukan dibentuk. Teori ini menjelaskan bahwa eksistensi seorang pemimpin dapat dilihat
dan dinilai berdasarkan sifat-sifat sejak lahir sebagai sesuatu yang diwariskan. Teori ini
mengatakan bahwa kepemimpinan diidentifikasikan berdasarkan atas sifat atau cirri yang
dimiliki oleh para pemimpin.
(b) Teori Perilaku
Teori ini berusaha menjelaskan apa yang dilakukan oleh seseorang pemimpin yang
efektif, bagaimana mereka mendelegasikan tugas, berkomunikasi dan memotivasi
bawahan. Menurut teori ini, seseorang bisa belajar dan mengembangkan diri menjadi
seorang pemimpin yang efektif, tidak tergantung pada sifat-sifat yang sudah melekat
padanya.
(c) Teori Lingkungan
Teori ini beranggapan bahwa munculnya pemimpin-pemimpin itu merupakan hasil dari
waktu, tempat dan keadaan. Kepemimpinan dalam perspektif teori lingkungan adalah
mengacu pada pendekatan situsional yang berusaha memberikan model normatif. Teori
ini secara garis besar menjelaskan bahwa keberhasilan seorang pemimpin dalam
menjalankan tugasnya sangat tergantung terhadap situasi dan gaya kepemimpinan yang
dipakainya.

2.3 Tipe Kepemimpinan


Kepemimpinan dapat diklasifikasikan menjadi 6 tipe, yaitu :
1) Tipe Otoriter
Dilihat dari segi persepsinya seorang pemimpin yang otoriter adalah seorang yang sangat
egois, egoisnya yang sangat besar akan mendorongnya untuk memutarbalikan kenyataan
sehingga sesuai dengan yang diinginkan dengan egoisme yang besar dia akan melihat
perannya sebagai sumber segala sesuatu dalam kehidupan organisasinya seperti
kekuasaan yang tidak perlu dibagi dengan orang lain karena baginya organisasi yang
dipimpinya sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadinya.
Disebut juga dengan tipe authoritarian. Dalam kepemimpinan bertindak sebagai dictator
terhadap anggota-anggota kelompoknya. Inisiatif dan daya piker anggota sangat dibatasi,
sehingga tidak diberikan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya. Pengawasan bagi
pemimpin yang otoriter hanyalah berarti mengontrol, apakah segala perintah yang telah
diberikan ditaati atau dijalankan dengan baik oleh anggotanya. Mereka melaksanakan
inspeksi, mencari kesalahan dan meneliti orang-orang yamg diangap tidak taat kepada
pemimpin, kemudia orang-orang tersebut diancam dengan hukuman, dipecat, dan
sebagainya. Sebaliknya, orang-orang yang berlaku taat dan menyenangkan pribadinya,
dijadikan anak emas dan bahkan diberi penghargaan. Kekuasaan berlebih ini dapat
menimbulkan sikap menyerah tanpa kritik dan kecendurungan untuk mengabaikan
perintah dan tugas jika tidak ada pengawasan langsung.
2) Tipe Laissez-Faire
Disebut pula dengan tipe kepemimpinan kendali bebas. Pemimpin hanya berkedudukan
sebagai simbol kepemimpinan dijalankan dengan memberikan kebebasan sepenuhnya
pada orang yang dipimpinnya dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan
menurut kepentingannya masing-masing. Pemimpin hanya bertindak sebagai penasihat.
3) Tipe Demokratis
Tipe kepemimpinan yang menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting
dalam setiap organisasi pemimpin memandang dan menempatkan sebagai subjek yang
kepribadian dengan berbagai aspeknya seperti dirinya juga tipe pemimpin ini selalu
berusaha untuk memanfaatkan setiap orang yang dipimpinnya. kepemimpinan yang
demokratis adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis dan terarah. Dan dalam mengambil
keputusan selalu mementingkan musyawarah.
4) Tipe Pseudo Demokratis
Tipe ini disebut dengan semi demokratis. Pemimpin yang bertipe pseudo-demokratis
hanya tampaknya saja bersikap demokratis padahal sebenarnya bersikap otokratis.
Misalnya jika ia mempunyai ide-ide, pikiran, atau konsep yang ingin diterapkan di
lembaga pendidikannya, maka hal tersebut akan dibicarakan dan dimusyawarahkan
dengan bawahannya, tetapi situasi diatur dan diciptakan sedemikian rupa sehingga pada
akhirnya bawahan didesak agar menerima idea tau pikiran tersebut sebagai keputusan
bersama. Pemimpin ini menganut demokrasi semu dan lebih mengarah kepada kegiatan
pemimpin yang otoriter dalam bentuk yang halus, samar-samar, dan yang mungkin
dilaksanakan tanpa disadari bahwa tindakan itu bukan tindakan pimpinan yang
demokratis.
5) Tipe Paternalistik
Tipe ini banyak terdapat dalam masyarakat yang masih bersifat tradisional popularitas
pemimpin yang paternalistik persepsikan berperan sebagai bapak dan pelindung karena
sifatnya yang tidak mementingkan diri sendiri melainkan memberikan perhatian terhadap
kepentingan dan kesejahteraan bawahannya akan tetapi pemimpin macam ini
mengharapkan bahwa kehadiran dan keberadaannya tidak lagi dipertanyakan oleh orang
lain.
6) Tipe Kharismatik
Pemimpin macam ini memiliki pengaruh yang sangat menarik sehingga banyak orang
yang empati padanya meskipun orang tidak menjelaskan secara rinci penyebab dia
dikagumi banyak orang.

2.4 Gaya Kepemimpinan


White dan Lippit dalam Reksohadiprodjo (2001) mengemukakan tiga (3) gaya
kepemimpinan yaitu demokratis, otoriter, dan bebas. Berikut ini merupakan penjelasan dari
ketiga gaya kepemimpinan tersebut:

1) Gaya Kepemimpinan Demokratis


Kepemimpinan demokratis ditandai dengan adanya suatu struktur yang
pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif
yang artinya atasan menolak segala bentuk persaingan dan atasan dapat bekerjasama
dengan karyawan dalam mengambil keputusan. Dibawah kepemimpinan demokratis
bawahan cenderung bermoral tinggi, dapat bekerja sama, mengutamakan mutu kerja dan
dapat mengarahkan diri sendiri. Kepemimpinan demokratis ialah kepemimpinan yang
aktif, dinamis dan terarah. Aktif dalam menggerakkan dan memotivasi (Rivai, 2010).

Seorang pemimpin yang memiliki karakteristik gaya kepemimpinan demokratis


selalu akan memotivasi para karyawan untuk dapat meningkatkan kinerja dari karyawan
tersebut. Dinamis dalam mengembangkan dan memajukan organisasi. Terarah pada
tujuan bersama yang jelas. Pada gaya kepemimpinan ini memungkinkan setiap anggota
untuk berpartisipasi secara aktif dalam pertukaran pendapat, gagasan dan pandangan
untuk dapat memecahkan suatu permasalahan yang terjadi pada organisasi. Dalam gaya
kepemimpinan demokratis pemimpin mengutamakan hubungan antar manusia yaitu
hubungan antara bawahan dan atasan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan
produktivitas pegawai dengan sering mendorong bawahan untuk ikut andil dalam
menentukan pengambilan keputusan yang tepat.

Penerapan gaya kepemimpinan demokratis ini dapat mempererat hubungan antar


atasan dan bawahan, tumbuhnya rasa saling memiliki dan terbinanya moral yang tinggi.
Selain itu dalam gaya kepemimpinan ini komunikasi dan koordinasi sangatlah penting
untuk dapat menentukan sebuah keputusan. Pada gaya kepemimpinan demokratis ini
proses pengambilan keputusan membutuhkan waktu yang relatif lama karena harus
menentukan titik temu dari ide atau gagasan yang di ajukan dan diperlukan adanya
toleransi yang tinggi agar tidak terjadi perselisih pemahaman.

2) Gaya kepemimpinan Otoriter (otokratis)


Menurut Rivai (2010), kepemimpinan otoriter adalah gaya kepemimpinan yang
menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan
pengembangan strukturnya, sehingga kekuasaanlah yang paling diuntungkan dalam
organisasi. Kepemimpinan otoriter ialah kepemimpinan yang memusatkan kuasa dan
pengambilan keputusan ditetapkan oleh pemimpin sendiri tanpa adanya diskusi maupun
pertukaran pendapat dengan bawahan. Dalam kepemimpinan otoriter ini pemimpin
sebagai pemikul tanggung jawab penuh atas keputusan yang telah di ambilnya. Bawahan
hanya bertugas sebagai pelaksana atas keputusan yang telah ditetapkan pemimpin.

Penerapan gaya kepemimpinan ini dapat menjadikan karyawan untuk lebih


disiplin, dan tidak bergantung terhadap atasan kerja. Selain itu, pada gaya kepemimpinan
ini keputusan dapat diambil secara cepat karena tidak melalui proses diskusi terlebih
dahulu. Dengan tidak diikutsertakan bawahan dalam pengambilan keputusan maka
bawahan tidak akan dapat belajar mengenai hal tersebut sehingga produktivitas karyawan
tidak akan cepat meningkat. Pada gaya kepemimpinan ini, pemimpin sering bersikap
individualis dimana pemimpin tersebut sangat jarang untuk berkomunikasi dengan
bawahan sehingga hubungan antara pemimpin dan bawahan kurang akrab. Gaya
kepemimpinan itu sangat sesuai diterapkan jika organisasi menghadapai keadaan darurat
sehingga kinerja karyawan dapat naik.

3) Gaya Kepemimpinan Bebas (Laissez faire)


Gaya kepemimpinan bebas (Laissez faire) adalah cara seorang pimpinan dalam
menghadapi bawahannya dengan memakai metode pemberian keleluasaan pada bawahan.
Pada gaya kepemimpinan bebas ini pemimpin memberikan kebebasan secara mutlak
kepada bawahannya sedangkan pemimpin sendiri hanya memainkan peranan kecil,
pemimpin memfungsikan dirinya sebagai penasihat yang dilakukan dengan memberi
kesempatan berkompromi atau bertanya bagi anggota kelompok yang memerlukan.
Bawahan memiliki kebebasan penuh untuk proses pengambilan keputusan dan
meneyelesaikan pekerjaan dengan cara yang menurut karyawan paling sesuai dengan
partisipasi minimal dari pemimpin. Pemimpin tidak pernah melakukan pengawasan
terhadap sikap, tingkah laku perbuatan dan kegiatan bawahan karena pemimpin telah
percaya dan menyerahkan sepenuhnya wewenang kepada bawahan sehingga pemimpin
tidak mengambil andil dalam proses kepemimpinannya.
Gaya kepemimpinan ini dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan
karyawan dalam pengambilan keputusan yang tepat serta kreativitas untuk memecahkan
suatu permasalahan. Dengan adanya kepemimpinan yang bebas ini para karyawan dapat
menunjukkan persoalan yang dianggap penting di dalam organisasi dan tidak selalu
bergantung pada atasan. Gaya kepemimpinan ini juga memiliki sisi negatif yaitu, jika
karyawan terlalu bebas tanpa ada pengawasan yang kuat dari atasan, ada kemungkinan
penyimpangan dari peraturan dan prosedur yang ada dapat terjadi. Pengambilan
keputusan yang dapat memakan banyak waktu bila karyawan kurang berpengalaman dan
dapat terjadi salah tindak.

C. MORAL KERJA PEMIMPIN

PENGERTIAN MORAL KERJA


Perilaku Organisasi 92 Istilah moral digunakan untuk menerangkan perilaku
organisasi. Drafke Kossen 1998 mendefinisikan: moral kerja mengacu pada sikap-sikap
karyawan baik terhadap organisasi- organisasi yang mempekerjakan mereka, maupun
terhadap faktor- faktor pekerjaan yang khas, seperti supervisi, sesama karyawan, dan
rangsangan-rangsangan keuangan. Ini dapat dianggap berasal baik dari individu maupun
kelompok yang merupakan bagian dimana karyawan berada. William B. Keith Davis 1993
menghubungakan moral kerja dengan quality of work life effort. Menurutnya, moral kerja
bermanfaat dan dapat digunakan untuk berbagai kepentingan yang erat kaitannya dengan
usaha membina relasi antar karyawan, komunikasi informal dan formal, pembentukan
disiplin serta konseling.

Moral kerja itu sendiri adalah suatu kondisi rohaniah atau perilaku individu anggota
organisasi (pegawai) yang menimbulkan kesenangan yang mendalam dalam diri pegawai itu
untuk bekerja dengan giat dan konsekuen dalam mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan.

2.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MORAL


Adapun factor factor yang mempengaruhi moral kerja yaitu :

1. Kesadaran akan tujuan organisasi

2. Hubungan antar-manusia dalam organisasi berjalan harmonis


3. Kepemimpinan yang menyenangkan

4. Tingkatan organisasi

5. Upah dan gaji

6. Kesempatan untuk meningkat atau promosi

7. Pembagian tugas dan tanggung jawab

8. Perasaan diterima dalam kelompok Perilaku Organisasi

9. Dinamika lingkungan

10. Kepribadian

2.3 MORAL DAN PRODUKTIVITAS


Harris 1984 menjelaskan bahwa semenjak moral dilibatkan kedalam sikap-sikap
karyawan, adalah penting untuk meninjau akibat dari moral tinggi dipersepsi dengan
kepuasan tinggi dan moral rendah persepsi kepuasan rendah. Satu dari efek atau pengaruh
yang tidak dapat diramalkan dari moral adalah dampak pada produktivitas karyawan.
Berbagai penelitian yang dilakukan oleh Kazt dan Vroom memperlihatkan tidak ada
hubungan yang konsisten antara tingkat moral kerja yang spesifik dengan kinerja produktif
karyawan. Kadang-kadang produktivitas tinggi dan moral juga tinggi, tetapi di lain waktu
produktivitas rendah meskipun moral kerja tinggi dan sebaliknya. Selanjutnya Harris
mengatakan bahwa kemungkinan gejala hubungan antara produktivitas dengan tingkat moral
harus dipertimbangkan dari tiga persepsi yang mempengaruhi tingkat moral seperti yang telah
disebutkan di atas, yaitu:

1. Persepsi karyawan terhadap keadaan organisasi yang tidak dapat dikendalikannya, seperti
pengawasan, kerja sama dengan rekan sekerja, dan kebijakan organisasi terhadap pekerja.
Bila faktor tersebut dipandang menyenangkan bagi karyawan, moral kerja akan cenderung
tinggi

2. Persepsi karyawan terhadap tingkat kepuasan yang diperoleh dari imbalan yang diterima
3. Persepsi karyawan terhadap kemungkinan untuk mendapatkan imbalan dan masa depan
serta kesempatan untuk maju.

2.4 Pengertian Moral Kerja Pemimpin


Moral leadership merupakan kepemimpinan yang membedakan dengan tepat hal-hal
yang salah dan melakukan yang benar; mencari yang adil, jujur, dan baik dalam praktek
kepemimpinan. Ini pekerjaan yang tidak mudah bagi seorang pemimpin, dan dipastikan
perbedaan setiap pemimpin itu terletak pada kepemimpinan moralnya.

Seorang pemimpin memegang peranan yang sangat penting dalam menetapkan ethical
climate di dalam organisasi dan dalam bertindak, sebagai cerminan yang positif bagi para
pengikutnya. Pemimpin memberitahu hal-hal penting melalui tingkah lakunya. Misalnya,
ketika pemimpin bertingkah laku baik, sopan, jujur, dan ramah maka pengikutnya akan
senantiasa mengikutinya. Dan sebaliknya, pada saat pemimpin bertindak secara egois dan
serakah maka hal itu dipandang oleh pengikut sebagai hal yang wajar dilakukan di dalam
organisasinya.

Seseorang mengatakan "Tingkah laku pengikut merupakan cerminan dari tingkah laku
pemimpinnya, yang pada akhirnya akan membentukkebiasaan dana budaya dalam organisasi
perusahaan itu"

Kepemimpinan adalah tentang bagaimana mengarahkan sekelompok individu untuk


melakukan sejumlah tugas atau pekerjaan yang berkontribusi langsung pada realisasi tujuan
yang telah dirumuskan oleh organisasi. Namun demikian, kelompok atau tim kerja memiliki
dinamikanya sendiri yang memiliki potensi untuk mempengaruhi tindakan atau perilaku dari
anggota individu dalam tim kerja. Pengaruh kelompok dapat membawa sikap positif bagi
anggota atau individu pada tim kerja, dan sebaliknya dapat menumbuhkan perasaan negatif
diantara individu dan anggota, baik terhadap pemimpin atau bahkan terhadap organisasi
secara keseluruhan. Dengan demikian efektivitas organisasi sangat dipengaruhi oleh sifat
kegiatan antarpribadi dalam tim kerja yang mengambil bagian dalam kegiatan organisasi
tersebut.
2.5 Moral Kerja Kelompok
Moral kerja kelompok berarti semangat kerja dari kelompok secara bersama-sama untuk
menyumbangkan tenaga dan pikirannya guna mencapai tujuan bersama. Berbicara tentang
moral kerja kelompok sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari masalah “leadership atau
kepemimpinan”. Pemimpin paling sering berurusan dengan group. Seorang pemimpin pada
umumnya berusaha untuk mempertahankan atau meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan
yang terdapat dalam kelompok yang dipimpinnya. Dengan dipupuknya rasa persatuan dan
kesatuan dalam sebuah kelompok, maka disitu timbul suatu penghargaan yang demikian
tingginya terhadap kelompoknya. Sedangkan kelompok lain dianggap lebih rendah. Perasaan
yang berlebihan ini terus timbul sehingga lama kelamaan kelompok lain dianggap diluar
kelompoknya (out of group) dan berbahaya atau mengancam. Karena itu sering timbul
pertentangan (conflik).

Bagaimana cara kelompok mempengaruhi sikap dan perilaku anggotanya? Jawaban


terhadap pertanyaan ini tentunya akan menyoroti tentang budaya organisasi. Budaya
organisasi secara tersirat dan tersurat telah menetapkan tentang bagaimana anggota tim kerja
harus bersikap antara satu dengan lainnya, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi
perilaku mereka terhadap organisasi itu sendiri, dan pada akhirnya akan terbentuk norma
kelompok (Burtis dan Turman, 2006).

Dengan kata lain, norma kelompok merujuk pada suatu kondisi dimana anggota
kelompok atau tim kerja diharapkan untuk membiasakan dan mempraktekkan budaya tim
kerja tertentu (Levine dan Moreland, 2006).

Seiring dengan berjalannya waktu, setiap anggota tim kerja akan membentuk harapan
kolektif tentang bagaimana anggota tim kerja tersebut seharusnya berperilaku sesuai dengan
norma yang diharapkan (Griffin, 2005). Tentu saja biasanya terdapat kekhawatiran dari
anggota terkucil dari kelompoknya (out-group), sehingga mayoritas kelompok atau tim kerja
akan mendorong sebagian besar anggota kelompok untuk mematuhi norma-norma kelompok
(Burtis dan Turman, 2006). Demoralisasi kelompok dapat terjadi, ketika mayoritas pekerja
memilih mendukung suatu pemogokan misalnya, di sisi lain kelompok minoritas pekerja
yang tidak menginginkan adanya pemogokan tidak punya pilihan selain bergabung dengan
rekan-rekan mereka, karena takut dikucilkan. Secara positif, bekerja dalam suatu tim kerja
dapat merangsang orang untuk mengembangkan ide-ide baru dan meningkatkan
produktivitas kerja mereka, dan sebaliknya suatu solidaritas kelompok atau tim kerja juga
dapat mempengaruhi untuk melakukan penurunan produktivitas dan menetapkan standar
kerja tim jauh di bawah rata-rata prestasi yang diharapkan.

2.6 Pembentukan Karakter Moral Kepemimpinan dalam Menciptakan Lingkungan


Kelompok yang Baik
Dalam dinamika kelompok kepemimpinan merupakan cabang ilmu terapan dari ilmu dan
prinsip sosial yang rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan
manusia. Kata “memimpin” dapat diartikan memiliki tujuan untuk menjadi nahkoda dalam
kelompok untuk dapat membawa kelompok secara keseluruhan kearah tujuan tertentu. Makin
kuat ikatan yang mengikat antar sesama anggota kelompok yang dipimpinnya, makin mudah
bagi seorang pemimpin untuk membawa kelompok kearah tujuan yang dituju. Dalam hal ini,
seorang pemimpin perlu memiliki sebuah etika karakter moral kepemimpinan yang baik.
Etika adalah sistem nilai pribadi yang digunakan memutuskan apa yang benar, atau apa yang
paling tepat, dalam suatu situasi tertentu, memutuskan apa yang konsisten dengan sistem
nilai yang ada dalam organisasi dan diri pribadi. Etika difungsikan sebagai penuntun dalam
bersikap dan bertindak menjalankan kehidupan menuju ke tingkat keadaan yang lebih baik.

Nilai karakter moral kepemimpinan merupakan sejumlah sifat utama yang harus
dimiliki seorang pemimpin agar kepemimpinannya dapat berjalan dengan efektif serta
dapat menciptakan sebuah lingkungan kelompok yang suportif, sehingga dapat mencapai
tujuan kelompok. Nilai kepemimpinan yang perlu dimiliki seorang pemimpin adalah
integritas, tanggung jawab, kebijaksanaan, kemampuan berkomunikasi yang baik, bersifat
suportif dan tidak otoriter, serta memberikan teladan yang baik bagi anggota kelompok.
Namun, pada kenyataannya saat ini terdapat permasalahan degradasi moral bagi generasi
Y yang berimbas terhadap buruknya nilai karakter moral kepemimpinan pada generasi
selanjutnya. Munculnya pemimpin yang bersifat otoriter, apatis, dan enggan peduli
dengan anggotanya merupakan salah satu bukti bahwa terdapat adanya degradasi moral
bagi generasi saat ini.
Maka dari itu perlu adanya pendidikan yang mengembangkan dan mengajarkan
karakter yang baik bagi para generasi penerus. Hal ini tentunya memberikan solusi
jangka panjang yang mengarah pada isu-isu moral, etika, dan akademis yang menjadi
perhatian sekaligus kekhawatiran yang terus meningkat dalam suatu bidang ilmu
dinamika kelompok. Pendidikan karakter merupakan suatu proses pendidikan yang
menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial dalam kehidupan para generasi
penerus yang akan bertumbuh menjadi seorang pemimpin di masa yang akan datang.
Tentunya pendidikan karakter menjadi sebuah fondasi bagi terbentuknya generasi yang
berkualitas yang mampu hidup mandiri dan memiliki prinsip suatu kebenaran yang dapat
dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu, guru sebagai agen perubahan dalam lembaga
sekolah perannya sangat strategis dalam mewujudkan karakter peserta didik.

Guru sebagai tokoh sentral tentunya dituntut terlebih dulu harus dapat
memerankan karakter-karakter yang mulia tersebut sehingga guru dapat menjadi anutan
dan teladan yang dapat di contoh setiap saat di lingkungan sekolah. Perilaku yang setiap
saat diperhatikan generasi penerus adalah bagaimana guru berpenampilan, cara bicara,
berperilaku, sikap guru terhadap ilmu dan komitmen guru terhadap apa yang ia katakan.
Apabila hal tersebut dapat diperankan oleh guru dengan baik maka akan mengimbas pada
generasi penerus. Dengan demikian peserta didik akan tumbuh menjadi pribadi yang
memiliki akhlak mulia.

Setelah dibekali pendidikan karakter, para generasi penerus akan mengalami


perubahan perilaku dari individu hingga perubahan kelompok yang terjadi secara
bertahap. Perubahan sebagaimana yang dikemukakan oleh Harsey dan Blanchard (1995)
bahwa dalam diri orang-orang terdapat empat level perubahan yaitu (1) perubahan
pengetahuan, (2) perubahan sikap, (3) perubahan perilaku, dan (4) perubahan prestasi
kelompok atau organisasi. Dapat disimpulkan bahwa bila para generasi penerus dibekali
dengan sebuah pendidikan karakter yang fokus terhadap prinsip tertentu, komitmen kuat
dari berbagai pihak, maka akan tercipta pemimpin yang memiliki karakter moral
kepemimpinan yang baik sehingga akan menciptakan sebuah lingkungan kerja kelompok
yang baik.
2.7 Strategi Kepemimpinan dengan Memiliki Moral yang Baik
Perubahan lingkungan yang cepat dan drastis telah memaksa seorang pemimpin
untuk memiliki kemampuan strategik dan perilaku kepemimpinan yang lebih dari biasa
agar mampu antisipasi semua perubahan tersebut. Sudah banyak contoh yang kita lihat
dimana satu perusahaan besar akhirnya harus gulung tikar karena tidak bisa beradaptasi
dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya. Kalau ada sebuah perusahaan yang
memiliki kinerja lebih unggul dibanding pesaing, atau masih bisa bertahan sampai
sekarang, itu semua bukanlah karena keberuntungan, tapi lebih karena pilihan atas
keputusan yang dibuat oleh pemimpinnya. Pemimpin puncak bertanggung jawab
terhadap lingkungan organisasi yang dipimpinnya, berpikir ke masa depan akan seperti
apa nantinya perusahaan pada 5 atau 10 tahun mendatang dan membuat arahan-arahan
yang berfokus kepada masa depan sehingga para pengikut bisa dan mau percaya pada
pemimpinnya dan mereka mau menjalankan tugas-tugas mereka untuk pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan bersama.

Strategic leadership adalah kemampuan untuk mengantisipasi dan membayangkan


masa depan, mempertahankan fleksibilitas, berpikir secara strategis dan bekerja dengan
orang lain untuk melakukan perubahan yang akan menciptakan keunggulan kompetitif
bagi organisasi di masa depan. Dalam dunia yang cepat berubah, pemimpin dihadapkan
dengan informasi yang kompleks dan membingungkan, dan tidak ada dua pemimpin yang
akan melihat sesuatu dengan cara yang sama atau membuat pilihan yang sama.

Maka dari itu seorang pemimpin perlu memiliki integritas yang kuat untuk dapat
berkompetisi serta berkolaborasi. Meskipun beberapa perusahaan masih mendorong
kompetisi internal dan perilaku agresif, kebanyakan organisasi yang telah sukses lebih
menekankan pada kerja tim (team work), kerjasama dan kompromi sehingga semua
karyawan bisa menjadi yang terbaik. Self-directed tim dan bentuk lain dari kolaborasi
secara horisontal telah meruntuhkan batas-batas antar departemen dan membantu untuk
menyebarkan pengetahuan dan informasi di seluruh organisasi. Selain berintegritas,
seorang pemimpin perlu menjadi seorang yang rendah hati dan lebih mementingkan
kesuksesan tim dibanding kepentingan pribadi. Hal inilah yang menjadi strategi
bagaimana menjadi seorang pemimpin yang memiliki moral pemimpin dan kelompok
yang baik.

2.8 Kegunaan Mempelajari Moral Kelompok


Sebagaimana telah diutarakan, bahwa hubungan interpersonal yang cukup lama
dapat meninggalkan kesan-kesan yang mendalam terhadap sesama anggota kelompok
dan juga terhadap pimpinannya. Demikian juga halnya terhadap kelompok. Dewasa ini
sering dijumpai orang-orang yang sengaja menyempatkan diri, walaupun jauh dan sibuk,
menghadiri pertemuan reuni dari kelompok dimana dia pernah jadi anggota.

Hubungan interpersonal lambat laun melembaga, membentuk semacam kaidah atau


norma tertentu dan juga membentuk semacam “tali pengikat”, yang mengikat sesama
anggota dan juga dengan kelompok secara keseluruhan. Diantara para anggota timbul
rasa kesetiakawanan (solidarity). Apa yang dialami dan terjadi pada individu anggota
kelompok lainnya, keberuntungan, penderitaan dan pengorbanan bersama. Rasa
persatuan dan kesatuan makin lama makin kuat. Kedudukan atau nilai perorangan
seakan-akan makin “kecil”, sedangkan kedudukan kelompok makin lama.

Morale suatu kelompok berhubungan dengan semangat kelompok atau I’esprit the
corps atau group spirit. Dengan kata lain, morale kelompok (group merale) membicaraan
tentang rasa persatuan dan kesatuan yang terdapat dalam kelompok Berbicara tentang
morale kelompok (group morale) sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari masalah
“leadership atau kepemimpinan”.

Pemimpin paling sering berurusan dengan group morale. Seorang pemimpin pada
umumnya berusaha untuk mempertahankan atau meningkatkan rasa persatuan dan
kesatuan yang terdapat dalam kelompok yang dipimpinnya.

Memimpin dapat diartikan membawa kelompok secara keseluruhan kearah tujuan


tertentu. Makin kuat ikatan yang mengikat antar sesama anggota kelompok yang
dipimpinnya, makin mudah bagi pemimpin tersebut untuk membawa kelompok kearah
tujuan yang dituju. Sebaliknya, makin lemah rasa kesatuan yang ada dalam kelompok
yang dipimpinnya, makin sulitlah baginya untuk mengarahkan kelompok secara
keseluruhan.

Namun hendak diingat benar, bahwa pembinaan yang terus menerus terhadap
group morale juga bisa membahayakan. Dengan dipupuknya rasa persatuan dan kesatuan
dalam sebuah kelompok, maka disitu timbul suatu penghargaan yang demikian tingginya
terhadap kelompoknya. Sedangkan kelompok lain dianggap lebih rendah. Perasaan yang
berlebihan ini terus timbul sehingga lama kelamaan kelompok lain dianggap diluar
kelompoknya (out of group) dan berbahaya atau mengancam. Karena itu sering timbul
pertentangan (conflik).

2.9 Kelompok dengan moral tinggi dan kelompok dengan moral rendah.
Dalam kehidupan sehari-hari sering terdengar pembagian kelompok atas dasar
tingkatan morale yang demikian, yakni : kelompok dengan morale yang tinggi (high
morale) dan kelompok dengan moral yang rendah (low morale).

Ada beberapa pertanda dari kelompok yang bermoral tinggi dan bermoral rendah.

1. Suatu kelompok mempunyai morale yang tinggi, apabila :

a. Terlihat adanya kecenderungan bersatu karena dorongan dari dalam (internal


cohesiveness).
b. Bila pun ada perpecahan di antara anggota kelompok itu, sangat minimal.
c. Bila terjadi konflik, mereka mampu mengendalikannya sendiri dengan jalan
mengadakan penyesuaian diri sedemikian rupa serta mengatur hubungan
kemanusiaan.
d. Diantara para anggota terdapat semacam “hubungan batin” (sejumlah “tele”)
e. Tujuan kelompok dirasakan sebagai tujuan bersama atau milik bersama.
f. Mereka mempunyai sikap positif terhadap pemimpin mereka.
g. Mereka beranggap kelompok mempunyai nilai yang tinggi, sehingga hendak
dipertahankannya.

2. Suatu kelompok mempunyai moral yang rendah, apabila :

a. Bila mengalami tekanan dari, kelompok mudah terpecah belah menjadi bagian-
bagian yang satu sama lain bertentangan.
b. Dalam kelompok terdapat saling tidak mempercayai, banyak kritikan dan banyak
berkata yang masuk hati (menyinggung perasaan).
c. Gagal dalam mengatasi ketegangan yang terdapat antar anggota dalam kelompok
sendiri.
d. Diantara anggota kurang perasaan saling menghargai dan saling menghormati
e. Tujuan individu tidak selaras dengan tujuan kelompok.
f. Para anggota mempunyai sikap negatif terhadap tujuan kelompok dan
kepemimpinannya.
g. Para anggota kurang merasa mengidentifikasi diri dan terlibat dalam kelompok.

D. KETERAMPILAN KEPEMIMPINAN DAN PENGELOLAAN KELOMPOK

Keterampilan Kepemimpinan dalam Kelompok

Kelompok menurut kartini Kartono (1994:98) dalam Trimiyati (2010:11) adalah kumpulan
yang terdiri dari dua atau lebih individu, dan kehadiran masing-masing individu mempunyai
arti serta nilai, dan ada dalam situasi saling mempengaruhi. Berdasarkan penjelasan tersebut,
maka unsur esensial didalam kelompok adalah saling ketergantungan dengan anggota
lainnya.Yaitu saling ketergantungan, dalam setiap individu harus bekerja sama dengan orang
lain, dan harus selalu mengingat keberadaan dan kepentingan orang lain.
Namun dalam menjalankannya, setiap kelompok diharuskan memiliki pemimpin agar
kelompok tersebut dapat berjalan dengan baik dan dapat menyelesaikan masalah secara
sistematis. Berikut adalah pengertian kepemimpinan dan keterampilan yang harus dimiliknya
agar menjadi pemimpin yang baik dan dapat dipercaya.

1. Kepemimpinan
Setiap kelompok mempunyai pemimpin, fungsi dari pemimpin ini tidak lepas dari bentuk,
sifat dan ciri-ciri yang dipimpinnya. Persamaannya terletak pada operasionalnya yaitu bentuk
pemimpin yang mempunyai kewajiban untuk memajukan kelompoknya untuk membawa dan
mengerahkan anggota mencapai tujuan, mengaktifkan anggotanya dan memperhatikan
kesejahteraan anggotanya. Kepemimpinan seorang pemimpin kelompok akan mendapat respon
dari anggotanya, apakah dia seorang pemimpin yang dinamis, aktif, cakap, bijaksana atau
sebaliknya. Mutu dan penilaian yang diberikan kepada kelompok akhirnya tergantung pada mutu
pemimpinnya. Dengan kata lain dinamika dari suatu kelompok bersumber dari kedinamisan
pemimpin dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya.

2. Keterampilan Kepemimpinan

Pemimpin tidak sekedar cukup hanya bermodalkan rasa percaya diri dan pesona diri yang
hebat, tapi juga wajib bermodalkan keterampilan dasar kepemimpinan untuk bisa menyatu
dengan yang dipimpin. Berikut ini ada enam keterampilan yang perlu dimiliki setiap orang untuk
bisa memperkuat dasar-dasar kepemimpinan dirinya.

a) Keterampilan Teknis
Keterampilan teknis adalah keterampilan menerapkan pengetahuan teoritis kedalam
tindakan praktis, kemampuan memecahkan masalah melalui taktik yang baik atau
kemampuan menyelesaikan tugas secara sistematis. Keterampilan ini erat kaitannya
dengan gerak motoris atau keterampilan tangan (manual). Keterampilan yang dimaksud
adalah
1) Keterampilan menyusun laporan pertanggungjawaban
2) Keterampilan menyusun program tertulis.
3) Keterampilan membuat data statistik
4) Keterampilan membuat keputusan dan merealisasikannya.
5) Keterampilan mengetik.
6) Keterampilan menata ruang.
7) Keterampilan membuat surat.
Pemimpin harus secara cerdas mampu mentransformasikan nilai-nilai yang kuat dan
positif kepada rencana tindakan yang jelas.

b) Keterampilan Komunikasi

Kemampuan dalam komunikasi adalah hal wajib yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin. Dengan kemampuan komunikasi yang baik, karakter kepemimpinan yang
dimiliki akan keluar dengan sendirinya dan dapat dijangkau oleh semua orang.
Kemampuan komunikasi ini diperlukan untuk mengomunikasikan ide dengan baik.
Selain itu, kalau ada masalah dalam tim, Anda bisa menyelesaikannya baik secara pribadi
atau bersama dengan banyak orang.
Pemimpin adalah seorang negosiator untuk mendapatkan kesepakatan terbaik, bukan
seorang negosiator yang ngotot dan tak mau kompromi terhadap tantangan. Pemimpin
juga harus merangkul semua kekuatan dan potensi sukses pengikutnya untuk dijadikan
sebagai kekuatan kepemimpinan yang ia miliki. Oleh karena itu, pemimpin wajib
bersikap baik dengan sikap tulus dan jujur kepada setiap orang, di mana pun dan kapan
pun.

c) Keterampilan Konseptual
Keterampilan konseptual adalah kecakapan untuk memformulasikan pikiran,
memahami teori-teori, melakukan aplikasi, melihat kecenderungan berdasarkan
kemampuan teoritis dan yang dibutuhkan didalam dunia kerja. Seorang pemimpin juga
adalah seorang organisator yang ulung. Kemampuan pemimpin dalam mengorganisasi
semua kekuatan yang ada akan menjadikan kepemimpinan itu kuat dan solid. Melalui
kebersamaan dalam organisasi yang solid dan kuat, pemimpin pasti membawa setiap
orang menuju puncak harapan.

d) Keterampilan Memotivasi
Seorang pemimpin adalah seorang motivator yang harus mampu membangkitkan
energi positif dari pengikut dan bawahannya, untuk secara proaktif bergairah dan
bersemangat tinggi dalam meraih prestasi yang hebat. Oleh karena itu, pemimpin wajib
memiliki keterampilan untuk memotivasi pengikutnya, dan menggerakan para pengikut
untuk melakukan hal-hal terpenting buat kesuksesan organisasi.
Motivasi bukan berarti sekedar berteriak-teriak dengan semangat tinggi, tapi lebih
kepada cara untuk merangkul hati dan pikiran positif para pengikut. Lalu, membangun
harapan dan rasa percaya diri mereka untuk menjadi lebih hebat. Dengan adanya motivasi
yang baik, seorang pemimpin dapat membuat perubahan yang baik pula sehingga
menciptakan berbagai inovasi yang membuat kinerja efisien dan hasil yang didapatkan
bisa maksimal.

Keterampilan kepemimpinan adalah kiat-kiat untuk mendapatkan dan memperkuat pengaruh.


Ada 4 inti keterampilan kepemimpinan, yaitu :
1) Mendengarkan
Mendengarkan secara aktif dan objektif berarti dengan sengaja mau mendengarkan dan
menghindari pengaruh persepsi pribai terhadap isi pesan yang disampaikan si pembicara.
Tataplah mata pembicara, berikan respon sebagai tanda anda mengerti akan apa yang
dikatakannya dan tanyakan maksud yang belum anda pahami. Dengan mendengarkan
secara aktif dan objective, anda menghargai si pembicara sehingga harga dirinya naik dan
sebagai imbalannya, dia akan hormat kepada anda.
2) Mempertanyakan
Mempertanyakan adalah cara terbaik untuk mencari penyelesaian suatu masalah.
Bertanya secara efektif dapat membangkitkan pengaruh dari dalam diri orang yang anda
hadapi. Dengan demikian, wibawa atau charisma anda terhadapnya timbul sebagai
pengakuan batin. Mempertanyakan juga mendorong orang untuk berpikir dan mengambil
keputusan sendiri, sehingga ia akan lebih bertanggungjawab.

3) Memotivasi dan menginspirasi


Memotivasi dan menginspirasi terutama dengan keteladanan dan kepeloporan. Sikap dan
keberaniannya secara nyata akan memotivasi dan menginspirasi orang-orangsekitarnya.

4) Bicara efektif
Tidak berbelit-belit, jelas, tenang dan yakin sehingga mempermudah pendengar untuk
menangkap isi pesan secara utuh dan sesuai dengan maksud anda. Bicara efektif tidak
sama dengan bicara panjang dan lancer. Biasanya, bicara efektif justru singkat dan padat.

B. Mengelola Kelompok

Terbentuknya kelompok karena adanya persamaan dalam kebutuhan akan berkelompok,


dimana individu memiliki potensi dalam memenuhi kebutuhan dan setiap individu memiliki
keterbatasan, sehingga individu akan meminta atau membutuhkan bantuan individu yang lain
untuk mengatasinya. Kelompok merupakan tujuan yang diharapkan dalam proses dinamika
kelompok, karena jika hal tersebut tercapai, maka dapat dikatakan salah satu tujuan proses
transformasi dapat berjalan dengan baik.

1. Fase Perkembangan Kelompok


Perkembangan kelompok sebenarnya banyak dikemukakan oleh para ahli. Clark (1994)
dalam Retno (2008:22) mengemukakan perkembangan kelompok ke dalam tiga fase, yaitu:

a) Fase orientasi
Individu masih mencari/dalam proses penerimaan dan menemukan persamaan serta
perbedaan satu dengan lainnya. Pada tahap ini belum dapat terlihat sebagai kesatuan
kelompok, tapi masih tampak individual.

b) Fase bekerja
Anggota sudah mulai merasa nyaman satu dengan lainnya, tujuan kelompok mulai
ditetapkan. Keputusan dibuat melalui mufakat daripada voting. Perbedaan yang ada
ditangani dengan adaptasi satu sama lainnya dan pemecahan masalah daripada dengan
konflik. Ketidaksetujuan diselesaikan secara terbuka.

c) Fase terminasi
Fokus pada evaluasi dan merangkum pengalaman kelompok. Ada perubahan perasaan
dari sangat frustasi dan marah menjadi sedih atau puas, tergantung pada pencapaian
tujuan dan pembentukan kelompok (kesatuan kelompok)

2. Tahap Perkembangan Kelompok


Perkembangan kelompok dapat ditunjang oleh bagaimana komunikasi dalam kelompok.
Perkembangan kelompok dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:

a) Tahap pra afiliasi


Merupakan tahap permulaan dengan diawali adanya perkenalan dimana semua
individu akan saling mengenal satu dengan yang lain, kemudian berkembang menjadi
kelompok yang sangat akrab dengan mengenal sifat dan nilai masing-masing anggota.

b) Tahap Fungsional
Tahap ini tumbuh ditandai adanya perasaan senang antara satu dengan yang lain,
tercipta homogenitas, kecocokan dan kekompakan dalam kelompok. Maka akan
terjadi pembagian dalam menjalankan fungsi kelompok.

c) Tahap Disolusi
Tahap ini terjadi apabila keanggotaan kelompok sudah mempunyai rasa tidak
membutuhkan lagi dalam kelompok, tidak tercipta kekompakan karena perbedaan
pola hidup, sehingga percampuran yang harmonis tidak terjadi dan akhirnya terjadi
pembubaran kelompok.
3. Indikator Tingkat Perkembangan Kelompok
Indikator yang dijadikan pedoman untuk mengukur tingkat perkembangan kelompok
yang juga dapat digunakan pemimpin untuk pengelolaan kelompok adalah sebagai berikut:

a) Adaptasi
Setiap individu terbuka untuk memberi dan menerima informasi yang baru. Setiap
kelompok, tetap selalu terbuka untuk menerima peran baru sesuai dengan hasil dinamika
kelompok tersebut. Di samping itu proses adaptasi juga berjalan dengan baik yang
ditandai dengan kelenturan setiap anggota untuk menerima ide, pandangan, norma dan
kepercayaan anggota kelompok lain tanpa merasa integritasnya terganggu.

b) Pencapaian tujuan
Setiap anggota mampu menunda kepuasan dan melepaskan ikatan dalam rangka
mencapai tujuan bersama, mampu membina dan memperluas pola, serta individu mampu
terlibat secara emosional untuk mengungkapkan pengalaman, pengetahuan dan
kemampuannya.

E. KEPEMIMPINAN ORGANISASI

Kepemimpinan dalam organisasi


Kepemimpinan dalam Organisasi adalah sebuah proses dimana seorang pemimpin
mempengaruhi dan memberikan contoh kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan
organisasi. Kepemimpinan dalam organisasi akan menjadi lebih efektif jika seorang pemimpin
telah mendapat respek dari anak buah.

Kepemimpinan adalah entitas yang mengarahkan kerja para anggota organisasi untuk
mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan yang baik diyakini mampu mengikat,
mengharmonisasi, serta mendorong potensi sumber daya organisasi agar dapat bersaing secara
baik.

Konsep kepemimpinan telah banyak ditawarkan para penulis di bidang organisasi dan
manajemen. Kepemimpinan tentu saja mengkaitkan aspek individual seorang pemimpin dengan
konteks situasi di mana pemimpin tersebut menerapkan kepemimpinan. Kepemimpinan juga
memiliki sifat kolektif dalam arti segala perilaku yang diterapkan seorang pimpinan akan
memiliki dampak luas bukan bagi dirinya sendiri melainkan seluruh anggota organisasi.
Pendekatan dalam Kepemimpinan yaitu,

1. Pendekatan Sifat
Dalam menentukan pendekatan sifat ini ada dua jenis pendekatan yaitu :

- Membandingkan sifat orang yang tampil sebagai pemimpin dengan orang yang tidak
menjadi pemimpin.

Pemimpin lebih percaya diri dan terbuka, mau menerima saran dari orang lain. Tetapi
kadang banyak juga pemimpin yang tidak mempunyai sifat seperti itu, dan kadang  ada juga
orang yang tidak mempunyai sifat tersebut tetapi menjadi seorang pemimpin.

- Membandingkan sifat pemimpin efektif dengan pemimpin yang tidak efektif.

Inteligensi, inisiatif, dan kepercayaan diri berkaitan dengan tingkat manajerial dan prestasi
kerja yang tinggi. Kepemimpinan yang efektif tidak tergantung pada sifat-sifat tertentu,
melainkan lebih pada beberapa sifat-sifat pemimpin itu dengan kebutuhan dan situasi.

2. Pendekatan Tingkah Laku


Pendekatan perilaku adalah keberhasilan dan kegagalan seorang pemimpin itu dilakukan
oleh gaya bersikap dan bertindak pemimpin yang bersangkutan . Gaya bersikap dan
bertindak akan tampak dari cara memberi perintah, memberi tugas, cara berkomunikasi, cara
membuat keputusan, cara mendorong semangat kerja bawahan, cara menegakkan disiplin,
cara pengawasan dan lain-lain. Bila dalam melakukan tindakan dengan cara lugas, keras,
sepihak yang penting tugas selesai dengan baik, dan yang bersalah langsung dihukum, gaya
kepemimpinan itu cenderung bergaya otoriter. Sebaliknya jika dalam melakukan kegiatan
tersebut pemimpin dengan cara halus, simpatik, interaksi timbal balik, menghargai pendapat
dan lain-lalin. Maka gaya kepemimpinan ini bergaya kepemimpinan demokratis.
Pandangan klasik menganggap sikap pegawai itu pasif dalam arti enggan bekerja, malas,
takut memikul tanggung jawab, bekerja berdasarkan perintah. Sebaliknya pandangan
modern pegawai itu manusia yang memiliki perasaan, emosi, kehendak aktif dan tanggung
jawab. Pandangan klasik menimbulkan gaya kepemimpinan otoriter sedangkan pandangan
modern menimbulkan gaya kepemimpinan demokratis.

3. Pendekatan Kontingensi
Pendekatan kontingensi disebut juga pendekatan situasional, sebagai teknik manajemen
yang paling baik dalam memberikan kontribusi untuk pencapaian sasaran organisasi dan
mungkin bervariasi dalam situasi atauu lingkungan yang berbeda.

Teori kepemimpinan situasional, yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard


menguraikan bagaimana pemimpin ha rus menyesuaikan gaya kepemimpinan mereka
sebagai respons pada keinginan untuk berhasil dalam pekerjaanya, pengalaman, kemampuan
dan kemauan dari bawahan mereka yang terus berubah.

Variabel yang membentuk gaya kepemimpinan yang efektif, yaitu

1.Hubungan pemimpin dan anggotanya

2.Struktur tugas

3.Posisi pemimpin

2.2 Keputusan organisasi


Dalam pelaksanaannya pengambilan keputusan dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu:

1. Proses pengambilan keputusan


Prosesnya dilakukan melalui beberapa tahapan seperti:

● Identifikasi masalah
● Mendefenisikan masalah
● Memformulasikan dan mengembangkan alternatif
● Implementasi keputusan
2. Gaya pengambilan keputusan
Gaya adalah kebiasaan yang dipelajari. Gaya pengambilan keputusan merupakan kuadran
yang dibatasi oleh dimensi:

● Cara berpikir, terdiri dari pemikiran logis dan rasional, mengolah serta serial dan
intuitif, kreatif memahami sesuatu secara keseluruhan.
● Toleransi terhadap ambiguitas
Kebutuhan yang tinggi untuk menstruktur informasi dengan cara meminimalkan
ambiguitas dan kebutuhan yang rendah untuk menstruktur informasi, sehingga dapat
memproses banyak pemikiran pada saat yang sama.

Dari kedua dimensi diatas menghasilkan gaya pengambilan keputusan seperti:

a) Direktif
Toleransi ambiguitas rendah dan mencari rasionalitas

b) Analitik
Toleransi ambiguitas tinggi dan mencari rasionalitas. Pengambilan keputusn yang cermat,
mampu menyesuaikan diri dengan situasi baru.

c) Konseptual
Toleransi ambiguitas tinggi dan intuitif.berorientasi jangka panjang,seringkalimenekan
solusi kreatif atas masalah.

d) Behavioral
toleransi ambiguitas rendah dan intuitif. Mencoba menghindari konflik dan
pengupayakan penerimaan.

Berdasarkan uraian diatas, maka berikut adalah upaya-upaya yang perlu ditempuh
seperti:

1. Cerna masalah
Dalam kondisi seperti ini peran pemimpin adalah mengambil inisiatif dalam
hubungannya dengan tujuan dan arah daripada metode dan cara
2. Identifikasi alternatif
Kemampuan untuk memperoleh alternativ yang relevan sebanyak-banyaknya

3. Tentukan prioritas
Memilih diantara banyak alternativ adalah esensi dari kegiatan pengambilan keputusan.

4. Ambil Langkah
Upaya pengambilan keputusan terhenti pada tataran pilihan,melainkan melanjutkan pada
langkah tindakan.

Dalam pengambilan keputusan seorang pemimpin dapat menggunakan metode-metode


sebagai berikut:

a) Keputusan-keputusan yang sifatnya sederhana individual artinya secara sendirian.


b) Keputusan-keputusan yang sifatnya seragam dan diberikam secara terus menerus dapat
diserahkan kepada orang-orangyang terlatih khusu untuk itu atau dilakukan dengan
menggunakan komputer.
c) Keputusan-keputusan yang bersifat rumit dalam arti menjadi tanggung jawab masyarakat
lebih baik diambil secara kelompok atau majelis. Sebab masalah yang diambil butuh
dengan bantuan seorang ahli dalam bidang yang akan diambil keputusannya.
Kebutuhan Informasi merupakan sebuah kebutuhan yang dimiliki oleh tiap individu.
Setiap manusia membutuhkan informasi guna melengkapi pengetahuan mereka akan
suatu hal. Keadaan zaman yang semakin maju pesat khususnya dalam perkembangan
ilmu teknologi dan informasi (IPTEK) berdampak pada informasi yang ada menjadi
sehingga dapat dikonsumsi oleh siapa saja. 

2.3 Kebutuhan informasi


Kebutuhan informasi tiap individu yang berbeda disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut
Nicholas (2000) ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kebutuhan informasi suatu
individu antara lain:
a. Individu itu sendiri atau pemustaka
Faktor pertama yaitu berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Dorongan atau motivasi

yang ditunjang oleh aspek psikologis individu tersebut untuk mencari informasi.

b. Waktu
Waktu yang dimaksud disini yaitu seberapa cepat seorang pemustaka dalam mencari
informasi yang dibutuhkan dengan memanfaatkan berbagai fasilitas penunjang.

c. Akses suatu informasi


Faktor selanjutnya yang berngaruh yaitu akses informasi. Akses informasi yang dimaksud
disini yaitu seberapa cepat dan tepat individu dalam mengakses informasi yang diperlukan.
Kecepatan dan ketepatan dalam pencarian informasi dipengaruhi oleh keterampilan tiap
individu.

d. Teknologi yang digunakan untuk pencarian informasi


Penggunaan teknologi dalam dalam hal ini sangat berpengaruh terhadap pencarian
informasi. Selain itu, penggunaan teknologi juga berpengaruh terhadap motivasi individu
dalam pencarian informasi. Misalnya penggunaan teknologi disini yaitu dan komputer.

e. Jenis pekerjaan
Pekerjaan seseorang mempengaruhi kebutuhan informasi yang dibutuhkan. Misalnya
kebutuhan informasi antara nelayan dan petani yang berbeda.

F. JARINGAN KOMUNIKASI DALAM KELOMPOK

A. Pengertian Jaringan Komunikasi


Saluran yang digunakan untuk meneruskan pesan dari satu orang ke orang lainnya disebut
sebagai jaringan (DeVito, 1997). Jaringan dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu:

1. Kelompok kecil yang sesuai dengan sumberdaya yang dimilikinya dan akan
mengembangkan pola komunikasi yang menggabungkan beberapa struktur jaringan
komunikasi. Jaringan komunikasi ini kemudian merupakan sistem komunikasi
umum yang akan digunakan oleh kelompok dalam mengirimkan pesan dari satu
orang ke orang lainnya.

2. Jaringan komunikasi ini biasa di lihat sebagai struktur yang diciptakan oleh
organisasi sebagai sarana komunikasi organisasi.

Jaringan komunikasi menyatakan struktur kelompok dengan memfokuskan saluran yang


dipakai oleh individu ketika mereka secara langsung berkomunikasi dengan individu lainnya.
Variabel utama dalam struktur jaringan komunikasi yaitu memusatkan jaringan tersebut agar 
menunjukkan secara jelas satu atau dua posisi dalam struktur tersebut yang lebih memusat
daripada yang lain. Setiap posisi diduduki oleh seseorang yang berperan sebagai sumber atau
penerima. (Fisher, 1986: 183).
Dari berbagai pengertian tersebut di atas, membentuk pola-pola atau model-model
jaringan komunikasi tertentu. Dimana pola atau model  jaringan komunikasi tersebut
mempengaruhi penyeberan informasi antar  individu dalam suatu kelompok. Ada 5 pola atau
model jaringan komunikasi, yaitu:

a) Pola Lingkaran,
Adalah pola yang tidak memiliki pemimpin, semua anggota menempati posisi yang sama.
Setiap individu dalam jaringan lingkaran memiliki wewenang atau kekuatan yang sama
untuk memengaruhi kelompok.
b) Pola Roda
Adalah struktur yang memiliki pemimpin yang kelas dan posisinya berada di pusat.
Mengirim dan menerima pesan dari semua anggota hanya bisa dilakukan oleh orang ini.
c) Pola Y
Adalah pola yang memiliki pemimpin yang jelas namun relatif kurang tersentralisasi jika
dibandingkan dengan struktur roda.
d) Pola Rantai
Memiliki kesamaan dengan struktur lingkaran, dimana oang yang berada di posisi tengah
lebih dianggap sebagai pemimpin dibandingkan dengan orang yang berada di posisi
lainnya.
e) Pola Semua Saluran
Adalah struktur jaringan yang semua anggota memiliki kekuatan yang sama untuk
mempengaruhi anggota lainnya dan semua anggota dapat berkomunikasi dengan anggota
lainnya.

B. Masalah Dalam Dinamika Kelompok


Kelompok terdiri dari sejumlah orang dan (biasanya) dengan latar belakangnya yang
berbeda-beda, maka sangat mungkin di dalam kelompok itu ditemukan banyak masalah-masalah.
Hal ini perlu sekali mendapatkan perhatian. Diantara masalah-masalah tersebut yang terpenting
adalah sebagai berikut:
1) Kepemimpinan.
Masalah kepemimpinan sangat strategis sifatnya, karena dapat menentukan efektif tidaknya
proses kelompok. Tidak jarang, suatu kelompok menjadi buyar karena kesalahan memilih
pemimpin.
2) Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah, merupakan inti dari tugas atau misi
kelompok. Pengambilan keputusan kelompok di dalam praktik lebih banyak sulitnya
daripada mudahnya. Pengambilan keputusan kelompok secara umum telah diakui lebih baik
kualitasnya daripada keputusan yang individual.
3) Komunikasi.
Kelompok merupakan kumpulan dari para individu yang berinteraksi satu sama lain, maka
masalah komunikasi memegang peranan yang sentral. Melalui komunikasi saling pengertian
diciptakan yang pada akhirnya akan memperkuat kohesi dan tercapainya tujuan-tujuan
kelompok.
4) Konflik.
Perbedaan kepentingan dan harapan-harapan yang ada di dalam kelompok boleh jadi tidak
dapat dihindari. Hal ini akan dapat menjadi potensi konflik, sehingga sasaran yang telah
ditetapkan gagal dicapai, bahkan bisa membuyarkan kelompok itu sendiri.

1. Fungsi Kelompok Dalam Menyelesaikan Masalah Kelompok


1. Memiliki komitmen untuk saling mendukung satu sama lain agar berhasil dalam pemecahan
masalah.
2. Pemecahan masalah menjadi lebih efektif karena kecakapan tim yang memadai.
3. Komunikasi bersifat terbuka. Dikusi-diskusi mengenai ide baru akan memperbaiki cara kerja
karena anggota terdorong untuk lebih memikirkan permasalahan.
4. Konflik diterima sebagai hal yang wajar, dan dianggap sebagai sebuah kesempatan untuk
menyelesaikan masalah. Melalui diskusi terbuka, konflik dapat diselesaikan sebelum
menjadi hal yang meluas.
5. Keseimbangan tercapai antara produktivitas kelompok dengan tercapainya kepuasan
pemenuhan pribadi anggota.

G. PEMIMPIN DALAM DINAMIKA KELOMPOK (KASUS) FORMAL DAN


INFORMAL

Pengertian Pimpinan Formal dan Informal

A. Pengertian Pimpinan Formal

Pemimpin Formal Walgito (2003 : 93) mengungkapkan bahwa pemimpin formal”


adalah orang yang menjadi pemimpin karena ”legalitas”-nya. Misalnya, karena ia terpilih
secara sah melalui pemilu, atau kongres, atau muktamar, atau apa pun namanya. Yang
bersangkutan telah memenuhi semua peraturan yang ada. Sedangkan Anonim (2006),
pemimpin formal adalah pemimpin yang secara resmi diberi wewenang/ kekuasaan untuk
mengambil keputusan-keputusan tertentu, dan dia mempertanggungjawabkan
kekuasaan/wewenangnya tersebut pada atasannya. Pemimpin formal pada umumnya
berada pada lembaga formal juga, dan keputusan pengangkatannya sebagai pemimpin
berdasarkan surat keputusan yang formal. Seorang pemimpin formal bisa saja hanyalah
seorang kepala yang memiliki wewenang sah berdasarkan ketentuan formal untuk
mengelola anggotanya, atau jika dalam organisasi memiliki wewenang untuk membawahi
dan memberi perintah pada bawahan-bawahannya. Seorang kepala adalah juga seorang
pemimpin apabila dia diterima secara ikhlas oleh para anggotanya dan dia mampu
mempengaruhi para anggota sehingga mereka dengan pengertian, kesadaran dan senang
hati bersedia mengikuti dan mentaati pemimpin tersebut. Seorang pemimpin formal
biasanya dinilai oleh bawahannya/ masyarakatnya berdasarkan hasil-hasil yang
dicapainya (prestasi). Dengan demikian pengakuan bagi seorang pemimpin formal oleh
bawahannya/ masyarakatnya disamping ditentukan oleh jiwa kepemimpinan (leadership)
juga oleh prestasi yang mana hal ini berkaitan dengan pengetahuannya tentang kebutuhan
masyarakat dimana dia ditempatkan. Mardikanto (1991 : 205), pemimpin formal adalah
pemimpin yang di samping memperoleh pengakuan berdasarkan kedudukannya, juga
memang memiliki kemampuan pribadi untuk memimpin (kepemimpinan) yang andal,
Berdasarkan macam kegiatannya pemimpin formal lebih baik memimpin pada kegiatan
ekspresif dan kegiatan instrumental. Kegiatan ekspresif, yaitu kegiatan yang bertujuan
untuk pemenuhan kebutuhankebutuhan normatif dan sosial, seperti : keagamaan/
kepercayaan, kesetiakawanan sosial, dan lain-lain. Sedangkan kegiatan instrumental
adalah kegiatan yang bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan dan alokasi sumberdaya,
seperti : pertanian, industri, dan lain-lain. Contoh berbagai pemimpin formal adalah
kepala desa, kepala RT dan RW. Dari pengertian tersebut diatas maka pemimpin formal
adalah pemimpin yang dipilih secara legalitas atau yang diberi wewenan dan kekuasaan
yang sesuai dengan prestasi yang dimilikinya.

B. Pengertian Pimpinan Informal

Darmaputera (2004), pemimpin non formal tidak menjadi pemimpin karena faktor
legalitas, tapi terutama karena faktor ”legitimitas”. Artinya, walaupun tak ada kongres
atau muktamar yang menetapkan demikian, tapi rakyat dan umat dengan spontan
menerima dan memperlakukan yang bersangkutan sebagai pemimpin mereka. pemimpin
informal itu ditetapkan oleh umat bukan dengan surat suara, tapi dengan kata hati. (suara
batin). Ikatan antar mereka tidak diatur secara resmi, tapi lahir secara spontan karena ada
rasa hormat dan cinta yang tidak dipaksa-paksa. Anonim (2006), pemimpin informal
adalah pemimpin yang tidak diangkat secara resmi berdasarkan surat keputusan tertentu.
Dia memperoleh kekuasaan / wewenang karena pengaruhnya terhadap kelompok.
Apabila pemimpin formal dapat memperoleh pengaruhnya melalui prestasi, maka
pemimpin informal memperoleh pengaruh berdasarkan ikatan-ikatan psikologis. Tidak
ada ukuran obyektif tentang bagaimana seorang pemimpin informal dijadikan pemimpin.
Dasarnya hanyalah oleh karena dia pernah benar dalam hal tertentu, maka besar
kemungkinan dia akan benar pula dalam hal tersebut pada kesempatan lain. Di samping
penentuan keberhasilan pada masa lalu, pemilihan pemimpin informal juga ditentukan
oleh perasaan simpati dan antipati seseorang atau kelompok terhadapnya. Sedangkan
Walgito (2003 : 93) menyatakan bahwa, pemimpin informal adalah pemimpin yang
mempunyai batasbatas tertentu dalam kepemimpinanya. Pemimpin informal adalah orang
yang memimpin kelompok informal yang statusnya tidak resmi, pada umumnya tidak
didukung oleh peraturan-pertaturan yang tertulis seperti pada kelompok formal.
Selanjutnya Sarwono (2005 : 44 & 46), pemimpin informal dapat dikatakan sebagai ciri
kepribadian yang menyebabkan timbulnya kewibawaan pribadi dari pemimpin dan
merupakan bakat / sifat / karismatik yang khas terdapat dalam diri pemimpin yang dapat
diwujudkan dalam perilaku kepemimpinan contoh pemimpin non formal adalah kepala
adat Dari pengertian tersebut diatas maka pemimpin non formal adalah pemimpin yang
dipilih secara legitimitas atau yang diberi wewenan dan kekuasaan yang berdasar pada
ikatan psikologis.

2.2 Perbedaan Pemimpin Formal dan Informal

Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi,


memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki
kelompok dan budayanya. Jadi dengan kata lain Kepemimpinan merupakan sebuah
kemampuan yang dimiliki seseorang. Dapat dijabarkan bahwasannya perbedaan antara
Kepemimpinan Formal dan Kepemimpinan Non Formal :
1) Kepemimpinan Formal adalah Jabatan yang dimiliki seseorang dalam
kemampuannya meliputi proses mempengaruhi orang lain dalam menentukan
tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan,
mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Dimana
Kepemimpinan Formal dalam jabatannya diperoleh dari suatu usaha tertentu
dalam pencapaiannya.

2) Kepemimpinan Non Formal (Informal) adalah Jabatan yang dimiliki seseorang


dalam kemampuannya meliputi proses mempengaruhi orang lain dalam
menentukan tujuan tertentu, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan,
mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Dimana
Kepemimpinan Non Formal dalam jabatannya diperoleh tanpa suatu usaha
tertentu dalam pencapaiannya.

2.3 Peranan Pemimpin Formal dan Informal

A. Peranan Pemimpin Formal

Setiap pemimpin memiliki tugas, wewenang dan kewajiban yang mesti dijalankan untuk
mendapatkan hasil yang optimal dalam metode kepemimpinannya. Tugas, wewenang dan
kewajiban ini juga dibedakan jika mengacu pada jenis pemimpin yang hadir di dalam
masyarakat; yaitu pemimpin formal dan pemimpin informal. Maka tugas, wewenang dan
kewajiban pemimpin dapat dibedakan dengan mengacu pada pelaksanaan hal-hal
tersebut.

1) Pemimpin formal memiliki tugas untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan,


pembangunan, dan kemasyarakatan, dan juga bertugas untuk memimpin rapat dan
musyawarah dalam kerangka mekanisme koordinasi dengan pemerintah lebih
tinggi.
2) Pemimpin formal juga bertanggung jawab untuk mengelola administrasi dan
mengurus masalah di kalangan masyarakat yang terkait dengan kebijakan
administratif birokrasi. Wewenang yang dimiliki oleh pemimpin formal misalnya
adalah menyelenggarakan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan bersama BPD.
3) Pemimpin formal juga bertugas mengkoordinasikan pembangunan desa secara
partisipatif. Ia juga merupakan wakil desanya di dalam dan di luar pengadilan
serta berhak untuk menunjuk kuasa hukum yang akan mewakilinya sesuai dengan
peraturan perundang undangan.
4) Pemimpin formal juga berkewajiban untuk memegang teguh dan mengamalkan
Pancasila, melaksanakan UndangUndang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
5) Pemimpin formal berkewajiban untuk segenap upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan melaksanakan hidup yang demokratis.
6) Pemimpin formal juga dituntut untuk melaksanakan prinsip tata pemerintahan
desa yang bersih dan bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme.
7) Pemimpin formal menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja
pemerintahan desa, menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-
undangan, menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik,
melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa,
melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa dan memberdayakan
masyarakat dan kelembagaan di desa.

Peranan pemerintah formal adalah mengatur segala keperluan masyarakat yang


berkaitan dengan peraturan dan kebijakan pemerintah yang lebih tinggi guna
terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

B. Peranan Pemimpin Non Formal

Peranan pemimpin non formal dalam pembangunan desa dapat dilihat dalam pelaksanaan
yaitu :
1. Pembangunan Fisik

a) Perencanaan Pembangunan Dalam pembangunan, perencanaan sangat perlu


karena tanpa adanya suatu perencanaan pembangunan tidak dapat
dilaksanakan begitu saja. Siswanto (2005:45) mengatakan bahwa perencanaan
adalah sebagai suatu yang sistematis untuk menjalankan suatu pekerjaan,
dalam perencanaan pembangunan kepala adat sangat besar pengaruhnya,
karena pemimipin non formal adalah mediator pertama yang harus dilibatkan,
tanpa adanya peran kepala adat program pembangunan tidak dapat berjalan.

b) Pelaksanaan Pembangunan Salah satu peran kepala adat pada pelaksanaan


pembangunan atau gotong royong adalah menggerakkan masyarakat untuk
bekerja sama dengan baik dan mendorong semua masyarakat untuk
berpatisipasi dalam pelaksanaan pembangunan tersebut. pemimipin non
formal berperan aktif demi kelancaran pelaksanaan pembangunan dan untuk
menunjang pembangunan yang berkelanjutan dan senantiasa memperhatikan
kearifan lokal daerah setempat.

2. Pembangunan Non Fisik

a) Melestarikan nilai-nilai budaya Melestarikan nilai budaya merupakan ekspresi


kehidupan manusia, dengan kata lain kebudayaan dapat diartikan hasil
kebudayaan dari generasi ke generasi. Oleh sebab itu harus mampu
melestarikan nilai-nilai budaya yang masih ada agar tetap terjaga dari segala
macam bentuk pengaruh.
b) Memberdayakan nilai-nilai adat dalam kehidupan masyarakat
Memberdayakan nilai adat istiadat dalam kehidupan sehari-hari dan bersifat
mengikat bagi masyarakat adat. Seiring dengan berkembang pesatnya
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), pengaruh adat dalam
kehidupan masyarakat adat semakin berubah terutama padankalangan anak
muda.
c) Mempertahankan eksistensi adat istiadat dari pengaruh budaya asing yang
hadir di di lingkungan kehidupan masyarakat adat. Bila ditinjau lebih jauh dari
sistem kepemimpinan kepala suku dalam masyarakat harus memiliki ciri-ciri
spesifik yang memperjuangkan kesejahteraan umum, menegakkan keadilan
dan kebenaran, serta menjaga keselamatan bagi warganya.

Injeksi sistem kepemimpinan formal ke dalam sistem kepemimpinan


tradisional mengakibatkan lahirnya dualisme kepemimpinan di dalam masyarakat.
Dualisme kepemimpinan non formal dan formal berimbas pada kebingungan
dalam masyarakat desa. kepemimpinan non formal yang memiliki legalitas atas
ciri-ciri dan kredibilitasnya dalam arena perpolitikan di masyarakat, sementara
kepemimpinan formal diterima dan diakui begitu saja tanpa adanya suatu
pengujian legitimasi secara adat dalam masyarakat Kepemimpinan non formal
yang telah lama hidup dan berkembang dalam masyarakat mulai tergeser dengan
kehadiran kepemimpinan formal yang diturunkan oleh pemerintah yang
diimplementasikan melalui program pembangunan di kampung, distrik,
kabupaten, dan lainnya sehingga secara otomatis pengaruh kepemimpinan
kepalakepala suku yang orientasinya kepada kesejahteraan umum, menegakkan
keadilan dan kebenaran, serta menjaga keselamatan bagi warganya semakin
menurun dan mulai menyaksikan kepemimpinan formal (Kepala Kampung,
Kepala Distrik, Bupati, Gubernur, DPR dan lain sebagainya) dengan
implementasi program pembangunan, sementara kepemimpinan kepala suku
implementasinya dengan kapabilitas yang dimilikinya lebih cenderung
mengutamakan kesejahteraan warga melalui kejujuran, keadilan dan kebenaran
sesuai adat istiadat masyarakat setempat, semuanya dilakukan dengan nurani yang
polos tanpa ambisi radikal menjadi pemimpin non formal. Lain halnya dengan
kepemimpinan formal (Kepala Kampung, Kepala Distrik, Bupati, DPR dan lain
sebagainya) selalu dengan ambisi untuk naik ke level yang lebih tinggi, juga
mencari masa melalui politik yang mengarah kepada korupsi, kolusi dan
nepotisme yang tidak sesuai dengan budaya masyarakat adat. Peranan
peemerintah non formal adalah mengatur segala kepentingan masyarakat yang
berkaitang dengan fisik dan non fisik guna tercapainya kesejahtraan masyarakat.

2.4 Contoh Kasus Pemimpin Formal dan Informal

“Dialektika-Inharmoni Pemimpin Formal dan Informal Dalam Geliat Pembangunan


Masyarakat”

Pembahasan

Dialektika-inharmoni peranan Pemimpin Non-formal dan Formal Dialektika-inharmoni


hubungan antara pemimpin formal dan pemimpin non formal yaitu secara bersama-sama,
saling membantu satu sama lain dalam pembangunan desa, karena dari kerjasama yang
baik, pembagunan di desa akan berjalan sebagai mana mestinya yang diharapkan
masyarakat dan pemerintah.

Hubungan kerja antara pemimpin non formal dan pemimpin formal paling dominan
terlihat dalam hal-hal berikut :

1) Pemimpin non formal cenderung mengambil keputusan tentang hak-hak adat.


Hampir dalam setiap sisi kehidupan manusia di wilayah pedesaan di kabupaten
Lombok timur sangat tidak bisa dilepas dari peran pemimpin adat. Usia
ketokohan adat adalah faktor determinan dalam skala pengaruh dari setiap
keputusan yang diambil oleh pemimpin formal. Hal tersebut terlihat jelas pada
masyarakat desa diwilayah kabupaten Lombok timur terutama masyarakat desa
terutama masyarakat yang berada dipinggiran yang berbatasan dengan wilayah
hutan (desa-desa penyangga hutan) di kabupaten Lombok timur. Sering kali
keputusan dari pemimpin formal dalam hal ini kepala desa, yang sudah jelas
hukum formal yang dipetik dari aturan pemerintah dapat dengan mudah
dimentahkan dan dilabrak oleh arti dari nilai sebuah adat. Persepsi masyarakat
desa di wilayah Lombok timur yang banyak dipengaruhi oleh hukum adat sangat
banyak bergantung dari pemanfaatan hutan sebagai bagian dari alur hidup.
Persepsi tentang kelestarian menurut adat seringkali berbenturan dengan hukum
adat formal yang dipegang oleh kepala desa sebagai ujung tombak pelaksana
segala kebijaksanaan pemerintah. Sedangkan pada masyarakat pesisir diwilayah
kabupaten Lombok timur, pun tidak jauh dari kesan pelabrakan akan aturan-
aturan pemerintah yang dijalankan oleh pemerintah desa dalam hal ini berada
dalam kewenangan penuh dari pemimpin formal. Sebut saja pemanfaatan
berbagai sarana pemerintah yang sesungguhnya secara aturan tidak diperbolehkan
untuk digunakan, namun atas nama proses pelestarian nilai adat aturan formal
tersebut harus mentah ditangan pemimpin non-formal. Ironisnya hal ini tidak
pernah menuai kontroversi panas antara pemimpin formal dan pemimpin non-
formal di wilayah kabupaten Lombok timur. Seolah-olah pemimpin formal
“belajar untuk buta dan tuli” dengan berbagai sumpah akan jabatan yang
diembankan padanya. Bagi para pemimpin formal (kepala desa dan jajarannya),
atas nama kepentingan bersama untuk pembangunan masyarakat bagi mereka sah-
sah saja. Bentuk elaborasi seperti ini yang lambat laun mengkristal menjadi proses
inharmonisasi pemimpin formal dan non-formal dalam pembangunan masyarakat
desa.

2) Pemimpin non formal dilibatkan di pertemuan tingkat desa, distrik dan kabupaten
untuk berbicara menyangkut kepentingan hak-hak masyarakat adat di daerah.
Bagai dua mata uang yang saling melengkapi, pemimpin formal di wilayah
kabupaten Lombok timur sadar dengan posisi kuat yang dimiliki oleh setiap tokoh
adat yang memegang peran penting dalam setiap dimensi dinamika masyarakat di
masing-masing wilayah di kabupaten Lombok timur. Sehingga dengan arif
pemimpin formal harus tetap mau “berbagai” kuasa dengan para pemimpin non
formal (adat) demi tetap terselenggaranya pemerintahan desa yang baik, dalam
ranggka pengembangan masyarakat desa kearah yang lebih baik tentunya.
Sehingga keterlibatan para pemimpin non formal selalu dilibatkan dalam hal
penentuan hak-hak masyarakat desa. Disisi lain hal tersebut dianggap sebagai
sesuatu yang baik oleh masyarakat. Meminjam teori Lewis Cosser dengan istilah
“katup penyelamatnya”, keterlibatan pemimpin non-formal dalam hal ini tokoh
adat dianggap sebagai katup penyelamat oleh sebagian besar masyarakat desa
diwilayah kabupaten Lombok timur. Bagi sebagaian besar tokoh adat (pemimpin
non-formal) adalah alat/ sarana dalam tubuh masyarakat itu sendiri dalam
mengontrol dan bila diperlukan dapat difungsikan untuk mengintervensi
kepentingan mereka atas pemimpin formal.

Dari kerjasama antar pemimpin formal dan non-formal tersebut maka


pembagunan di desa di wilayah kabupaten Lombok Timur berjalan dengan baik,
dalam upaya penyegaraan penyamaan tingkat kesejahteraan masyarakat desa dengan
masyarakat kota/ kearah pewujudan masyarakat yang madani. Hal yang paling jelas
kelihatan dari kedua pemimpin (formal dan non-formal) tersebut adalah terjalinnya
komunikasi yang baik. Adapun Komunikasi yang digunakan dalam pembangunan
masyarakat pedesaan di wilayah kabupaten Lombok timur adalah komunikasi yang
bersifat interaktif dan partisipatif. Hal ini diperkuat oleh pernyataan FAO (FAO, 1975
dalam Nasution, 1996) bahwa penggalangan partisipasi dilandasi adanya pengertian
bersama dan adanya pengertian tersebut adalah karena di antara orang-orang tersebut
saling berkomunikasi dan berinteraksi sesamanya. Dalam menggalang peran serta
semua pihak diperlukan :

1) Terciptanya suasana yang bebas atau demokratis


2) Terbina kebersamaan.

Suasana yang bebas akan memperlancar komunikasi semua pihak. Dengan adanya
komunikasi yang komunikatif dan intim, akan terjalin suasana saling asah, saling
asuh, dan saling asih, sehingga tergeraklah masyarakat untuk berpartisipasi dalam
kegiatan pembangunan dan pembaruan.
H. INTERAKSI SOSIAL DALAM KELOMPOK

Syarat Interaksi Sosial

Secara umum, ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk menciptakan terjadinya interaksi
sosial, yaitu kontak sosial dan komunikasi. Berikut penjelasannya.

1. Kontak Sosial
Kontak sosial dapat diartikan sebagai hubungan antara dua pihak yang saling
bereaksi dan menjadi awal terjadinya interaksi sosial. Kontak sosial dapat terjadi melalui
kontak fisik atau kontak secara langsung dan kontak tidak langsung. Contoh kotak sosial
secara langsung adalah dua orang yang saling menyapa atau saling tersenyum. Sementara
itu, contoh kontak sosial tidak langsung adalah dua pihak yang berinteraksi melalui
perantara, seperti surat, telepon, atau media sosial.

2. Komunikasi
Komunikasi adalah proses penyampaian dan penerimaan pesan berupa ide atau gagasan
dari satu pihak ke pihak lain sebagai upaya saling mempengaruhi. Dalam proses
komunikasi, pesan harus disampaikan menggunakan bahasa atau simbol yang saling
dimengerti oleh kedua pihak.

Agar dapat berlangsung dengan baik, komunikasi memerlukan beberapa komponen, seperti:

● Pengirim atau komunikator sebagai pihak yang mengirim pesan kepada pihak lain,
● Penerima atau komunikan sebagai pihak yang menerima pesan dari pengirim,
● Pesan, merupakan ide atau gagasan yang ingin disampaikan,
● Umpan balik (feedback), merupakan tanggapan dari penerima pesan terhadap pesan yang
disampaikan,
● Media atau alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Media ini dapat berupa
tulisan, lisan, gambar, atau film.

2.2 Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Mengutip Modul Interaksi Sosial yang disusun oleh Dr. H. Asep Mulyana, M.Pd., dkk.
secara garis besar interaksi sosial dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yakni
1. Interaksi Sosial Asosiatif

A. Kerja Sama
Merupakan suatu usaha bersama antarindividu atau antarkelompok untuk
mencapai tujuan bersama. Dalam pelaksanaannya, kerja sama dapat bersifat
membangun (konstruktif) dan merusak (destruktif). Contoh kerja sama yang
membangun adalah kerja sama antarkaryawan sebuah perusahaan untuk meningkatkan
penjualan. Sementara itu, contoh kerja sama yang merusak adalah tawuran antarpelajar.

Bentuk-bentuk lain dari kerja sama, yaitu ;


● Bargaining, yaitu perjanjian mengenai pertukaran barang dan jasa antara dua
organisasi atau lebih
● Cooperation, yakni penerimaan unsur-unsur baru kepemimpinan dalam sebuah
organisasi untuk menghindari terjadinya kecurangan dalam stabilitas organisasi yang
bersangkutan.
● Coalition (koalisi), merupakan gabungan dua organisasi atau lebih yang memiliki
tujuan yang sama.
● Joint venture, merupakan kerja sama dalam usaha proyek-proyek tertentu.

B. Akomodasi
Akomodasi adalah suatu proses penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan dari
individu atau kelompok yang saling bertentangan.

Bentuk-bentuk akomodasi adalah:


● Coersion, yaitu memaksakan kehendak pihak yang lebih kuat kepada pihak yang
lebih lemah.
● Kompromi, yaitu pihak-pihak yang terlibat perselisihan saling mengurangi tuntutan
untuk mencapai penyelesaian konflik.
● Arbitrasi, merupakan tindakan mengundang pihak ketiga yang netral untuk
mengambil keputusan guna menyelesaikan konflik.
● Mediasi, yaitu tindakan mengundang pihak ketiga yang netral untuk menyelesaikan
konflik, tetapi pihak ketiga tidak berwenang memberikan keputusan-keputusan
penyelesaian.
● Konsiliasi, merupakan tindakan mempertemukan keinginan dari pihak-pihak yang
berselisih demi tercapainya tujuan bersama.
● Toleransi, yaitu keinginan untuk mengindari perselisihan.
● Stalemate, terjadi ketika dua kelompok yang berselisih memiliki kekuatan yang
seimbang.
● Ajudikasi, yaitu penyelesaian masalah melalui jalur hukum/pengadilan.

C. Asimilasi
Secara sederhana, asimilasi adalah peleburan dua kebudayaan menjadi satu kebudayaan.

D. Akulturasi
Akulturasi merupakan penerimaan dan pengolahan unsur-unsur kebudayaan asing tanpa
menghilangkan unsur-unsur budaya asli.

2. Interaksi sosial disosiatif

A. Persaingan (competition)
Proses sosial yang melibatkan individu atau kelompok dalam mencapai keuntungan
tanpa adanya ancaman atau kekerasan.

B. Kontrovensi
Merupakan proses sosial yang ditandai oleh adanya sikap dan perasaan tidak suka
yang disembunyikan. Bentuk proses sosial ini berada di antara persaingan dan konflik.

C. Pertikaian
Pertikaian adalah proses sosial ketika individu atau kelompok berusaha menentang
pihak lain dengan cara mengancam atau menggunakan kekerasan untuk mencapai
tujuannya.

D. Konflik
Konflik dapat didefinisikan sebagai proses sosial ketika individu atau kelompok
berusaha saling menyingkirkan satu sama lain dengan jalan menghancurkan atau
membuatnya tidak berdaya.
I. DINAMIKA KELOMPOK KERJA

A. Pengertian Kelompok Kerja


Kelompok adalah kumpulan dua orang atau lebih yang saling berinteraksi dan saling
mempengaruhi untuk suatu tujuan tertentu yang dipahami bersama ( two or more people who
interest and influence each other toward a common purpose).

Dari pengertian diatas, maka kelompok memiliki ciri (karakteristik) sebagai berikut :

a. Merupakan kumpulan yang beranggotakan lebih dari satu orang (ciri setiap orang berbeda).
b. Adanya interaksi diantara kumpulan orang tersebut.
c. Adanya tujuan bersama yang ingin dicapai.
d. Ada pengaruh tingkah laku kelompok terhadap tingkah laku (perilaku) individu.
Orang memasuki dan bergabung dengan kelompok akan memperoleh sesuatu yang tidak
diperolehnya secara sendiri (individu).

Sebelum membicarakan pengertian kelompok kerja kita pahami dulu pengertian pekerjaan
adalah sesuatu yang telah direncanakan oleh organisasi untuk dilakukan dalam rangka
pencapaian tujuan. Kelompok kerja adalah kelompok yang disusun oleh organisasi dengan tujuan
untuk menjalankan berbagai pekerjaan yang terkait dengan pencapaian tujuan organisasi.
Kelompok kerja disusun terutama jika organisasi (tidak mencari laba ataupun mencari laba)
beranggotakan orang-orang dalam jumlah yang sangat besar, ruang lingkup kegiatannya luas,
dan pengolahan sumber daya yang banyak.

B. Konsep Dasar Kelompok Kerja


Stoner, Freeman, dan Gilbert mendefinisikan kelompok sebagai kumpulan dua orang atau
lebih yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi untuk suatu tujuan tertentu yang
dipahami bersama (two or more eople who interact and influence each other toward a common
purpose). Karakteristik kelompok:
a. Merupakan kumpulan yang beranggotakan lebih dari satu orang, yang berarti adanya
karakteristik yang berbeda dari setiap orang
b. Adanya interaksi di antara kumpulan orang tersebut
c. Adanya tujuan bersama yang ingin dicapai
Berdasarkan karakteristik ini, jika kita memahami bahwa pekerjaan adalah sesuatu yang
telah direncanakan oleh organisasi untuk dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan, maka
kelompok kerja dapat didefenisikan sebagai kelompok yang disusun oleh organisasi dengan
tujuan untuk menjalankan berbagai pekerjaan yang terkait dengan pencapaian tujuan organisasi.

Kelompok kerja perlu disusun terutama jika organisasi atau perusahaan beranggotakan
orang-orang dalam jumlah yang sangat besar, ruang lingkup kegiatan luas, dan pengelolaan
sumber daya yang banyak. untuk orgsnisasi yang beranggotakan sedikit orang 5-10 orang,
barangkali keseluruhan anggota tersebut merupakan juga satu kelompok kerja, adapun untuk
organisasi yang memiliki ribuan orang anggota, maka kelompok kerja yang disusun berdasarkan
tujuan jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang, tergantung dari alasan dan
tujuan dari kelompok kerja tersebut disusun.

C. Kelompok Formal dan Informal


Kelompok kerja langsung merupakan kelompok kerja yang disusun oleh manajer dan
beranggotakan beberapa orang bawahan yang berada dibagian dimana manajer tersebut
ditugaskan. Kelompok kerja langsung biasanya dibentuk atau terbentuk dengan sendirinya (pada
saat departementalisasi dilakukan) sebagai konsekuensi langsung dari rencana organisasi yang
telah dibuat dan ketika struktur orgaisasi terbentuk. Kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan
oleh kelompok kerja langsung adalah kegiatan yang bersifat utama dari sebuah organisasi dan
kebanyakan bersifat rutin, artinya yang selalu dilakukan oleh organisasi tersebut. Kepanitiaan
adalah kelompok kerja yang disusun oleh manajer dan beranggotakan beberapa orang yang bisa
berasal dari bagian yang sama, atau juga dari bagian lain dari organisasi. Kepanitiaan disusun
berdasarkan tugas-tugas tertentu yang tidak rutin, namun disusun sebagai upaya untuk mencapai
tujuan organisasi pula. Kepanitiaan biasanya dibuat untuk jangka waktu tertentu yang telah
ditetapkan oleh organisasi. Kelompok kerja temporal atau khusus adalahh kelompok kerja yang
disusun untuk kepentingan-kepentingan khusus yang bersifat sementara. Diantara contoh dari
kelompok kerja seperti ini, misalnya ketika perusahaan melakukan kerja sama dengan
perusahaan lain dalam sebuah kegiatan, maka perusahaan dapat membentuk kelompok kerja ini,
atau juga untuk suatu kepentingan internal perusahaan dapat juga membentuk kelompok kerja ini
dan lain sebagainya. Sekalipun bersifat khusus, kelompok in tetap disusun untuk mendukung
pencapaian tujuan organisasi,hanya saja biasanya dibenuk dari program-program yang bersifat
tidak tetap dan sementara.

a. Kelompok kerja informal


Kelompok kerja informal adalah kelompok kerja yang disusun atau tersusun dengan
sendirinya ketika beberapa anggota dari organisasi yang kegiatannya biasanya tidak terkait
langsung dengan rencana-rencana rutin dari organisasi, namun secara tidak langsung akan
mempengaruhi kinerja dari orang-orang dalam organisasi. Contohya adalah kelompok olahraga
yang beranggotakan para pegawai termasuk juga para manajer, kelompok hobi, dan lain-lain.
Kelompok informal ini biasanya terbentuk dan dibentuk untuk memelihara budaya organisasi
tertentu yang akan mendukung terpeliharanya kekompakan, persatuan, dan kinerja dari
kelompok kerja formal. Paling tidak ada empat tujuan mengapa kelompok kerja informal ini
dibentuk :

a. Untuk memelihara dan memperkuat perilaku positif dari para anggota


b. Untuk menciptakan dan memelihara interaksi sesama anggota, sehingga anggota
merasa nyaman, puas, dan aman.
c. Untuk membantu para anggota agar dapat saling berkomunikasi dan berinteraksi dalam
bentuk yang informa dan fleksibel
d. Untuk membantu manajer dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang mungkin
dalam kondisi formal tidak dapat diselesaikan. Kadang kala seseorang lebih dapat
berkomunikasi ketika tengah bermain tenis bersama misalnya.

A. Karakteristik Kelompok Kerja


Bagaimana agar kita dapat mengelola kelompok kerja dengan efektif? Salah satu kunci
pokoknya adalah dengan mengenali karakteristik dari kelompok kerja tersebut. Di antara
kerakteristik yanag akan dibahas adalah Tahapan dalam Pembentukan dan Interaksi tim kerja
Paling tidak, sebagaimana yang dikemukakan oleh B.W. Tuckman yang dikutip oleh Stoner,
Freeman, Gilbert, terdapat 5 tahapan bagaimana sebuah tim kerja terbentuk dan berinteraksi.
Kelima tahapan tersebut adalah :

a. Tahap Pembentukan (forming)


Dimana kelompok kerja dibentuk oleh manajer. Kelompok kerja yang terbentuk akan
terdiri dari pemimpin kelompok dan anggota. Masing-masing anggota dari kelompok
kerja akan ditentukan tugas-tugas yang harus dikerjakan.

b. Tahapan penguatan (storming)


Pada tahapan ini, anggota-anggota yang telah menerima tugasnya masing-masing
mulai berinteraksi satu sama lainnya.kadang kala karena disebabkan perbedaan
karakteristik individu serta persepsi mengenai pekerjaan mereka masing-masing,
termasuk juga pola komunikasi yang yang dibangun. Pada tahap ini konflik dalam
kelompok kerja dapat terjadi.

c. Tahapan Penyesuaian (norming)


Merupakan tindak lanjut dari tahap kedua. Ketika kelompok kerja telah saling
berinteraksi, hingga barangkali bisa terjadi konflik, maka tahapan ini merupakan tahapan
di mana keseluruhan anggota secara alamiah ataupun dipaksa harus menyesuaikan diri
dengan berbagai perbedaan yang ada dan terjadi. Norma yang diyakini bersama sebagai
sesuatu yang harus dijalankan, kadangkala menjadi titik temu untuk bisa saling
menyesuaikan diri dalam bekerja.

d. Tahapan Perwujudan (performing)


Di mana hasil dari pekerjaan masing-masing anggota maupun secara kelompok dapat
terwujud dan terlihat. Itu sebabnya tahapan keempat ini dinamakan performing, di mana
setiap anggota akan memperlihatkan hasil dari setiap pekerjaannya, dan akan dievaluasi
sampai sejauh mana tingkat kesesuaiannya terhadap tujuan dari kelompok kerja.

e. Tahap Pencarian atau Penilaian (adjourning)


Dimana masing-masing anggota mengalami tahapan akhir dari proses pengerjaan
bersama kelompok kerja. Pada tahapan ini, anggota akan ada yang merasa puas, kecewa,
atau penasaran, tergantung dari tahapan-tahapan sebelumnya. Dapat dikatakan pula
bahwa tahapan ini merupakan tahapan antiklimaks dari seluruh rangkaian kerja dari
kelompok kerja.

Di dalam kelompok kerja norma sangatlah pernting,mengapa? Hal ini terkait dengan
keragaman karakteristik individu. Keragaman pada dasarnya memiliki dua potensi, potensi untuk
saling mengisi dan berinteraksi secara positif, atau potensi konflik dan berinteraksi secara
negatif. Selain norma, solidaritas dan integritas dalam kelompok kerja (cohesiveness) sangat
menentukan sampai sejauh mana kelompok kerja dapat menjalankan fungsinya dalam
pencapaian tujuan.

B. Tipe Kelompok Kerja


Jika dilihat atas dasar tipenya, maka kelompok kerja itu memiliki perbedaan dari dasarnya,
baik atas dasar keanggotaan atau juga atas dasar pekerjaannya. Secara umum, Steiner (1974)
mencoba membedakan kelompok kerja atas beberapa tipe :

a. Tipe Additive
Kelompok kerja tipe ini ialah kelompok kerja yang berasal dari suatu kelompok besar tetapi
semua tindakannya bertanggung jawab atau mengatasnamakan kelompok besar. Sebagai
contoh walaupun pemain bulu tangkis di All England hanya 5 orang tetepi merea mewakili
200 juta penduduk Indonesia.

b. Tipe Disjunctive
Kelompok kerja serupa ini bukan diwakili oleh grup kecil tetapi diwakili oleh seseorang
anggota tetapi yang memiliki kemampuan melebihi dari seluruh anggota yang ada. Sebagai
contoh Rektor Universitas bertindak atas nama seluruh civitas akademika.

c. Tipe Compensatory
Adalah kelompok kerja yang terdiri dari orang yang kurang mendukung terhadap kelompok
utama tetapi tidak dapat melepaskan diri dari ikatan kelompok utama.

d. Tipe Conjunctive
Adalah kelompok kerja yang bekerja seperti halnya barisan, masing-masing anggota
memiliki tanggung jawab sendiri untuk mencapai tujuan kelompok. Namun demikian
masing-masing

anggota memiliki solidaritas yang tinnggi atas keselamatan rekannya. Contoh kelompok
kerja serupa ini adalah kelompok pendaki gunung.

e. Tipe Devisible
Adalah kelompok kerja yang anggotanya memiliki keahlian sendiri-sendiri sesuai
bidangnya,akan tetapi mereka bekerja dalam satu tim. Keahlian masing-masing tadi kalau
dijalin atau memperkuat kelompok. Contoh kesebelasan pemain bola kaki adalah kelompok
terdiri dari ahli penyundul bola, ahli penembak bola jarak jauh, ahli talking dan lain-lain.
Mereka bergabung dan mermu semua keahlian yang pada akhirnya terwujud pada satu
kesebelasan yang kuat.

Demikianlah identifikasi yang dilakukan oleh Steiner terhada tipe kelompok kerja. Inti
pendapatnya menyatakan bahwa kelompok kerja dapat saja terbentuk karena kelebihan-
kelebihan yang dimiliki oleh anggota yang bergabung. Atau dapat juga terbentuk karena
kelemahan dan keunggulan yang bergabung, atau juga karena sesuatu perasaan yang sama
tentang kelompok maka mereka yang bergabung.

C. Penampilan Kelompok Kerja


Secara umum, kelompok kerja tampil sangat tergantung dari berbagai aspek. Aspek – aspek
tersebut antara lain meliputi komunikasi, integrasi, kontrok sosial, kepempinan, kejelasan status
dari kelompok tadi. Oleh karena itu kalau ingin mengadakan kajian tentang bagaimana
sebenarnya penampilan kelompok kerja itu. Jawabannya dari segi mana hal tersebut dinilai atau
dipandang. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan panduan kalau akan melihat penampilan
kelompok kerja ini. Panduan tersebut antara lain:

1. Ukuran Jumlah Anggota Kelompok Kerja


Berbicara masalah ukuran tidak ada dua literature yang sama membahas besaran
jumlah anggota kelompok kerja. Masing – masing mengajukan besaran jumlah yang
berbeda – beda dengan dasar pemikiran yang berbeda pula. Shaw (1976:187)
mengatakan ukuran ini tidak ada yang ada adalah jumlah berdasarkan fungsi.
Sedangkan yang lain seperti Ziller, Frank dan Anderson juga Steiner mengatakan
penampilan tadi tergantung pada tipe mana yang di perlukan. Sementara itu, Hare
menekankan pada fungsi. Semakin dapat diperankan sungsi yang diperlukan kepada
beberapa orang saja, maka tidak perlu memperbesar jumlah anggota yang ada.

2. Integritas Keanggotaan
Integritas keanggotaan adalah bagaimana tingkat kesadaran para anggota terhadap
pencapaian tujuan kelompok. Semakin terintegritas anggota kelompok pada
kelompoknya maka akan semakin cepat tercapai tujuan kelompok yang telah mereka
tetapkan.

3. Hubungan Interpersonal Antar Anggotanya


Maksudnya ialah bagaimana keterdekatan hubungan antara para anggota dalam arti
pribadi. Hubungan antar pribadi yang begitu akrab akan membuat kelompok itu fusi.
Dengan tingkat kefusian yang tinggi mempermudah pencapain tujuan kelompok yang
mereka tetapkan.

Demikianlah gambaran penampilan dari kelompok kerja dilihat berdasarkan apa yang
Nampak diantara mereka. Berkowitz menjelskan bahwa penampilan ini dapat sekaligus
digunakan untuk mengukur bagaimana kedudukan, keterkaitan dan keterikatan seseorang
terhadap kelompok kerja. Sementara itu Hare melihat kesetiakawanan dari para anggota
tercermin pada ketiga hal tadi.

J. KOMPETENSI DAN KOOPRASI KELOMPOK KERJA

Pengertian Koopetesi Kerja

Definisi dari coopetition (koopetisi) adalah dua atau lebih perusahaan bekerja bersama dalam hal
tertentu dalam bisnis mereka ketika mereka memiliki kepercayaan bahwa mereka tidak
memiliki competitive advantage dan mereka percaya dapat berbagi biaya-biaya umum bersama.
Konsep ini diusung olehBrandenburger & Stuart (1996) dan Branderburger & Nalebuff (1996).
Konsep yang sebenarnya ditujukan untuk menggambarkan 'stakeholder' sebuah perusahaan yang
terdiri dari suppliernya, konsumennya, kompetitornya, dan pelengkap produknya. Tetapi dalam
era globalisasi seperti sekarang ini, semua individu, bahkan perusahaan sudah memasuki era
yang interdependence, yaitu saling ketergantungan satu sama lain.

Membaca kembali beberapa tulisan terdahulu, adalah relevan bagi perbankan syariah untuk
mengembangkan strategi koopetisi dalam industri perbankan yang sangat ketat persaingannya.
Ide persaingan memang tidak boleh didefinisikan secara sempit, namun menurut salah satu rekan
penulis dalam tulisannya terdahulu, industri bisa menjadi mitra dalam persaingan (kerjasama
sekaligus bersaing). Namun kondisi ini tidak akan tercipta apabila antara industri perbankan
syariah dalam industri atau   bahkan dengan perbankan konvensional tidak duduk sejajar dan
merasa saling membutuhkan.  Bisnis model yang ada sekarang ini biasanya bank syariah adalah
menjadi unit bisnis dari perbankan konsvensional atau murni berdiri sendiri.  Apabila industri
perbankan syariah ini akan bertumbuh dan memiliki market share yang lebih besar, para pelaku
dalam industri perbankan harus memikirkan sebuah konsep yaitu perbankan syariah harus
berani spin off(berdiri sendiri) dari induknya yang notabene bank konvensional, dan berani
membangun kemitraan dalam bersaing.

Tujuan kita sebagai entrepreneur ialah ‘coopetition’, sebuah konsep gabungan antara kerjasama
(cooperation) dan persaingan (competition), untuk menemukan cara membangun kerjasama
dengan pesaing kita sedemikian rupa sehingga kedua belah pihak dapat secara substansial
menikmati keuntungan dari sumber daya pihak lain tanpa harus mencuri pelanggan atau merusak
kredibilitas satu sama lain. Ini merupakan strategi yang bagus bagi usaha kecil menengah atau
entrepreneur pemula dan merupakan strategi ekspansi yang patut dicoba bahkan untuk
perusahaan yang mapan.

Sebagai contoh, sebuah perusahaan software baru yang masih berskala usaha kecil yang menjual
produk khusus untuk konsumen korporat yang dibanderol mahal. Produk itu berat dalam aspek
kapabilitas pengembangan visual, tetapi mudah dan ringan dalam hal pemodelan dan simulasi
dan para stafnya terus bekerja bersaing melawan rival dalam ceruk pasar yang pada hakikatnya
memiliki kelebihan dalam jenis produk serupa. Kedua pihak, perusahaan dan rivalnya, sama-
sama kehilangan segmen pasar yang menguntungkan. Keduanya juga gagal dalam membangun
apa yang dimiliki oleh pihak lain tetapi mereka dengan mudah bisa menyatukan sejumlah fitur
gabungan dalam sebuah produk hasil kreasi bersama.

Akhirnya kedua perusahaan memutuskan untuk menyusun sebuah kerjasama strategis dengan
produk gabungan demi menjaring segmen pasar yang lebih besar. Berkat cakupan pasar yang
bertambah luas dan solusi bagi konsumen yang lebih banyak, keduanya meraih pemasukan yang
lebih tinggi dan kredibilitas yang melebihi sebelumnya dan pada saat yang sama mengurangi
upaya pemasaran dan pengembangan. Di triwulan berikutnya, kedua pihak bersama-sama
mendapatkan dua orang pelanggan korporat baru yang menyukai solusi terintegrasi yang
ditawarkan kedua perusahaan tersebut.

Contoh di atas hanyalah pendekatan pertama dari banyak model pendekatan lain dalam
‘coopetition’, yang sama-sama menguntungkan kedua belah pihak yang terlibat.

Sisi terbaik keduanya menciptakan pasar baru. Pesaing Anda memiliki kelebihan, dan Anda
memiliki kelebihan yang berbeda. Gabungan strategis bisa menang dalam segmen pasar yang
baru. Segmen ini tidak atau kurang bisa tergarap dengan maksimal jika hanya salah satu pihak
yang menggarap, misalnya dalam aspek waktu atau biaya.

Pembagian biaya dan ekonomi skala. Kedua perusahaan bekerja bersama-sama mengerjakan
segmen bisnis mereka di mana mereka yakin mereka bisa menekan biaya tetapi tidak sampai
membahayakan kualitas-kualitas unik yang mereka miliki. Misalnya, Dell dan HP adalah dua
perusahaan yang sama-sama bersaing dalam pasar laptop. Namun keduanya menawarkan
prosesor Intel. Daripada membuat prosesor sendiri demi menekan biaya komponen dan
memperluas pasar penggunaan melalui kompatibilitas produk yang banyak, keduanya kini bisa
memimpin pasar dengan menggunakan prosesor serupa tetapi Dell menawarkan konfigurasi
sistem yang terkustomisasi saat pengiriman, sementara HP berfokus pada layar yang lebih bagus
dan teknologi baterai.

Tawarkan produk pelengkap setelah penjualan awal. Jika pelanggan bisa mengambil manfaat
dengan memiliki produk kedua perusahaan, Anda bisa berunding mengenai peluang untuk
memasukkan produk pesaing sebagai tambahan atau sebaliknya. Inilah yang disebut sebagai up-
selling atau cross-up-selling, yang memungkinkan kedua perusahaan berbagi laba. Anda bisa
menemukan hal ini tiap hari di gerai-gerai ritel yang bukan ‘toko perusahaan’. Mereka merasa
amat senang menjual merek alternatif pada konsumen yang sekiranya sesuai atau melengkapi
produk yang telah dibeli. Cara lain yang biasa mereka lakukan ialah dengan menyarankan
peralatan premium dari perusahaan lain, setelah Anda memilih suatu produk yang lebih
terjangkau.

K. OPERASIONALISASI DINAMIKA KELOMPOK DALAM PENGELOLAAN


PENDIDIKAN TEKNOLOGI

Strategi pengelolaan karakter melalui pendidikan dapat dilakukan dengan pendidikan dan
pembelajaran penyelenggaran pendidikan karakter mencakup keseluruhan perencanaan,
pengorganisasian, dan pengendalian mutu yang melibatkan seluruh stakeholder pendidikan.

Peran pendidikan juga sangat strategis karena merupakan pembangunan integrase nasional yang
kuat, selain dipengaruhi faktor politik dan ekonomi pendidikan juga dipengaruhi oleh factor
social budaya. Pendidikan karakter dalam kegiatan belajar mengajar di kelas dilaksanakan
dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran dapat
mengembangkan nilai dan sikap, pengembangan karakter menjadi focus utama yang digunakan
diberbagai strategi dan metode mengembangkan rancangan pendidikan karakter yang
terintegrasikan kedalam substansi/kegiatan mata pelajaran sehingga memiliki dampak pengiring
bagi berkembangnya karakter dalam diri peserta didik, pengembangan pendidikan karakter
dilaksanakan melalui kegiatan akademik dan kegiatan non akademik dalam kehidupan sehari-
hari siswa disekolah dengan pembiasaan yang dilakukan sehingga dengan sendirinya terbentuk
sikap dan perilaku dalam diri siswa. Kebijakan pembangunan pendidikan karakter bangsa
dilakukan melalui 5 strategi yakni: (1) strategi pembangunan karakter melalui sosialisasi, (2)
strategi pembangunan karakter melalui pendidikan (3) strategi pembangunan pendidikan karakter
melalui pemberdayaan, (4) strategi pembagunan karakter melalui pembudayaan, (5) strategi
pembagunan karakter melalui kerjasama dan koordinasi. 9 Sosialisasi sebagai salah satu strategi
pengembangan karakter dimaksudkan untuk membangun kesadaran masyarakat atau kelompok
masyarakat, dalam sosialisasi dapat terbangun proses penanaman penilaian karakter.

A. Target dan Luaran Target yang diharapkan dalam pelaksanaan pengabdian adalah sebagai
berikut:

1. Membentuk prilaku guru-guru dalam mengembangkan nilai-nilai karakter melalui dinamika


kelompok

2. Dapat membentuk kerjasama dalam menumbuhkan jiwa kepemimpinan yang demokratis

3. Dapat menciptakan iklim demokratis dalam kehidupan masyarakat

4. Dapat meningkatkan pemahaman dan patisipasi dalam mendukung sekolah sebagai


lingkungan pendidikan dalam mengembangkan nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari

5. Dapat membentuk peserta terbuka untuk menerima dan memberi informasi yang baru
sehingga dapat menghargai pendapat orang lain

Anda mungkin juga menyukai