Anda di halaman 1dari 10

i

MAKALAH
IKHLAS DALAM BERAMAL
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits
Dosen pengempu:

Dudin Shobarudin, MA

Dosen Pengampu :
Yusuf bin Saepudin (10121103)

SEKOLAH TINGGI ILMU SHUFFAH AL QUR’AN ABDULLAH


BIN MAS’UD
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
LAMPUNG SELATAN
2021/2022

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahiwabarakatuh Segala puji hanya untuk Allah
SWT Tuhan Semesta Alam. Sholawat dan salam tetap tercurahkan dan
dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, serta keluarga,
sahabat, dan pengikutnya.
Segala puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberikan segala
karunianya sehingga penulis bisa menyelesaikan pembuatan makalah yang telah
diberikan kepada penulis dengan judul “Memahami Hadits yang Berkenaan
dengan Ikhlas dalam beramal”.
Penulis berharap agar semua pengetahuan dan pengalaman yang telah penulis peroleh selama
penyusunan makalah ini dapat bermanfaat sebagai bekal dikemudian hari

Akhirnya, atas segala keterbatasan yang dimiliki oleh penulis apabila terdapat
kekurangan dan kesalahan mohon maaf, dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang hendak menambah wawasan dan pengetahuan,
kepada semua pihak yang telah membantu sehingga terselesaikan dengan baik,
penulis menyampaikan terima kasih.

ii
Daftar isi
KATA PENGATAR...............................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................2
Pendahuluan............................................................................................2
A. Latar belakang...............................................................................2

B. Rumusan Masalah………………………………………………..2
Bab II.......................................................................................................3
Pembahasan.............................................................................................3
A. Apakah ikhlas itu..........................................................................3
B. Hadis tentang iklas dalam Beramal...............................................4
Pemahaman terhadap Hadis...............................................................5
C. Pendapat para Ulama....................................................................7

Bab III PENUTUP..................................................................................8


A. Kesimpulan ..................................................................................8
B. Saran..............................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................10

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sesungguhnya pembahasan tentang ikhlas adalah pembahasan yang sangat penting yang
berkaitan dengan agama Islam yang hanif (lurus) ini, hal dikarenakan tauhid adalah inti
dan poros dari agama dan Allah tidaklah menerima kecuali yang murni diserahkan
untukNya sebagaimana firman Allah, “Hanyalah bagi Allah agama yang murni”. (QS.
Az-Zumar : 3).
Maka perkara apa saja yang merupakan perkara agama Allah jika hanya diserahkan
kepada Allah maka Allah akan menerimanya, adapun jika diserahkan kepada Allah dan
juga diserahkan kepada selain Allah (siapapun juga ia) maka Allah tidak akan
menerimanya, karena Allah tidak menerima amalan yang diserikatkan, Dia hanyalah
meneriman amalan agama yang kholis (murni) untukNya. Allah akan menolak dan
mengembalikan amalan tersebut kepada pelakunya bahkan Allah memerintahkannya
untuk mengambil pahala (ganjaran) amalannya tersebut kepada yang dia syarikatkan,
hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, yang artinya:
Allah berfirman “Aku adalah yang paling tidak butuh kepada syarikat, maka
barangsiapa yang beramal suatu amalan untuku lantas ia mensyerikatkan amalannya
tersebut (juga) kepada selainku maka Aku berlepas diri darinya dan ia untuk yang dia
syarikatkan” (HR. Ibnu Majah 2/1405 no. 4202)

B. Rumusan Masalah
1. Apakah ikhlas itu?
2. Hadits tentang Ikhlas dalam Beramal?
3. Bagaimana pemahaman terhadap Hadits tersebut ?
4. Bagaimana pendapat para ‘Ulama tentang pentingnya ikhlas ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ikhlas

Secara bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu itu bersih
dan tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya

2
murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan
yang lain dan tidak riya dalam beramal. Sedangkan secara istilah ikhlas berarti niat
mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain.
Memurnikan niatnya dari kotoran yang merusak.
Ikhlas adalah intisari dari pada iman. Seseorang tidak dianggap beragama dengan benar
jika dia tidak iklas. Allah SWT berfirman dalam surat Al-An’am ayat 162 yang
berbunyi ;
‫ ومماتي هلل رب العا لمين قل‬W‫ان صال تي ونسكي ومحياي‬

Rasulallah SAW bersabda 


“Sesungguhnya Allah tidak menerima amal seseorang kecuali dilakukan dengan ikhlas
dan mengharapkan ridho-Nya”
Imam Syafi’i pernah memberi nasihat kepada seorang temannya, “Wahai Abu Musa,
jika engkau berijtihad dengan sebenar-benar kesungguhan untuk membuat seluruh
manusia ridha (suka), maka itu tidak akan terjadi. Jika demikian, maka ikhlaskan
amalmu dan niatmu karena Allah Azza wa Jalla”.
Sabda Rasulullah SAW :“Sesungguhnya Allah tidak akan menilai bentuk tubuh kamu
dan tidak pula menilai rupa kamu, tetapi Allah hanya menilai kepada hatimu (niat yang
ikhlas).” (HR. Muslim)
Menurut Imam AL-Ghozali menegaskan bahwa ikhlas adalah shidqum niyyah fil a’amal
yaitu niat yang benar-benar ketika melakukan pekerjaan. Dengan kata lain, setiap amal
sholeh dan kebajikan yang ingin dilakukan semestinya berorientasi kepada Alloh. Tanpa
keikhlasan semua amal kebaikan yang dilakukan sangat mudah terkena penyakit hati
yang sangat berbahaya yaitu riya’ dan bangga hati. 

B. Hadits tentang Ikhlas dalam Beramal

‫لى هللا‬WW‫وْ َل هللاِ ص‬W‫ْت َر ُس‬ ُ ‫ ِمع‬W‫ َس‬: ‫ال‬W َ Wَ‫هُ ق‬W‫ض َي هللاُ َع ْن‬ ِ ‫ب َر‬ ِ ‫ص ُع َم َر ْب ِن ْالخَطَّا‬ ٍ ‫ع َْن َأ ِمي ِْر ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ َأبِ ْي َح ْف‬
‫َت ِهجْ َرتُهُ ِإلَى هللاِ َو َرسُوْ لِ ِه‬ْ ‫ فَ َم ْن َكان‬. ‫ت َوِإنَّ َما لِ ُكلِّ ا ْم ِرٍئ َما ن ََوى‬ ِ ‫ ِإنَّ َما اَْأل ْع َما ُل بِالنِّيَّا‬: ‫عليه وسلم يَقُوْ ُل‬
‫ص ْيبُهَا َأوْ ا ْم َرَأ ٍة يَ ْن ِك ُحهَا فَ ِهجْ َرتُهُ ِإلَى َما هَا َج َر ِإلَ ْي ِه‬
ِ ُ‫َت ِهجْ َرتُهُ لِ ُد ْنيَا ي‬
ْ ‫ َو َم ْن َكان‬،‫فَ ِهجْ َرتُهُ ِإلَى هللاِ َو َرسُوْ لِ ِه‬
.
 )‫اري‬W‫ة البخ‬W‫يرة بن بردزب‬W‫راهيم بن المغ‬W‫ماعيل بن إب‬W‫د بن إس‬W‫رواه إماما المحدثين أبو عبد هللا محم‬
‫ في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب‬W‫ النيسابوري‬W‫وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري‬
‫(المصنفة‬ 

Artinya : Dari Amirul Mu’minin, Abu Hafsh, Umar bin Khattab radiyallahu’anhu dia
berkata: ”Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wassalam bersabda:

3
’Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan
mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Allah
dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang
berhijrah karena (untuk mendapatkan) dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya
maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya). 

C. Pemahaman Terhadap Hadits


Karena merupakan hadits yang masyhur di kalangan ‘Ulama, maka hadits ini mendapat
perhatian khusus dari para ‘Ulama. Yang salah seorangnya adalah Imam Nawawi.
Beliau mengatakan bahwa niat itu sebagai barometer atau tolak ukur untuk menilai
sahnya amalan. 
ِ ‫ ) ِإنَّ َما اَْأل ْع َما ُل بِالنِّيَّا‬Sesungguhnya amalan itu
Sebagaimana beliau menjelaskan lafaz ( ‫ت‬
tergantung niatnya. Akan tetapi menurut Imam ibnu Daqiq, bahwasanya dalam kalimat
ini ada lafaz yang dibuang, dan para ‘Ulama memperselisihkannya, adapun penyebab
terjadinya perbedaan terhadap lafaz yang di takdirkan dalam matan ini dikarenakan
terdapat perbedaan pandangan ‘Ulama Fiqh terhadap posisi niat didalam ibadah.
Pertama, mereka yang yang mensyaratkannya dalam ibadah, Sedangkan pendapat yang
kedua, yaitu mereka yang tidak mensyaratkannya dalam ibadah. 
Adapun pendapat pertama menafsirkan ‫( باالنية االعمال صحة ٳن‬sesungguhnya sahnya
amal itu dengan niat ). Sementara yang yang kedua menafsirkan ‫باالنية االعمال كمال ٳن‬
(bahwasanya sempurnanya amal itu dengan niat). Akan tetapi, ibnu Abdul Barr
melemahkan pendapat yang kedua karna para jumhur Fuqaha’ menjadikan niat sebagai
syarat dalam ibadah untuk memetik pahala dari ibadah tersebut. 
Akan tetapi, kita bisa saja mengambil pendapat yang kedua jika kita mengaitkan hadits
ini dengan tema makalah ini yaitu Ikhlas dalam beramal, hal ini disebabkan ikhlas
sangat erat kaitannya dengan iman. Akan tetapi, tingkatan iman setiap muslim itu
berbeda-beda yang satu dengan yang lainnya, dan demikian juga tingkat keikhlasannya.
Pendapat pemakalah ini di perkuat oleh ibnu Ujaibah yang berpendapat bahwasanya
terdapat 3 tingkatan didalam ikhlas. Yang pertama ialah ikhlas orang awam, yaitu
mengesampingkan makhluk dalam dalam hal beribadah kepada tuhan seraya memohon
ganjaran dunia dan akhirat. Yang kedua adalah ikhlas orang Khawwas, yaitu orang yang
beribadah dengan harapan ganjaran akhirat. Kemudian yang terakhir adalah ikhlasnya
orang yang Khawwasul-Khawwas, yaitu orang yang beribadah dengan tidak
mengharapkan keduanya akan tetapi dengan sesuatu yang lebih dari itu, yaitu semata-
mata rindu dan cinta kepada Allah SWT. 
Kemudian jika mengaitkan hadits tadi terhadap posisi ikhlas didalam Tauhid, maka
pemakalah menyimpulkan bahwa ikhlas harus dimiliki oleh setiap muslim, karena
setiap ibadah harus ditujukan kepada Allah. Sebagaimana syarah terhadap lafaz ‫االهللا اله‬

4
‫ ال‬menurut ibnu Qayyim. Hal ini senada dengan perintah Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW didalam surat Az-Zumar ayat 14-15.
Artinya : Katakanlah (Muhammad) hanya allah yang aku sembah dengan penuh
ketaatan kepadanya dalam (menjalankan) agamaku. Maka sembahlah selain dia
sesukamu (wahai oran-orang Musyrik). Katakanlah, “Sesungguhnya orang-orang yang
rugi ialah orang yang merugikan diri sendiri dan keluarganya pada hari kiamat, ingatlah
yang demikian itu kerugian yang nyata. 
Dalam ayat ini ditegaskan bahwa orang yang menyembah kepada selain Allah adalah
perbuatan orang-orang syirik.
ِ ‫) َوِإنَّ َما لِ ُكلِّ ا ْم‬
Kemudian pada lafaz ( ‫رٍئ َما ن ََوى‬
 “Dan setiap orang akan hanya mendapatkan apa yang diniatkannya.” Imam Nawawi
menjadikan lafaz ini sebagai dalil bahwa tidak boleh mewakilkan dalam beribadah dan
tidak boleh mewakilkan niat dalam beribadah. Dikecualikan hal ini yaitu dari membagi-
bagikan zakat dan menyembelih hewan qurban. Hal ini sesuai dalam kaidah fiqih. Akan
tetapi, menurut As-Sa’di bahwa kalimat ini juga mengandung pengertian bahwa
sempurnanya iman seseorang itu tergantung kepada niatnya.
Kemudian dalam lafaz
‫َت ِهجْ َرتُهُ ِإلَى هللاِ َو َرسُوْ لِ ِه فَ ِهجْ َرتُهُ ِإلَى هللاِ َو َرسُوْ لِ ِه‬ ْ ‫فَ َم ْن َكان‬، )
َ ‫ُص ْيبُهَا َأوْ ا ْم َرَأ ٍة يَ ْن ِك ُحهَا فَ ِهجْ َرتُهُ ِإلَى َما ه‬
‫َاج َر ِإلَ ْي ِه‬ ِ ‫َت ِهجْ َرتُهُ لِ ُد ْنيَا ي‬
ْ ‫ َو َم ْن َكان‬.(
“Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasulnya, maka hijrahnya kepada Allah
dan rasulnya, Dan barang siapa hijrah karena dunia yang akan diraihnya atau wanita
yang akan dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang akan diniatkannya itu.”
Menurut Imam Nawawi sebagaimana yang ia nukil dari pendapatnya Imam ibnu ‘Arabi
bahwa ‫ هجرة‬itu mengandung dua makna, yaitu : ‫( حرب‬lari) dan ‫( طلب‬mencari).
Jenis yang pertama, yaitu ‫ حرب‬terbagi menjadi 6 macam, yaitu : Pertama, keluar dari
negeri kafir yang harus diperangi. Kedua, keluar dari negeri bid’ah. Ketiga, keluar dari
tempat yang didominasi keharaman. Keempat, menjauhi dari gangguan fisik. Kelima,
keluar karna takut penyakit. Dan yang keenam, keluar karena takut terhadap gangguan
pada harta-harta nya.
Adapun jenis yang kedua, yaitu ‫ طلب‬terbagi kepada 10 macam, yaitu : Pertama,
bepergian untuk mendapatkan pelajaran dari kebesaran Allah. Kedua, pergi haji. Ketiga,
bepergian untuk berjihad. Keempat, bepergian untuk mencari penghidupan. Kelima,
bepergian dengan maksud mencari nafkah. Keenam, menuntut ilmu. Ketujuh, menuju
tempat yang dimuliakan Allah. Kedelapan, menuju perbatasan untuk berjaga-jaga
disana. Kesembilan, mengunjungi saudara. Dan yang kesepuluh, mencari dunia. Adapun
kesembilan macam sebelumnya merupakan urusan agama, yang jika dilaksanakan
dengan niat yang ikhlas, maka akan mendapatkan 2 ganjaran, yaitu kebagusan niat dan
perintah agama. Sedngkan yang terakhir, jika di laksanakan dengan niat yang ikhlas,
hanya akan mendapatkan satu balasan pahala, yaitu dari kebagusan niat saja.

5
Dari kalimat ini juga Imam Nawawi menyimpulkan, bahwa yang dinamakan dengan
ikhlas itu adalah mengkhususkan ‘amal (ibadah) hanya kepada Allah saja, sedangkan
bagi orang yang melakukan ibadah dikarenakan Allah dan makhluk, maka amalannya
itu tertolak. 
Sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW.
“Allah berfirman : Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan persekutuan.
Barangsiapa melakukan suatu amalan dimana ia mempersekutukan sesuatu
(bersamaku), maka aku berlepas diri darinya. 

 D. Pendapat para ‘Ulama tentang Pentingnya Ikhlas

Makhul berkata, “Tidak seorang pun yang berbuat ikhlas selama 40 hari, melainkan
akan terpancar sumber-sumber hikmah dari hati dan lisannya”.
Abu Sulaiman Ad-Darani berkata, “jika seseorang mengerjakan sesuatu dengan ikhlas,
maka dia akan terlepas dari aneka macam godaan dan riya’.” 
Ketika menerangkan ungkapan Ibnu Athaillah, “Amal ibadah itu ibarat raga yang
berdiri, dan rohnya adalah adanya rahasia ikhlas didalamnya.” Ibnu Ujaibah berkata,
“Semua amal itu ibarat tubuh, dan rohnya adalah adanya ikhlas di dalamnya. Tubuh
tidak mungkin dapat berdiri tegak kecuali dengan adanya roh. Jika tidak ada roh, maka
dia adalah mayat. Begitu juga, amal jasmani dan amal hati tidak akan sempurna kecuali
ada keikhlasan didalamnya. Jika tidak, maka dia hanya formalitas belaka. 
Suatu ketika ada orang yang bertanya kepada Sahal ibn Abdullah At-Tustari, “Apakah
yang paling keras terhadap nafsu ?” Beliau menjawab, “Ikhlas. Sebab, didalam ikhlas
nafsu tidak memiliki bagian. 

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

‫ْت َرسُوْ َل هللاِ صلى‬ ُ ‫ َس ِمع‬: ‫ال‬َ َ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ ق‬ ِ ‫ب َر‬ Wِ ‫ص ُع َم َر ب ِْن ْالخَطَّا‬ ٍ ‫ع َْن َأ ِمي ِْر ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ َأبِ ْي َح ْف‬
‫هُ ِإلَى‬W ُ‫َت ِهجْ َرت‬ ْ ‫ان‬WW‫ فَ َم ْن َك‬. ‫وى‬W َ Wَ‫ت َوِإنَّ َما لِ ُكلِّ ا ْم ِرٍئ َما ن‬ ِ ‫ ِإنَّ َما اَْأل ْع َما ُل ِبالنِّيَّا‬: ‫هللا عليه وسلم يَقُوْ ُل‬
‫ا‬WWَ‫رَأ ٍة يَ ْن ِك ُحه‬W
َ W‫ ْيبُهَا َأوْ ا ْم‬W ‫ُص‬
ِ ‫ ُد ْنيَا ي‬W ِ‫هُ ل‬W ُ‫َت ِهجْ َرت‬
ْ ‫ان‬WW‫ َو َم ْن َك‬،‫وْ لِ ِه‬W ‫هُ ِإلَى هللاِ َو َر ُس‬W ُ‫وْ لِ ِه فَ ِهجْ َرت‬W ‫هللاِ َو َر ُس‬
‫َاج َر ِإلَ ْي ِه‬
َ ‫ فَ ِهجْ َرتُهُ ِإلَى َما ه‬.

6
)‫ة‬WW‫يرة بن بردزب‬WW‫راهيم بن المغ‬WW‫ماعيل بن إب‬WW‫د بن إس‬WW‫د هللا محم‬WW‫و عب‬WW‫دثين أب‬WW‫ا المح‬WW‫رواه إمام‬
‫ذين‬WW‫حيحيهما الل‬WW‫ بن مسلم القشيري النيسابوري في ص‬W‫البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج‬
‫(هما أصح الكتب المصنفة‬ 
Artinya : Dari Amirul Mu’minin, Abu Hafsh, Umar bin Khattab radiyallahu’anhu dia
berkata: ”Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wassalam bersabda:
Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan
mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Allah
dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang
berhijrah karena (untuk mendapatkan) dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya
maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya). (HR. Bukhari dan
Muslim).
Imam Nawawi mengatakan bahwa niat itu sebagai barometer atau tolak ukur untuk
menilai sahnya amalan
Ibnu Ujaibah yang berpendapat bahwasanya terdapat 3 tingkatan didalam ikhlas. Yang
pertama ialah ikhlas orang awam, yaitu mengesampingkan makhluk dalam dalam hal
beribadah kepada tuhan seraya memohon ganjaran dunia dan akhirat. Yang kedua
adalah ikhlas orang Khawwas, yaitu orang yang beribadah dengan harapan ganjaran
akhirat. Kemudian yang terakhir adalah ikhlasnya orang yang Khawwasul-Khawwas,
yaitu orang yang beribadah dengan tidak mengharapkan keduanya akan tetapi dengan
sesuatu yang lebih dari itu, yaitu semata-mata rindu dan cinta kepada Allah SWT.

B. SARAN

Demikianlah makalah Hadits yang membahas tentang “Hadits ikhlas dalam beramal”
ini, semoga dapat jadikan informasi untuk kita semua. Pemakalah menyadari masih
banyak kekurangan dalm makalah ini baik dari segi penulis an maupun isinya, oleh
karena itu kami harapkan saran dan kritikan dari teman-teman maupun dosen pengampu
yang bersifat membangun untuk lebik baik dimasa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

7
Rahman Fatur, Al Hadisun Nabawi, Yogyakarta:Menara Kudus, 1996

Siradjuddin Abbas, 40 Masalah Agama, Jakarta:Pustaka Tarbiyah, 2000.

Muhammad Abu Syuhbah, Kutubussittah, Surabaya; Pustaka Progresif. 1999.

Sayyid bin Ibrahim Al-Huwaithi, Syarah Arba’in Nawawiyah, Jakarta; Darul Haq.
2008.

Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf, Jakarta; Qithi Press. 2005.

Imam As-Syuyuthi, Ashbahu wan Nazhair.

Haris Riadi. Kitab Tauhid. 

Al-qur’an, Al-Jamil. Bekasi; Cipta Bagus Segara.

Abu Qasim Al-Qusyairi, Ar-Risalah Al-Qusyairiah.

Anda mungkin juga menyukai