Anda di halaman 1dari 3

Suplementasi Talas Bio-charcoal dalam Pakan Untuk Meningkatkan

Kesehatan Usus dan Mengurangi Konsentrasi Gas Amonia pada


Peternakan Puyuh Petelur

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kontaminasi pakan dari udara terbuka oleh kotoran dan material lainnya dari
lingkungan yang tak terhindarkan menyebabkan terbentuknya mikroflora ke dalam saluran
digesti yang akan meningkatkan aktivitas mikroorganisme dalam usus sehingga mempercepat
pembentukkan gas amonia. Gas amonia merupakan hasil penguraian bahan buangan nitrogen
pada kotoran unggas seperti asam urat, protein yang diekskresikan dan senyawa non protein
nitrogen (NPN) lainnya yang terjadi akibat aktivitas mikroorganisme ekskreta. Konsentrasi
gas amoniak yang lebih besar dari 20 ppm berpotensi menyebabkan pencemaran udara,
gangguan kesehatan pada ternak bahkan kesehatan manusia. Industri peternakan
menyumbang gas amoniak terbanyak di dunia, emisi yang dikeluarkan mencapai 80% hingga
90%. Sumber utama pembentukan gas amonia di lingkungan peternakan unggas berasal dari
kotoran (BP Mahardika et al. 2021).
Salah satu upaya untuk menurunkan kadar amonia pada kotoran unggas adalah
dengan pemberian bio-char dalam pakan unggas. Bio-char merupakan residu organik yang
diperoleh dari pirolisis biomassa (Oni et al. 2019). Bio-char memiliki kandungan karbon aktif
yang dapat menyerap ion negatif termasuk amonia.
Talas tergolong jenis umbi-umbian. Menurut Hermita et al. (2017), talas mengandung
air (92.24%), abu (0.30%), protein (0.30%), karbohidrat (7.16%) dan asam oksalat (0.217%).
Talas merupakan sumber pangan dengan umbi yang bernilai gizi tinggi. Suminarti (2009)
menyatakan bahwa jika ditinjau dari kandungan nutrisinya, umbi talas termasuk komoditas
pangan yang sehat dan tingkat keamanannya terletak pada rendahnya kandungan karbohidrat
(22,25%), gula reduksi (0,87%) dan kadar pati atau amilum (24,11%). Kandungan zat gizi
yang tertinggi dalam talas adalah pati atau amilum meskipun bervariasi antar jenis talas.
Selain digunakan sebagai sumber karbohidrat, umbi talas juga dapat dimanfaatkan sebagai
pangan fungsional karena kandungan oligosakaridanya yang cukup tinggi (Hartati, 2003).

Sasaran
Sasaran penelitian ini adalah peneliti bio-charcoal dan ternak unggas, peternak puyuh,
serta masyarakat luas.

Manfaat
1. Meningkatkan produktivitas puyuh petelur di Indonesia
2. Menghasilkan kotoran puyuh petelur dengan konsentrasi gas amonia yang rendah dan
kualitas yang baik sehingga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kompos
3. Mengembangkan penelitian terkait bio-charcoal di Indonesia
Luaran
Luaran lain yang diharapkan yaitu menghasilkan suplemen pakan yang baik untuk
peternakan puyuh petelur, terkhusus untuk peningkatatan kesehatan usus dan penurunan
konsentrasi gas amonia yang dihasilkan. Luaran lebih lanjut yaitu menghasilkan laporan
kemajuan, laporan akhir, dan artikel ilmiah.

Isi
Metode Pelaksanaan/penelitian/penulisan

Waktu dan Tempat


Pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 4 bulan dan berlokasi di Laboratorium
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Kelurahan Gunungbatu, Kota Bogor, Jawa
Barat, dan Laboratorium Industri Pakan, serta Kandang Puyuh Petelur di Jl. Ciampea Ilir,
Cihideung Ilir, Kec. Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16620 yang digunakan sebagai
tempat pemeliharaan puyuh petelur

Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya: phyrolisator, kondensor,
tungku, dan scanning electron microscope (SEM). Bahan yang digunakan meliputi ransum
basal, air dan talas yang berasal dari….

Prosedur Penelitian
1. Preparasi bahan baku
Pada tahap ini dilakukan pengadaan alat dan bahan yang digunakan
2. Pembuatan bio-charcoal dari talas
Proses pembuatan bio-charcoal menggunakan proses pirolisis yang dilakukan di
Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan
3. Persiapan kandang dan pemeliharaan
Melakukan sterilisasi kandang dan instalasi peralatan pendukung kandang serta
pemeliharaan DOQ sampai umur ±45 hari
4. Pemberian bio-charcoal untuk meningkatkan kesehatan usus dan mengurangi
konsentrasi gas amonia
Tahap selanjutnya adalah pemberian talas bio-charcoal dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 3 kali ulangan dan
masing-masing ulangan terdiri dari 20 ekor puyuh petelur
5. Pengujian Dampak Pemberian bio-charcoal
Menggunakan pengujian berupa tingkat mortalitas, konsumsi pakan, FCP,
pertambahan bobot badan harian dan akhir serta kualitas manure

PENUTUP

Dampak
Dampak dari hasil penelitian ini dapat dirasakan oleh masyarakat umum. Terutama
bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang relevan untuk
menentukan batas penggunaan bio-chatcoal dari talas. Peternak puyuh petelur dapat
meningkatkan produksi diimbangi dengan peningkatan kesehatan usus dan penurunan
konsentrasi gas amonia dalam kandang puyuh petelur, bahkan bisa diolah lebih lanjut untuk
dijadikan kompos.

Potensi Keberlanjutan
Hasil penelitian ini dapat dilanjutkan dan dikembangkan dengan berbagai bahan atau
metode yang berbeda sehingga dapat ditemukan efektivitas penggunaan bio-charcoal dalam
pakan. Lebih lanjut dengan menekan kadar gas amonia dalam kandang dapat mengurangi
pencemaran udara bagi masyarakat sekitar peternakan puyuh petelur.

Kesimpulan
Supelemtasi talas bio-charcoal ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi para peternak
puyuh petelur di Indonesia dengan meningkatkan produktivitas puyuh petelur sehingga dapat
meningkatkan konsumsi protein hewani masyarakat dan meningkatkan kesehatan akibat
terjadinya penurunan pencemaran udara oleh peternakan puyuh petelur.

Anda mungkin juga menyukai