Anda di halaman 1dari 19

TUGAS PERAN PEREMPUAN DALAM KETAHANAN DALAM KELURGA

Untuk memenuhi tugas Women’s Empowerment Is Midwifery

Dosn Pengampu : Misadi, SST.,M.AP

Disusun Oleh :

1. Stefanie Milenia (P17311181002)


2. Hafidhotul Ilmilah Parera (P17311181007)
3. Cahyani Widya Hartanti (P17311181012)
4. Alfin Nisrina Ridhotul A. (P17311181014)
5. Risma Anuril Chusnah (P17311181021)
6. Nafisah Anna Hidayati (P17311181026)
7. Dwi Yuliana Anggraini (P17311181030)
8. Maharani Sae Sarigadng (P17311183040)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN KEBIDANAN

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDAN MALANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
kesehatan serta kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Mata Kuliah
Women’s Empowerment is Midwefery membuat makalah dengan judul “Tugas Peran
Perempuan Dalam Ketahanan Keluarga”. Melalui makalah ini kami akan membahas
dan memaparkan hasil diskusi kami yang merupakan poin dari rencana pembelajaran
semester (RPS) di Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang. Tidak lupa juga dukungan
dan motivasi dari berbagai pihak yang telah membantu dalam menyusun makalah ini.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. kami juga
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Akhir
kata, kami mengucapkan terima kasih kepada pembaca yang telah meluangkan
waktunya untuk membaca makalah ini. Semoga dengan adanya makalah ini dapat
memperluas wawasan kita semua.

Malang, 20 Agustus 2021

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
BAB 1................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1.1. Latar Belakang....................................................................................................4
1.2. 1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................5
1.3. 1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................6
2.1 Analisis Faktor Penyebab dan Dampak Peran Perempuan dalam Ketahanan
Ekonomi Keluarga.........................................................................................................6
2.1.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Wanita Bekerja (Soundang. P. Siagian,
2004)..........................................................................................................................6
2.1.2 Dampak Peran Perempuan dalam Ketahanan Ekonomi Keluarga....................7
BAB 3..............................................................................................................................10
PERAN PEREMPUAN DALAM KETAHANAN EKONOMI KELUARGA..............10
3.1 Peran Perempuan dalam Ketahanan Ekonomi.......................................................10
3.1.1 Perempuan Sebagai Tulang Punggung Keluarga............................................11
3.1.2 Perempuan Sebagai Mitra Suami....................................................................11
3.1.3 Perempuan Sebagai Pemberdaya dan Agen Perubahan..................................12
BAB 4..............................................................................................................................14
GAMBARAN HAMBATAN DAN TANTANGAN......................................................14
4.1 Gambaran Hambatan Perempuan dalam Peran.....................................................14
4.2 Tantangan Perempuan dalam Ekonomi.................................................................16
BAB 5..............................................................................................................................18
5.1 KESIMPULAN......................................................................................................18
5.2 SARAN..................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................19
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Paradigma pembangunan nasional dengan pendekatan keluarga saat ini


dipilih karena keluarga merupakan tempat sosialisasi nilai dan norma.
Pendekatan ini bersifat holistik, bersinergi, interdependensi dalam berbagai
aspek sosial, ekonomi, psikologi dan budaya. Kebijakan pembangunan nasional
harus dimulai dari ketahanan keluarga karena keluarga merupakan organisasi
terkecil dalam masyarakat. Keluarga adalah pondasi untuk mengukur dan
meningkatkan pembangunan nasional.salah satu tujuan kebijakan ketahanan
keluarga adalah meningkatkan kesejahteraan keluarga. Kesejahteraan keluarga
yang semakin baik berpotensi untuk menguatkan ketahanan keluarga
Jika dilihat dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan
di Februari 2017 sampai Februari 2018 mengalami peningkatan 0,40% dari
50,89 naik menjadi 55,04 (Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia, Februari 2018).
Hal ini disebabkan oleh motivasi perempuan bekerja sekarang ini tidak hanya
faktor ekonomi untuk menunjang kesejahteraan keluarga tetapi sebagai
pembuktian diri kepada masyarakat (aktualisasi diri).
Menurut Rogers (dalam Schultz, 1993) menyatakan bahwa tiap orang
memiliki kecenderungan akan kebutuhan aktualisasi diri untuk mengembangkan
seluruh potensinya.
Dengan terlibatnya perempuan di dunia kerja memunculkan peran dan tanggung
jawab ganda baik itu di bidang pekerjaan maupun di kehidupan keluarganya,
dengan demikian perempuan harus mampu menyeimbangkan antara pekerjaan
dengan kehidupan pribadi. Jika para perempuan bekerja dapat mencapai
keseimbangan antara dunia kerja dengan kehidupan keluarganya maka akan
membawa hasil yang lebih baik di kehidupan sehari-hari mereka. Misalnya
perempuan bekerja dengan bahagia menjalankan pekerjaannya dan nyaman
menjalankan perannya sebagai seorang istri serta ibu rumah tangga. Tidak hanya
itu, di lingkungan sosial perempuan memiliki posisi yang baik di masyarakat.
Dengan kata lain, dalam proses menjalani kegiatan tersebut seorang perempuan
perlu memahami perannya untuk menjaga work family balance.
Dalam Bab VII Undang-Undang No 52 Tahun 2009 pasal 47 dan pasal
48 tentang pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, serta Peraturan
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak no 6 tahun 2013
tentang pelaksanaan pembangunan keluarga adalah landasan aturan untuk
mewujudkan ketahanan keluarga. Oleh karena itu setiap daerah wajib
melaksanakan pembangunan keluarga dengan cara meningkatkan ketahanan
keluarga berbasis pendekatan keluarga. Pembangunan keluarga ini diterapkan di
berbagai daerah. Dalam menjalankan kebijakan tersebut pemerintah telah
melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan ketahanan keluarga yang tangguh
diantaranya adalah memberikan fasilitas pendampingan bina keluarga balita/
bina keluarga remaja bina keluarga lansia, pembinaan keluarga sejahtera,
fasilitasi inkubasi usaha mandiri, fasilitasi pengembangan usaha ekonomi,
fasilitasi program kesejahteraan keluarga, pembinaan rumah kreatif kandangan.

1.2. 1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana peran perempuan dalam ketahanan ekonomi keluarga

1.3. 1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui peran perempuan dalam ketahan ekonomi keluarga


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Analisis Faktor Penyebab dan Dampak Peran Perempuan dalam Ketahanan
Ekonomi Keluarga

2.1.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Wanita Bekerja (Soundang. P. Siagian, 2004) :

a) Kesempatan memperoleh pendidikannya terbuka untuk pria atau wanita.


Dengan kesempatan ini, banyak kaum wanita yang memiliki
pengetahuan dan kerampilan merasakan mubazier apabila tidak memanfatatkan
untuk bekerja melalui berbagai organisasi, termasuk organisasi bisnis.
b) Wanita sebagai pencari nafkah utama.
Bukan hal mustahil dalam suatu rumah tangga, istri yang menjadi
pencari nafkah utama bagi keluarganya karena suami yang seharusnya
berperan sebagai pencari nafkah, tidak mempunyai pekerjaan dengan berbagai
sebab seperti sakit dan diberhentikan dari tempat pekerjaannya.
c) Keharusan wanita berkarya menambah penghasilan suami.
Banyak keluarga yang menghadapi situasi suami, selaku kepala rumah
tangga dan pencari nafkah utaman keluarga, meskipun mempunyai pekerjaan
dan penghasilan teteap, penghasilannya tidakmcukup untuk membiayai seluruh
kebutuhan keluarga secara layak dan wajar.
d) Wanita yang di tinggal mati suaminya.
Wanita yang ditinggal mati suaminya tentunya mempunyai tanggung
jawab untuk menghidupi anak-anaknya terlebih jika suaminya meninggal paad
usia relatif muda dan anank-anak yang ditinggalkannya pun masih kecil dan
belum mungkin menjadi pencari nafkah keluarga.
e) Wanita yang dicerai oleh suaminya.
Diakui atau tidak, terdapat pasangan suami istri yang mengalami
ketidakserasian gaya hidup, pertengkaran yang meningkat, perbedaan pendapat
yang serius, yang menimbulkan berakirnya rumah tangga dan berujung
perceraian. Dalam situasi ini, sangat mungkin bagi wanita untuk memasuki
lapangan pekerjaan.
f) Wanita yang menjadi ibu pada usia muda tanpa suami.
Semakin banyaknya wanita muda yang menjadi ibu tanpa melalui
lembaga pernikahan. Konsekuensinya yaitu wanita yang memasuki lapangan
pekerjaaan karena mereka harus anak-anak tanpa bapak.

2.1.2 Dampak Peran Perempuan dalam Ketahanan Ekonomi Keluarga

a) Bagi Keluarga
Peranan anggota rumah tangga, terutama wanita/istri, dalam
mempertahankan pangan bagi rumah tangga, tidak dapat terlepas dari atribut
yang melekat pada anggota rumah tangga seperti faktor umur, pendidikan,
pengalaman, perilaku (intern), dan faktor-faktor ini juga akan terkait dengan
jumlah tanggungan rumah tangga. Tidak kalah pentingnya adalah status wanita
itu sendiri, baik dalam masyarakat maupun rumah tangga.
Mereka berperan tidak hanya sebagai ibu rumah tangga, tetapi juga
bertindak aktif dalam kegiatan ekonomi yang dapat membantu meningkatkan
kesejahteraan keluarganya. Sudah sepantasnya mereka diberi penghargaan
yang tinggi karena jasa mereka dalam keluarga. Peranan wanita dalam sektor
ekonomi keluarga, khususnya kontribusi mereka dalam pendapatan dan tenaga
kerja, telah banyak diteliti dan dianalisis, wanita juga mempunyai peranan yang
aktif dan penting dalam ketahanan pangan.
Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa anggota keluarga terutama istri
adalah penyumbang terpenting dalam berbagai kegiatan keluarga baik dalam
pekerjaan rumah tangga maupun memenuhi kebutuhan ekonomi keluaga,
khususnya dalam memenuhi nafkah keluarga dan meningkatkan pendapatan
keluarga/ rumah tangga. Maka disinilah letak kontribusi besar perempuan dalan
meningkatkan sektor ekonomi suatu rumah tangga yang seteruskan akan
memberikan kontribusi pula dalam menjaga ketahanan keluarga.
b) Bagi Masyarakat
Konsep katahanan dalam berumah tangga salah satunya adanya peran
perempuan (istri). Para Istri banyak melakukan pekerjaan di luar rumah dalam
rangka mencari tambahan pendapatan untuk keluarganya. Seseorang bekerja
adalah untuk memperoleh penghasilan berupa uang. Hal tersebut yang
mendorong perempuan sebagai penunjang perekonomian rumah tangga menjadi
sangat penting dan ikut serta berperan dalam sektor ekonomi untuk menambah
penghasilan rumah keluarga untuk memenuhi kebutuhan.
Pada umumnya peran perempuan secara ekonomi adalah menambah
penghasilan keluarga. Karena itu, penghasilan tambahan dari aktivitas ekonomi
perempuan dapat membantu mengentaskan keluarga dari kemiskinan. Keputusan
wanita sebagai istri bekerja membawa konsekuensi dan tanggung jawab rangkap
sebagai ibu rumah tangga dan sebagai pekerja khususnya menyangkut
pembagian waktu untuk melakukan pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan
mencari nafkah, disamping itu berapa pendapatan yang diperoleh dan
dipergunakan untuk menunjang ekonomi rumah tangga.
Ternyata perempuan yang ikut berperan dalam ketahanan ekonomi
rumah tangga memberi dampak yang sangat kuat, baik dalam pengelolaan uang
atau pendapatan, misalnya seperti untuk biaya sekolah, perbaikan rumah, dan
lain sebagainya. Peningkatan peran di lingkungan sosial secara tidak langsung
juga ikut serta meningkatkan penghasilan masyarakat secara umum.
c) Bagi Negara
Salah satu sumbangan nyata perempuan dalam pembangunan nasional
adalah partisipasi perempuan sebagai pekerja dalam berbagai bidang kehidupan.
Konsekuensi dari partisipasi tersebut ada yang positif tetapi ada juga yang
negatif, lebih-lebih jika mengingat peran ganda perempuan dalam rumah tangga
dan masyarakat. Namun dalam kajian ini, konsekuensi yang dibahas, adalah
konsekuensi positifnya, yaitu mendatangkan manfaat dan mengurangi beban
keluarganya. Karena perempuan yang bekerja memungkinkan untuk menambah
pendapatan rumah tangganya. Hal ini memberikan sumbangan atau kontribusi
yang berarti terhadap pemenuhan kebutuhan hidup keluarga.
Tingginya kontribusi perempuan terhadap pendapatan keluarganya
menunjukkan bahwa perempuan mempunyai keinginan yang tinggi dalam
membantu suami dan anggota keluarga yang lainnya dalam memenuhi
kebutuhan hidup keluarga. Ditambah lagi beban hidup yang semakin hari
semakin meningkat, membuat perempuan mau tidak mau harus lebih giat lagi
dalam mencari nafkah. Hal ini tentu saja mendorong lebih cepatnya proses
pembangunan nasional seutuhnya. Tentu saja dengan hasil kajian ini, diharapkan
kemudian masyarakat tahu bahwa perempuan memiliki peran aktif yang sangat
besar dalam kesuksesan pembangunan nasional. Tidak hanya dalam penciptaan
sumberdaya manusia yang berkualitas dalam lingkungan rumah tangga saja,
tetapi sudah mampu berperan serta dalam aktivitas ekonomi keluarganya.
BAB 3
PERAN PEREMPUAN DALAM KETAHANAN EKONOMI KELUARGA

3.1 Peran Perempuan dalam Ketahanan Ekonomi

Peran Perempuan dalam Ketahanan Ekonomi Keluarga Di Kampung Kue.

Kontribusi perempuan pada kampung kue sangat besar bagi kesejahteraan dan
penguatan ekonomi keluarga. Latar belakang komunitas ibu-ibu yang bekerja
sebagai pengusaha kue merupakan karyawan yang di-PHK oleh perusahaan
kemudian memiliki ide untuk membuat kue dan memasarkannya. Para emak-emak
yang berada di kampug kue Rungkut Surabaya ini mayoritas adalah warga
pendatang yang menyewa rumah atau kosan di daerah tersebut karena dahulunya
mereka adalah para pekerja di sebuah pabrik atau industri. Saat ini mereka bukan
lagi menjadi karyawan perusahaan namun mereka adalah pemilik usaha yang
memiliki omset sendiri. Omset yang didapatkan cukup bahkan lebih untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya.

Perempuan yang tergabung dalam komunitas kampung kue ternyata mampu


keluar dari zona nyaman sebagai karyawan dan merintis usaha berbasis komunitas.
Hal ini tidak terlepas dari kepemilikan modal untuk usaha, awalnya mereka
kesulitan karena memiliki modal yang sedikit. Akhirnya mereka melakukan
patungan agar dapat berjualan kue. dalam perkembangannya, pemerintah kemudian
melakukan pemberdayaan dengan menyuntikkan dana, memberikan pelatihan dan
turut mempromosikan kue yang diproduksi oleh komunitas ibu kampung kue. Jika
diperhatikan maka tujuan akhirnya adalah perempuan terlibat dalam dunia public
dengan cara membuat kue untuk menambah penghasilan keluarga. Namun jika
ditelisik lebih jauh, peran perempuan di kampung kue tersebut sangatlah variatif
dan memiliki implikasi lebih besar, tidak hanya pada keluarga namun masyarakat
secara keseluruhan.
3.1.1 Perempuan Sebagai Tulang Punggung Keluarga

Ada beberapa ibu-ibu yang bergabung dalam komunitas kampung kue dan
menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga. Pada awalnya mereka perantau
atau pelaku urbanisasi yang juga merupakan karyawan pabrik kemudian mereka
mengundurkan diri. Namun ada beberapa diantaranya merupakan saudara di
kampung yang sengaja diajak untuk membuat kue karena bisnis kue makin
berkembang. Mayoritas mereka yang bekerja sebagai pencari nafkah utama di
kampung kue adalah penduduk pendatang. Kondisi suami yang sakit, ditinggal
suami atau cerai, ditinggal suami meninggal membuat para perempuan ini untuk
berinisiatif bergabung dan membuat kue di kampung kue. Perempuan pencari
nafkah utama ini meninggalkan keluarganya di kampung halaman dan menyewa
kos-kosan di daerah rungkut lor atau lebih dikenal dengan kampung kue. Mereka
terpaksa meninggalkan keluarga di kampung halaman demi memenuhi kebutuhan
ekonomi.

3.1.2 Perempuan Sebagai Mitra Suami

Pada dasarnya usaha kuliner atau memasak identik dengan tugas domestik
namun jika itu menghasilkan uang maka ranahnya menjadi ranah publik. Suami
dan istri saling bekerjasama dalam memperoleh penghasilan, ada yang sama-sama
mencari nafkah usaha kue dan ada juga yang suami bekerja di sektor lain
sedangkan istri mendapat dukungan suami untuk berjualan kue. Suami istri yang
bergerak di bidang kuliner atau kue saling bekerjasama dan melakukan pembagian
tugas. Suami melakukan tugas yang identik dengan pekerjaan berat dalam
membuat kue. Misalnya mengaduk adonan, mengangkat panci yang berisi air
santan dan lain sebagainya. Perempuan cenderung melakukan pekerjaan yang
butuh keterampilan dan ketelatenan dalam proses pembuatan kue, misalnya
menuangkan adonan, meracik resep, menghias kue dan lain-lain.

Keluarga lain yang tidak hanya mengandalkan sektor usaha kue, suaminya
bekerja di tempat lain, misalnya menjadi karyawan di perbankan, dealer dan lain
sebagainya. Istrinya menjalankan usahnya sendiri, jika para istri ini hanya
berjualan kue saja. Jika istri sekaligus bertindak sebagai produsen kue maka
biasanya mereka dibantu oleh ibu-ibu yang lain. Mereka memperkerjakan
karyawan agar dapat memenuhi pesanan kue. Kue ini tidak hanya dipasarkan di
daerah rungkut saja, namun sudah meluas hingga ke area Surabaya raya bahkan
Sidoarjo dan Gresik. Kampung kue menjadi pusat sentra kuliner kue sehingga
banyak pedagang keliling dan pemasok kue yang belanja di sana. Dengan
demikian maka jumlah kue yang diproduksi berskala besar dan omset yang
dihasilkannya pun besar.

Suami yang bekerja di sektor lain mendukung usaha kue istri dengan cara ikut
menjaga toko kue atau warung kue milik istrinya, jika suami sedang libur kerja
atau sepulang kerja. Suami juga bermitra dengan istri atau membantu pekerjaan
istri karena istri juga harus melakukan tugas domestiknya. Jika keluarga tersebut
tidak memiliki pembantu, maka suami turut serta dalam mengerjakan tugas
domestiknya yakni ikut membersihkan rumah dan menjaga anak. Meskipun dalam
jumlah penghasilan suami lebih sedikit, istri tetap menjalankan tugasnya. Mereka
berkeyakinan bahwa mereka mampu untuk menjalankan tugas domestik dan
publik, meski terkadang membutuhkan bantuan atau dibantu oleh suami bahkan
pembantu. Jika anak libur sekolah maka tidak jarang anak-anak mereka turut
membantu berjualan, membuat kue ataupun melakukan tugas rumah.

3.1.3 Perempuan Sebagai Pemberdaya dan Agen Perubahan

Terbentuknya kampung kue merupakan insiatif Ibu Chaerul yang membentuk


komunitas perempuan agar mendapatkan penghasilan kemudian berkembang
menjadi komunitas kampung kue yang makin berdaya dengan dukungan
pemerintah kota Surabaya. Perempuan yang ada dalam komunitas kampung kue
sebagai pelaku pemberdayaan harus mengikuti beberapa tahapan untuk
mencapai tujuannya, yakni membentuk kampung kue dan mensejahterakan
keluarga yang tergabung dalam komunitas kampung kue. Langkah pertama yang
ditempuh adalah melakukan sosialisasi yang membahas tentang rencana strategis
yang harus dibuat oleh ibu-ibu kampung agar bisa meningkatkan pendapatan
keluarga. Sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan informasi terkait dengan
rencana usaha yang akan dijalankan dan keuntungan yang didapatkan
setelahnya. Dengan adanya penjelasan tersebut maka ibu-ibu mengerti dan
paham akan konsep usaha membuat kue ini. Tahap yang kedua adalah pelatihan
atau cara pembuatan kue. Kebetulan ibu-ibu yang tergabung dalam komunitas
kampung ini masih belum memiliki keahlian membuat kue. kalaupun ada yang
bisa membuat kue, itu pun hanya sekedarnya. Pelatihan ini membantu ibu-ibu
untuk mengasah keterampilan mereka dalam membuat kue. Setelah
mendapatkan pelatihan mereka bisa langsung mengaplikasikan dan ada beberapa
yang mengimprovisasi resep dan ini mrupakan produk inovasi ibu-ibu kampung
kue. pada awalnya pelatihan ini diinisiasi oleh ibu-ibu dan modalnya pun
mandiri, hasil patungan ibu-ibu. Pelatihan selanjutnya mendapatkan sponsor
atau dukungan dari pihakluar seperti pihak Bogasari yang sekarang ini menjadi
salah satu produk yang bekerja sama dengan kampung mereka. Selain itu ada
peran pemerintah yang juga terlibat dalam pengadaan pelatihan sebagai upaya
pemberdayaan perempuan.

Ibu-ibu yang tergabung dalam komunitas kampung kue merupakan


pelaku utama pemberdayaan yang menerima banyak pelatihan agar dapat
bersaing dengan produk yang lain serta dapat memasarkan produknya.
Komunitas kampung kue telah membuktikan peran perempuan dalam
membangun dan meningkatkan ketahanan ekonomi keluarga. para perempuan
yang bergabung dalam komunitas kampung kue memberdayakan diri dan
lingkungannya agar dapat meningkatkan penghasilan keluarga. Mereka menjadi
agen perubahan bagi lingkungannya karena inisiatif mereka mampu beradaptasi
dengan lingkungannya.
BAB 4
GAMBARAN HAMBATAN DAN TANTANGAN

4.1 Gambaran Hambatan Perempuan dalam Peran

Rumusan latar belakang perempuan sebagai tulang punggung keluarga diantaranya


adalah kondisi suami yang sakit, ditinggal suami atau cerai, ditinggal suami meninggal membuat
para perempuan ini untuk berinisiatif bergabung dan membuat kue di kampung kue.

Faktor hidup mandiri dan harus membagi waktu untuk mengurus anak dan waktu untuk
bekerja membuat perempuan di kampung kue mengalami hambatan yang tidak mudah.
Hambatan yang seringkali dihadapi dalam kasus ini :

1. Terhalang bekerja karena anak sakit. Anak yang diserahkan hak asuh kepada istri ketika
bercerai, atau istri yang ditinggal suami karena meninggal, membuat istri menjadi single
parent yang dituntut masyarakat untuk memiliki kemampuan mulittasking. Tidak ada
yang diandalkan untuk menjadi tulang punggung keluarga selain ibu. Namun di sisi lain,
ibu juga memiliki kewajiban mengurus anak-anaknya. Apabila anak sakit, tentu pikiran
ibu terpecah antara bekerja dan mengurus anak. Karena tanggung jawabnya dan rasa
sayangnya terhadap anaknya, maka kebanyakan ibu akan mengutamakan untuk mengurus
anaknya hingga sehat dan izin untuk tidak bekerja selama beberapa hari.
2. Terhalang bekerja karena sakit. Ibu pekerja juga manusia yang dapat mengalami
penurunan kondisi fisik sehingga bisa sakit. Sementara di sisi lain, saat sakit pun, ibu
pekerja harus mengurus anak dan melakukan pekerjaan rumah tangga. Karena hal ini,
meskipun ibu pekerja sakit, ia akan tetap memaksakan dirinya untuk melakukan
keduanya, bahkan ketiganya, ditambah dengan mengurus anak-anaknya.
3. Banyaknya saingan dalam bekerja, contohnya seperti pedagang dan wiraswasta lain.
Dalam hubungan sosial antar manusia, tentu terdapat kompetisi antara yang satu dengan
yang lain. Tentu saingan dalam pekerjaan menjadikan seorang pekerja benar benar harus
bekerja keras untuk merebut daya tarik pembeli. Dan tentu bagi perempuan pekerja, hal
ini menambah energi dalam bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
4. Dalam berdagang transportasi menjadi kendala, karena tidak adanya kendaraan yang bisa
mengantar ke tempat kerja, sehingga mengharuskan pedagang berjalan kaki dengan jarak
yang jauh. Tentu akan menyita banyak waktu dan energi bagi perempauan pekerja.
Kebutuhan akan istirahat meningkat sementara energi untuk memenuhi tuntutan bekerja
semakin meningkat karena tidak ada transportasi yang mempermudah pekerjaan.
5. Pekerjaan rumah menjadi salah satu kendala karena dengan mengerjakan pekerjaan
rumah waktu untuk bekerja telah berkurang. Kehidupan rumah tangga, pada umumnya
perempuan adalah sebagai penanggung jawab dalam urusan rumah tangga, baik dalam
memasak, mencuci, membersihkan rumah dan lain sebagainya. Namun yang menjadi
persoalan bagaimana perempuan menjalankan fungsinya sebagai ibu rumah tangga
sekaligus menjalankan tugasnya ketika menjadi seorang pekerja atau bekerja mencari
nafkah di luar rumah atau disebut dengan peran ganda. Peran ganda merupakan salah satu
bentuk ketidakadilan gender, peran ganda adalah beban ganda atau dikenal dengan
double barden. Beban ini dimaksudkan sebagai beban kerja yang harus dijalankan oleh
salah satu jenis kelamin tertentu. Faktanya, dari kehidupan sosial menunjukkan bahwa
perempaun mengerjakan sebagian besar pekerjaan rumah tangga walaupun mereka juga
bekerja di luar rumah. Tentu tuntutan multitasking ini tidak mudah dan tidak jarang
menyebabkan ibu sebagai tulang punggung keluarga mengalami tekanan mental dan
berujung percobaan bunuh diri.
6. Stigma ibu pekerja. Diantara stigma-stigma yang dilontarkan kepada ibu pekerja antara
lain:
a. Ibu Bekerja Tidak Memberikan Perhatian Cukup untuk Keluarga
b. Ibu Bekerja tidak Dapat Diandalkan
c. Ibu Bekerja Hanya Memikirkan Karirnya Sendiri
d. Ibu Bekerja Terlalu Malas dengan Pekerjaan Domestik
e. Ibu Bekerja Sulit untuk Menjadi Ibu yang Baik
Seorang working mom mesti pandai-pandai mengatur skala prioritas, mana yang
ingin didahulukan, mana urusan yang bisa ditunda sesaat. Di titik inilah, seorang ibu
pekerja dituntut untuk luwes, punya keterampilan bernegosiasi dengan atasan atau rekan
kerja, pun bisa meyakinkan anak-anak di rumah bahwa cinta ibu tak berkurang kendati
waktu bersama harus dibagi. u pekerja bisa saja memanfaatkan waktu luang untuk
menelepon atau say hi di video call dengan anaknya. Di hari libur, mereka bisa
meluangkan waktu bersama keluarga. Entah bepergian ke luar atau sekadar bersantai di
rumah bersama suami dan anaknya. Sesekali mereka juga bisa menyempatkan sedikit
waktu untuk dirinya sendiri. Dengan mengetahui apa yang menjadi prioritas mereka,
semua pekerjaan baik urusan kantor maupun rumah dapat terselesaikan dengan
maksimal. Untuk bisa melakukan itu semua memang tak mudah. Karena itulah buat saya,
seorang working mom akan tetap menjadi seorang full-time mom sama seperti ibu rumah
tangga.

4.2 Tantangan Perempuan dalam Ekonomi

Tantangan untuk memulai suatu hal yang baru pastilah sangat banyak. Sama halnya
dengan perempuan yang akan masuk dalam ekonomi. Baik itu menjadi tulang punggung
keluarga, menghidup diri sendiri, maupun untuk membantu suami. Tantangan yang
diberikan oleh masyarakat rata-rata dikarenakan sudah menjadi kebiasaan bahwa yang
mencari uang adalah seorang laki-laki. Menurut Co-Founder Instellar & Womenwill Lead
GBG Jakarta, Dian O Wulandari dalam Website Kemenpppa.go.id, kebanyakan perempuan
masuk ke dalam dunia wirausaha karena kebutuhan ekonomi, bukan karena kesempatan
yang dimiliki. Di Indonesia masih terdapat kesenjangan antara kesempatan dan kebutuhan
perempuan dibidang ekonomi. Tiga tantangan utama perempuan dalam mengembangkan
usahanya yakni, akses pendidikan, akses pembiayaan, dan pelatihan. Padahal jika dilihat
saat ini banyak perempuan mempunyai peran ganda sehingga mereka harus bisa
multitasking baik untuk mengurus keluarga maupun bekerja demi kebutuhan ekonomi.

Ketiga tantangan tersebut yakni akses pendidikan, akses pembiayaan, dan pelatihan
merupakan hal utama yang harusnya sudah bisa diakses oleh kaum perempuan Indonesia
dengan mudah. Dengan semakin mudahnya akses terhadap tiga hal tersebut, maka dapat
dipastikan akan semakin mudah pula bagi kaum perempuan untuk mengembangkan
dirinya. Walaupun para perempuan masih tetap diharuskan memegang peran ganda.

Tantangan dalam hal pendidikan saat ini terjadi karena stereotip masyarakat yang
berfikir bahwa seharusnya perempuan tidak perlu bersekolah tinggi-tinggi dan lebih baik
berada di rumah saja atau mengurus anak saja. Walaupun ada banyak pembuktian
perempuan bisa melakukan peran ganda tersebut, tetap saja ada orang-orang baik dari
kaum laki-laki atau perempuan yang bersikukuh tidak bisa seperti itu.
Rendahnya tingkat partisipasi pekerja perempuan di bidang industri, disebabkan
oleh persepsi lingkungan kerja di industri merupakan domain pekerjaan laki-laki, yang
melibatkan pekerjaan fisik dan tidak menarik bagi pekerja perempuan. Selain itu, masih
belum banyak lulusan perempuan bidang tersebut yang mengejar karir dibidang industri.
Sebagian besar pekerja perempuan memilih untuk bekerja di bidang administrasi dan
manajemen yang tidak terkait langsung dengan bidang keahlian mereka.

Pendidikan merupakan salah satu cara untuk memperkecil kesenjangan antara kaum
perempuan dan laki-laki, melalui pendidikan perempuan akan mampu berkiprah didunia
yang lebih luas untuk menunjukkan potensi dirinya. Saat ini pada prempuan di Indonesia
telah diberi jaminan untuk perluasan kesempatan berpartisipasi baik dalam dunia politik
maupun untuk terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan terkait pembangunan nasional
baik di lingkungan pemerintah pusat dan daerah, organisasi atau kelompok tertentu serta di
lingkungan tempat tinggalnya. Dalam rangka memperbesar keterlibatan kaum perempuan
dalam pembangunan bangsa sangat perlu diadakannya program-program pemberdayaan
bagi masyarakat khususnya bagi kaum perempuan seperti pelatihan keterampilan,
kewirausahaan/UMKM serta pemanfaatan teknologi mutakhir yang mencakup semua
wilayah dan disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan tiap wilayah. sehingga para
perempuan dapat berperan sebagai mitra sejajar laki-laki dalam memberikan kontribusi
positif untuk mewujudkan pembangunan nasional yang inklusif dan responsif gender.
BAB 5
5.1 KESIMPULAN
5.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Ni Wayan Suarmini, Siti Zahrok, Dyah Satya Yoga Agustin. PELUANG DAN TANTANGAN
PERAN PEREMPUAN DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0. UPT PMK Sosial Humaniora,
FBMT, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Prosiding SEMATEKSOS 3 "Strategi
Pembangunan Nasional Menghadapi Revolusi Industri 4Nop halaman 48-53.

Gaib, H., & Dkk. (2017). Profil Perempuan Indonesia 2017. (Santosa Didiek, Ed.). Jakarta:
KP3A PUBLIKASI DAN MEDIA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN
PERLINDUNGAN ANAK. PEREMPUAN BERDAYA, PEREMPUAN SETARA. 2020. Link
https://www.kemenpppa.go.id/index.php /page/read/29/2830/perempuan-berdaya-perempuan-
setara

Anda mungkin juga menyukai