Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PUASA SUNNAH

Di susun oleh :
Nama : Nadia Kurniasi
Prodi : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM II B REGULER
PAGI
Dosen Pengampuh : Drs. H. Murbentuah, Lc, MH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


AL-ISHLAHIYAH BINJAI
T.A 2019-2020
2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan
kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PUASA
WAJIB” ini. Serta Sholawat salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi
Besar Muhammad SAW dan para sahabatnya, yang telah memberikan tauladan
baik sehingga akal dan fikiran penyusun mampu menyelesaikan Makalah tenang
“PUASA SUNNAH” ini, semoga kita termasuk umatnya yang kelak mendapatkan
syafa’at dalam menuntut ilmu.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan baik dari segi susunan serta cara penulisan laporan ini, karenanya
saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini sangat
kami harapkan.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya
dan juga bermanfaat bagi penulis khususnya.

Binjai, 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang........................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan.................................................................... 1
1.4. Manfaat Penulisan.................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 2
2.1. Pengertian Puasa Sunnah........................................................ 2
2.2. Pahala dan Keutamaan Berpuasa............................................ 2
2.3. Macam-macam Puasa Sunnah................................................ 4
2.4. Ketentuan Melakukan Puasa Sunnah..................................... 11

BAB IIIPENUTUP......................................................................................... 13
3.1. Kesimpulan............................................................................. 13
3.2. Saran....................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam ajaran Islam, puasa mempunyai kedudukan yang tinggi, karena
disamping sebagai ibadah wajib yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT,
juga mengandung banyak hikmah yang berkaitan dengan rohani dan jasmani.
Hanyalah Allah yang mampu menghitung secara pasti berapa banyak fadlilah dan
pahala puasa sunnah; dari sini, Allah berkenan menyandarkan ibadah puasa untuk
diri-Nya sendiri, bukan yang lain; Allah berfirman (dalam hadits qudsi): Semua
perbuatan manusia itu untuknya sendiri, kecuali puasa, karena sesungguhnya
puasa itu untuk-Ku, dan Aku lah yang akan membalas cukup ibadah puasanya
itu. Dalam hadits shahih Bukhari dan Muslim: barangsiapa berpuasa satu hari di
jalan Allah, maka Allah akan memisahkan dirinya dari neraka sejauh 70 kharif (70
tahun jarak perjalanan)[1]
Selain Ramadhan, bulan-bulan yang paling afdhal untuk melakukan puasa
adalah bulan Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab; dan yang paling
afdhal daripadanya adalah bulan Muharram, kemudian Rajab, kemudian Dzul
Hijjah, kemudian Dzul Qa’dah dan barulah Sya’ban[2]
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Puasa Sunnah ?
2. Apa  Pahala Dan Keutamaan Berpuasa ?
3. Apasaja Macam-Macam Puasa Sunnah ?
4. Bagaimana Ketentuan Melakukan Puasa Sunnah ?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Mengetahui pengertian, pahala dan keutamaan serta macam-macam
puasa sunnah
2. Mengetahui ketentuan melakukan puasa sunnah
1.4. Manfaat Penulisan
Agar dapat mengetahui ada berapa macam puasa sunnah dan
keistimewaannya serta dapat mengetahui ketentuan dalam melakukan puasa
sunnah

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Puasa Sunnah
Puasa sunnah adalah amalan yang dapat melengkapi kekurangan amalan
wajib. Selain itu pula puasa sunnah dapat meningkatkan derajat seseorang menjadi
wali Allah yang terdepan (as saabiqun al muqorrobun). Lewat amalan sunnah
inilah seseorang akan mudah mendapatkan cinta Allah. Sebagaimana disebutkan
dalam hadits qudsi,
‫ َرهُ الَّ ِذى‬H‫ص‬
َ َ‫ َوب‬، ‫ ِه‬Hِ‫ َم ُع ب‬H‫ت َس ْم َعهُ الَّ ِذى يَ ْس‬ُ ‫ فَإ ِ َذا أَحْ بَ ْبتُهُ ُك ْن‬، ُ‫ى بِالنَّ َوافِ ِل َحتَّى أُ ِحبَّه‬
َّ َ‫َو َما يَ َزا ُل َع ْب ِدى يَتَقَرَّبُ إِل‬
ْ ‫ َولَئِ ِن‬، ُ‫أَلَنِى ألُ ْع ِطيَنَّه‬H ‫ َوإِ ْن َس‬، ‫ا‬HHَ‫بِه‬  ‫ى‬H ‫هُ الَّتِى يَ ْم ِش‬H َ‫ا َو ِرجْ ل‬HHَ‫ َدهُ الَّتِى يَ ْبطُشُ بِه‬H َ‫ َوي‬، ‫ ِه‬H ِ‫ ُر ب‬H ‫ْص‬
‫تَ َعا َذنِى‬H ‫اس‬ ِ ‫يُب‬
Hُ‫ألُ ِعي َذنَّه‬

“Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah


sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan
memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi
petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk
pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada
kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku,
pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan
melindunginya”
2.2. Pahala dan Keutamaan Berpuasa
Puasa merupakan salah satu amalan yang dicintai oleh Allah Subhanahu
wa ta’ala yang mana Allah menjanjikan keutamaan dan manfaat yang besar bagi
yang mengamalkannya,
Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda:
ِّ ‫ َو‬.‫ ِه‬Hِ‫ فَإِنَّهُ لِي َوأَنَا أَجْ ِزي ب‬.‫صيَا َم‬
‫وْ ُم‬HHَ‫انَ ي‬HH‫إ ِ َذا َك‬Hَ‫ ف‬.ٌ‫يَا ُم ُجنَّة‬H‫الص‬ ِ ‫ ُكلُّ َع َم ِل ا ْب ِن آ َد َم لَهُ إال ال‬:ّ‫ال هللاُ َع َّز َو َجل‬ َ َ‫ق‬
– ‫ َّرتَ ْي ِن‬H‫ائِ ٌم – َم‬H‫ص‬ َ ‫ إِنِّي‬: ْ‫ل‬HHُ‫ فَ ْليَق‬،ُ‫ه‬Hَ‫ ٌد أَوْ قَاتَل‬H‫ فَإ ِ ْن َشاتَ َمهُ أَ َح‬. ْ‫ث َوال يَصْ َخبْ َوال يَجْ هَل‬ ْ ُ‫صوْ ِم أَ َح ِد ُك ْم فَال يَرْ ف‬َ
ْ
‫ا ِن‬HHَ‫ائِ ِم فَرْ َحت‬H‫لص‬ ِ ‫ لَ َخلُوْ فُ فَ ِم الصَّائِ ِم أَطيَبُ ِع ْن َد هللاِ يَوْ َم القِيَا َم ِة ِم ْن ِري‬.‫َوالَّ ِذي نَ ْفسُ ُم َح َّم ٍد بِيَ ِد ِه‬
َّ ِ‫ َول‬.‫ك‬H‫ْح ال ِم ْس‬
ْ ِ‫ إِ َذا أَ ْفطَ َر فَ ِر َح بِف‬:‫يَ ْف َر ُحهُ َما‬
َ ِ‫ َوإِ َذا لَقِ َي َربَّهُ فَ ِر َح ب‬.‫ط ِر ِه‬
‫صوْ ِم ِه‬
“Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Setiap amal anak Adam adalah untuknya
kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan

2
membalasnya, puasa adalah perisai, maka apabila salah seorang dari kalian
berpuasa maka janganlah ia berkata-kata keji, dan janganlah berteriak-teriak, dan
janganlah berperilaku dengan perilakunya orang-orang jahil, apabila seseorang
mencelanya atau menzaliminya maka hendaknya ia mengatakan: Sesungguhnya
saya sedang berpuasa (dua kali), demi Yang diri Muhammad ada di tangan-Nya,
sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah pada hari
kiamat dari wangi kesturi, dan bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan
yang ia berbahagia dengan keduanya, yakni ketika ia berbuka ia berbahagia
dengan buka puasanya dan ketika berjumpa dengan Rabbnya ia berbahagia
dengan puasanya.” (HR Bukhari, Muslim dan yang lainnya)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
ً ‫َار َس ْب ِع ْينَ خَ ِريْفا‬
ِ ‫ َوجْ هَهُ َع ِن الن‬،‫ بِ َذلِكَ اليَوْ ِم‬،ُ‫ إال بَا َع َد هللا‬.‫ال يَصُوْ ُم َع ْب ٌد يَوْ ًما فِي َسبِ ْي ِل هللا‬
“Tidaklah seorang hamba berpuasa satu hari di jalan Allah kecuali Allah akan
menjauhkan wajahnya dari api neraka (dengan puasa itu) sejauh 70 tahun jarak
perjalanan.” (HR. Bukhari Muslim dan yang lainnya).
Sebagaimana jenis ibadah lainnya maka puasa haruslah didasari niat yang benar
yakni beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata-mata serta
dilaksanakan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Secara Syar’i makna puasa adalah “menahan diri dari makan, minum dan jima’
serta segala sesuatu yang membatalkannya dari terbit fajar hingga terbenamnya
matahari dengan niat beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala” , Maka jika
seseorang menahan diri dari makan dan minum tidak sebagaimana pengertian di
atas atau menyelisihi dari apa yang menjadi tuntunan Rasulullah saw. maka tentu
saja ini merupakan hal yang menyimpang dari syariat, termasuk perbuatan yang
sia-sia dan bahkan bisa jadi mendatangkan kemurkaan Allah subhanahu wa ta’ala,
Penyimpangan yang bisa terjadi dalam berpuasa diantaranya:
1. Berpuasa tidak dalam rangka beribadah kepada Allah.
Semisal seseorang yang berpuasa karena hendak mendapatkan bantuan dari
jin/syaitan berupa sihir atau yang lainnya, atau bernadzar puasa kepada selain
Allah,  maka perbuatan ini termasuk kesyirikan yang besar karena
memalingkan ibadah kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala. Adapun
seseorang yang berpuasa semata-mata karena alasan kesehatan, walaupun hal

3
ini boleh-boleh saja akan tetapi ia keluar dari pengertian puasa yang syar’i
sehingga tidaklah ia termasuk orang yang mendapatkan keutamaan puasa
sebagaimana yang dijanjikan Allah subhanahu wa ta’ala.
2. Menyelisihi tata cara Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, diantaranya:
Mengkhususkan tata cara tertentu yang tidak dituntunkan oleh Nabi saw.,
semisal puasa mutih (menyengaja menghindari makan daging atau yang
lainnya), puasa sehari semalam tanpa tidur atau tanpa berbicara dengan
menganggap hal ini memiliki keutamaan dan yang lainnya.
Mengkhususkan waktu tertentu yang tidak dikhususkan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam semisal mengkhususkan puasa pada hari  atau bulan
tertentu tanpa dalil dari al-Qur’an dan sunnah, ataupun mengkhususkan
jumlah hari yang tidak dikhususkan dalam syariat.
Maka seyogyanya kaum muslimin menahan diri dari beribadah tanda dasar
ilmu atau tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebuah hadits
dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
‫ْس َعلَ ْي ِه أَ ْم ُرنَا فَهُ َو َر ٌّد‬
َ ‫َم ْن َع ِم َل َع َمالً لَي‬
“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari
kami maka tertolak.” (HR. Muslim).
Maka berikut ini adalah beberapa jenis puasa yang dianjurkan di dalam Islam
di luar puasa yang wajib (Puasa Ramadhan) berdasarkan dalil-dalil yang
syar’i, semoga kita diberi kemudahan untuk mengamalkannya berdasarkan
ilmu dan terhindar dari perkara-perkara yang menyelisihi syariat Allah
subhanahu wa ta’ala sehingga kita dapat memperoleh berbagai keutamaan
dari apa-apa yang dijanjikan Allah subhanahu wa ta’ala.

2.3. Macam-macam Puasa Sunnah


Disamping puasa wajib di bulan Ramadhan, disyariatkan beberapa macam
puasa sunat diluar Ramadhan, yaitu:
a. Puasa enam hari bulan Syawal
Puasa ini disyariatkan berdasarkan hadits Nabi SAW berikut:

4
‫ان‬HH‫وال ك‬HH‫تا من ش‬HH‫ه س‬HH‫ان ثم اتبع‬HH‫ام رمض‬H‫عن أبي أيوب قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم من ص‬
)‫كصيام الدهرز (رواه مسلم‬
Dari Abi Ayyub r.a., Rasulullah SAW bersabda:”bang siapa puasa pada
bulan Ramadhan kemudian ia puasa pula enam hari pada bulan Syawal
adalah seperti puasa sepanjang masa.” (HR. Muslim)
Para ahli memahami hadits tersebut dengan mengaitkannya kepada hadits
yang menerangkan bahwa satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan.
Jadi satu bulan (30 hari) berpuasa pada bulan Ramadhan sama nilainya
dengan sepuluh bulan (300 hari) berpuasa di luar Ramadhan, dan enam hari
berpuasa pada bulan Syawal sama nilainya dengan dua bulan (60 hari).
Dengan demikian jadilah puasanya seperti 12 bulan (1 tahun)
b. Puasa hari senin dan hari kamis, sebagaimana dianjurkan Nabi SAW melalui
sabdanya:
‫و‬HH‫نين والخمس (زواه اب‬HH‫عن عا ئشة رضي هللا عنها كان النبي صلى هللا عليه وسلم يتحر صيام اإلث‬
)‫داود‬
dari Aisyah r.a., bahwa Nabi SAW memilih waktu puasa pada hari senin dan
hari kamis.  (HR. Abu Daud).
Pada hadits lain, hadits shahih yang menerangkan bahwa Nabi saw.
mementingkan untuk melakukannya, sabdanya: Amal-amal perbuatan
dilaporkan pada hari senin dan kamis, maka aku senang bila amalku
dilaporkan dalam keadaan aku sedang berpuasa; maksudnya dilaporkan
kepada Allah.[3]
Adapun dibawanya amal-amal tersebut oleh Malaikat, adalah satu kali 
malam dan satu kali siang hari; dan tentang dibawanya pada bulan sya’ban
adalah dibelokkan pada pengertian, dibawanya amal satu tahun secara
keseluruhan. Puasa hari senin lebih Afdhal dari pada kamis, karena adanya
kekhususan-kekhususan yang banyak dikemukakan oleh para Ulama[4]
c. Puasa pada hari ‘Arafah (9 Dzulhijjah) bagi yang tidak sedang haji,
sedangkan bagi orang yang haji puasa itu tidak disunatkan, sebagaimana
diterangkan dalam hadits berikut:
‫ار من‬HH‫ه من الن‬HH‫ق هللا في‬HH‫ثر من أن يعت‬HH‫عن ابى قتادة أن النبي صلى هللا عليه وسلم قال ما من يوم أك‬
) ‫يوم غرفة ( زواه مسلم‬

5
Dari Abi Qatadah, Nabi SAW bersabda: tiadalah dari hari yang paling
banyak Allah membebaskan hamba-Nya dari api neraka selain hari
‘Arafah (HR. Muslim).
Hukum puasa ini sunnah muakad. Dosa yang dilebur adalah dosa-dosa kecil
yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak-hak Adam, sebab dosa besar bisa
dilebur hanya dengan bertaubat yang sah, sedangkan hak Adam terserah pada
kerelaan yang bersangkutan sendiri. Jikalau tak punya dosa kecil maka
kebajikan-kebajikannya akan ditambah.[5]
d. Puasa tiga hari setiap bulan (hari Bidl), yaitu pada hari 13, 14 dan 15. Tapi
bila dilaksanakan pada selain hari-hari tersebut dipandang sah. Nabi SAW
bersabda:
‫رة‬HH‫عن ابي ذر قال رسول هلل صلى هللا عليه وسلم يا أبا ذر إذا صمت من الشهر ثالثة فثم ثالثة عش‬
)‫وأربع عشرة وخمس عشرة (رواه أحمد والنسائى‬
Dari Abi Zarr, Nabi SAW. Bersabda: “Hai Abu Zarr, apabila engkau hendak
puasa tiga hari dalam sebulan, hendaklah engkau puasa pada hari ke 13, 14,
dan 15.” (HR. Ahmad dan Nasa’i)
e. Puasa hari ke-9 pada bulan Muharram (puasa Tasu’a), sebagaimana
dijelaskan pada hadits:
ّ
)‫ألصومن التسع والعاشر (زواه مسلم‬ ‫عن ابن عباس رضي هللا عنه لو بقيت على قابل‬
Dari Ibn Abbas, berkata:” Jika aku masih hidup sampai masa (bulan) depan,
aku akan melaksanakan puasa pada hari yang ke-9 dan 10
(Muharram).”(HR. Muslim)
Dari keterangan ini, bagi orang yang tidak bepuasa tasu’a disunnahkan
berpuasa pada tanggal 11-nya, bahkan telah berpuasa tanggal 9 sekalipun;
tersebut didalam Al-Umm : tidaklah mengapa, bila berpuasa pada tanggal 10
nya juga.[6]
f. Puasa pada hari ‘Asyura (10 Muharram), sesuai dengan hadits Nabi berikut:
)‫عن قتادة قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم صوم يوم عشوراء يكفر سئة ماضية (رواه مسلم‬
Dari Abi Qatadah, Rasulullah bersabda:”Puasa hari ‘Asyura itu
menhapuskan dosa satu tahun yang telah lalu.” (HR. Muslim)
Hukum puasa ini sunnah muakad. Diterangkan dalam haadits Muslim bisa
melebur dosa selama 1 tahun yang telah lewat. Adapun hadits-hadits tentang

6
bercelak mata, mandi, dan memakai harum-haruman di hari ‘Asyura adalah
palsuan para pemalsu hadits[7]
g. Puasa bulan Sya’ban. Dalam hal ini Nabi Bersabda:
‫عبان (رواه‬HH‫ثر من الش‬HH‫وم أك‬HH‫عن عائشة رضي هللا عنها قالت لم يكن النبي صلى هللا عليه وسلم يص‬
)‫الخمسة‬
Dari Aisyah berkata:”Nabi tidak berpuasa lebih banyak selain dari pada
bulan Sya’ban.” (HR. Al-Khamsah)
Terdapat suatu amalan yang dapat dilakukan di bulan ini yaitu amalan puasa.
Bahkan Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri banyak berpuasa ketika
bulan Sya’ban dibanding bulan-bulan lainnya selain puasa wajib di bulan
Ramadhan.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,


‫ فَ َما‬. ‫ َويُ ْف ِط ُر َحتَّى نَقُو َل الَ يَصُو ُم‬، ‫َكانَ َرسُو ُل هَّللا ِ – صلى هللا عليه وسلم – يَصُو ُم َحتَّى نَقُو َل الَ يُ ْف ِط ُر‬
ِ ‫ َو َما َرأَ ْيتُهُ أَ ْكثَ َر‬، َ‫ضان‬
‫صيَا ًما‬ ُ ‫َرأَي‬
ِ ‫ْت َرسُو َل هَّللا ِ – صلى هللا عليه وسلم – ا ْستَ ْك َم َل‬
َ ‫صيَا َم َشه ٍْر إِالَّ َر َم‬
َ‫ِم ْنهُ فِى َش ْعبَان‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa, sampai kami
katakan bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami
katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali melihat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan
penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau
berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR.
Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha juga mengatakan,


ُ‫ فَإِنَّهُ َكانَ يَصُو ُم َش ْعبَانَ ُكلَّه‬، َ‫لَ ْم يَ ُك ِن النَّبِ ُّى – صلى هللا عليه وسلم – يَصُو ُم َش ْهرًا أَ ْكثَ َر ِم ْن َش ْعبَان‬
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan
yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari no. 1970 dan
Muslim no. 1156)

Dalam lafazh Muslim, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,


ً‫ َكانَ يَصُو ُم َش ْعبَانَ ُكلَّهُ َكانَ يَصُو ُم َش ْعبَانَ إِالَّ قَلِيال‬.

7
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban
seluruhnya. Namun beliau berpuasa hanya sedikit hari saja.” (HR. Muslim
no. 1156)

Dari Ummu Salamah, beliau mengatakan,


ِ َ‫ًمًّا إِالَّ َش ْعبَانَ ي‬Hّ ‫أَنَّهُ لَ ْم يَ ُك ْن يَصُو ُم ِمنَ ال َّسنَ ِة َش ْهرًا تَا‬.
َ ‫صلُهُ بِ َر َم‬
َ‫ضان‬
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam setahun tidak berpuasa sebulan
penuh selain pada bulan Sya’ban, lalu dilanjutkan dengan berpuasa di bulan
Ramadhan.” (HR. Abu Daud dan An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini shahih)

Lalu apa yang dimaksud dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa


berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya (Kaana yashumu sya’ban kullahu)?
Asy Syaukani mengatakan,  “Riwayat-riwayat ini bisa dikompromikan
dengan kita katakan bahwa yang dimaksud dengan kata “kullu”
(seluruhnya) di situ adalah kebanyakannya (mayoritasnya). Alasannya,
sebagaimana dinukil oleh At Tirmidzi dari Ibnul Mubarrok. Beliau
mengatakan bahwa boleh dalam bahasa Arab disebut berpuasa pada
kebanyakan hari dalam satu bulan dengan dikatakan berpuasa pada seluruh
bulan.”  (Nailul Author, 7/148). Jadi, yang dimaksud Nabishallallahu ‘alaihi
wa sallam berpuasa di seluruh hari bulan Sya’ban adalah berpuasa di
mayoritas harinya.

Lalu Kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak puasa penuh di bulan


Sya’ban?
An Nawawi rahimahullah menuturkan bahwa para ulama mengatakan,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyempurnakan berpuasa sebulan
penuh selain di bulan Ramadhan agar tidak disangka puasa selain Ramadhan
adalah wajib. ”(Syarh Muslim, 4/161)
Di antara rahasia kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak berpuasa
di bulan Sya’ban adalah karena puasa Sya’ban adalah ibarat ibadah rawatib
(ibadah sunnah yang mengiringi ibadah wajib). Sebagaimana shalat rawatib
adalah shalat yang memiliki keutamaan karena dia mengiringi shalat wajib,

8
sebelum atau sesudahnya, demikianlah puasa Sya’ban. Karena puasa di bulan
Sya’ban sangat dekat dengan puasa Ramadhan, maka puasa tersebut memiliki
keutamaan. Dan puasa ini bisa menyempurnakan puasa wajib di bulan
Ramadhan. (Lihat Lathoif Al Ma’arif, Ibnu Rajab, 233)
Hikmah di Balik Puasa Sya’ban
1. Bulan Sya’ban adalah bulan tempat manusia lalai. Karena mereka sudah
terhanyut dengan istimewanya bulan Rajab (yang termasuk bulan
Harom) dan juga menanti bulan sesudahnya yaitu bulan Ramadhan.
Tatkalah manusia lalai, inilah keutamaan melakukan amalan puasa
ketika itu. Sebagaimana seseorang yang berdzikir di tempat orang-orang
yang begitu lalai dari mengingat Allah -seperti ketika di pasar-, maka
dzikir ketika itu adalah amalan yang sangat istimewa. Abu Sholeh
mengatakan, “Sesungguhnya Allah tertawa melihat orang yang masih
sempat berdzikir di pasar. Kenapa demikian? Karena pasar adalah
tempatnya orang-orang lalai dari mengingat Allah.”
2. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa setiap bulannya
sebanyak tiga hari. Terkadang beliau menunda puasa tersebut hingga
beliau mengumpulkannya pada bulan Sya’ban.  Jadi beliaushallallahu
‘alaihi wa sallam apabila memasuki bulan Sya’ban sedangkan di bulan-
bulan sebelumnya beliau tidak melakukan beberapa puasa sunnah, maka
beliau mengqodho’nya ketika itu. Sehingga puasa sunnah beliau menjadi
sempurna sebelum memasuki bulan Ramadhan berikutnya.
3. Puasa di bulan Sya’ban adalah sebagai latihan atau pemanasan sebelum
memasuki bulan Ramadhan. Jika seseorang sudah terbiasa berpuasa
sebelum puasa Ramadhan, tentu dia akan lebih kuat dan lebih
bersemangat untuk melakukan puasa wajib di bulan Ramadhan.
(Lihat Lathoif Al Ma’arif,  hal. 234-243)

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memudahkan kita mengikuti suri


tauladan kita untuk memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. Semoga
dengan melakukan hal ini kita termasuk orang yang mendapat
keutamaan yang disebutkan dalam hadits qudsi berikut.

9
َ َ‫ َوب‬، ‫ت َس ْم َعهُ الَّ ِذى يَ ْس َم ُع بِ ِه‬
ُ‫ص َره‬ ُ ‫ فَإ ِ َذا أَحْ بَ ْبتُهُ ُك ْن‬، ُ‫ى بِالنَّ َوافِ ِل َحتَّى أُ ِحبَّه‬
َّ َ‫َو َما يَ َزا ُل َع ْب ِدى يَتَقَرَّبُ إِل‬
‫ َولَئِ ِن‬، ُ‫ َوإِ ْن َسأَلَنِى ألُ ْع ِطيَنَّه‬، ‫ َويَ َدهُ الَّتِى يَ ْبطُشُ بِهَا َو ِرجْ لَهُ الَّتِى يَ ْم ِشى بِهَا‬، ‫ص ُر بِ ِه‬ ِ ‫الَّ ِذى يُ ْب‬
Hُ‫ا ْستَ َعا َذنِى ألُ ِعي َذنَّه‬
“Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan
amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah
mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran
yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada
penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada
tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada
kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu
kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon
perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Bukhari no. 2506).
Orang yang senantiasa melakukan amalan sunnah (mustahab) akan
mendapatkan kecintaan Allah, lalu Allah akan memberi petunjuk pada
pendengaran, penglihatan, tangan dan kakinya. Allah juga akan
memberikan orang seperti ini keutamaan dengan mustajabnya
(terkabulnya) do’a. (Faedah dari Fathul Qowil Matin, Syaikh Abdul
Muhsin bin Hamd Al Abad
h. Puasa berselang hari, yaitu puasa satu hari berbuka satu hari (Puasa Daud),
sebagaimana hadits Nabi SAW:
‫ا‬H‫وم يوم‬H‫ان يص‬H‫وم داود ك‬H‫عن عبد هللا بن عمر أن النبي صلى هللا عليه وسلم قال أفضل الصيام ص‬
)‫ويفطر يوما (متفق عليه‬
Dari Abdullah bin Umar r.a., sesungguhnya Nabi SAW bersabda:”Puasa
yang lebih adalah puasa Nabi Daud, yaitu puasa satu hari dan buka puasa
satu.” (HR. Muttafaaq ‘alaih)
i. Puasa delapan hari bulan Dzulhijjah sebelum hari ‘Arafah (puasa Tarwiyah).
Hukum puasa ini sunnah muakad. Puasa ini dianjurkan baik kepada orang
yang sedang haji maupun yang bukan melaksanakan haji, karena dalam
sebuah riwayat yang diterima dan hafshah diterangkan bahwa amal yang
dilaksanakan 10 hari awal Dzulhijjah mempunyai keutamaan, termasuk
kedalamnya amal ibadah puasa. (HR. Abu Daud dan Nasa’i)

10
j. Puasa pada bulan-bulan yang terhormat (al-asyhar al-hurum), yaiitu bulan
Dzulqadah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Dalam hal ini Nabi SAW
bersabda:
‫وف‬HH‫عن أبي هريرة رضي هللا عنه أن النبي صلى هللا عليه وسلم قال أفضل الصالة بعد المكتوبة ج‬
)‫الليل وأفضل الصيام بعد زمضان شهز هللا المحترم (رواه مسلم‬
Dari Abi Hurairah ra., sesungguhnya Nabi SAW bersabda:”Shalat yang
paling baik setelah shalat yang diwajibkan adalah shalat ttengah malam dan
puasa yang lebih baik setelah bulan Ramadhan ialah puasa pada bulan-
bulan terhormat.”  (HR. Muslim)

Menurut ahli fiqh Hanafiyah puasa yang dianjurkan itu ialah tiga setiap bulan
tersebut, yaitu hari Kamis, Jum’at dan Sabtu

Barangsiapa mengalami Talabbus (terkacaukan) dengan puasa


sunnah atau shalat sunnah, maka diperbolehkan memotong di tengah jalan
(tidak diteruskan sampai akhir); tidak boleh bila itu haji sunnah. Barangsiapa
Talabbus dengan melakukan qadla wajib, maka tidak boleh memotong di
tengah jalan
Haram melakukan puasa pada hari-hari Tasyriq (11, 12, 13 bulan
Dzul Hijjah), Idul Fitri, idul Adha, dan juga hari Syak bagi selain yang telah
membiasakan puasa pada hari-hari tertentu misalnya senin kamis, hari syak
yaitu tanggal 30 Sya’ban
2.4. Ketentuan Melakukan Puasa Sunnah
Pertama: Boleh berniat puasa sunnah setelah terbit fajar jika belum makan,
minum dan selama tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Berbeda
dengan puasa wajib maka niatnya harus dilakukan sebelum fajar.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Pada suatu hari, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menemuiku dan bertanya, “Apakah kamu mempunyai
makanan?” Kami menjawab, “Tidak ada.” Beliau berkata, “Kalau begitu, saya
akan berpuasa.” Kemudian beliau datang lagi pada hari yang lain dan kami
berkata, “Wahai Rasulullah, kita telah diberi hadiah berupa Hais (makanan yang
terbuat dari kura, samin dan keju).” Maka beliau pun berkata, “Bawalah kemari,
sesungguhnya dari tadi pagi tadi aku berpuasa.” (HR. Muslim no. 1154). An

11
Nawawi memberi judul dalam Shahih Muslim, “Bab: Bolehnya melakukan puasa
sunnah dengan niat di siang hari sebelum waktu zawal (bergesernya matahari ke
barat) dan bolehnya membatalkan puasa sunnah meskipun tanpa udzur. ”
Kedua: Boleh menyempurnakan atau membatalkan puasa sunnah. Dalilnya
adalah hadits ‘Aisyah diatas. Puasa sunnah merupakan pilihan bagi seseorang
ketika ia ingin memulainya, begitu pula ketika ia ingin meneruskan puasanya.
Inilah pendapat dari sekelompok sahabat, pendapat Imam Ahmad, Ishaq, dan
selainnya. Akan tetapi mereka semua, termasuk juga Imam Asy Syafi’i bersepakat
bahwa disunnahkan untuk tetap menyempurnakan puasa tersebut.
Ketiga: Seorang istri tidak boleh berpuasa sunnah sedangkan suaminya
bersamanya kecuali dengan seizin suaminya. Dari Abu Hurairah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang wanita
berpuasa sedangkan suaminya ada kecuali dengan seizinnya.” (HR. Bukhari no.
5192 dan Muslim no. 1026)
An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksudkan dalam hadits
tersebut adalah puasa sunnah yang tidak terikat dengan waktu tertentu. Larangan
yang dimaksudkan dalam hadits di atas adalah larangan haram, sebagaimana
ditegaskan oleh para ulama Syafi’iyah. Sebab pengharaman tersebut karena suami
memiliki hak untuk bersenang-senang dengan istrinya setiap harinya. Hak suami
ini wajib ditunaikan dengan segera oleh istri. Dan tidak bisa hak tersebut terhalang
dipenuhi gara-gara si istri melakukan puasa sunnah atau puasa wajib yang
sebenarnya bisa diakhirkan.” Beliau rahimahullah menjelaskan pula, “Adapun
jika si suami bersafar, maka si istri boleh berpuasa. Karena ketika suami tidak ada
di sisi istri, ia tidak mungkin bisa bersenang-senang dengannya

12
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Puasa mempunyai kedudukan yang tinggi, karena disamping sebagai
ibadah wajib yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, juga mengandung
banyak hikmah yang berkaitan dengan rohani dan jasmani. Hanyalah Allah yang
mampu menghitung secara pasti berapa banyak fadlilah dan pahala puasa sunnah;
dari sini, Allah berkenan menyandarkan ibadah puasa untuk diri-Nya sendiri,
bukan yang lain. Puasa sunnah ada 10, yaitu:
1. Puasa enam hari bulan Syawal
2. Puasa hari senin dan hari kamis
3. Puasa pada hari ‘Arafah (9 Dzulhijjah)
4. Puasa tiga hari setiap bulan (hari Bidl)
5. Puasa hari ke-9 pada bulan Muharram (puasa Tasu’a)
6. Puasa pada hari ‘Asyura (10 Muharram)
7. Puasa bulan Sya’ban
8. Puasa berselang hari, yaitu puasa satu hari berbuka satu hari (puasa Daud)
9. Puasa delapan hari bulan Dzulhijjah sebelum hari ‘Arafah (puasa Tarwiyah)
10. Puasa pada bulan-bulan yang terhormat (al-asyhar al-hurum)

3.2. Saran
Kita sebagai seorang mukmin selain menunaikan ibadah puasa wajib di
bulan Ramadhan, kita seharusnya melaksanakan puasa-puasa sunnah sama seperti
yang dikerjakan oleh Rosulullah, karena dalam puasa-puasa sunnah tersebut
terdapat banyak sekali faidah-faidah/keutamaan-keutamaan jika kita dapat
melaksanakannya. Maka dari itu kita selaku orang mukmin hendaknya berusaha
untuk melaksanakan puasa-puasa sunnah tersebut
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya dan
orang yang mendengarkannya. Tentunya makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan, maka dari itu kamu akan menerima
kritikan-kritikan atau saran-saran para pembaca maupun pendengar demi
kesempurnaan makalah kami ini.

13
DAFTAR PUSTAKA
As’ad, Alliy, Tarjamah Fathul Mu’in jilid 2, Yogyakarta: Menara Kudus,  1979,
http://muslim.or.id/bahasan-utama-2/anjuran-puasa-syaban.html
http://www.jadipintar.com/2014/03/Pengertian-Puasa-Sunnah-Macam-dan-
Ketentuannya.html

Anda mungkin juga menyukai