Oleh :
Rasa syukur patut dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkah dan rahmatNya akhirnya tugas berupa makalah yang berjudul fisiologi
kebuntingan, partus dan produksi susu pada ternak dapat diselesaikan dengan
baik. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi mengenai
bagaimana fisiologi ternak mulai dari kebuntingan sampai produksi susu. Dengan
demikian diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi pembaca.
Makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala bentuk
kritikan dan saran-saran yang bersifat membangun dengan senang hati akan
diterima yang akhirnya dapat memberikan manfaat bagi makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Empat kelenjar susu pada sapi bergabung menjadi satu membentuk ambing. Ambing
adalah suatu kelenjar kulit yang tertutup oleh bulu, kecuali pada putingnya. Ambing
tampak sebagai kantung yang berbentuk persegi empat, terbagi menjadi dua bagian kiri dan
kanan dipisahkan oleh lekukan memanjang, yang disebut “intermammary groove”. Kuarter
belakang merupakan bagian yang besar dan menghasilkan susu 60% dari total produksi.
Sering dijumpai adanya puting tambahan (extra teat) diluar empat puting yang normal dari
masing-masing kuarter. Puting tambahan biasanya berada dibelakang puting belakang atau
kadang-kadang diantara puting depan dan belakang.
Berat dan kapasitas kelenjar susu meningkat sejalan dengan peningkatan umur sapi
sampai umur 6 tahun dan peningkatan terbesar terjadi pada saat antara laktasi pertama dan
kedua. Setelah sapi mencapai umur 6 tahun tidak tampak nyata adanya peningkatan berat
maupun kapasitas kelenjar susu. Berat ambing menurun selama bulan-bulan laktasi dan
penurunan yang nyata terjadi setelah 2 bulan pertama setiap laktasi.
Puting susu bentuknya bervariasi, dari yang berbentuk silindris, kerucut, pencil,
sampai yang bentuk pendek. Puting belakang biasanya lebih pendek daripada puting
depan. Pada pemerahan dengan mesin, sapi-sapi yang mempunyai puting pendek lebih
disukai karena mempunyai pancaran susu yang lebih cepat dibandingkan dengan puting
susu yang lebih panjang.
Selain itu pertautan ambing dengan tubuh harus sempurna dan tidak menunjukkan
kelemahan; yang disukai adalah panjang, lebar dan kedalamannya sedang. Ambing
berkembang kedepan dengan pertautan yang baik dan kuat. Pada bagian belakang, lebar
dan tinggi, tampak simetris. Di negara maju peternak menginginkan sapinya mempunyai
ambing besar dan memproduksi susu banyak
2.1 Kebuntingan
Kebuntingan merupakan suatu masa yang dimulai sesudah proses fertilisasi sampai
dengan kelahiran. Banyak pendapat yang berkembang di dalam masyarakat yang mencoba
memberikan definisi tentang periode kebuntingan pada ternak. Bagi seorang petani
peternak, ia akan mendefinisikan bahwa periode kebuntingan dimulai dari perkawinan
yang terakhir sampai kelahiran. Seorang inseminator menghitung periode kebuntingan
sejak inseminasi yang terakhir sampai dengan kelahiran. Pada manusia (ibu-ibu hamil)
perhitungan tersebut agak berlainan yakni dimulai saat berakhirnya menstruasi sampai
dengan kelahiran.
Dari definisi yang berkembang dalam masyarakat, maka perhitungan tersebut bisa
meleset beberapa jam bahkan sampai beberapa hari. Sebagai contoh bahwa pada wanita
produktif masa kesuburan berlangsung pada pertengahan siklus haid, atau hari ke 14-15
setelah menstruasi. Pada pertengahan siklus tersebut terjadi ovulasi sehingga apabila
spermatozoa masuk sampai ampula tuba Fallopii akan terjadi fertilisasi. Dengan demikian
sejak saat itulah dimulai periode kehamilan.
Konseptus akan membelah diri secara mitosis sehingga jumlah sel dalam zona
pelusida mencapai 32 sel. Embrio ini disebut morula. Cairan terkumpul diantara beberapa
sel didalam tubuh morula. Ruangan ini disebut blastocoele sedang embrio kini disebut
blastosis. Pada saat ini tubuh embrio seolah-olah terbagi dua karena ada bagian sel yang
membentuk sel-sel tipis dibagian permukaan yang menyelubungi hampir seluruh tubuh
blastocoele yang disebut tropoblas. Sedang bagian yang diselubungi disebut inner cell
mass (masa sel bagian dalam). Tropoblas akan tumbuh menjadi plasenta sedangkan masa
sel bagian dalam tumbuh menjadi makluk baru yang akan lahir.
Waktu untuk mengeluarkan plasenta berbeda-beda dari spesies ke spesies dan sangat
bergantung pada kesehatan. Pada spesies hewan yang cukup sehat maka pengeluaran
plasenta akan lebih cepat. Sebagai contoh pada sapi potong pengeluaran plasenta
berlangsung ½-1 jam sedangkan pada sapi perah yang dikandangkan terus menerus
memakan waktu 1-8 jam. Adanya perbedaan yang jelas dari pengeluaran plasenta dari ke
dua spesies ternak tersebut adalah karena sapi potong selama bunting banyak mendapat
kesempatan untuk bergerak di lapangan. Pada kambing, domba dan kuda 1-3 jam.
Kebiasaan memakan plasenta adalah umum terjadi pada sapi, kerbau, kambing, domba
dan babi kecuali kuda tidak memakan plasentanya. Demikian pula pada anjing dan kucing
sampai-sampai plasenta yang mengalami retensi juga dilahap habis bahkan foetus yang
mati terbungkus plasenta juga ikut dimakan.
Salah satu keuntungan mengkonsumsi plasenta oleh induk adalah induk mendapat
tambahan protein. Hal ini dapat dikonsumsi dalam jumlah yang terbatas sebab apabila
mengkonsumsi dalam jumlah yang banyak mempunyai pengaruh negatif yaitu sakit perut,
menceret sampai muntah.
2.2.5 PostPartum
Postpartum atau dikenal pula dengan istilah puerperium adalah waktu dan
perubahan-perubahan yang terjadi pada induk hewan. Terdapat tiga hal yang perlu
dicermati dalam masa atau periode puerperium. Ketiga hal tersebut adalah regenerasi
endometrium, involusi uteri dan berahi setelah partus.
2.2.6 Regenerasi Endometrium
Regenerasi endometrium berawal saat plasenta terlepas dari karankula endometrium.
Kripta-kripta pada endometrium yang merupakan tempat bertautnya vili-vili plasenta
menjadi semakin dangkal, akibat sisa-sisa vili dalam kripta terlepas dan bercampur dengan
serum, limfe dan reruntuhan epitel endometrium yang terdapat dalam lumen uterus.
Pembuluh darah dalam dinding uterus mengecil, dan secara umum endometrium
memadatkan diri. Tangkai karankula dan karankula menjadi pendek dan mengecil. Seluruh
sel-sel epitel endometrium mengalami regenerasi dan terlepas menjadi benda mati dan
tercampur dengan cairan uterus. Satu minggu setelah plasenta keluar tangkai karankula
tidak ada lagi dan karankula hanya berupa jendolan endometrium dengan legokan-legokan
dari sekumpulan kripta. Pada mimggu ke tiga dan ke empat karankula telah mengecil dan
menjadi sebesar karankula aslinya. Enam minggu setelah plasenta keluar epitel karankula
yang mengalami degenerasi dan lepas, telah diganti dengan yang baru. Dan pada minggu
yang ke tujuh seluruh epitel permukaan uterus telah mengalami regenerasi.
2.2.7 Involusi Uterus
Involusi uterus adalah peristiwa pengecilan uterus. Dari volume pada waktu
mengandung menjadi ukuran normal tidak mengandung. Dalam pengecilan termasuk
regenerasi epitel endometrium, pengecilan serat urat daging miometrium dan pembuluh-
pembuluh darah uterus.
Waktu yang dibutuhkan uterus untuk mencapai ukuran normal adalah 18 hari pada
sapi yang pertama kali beranak dan 20 hari pada sapi yang sudah sering beranak (jika
dilakukan palpasi per rektal). Secara histoanatomik proses involusi uterus adalah 47-50
hari. Sehingga perkawinan sapi setelah partus sebaiknya adalah ± 60 hari.
2.2.8 Berahi Setelah Partus
Pada sapi estrus terjadi 30-70 hari setelah kelahiran foetus. Jarak ini akan lebih
panjang jika anak menyusu langsung pada induknya. Untuk sapi perah frekuensi
pemerahan susu dapat mempengaruhi jarak waktu tersebut. Jika diperah dua kali sehari
menghasilkan jarak waktu datangnya estrus pertama menjadi lebih panjang dari pada
diperah 4 kali sehari. Demikian pula bila sapi yang menyusui anaknya akan
memperpendek jarak estrus pertamanya. Berahi ini juga disertai ovulasi tetapi karena
uterus masih penuh lochia yaitu cairan limfe, serum, sisa-sisa vili plasenta anak dan epitel
permukaan endometrium maka kalau babi dikawinkan maka kemungkinan bunting kecil.
Produksi susu mencapai puncak 1 sampai 2 bulan setelah beranak. Penurunan berlanjut
sampai sapi perah dikeringkan atau berhenti berproduksi (Ball and Peters, 2004). Produksi
susu pada satu masa laktasi dimulai dari satu titik dan meningkat untuk kira-kira selama 3
sampai 6 minggu (Damron, 2003). Selanjutnya pertambahan produksi susu sedikit
menurun dan mencapai puncaknya pada 35 sampai 50 hari setelah beranak. Setelah puncak
dilalui produksi susu menurun dan berhenti karena sapi perah dikeringkan (Siregar, 1993).
Mulai laktasi pertama produksi susu terus meningkat sampai sapi perah tersebut mencapai
dewasa tubuh umur 6 sampai 8 tahun atau rata-rata 7 tahun. Kemudian, produksi susu
menurun sampai sapi perah diafkir kira-kira pada umur 12 tahun. Produksi susu laktasi ke
1,2,3 dan 4 masing-masing 70 sampai 77%, 80%, 90% dan 95 sampai 98% dari puncak
produksi. Keadaan ini dapat dicapai bila sapi perah beranak pada umur dua tahun. Sapi
berproduksi tinggi biasanya memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai produksi
puncak dibandingkan sapi berproduksi rendah (Ensminger, 1991). Publikasi lain
menyatakan bahwa produksi puncak adalah titik dimana sapi mencapai level produksi
tertinggi susu pada masa laktasi yang sedang berjalan. Dara mencapai produksi susu
sebesar 70 sampai 75% sapi dewasa dan sapi laktasi kedua menghasilkan susu sebanyak
90% sapi dewasa. Waktu untuk mencapai puncak dipengaruhi oleh banyak factor,
misalnya: bangsa, nutrisi dan kemampuan (Djaja dkk., 2006).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebuntingan merupakan suatu masa yang dimulai sejak fertilisasi dan diakhiri
dengan proses kelahiran. Selama kebuntingan terjadi perkembangan prenatal yang ditandai
dengan perubahan bentuk dari sigot menjadi embrio dan foetus. Lama kebuntingan
dipengaruhi oleh faktor genetik dan maternal (foetus dan lingkungan fisik). Proses
kelahiran ditandai dengan gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya mekanisme inisiasi
kelahiran. Proses ini terjadi karena adanya stimulasi mekanik, imunologik dan hormonal.
Secara bertahap hewan akan mengalami tahap persiapan, pengeluaran foetus dan tahap
pengeluaran plasenta. Setelah ternak mengalami partus maka selanjutnya akan
memasukitahapmemproduksiuntukanakternakyangbarudilahirkan
DAFTAR PUSTAKA
Arthur, G.H., David E. Noakes and Harold Pearson., 1982. Veterinary
Reproduction and Obstetrics. Theriogenelogi. Fifth Edition. Bailliere
Tindall London.
Bearden, H.J., and John W. Fuguay., 1992. Applied Animal Reproduction. Third
Edition. A Prentice-Hail Company Reston Virginia. P. 101-130.
Hafez, E.S.E., 1993. Reproduction In Farm Animals. 5th Edition. Lea and Febiger
Philedelphia. P. 229-259.
Partodihardjo, S., 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya. Jakarta
Pusat. P. 230-314.