Anda di halaman 1dari 34

BAB VI

FAWA<TIH{ AL-SUWAR
Al-Qur’an memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu

diantaranya adalah bahwa al-Qur’an merupakan kitab yang keautentikannya dijamin

oleh Allah swt. dan ia adalah kitab yang terpelihara, sebagaimana firman Allah swt.

dalam QS al-Hijr/15: 9;

ِّ ‫إ اَِّن ح َۡن ُن نح ازلۡنحا‬


‫ٱذل ۡك حر حوإ اَِّن ح ُ ۥَل ل ح َٰ حح ِف ُظ ح‬
‫ون‬
Terjemahnya:
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya.”1

Dengan jaminan ayat tersebut, setiap muslim percaya bahwa apa yang dibaca

dan didengarnya sebagai al-Qur’an saat ini tidak berbeda sedikitpun dengan apa

yang pernah dibaca oleh Rasulullah saw. dan yang didengar serta dibaca oleh para

sahabat.
Al-Qur’an juga menjadi bukti kebenaran Rasulullah Saw., bukti kebenaran

tersebut dikemukakan dalam tantangan yang sifatnya bertahap.2

Pertama, menantang mereka untuk siapapun yang meragukannya untuk


menyusun semacam al-Qur’an secara keseluruhan. Firman Allah Swt. dalam QS al-

Tur/52: 34;

ٖ ‫فحلۡ حي ۡأتُو ْا ِ حِب ِد‬


‫يث ِّمث ِ ِٓۦِۡل إِن حَكنُو ْا َٰ حص ِد ِق حني‬

1
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya; terj. Yayasan Penyelenggara
Penerjemah al-Qur’an (Cet. I; Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 1435 H/ 2014 M), h. 499.
2
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam kehidupan
Masyarakat (Cet. VII; Bandung: Mizan, 1994), h. 27.

1
76

Terjemahnya:
“Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal al-Qur’an itu jika
mereka orang-orang yang benar.”3

Kedua, menantang mereka untuk menyusun sepuluh surah semacam al-


Qur’an. Firman Allah dalam QS Hud/11: 13;

ۡ ُ ‫ٱَّلل إِن ُك‬


‫نُت َٰ حص ِد ِق حني‬ ِ ‫ُون ا‬ ِ ۡ ‫ون ٱفۡ ح ح َٰىَت ُهُۖ ُق ۡل فح ۡأتُو ْا ِب حع‬
ِ ‫ۡش ُس حو ٖر ِّمث ِ ِۦِۡل ُم ۡف ح حَتي ح َٰٖت حوٱ ۡد ُعو ْا حم ِن ۡٱس تح حط ۡع ُُت ِّمن د‬ ‫أح ۡم ي ح ُقولُ ح‬
Terjemahnya:
“Bahkan mereka mengatakan: “Muhammad telah membuat-buat al-Qur’an itu”,
Katakanlah: “(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang
dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup
(memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar.”4

Ketiga, menantang mereka untuk menyusun satu surah saja semacam al-
Qur’an. Firman Allah Swt. dalam QS Yunus/10: 38;

ۡ ُ ‫ٱَّلل إِن ُك‬


‫نُت َٰ حص ِد ِق حني‬ ِ ‫ون ٱفۡ ح حىََٰت ُهُۖ ُق ۡل فح ۡأتُو ْا ب ُِس حورةٖ ِّمث ِ ِۦِۡل حوٱ ۡد ُعو ْا حم ِن ۡٱس تح حط ۡع ُُت ِّمن د‬
ِ ‫ُون ا‬ ‫أح ۡم ي ح ُقولُ ح‬
Terjemahnya:
“Atau (patutkah) mereka mengatakan “Muhammad membuat-buatnya”.
Katakanlah: “(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan
sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil
(untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar.”5
Keempat, menantang mereka untuk menyusun sesuatu seperti atau lebih
kurang sama dengan satu surah saja dari al-Qur’an. Firman Allah swt. dalam QS al-

Baqarah/2: 23;

ۡ ُ ‫ٱَّلل إِن ُك‬


‫نُت َٰ حص ِد ِق حني‬ ِ ‫نُت ِِف حريۡ ٖب ِّم اما نح ا لزۡنحا عح ح ََٰل حع ۡب ِد حَّن فح ۡأتُو ْا ب ُِس حورةٖ ِّمن ِّمث ِ ِۦِۡل حوٱ ۡد ُعو ْا ُشهحدح ا ٓ حء ُُك ِّمن د‬
ِ ‫ُون ا‬ ۡ ُ ‫حوإِن ُك‬

3
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya; terj. Yayasan Penyelenggara
Penerjemah al-Qur’an, h. 1063.
4
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya; terj. Yayasan Penyelenggara
Penerjemah al-Qur’an, h. 422.
5
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya; terj. Yayasan Penyelenggara
Penerjemah al-Qur’an, h. 405.
77

Terjemahnya:
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur’an yang Kami wahyukan
kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-
Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-
orang yang benar.”6

Dalam hal ini Allah Swt. menegaskan dalam Firman-Nya pada QS al-

Isra’/17: 88;

‫َل أحن ي ح ۡأتُو ْا ِب ِمثۡلِ َٰ حه حذا ٱلۡ ُق ۡر حء ِان حَل ي ح ۡأت ح‬


‫ُون ِب ِمث ِ ِۦِۡل حول ح ۡو حَك حن ب ح ۡع ُضه ُۡم ِل حب ۡع ٖض حظهِريٗا‬ ٓ َٰ ‫ُقل ل ا ِ ِِئ ۡٱجتح حم حع ِت ۡٱۡل ُِنس حوٱلۡ ِج ُّن ع ح ح‬
Terjemahnya:
“Katakanlah: “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat
yang serupa al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang
serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian
yang lain.”7
Walaupun al-Qur’an menjadi bukti kebenaran Rasulullah saw., tapi fungsi
utamanya adalah menjadi petunjuk untuk seluruh umat manusia. Sebagai petunjuk,
Rasulullah saw. mendapat tugas untuk menjelaskan maksud dari ayat-ayat Allah
swt. yang terkandung dalam al-Qur’an (QS al-Nahl/16: 44). Namun harus digaris
bawahi pula bahwa penjelasan-penjelasan Rasulullah saw. tentang arti ayat-ayat al-
Qur’an tidak banyak yang kita ketahui, bukan saja karena riwayat-riwayat yang
diterima oleh generasi-generasi setelah beliau tidak banyak dan sebagiannya tidak
dapat dipertanggungjawabkan otensitasnya, tetapi juga karena Rasulullah Saw
sendiri tidak menafsirkan semua ayat al-Qur’an.8
Dari segi materi, terlihat bahwa ada ayat-ayat al-Qur’an yang tidak dapat

diketahui kecuali oleh Allah Swt atau oleh Rasulullah Saw. bila beliau menerima

6
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya; terj. Yayasan Penyelenggara
Penerjemah al-Qur’an, h. 8.
7
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya; terj. Yayasan Penyelenggara
Penerjemah al-Qur’an, h. 555.
8
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam kehidupan
Masyarakat, h. 76.
78

penjelasan dari Allah Swt.9 Sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS Ali ‘Imran/3:

7 yang membagi ayat-ayat al-Qur’an kepada muh}kam (jelas) dan mutasya>bih

(samar)10 dan bahwa:

‫غ‬ٞ ۡ‫ٱذل حين ِِف ُقلُوِبِ ِ ۡم حزي‬ ِ ‫ َُٰۖت فح حأ اما ا‬ٞ ‫َٰت ُّم ۡح ح َٰكح ٌت ه اُن ُأ ُّم ٱلۡ ِك َٰتح ِب حو ُأخ ُحر ُمت ح َٰ حش بِ ح‬ٞ ‫ٱذل ٓي أح حنز حل عحلح ۡي حك ٱلۡ ِك َٰتح حب ِمنۡ ُه حءاي ح‬ ِ ‫ه حُو ا‬
‫ون حءا حمناا ِب ِۦه‬ ‫ون ِِف ٱلۡ ِع ۡ َِل ي ح ُقولُ ح‬ ُ ِ ‫يِل إ اَِل ٱ ا ُ َُّۗلل حو َٰ اٱلر‬
‫ِس ح‬ ٓ‫يِل حو حما ي ح ۡع ح َُل ت ۡحأ ِو ح ُ ۥ‬
‫ون حما ت ح َٰ حش حب حه ِمنۡ ُه ٱبۡ ِتغحا ٓ حء ٱلۡ ِف ۡتنح ِة حوٱبۡ ِتغحا ٓ حء ت ۡحأ ِو ِ ُِۖۦ‬
‫فح حيتا ِب ُع ح‬
‫ك ِّم ۡن ِعن ِد حربِّنحا ُۗ حو حما ي ح اذكا ُر إ اَِل ٓ ُأ ْولُو ْا ۡ ح‬ ٞ
‫ٱۡللۡ َٰ حب ِب‬ ‫ُل‬
Terjemahnya:
“Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al-Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi)
nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi al-Qur’an dan yang
lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong
kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang
mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya,
padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang
yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang
mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil
pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.”11

Termasuk ayat-ayat mutasya>biha>t dalam al-Qur’an adalah ayat yang terdiri

atas huruf-huruf muqat}a’ah atau huruf yang terputus dalam pengucapannya sehingga

tidak tersusun menjadi satu kalimat yang memiliki pengertian jelas. Contohnya
adalah ‫ امل‬pada awal surah al-Baqarah dan beberapa surat lainnya.

Meskipun demikian, fenomena adanya huruf-huruf muqat}t}a’ah yang sering

dikenal dengan istilah fawa>tih} al-suwar, ternyata menyimpan daya tarik tersendiri

9
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam kehidupan
Masyarakat, h. 78.
10
Mengenai pengertian, ayat muhkamat merupakan ayat-ayat yang terang dan tegas
maksudnya, serta dapat dipahami dengan mudah. Sementara itu, ayat mutasyabihat merupakan ayat-
ayat yang tidak dapat ditentukan maksud yang sebenarnya, kecuali sesudah diselidiki secara
mendalam. Selain itu, ayat mutasyabihat juga dapat dipahami sebagai ayat-ayat yang pengertiannya
hanya diketahui oleh Allah Swt seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan masalah gaib, hari
kiamat, surga, neraka, dan lain sebagainya. Lihat: Salman Rusydie Anwar, 29 Sandi al-Qur’an;
Mengurai Misteri di Balik Huruf-Huruf Muqatha’ah (Cet. I; Yogyakarta: Najah, 2012), h. 15-16.
11
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya; terj. Yayasan Penyelenggara
Penerjemah al-Qur’an, h. 92.
79

bagi beberapa kalangan untuk mengkajinya, meski hasil kajian mereka tidak serta-

merta menjawab seluruh misteri yang terkandung di balik huruf-huruf tersebut. Satu

alasan mendasar yang diajukan oleh para ilmuan yang menaruh minat tinggi untuk

mengungkap misteri huruf muqat}t}a’ah ini, yaitu mereka meyakini bahwa al-Qur’an

diturunkan tidak lain untuk dikaji oleh manusia. Sehingga, dari kajian itulah,

diperoleh petunjuk, baik petunjuk keimanan, keilmuan, dan petunjuk-petunjuk

lainnya, sebagaimana hal ini menjadi fungsi utama dari al-Qur’an.12


Selama ini, barangkali sangat sedikit dan jarang orang yang secara khusus

mendedikasikan dirinya untuk mengkaji ilmu huruf, terutama huruf-huruf dalam al-

Qur’an. Padahal, huruf adalah dasar paling utama yang membangun seluruh struktur

ilmu pengetahuan, baik yang bersumber dari dalam al-Qur’an maupun di luar itu.

Minimnya literasi dan rujukan serta terkonsentrasinya pemikiran pada

makna-makna kalimat dalam al-Qur’an barangkali menjadi salah satu sebab

mengapa bidang keilmuan yang secara khusus mengkaji huruf-huruf ini kalah

popular dibanding kajian tafsir dengan berbagai derifasinya.

Padahal, menurut Lukman Abdul Qohar Sumabrata, huruf-huruf dalam al-


Qur’an memiliki karakter yang berbeda-beda satu sama lain. Ada huruf yang dapat

senyawa dengan huruf yang lain, namun ada juga huruf yang tidak bisa

disenyawakan dengan huruf lain. Hal ini menjadikan huruf-huruf dalam al-Qur’an

memiliki pesona tersendiri yang tidak semua orang dapat memahaminya.13

12
Salman Rusydie Anwar, 29 Sandi al-Qur’an; Mengurai Misteri di Balik Huruf-Huruf
Muqatha’ah, h. 16.
13
Lukman Abdul Qohar Sumabrata, Pengantar Fenomenologi al-Qur’an (t.t: Grafkatama
Jaya, 1991), h. 72. Lihat juga: Salman Rusydie Anwar, 29 Sandi al-Qur’an; Mengurai Misteri di Balik
Huruf-Huruf Muqatha’ah, h. 20.
80

Oleh karena itu, mengungkap misteri huruf muqat}a’ah (fawa>tih} as-suwar)

dalam al-Qur’an sangatlah penting. Selain sebagai wawasan keagamaan juga sebagai

bentuk pengembangan kajian akademis.

A. Pengertian Fawa>tih{ al-Suwar

Secara etimologi (bahasa) fawa>tih} al-suwar (‫السور‬ ‫ )فواحت‬yang secara umum


diartikan dengan pembuka surah terdiri dari dua kata, yaitu fawa>tih} dan al-

suwar. Fawa>tih} (‫ )فواحت‬yang berarti pembuka merupakan bentuk jamak dari


kata fataha (‫)فتح‬, yang berarti membuka.14 Sedangkan kata as-suwar (‫)السور‬, berarti

surah-surah, merupakan bentuk jamak dari as-suru’ yang berarti sisa air dalam

bejana.15 Selain itu al-suwar adalah jamak taksir dari kata as-surah (‫ )السورة‬yang

berarti bagian dari al-Qur’an yang dipisahkan dari bagian lainnya dan dibiarkan

berdiri sendiri.16

Sedangkan secara terminologi, fawa>tih} al-suwar menurut Ibn Abi al-Isba’

dalam kitab al-Khawa>t}ir al-S{awanih fi> Asra>r al-Fawa>tih} yang ditulisnya, dia

menggunakan istilah al-Fawa>tih} dengan arti jenis-jenis perkataan yang membuka

surah-surah dalam al-Qur’an. Jenis-jenis perkataan itu dibagi menjadi sepuluh


kelompok; salah satunya adalah huruf-huruf tahajji (dibaca dengan cara dieja), atau

yang biasa kita sebut dengan al-fawa>tih}. Sementara sembilan jenis lainnya adalah

pujian: pujian kepada Allah, baik tahmid maupun tasbih; nida>’ (seruan); jumlah

14
A.W Munawwir, Kamus Al-Qur’an Al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap, Edisi
Kedua, ditelaah oleh KH. Ali Ma’sum dari KH. Zainal Abidin Munawwir (Cet. XIV;Surabaya:
Pustaka Progresif, 1997), h. 1030.
15
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam (Cet. IV; Jakarta: PT. Ichtiar Baru
Van Hoeve, 1997), h. 303.
16
Ibn Kas\i@r, Tafsi@r Ibn Kas\i@r, juz III (Jeddah: Li al-Taba’ah wa Nasyr wa al-Tau>zi@’, t.t), h. 7.
81

khabariyah (kalimat berita); qasam (sumpah); syarat, perintah, doa, dan ta’lil
(alasan).17

Fawa>tih} al-suwar adalah kalimat-kalimat yang dipakai untuk pembukaan


surah, ia merupakan bagian dari ayat mutasyabihat. Di dalam al-Qur’an terdapat

huruf-huruf awalan dalam pembuka surah dalam bentuk yang berbeda-beda. Hal ini

merupakan salah satu ciri kebesaran Allah dan kemahatahuan-Nya, sehingga kita

terpanggil untuk menggali ayat-ayat tersebut. Dengan adanya suatu keyakinan


bahwa semakin dikaji ayat al-Qur’an itu, maka semakin luas pengetahuan kita. Hal

ini dapat dibuktikan dengan perkembangan ilmu tafsir yang kita lihat hingga

sekarang ini.18

Dari pengertian di atas maka dapat dipahami dari segi makna fawa>tih} as-

suwar berarti pembuka-pembuka surah. Sebagian Ulama ada yang

mengidentikkan fawa>tih} as-suwar dengan huruf al-muqat}t}a’ah atau huruf-huruf yang

terpisah dalam al-Qur’an.

B. Macam-Macam Bentuk Fawa>tih} al-Suwar

1. Keistimewaan al-Qur’an pada Pembukaan Surah

Bila kita buka lembaran-lembaran kitab suci al-Qur’an dan kita perhatikan

dengan sungguh-sungguh, kita melihat beberapa corak ragam permulaan masing-

masing surah. Selain dimulai dengan ayat yang amat memikat perhatian, tidak

kurang pula jumlahnya ayat-ayat yang dimulai dengan cara lain. Ada dengan

panggilan atau seruan kepada orang-orang beriman atau manusia banyak, yakni “ ‫حَي‬

17
Issa J. Boullata, Al-Qur’an yang Menakjubkan (Tangerang: Lentera Hati, 2008) h. 290-291.
18
Abu Anwar, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar (Cet III; Jakarta: Amzah, 2009), h. 89.
82

‫ ”اهيا اذليــــن امنــــوا‬dan “‫ ”َياهيا الناس‬ada dengan pernyataan sumpah Allah yang ditandai
dengan huruf ‫( و‬wau) = demi masa, wal fajri (demi waktu fajar), wasy syamsi (demi

matahari) dan seterusnya.19

Dua puluh sembilan buah di antara surah-surah itu dimulai dengan huruf

potong yang digandeng menjadi satu, dua, tiga, empat, dan lima. Ini lebih menarik

perhatian lagi, karena tidak pernah seperti ini dikenal bangsa Arab sebelumnya. Cara

ini menunjukkan betapa orisinilnya al-Qur’an itu diterima Rasulullah dari Allah Swt,
tanpa ada sedikit pun keraguan bahwa al-Qur’an itu memang betul-betul berasal dari

Allah Swt, bukan buatan Nabi Muhammad Saw sendiri.

2. Bentuk-bentuk Pembukaan Surah-surah al-Qur’an

Kitab suci al-Qur’an memuat 114 surah panjang dan pendek, yang turun

dalam periode Mekah dan Medinah. Apabila diringkaskan, maka 114 surah itu

mempunyai bentuk-bentuk tersendiri dalam ayat permulaannya. Masing-masing

dimulai dengan bunyi ayat yang berbeda satu sama lain.20

Ibn Kas\i@r dalam kitabnya memaparkan beberapa contoh terkait fawa>tih} al-
Suwar:
‫ص حو حك حذ ِ حل امل وطه ويس ومح ِف قول الكوفيني ومح‬ ِ ْ ‫وقد تكون اللكمة الواحدة آيحة ِمث ُْل حوالْ حف ْج ِر حوالضُّ ححى حوالْ حع‬
21
ُّ ‫عسق ِع ْندح ُ ْه ح َِك حمتح ِان حوغ ح ْ ُري ُ ْه حَل ي حُس ِّمي حه ِذ ِه آَيت بل يقول هذه فح حوا ِت ُح‬
‫الس حو ِر‬
Akan tetapi dapat digolongkan ke dalam 10 macam bentuk pembukaan surah:

19
Mardan, Al-Qur’an; Sebuah Pengantar (Cet I; Jakarta: Mazhab Ciputat, 2010), h. 78.
20
Mardan, Al-Qur’an; Sebuah Pengantar, h. 79.
21
Ibn Kas\i@r, Tafsi@r Ibn Kas\i@r, juz. I (Beirut: Da>r al-Kita>b al-‘Ilmiyyah, 1419 H), h. 17.
Macam-macam Jumlah
No Contoh Surah Keterangan 83
Pembukaan Surah

1. Surah yang 5 surah 1. Al-Fa>tih}ah 4. Saba’ Ayat tersebut

dimulai dengan 2. Al-An‘a>m 5. Fa>t}ir bertujuan hendak

lafal tah}mid 3. Al-Kahfi menegaskan adanya

(pujian) sifat-sifat Yang

Surah yang 2 surah 1. Al-Furqa>n 2. Al-Mulk Maha Terpuji bagi

dimulai dengan zat Allah

lafal “taba>raka”

Surah yang 7 surah 1. Al-Isra>’ 5. As}-S{aff 7 macam surah yang

dimulai dengan 2. Al-A‘la> 6. Al-Jumu‘ah terakhir

lafal tasbih 3. Al-H{adi>d 7. Al-Taga>bun menggunakan

4. Al-H{asyr bentuk mas}dar, fi’il

ma>d}i>, fi’il mud}a>ri’.

2. Surah yang dimulai dengan lafal seruan :

1. Yang dengan 3 surah 1. Al-Ma>‘idah 3. Al-

seruan “ ‫َياهيا اذلين‬ 2. Al-H{ujura>t Mumtah}anah

‫”امنوا‬
2. Yang dengan 3 surah 1. Al-Ah}za>b 3. Al-Tah}ri>m

seruan 2. At}-T{a>riq

“‫”َياِبا النيب‬
3. Yang dengan 2 surah 1. An-Nisa>’ 2. Al-H{ajj

seruan

“‫”َياهيا الناس‬
4. Yang dengan 1 surah 1.Al-

seruan Muddas\s\ir

“‫”َياهيا املدثـر‬
84

5. Yang dengan 1 surah 1. Al-

seruan Muzzammil

“‫”َياهيا املــزمل‬
3. Surah yang 23 surah 1. Al-Anfa>l 13. Az-Zumar Ada yang

dimulai dengan 2. At-Taubah 14. Muh}amma memakai fi’il

jumlah 3. An-Nah}l d ma>dhi’,

khabariyah 4. Al-Anbiya>’ 15. Al-Fath} mudha>ri’dan cara

(kalimat berita) 5. al- 16. Al-Qamar lain.

Mu’minu>n 17. Ar-

6. An-Nu>r Rah}ma>n

7. Al-Ma’a>rij 18.al-

8. Nu>h} Muja>dilah

9. Al-Qiya>mah 19. Al-H{a>qqah

10. Al-Balad 20. al-

11. ‘Abasa Bayyinah

12. Al-Qadar 21. Al-Qa>ri‘ah

22. At-

Taka>s\ur

23. Al-Kaus\ar

4. Surah yang 15 surah 1. As-S{aff 9. Al-Fajr

dimulai dengan 2. Az\-Z|a>riya>t 10. as-Syams

huruf sumpah ‫و‬ 3. At}-T{u>r 11. Al-Lai>l

(waw) 4. An-Najm 12. Ad}-D}uh}a>

5. Al-Mursala>t 13. At}-T{i>n


85

6. An-Na>zi‘a>t 14. Al-‘A<diya>t

7. Al-Buru>j 15. Al-‘As}r

8. At}-T{a>riq

5. Surah yang 7 surah 1. Al-Wa>qi‘ah 5. Al-Insyiqa>q

dimulai dengan 2. Al- 6. Az-Zalzalah

huruf syarat Muna>fiqu>n 7. An-Nas}r

(idza) 3. At-Takwi>r

4. Al-Infit}a>r

6. Surah yang 6 buah 1. Al-Ji>n 4. Al-Ikhla>s} Ke 6 surah

dimulai dengan 2. Al-‘Alaq 5. Al-Falaq tersebut di awali

perintah (amr) 3. Al-Ka>firu>n 6. An-Na>s dengan kata-kata

‫( قل‬qul)
7. Surah yang 6 buah 1. Al-Insa>n 4. Al-Insyirah

dimulai dengan 2. An-Naba‘ 5. Al-Fi>l

kalimat 3.Al-Ga>syiyah 6. Al-Ma>‘u>n

pertanyaan

8. Surah yang 3 surah 1.Al- 3. Al-Lahab

dimulai dengan Mut}affifi>n

lafal yang berarti 2. Al-Humazah

kutukan

9. Surah yang 1 surah 1. Quraisy

dimulai dengan

kata “karena”

10. Surah yang dimulai dengan huruf potong


86

1. Dengan huruf

potong satu:

a. Qa>f 1 surah 1. Qa>f

b. S{a>d 1 surah 2. S{a>d

c. Nu>n 1 surah 3. Al-Qalam

2. Dengan huruf

potong dua:

a. H{ami>m 7 surah 1. Ga>fir 5. Al-Ja>s\iyah

2. Fus}s}ilat 6. Asy-Syu>ra>

3. Az-Zukhruf 7. Al-Ah}qa>f

4. Ad-Dukha>n

b. Ya>si>n 1 surah 1. Ya>si>n

c. T{a>ha> 1 surah 1. T{a>ha>

d. Ya>si>n 1 surah 1. An-Naml

3. Dengan huruf

potong tiga:

a. Alif la>m mi>m 6 surah 1. Al-Ba>qarah 4. Ar-Ru>m

2. A<li ‘Imra>n 5. Luqma>n

3. Al-Ankabu>t 6. As-Sajadah

b. Alif la>m ra> 5 surah 1. Yu>nus 4. Ibra>hi>m

2. Hu>d 5. Al-H{ijr

3. Yu>suf

c. T{a> si>n mi>m 1 surah 1. Al-Qas}as}

4. Dengan huruf
87

potong empat:

a. Alif la>m mi>m 1 surah 1. Al-A‘ra>f

s}a>d

b. Alif la>m mi>m 1 surah 1. Ar-Ra‘d

ra>

5. Dengan huruf

potong lima:

a. Ka>f ha>’ ya> ain 1 surah 1. Maryam

s}a>d

Menurut Sabzawari, sebagaimana dikutip oleh Syamsuri, huruf-huruf dalam

al-Qur’an itu terbagi menjadi beberapa bagian, antara lain:

a. Huruf Bertitik dan Tidak Bertitik

Adanya huruf bertitik dan tidak bertitik dalam al-Qur’an menggambarkan


nat}iq (bicara) dan s}amit (diam). Selain itu, keberadaan titik pada sebagian huruf dan
ketiadaannya pada sebagian huruf yang lain memiliki pengaruh yang sangat

menentukan. Tidak hanya terhadap cara baca, namun yang paling utama adalah pada

makna dan pengertian yang ditimbulkan dari huruf-huruf tersebut.

Contoh, huruf‫ ش‬dalam kalimat ‫( شكر‬syukur, bersyukur) tentu akan berbeda


makna dan pengertiannya jika titik yang ada pada huruf ‫ ش‬dihilangkan menjadi ‫س‬

atau ‫( سكر‬mabuk). Demikian pula berlaku pada beberapa huruf lain, adanya titik

pada salah satu huruf mengandung pengertian berbeda dengan huruf lain yang tidak

memiliki titik.
88

b. Huruf dilihat dari Kandungan Unsurnya

Sabzawari juga mengatakan bahwa huruf-huruf hijaiyah yang membangun

keseluruhan kalimat dalam al-Qur’an mengandung empat unsur kehidupan.

Diantaranya adalah unsur api, udara, air, dan tanah, dengan rincian sebagai berikut:

a. Huruf yang mengandung unsur api di antaranya:

Alif, ha’, t}a’, s}ad, mim, fa’, syin.


b. Huruf yang mengandung unsur udara di antarannya:

Ba’, wawu, ya’, nun, ta’, d}ad.


c. Huruf yang mengandung unsur air di antaranya:

Jim, za’, kaf, sin, qaf, s\a’, z}a’.


d. Huruf yang mengandung unsur tanah di antarannya:

Ha’, lam, ain, ra, kha’, ghain.

c. Huruf dilihat dari Jumlahnya

Dilihat dari jumlahnya, huruf-hurf dalam al-Qur’an terbagi kedalam huruf


mufrad, mas\a>ni, dan mas\a>lis. Huruf mufradah dalam huruf-huruf yang
keberadaannya tidak memiliki kemiripan dengan huruf-huruf lainnya, seperti

beberapa huruf muqat}a’ah yang terdapat di awal beberapa surah dalam al-Qur’an.

Contohnya adalah huruf alif, kaf, wawu, ya’, dan lam. Huruf mas\a>ni ialah dua huruf

yang memiliki kemiripan, seperti huruf dal dengan z}al, fa’ dengan kaf, s}ad dengan

d}ad, sin dengan syin, ra’ dengan za’. Sedangkan huruf mas\a>lis adalah tiga huruf
dalam al-Qur’an yang juga memiliki kemiripan satu dengan lainnya, seperti ba’, ta’,

s\a’, jim, ha’, kha’.


Demikian pula jika dilihat dari titik-titik huruf, ada huruf yang mengandung
satu titik, dua titik, dan tiga titik.
89

d. Huruf dilihat dari Pelafalannya

Jika dilihat dari cara pelafalan atau mengucapkannya, huruf-hurf dalam al-

Qur’an terbagi kedalam malfu>z}i, masru>si, dan malbu>bi. Malfu>z}i adalah huruf yang

dalam pelafalan atau pengucapannya tidak sama antara huruf pertama dan huruf

terakhir, misalnya alif dan jim. Masru>ri ialah huruf yang dalam pengucapannya sama

antara huruf pertama dan huruf terakhir, misalnya mim, nun, dan wawu. Malbu>bi

adalah huruf yang pengucapannya terdiri atas dua huruf, misalnya ba’, ta’; huruf ini
juga disebut huruf ‘illiyah.

e. Huruf dilihat dari Cara Penulisannya

Huruf-huruf hijaiyah juga memiliki keunikan tersendiri jika dilihat dari cara

penulisannya. Ada huruf disebut mufashalah dan ada huruf yang disebut muwas}alah.

Huruf mufas}alah adalah huruf yang hanya bisa disambung dengan huruf sebelumnya.

Huruf sebelumnya titik huruf-huruf yang termasuk ke dalam huruf mufas}alah ini

antara lain alif, wawu, z}al, ra’, za’, dan dal. Sementara itu, huruf-huruf muwas}alah

ialah huruf yang bisa disambung dengan huruf sebelum dan sesudahnya. Hal ini
meliputi huruf-huruf selain huruf mufas}alah.

f. Huruf dilihat dari Sifat Hurufnya

Keitimewaan huruf Hijaiyah lainnya adalah dilihat dari sifat huruf-huruf

tersebut. Disebutkan bahwa diantara huruf Hijaiyah itu ada huruf yang bersifat

cahaya atau menerangi da nada huruf yang bersifat kegelapan atau menutupi. Nah,

huruf-huruf cahaya itu menurut versi Syi’ah adalah huruf-huruf muqat}a’ah, yang

berjumlah 14 huruf (s}ad, ra’, alif, t}a’, lam, ya’, h}a’, qaf, nun, mim, sin, kaf, ha’) dan

terangkum dalam kalimat:


90

‫ِص ُاط عح ِ ٍِّل حح ٌّق ن ُ ْم ِس ُك ُه‬


‫ِ ح‬
Artinya: “Jalan Ali benar, kita pegang teguh.”

g. Huruf dilihat dari Penampakan dan Ketersembunyiannya

Keunikan lain yang dimiliki oleh huruf-huruf Hijaiyah adalah dalam hal

ketampakan dan ketersembunyiannya saat menjadi kalimat. Dari sudut pandang ini,

ada huruf yang disebut huruf mudghamah (tersembunyi) da nada huruf yang disebut

muz}aharah (tampak). Adapun yang disebut dengan huruf mudghamah adalah huruf
yang bila diawali al maka berbunyi al-nya tidak tampak, misalnya al bersambung

dengan salah satu dari huruf ta’, s\a’, ra’, dal, s}ad, d}a’, za’, sin, syin, nun, z\al, lam,

z}a’, dan t}a’. Sementara itu, huruf muz}aharah adalah huruf yang bila diawali al maka
bunyi al-nya tampak. Misalnya, al bersambung dengan salah satu dari huruf mim,

ba’, jim, h}a’, kha’, ‘ain, ghain, fa’, qaf, kaf, wawu, alif, ya’, dan ha’.
Itulah beberapa penjelasan mengenai sifat dari huruf-huruf Hijaiyah yang

membangun seluruh struktur kalimat dalam al-Qur’an.22

C. Pandangan Ulama terhadap Fawa>tih} al-Suwar

Ketika akan membicarakan fenomena potongan huruf-huruf hijaiyah yang

terdapat dalam al-Qur’an, dapat dikatakan bahwa tidak ditemukan orang Arab yang

mengenal ataupun menggunakan gaya bahasa seperti itu dalam permulaan ucapan

mereka. Begitu juga, kita tidak menemukan satu makna pun bagi huruf-huruf

tersebut selain penyebutannya dalam huruf-huruf hijaiyah. Bahkan tak ditemukan

satu pun hadis yang diriwayatkan oleh Rasulullah Saw. mengenai tafsir huruf-huruf

22
Salman Rusydie Anwar, 29 Sandi al-Qur’an; Mengurai Misteri di Balik Huruf-Huruf
Muqatha’ah, h. 20-24.
91

tersebut yang dapat dijadikan pegangan.23 Barangkali inilah yang menjadi pemicu

banyaknya pendapat para ulama dan perbedaan sudut pandang di antara mereka

tentang penafsiran huruf-huruf tersebut.

Secara ringkas, pendapat para ulama dapat dikemukakan ke dalam 3 sudut

pandang utama, yakni:

1. Penafsiran yang memandang huruf-huruf tersebut masuk ke dalam kategori

ayat-ayat mutasyabihat yang maknanya hanya diketahui oleh Allah Swt.


2. Penafsiran yang memandang huruf-huruf itu sebagai singkatan untuk kata-kata

atau kalimat tertentu.

3. Penafsiran yang memandang huruf-huruf itu bukan merupakan singkatan,

tetapi mengajukan sejumlah kemungkinan tentang penafsiran maknanya 24,

sebagaimana akan dijelaskan nantinya.

Pandangan kelompok pertama yang diwakili oleh para ulama salaf, dalam

menyikapi huruf-huruf hijaiyah yang terletak pada awal surah sebagai ayat-ayat

mutasyabihat, berpendapat bahwa ayat-ayat tersebut telah tersusun sejak azali

sedemikian rupa, melengkapi segala yang melemahkan manusia dari mendatangkan


yang seperti al-Qur’an.25 Karena kehati-hatiannya, mereka tidak berani memberi

penafsiran terhadap huruf-huruf itu, dan berkeyakinan bahwa Allah Swt. sendiri

yang mengetahui tafsirnya. Hal ini menjadi suatu kewajaran yang berlaku bagi

ulama salaf karena mereka dalam hal teologi pun menolak untuk terlibat dalam

23
Muhammad Baqir Hakim, Ulu>m al-Qur’a>n, terj. oleh Nashirul Haq, dengan judul Ulumul
Qur’an (Cet. III; Jakarta: Al-Huda, 2006), h. 652.
24
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an (t.c; Yogyakarta: Forum Kajian
Budaya dan Agama, 2001), h. 217.
25
T.M. Hasbi al-Shiddieqy, llmu-ilmu Alqur’an: Media-Media Pokok dalam menafsirkan al-
Qur’an (Cet. II; Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1998), h. 127.
92

pembahasan tentang hal-hal yang menurut mereka tidak dapat dilampaui oleh akal

manusia.26

Al-Sya’bi (w.104 atau 105 H.) sebagaimana yang dikutip oleh Hasbi al-

Shiddieqy menegaskan bahwa; “Huruf awalan itu adalah rahasia al-Qur’an”.27 Dasar

argumentasinya adalah karena hal tersebut dipertegas oleh perkataan Abu> Bakar al-

S{iddiq, bahwa:

ُّ ‫س ُه ِف الْ ُق ْرآ ِن أح حوائِ ُل‬


‫الس حو ُر‬ ٌّ ِ ‫ك ِكتحاب‬
ُّ ِ ‫س حو‬ ِّ ُ ‫ِف‬
Artinya:
“Di tiap-tiap kitab, ada rahasianya. Rahasia dalam al-Qur’an, ialah permulaan-
permulaan surat.” 28

Ali> bin Abi> T{a>lib juga pernah berkata:

ُ ‫ك ِكتحاب حص ْف حو ٌة حو حص ْف حو ُة حه حذا الْ ِكتح‬


‫اب ُح ُر ْو ُف حالتْ ِج ْي‬ ِّ ُ ‫ِإ ان ِل‬
Artinya:
“Sesungguhnya bagi tiap-tiap kitab ada saripatinya, saripati al-Qur’an ini ialah
huruf-huruf hijaiyah.” 29

Demikian pula ahli-ahli hadis menukilkan dari Ibnu Mas’u>d (w. 32 H./6523

M.) dan empat Khulafa>’ al-Rasyidi>n, bahwa mereka berkata:

‫س حم ْح ُج ْو ٌب ِا ْس حت ْأ ِث ُر ُه للاُ ِب ِه‬
ُّ ِ ‫اإن حه ِذ حه الْ ُح ُر ْوف ِع ْ َُل حم ْس ُت ْور حو‬

26
H. A. Mukti Ali, Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam (t.c; Yogyakarta: Mizan, 1993),
h. 27.
27
T.M. Hasbi al-Shiddieqy, llmu-ilmu Alqur’an: Media-Media Pokok dalam menafsirkan al-
Qur’an, h. 127.
28
T.M. Hasbi al-Shiddieqy, llmu-ilmu Alqur’an: Media-Media Pokok dalam menafsirkan al-
Qur’an, h. 127.
29
T.M. Hasbi al-Shiddieqy, llmu-ilmu Alqur’an: Media-Media Pokok dalam menafsirkan al-
Qur’an, h. 128.
93

Artinya:
“Sesungguhnya huruf-huruf ini, adalah ilmu yang tersembunyi dan rahasia yang
terdinding, yang hanya Allah sendiri yang mengetahuinya.” 30

Karenanya, ulama-ulama yang memaknakan fawa>tih} as-suwar ini, tidak

berani memberikan pendapat secara pasti, mereka hanya menyerahkan penafsirannya

yang hakiki kepada Allah Swt.

Kelompok kedua, yang memandang huruf-huruf hijaiyah pada fawa>tih} as-

suwar itu unjuk sebagai singkatan untuk kata-kata atau kalimat tertentu,
mengajukan penafsiran yang bervariasi tentang kepanjangan huruf-huruf tersebut.

Ibnu Abbas (w. 68 H.), misalnya, diriwayatkan dari padanya bahwa ia

berpendapat tentang ‫امل‬, Alif menunjuk kepada ana, lam menunjuk kepada Allah dan

mim menunjuk kepada A’lam, sehingga maknanya ‫أحعْ ح َُل‬ ُ‫) أح حَّن للا‬Aku adalah Allah lebih
mengetahui), adapun ‫ املص‬adalah dari ‫( أح حَّن للاُ ُاف ح اص ُل‬Aku adalah Allah akan

menjelaskan segala sesuatu), dan tentang ‫ الر‬bermakna ‫( أح حَّن للاُ أح حر ْى‬Aku adalah Allah,

Aku melihat).31

Diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, bahwa tentang ‫ كهيعص‬ia berkata: ‫الاكف‬
dari ‫( كرمي‬Yang Maha Mulia), ‫ الهاء‬dari ‫( هاد‬Memberi Petunjuk), ‫ الياء‬dari ‫( حكمي‬Yang
Maha Bijaksana), ‫ العني‬dari ‫( علمي‬Yang Maha Mengetahui) dan ‫الصاد‬
‫ ل‬dari ‫( صادق‬Yang
Maha Benar).32 Diriwayatkan pula daripadanya bahwa ia berkata: ‫ الر‬،‫ مح‬،‫ ن‬adalah

huruf-huruf terpisah dari ‫الرمحن‬.33

30
T. M. Hasbi al-Shiddieqy, llmu-ilmu Alqur’an: Media-Media Pokok dalam menafsirkan al-
Qur’an, h. 128.
31
T. M. Hasbi al-Shiddieqy, llmu-ilmu Alqur’an: Media-Media Pokok dalam menafsirkan al-
Qur’an, h. 131. Lihat pula: Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an (Cet. I; Bandung: CV.
Pustaka Setia, 1997), h 189. Baca pula: T. M. Hasbi al-Shiddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu al-
Qur’an/Tafsir (Cet. IX, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1986), h. 59-60.
32
T. M. Hasbi al-Shiddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu al-Qur’an/Tafsir, h. 60.
33
Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’I, Ulumul Qur’an, h. 189-190.
94

Al-Suyu>t}i@ juga menerangkan sebagaimana yang dikutip oleh Hasbi al-

Shiddieqy, bahwa sebahagian dari huruf-huruf tersebut adalah nama Allah, seperti:

‫ق‬, ‫طسم‬,34 ‫املص‬. Demikian pula dari Sali>m Abd Ibn Abdillah, ia berkata: ‫ امل‬،‫ مح‬dan ‫ن‬
dan seumpamanya adalah nama Allah Swt yang dipisah-pisah.35

Kelompok ketiga, berpendapat bahwa “huruf-huruf potong” yang terdapat

pada permulaan sejumlah surah al-Qur’an itu bukanlah singkatan-singkatan untuk

kata atau kalimat tertentu. Tetapi sehubungan dengan makna huruf-huruf tersebut,
kelompok ini juga mengajukan kemungkinan-kemungkinan penafsiran yang

bervariasi.

Huruf-huruf itu merupakan huruf-huruf misterius yang secara tidak jelas

merujuk kepada nama-nama nabi, nama-nama bagi al-Qur’an, dan mana-nama bagi

surah yang memuatnya, seperti ‫ امل‬adalah nama bagi surah al-Baqarah, ‫ كهيعص‬adalah
nama bagi surah Maryam, ‫ ن‬adalah nama surah al-Qalam, dan seterusnya. Pendapat
ini dipilih oleh kebanyakan ulama kalam, dan sekelompok ulama bahasa, dan

dibenarkan oleh Syekh T{u>si serta dikuatkan oleh al-T{abari> (224-310 H.).36

Ada pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf tersebut merupakan tanda-


tanda mistik dengan makna simbolik yang didasarkan pada nilai-nilai numeric

alphabet Semitik-Utara, misalnya: ‫امل‬ (1+30+40=71); ‫) املص‬1+30+40+60=131); ‫الر‬


(1+30+200=menun231); ‫( املر‬1+30+40+200=271), dan lain-lain, dimana angka-angka

34
T. M. Hasbi al-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an, h. 60.
35
Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’I, Ulumul Qur’an, h. 190. Baca pula: Ibra>him al-Abya>ri>,
Ta>ri>kh al-Qur’a>n, terj. oleh Hj. St. Amanah dengan judul Sejarah Al-Qur’an (Cet. I, Semarang: Dina
Utama, 1993), h. 136-137.
36
Muh}ammad Baqir H{aki>m, Ulu>m al-Qur’a>n, terj. Nashirul Haq, et. al. dengan judul Ulumul
Qur’an, h. 655.
95

ini menunjukkan usia umat Nabi Muhammad Saw.37 Pendapat ini selanjutnya

dikomentari oleh Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935 M.) dalam tafsir al-

Mana>rnya sebagaimana yang dikutip oleh Baqir H{akim bahwa: “Pendapat yang

paling lemah mengenai huruf-huruf ini dan yang paling tidak masuk akal adalah

bahwa jumlah hitungan angkanya mengisyaratkan umur ini atau yang serupa dengan

itu.”38 Kelompok Syi’ah berpendapat bahwa jika huruf-huruf awalan itu

dikumpulkan dengan mengesampingkan perulangannya, maka akan menjadi suatu


kalimat yang berbunyi:

‫ِصاط عَل حق منسكه‬ (Jalan yang ditempuh Ali adalah kebenaran yang kita

pegangi).39 Tampaknya pemahaman ini bertujuan untuk memperkuat dakwaan

mereka bahwa Ali> sebagai imam mereka. Karena itu pula, sebagian ulama Sunni

membantahnya dengan menyusun kalimat yang mengandung pengertian yang

memihak kepada Sunni dari huruf-huruf yang sama, menjadi: ‫ل‬


‫حص طريقك مع الس نلة‬
(Telah benar jalanmu bersama sunnah).40

Pendapat lain mengemukakan bahwa huruf-huruf itu merupakan tanbih,

media untuk membangkitkan perhatian Rasulullah Saw kepada apa yang


disampaikan kepadanya dikala beliau dalam keadaaan sibuk misalnya. Demikian

yang diungkapkan oleh Khuwaibi.41 Atau untuk mempesonakan bagi yang

mendengarkannya (kaum musyrikin Mekah dan ahli kitab di Madinah) sehingga

37
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, h. 219.
38
Muh}ammad Baqir H{aki>m, Ulu>m al-Qur’a>n, terj. oleh Nashirul Haq, dengan judul Ulumul
Qur’an, h. 661.
39
Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’I, Ulumul Qur’an, h. 192.
40
Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’I, Ulumul Qur’an, h. 192-193.
41
T. M. Hasbi al-Shiddieqy, llmu-ilmu Alqur’an: Media-Media Pokok dalam menafsirkan al-
Qur’an, h. 134.
96

lebih menaruh perhatian kepada Risalah Allah Swt yang disampaikan Rasulullah

Saw. Sebagaimana yang diungkapkan Rasyid Ridha.42 Pendapat ini pula yang

diungkapkan oleh Fakhruddi>n al-Ra>zy (543-606 H.) dan al-Zamakhsya>ri (467-538

H.).43

Penafsiran-penafsiran yang muncul belakangan mengenai masalah ini dapat

dikatakan belum keluar dari gagasan-gagasan klasik tersebut. Al-Suyu>t}i,

sebagaimana dikutip oleh Taufik Adnan Amal, setelah mendiskusikan berbagai


pandangan tentang makna fawa>tih} as-suwar ini, menyimpulkan bahwa fawa>tih} as-

suwar ini adalah huruf-huruf atau simbol-simbol misterius yang makna hakikinya
hanya diketahui oleh Allah Swt.44 Jadi, al-Suyu>t}i pada prinsipnya mengikuti sudut

pandang kelompok pertama; dan pendapat semacam ini masih tetap dipegang teguh

sejumlah mufassir modern.

M. Quraish Shihab, dalam kitab tafsirnya “Al-Misbah” menyatakan bahwa

fawa>tih} as-suwar ini merupakan isyarat bahwa kitab suci al-Qur’an ini menggunakan
bahasa yang sama dengan bahasa yang digunakan orang-orang Arab, namun

demikian mereka tidak mampu membuat sesuatu yang serupa. 45 Fawati>h} al-Suwar
ini juga menggugah perhatian orang yang mendengarnya, disamping sebagai salah

satu bukti kemukjizatan al-Qur’an.46 Sehubungan dengan hal ini, Yusuf al-Qardha>wi

42
Taufik Adnan Amal. Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, h. 219., Lihat pula: Abu> Anwar,
Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar, h. 95.
43
T.M. Hasbi al-Shiddieqy, llmu-ilmu Alqur’an: Media-Media Pokok dalam menafsirkan al-
Qur’an, h. 134-135.
44
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, h. 219.
45
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 12
(Cet.VII, Jakarta: Lentera hati, 2007), h. 282.
46
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 12, h.
374.
97

sebagaimana dikutip oleh M.Quraish Shihab dalam tafsirnya atas surah al-Ra’d

menulis bahwa memang bacaan huruf-huruf tersebut mempunyai langgam tersendiri

yang dapat berpengaruh, bahkan menurut al-Qardhawi, beberapa orang temannya

menyampaikan kepadanya bahwa sementara pakar dari Barat dalam bidang musik

memeluk Islam setelah mendengar huruf-huruf tersebut dan bahwa sebagian di

antara mereka menemukan sesuatu yang janggal pada beberapa surah yang dimulai

dengan huruf fonetis itu, tetapi kemudian mengetahui bahwa kejanggalan itu lahir
dari cara membacanya yang keliru. Dia tidak membacanya secara terputus-putus

tetapi membacanya secara terpadu. al-Qardhawi juga menyebutkan bahwa dia

memperoleh informasi dari beberapa temannya yang mengelolah Rumah Sakit

“Akbar” di Panama City, Amerika, bahwa al-Qur’an mempunyai pengaruh positif

terhadap oang-orang sakit, baik muslim maupun non muslim, baik yang mengerti

bahasa Arab maupun tidak.47 Dari fenomena ini terlihat bagaimana al-Qur’an

menunjukkan kemukjizatannya dapat mempengaruhi psikis seseorang yang

mendengarnya.

Salah satu pendapat terbaru adalah yang dikemukakan Rasyad Khalifah,


sebagaimana yang dikutip M. Quraish Shihab bahwa huruf-huruf itu adalah isyarat

tentang huruf-huruf yang terbanyak dalam surah-surahnya. Dalam surah al-Baqarah,

huruf terbanyak adalah alif, kemudian lam dan mim. Demikian juga pada surah-surah

yang lainnya, masing-masing sesuai dengan huruf-huruf yang disebut pada awalnya,

kecuali surah Ya>si>n. Kedua huruf yang dipilih pada surah tersebut adalah huruf

paling sedikit digunakan oleh kata-kata surah itu. Sebab huruf ya’ (‫ )ي‬dalam

47
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 6, h.
547.
98

susunan alfabet Arab berada sesudah huruf sin (‫ )س‬sehingga kedua huruf itu

mengisyaratkan huruf yang terbanyak, tetapi yang paling sedikit. 48 Tentunya perlu

penelitian yang seksama sebelum membenarkan teori ini.

Mencermati berbagai pandangan para ulama ataupun mufassirin dalam

memaknai dan mencermati ke-29 surah yang diawali dengan fawa>tih} as-suwar ini

pada umumnya ayat-ayatnya adalah ayat-ayat Makkiyah yang turun sebelum Nabi

hijrah ke Madinah, hanya 2 surah yang turun di Madinah (QS al-Ba>qarah/2 dan QS
A<li-Imra>n/3), dimana kehidupan nabi bersentuhan langsung dengan kehidupan kaum

musyrikin atau kaum kafir Quraisy yang dalam sejarah menentang risalah yang

dibawa nabi dan sekaligus meragukan kebenarannya. Kedua, ke-29 surah ini pada

umumnya mengusung tema pokok tentang ketauhidan dan argumentasi akan

kebenaran al-Qur’an bagi mereka yang meragukan al-Qur’an sekaligus tantangan

bagi kaum musyrikin untuk membuat semisal al-Qur’an memang meragukannya.

Ketiga, huruf-huruf hijaiyah yang mengawali ke-29 surah al-Qur’an ini adalah

berjumlah 14 huruf dengan mengabaikan perulangannya, separuh dari jumlah huruf

ejaan hijaiyah, dan angka 29 surah merupakan jumlah huruf hijaiyah (jika
dimasukkan huruf hamzah), dan mewakili setiap jenis huruf. Keempat, Dari ke-29

surah tersebut itu pula didapati bahwa pada ayat-ayat awal setelah fawa>tih} as-suwar

ini pada umumnya merujuk kepada al-Kitab, al-Qur’an atau wahyu, hanya 3 surah

yang tidak memiliki rujukan semacam ini (QS Maryam/19, al-‘Ankabut/29, al-

Ru>m/30).

Dari beberapa indikasi tersebut maka penulis lebih condong kepada pendapat
bahwa fawa>tih} as-suwar ini dimaksudkan untuk menjadi salah satu bukti akan

48
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 1, h. 86.
99

keotentikan, kebenaran dan kemukjizatan al-Qur’an sekaligus untuk menunjukkan

kelemahan kaum musyrikin di hadapan al-Qur’an, oleh karena al-Qur’an yang

diturunkan dengan memakai huruf-huruf dan bahasa yang mereka kenal bahkan

mereka pergunakan sehari-hari akan tetapi mereka tidak mampu bahkan tidak akan

pernah mampu sampai kapanpun untuk membuat semisal al-Qur’an.

Berbagai gagasan tafsir tersebut di atas, baik gagasan dasar yang diletakkan

para mufassir klasik maupun mufassir modern, meski sangat variatif, namun
gagasan-gagasan tersebut sama sekali tidak keluar dari konsepsi dasar bahwa huruf-

huruf tersebut merupakan bagian dari al-Qur’an yang diterima Rasulullah Saw.

Namun tidak demikian halnya bagi para sarjana Barat yang mulai berupaya

mengungkap tabir misteri huruf-huruf tersebut. Theodore Noeldeke dapat dipandang

sebagai sarjana Barat pertama yang mengajukan gagasan spekulatif mengenai huruf-

huruf tersebut. Sebagaimana yang dikutip oleh Taufik Adnan Amal, menurut

Noeldeke, huruf-huruf tersebut tidak berasal dari Rasulullah, namun lebih

mencerminkan inisial atau monogram pemilik-pemilik naskah al-Qur’an yang

digunakan Zaid Ibn S|a>bit ketika pertma kali mengumpulkan al-Qur’an.


‫ الر‬inisial dari Zubair bin Awwam, ‫ املر‬dari al-Mughirah, ‫ طه‬dari
Misalnya;

Thalhah Ibn Ubaydillah, ‫ مح‬dan ‫ ن‬dari Abd al-Rahma>n bin Auf, huruf tengah dari

kelompok ‫ كهيعص‬merupakan singkatan dari kata Ibn, sedangkan dua huruf terakhir

adalah singkatan dari al-Ash; dan lain-lain.49 Gagasan ini selanjutnya didukung dan

dikembangkan oleh Hirschfeld,50 Gagasan Noeldeke ini tidak saja sangat spekulatif

tapi juga jauh menyimpang dari kebenaran.

49
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, h. 250-256.
50
Hirscfeld mengembangkan lebih jauh tentang inisial ini dengan menguraikan bahwa: ‫ال‬
adalah kata sandang tertentu, ‫ م‬adalah inisial untuk Mughirah, ‫ ص‬untuk Hafshah, ‫ ر‬untuk Zubayr, ‫ك‬
100

Terlepas dari pandangan Noeldeke dan para sarjana Barat lainnya, terdapat

konsepsi dasar bagi kaum muslimin meskipun mereka melakukan penafsiran yang

beragam terhadap fawa>tih} al-suwar ini, adalah mereka tidak berbeda bahwa huruf-

huruf tersebut merupakan bagian dari al-Qur’an, wahyu yang dibawa Rasulullah

Saw. Mereka kemudian berbeda pendapat dalam menempatkannnya sebagai sebuah

ayat yang tersendiri dalam surah-surah tersebut-sebagaimana halnya basmalah. Hal

ini kemudian berimplikasi pada perbedaan penghitungan tentang jumlah ayat dalam
al-Qur’an. Orang-orang Madinah menghitung 6214 ayat yang terdapat dalam al-

Qur’an, orang-orang Makkah menghitung sejumlah 6219 ayat; orang-orang Kufah

sejumlah 6263 ayat; orang-orang Bashrah sejumlah 6204 ayat; dan orang-orang Siria

(Syam) sejumlah 6225, ayat. Tetapi dalam mushaf Usmani edisi standar Mesir, yang

menjadi panutan sebagian besar dunia Islam dewasa ini, ayat al-Qur’an seluruhnya

dihitung 6236 ayat.51 Berbagai perbedaan dalam penghitungan ayat ini tentunya

tidak mengimplikasikan perbedaan kandungan al-Qur’an untuk setiap sistem

penghitungannya.

Ima>m al-Zamakhsya>ri (467-538 H.) mengatakan sebagaimana yang dikutip


oleh al-Suyu>t}i@ dalam kitabnya “al-Itqa>n” bahwa ayat adalah isim ‘alam (suatu

istilah) yang bersifat tauqi>fi>, yang tidak ada qiyas di dalamnya. Karenanya, mereka

menganggap ‫ امل‬sebagai sebuah ayat dalam al-Qur’an, demikian pula dengan ‫املص‬.
Tetapi mereka tidak menganggap ‫ املر‬dan ‫ الر‬sebagai ayat. Mereka juga menganggap

‫ مح‬sebagai sebuah ayat tersendiri dalam surah, demikian juga ‫ طه‬dan ‫يس‬, tetapi tidak
untuk Abu bakar al-Shiddiq, ‫ ــه‬untuk Abu Hurairah, ‫ ن‬untuk Usman bin Affan, ‫ ط‬untuk Thalhah bin
Ubaidillah, ‫ س‬untuk Sa’d bin Abi Waqqash, ‫ ح‬untuk Hudzaifah, ‫ع‬untuk Umar bin Khattab atau Ali
bin Abi Thalib, atau Ibn Abbas atau Aisyah, dan ‫ ق‬untuk Qasim ibn Rabi’ah. Lihat: Taufik Adnan
Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, h. 251.
51
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, h. 221.
101

menganggap ‫ طس‬sebagai ayat.52 Begitu pula apa yang dikemukakan oleh Masyfuk
Zuhdi, bahwa para ulama menghitung ‫ املص‬satu ayat, tetapi mereka tidak

menghitung ‫ املر‬satu ayat. Demikian juga mereka menghitung ‫ يس‬satu ayat, tetapi

mereka tidak menghitung ‫ طس‬sebagai ayat. Mereka juga menghitung ‫ محعسق‬dua

ayat, tetapi mereka tidak menghitung ‫ كهيعص‬dua ayat, padahal serupa.53

Al-Suyu>t}i@ menyatakan bahwa di antara dalil yang menunjukkan bahwa hal

itu tauqi>fi> adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab
Musnadnya melalui jalan periwayatan ‘Ashim bin Abi> al-Nujud, dari Zir, dari Ibnu

mas’ud, ia berkata:

‫ِا ْق حر ْأ ِن حر ُس ْو ُل للا صَل للا عليه وسَل ُس ْو حر ٌة ِم ْن الث ح حل ِث ْ حني ِم ْن ال مح قحا حل ي ح ْع ِن اح ْ حۡل ْحقح ْاف حوقحا حل حَكن ح ْت‬
‫الس ْو حر ُة ِاذا حَكن ح ْت اح ْك ح ُث ِم ْن الثح حل ِث ْ حني احي ح ْة ُ ِّس حي ْت الثح حل ِث ْ حني‬
ُ
Artinya:
“Rasulullah saw. telah membacakan surat kepadaku dari ats-Tsala>tsi>n, dari alif
lam Ha Mim. Ia (Ibnu Mas’ud) berkata: yaitu surat al-Ahqaf. Dan berkata:
dahulu jika ada surat yang ayatnya lebih dari tiga puluh dinamakan ats-
Tsala>tsi>n…54

Begitu pula hadis yang dikemukakan oleh Ibnu Araby, bahwa:

‫ل ث حلث ُ ْو حن احي ح ْة‬ ُ ‫ُذ ِك حر النا ِ ُّيب حص اَل ل‬


‫اَّلل عحلح ْي ِه حو حس ا حَل أح ان احلْ حف ِ ح‬
ِ ْ ‫ات حة حس ْب حع اح حَي ْت حو ُس ْو حر ُة الْ ُم‬

52
Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i, Al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, terj. Tim Editor Indiva dengan judul,
Studi Al-Qur’an Komprehensif: Membahas al-Qur’an Secara Lengkap dan Mendalam, Jilid I (Cet. I,
Solo: Indiva, 2008), h. 275.
53
Masyfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur’an (t.c; Surabaya: Bina Ilmu, 1980), h. 138.
54
Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i, Al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, terj. oleh Tim Editor Indiva dengan
judul, Studi Al-Qur’an Komprehensif: Membahas al-Qur’an Secara Lengkap dan Mendalam, Jilid I, h.
275.
102

Artinya:
“Nabi Saw pernah menyebutkan bahwa surat al-Fatihah itu tujuh ayat dan surat
al-Mulk itu tiga puluh ayat”.55

Sementara sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa menentukan ayat itu

berdasarkan dua sifat yaitu tauqi>fi> dan qiyas atau ijtihad, karena ketentuan suatu

ayat adalah terletak pada fasilahnya.56

Perbedaan penghitungan ayat, selain dikarenakan perbedaan dalam penetapan

basmalah sebagai ayat atau bukan dan fawa>tih} as-suwar sebagai ayat-ayat terpisah
atau tersendiri, pada hakekatnya juga disebabkan oleh perbedaan dalam menentukan

apakah rima telah menandakan berakhirnya suatu ayat atau masih berlanjut, atau

dengan kata lain, perbedaan dalam penetapan ra’sul ayah (kepala ayat) dan fashilah.

Hal ini terjadi akibat adanya kenyataan bahwa rima di dalam al-Qur’an sebagian

besarnya dihasilkan lewat penggunaan bentuk-bentuk atau akhiran-akhiran

gramatikal yang sama.57 Demikian pula tanda wakaf sebagai tempat berhenti, ada

yang menganggap pemberhentian itu bukanlah koma, tetapi memang benar-benar


berhenti.58

Dalam beberapa surah, yang pada umumnya merupakan surah-surah panjang,

ayatnya panjang dan menggugah; sementara dalam surah-surah pendek, ayatnya

pendek, tetapi padat dan mengena.59 Memang terdapat pengecualian terhadap

55
Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i, Al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, terj. Tim Editor Indiva dengan judul,
Studi Al-Qur’an Komprehensif: Membahas al-Qur’an Secara Lengkap dan Mendalam, Jilid I, h, 276.
56
Fasilah ialah istilah yang diberikan kepada lafaz yang mengakhiri ayat, mempunyai nilai
dan kesempurnaan makna dan pengaruh dalam susunan kalam. Lihat: Mashuri Sirojuddin Iqbal dan
A.Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir (tc., Bandung: Angkasa, t,th.), h. 58
57
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, h. 221.
58
Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i, Al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, terj. oleh Farikh Marzuqi Ammar, et.
al. dengan judul, Samudera Ulumul Qur’an, Jilid I (tc., Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset, t,th.), h. 333.
59
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, h. 221.
103

generalisasi semacam ini, misalnya QS al-Syuara>’/26 yang terhitung panjang,

memiliki 200 ayat pendek, sementara QS al-Bayyinah/98 yang terhitung pendek,

berisi 8 ayat panjang, tetapi secara keseluruhan itulah gambaran umum ayat-ayat al-

Qur’an.

D. Hikmah Dibalik Keberadaan Fawa>tih} al-Suwar

Keberadaan huruf hijaiyah dibanding huruf-huruf yang lain memiliki


keunikan dan ciri khas. Secara keseluruhan, huruf hijaiyah yang digunakan untuk

menulis al-Qur’an terdiri atas 28 huruf, dan ada yang mengatakan 30 huruf. Ke-28

huruf ini kemudian terangkai menjadi kalimat-kalimat penuh arti dan makna, serta

terkumpul salah satunya di dalam mushaf al-Qur’an.

Keunikan huruf hijaiyah ini salah satunya terlihat keberadaan beberapa huruf

yang mengalami perubahan ketika berada di awal, di tengah, atau di akhir kalimat.

Selain itu, ada beberapa huruf yang justru tidak bisa berubah meskipun ditempatkan
di mana saja, dan sebagian huruf lainnya hanya bisa berubah di tempat-tempat

tertentu.

Keunikan yang dimiliki oleh al-Qur’an tidak saja menimbulkan kekaguman di

kalangan orang-orang Islam. Konon, kalangan orang Arab selalu beranggapan bahwa

al-Qur’an sebagai kitab memiliki nilai keunikan yang sangat indah. Bahkan, para

penyembah berhala di kota Makkah merasa haru melihat susunan liriknya, sampai-

sampai mereka tidak mampu menciptakan hal yang seperti itu.60

60
Lihat M. M al Azami, The History of The Qur’anic Text (Jakarta: GIP, 2005), h. 52-53.,
Baca juga: Salman Rusydie Anwar, 29 Sandi al-Qur’an; Mengurai Misteri di Balik Huruf-Huruf
Muqatha’ah, h. 28-29.
104

Berbagai penafsiran diatas semuanya tidak berdasarkan hadits dan hanya

spekulasi dengan berbagai kelemahan yang ada. Walaupun demikian, kita patut

menghargainya sebagai hasil ijtihad untuk mengungkapkan “misteri” yang ada

dalam al-Qur’an. Penulis lebih cenderung kepada riwayat yang dikemukakan oleh

para ahli hadis yang menukilkan riwayat dari Ibnu Mas’u>d dan Khulafa>’ al-Rasyidi>n

bahwa huruf-huruf awalan dalam al-Qur’an merupakan simbol-simbol yang tertutup

dan mengandung rahasia yang terselubung yang dikhususkan pengetahuannya


kepada Allah.

Al-Qur’an adalah sebagai petunjuk bagi umat manusia, oleh karena itu

seluruh ayat-ayat yang terkandung di dalamnya mengandung hikmah tidak

terkecuali pada fawa>tih} as-suwar. Kalaupun ada ayat-ayat yang tidak mampu

dimaknai secara pasti oleh ulama, itu bukan berarti sama sekali tidak memberi

hikmah pada manusia.

Hikmah keberadaan fawa>tih} as-suwar di dalam al-Qur’an dimana akal tidak

mampu untuk mengetahuinya adalah sebagai berikut:

1. Memperlihatkan kelemahan akal manusia.

Akal merupakan anggota badan yang mulia dan mampu meyakini keberadaan

ayat-ayat mutasya>bih. Ayat-ayat mutasyabih merupakan sarana bagi penundukan

akal bagi manusia, karena dengan begitu mereka pasti sadar akan ketidakmampuan

akalnya untuk mengungkapkan ayat-ayat mutasya>bih terutama pada fawa>tih} as-

suwar.

2. Membuktikan kemukjizatan al-Qur’an.

Tak seorangpun yang mampu mendatangkan atau membuat susunan


perkataan yang menyerupai al-Qur’an. Walaupun al-Qur’an diturunkan dalam bahasa
105

Arab, sedangkan bangsa Arab tidak dapat menandingi al-Qur’an yang diturunkan

dalam bahasa mereka sendiri.

3. Mendorong umat untuk giat belajar, tekun menalar, dan rajin meneliti dalam

mengungkap misteri dan rahasia al-Qur’an, termasuk keberadaan Fawa>tih} as-

suwar.
4. Sebagai salah satu metode dakwah, yaitu merupakan sanggahan dengan cara

yang baik terhadap Ahli Kitab atau untuk menarik perhatian kaum Musyrikin.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:

1. Fawa>tih} as-suwar adalah kalimat-kalimat yang dipakai untuk pembukaan surah,

ia merupakan bagian dari ayat mutasyabihat.

2. Pandangan ulama terhadap fawa>tih} as-suwar secara garis besar dapat dilihat dari

3 sudut pandang utama yakni;

a. Ulama salaf dan para mufassir pada umumnya menganggap fawa>tih} as-suwar

ini termasuk dalam ayat-ayat mutasyabihat, yang makna hakikinya hanya

diketahui oleh Allah Swt dan menjadi bukti kebenaran dan kemukjizatan al-

Qur’an,
b. Pandangan yang memaknakan fawa>tih} as-suwar sebagai singkatan dari kata-

kata atau kalimat tertentu, seperti Ibnu Abbas yang menafsirkan sebagai

singkatan dari sifat-sifat Allah,

c. Pandangan yang menafsirkan bukan sebagai singkatan untuk kata-kata atau

kalimat tertentu, namun dengan penafsiran yang beragam, seperti untuk nama

nabi, nama surah, nama al-Qur’an bahkan menyusunnya sebagai sebuah


kalimat yang tendensius. Beragamnya penafsiran tersebut, namun tetap pada

konsensus dasar bahwa fawa>tih} as-suwar adalah bagian dari al-Qur’an, wahyu
106

yang dibawa Rasulullah Saw meski terdapat perbedaan dalam

menempatkannya sebagai ayat yang terpisah atau tersendiri.

3. Kitab suci al-Qur’an memuat 114 Surah Panjang dan pendek, yang turun dalam

periode Makkah dan Madinah. Apabila diringkaskan, maka 114 surah itu

mempunyai bentuk-bentuk tersendiri dalam ayat permulaan maupun penutupnya.

Masing-masing dimulai dengan bunyi ayat yang berbeda satu sama lain.

Permulaan ayat atau fawati>h al-Suwar memiliki sepuluh macam bentuk


permulaan yang terbagi dalam berbagai surah dalam al-Qur’an (lihat tabel

halaman 7).

4. Adapun hikmah adanya fawa>tih} as-suwar, yaitu:

a. Memperlihatkan kelemahan akal manusia.

b. Membuktikan kemukjizatan al-Qur’an.

c. Mendorong umat untuk giat belajar, tekun menalar, dan rajin meneliti dalam

mengungkap misteri dan rahasia al-Qur’an, termasuk keberadaan fawa>tih} as-

suwar.
d. Sebagai salah satu metode dakwah, yaitu merupakan sanggahan dengan cara
yang baik terhadap Ahli Kitab atau untuk menarik perhatian kaum Musyrikin.
107

DAFTAR PUSTAKA
-------------------, Al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n. diterjemahkan oleh Tim Editor Indiva
dengan judul, Studi Al-Qur’an Komprehensif: Membahas al-Qur’an Secara
Lengkap dan Mendalam. Cet. I, Solo: Indiva, 2008.
------------------, Al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n. tc., Beirut: Darul fikr, juz II, t.th.
-------------------, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/Tafsir. Cet. IX, Jakarta: PT.
Bulan Bintang, 1986.
------------------, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. Cet. VII,
Jakarta: Lentera hati, 2007.
al-Abyari, Ibrahim. Tarikh al-Qur’an. terj. Hj. St. Amanah dengan judul Sejarah Al-
Qur’an. Cet. I, Semarang: Dina Utama, 1993.
Ali, H.A. Mukti. Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam. t.c; Yogyakarta: Mizan,
1993.
Al-Qur’a>n al-Kari>m.
al-Shiddieqy, T. M. Hasbi. lmu-ilmu Alqur’an: Media-Media Pokok dalam
menafsirkan al-Qur’an. Cet. II; Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1998.
al-Suyu>t}i, Jala>l al-Di>n. Al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur‘a>n. diterjemahkan oleh Farikh
Marzuki Ammar, et.al. dengan judul, Samudera Ulumul Qur’an. t.c;
Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset, t.th.
Amal, Taufik Adnan. Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an. t.c; Yogyakarta: Forum
Kajian Budaya dan Agama, 2001.
Anwar, Abu. Ulumul Qur’an: Sebuah Pengantar. Cet. III; Jakarta: Amzah, 2009.
Anwar, Rosihan. Samudera Al-Quran. Cet. I; Bandung: Pustaka Setia: 2001
Kementerian Agama RI. Al-Qur’an dan terjemahnya. Cet. X; Bandung: CV,
Diponegoro, 2004.
Anwar, Salman Rusydie. 29 Sandi al-Qur’an; Mengurai Misteri di Balik Huruf-
Huruf Muqatha’ah. Cet. I; Jogjakarta: Najah, 2012.
Boullata, Issa J. Al-Qur’an yang Menakjubkan. Tangerang: Lentera Hati, 2008.
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam. Ensiklopedia Islam. Cet. IV; Jakarta: PT. Ichtiar
Baru Van Hoeve, 1997.
Hakim, Muhammad Baqir. Ulu>m al-Qur’a>n. diterjemahkan oleh Nashirul Haq,
dengan judul Ulumul Quran. Cet. III; Jakarta: Al-Huda, 2006.
Ibn Kas\i@r, Tafsi@r Ibn Kas\i@r, juz. I, Beirut: Da>r al-Kita>b al-‘Ilmiyyah, 1419 H.
Iqbal, Mashuri Sirojuddin, dan A. Fudlali. Pengantar Ilmu Tafsir. t.c; Bandung:
Angkasa, t.th.
Jalal, Abd. H. A. Ulumul Qur’an. Surabaya; Dunia Ilmu. 2000.
Katsir, Ibnu. Tafsir Ibnu Katsir. Juz III, Jeddah; Lil al-Taba’ah wa Nasyr wa al-
Tauzi, t.t.
108

Kementerian Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya; diterjemahkan oleh Yayasan


Penyelenggara Penerjemah al-Qur’an. Cet. I; Solo: PT Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri, 1435 H/ 2014 M.
M. M al-Azami, The History of The Qur’anic Text. Jakarta: GIP, 2005.
Mardan. Al-Qur’an; Sebuah Pengantar. Cet I, Jakarta; Mazhab Ciputat, 2010.
Marzuki, Kamaluddin. ‘Ulum al-Qur’a>n. Bandung; PT Remaja Rosdakarya: 1994.
Munawwir, A.W. Kamus Al-Qur’an Al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap, Edisi
Kedua, ditelaah oleh KH. Ali Ma’sum dari KH. Zainal Abidin Munawwir.
Cet. XIV, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.
Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat. Cet. VII; Bandung: Mizan, 1994.
Sumabrata, Lukman Abdul Qohar. Pengantar Fenomenologi al-Qur’an. t.c; t.p:
Grafkatama Jaya, 1991.
Syadali, Ahmad, dan Ahmad Rofi’I. Ulumul Qur’an. Cet. I; Bandung: CV. Pustaka
Setia, 1997.
Zuhdi, Masyfuk. Pengantar Ulumul Quran. t.c; Surabaya: Bina Ilmu, 1980.

Anda mungkin juga menyukai