Anda di halaman 1dari 10

TUGAS ASKAN BEDAH KHUSUS

MEMBUAT NARASI KASUS GERIATRI


DENGAN DIAGNOSA CA MAMMAE DEXTRA

Disusun Oleh :
Nama : Rahyuni
NIM : 2114301126
No Absen : 47

Dosen : Ns. Ni Nyoman Ari Kundari, S.Kep., M.Kep

FAKULITAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM B
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
TAHUN 2021/2022
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien

Nama : NWR

No. RM : 19003556

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 84 tahun

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat : Prada , 1 jl. Melati . Banda Aceh

Diagnosis : Ca Mammae Dextra

Tindakan : MRM Dextra

MRS : 22 Februari 2022, pukul 14.17 WITA

2. Anamnesis

Pasien datang dengan keluhan utama benjolan pada payudara kanan.

Benjolan muncul sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit. Benjolan tersebut

awalnya berukuran kecil sebesar kelereng, dan dalam waktu terakhir dirasakan

semakin membesar dan teraba keras. Pasien mengatakan benjolan tidak nyeri

ketika ditekan, tidak kemerahan, tidak ada luka terbuka maupun nanah. Riwayat

penurunan berat badan disangkal oleh pasien. Pasien tidak mengeluhkan adanya

sesak napas, demam, dan gangguan BAB serta BAK. Nafsu makan pasien

dikatakan baik. Pasien mengatakan bahwa ia masih dapat melakukan aktivitas

sehari-hari tanpa keluhan nyeri dada ataupun sesak napas.

Riwayat alergi obat dan makanan : Tidak ada

Riwayat pengobatan : Hipertensi dengan Valsartan dan

Propanolol, penyakit jantung dengan

Furosemid dan Spironolakton


Riwayat penyakit sistemik : Riwayat HHD (Hypertensive Heart

Disease) dengan hipertensi stage I

terkontrol

Riwayat operasi : Eksisi biopsi pada tanggal 26 Februari

2019 dengan GA tanpa komplikasi

Riwayat penyakit lain : Tidak ada

Riwayat social : Pasien sehari-hari beraktivitas di rumah

tanpa mengalami keluhan nyeri dada,

ataupun sesak nafas.

3. Pemeriksaan Fisik

BB : 40 kg, TB : 150 cm, BMI : 17,8 kg/m2

, Suhu aksila : 36,5

oC, NRS

sde, NRS bergerak sde

SSP : Kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6

Respirasi : Frekuensi 16x/menit, tipe vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing

(-/-), SpO2 98% udara ruangan

KV : TD 130/90 mmHg, HR 78x/menit, bunyi jantung S1-S2 tunggal,

reguler, murmur (-), gallop (-)

GIT : Supel, bising usus (+) normal, distensi (-)

UG : BAK spontan

MS : Fleksi defleksi leher normal, Mallampati II, gigi geligi tidak utuh,

akral hangat akral hangat + + , edema - -

++--

4. Pemeriksaan Penunjang
• Darah Lengkap (15/04/19)
WBC 12,02x10µ/µL (4,1-11,0), HGB 11,23 g/dL (12,0-16,0), HCT

35,46% (36,0-46,0), PLT 275,9x10µ/µL (140-440)

• Faal Hemostasis (15/04/19)

PPT 13,6 detik (10,8-14,4), APTT 31,9 detik (24-36), INR 1,1 (0,9-1,1)

• Kimia Klinik (22/3/19)

SGOT 17,0 U/L (11,00-27,00), SGPT 9,0 U/L (11,0-34,0), BUN 12,20

mg/dL (8,00-23,00), SC 0,63 mg/dL (0,50-0,90), Alb 3,9 g/dL (3,40-4,80),

GDS 88 mg/dL (70-140)

• Elektrolit (15/04/19)

Na 144 mmol/L (136-145), K 4,48 mmol/L (3,50-5,10)

• Foto Thorax PA (15/04/2019)

Cor prominen dengan aortosklerosis

Pulmo tak terdapat kelainan

Lesi blastik pada costae 5 kanan posterior susp MBD

• Echocardiography (28/01/2019)

Dimensi ruang jantung LA dilatasi, kontraktilitas LV baik dengan EF

70%, normokinetik, MR mild-moderate, TR mild-moderate, katup lain

normal.

• Mammography (25/01/2019)

Breast composition sesuai klasifikasi C, lesi hypodense pada kuadran

superolateral mammae dextra dengan cluster calcification menyokong

gambaran malignant mass (BIRADS 4).

• EKG

Normal sinus rhythm, HR 70x/menit, axis normal, ST-T changes tidak ada

3.5 Permasalahan dan Kesimpulan

Permasalahan Aktual :

SSP : Oktogenarian mini kognitif baik

Kardiovaskular : Riwayat HHD dengan tekanan darah di

ruangan 130/90 mmHg, saat ini dengan terapi

valsartan dan propanolol (Echocardiografi:

Dimensi ruang jantung LA dilatasi,


kontraktilitas LV baik dengan EF 70%,

normokinetik, MR mild-moderate, TR mildmoderate, katup lain normal, thrombus tidak

ditemukan)

Permasalahan Potensial : Instabilitas hemodinamik durante operasi

Hipotermi

Gangguan kognitif pasca operasi

Sindrom Horner
Kesimpulan : Status Fisik ASA III

Pre operasi
Persiapan Anestesi
Persiapan di Ruang Perawatan:

• Evaluasi identitas penderita

• Persiapan psikis

− Anamnesis pasien

− Memberikan penjelasan kepada penderita dan keluarganya tentang

rencana anestesi yang akan dilakukan mulai di ruang penerimaan,

ruang operasi sampai di ruang pemulihan

• Persiapan fisik

− Puasa 8 jam sebelum operasi

− Melepaskan perhiasan sebelum ke kamar operasi

− Ganti pakaian khusus sebelum ke ruang operasi

− Memeriksa status present, status fisik dan hasil pemeriksaan

penunjang

− Memeriksa surat persetujuan operasi

− Memasang IV line, cairan pengganti puasa dengan RL dengan tetesan

20 tetes per menit.


Persiapan di Ruang Persiapan OK IBS:

• Periksa kembali catatan medik penderita, identitas, persetujuan operasi

• Tanyakan kembali persiapan yang dilakukan di ruang perawatan

• Evaluasi ulang status present dan status fisik

• Penjelasan ulang kepada penderita tentang rencana anestesi

Persiapan di Kamar Operasi:

• Menyiapkan mesin anestesi dan aliran gas

• Menyiapkan monitor dan kartu anestesi

• Mempersiapkan obat dan alat anestesi

• Menyiapkan obat dan alat resusitasi

• Evaluasi ulang status present penderita

Intra Operasi

➢ Teknik Anestesi: GA-LMA + Epidural Anesthesia

Pre medikasi : Dexamethasone 10 mg IV

Dipenhidramine 10 mg IV

Midazolam 0,5 mg IV

Analgetik : Fentanyl 75 mcg IV

Bupivacain plain 0,5% vol 10mL

Induksi : Propofol 75 mg titrasi

Maintenance : O2: Air 1,8:2 lpm, Sevoflurane 1,5 Vol %

Medikasi lain : Ondansetron 4 mg IV

Durante operasi

Hemodinamik : TD 120-140/ 60-80 mmHg, Nadi 50-70x/menit, RR

16-20x/menit, SpO2 99-100%

Cairan masuk : RL 700 ml

Cairan keluar : Urin tidak diukur, perdarahan 200 ml

Lama operasi : 3 jam


Post Operasi

Analgetik : Bupivacaine 0,062% + Morphin 0,5 mg volume 10

mL tiap 10-12 jam

Paracetamol 500 mg tiap 6 jam (PO)

Perawatan di Ruangan

DISKUSI KASUS

Dalam kepustakaan disebutkan bahwa usia tidak dianggap sebagai

kontraindikasi untuk setiap intervensi bedah tetapi semakin banyak jumlah pasien

dengan usia terkait atau penyakit penyerta, dapat membawa risiko tinggi

komplikasi pasca operasi (Butterworth et al. 2013). Untuk hal tersebut,

manajemen atau perawatan pra operasi dan perioperatif harus dilakukan dengan

baik sehingga ahli anestesi harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang

berbagai penyakit penyerta.

Pada pasien ini dilakukan beberapa pemeriksaan yaitu pemeriksaan darah

lengkap, faal hemostasis, kimia klinik, elektrolit, rontgen thorax,

echocardiography, mammography. Pada pemeriksaan darah lengkap yang penting

untuk diperhatikan adalah jumlah kadar hemoglobin dan sel darah putih. Pada

pasien ini hanya ditemukan sedikit peningkatan pada sel darah putih dan

penurunan kadar hemoglobin. Pemeriksaan urea, elektrolit, dan kreatinin akan

memberikan informasi mengenai fungsi ginjal karena secara bertahap ginjal akan

mengalami penurunan fungsi dengan bertambahnya usia. Pada kasus ini tidak

didapatkan peningkatan BUN maupun serum kreatinin. Hasil pemeriksaan profil

koagulasi dan elektrolit pada pasien ini masih dalam batas normal. Pasien

memiliki riwayat HHD dengan hipertensi stage I yang terkontrol. Pada

pemeriksaan rontgen thorax ditemukan kardiomegali dengan aortosklerosis

(ASHD). Sedangkan pada pemeriksaan echocardiography didapatkan dimensi

ruang jantung LA dilatasi, kontraktilitas LV baik dengan EF 70%, normokinetik,


MR mild-moderate, TR mild-moderate, katup lain normal, thrombus tidak

ditemukan. Dan elektrokardiogram (EKG) juga dilakukan pada pasien ini dan

dikesankan dengan normal sinus rhytm.

Dalam kepustakaan dijelaskan bahwa, pemilihan teknik anestesi pada

geriatri akan cenderung dipilih anestesi regional, kecuali jika tindakan

pembedahan yang akan dikerjakan tidak memungkinkan untuk anestesi regional.

Pada kasus ini digunakan teknik anestesi umum dan regional anestesi.

Pertimbangan pemilihan teknik anestesi umum pada pasien ini didasarkan pada

jenis operasi yang dilakukan. Analisis terhadap tindakan pembedahan atau operasi

pada pasien ini adalah :

(1) lokasi operasi akan dilakukan di daerah abdominal atas,

(2) manipulasi operasi, dimana pada kasus ini membutuhkan relaksasi lapangan

operasi yang optimal. Dan kombinasi dengan regional anestesi diperlukan untuk

mengurangi penggunaan obat-obat sistemik pada pasien geriatri.

Selain itu dikatakan bahwa regional anestesi seperti teknik TEA (Thoracic

Epidural Anesthesia) memberikan beberapa keuntungan, terutama dalam menjaga

hemodinamik pasien durante operasi, serta profil pemulihan post operasi yang

lebih baik. Dikatakan bahwa dengan blok simpatis segmental sementara pada

TEA efektif dalam mengatasi respon stress yang terjadi pada tubuh pasien.

Blok secara segmental ini dikompensasi dengan aktivitas simpatis pada segmen yang

tidak terblok. Keuntungan dari berkurangannya respon stres ini adalah dilengkapi

dengan stabilitas miokardial dan hemodinamik oleh TEA. Pada TEA akan

meningkatkan repolarisasi dan memperpanjang refraktori miokardium yang

melindungi terhadap aritmia, khususnya yang berasal dari ventrikel. Hasil studi

menunjukkan bahwa TEA menjaga demand dan supply oksigen dengan menjaga

perfusi koroner termasuk pada jaringan miokardium yang mengalami iskemi. Jadi

dengan simpatektomi pada TEA akan berpotensial mendilatasi pembuluh darah

koroner yang mengalami konstriksi, mengurangi workload dan mengoptimalkan

penghantaran oksigen ke miokardium yang memberi dampak positif terhadap

status kardiovaskular (Lahiry, 2016).

Dalam manajemen operasi pasien ini dilakukan teknik anestesi GA-LMA +


Epidural Anesthesia. Saat di ruang persiapan operasi, pasien diberikan pre

medikasi yang bertujuan untuk menimbulkan rasa nyaman pada pasien, dimana

pemberian midazolam 0,5 mg untuk menghilangkan rasa cemas, diphenhydramine

10 mg untuk sedasi agar membantu memudahkan dan memperlancar induksi serta

dapat mengurangi resiko terjadinya aspirasi, dan dexamethasone 10 mg untuk

mencegah mual dan muntah.

Anestsesi regional dilakukan dengan pemasangan kateter epidural di Th4-

Th5 dengan LOR (Loss of Resistance) 4 cm, panjang kateter 10 cm. Regimen

anestesia epidural menggunakan bupivacaine plain 0,5% volume 10 mL. Setelah

itu dilakukan pemasangan LMA. Sebagai langkah awal dimulainya proses induksi

dan anestesi umum, preoksigenasi dengan fraksi oksigen 100% diberikan pada

pasien dan dilakukan pemberian analgetik fentanyl 75 mcg dibantu dengan

induksi propofol 75 mg secara titrasi. Selanjutnya, sebagai pemeliharaan sedasi,

pada pasien ini dilakukan pemberian agen inhalasi berupa Sevoflurane 1,5 Vol%

yang diberikan dengan oksigen serta compressed air. Induksi inhalasi

direkomendasikan pada pasien usia lanjut terutama sevoflurane yang dikatakan

sangat cocok untuk induksi inhalasi dan dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien

usia lanjut. Selain itu, Sevoflurane juga efektif dan optimal diberikan pada pasien

usia lanjut sebagai pemeliharaan atau maintenance anestesi (Owczuk 2013;

Kakkar 2017). Pada pasien ini juga dilakukan pemberian fentanyl sebelum

dilakukan insisi (25 mcg).

Pemantauan hemodinamik pada pasien ini menunjukkan kestabilan dimana

tidak terjadi lonjakan penurunan maupun peningkatan mendadak. Mengelola

volume intravaskular yang tepat sangat penting dengan menghindari kelebihan

dan kekurangan pemberian cairan. Karena adanya peningkatan afterload,

penurunan respon inotropik atau chronotoropic serta gangguan respon

vasokonstriksi menyebabkan pasien geriatri sangat tergantung pada preload yang

memadai. Oleh sebab itu, terapi pemeliharaan cairan yang cukup dapat

menghindarkan kejadian hipotensi mendadak segera setelah induksi anestesia.

Pada pasien ini diberikan cairan berupa Ringer Laktat sebanyak 700 ml selama

operasi.

Anda mungkin juga menyukai