Anda di halaman 1dari 152

Pembelajaran

Menulis
Cerpen
Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum
Retno Purnama Irawati, S.S., M.A

Pembelajaran
Menulis
UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Cerpen
Ketentuan Pidana

Pasal 113

(1) Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran
hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf g
untuk Penggunaan Secara Komerial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran
hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g
untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk
pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). Penerbit Cipta Prima Nusantara
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT


atas semua anugerah-Nya yang tiada terkira, salah satunya adalah
tuntasnya penulisan buku Pembelajaran Menulis Cerita Pendek ini.
Tulisan sederhana ini mencoba menjawab kebutuhan wawasan
pembelajar, para pengajar, dan pemerhati cerita pendek dalam satu
wadah disiplin ilmu sastra. Buku Pembelajaran Menulis Cerita
PELAJARAN MENULIS CERPEN Pendek ini merupakan buku revisi dari buku mengenai menulis
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
cerpen sebelumnya, yaitu Mengabadikan Pengalaman dalam
Pelajaran Menulis Cerpen, Semarang: Penerbit Cipta Prima Nusantara Semarang, 2016 Cerpen 7 Langkah Pembelajaran Menulis Cerpen.
Penulis : Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum Cerita pendek, daripada bentuk karya sastra prosa yang lain yaitu
Retno Purnama Irawati, S.S., M.A novelet, novel dan atau roman, memiliki bentuk yang paling pendek.
Penyunting : Abdul Qadir
Tata Visual : Janur Jene Bentuknya yang pendek memberi keuntungan bagi proses berlatih
menulis kreatif. Pembelajar yang duduk di jenjang sekolah dasar
Cetakan I : Oktober 2016
Tebal : viii + 294 hlm; 16 cm x 24 cm akan lebih mudah berlatih menulis cerita pendek daripada menulis
ISBN : 9 78-502-8054-88-1 novelet, novel, maupun roman. Selain itu, proses pembelajaran
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang
menulis cerita pendek dapat disesuaikan dengan alokasi waktu yang
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi disediakan oleh kurikulum yang relatif sedikit untuk ukuran sebuah
buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
proses menulis kreatif.
Diterbitkan pertama kali oleh Cerita pendek merupakan bentuk karya sastra yang digemari dan
Penerbit Cipta Prima Nusantara
Semarang, 2016 banyak dibaca orang, terutama sesudah tahun 1950. Hal itu terbukti

Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | v
dari percepatan penerbitan buku kumpulan cerpen. Sampai tahun
1983 rata-rata setiap tahun terbit buku kumpulan cerpen sebanyak
5 buah. Jumlah itu meningkat tajam, sampai tahun 2005 rata-rata
setiap tahun terbit 20 buah kumpulan cerpen. Bukti lainnya adalah
pada saat ini hampir setiap surat kabar (terutama melalui edisi DAFTAR ISI
minggunya) dan majalah selalu menyediakan ruangan khusus untuk
cerpen. Jika keterampilan menulis cerita pendek ditekuni, maka
dapat menjadi sebuah profesi. Terdapat sejumlah fakta mengenai
kemungkinan dijadikannya penulisan cerita ini sebagai sebuah
profesi.
Buku ini diperuntukkan bagi pembelajar, pengajar, dan
pemerhati bahasa Indonesia khususnya dalam pembelajaran sastra
dan menulis cerita pendek. Buku ini secara umum dapat pula
dijadikan rujukan bagi para pembelajar maupun pengajar ilmu sastra
dan menulis cerita pendek dalam pembelajaran di sekolah.
Pada akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang tiada KATA PENGANTAR • v
terhingga kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya DAFTAR ISI • vii
buku ini. Penulis mengucapkan selamat membaca dan sangat
BAB I
menunggu saran dan kritik para pembaca yang budiman. SASTRA, SASTRA ANAK, DAN PENGAJARAN SASTRA • 1
1. Definisi Sastra • 1
2. Definisi Sastra Menurut Istilah • 4
Semarang, 12 Oktober 2016 3. Definisi Karya Sastra • 7
Penulis 4. Definisi dan Ruang Lingkup Ilmu Sastra • 8
5. Hakikat Sastra Anak • 10
6. Pengajaran Sastra Anak 16
7. Manfaat dan Pengajaran Sastra • 20
8. Fungsi Sosial Sastra • 22

BAB II
HAKIKAT DAN GENRE SASTRA • 25
1. Hakikat Sastra • 25
2. Genre Sastra • 26
3. Faktor yang Mempengaruhi Sastra • 53

BAB III
Unsur Intrinsik Cerita Pendek • 57
1. Cerita Pendek • 59
2. Pengalaman • 81

vi | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | vii
BAB IV
PEMBELAJARAN MENULIS CERITA PENDEK • 83
1. Pendekatan Kontekstual • 84

BAB V
MODEL PEMBELAJARAN MENULIS KREATIF • 105
BAB I
1. Sintakmatik • 106
2. Sistem Sosial • 108
3. Sistem Pendukung • 109
4. Dampak Instruksional dan Pengiring • 110 SASTRA, SASTRA ANAK,
BAB VI DAN PENGAJARAN
SILABUS PENULISAN CERPEN • 119
1. Komponen Silabus • 119
2. Wujud Silabus dalam Pembelajaran Menulis Cerpen • 126
SASTRA
BAB VII
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN • 139
2. Wujud Rpp Dalam Pembelajaran Menulis Cerpen • 146
1. Komponen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran • 139 1. DEFINISI SASTRA
Apa yang terbayang dalam benak Anda ketika mendengar
BAB VIII
kata “sastra”? Apa itu sastra? Mungkin saja yang terbayang dalam
SISTEM EVALUASI • 199
benak Anda adalah suatu karya dengan bahasa berbunga-bunga.
BAB IX Atau sederetan judul puisi, cerpen, novel, lengkap dengan nama
Akumulasi Perangkat Pembelajaran Menulis Cerpen pengarangnya. Secara intuitif mudah bagi kita untuk mengetahui
Dengan Pendekatan Kontekstual • 209 apa itu sastra. Jika kita mencoba untuk merumuskan definisi
DAFTAR PUSTAKA • 287 sastra dalam kalimat secara tepat, mungkin kita akan kesulitan.
TENTANG PENULIS • 293 Prof. A. Teeuw mengemukakan bahwa ilmu sastra menunjukkan
keistimewaannya, juga keanehan yang mungkin tidak kita temui
pada ilmu pengetahuan yang lain, yaitu bahwa objek utamanya tidak
tentu bahkan tidak karuan.
Sastra dalam bahasa-bahasa Barat disebut literature (Inggris),
literatur (Jerman), littérature (Perancis), letterkunde (Belanda)
semuanya berasal dari bahasa Latin litteratura. Kata literatura
sebetulnya diciptakan sebagai terjemahan dari kata Yunani
grammatika. Menurut asalnya litteratura dipakai untuk tatabahasa
dan puisi. Dalam bahasa Perancis dipakai kata lettre dan dalam
bahasa Belanda dipergunakan kata gelletterd yaitu orang yang

viii | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 1
berperadaban dengan kemahiran khusus di bidang sastra, atau kehalusan, dan kebaikan budi pekerti atau akhlak (Lukman Ali dalam
man of letters dalam bahasa Inggris (Curtius dalam Teeuw, 1989: Muzakki, 2006: 30).
22). Literature dan seterusnya umumnya berarti dalam bahasa Barat Pada masa jahiliyah, orang Arab menggunakan kata adbun
modern bermakna segala sesuatu yang tertulis, pemakaian bahasa (bukan adab) yang berarti undangan untuk menyantap makanan
dalam bentuk tertulis. )‫(ادلعوة إىل الطعام‬, suatu tradisi moral yang terpuji. Pada masa
Apakah sastra memiliki definisi yang sama dengan literature? permulaan Islam, kata adab mencakup makna pendidikan lisan,
Jika melihat perbandingan arti dua kamus di atas terdapat perbedaan budi pekerti (akhlak), dan menjauhi perbuatan tercela. Pada masa
bahwa arti literature dalam bahasa Inggris memiliki arti yang lebih Bani Umayyah, kata adab berarti pengajaran )‫(تعليم‬, maka kata ‫مؤدب‬
luas daripada arti sastra dalam bahasa Indonesia. sama maknanya dengan kata ‫معلم‬. Mereka yang mengajar anak-anak
Sastra, dalam bahasa Melayu, berasal dari bahasa Sansekerta khalifah tentang syair, pidato, aneka berita, dan peristiwa penting
dari kata sas (ças) yang berarti mengarahkan, memberi petunjuk, yang menimpa orang Arab (ayyām al-‘arab) disebut dengan pendidik
atau instruksi. Sedangkan -tra berarti alat atau sarana untuk )‫(مؤدبون‬. Pendidikan pada masa ini mencakup perlaku kehidupan
mengajar. Sastra bisa dimaknai buku petunjuk, tulisan, atau bahasa. yang baik, pendidikan budi pekerti, dan pendidikan lisan (etika
Sastra lebih banyak diartikan sebagai tulisan atau bahasa. Pengertian berbicara). Pada abad ketiga hijriah, kata adab hanya dipergunakan
ini ditambah dengan awalan -su yang berarti indah atau baik untuk pengajaran sastra, yaitu pengajaran prosa dan syair, serta
sehingga susastra bermakna tulisan atau bahasa yang indah dapat yang terkait dengannya, seperti al-akhbār dan ayyām Al-‘Arab, yaitu
dibandingkan dengan belles-letters dalam bahasa Perancis (Teeuw, peristiwa-peristiwa penting yang menimpa orang-orang Arab.
1989: 23 dan Pradopo, 1997: 33). Abad keempat hijriah, menurut Thaha Husein, kata adab
Sastra dalam bahasa Indonesia berarti: (1) bahasa (kata-kata, memiliki arti khusus dan arti umum. Dalam arti khusus, adab
gaya bahasa) yang dipakai di kitab-kitab (bukan bahasa sehari- bermakna kata-kata indah yang dapat dirasakan oleh pembaca dan
hari), (2) karya tulis, yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti pendengar, baik berupa syair maupun prosa, sangat erat kaitannya
keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya, drama, dengan emosi dan perasaan seseorang. Sedangkan dalam arti umum,
epik, dan lirik, (3) kitab suci (Hindu), (kitab) ilmu pengetahuan, (4) adab bermakna hasil karya pikir manusia yang tergambar dalam
pustaka, kitab primbon (berisi) ramalan, hitungan, dan sebagainya, kata-kata, tertuang dalam tulisan, dan mengandung nilai estetika.
dan (5) tulisan, huruf (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988: 786). Karya ilmiah berupa ilmu pengetahuan termasuk adab dalam arti
umum, baik yang menimbulkan rasa indah dalam jiwa ataupun
Dalam bahasa Arab, mengutip pendapat Teeuw, tidak ada
tidak.
sebuah kata yang artinya bertepatan dengan sastra. Kata yang paling
dekat adalah adab )‫(أدب‬. Dalam arti sempit, adab berarti belles- Pada abad kelima hijriah, kata adab mempunyai batasan makna
lettres atau susastra, sekaligus bermakna kebudayaan (civilization) yang jelas yaitu prosa dan syair. Adab dalam pengertian makna yang
atau dalam kata arab lain adalah tamaddun. Ada berbagai kata umum telah menyempit setelah Madrasah Nizhamiyah Bagdad
yang menunjukkan jenis sastra tertentu, seperti qashidah, dan kata menjadikan adab sebagai disiplin ilmu tersendiri (Muzakki, 2006:29-
syi’r yang berarti puisi. Meskipun demikian, sastra sebagai konsep 32).
yang khas tidak diberi istilah yang umum dalam kebudayaan Arab.
Sementara dalam bahasa Indonesia, adab berarti kesopanan,

2 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 3
2. DEFINISI SASTRA MENURUT ISTILAH h. Stopford Brook berpendapat bahwa sastra adalah pemikiran-
Banyak kritikus sastra mencoba mendefinisikan apa itu sastra pemikiran para cendekiawan dan perasaan-perasaan mereka
antara lain: yang ditulis dengan gaya bahasa tertentu dan dapat membuat
a. Danziger dan Johnson mendefinisikan sastra sebagai seni nikmat pembaca.
bahasa, yaitu cabang seni yang menggunakan bahasa sebagai i. Sainte Beuve berpendapat bahwa sastra adalah ungkapan
medianya. yang detail, indah, dan mendalam yang diungakapkan dari
b. Daiches mengacu pada Aristoteles yang melihat sastra sebagai kenyataan-kenyataan sastrawi dan perasaan-perasaan
suatu karya yang menyampaikan suatu jenis pengetahuan yang kemanusiaan (Sangidu, 2005:34-35).
tidak bisa disampaikan dengan cara yang lain, yaitu suatu cara j. Prof. Dr. Siti Chamamah menyatakan bahwa istilah sastra dipakai
yang memberikan kenikmatan yang unik dan pengetahuan yang untuk menyebut gejala budaya yang dapat dijumpai pada semua
memperkaya wawasan pembacanya. masyarakat meskipun secara sosial, ekonomi, dan keagamaan
c. Gazali mendefinisikan sastra sebagai tulisan atau bahasa yang keberadaannya tidak merupakan keharusan.
indah, yaitu hasil ciptaan bahasa yang indah dan kesusastraan k. Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono mendefinisikan sastra sebagai
adalah pengetahuan mengenai hasil seni bahasa, perwujudan sebuah kegiatan berbahasa. Dia menyebutkan bahwa sastra
getaran jiwa dalam bentuk tulisan. Indonesia adalah sastra yang ditulis dalam bahasa Indonesia.
d. Zuber Usman mendefinisikan kesusastraan sebagai hasil Sastra Jepang adalah sastra yang ditulis dalam bahasa Jepang,
kehidupan jiwa yang terjelma dalam tulisan atau bahasa tulis begitu seterusnya. Dari pengertian ini berarti sastra adalah
yang menggambarkan atau mencerminkan peristiwa kehidupan sebuah karya dalam bentuk tulisan.
masyarakat atau anggota masyarakat. l. Robert Scholes (dalam Luxemburg dkk 1992: 1) mengatakan
e. Suparlan D.S mendefinisikan kesusastraan atau seni sastra bahwa t entu saja, sastra itu sebuah kata, bukan sebuah benda .
sebagai kesenian suatu bangsa dalam melahirkan pikiran, Mengutip pandangan Robert Scholes tersebut, dapat dikatakan
perasaan, dan kemauan dengan bahasa sebagai alatnya. bahwa sastra merupakan ruang yang mengedepankan kata-
f. Rene Wellek memberikan tiga definisi. Pertama, seni sastra ialah kata (semacam lahan berekspresi) daripada bersandarkan pada
segala sesuatu yang dicetak. Definisi ini tidak lengkap karena kebendaan yang mungkin setiap saat bisa lapuk dan binasa.
tidak meliputi karya sastra yang tidak tertulis, atau karya sastra Kata-kata diyakini akan lebih awet sebab ia berputar pada
lisan. Definisi kedua, seni sastra terbatas pada buku-buku yang imajinasi antara hati dan otak manusia, sehingga jarang untuk
“terkenal”, dari sudut isi dan bentuknya. Definisi ini bercampur binasa.
dengan penilaian, dan penilaian hanya didasarkan pada segi m. Sapardi (1979:1) memaparkan bahwa sastra itu adalah lembaga
estetiknya atau intelektualnya saja. Karya-karya lain yang “tidak sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium: bahasa
terkenal” tidak dapat masuk dalam definisi ini. Definisi ketiga, itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan
istilah “kesusastraan” dibatasi pada seni sastra yang bersifat gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah suatu
imaginatif. Sifat imaginatif ini menunjukkan dunia angan dan kenyataan sosial.
khayalan (Pradopo, 1997: 35). n. Muhammad Mandur mendefinisikan adab sebagai berikut:
g. Emerson berpendapat bahwa sastra adalah rajutan pemikiran- ‫( إن األدب هو الشعر و انلرث الفين‬Adab adalah syair dan prosa lirik)
pemikiran seseorang yang terbaik.

4 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 5
o. Abdul Aziz bin Muhammad al-Faishal berpendapat : 3. DEFINISI KARYA SASTRA
‫األدب لك شعر أو نرش يؤثر ىف انلفس و يهذب اخللق و يدعو إىل الفضيلة و‬ Sayyid Quthb (dalam Sangidu, 2005:38) menyatakan bahwa
karya sastra adalah untaian perasan dan realitas sosial (semua aspek
‫يبعد عن الرذيلة بأسلوب مجيل‬
kehidupan) yang tersusun baik dan indah dalam wujud konkret.
Adab adalah setiap syair dan prosa yang diungkapkan dengan
Karya sastra tidak hanya berwujud konkret, dalam hal ini tulisan,
gaya bahasa yang indah, dapat mempengaruhi jiwa, dan
tetapi ada karya sastra lisan yang berwujud tuturan (speech) yang
mendidik budi pekerti untuk berakhlak mulia dan menjauhi
rapi dan sistematis dan dituturkan oleh tukang cerita. Karya sastra
akhlak tercela (Muzakki, 2006: 32).
merupakan karya yang mempunyai kekhasan yang mutlak yaitu
Sampai sekarang, belum ada semacam kesepakatan secara keindahan, keorisinilan, dan keartistikan dalam isi dan ungkapannya.
universal tentang pengertian sastra. Taum (1997) mengungkapkan Karya yang tidak mengandung keindahan dan keartistikan tidak bisa
bahwa pendefinisian sastra tak mungkin dirumuskan secara luas disebut karya sastra.
namun tergantung pada lingkungan kebudayaan tertentu dimana Sastra disebut indah jika unsur-unsur yang dikandung didalam­
sastra itu dijalankan. Sastra hanya sebuah istilah yang dipergunakan nya memenuhi syarat-syarat. Adapun syarat-syarat keindahan itu
untuk menyebut sejumlah karya dengan alasan tertentu dalam adalah keutuhan (unity), keselarasan (harmony), keseimbangan
lingkup kebudayaan tertentu pula. Luxemburg (1992:4-6) mencoba (balance), dan fokus (focus). John Burroughs mengatakan bahwa
mengambil kesimpulan dari beberapa ciri yang selalu muncul dari literature is writings which expression and form, in connection with
definisi-definisi yang pernah diungkapkan antara lain : ideas and concerns and apparently permanent interest are essential
a. Sastra merupakan ciptaan atau kreasi, bukan sebuah imitasi. features. Jakob Sumardjo dan Zaini KM (1988:5-8) mengajukan
b. Sastra bersifat otonom (menciptakan dunianya sendiri), terlepas sepuluh syarat karya sastra bermutu, yaitu:
dari dunia nyata dan tidak mengacu pada sesuatu yang lain. a. Karya sastra adalah usaha merekam isi jiwa sastrawannya.
c. Sastra mempunyai ciri koherensi atau keselarasan antara bentuk b. Sastra adalah komunikasi, artinya bisa dipahami oleh orang lain.
dan isinya. c. Sastra adalah sebuah keteraturan, artinya tunduk pada kaidah-
d. Sastra menghidangkan sintesa (jalan tengah) antara hal-hal kaidah seni.
yang saling bertentangan. d. Sastra adalah penghiburan, artinya mampu memberi rasa puas
e. Sastra berusaha mengungkapkan hal yang tidak terungkapkan, atau rasa senang pada pembaca.
hal-hal yang dapat dirasakan tetapi tak terkatakan. e. Sastra adalah sebuah integrasi, artinya terdapat keserasian
Ketiadaan pengertian yang baku terhadap sastra tidak membuat antara isi, bentuk, bahasa, dan ekspresi pribadi pengarangnya.
sastra kehilangan bentuk atau menjadi hantu sebagai satu disiplin f. Sebuah karya sastra yang bermutu merupakan penemuan.
ilmu. Hal ini adalah esensi positif terhadap penilaian sastra karena g. Karya yang bermutu merupakan (totalitas) ekspresi
sastra terus-menerus menampilkan wajah baru. Sifat sastra menjadi sastrawannya.
tidak stagnan tetapi dinamis, tidak terikat dengan pengertian baku, h. Karya sastra yang bermutu merupakan sebuah karya yang pekat,
membuat sastra lebih bebas berekspresi dalam pencapaian hakikat artinya padat isi dan bentuk, bahasa dan ekspresi.
maupun fungsinya. i. Karya sastra yang bermutu merupakan (hasil) penafsiran
kehidupan.
j. Karya sastra yang bermutu merupakan sebuah pembaharuan.

6 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 7
Pendapat berbeda dikemukakan Luxemburg (1992) berpendapat sastra. Menurut Atmazaki (dalam Muzakki, 2006: 25) ruang lingkup
bahwa: ilmu sastra meliputi : (1) teori sastra )‫(نظرية األدب‬, (2) sejarah sastra
a. Karya sastra adalah teks-teks yang tidak melulu disusun untuk )‫(تاريخ األدب‬, dan (3) kritik sastra )‫(نقد األدب‬.
tujuan komunikasi praktis dan sementara waktu. Teori sastra adalah bagian ilmu sastra yang membicarakan
b. Karya sastra adalah teks-teks yang mengandung unsur pengertian-pengertian dasar tentang sastra, unsur-unsur
fiksionalitas. pembangun karya sastra, macam-macam sastra, perkembangan,
c. Karya sastra adalah jika pembacanya mengambil jarak dengan dan kerangka pemikiran para ahli sastra tentang sastra. Teori sastra,
teks tersebut. secara garis besar, bergerak pada empat paradigma, yaitu penulis
d. Bahannya diolah secara istimewa. (pengarang), karya sastra (teks), pembaca, dan kenyataan (semesta).
e. Karya sastra dapat kita baca menurut tahap-tahap arti yang Untuk memenuhi tuntutan keempat paradigma tersebut kemudian
berbeda-beda. diciptakan teori-teori tentang karya sastra. Teori-teori tersebut bukan
f. Karena sifat rekaannya sastra secara langsung tidak mengatakan khusus diciptakan untuk kepentingan ilmu sastra. Ia dimunculkan
sesuatu mengenai kenyataan dan juga tidak menggugak kita oleh pakar di bidang ilmu lain. Karena teori-teori tersebut dipandang
untuk langsung bertindak. mampu menjelaskan keberadaan dan makna karya sastra secara
g. Sambil membaca karya sastra tersebut kita dapat mengadakan ilmiah, maka ia dipergunakan setelah dirumuskan untuk kepentingan
identifikasi dengan seorang tokoh atau dengan orang-orang ilmu sastra.
lain.
Sejarah sastra adalah bagian ilmu sastra yang memperlihatkan
h. Bahasa sastra dan pengolahan bahan lewaat sastra dapat
perkembangan karya sastra, tokoh-tokohnya, dan ciri dari
membuka batin kita bagi pengalaman-pengalaman baru.
masing-masing tahap perkembangan tersebut. Sejarah sastra juga
i. Bahasa dan sarana-sarana sastra lainnya mempunyai suatu nilai
mempelajari karya-karya sastra yang menonjol, aliran-aliran yang
tersendiri.
mendasari suatu karya, situasi sosial masyarakat, dan ideologi yang
j. Sastra sering digunakan untuk mencetuskan pendapat yang
berpengaruh terhadap perkembangan karya sastra. Penulisan sejarah
hidup dalam masyarakat.
sastra Indonesia telah banyak dilakukan peneliti sastra, antara lain
Ajip Rosidi, Jacob Sumardjo, Yudiono KS, Korrie Layun Rampan,
4. DEFINISI DAN RUANG LINGKUP ILMU SASTRA
Agus R.Sarjono, dan HB Jassin.
Bila kita mempelajari sastra, tentu tidak bisa lepas dari
Kritik sastra adalah bagian ilmu sastra yang membahas tentang
mempelajari ilmu sastra. Ilmu sastra adalah beberapa disiplin ilmu
pemahaman, penghayatan, penafsiran, dan penilaian terhadap
yang mempunyai keterkaitan langsung dengan kajian sastra. Ilmu
karya sastra. Kritik sastra berfungsi sebagai upaya menempatkan
sastra mempunyai ruang lingkup yang luas. Ilmu sastra menurut
karya sastra pada posisinya yang jelas. Ketiga bagian ilmu sastra
Asy-Syāyib (Sangidu, 2005: 38) adalah aturan-aturan (kaidah) dan
tersebut saling berkaitan. Keterkaitan tersebut menyebabkan saling
pengetahuan-pengetahuan (répertoire) yang dapat membantu
ketergantungan antara satu dengan yang lain. Sebuah karya sastra
pembaca (pembelajar) untuk memahami karya sastra, menikmati,
tidak akan dapat dipahami, dihayati, ditafsirkan, dan dinlai secara
menganalisis, menginterpertasi, dan menciptakannya. Adapun ilmu
sempurna tanpa bantuan ketiga bidang ilmu sastra tersebut.
yang dibutuhkan pembaca (pembelajar) yang berkaitan langsung
dengan karya sastra adalah sejarah sastra, kritik sastra, dan teori

8 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 9
5. HAKIKAT SASTRA ANAK Aspek estetis akan tampak bila pembaca mampu melihat dan
Sastra berbicara tentang kehidupan, tentang persoalan hidup menikmatinya. Kepekaan pembaca akan membuat kehidupan ini
manusia, tentang kehidupan di sekitar manusia, yang kesemuanya penuh makna, akan melihat betapa setiap ciptaan Tuhan berfungsi.
diungkapkan dengan cara dan bahasa yang khas. Sastra selalu Tugas manusialah untuk memanfaatkan semua itu. Sebaliknya
menawarkan dua hal, yaitu kesenangan dan pemahaman. tanpa kemampuan untuk melihat keindahan, semua hal menjadi tak
Kesenangan muncul karena sastra menampilkan cerita yang menarik, bermakna, sehingga hidup menjadi hampa. Estetika mempengaruhi
mengem­bangkan fantasi, dan menghibur pembaca. Pemahaman manusia melalui kesadaran total proses psikologis. Mencermati
berkaitan dengan tampilan persoalan kehidupan dalam sastra. pentingnya estetika dalam kehidupan manusia, maka Mukarovsky
Eksplorasi kehidupan dalam sastra akan menambah pemahaman (Ratna, 2007:291) menyebutkan tiga fungsi, yaitu : (1) membangkitkan
pembaca pada kehidupan nyata. rasa bahagia, tenteram, dan damai; (2) mendominasi pusat perhatian
pada saat tertentu, sekaligus mengabaikan perhatian lain yang pada
Sastra adalah gambaran dari masyarakat, kehidupan, dan
saat itu tidak diperlukan; dan (3) mengganti fungsi lain yang sudah
seluruh permasalahannya. Dengan sifat mimetisnya, sebuah karya
usang.
sastra memotret manusia dan kehidupannya untuk kemudian
dipahami oleh pembacanya sebagai upaya untuk memahami Keindahan sastra diharapkan dapat mengarahkan manusia
manusia dan kehidupannya. Hal ini sesuai dengan pandangan untuk berperilaku estetis, sehingga kehadirannya akan memperoleh
Horatius bahwa sastra harus bertujuan dan berfungsi utile et dulce makna yang positif dalam masyarakat. Karya sastra harus berfungsi
(bermanfaat dan indah). membangun kehidupan sosial, menciptakan energi baru, serta
melahirkan pola dan struktur yang baru. Jadi sastra dan keindahannya
Bermanfaat karena pembaca dapat menarik pelajaran yang
akan memberikan manfaat kepada umat manusia.
berharga dalam membaca karya sastra, yang mungkin bisa menjadi
pegangan hidupnya karena mengungkapkan nilai-nilai luhur. Manfaat sastra tidak hanya dapat dirasakan oleh orang dewasa,
Mungkin juga karya sastra mengisahkan hal-hal yang tidak terpuji, namun juga oleh anak-anak. Manfaat pertama yang dirasakan oleh
namun pembaca masih bisa menarik pelajaran, sebab dalam anak-anak adalah kesenangan. Namun, lebih jauh lagi, mereka dapat
membaca dan menyimak karya sastra pembaca dapat ingat dan memperoleh manfaat lain, yaitu :
sadar untuk tidak berbuat demikian. Selain itu, sastra harus bisa a. Karya sastra adalah sumber utama untuk mengenali warisan
memberi nikmat melalui keindahan isi dan keindahan bahasanya kesusastraan dari generasi ke generasi.
(Pradotokusumo, 2005:6). b. Dengan memahami dan menikmati karya sastra, maka sastra
berperan dalam pemahaman dan penilaian terhadap warisan
Berkat keindahannya, karya sastra dianggap menampilkan
budaya.
kualitas estetis yang paling beragam sekaligus paling tinggi. Aspek
c. Pengembangan perilaku positif terhadap budaya sendiri
estetis karya sastra dihasilkan oleh keragaman genre yang bersifat
sekaligus budaya lain yang sangat penting bagi perkembangan
dinamis, ketakterbatasan cerita yang dihasilkan yang tergantung
sosial dan personal. Karya sastra membangun pemahaman dan
pada kemampuan pengarang dan pembaca untuk menciptakan dan
pengertian antarbudaya.
menafsirkannya, serta bahasa sebagai medium karya sastra yang
d. Melalui karya sastra anak-anak melihat bagaimana tokoh
memiliki kemampuan untuk berkembang secara tak terbatas, yang
menangani masalah yang dihadapi. Proses identifikasi dengan
tergantung pada kemampuan imajinasi pembaca (Ratna, 2007:289-
tokoh membuat mereka kemudian akan dapat mengatasi
290).

10 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 11
masalahnya sendiri. Selain itu mereka juga akan memahami tentang apa saja, bahkan yang menurut ukuran orang dewasa tidak
perasaan orang lain. masuk akal. Imajinasi dan emosi anak dapat menerima cerita, yang
e. Karya sastra merupakan pintu menuju pengetahuan dan bagi orang dewasa tidak masuk akal, secara wajar dan memang
pengembangan minat. begitulah seharusnya menurut jangkauan pemahaman anak-anak.
f. Karya sastra memperkaya dan memperluas imajinasi, sekaligus Isi cerita anak tidak harus tentang hal yang baik-baik saja,
estetika. malah harus bervariasi sehingga anak mengenal bermacam-macam
g. Karya sastra membantu perkembangan bahasa, perkembangan nilai. Sastra anak selalu menempatkan sudut pandang anak sebagai
kognitif, perkembangan kepribadian, dan perkembangan sosial pusat penceritaan, seperti kata Huck (dalam Nurgiyantoro, 2005:7),
anak (Norton, 1983:5). children’s books are books that have the child’e eye at the center.
Sastra pada hakikatnya adalah citra atau gambaran kehidupan Pendapat senada dikemukakan oleh Winch bahwa buku bacaan
(image of life), yakni penggambaran secara konkret tentang model- anak yang baik adalah buku yang mengantarkan dan berangkat dari
model kehidupan manusia. Sastra adalah metafora kehidupan kacamata anak. Jadi, hakikat sastra anak adalah bacaan sastra anak
(methapor for living), yakni model-model kehidupan dalam sastra yang dibaca oleh anak, secara khusus cocok dan diperuntukkan
merupakan kiasan, simbolisasi, dan perbandingan dari kehidupan anak, mampu memuaskan pembaca anak, yang isi kandungannya
sesungguhnya. Artinya, model-model kehidupan yang dikisahkan sesuai dengan minat dan dunia anak, sesuai pula dengan tingkat
melalui cerita merupakan kiasan, simbolisasi, perbandingan, perkembangan emosi dan intelektual anak.
atau perumpamaan dari kehidupan yang sesungguhnya. Lalu Ketika timbul kesadaran bahwa anak-anak bukanlah miniatur
bagaimana dengan sastra anak? Saxby (dalam Nurgiyantoro, 2005:5) orang dewasa, maka mereka memerlukan karya sastra yang khusus
mengemukakan bahwa jika citraan atau metafora kehidupan yang diperuntukkan bagi mereka. Kemudian sebuah genre sastra baru
dikisahkan itu berada dalam jangkauan anak, baik yang melibatkan mulai dikenal, yaitu sastra anak (Children’s literature, littérature
aspek emosi, perasaan, pikiran, saraf, sensori, maupun pengalaman de jeunesse). Hunt (Nurgiyantoro, 2005:8) mendefinisikan sastra
moral, dan diekspresikan dalam bentuk-bentuk kebahasaan yang anak sebagai buku bacaan yang dibaca oleh, yang secara khusus
juga dapat dijangkau dan dipahami oleh pembaca anak-anak, buku cocok untuk, dan yang secara khusus pula memuaskan sekelompok
atau teks tersebut dapat diklasifikasikan sebagai sastra anak. Pada anggota yang kini disebut anak. Jadi sastra anak adalah buku bacaan
dasarnya karakteristik sastra tersebut di atas berlaku untuk semua yang sengaja ditulis untuk dibaca anak-anak. Isi buku tersebut harus
jenis sastra, termasuk sastra anak. sesuai dengan minat dan dunia anak-anak, sesuai dengan tingkat
Isi kandungan sastra anak dibatasi oleh pengalaman dan perkembangan emosional dan intelektual anak, sehingga dapat
pengetahuan anak, pengalaman dan pengetahuan yang dapat memuaskan mereka.
dijangkau dan dipahami anak, dan pengalaman dan pengetahuan Sastra anak merupakan karya yang dari segi bahasa memiliki
yang sesuai dengan perkembangan emosi, kejiwaan, dan dunia anak. nilai estetis dan dari segi isi mengandung nilai-nilai yang dapat
Pengalaman yang bersifat abstrak dan nonverbal sebagaimana yang memperkaya pengalaman rohani bagi kalangan anak-anak. Pramuki
dialami orang dewasa belum dapat dijangkau anak-anak. Selain (dalam Abdul Halik, 2008) mengungkapkan bahwa sastra anak-anak
itu, anak-anak juga belum mampu memahami kosakata, kalimat, adalah karya sastra (prosa, puisi, drama) yang isinya mengenai anak-
dan ungkapan yang kompleks, sehinnga bahsa sastra anak selalu anak sesuai kehidupan, kesenangan, sifat-sifat, dan perkembangan
berkarakteristik sederhana. Akan tetapi, sastra anak dapat berkisah anak-anak. Sedangkan menurut Solehan dkk (dalam Abdul Halik

12 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 13
2008) membagi perngertian sastra anak-anak atas dua bagian yakni Sastra anak dapat digunakan sebagai alat untuk mem­
sebagai berikut: perkembang­kan budi pekerti manusia. Budi pekerti adalah alat batin
a. Sastra anak adalah sastra yang ditulis oleh pengarang yang merupakan panduan akal dan perasaan untuk menimbang baik
yang usianya remaja atau dewasa yang isi dan bahasanya dan buruk. Muatan budi pekerti dalam sastra anak maksudnya adalah
mencerminkan corak kehidupan dan kepribadian anak. identifikasi budi pekerti yang dapat dikandung oleh oleh sejumlah
b. Sastra anak adalah sastra yang ditulis oleh pengarang yang unsur dalam karya sastra anak itu (Sugihastuti dalam Sujarwanto,
usianya masih tergolong anak-anak yang isi dan bahasanya Jabrohim. 2001: 252)
mencerminkan corak kehidupan dan kepribadian anak. Keberadaan sastra anak belum memperoleh perhatian yang
Dengan demikian, sastra anak dapat dikatakan bahwa suatu cukup serius. Padahal sastra anak yang berkualitas mampu
karya sastra yang bahasa dan isinnya sesuai perkembangan usia dan memberikan pencerahan batin yang cukup signifikan pada kehidupan
kehidupan anak, baik ditulis oleh pengarang yang sudah dewasa, anak. Hal ini terjadi karena sastra mampu memberikan inspirasi serta
remaja atau oleh anak-anak itu sendiri. Karya sastra yang dimaksud imajinasi kepada anak untuk membangun keinginan-keinginannya.
bukan hanya yang berbentuk puisi dan prosa, melainkan juga bentuk Sesuai dengan fungsi sastra anak adalah menyenangkan dan
drama. berguna/bermanfaat (Sugiarti, 2013:95).
Sastra anak adalah sastra yang ditujukan untuk anak, bukan Sebagai bagian dari kebudayaan nasional, sastra Indonesia
sastra tentang anak. Sastra tentang anak bisa saja isinya tidak sesuai memiliki kedudukan yang strategis, yakni sebagai wahana ekspresi
untuk anak-anak, tetapi sastra untuk anak sudah tentu sengaja dan budaya dalam upaya memupuk kesadaran sejarah semangat dan
disesuaikan untuk anak-anak selaku pembacanya. Kata anak yang solidaritas kebangsaan. Dalam kedudukannya sebagai wahana
dimaksud disini bukanlah anak balita ataupun anak remaja, tetapi ekspresi budaya, dijelaskan oleh Alwi dan Sugono (dalam Sugiarti,
anak usia SD yang berumur antara 6 sampai 13 tahun. Sesuai dengan 2013:95) sastra Indonesia mempunyai fungsi untuk (1) menumbuhkan
sasaran pembacanya, sastra anak dituntut untuk dikemas dalam rasa kenasionalan; (2) menumbuhkan solidaritas kemanusiaan, dan
bentuk yang berbeda dari sastra orang dewasa hingga dapat diterima (3) merekam perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia.
anak dan dipahami mereka dengan baik. Sastra anak termasuk dalam sastra populer dikarenakan sastra
Pada umumnya cerita anak berangkat dari fakta yang konkret anak berkembang sesuai dengan keinginan dari pembacanya
(kongruen) dan mudah diimajinasikan (Puryanto, 2008:2). Cerita (Cullingford, 1998:30). Cullingford (1998: 36) menyatakan bahwa
yang disajikan secara emosional psikologis harus dapat ditanggapi anak yang masih sangat muda menyukai cerita yang merefleksikan
dan dipahami oleh anak karena apa yang terdapat dalam cerita anak pandangan mereka terhadap lingkungan. Menceritakan pengalaman
merupakan pelukisan kehidupan anak yang imajinatif ke dalam mereka seperti bangun di pagi hari atau pergi tidur merupakan
bentuk struktur bahasa anak. cerita yang mereka cari. Mereka tidak begitu mempedulikan tokoh
protagonisnya. Namun, ketika anak-anak beranjak besar mereka
Santoso (2003:8) mengungkapkan sastra anak adalah karya
cenderung menyukai cerita yang menggambarkan imajinasi atau
seni yang imajinatif dengan usur estetisnya dominan yang
keterbalikan dari kenyataan. Sastra anak diceritakan secara lugas,
bermediumkan bahasa baik lisan maupun tertulis yang secara
penuh humor, atau menegangkan namun tetap harus sesuai dengan
khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang dunia
usia mereka. seperti misalnya cerita mengenai bencana alam, cerita
yang akrab dengan anakanak.
tersebut harus menekankan pada keyakinan akan keadaan yang

14 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 15
lebih baik bukan pada keputus asaan atau hilang harapan (Brown Sebagai jalur penting dalam pengajaran sastra, Loban
and Tomlinson, 1999:2). (Endraswara, 2005:103) mengemukakan bahwa apresiasi harus
memperhatikan beberapa aspek, yaitu :
6. PENGAJARAN SASTRA ANAK a. Apresiasi sastra harus mampu berpengaruh pada kejiwaan
Pembelajaran sastra dalam kurikulum sekolah merupakan tidak individu
lain adalah pembelajaran moral dan atau nilai-nilai. Hal itu tidak b. Individu mampu merespon pada karya yang sedang dinikmati,
sepenuhnya salah, tetapi juga tidak sepenuhnya benar. Berbagai baik secara emosional maupun secara intelektual.
teks kesastraan diyakini mengandung unsur moral dan nilai-nilai c. Kegunaan sastra sampai pada lahirnya pemahaman diri sendiri.
yang dapat dijadikan “bahan baku” pendidikan dan pembentukan d. Karya sastra harus memberikan imajinasi yang mampu
karakter. Teks-teks kesastraan diyakini mengandung suatu “ajaran” menghadirkan pengalaman sastra yang menakjubkan.
karena tidak pengarang menulis tanpa pesan moral (messages). e. Kapasitas sastra dalam menyerap pikiran dan emosi akan
menyadarkan pembacanya ke arah hidup yang sejati.
Melalui pengajaran sastra, sesungguhnya kita telah dibawa
ke tingkat manusia terdidik, yaitu manusia yang mampu berpikir Aspek apresiatif mengarahkan kita pada pemahaman bahwa
tentang hidup, pandai memahami rahasia hidup, menghayati pengajaran sastra seharusnya mengarah pada aspek pragmatis, yaitu
kehidupan dengan arif, dan mempertajam pengalaman-pengalaman kegunaan atau fungsi sastra bagi peserta didik. Terdapat dua fungsi
baru. Melalui pengajaran sastra pula, peserta didik akan mampu pokok pengajaran sastra, yaitu, pertama, pemerolehan kompetensi
memahami diri secara individu dan kelompok, sehingga akan pada tataran pengalaman yang akan memungkinkan peserta didik
menjadi manusia yang utuh, bermental baik, dan humanis mengakses berbagai hal lewat pembacaan karya sastra. Kedua,
(Endraswara, 2005:53). Jadi pengajaran sastra melibatkan pendidikan pemerolehan gambaran dan penjelasan secara luas dari pengalaman
kejiwaan sekaligus kemanusiaan. itu sendiri (Endraswara, 2005:42).

Pengajaran sastra seharusnya bertumpu pada pembinaan Pengajaran sastra di sekolah dasar (SD) diarahkan terutama
apresiasi, sehingga peserta didik akan mampu menerima, pada proses pemberian pengalaman bersastra. Siswa diajak untuk
memahami, menghayati, merespon, dan mereaksi karya sastra. mengenal bentuk dan isi sebuah karya sastra melalui kegiatan
Pada akhirnya mereka akan mampu menginterpretasikan sastra atas mengenal dan mengakrabi cipta sastra sehingga tumbuh pemahaman
dasar pengalamannya. Untuk sampai pada kemampuan apresiatif, dan sikap menghargai cipta sastra sebagai suatu karya yang indah dan
diperlukan beberapa langkah, yaitu : bermakna (Novi Resmini dalam http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/
a. Keterlibatan jiwa. Melalui perasaan empati dan simpati terhadap JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/196711031993032-
karya sastra, pembaca akan mampu menginternalisasi tokoh, NOVI_RESMINI/SASTRA_ANAK_DAN_PENGAJARANNYA.pdf).
peristiwa, dan karakter sesuai dengan pengalaman pribadinya. Tujuan pengajaran sastra dikembangkan dalam kompetensi
b. Penghayatan sejati terhadap karya sastra dengan memasuki dasar yaitu siswa mampu mengapresiasi dan berekspresi sastra
cipta sastra secara inten, menikmatinya dengan kedalaman jiwa melalui kegiatan mendengarkan, menonton, membaca dan
dan imajinasi. melisankan hasil sastra berupa dongeng, puisi dan drama pendek,
c. Pengimplentasian pengalaman yang ada dalam karya sastra serta menuliskan pengalaman dalam bentuk cerita dan puisi
dengan kehidupan nyata, sehingga sebuah karya sastra menjadi (KTSP, 2006). Pembelajaran sastra Dalam hal ini bertujuan untuk
bermakna dan kontekstual (Endraswara, 2005:78-79). meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi karya

16 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 17
sastra. Pembelajaran sastra bermaksud agar siswa dapat menghargai buku anak dari Perancis, Janine Despinette, bahwa buku cerita yang
kesusastraan bangsa sendiri serta dapat menghayati secara langsung baik harus memberikan nilai edukatif, menghormati hak anak-
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. anak, menghormati agama, dan memiliki kualitas sastra. Kedua,
Untuk mencapai tujuan di atas diperlukan realisasi pengajaran sesuai dengan tingkat usia dan pengetahuan anak. Jenis cerita dan
sastra yang tepat dengan porsi yang seimbang dan penggunaan banyaknya karakter karakter yang dikembangkan dalam cerita sangat
metode serta teknik pengajaran yang tepat dan variatif. Namun, tergantung dengan faktor ini. Ketiga, mengandung fantasi sehingga
hal itu belum sepenuhnya terealisasi karena evidensi di lapangan bisa merangsang anak untuk belajar logika. Dengan memahami
membuktikan bahwa pengajaran sastra masih jarang dilaksanakan logika, anak akhirnya mampu mengontrol jalannya cerita, bahwa
guru. Hal ini disebabkan para guru merasa kesulitan mengajarkan menunggu-nunggu surprise (kejutan).
sastra sehingga lebih memilih untuk melewati daripada Buku cerita The Chick and The Duckling karya Mira Girnsburg
mengajarkannya. Hal ini berimbas kepada siswa. Mereka menjadi yang merupakan buku yang memenuhi kriteria di atas dan dapat
kehilangan kesempatan pengalaman untuk dapat berapresiasi dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran sastra di Sekolah Dasar.
dan berekspresi sastra. Hal ini juga berimbas pada kurangnya Buku ini berbahasa Inggris dan diterjemahkan oleh penulis. Secara
kemampuan siswa dalam mengapresiasi sastra khususnya dalam khusus buku ini akan dibahas dalam makalah ini.
memahami prosa fiksi/cerita. Buku ini bercerita tentang anak ayam dan anak bebek yang
Ada beragam materi yang dapat digunakan untuk pembelajaran baru menetas. Setelah menetas, anak bebek berjalan. Anak ayam
sastra, di antaranya adalah puisi (pantun, syair, puisi, dan sebagainya), ikut berjalan. Anak bebek menggali lubang dan mencari cacing
fiksi (cerpen, novel, novelet, dongeng, dan sebagainya), serta drama. untuk dimakan. Anak ayam ikut-ikutan. Merasa belum kenyang,
Untuk pembelajaran, materi ini menyesuaikan dengan tingkat usia setelah memakan cacing, anak bebek menangkap kupu-kupu dan
dan kelas. Semakin tinggi tingkat sekolah, materi pembelajaran lebih dimakannya. Anak bebek ikut-ikutan menangkap kupu-kupu
kompleks, baik dalam konfliknya, diksinya, panjang ceritanya, dan sementara cacing yang ditangkapnya belum berhasil dimakannya.
sebagainya. Setelah kenyang makan cacing dan kupu-kupu, anak bebek berjalan
Fiksi merupakan salah satu materi pembelajaran sastra di ke sungai. Anak ayam ikut-ikutan ke sungai sambil sibuk membawa
Sekolah Dasar. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk cacing dan kupu-kupu di mulutnya. Anak bebek menceburkan diri
memilih fiksi ini. Widiastono (2002:5-47) menyebutkan beberapa ke sungai untuk berenang. Anak ayam meletakkan cacing dan kupu-
kriteria buku yang baik (fiksi merupakan salah satu bagiannya). kupu di tepi sungai dan ikut mencebur ke sungai untuk berenang.
Pertama, buku cerita yang baik tidak tertalu menjejalkan informasi Anak ayam ternyata tidak bisa berenang. Ia pun tenggelam. Anak
dan pesan, tanpa memperhatikan perkembangan serta motivasi bebek membantu mengangkatnya ke tepi sungai, kemudian kembali
tokoh ceritanya. Kedua, tidak menggurui, penampilan tokoh dipaksa berenang. Namun, kali ini anak ayam tidak mengikutinya. Anak
harus serba baik. Ketiga, memberi fantasi anak untuk berkembang. ayam tetap di tepi sungai bermain dengan kupu-kupu.
Keempat, sesuai dengan logika anak-anak. Kelima, menggunakan Cerita ini mengilhami anak-anak untuk memahami perbedaan.
bahasa anak-anak (struktur kalimat tidak berbelit-belit, bervariasi). Secara fisiologis, anak ayam dan anak bebek berbeda. Perbedaan itu
Sementara itu, Sukarjaputra (2002:61-64) menyatakan kriteria berdampak pada jenis kemampuan. Jenis kemampuan menuntut
yang berbeda. Pertama, mengutip pendapat seorang ahli kritikus tanggung jawab dan sikap yang berbeda pula. Sikap dan tanggung
jawab inilah esensi dari pendidikan karakter (Kusmarwanti 2012:9).

18 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 19
7. MANFAAT DAN PENGAJARAN SASTRA tak sadar sebenarnya kita mengambil pengetahuan tentang dunia
Abdul Wachid B.S. secara eksplisit mengemukakan dalam buku pikiran orang-orang yang dikisahkan dan keadaan masyarakat
kumpulan esai sastranya berjudul “Sastra Pencerahan” (2005) bahwa yang bersangkutan. Kedua, kita membaca sebuah hasil karya sastra
sastra berfungsi sebagai media perlawanan terhadap slogan omong- bukan sebagai pelewat waktu luang semata melainkan karena kita
kosong tentang sosial kemasyarakatan. Sapardi Joko Damono secara sadar memang ingin mengetahui apa yang terjadi dengan
(1979) mengemukakan tiga hal yang harus diperhatikan yaitu: a) seseorang atau beberapa orang tertentu. Aliran Formalisme Rusia
Sudut pandangan ekstrim kaum Romantik misalnya menganggap juga sependapat bila sastra diartikan demikian, malahan mereka
bahwa sastra sama derajatnya dengan karya pendeta atau nabi; mengatakan bahwa sastra adalah pembantu khusus bahasa.
dalam anggapan ini tercakup juga pendirian bahwa sastra harus Karya sastra menjadi sarana untuk menyampaikan pesan
berfungsi sebagai pembaharu dan perombak. b) Dari sudut lain tentang kebenaran, kebaikan, dan keburukan. Ada pesan yang sangat
dikatakan bahwa sastra bertugas sebagai penghibur belaka; dalam jelas disampaikan, ada pula yang bersifat tersirat secara halus. Karya
hal ini, gagasan “seni untuk seni” tak ada bedanya dengan praktek sastra juga dapat dipakai untuk menggambarkan apa yang ditangkap
melariskan dagangan untuk mencapai best seller. c) Semacam sang pengarang tentang kehidupan di sekitarnya. Karya sastra dapat
kompromi dapat dicapai dengan meminjam sebuah slogan klasik: diibaratkan sebagai “potret” atau “sketsa” kehidupan. Tetapi, “potret”
sastra harus mengajarkan sesuatu dengan cara menghibur. itu tentu berbeda dengan cermin, karena sebagai kreasi manusia,
Lantas apa fungsi sastra sebenarnya? Mengapa karya sastra karya sastra di dalamnya terdapat pendapat dan pandangan
diciptakan sepanjang sejarah kehidupan manusia? Jawabnnya tentu penulisnya, sebagai refleksi kehidupan yang dilihat pengarang.
karena karya sastra diperlukan oleh manusia. Seorang pemikir Gagasan-gagasan yang muncul ketika menggambarkan karya
Romawi, Horatius, mengemukakan istilah dulce et utile, dalam sastra itu dapat membentuk pandangan orang tentang kehidupan
tulisannya berjudul Ars Poetica. Artinya, sastra mempunyai fungsi itu sendiri. Contohnya adalah apa yang kita sebut dengan stereotip
ganda, yakni menghibur dan sekaligus bermanfaat bagi pembacanya. tentang ibu tiri, tentang kelompok etnis tertentu, dan lain-lainnya.
Kenapa sastra harus menghibur? Menghibur bukan berarti Pengenalan karya sastra dan manfaatnya kepada siswa, salah
membuat pembaca terpingkal-pingkal karena tak dapat menahan satunya, dilakukan melalui pengajaran sastra. Pengajaran sastra
tawanya. Namun lebih kepada kepuasan batin ketika mengikuti bertujuan agar siswa memiliki kecerdasan intelektual, emosional,
alur cerita. Herman J. Waluyo (2006) memberikan istilah katarsis dan spiritual. Kecerdasan ini akan terhidang dari dunia sastra yang
yaitu pencerahan jiwa atau penyadaran jiwa terhadap lingkungan begitu kaya, baik dari sisi genre maupun nilai yang dikandungnya.
masyarakat atau terhadap keterbatasan individu yang seringkali Pengajaran sastra juga seharusnya bertugas sebagai sarana pewarisan
melabrak posisi Tuhan. Sastra mampu menghibur dengan cara sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan, bukan
menyajikan keindahan, memberikan makna terhadap kehidupan sistem nilai yang mewariskan ilmu pengetahuan. Peran kedua ini
(kematian, kesengsaraan, maupun kegembiraan), atau memberikan disandang oleh kelompok ilmu-ilmu eksakta. Jadi, pengasahan
pelepasan ke dunia imajinasi. afeksi bukannya kognisi menjadi tugas utama pengajaran sastra.
Fungsi ganda sastra tampak seperti ketika kita membaca Hal ini sekaligus juga menentang praktik pengajaran sastra yang
novel, sajak, dan sandiwara yang ternyata mempunyai dua arti. lebih menonjolkan unsur objektifnya tinimbang nilai-nilai luhur
Pertama, membaca novel, sajak, dan sandiwara untuk melewati yang dikandungnya. Bentuk pengajaran konvensional seperti ini
waktu yang luang, tetapi dengan berbuat demikian, dengan secara akan menyesatkan siswa dari keindahan sastra yang seharusnya

20 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 21
dirasakan pada kekeringan objek sastra yang bersifat formal belaka. bermacam-macam, karena wajah sastra yang telah dilahirkan juga
Maka, wajarlah jika Alwasilah mengatakan, “Penekanan kognitif bermacam-macam. Sastra yang dilahirkan oleh seorang pengarang
pada unsur-unsur intrinsik karya sastra itu lebih banyak membawa dari bangunan masyarakat bawah (kaum proletar), maka fungsi
mudarat daripada manfaat” (Media Indonesia, 30 Juni 2001). sosial sastra sebagai sarana perjuangan proletariat melawan sistem
kapitalisme.
8. FUNGSI SOSIAL SASTRA Jika sastra itu dilahirkan oleh pengarang dari bangunan
Kemampuan sastra dalam menyampaikan pesan menempatkan masyarakat atas (kaum borjuis), maka fungsi sosial sastra sebagai
sastra menjadi sarana kritik sosial. Contohnya dapat dilihat dari sarana untuk melegitimasi kaum borjuis sehingga sistem kapitalisme
kehidupan sekitar kita sehari-hari, seperti penggunaan puisi semakin kokoh. Jika sastra dilahirkan oleh pengarang-pengarang sufi
dalam demontrasi. Tetapi, kritik sosial dapat juga disampaikan yang persepakatnya mengalami kegoncangan kejiwaan (misalnya
oleh teks dengan cara yang lebih tersirat dan halus melalui piranti- pengarang Maulana Jalaluddin Rumi), maka fungsi sosial sastra
piranti sastra, seperti penggunaan simbol dan nada ironis. Sastra adalah sebagai sarana untuk menuntun kehidupan masyarakat
merupakan media komunikasi, yang melibatkan tiga komponen, dalam bidang kerohaniannya.
yakni pengarang sebagai pengirim pesan, karya sastra sebagai Dengan demikian, fungsi sosial sastra itu tergantung dari
pesan itu sendiri, dan penerima pesan yakni pembaca karya sastra masyarakat mana sastra itu dilahirkan, karena sastra adalah bagian
maupun pembaca yang tersirat dalam teks atau yang dibayangkan dari masyarakat, dan masyarakat menjadi salah satu pembentuk
oleh pengarangnya. sastra. Sastra ditulis oleh pengarang yang adalah anggota kelompok
Perlu diperhatikan bahwa fungsi sastra berubah dari zaman ke sosial masyarakatnya dan sastra berada dalam jaringan-jaringan
zaman, sesuai kondisi dan kepentingan masyarakat pendukungnya. sistem dan nilai dalam masyarakat (Sangidu, 2005:52-54). Dapat
Sastra lisan mempunyai fungsi sosial yang jelas dalam masyarakat dirumuskan bahwa dalam kehidupan masayarakat sastra mempunyai
tradisional sebagai bagian dari ritual, seperti ritual berbalas pantun beberapa fungsi yaitu :
untuk mengantarkan pengantin di berbagai kelompok adat di a. Fungsi rekreatif, yaitu sastra dapat memberikan hiburan yang
Indonesia, atau sebagai mantra penolak hujan dan penolak bala. Di menyenangkan bagi penikmat atau pembacanya.
Inggris genre drama muncul sebagai suatu bentuk dramatisasi cerita b. Fungsi didaktif, yaitu sastra mampu mengarahkan atau mendidik
dari Injil atau kisah orang-orang suci. pembacanya karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang
Sastra dapat dipandang sebagai suatu fenomena sosial. Sastra terkandung didalamnya.
ditulis dalam kaitannya dengan norma-norma dan adat istiadat c. Fungsi estetis, yaitu sastra mampu memberikan keindahan bagi
jaman itu. Dengan demikian, sastra yang dihasilkan oleh seorang penikmat/ pembacanya karena sifat keindahannya.
pengarang yang adalah salah satu anggota masyarakat merupakan d. Fungsi moralitas, yaitu sastra mampu memberikan pengetahuan
refleksi sosial. Keadaan sosial selalu ditandai dengan pertentangan moral kepada pembaca/ peminatnya.
kelas, dan seorang penulis (pengarang) akan menyuarakan e. Fungsi religius, yaitu sastra pun menghasilkan karya-karya
kelasnya masing-masing. Lahir wajah sastra yang bermacam- yang mengandung ajaran agama yang dapat diteladani para
macam tergantung pada setiap pengarang yang melahirkan sastra penikmat/ pembaca sastra.
tersebut, karena dia juga termasuk salah satu anggota kelompok
sosialnya. Fungsi sastra yang akan dilahirkannya pun wujudnya

22 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 23
BAB II

HAKIKAT
DAN GENRE SASTRA

1. HAKIKAT SASTRA
Banyak ahli sastra yang mencoba mendefinisikan sastra (adab),
akan tetapi batasan yang tepat mengenai apa hakikat sastra belum
berhasil dirumuskan. Hakikat sastra yang berhasil dirumuskan
adalah yaitu pengungkapan realitas kehidupan masyarakat secara
imajiner atau secara fiksi. Dalam hal ini, sastra memang representasi
dari cerminan masyarakat. Senada dengan apa yang diungkapkan
oleh Georg Lukacs (Taum, 1997: 50) bahwa sastra merupakan sebuah
cermin yang memberikan kepada kita sebuah refleksi realitas yang
lebih besar, lebih lengkap, lebih hidup, dan lebih dinamik.
Rene Wellek berpendapat bahwa kesusastraan berpusat pada
epik, lirik, dan drama karena ketiganya menunjuk pada dunia angan
(fiction, imagination). Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa
salah satu hakikat sastra bahwa kesusastraan mengakui adanya
sifat fictionaly (sifat menghayalkan), invention (penemuan atau
penciptaan), dan imagination (mengandung kekuatan menyatukan
angan untuk mencipta) (Pradopo, 1997: 35).
Karya sastra dipandang sebagai dokumen sosial yang
menggambar­kan refleksi situasi pada masa karya sastra tersebut

24 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 25
diciptakan, dengan kata lain, karya sastra adalah manifestasi dari karena keduanya tak mungkin dipisahkan. Sesuatu realitas akan
kondisi sosial budaya dan peristiwa sejarah. Menurut Georg Lukacs, dilihat dengan suatu imajinasi, sedangkan imajinasi tak mungkin
seorang kritikus Marxis, bahwa sastra merupakan pencerminan dilepaskan dari suatu kemungkinan realitas yang diperhitungkan.
masyarakat. Sastra yang sejati tidak hanya merekam kenyataan dalam Dengan demikian tak ada karya sastra sepenuhnya realitas, tanpa
masyarakat, tetapi melukiskan kenyataan dalam keseluruhannya. campur tangan imajinasi. Berbeda dengan sastra Arab, dilihat dari isi
Seorang pengarang dikatakan berkualitas apabila dapat melihat objeknya (maudhu), sastra dibagi menjadi dua macam: sastra kreatif
perkembangan masyarakat secara keseluruhan sehingga persepsinya )‫ (أدب انشاىئ‬dan sastra deskriptif )‫(أدب وصىف‬.
terhadap realitas sosial yang dituangkan di dalam karyanya dapat
mencerminkan realitas sosial. a. Sastra Deskriptif
Objek sastra deskriptif adalah bahasa seorang sastrawan ketika
2. GENRE SASTRA ia memperlihatkan pendapatnya baik dalam bentuk penjelasan
Berbicara tentang genre atau macam-macam sastra sesungguh­ atau kritikan terhadap hail karya sastra kreatif. Jenis sastra ini
nya menyangkut beberapa perbedaan yang terdapat dalam berbagai tidak diperoleh dengan menatap alam (manusia) secara langsung ,
macam teks sastra. Usaha untuk membuat pengelompokan melainkan dengan mengkaji dan mengkritisi beberapa karya sastra
terhadap karya sastra sebenarnya sudah banyak dilakukan sejak kreatif dan kemudian memberikan penilaian secara objektif (Ahmad
lama. Aristoteles misalnya, ia memberikan tiga kriteria yang dapat Al-Syayib dalam Muzakki, 2006:55). Menurut Abd Al-Mun’im
dijadikan patokan. Pertama, segi sarana perwujudannya (media of Khafaji, jenis sastra ini dinamakan dengan kritik. Keberadaannya
representation), karya sastra terbagi kepada prosa dan puisi. Kedua, muncul menjadi karya baru setelah penulis (sastrawan) memberikan
segi objek perwujudannya (object of representation) karya sastra penilaian terhadap hasil karya sastra kreatif. Para pengkaji sastra
selalu membicarakan manusia, yang mempunyai tiga kemungkinan: membagi sastra deskriptif menjadi dua bagian, yaitu kritik sastra
(1) manusia rekaan lebih agung daripada manusia yang nyata, seperti (naqd al-adab) dan sejarah sastra (tarikh al-adab).
: epik Homeros dan cerita Panji. (2) manusia rekaan lebih hina
daripada manusia yang nyata, seperti dalam komedi dan lenong. b. Sastra Kreatif
(3) manusia rekaan sama dengan manusia yang nyata. Ketiga, segi Sastra kreatif adalah karya sastra yang dihasilkan dengan cara
ragam perwujudannya (manner of poetic representation), karya sastra meniru dan menggambarkan alam semesta, baik alam itu muncul
terbagi kepada epik, lirik, dan drama. dari jiwa penulis sastra itu sendiri. Materi atau objek sastra keatif ini
Kriteria lain diberikan Luxemburg. Dari segi situasi bahasa, adalah alam (thabi’ah), baik alam yang sifatnya internal (dākhiliyyah)
sastra dibedakan menjadi teks monolog, dialog, dan naratif. maupun eksternal (khārijiyyah). Berdasarkan cara pemerolehannya,
Sedangkan dari segi isi abstrak, Luxemburg membedakan karya sastrawan Arab membagi sastra kreatif menjadi dua bagian, yaitu:
sastra yang mengandung cerita dan karya yang tidak mengandung puisi/syair )‫ (شعر‬dan prosa )‫(نرث‬. Pada pembahasan dalam bab ini,
cerita. Robert Scholes membagi karya sastra atas dua bagian. syair dan puisi dijelaskan secara terpisah.
Pertama, science fiction, membentuk imaginasi berdasarkan realitas
yang dipahami (penulisan). Kedua, sesuatu realitas yang dilihat 1) Syair
dari sudut imaginasi tertentu. Scholes menolak adanya karya- S e ca ra e t i m o l o g i , ka t a sya i r b e ra ka r d a r i ka t a
karya sastra yang sepenuhnya realitas atau sepenuhnya imajinasi, ‫ شعر – يشعر – شعرا – شعورا‬yang berarti mengetahui, merasakan,

26 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 27
sadar, mengomposisi, atau mengubah sebuah syair. Menurut Jurji Qāfiah adalah kata akhir dari sebuah bait syair. Khalil bin Ahmad
Zaidan, syair berarti nyanyian (al-ghina), lantunan (insyadz), atau berpendapat bahwa qāfiah adalah dua sukun yang berada pada akhir
melagukan (tartil). Syair menurut sastrawan Arab adalah kata-kata bait syair termasuk huruf-huruf hidup (berharakat) dan termasuk
fasih yang berirama dan berqafiah yang mengekspresikan bentuk- pula huruf hidup sebelum sukun pertama. Dalam telaah sastra,
bentuk imajinasi yang indah. Jadi syair adalah karya sastra yang qāfiah lebih tepat disebut sajak.
mengungkapkan pikiran dan perasaan seorang penyair secara Khayal atau imajinasi adalah daya bayang, fantasi, tetapi bukan
imajinatif, yang disusun dalam bahasa yang indah, disampaikan lamunan karena berpangkal pada kenyataan dan pengalaman.
secara sengaja, dan diwarnai dengan irama. Sebuah ungkapan dapat Imajinasi tidak sama dengan realitas yang sesungguhnya, karena
dikategorikan sebagai karya sastra bergenre syair apabila ungkapan imajinasi bersifat intuitif yang mengutamakan faktor rasa. Sebagian
tersebut memenuhi kriteria: (1) kalam (bahasa), (2) ma’na (gagasan), sastrawan Arab berpendapat bahwa karya sastra yang bergenre prosa
(3) wazan (irama), (4) qāfiah (sajak), (5) khayal (imajinasi), dan (6) dapat dikatakan syair apabila mengandung daya imajinasi yang
qashdan (sengaja). indah meskipun tidak bersajak tertentu. Qashdan adalah sebuah
Kalam artinya bahasa. Bahasa merupakan media utama sebuah ungkapan atau kata-kata baru yang dapat dikatakan syair apabila
karya sastra dan bahasa sastra mempunyai kekhasan tersendiri. kata-kata tersebut sengaja dijadikan syair, tidak secara kebetulan.
Para penyair biasanya lebih tahu tentang sifat-sifat bahasanya dan
a) Struktur Syair
lebih bisa mengeksploitasikan sifat-sifat fonetis, morfologis, dan
Struktur syair pada dasarnya mempunyai dua unsur, yaitu
sintaksis untuk mengejawantahkan rasa haru yang dialaminya.
surface structure (struktur luar/ fisik) dan deep structure (struktur
Penyimpangan pemakaian bahasa ini merupakan penyimpangan
dalam/ batin). Struktur luar syair berkaitan dengan bentuk,
sosial (masyarakat penyair) dan bukan perorangan. Dalam kajian
terdiri dari pilihan kata (diksi), struktur bunyi, penempatan
sastra, penyimpangan ini disebut licentia poetica yang merupakan
kata dalam kalimat, penyusunan kalimat, penyusunan bait dan
kebebasan penyair (Muzakki, 2006: 43).
tipografi (irama). Sedangkan unsur dalam berkaitan dengan
Ma’na artinya gagasan atau ide. Ma’na merupakan unsur batin isi, tema, pesan atau makna yang tersirat di balik struktur luar.
dalam syair. Para kritikus menamakannya dengan istilah fakta, dalam Musral Esten mengatakan bahwa unsur-unsur struktur syair/
bahasa Arab disebut ‫ احلقيقة‬dan juga dinamakan dengan kebenaran puisi (unsur luar) diantaranya adalah:
)‫ (الصواب‬. Dinamakan fakta karena syair mengandung peristiwa 1. Musikalitas, yaitu unsur bunyi, irama atau musik dari
atau kejadian yang benar-benar ada, benar-benar dijumpai dalam sebuah puisi. Unsur ini terlihat pada penyusunan bunyi
kehidupan nyata, dan harus diterima sebagai kenyataan. kata dan kalimat.
Wazan berarti keseimbangan. Wazan dalam syair adalah 2. Korespondensi, yaitu hubungan antara satu larik (baris)
pengulangan bunyi yang sama pada setiap akhir bait dari bait- dengan larik berikutnya, satu kata dengan yang lain, satu
bait syair. Wazan lebih tepat diartikan sebagai pola irama atau bait dengan bait yang lain.
musikalitas. Dalam kajian sastra Arab, setiap bait syair terdiri dari 3. Gaya bahasa yang membuat larik menjadi padat dengan
dua bagian dengan wazan yang sama, yang dikenal dengan istilah arti imajinasi serta memberi warna emosi terhadap
bahr. Dua bagian dengan wazan yang sama dalam setiap bait syair pembacanya.
disebut dengan al-mishrā’ )‫(المرصاع‬.

28 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 29
b) Macam-Macam Syair d) Syair Lirik
Para kritikus sastra, terutama kritikus sastra Arab, seperti Thaha Syair lirik adalah syair yang secara langsung mengungkapkan
Husein dan Ahmad Al-Syasib membagi syair dari segi isinya perasaan, baik perasaan sedih maupun harapan. Ia berupa
menjadi tiga macam: 1) syair cerita/ epic poetry (syi’r qishashi), 2) kasidah yang cukup panjang dan bersifat subjektif (dzati),
syair lirik/ liric poetry (syi’r ghina’i), dan 3) syair drama/ dramatic sehingga lebih tepat untuk menggambarkan kepribadian
poetry (syi’r tamtsili). Abd Al-Aziz bin Muhammad Al-Faishal seseorang. Jenis syair ini sangat terkenal atau sering kali
menyebut syair cerita dengan istilah syi’r malhami, walaupun dipergunakan oleh sastrawan Arab. Syair ini biasanya bertujuan
pengertiannya tidak ada perbedaan. Contoh syair karya Umru’ untuk memuji, mengejek, meratap, merayu, dan sebagainya.
al-Qais adalah sebagai berikut:
e) Syair Drama
‫ىلع بأنواء الهموم يلبتيل‬
‫ويلل كموج ابلحر أرىخ سدوهل‬ Syair drama adalah syair yang dibuat untuk disaksikan di atas
‫وأردف أعجاز أو ناء بكللك‬ ‫فقلت هل لما تمطى بصلبه‬ panggung dan bersifat objektif. Karena terbatas oleh waktu dan
tempat, jumlah baitnya tidak sepanjang syair-syair lainnya.
‫بصبح و ما االصباح منك بأمثل‬ ‫أأل ايها الليل الطويل أال اجنيل‬ Dilihat dari segi penyampaian dan episodenya perlu disusun
dengan baik, jenis syair ini menyerupai syair cerita. Pada sisi
Di kala malam yang segelap lautan
lain, karena penyampaian tujuannya yang masih memerlukan
tengah meliputiku
peran aktor untuk megungkapkan perasaan kepribadian yang
dengan berbagai macam keresahan
berbeda, jenis syair ini menyerupai syair lirik. Dengan demikian,
untuk mencobaku
keberadaan syair drama ini menggabungkan dua syair yang ada,
Di waktu malam tengah memanjangkan waktunya
yaitu syair cerita dan syair lirik.
maka aku katakana padanya
Wahai malam yang panjang Maksud bersifat subjektif (dzati) dan objektif (maudhu’i) adalah
gerangan apakah yang menghalangimu berdasarkan kepada pembagian sastra, sebagaimana diungkap
untuk bergantian dengan pagi hari? Khafaji, yang dilihat dari segi materi yang disampaikan, sastra dibagi
walaupun pagi hari itu kepada dua jnis: 1) sastra subjektif (Al-adab Al-dzati), dan 2) sastra
tidak lebih baik daripada engkau. objektif (Al-adab Al-maudhu’i). Sastra subjektif adalah karya sastra
di mana seorang sastrawan mengungkapkan perasaan, buah pikiran,
c) Syair Cerita
dan imajinasinya sendiri, seperti syair lirik (syi’r ghina’i). Sedangkan
Syair cerita adalah jenis novel yang bersifat objektif (maudhu’i). Ia
sastra objektif adalah karya sastra di mana seorang sastrawan
berupa kasidah panjang yang menceritakan peristiwa-peristiwa
mengungkapkan perasaan, keinginan, dan buah pikiran orang lain,
sejarah, kemudian disusun dalam bentuk cerita kepahlawanan
misalnya syair drama (syi’r tamtsili) dan syair cerita (syi’r qishashi) (M.
untuk dinyanyikan. Seperti, Ilyadzah dan Udisa karya Homerus,
Abd Al-Mun’im Khafaji dalam Muzakki, 2006: ). Pada masa modern,
kisah bangsa Yunani yang terdiri dari 16 ribu baris; mahabarata,
dilihat dari segi lahirnya, syair Arab terbagi menjadi :
kisah India yang terdiri dari 100 ribu bait; dan Syahanamah Al-
1) Syi’r Multazam, yaitu syair yang tidak terikat dengan aturan
Firdaus, kisah orang Persia yang terdiri dari 60 ribu bait.
wazan dan qafiah.
2) Syi’r Mursal, yaitu syair yang terikat dengan satuan irama
(taf’ilat), tetapi tidak terikat dengan aturan wazan atau qafiah.

30 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 31
3) Syi’r Hurr, yaitu syair tidak terikat sama sekali dengan aturan menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik,
wazan, qafiah maupun taf ’ilat, tetapi masih terikat dengan yaitu dengan mempergunakan orkestrasi bunyi.
satuan irama khusus yang menjadi karakteristik karya sastra Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah
bernilai tinggi. pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan
atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi
2) Puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur,
Horatius, seorang kritikus Romawi, mensyaratkan dua hal sedangkan Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu
bagi puisi, yaitu puisi harus indah dan menghibur (dulce), namun merupakan pemikiran manusia secara konkret dan aristik dalam
pada saat yang sama puisi juga harus berguna dan mengajarkan bahasa emosional serta berirama. Shelley mengemukakan bahwa
sesuatu (utile). William Wordsworth, penyair Romantik Inggris, puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup
memahami puisi sebagai suatu luapan spontan dari perasaan yang kita.
kuat - a spontaneous overflow of powerful feelings. Sementara itu, Shahnon Ahmad mengemukakan bahwa bila unsur-unsur
Roman Jacobson, seorang ahli linguistik dari Perancis, menekankan dari pendapat-pendapat itu dipadukan, maka akan didapat garis-
pada fungsi puitik (poetic function) teks, yakni sebuah fungsi yang garis besar tentang pengertian puisi yang sebenarnya. Unsur-unsur
mengarahkan segenap upaya dan perhatian pada unsur-unsur teks tersebut berupa: emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama,
itu sendiri. kesan pancaindera, susunan kata, kata-kata kiasan, kepadatan, dan
Secara konvensional, sebuah puisi biasanya menggunakan perasaan yang bercampur-baur. Jadi, puisi itu mengekspresikan
beberapa atau salah satu unsur secara dominan untuk membangun pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang
makna. Puisi biasa didefinisikan sebagai karangan yang terikat, imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Puisi itu
sedangkan prosa ialah bentuk karangan bebas. Puisi itu karangan merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang
yang terikat oleh: (1) banyak baris dalam tiap bait (kuplet/strofa, suku penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan (Pradopo,
karangan); (2) banyak kata dalam tiap baris; (3) banyak suku kata 2002:4-7). Adapun perbedaan pokok puisi dan prosa adalah
dalam tiap baris; (4) rima; dan (5) irama. Definisi tersebut sudah tidak a. Kesatuan-kesatuan korespondensi prosa yang pokok ialah
cocok lagi dengan wujud puisi zaman sekarang. kesatuan sintaksis; kesatuan korespondensi puisi resminya—
Definisi Altenberd, puisi adalah pendramaan pengalaman bukan kesatuan sintaktis—kesatuan akustis.
yang bersifat penafsiran (menafsirkan) dalam bahasa berirama b. Di dalam puisi korespondensi dari corak tertentu, yang terdiri
(bermettrum) (as the interpretive dramatization of experience in dari kesatuan-kesatuan tertentu pula, meliputi seluruh puisi
metrical language). Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi dari semula sampai akhir. Kesatuan ini disebut baris sajak.
itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair c. Di dalam baris sajak ada periodisitas dari mula sampai akhir.
memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-
baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan a) Macam-macam Puisi
unsur lain sangat erat hubungannya, dan sebagainya. Carlyle Banyak orang menyakini bahwa “puisi” tertua adalah mantra,
berkata, puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair yang merupakan bagian penting ritual-ritual masa lampau.
dalam menciptakan puisi itu memikirkan bunyi yang merdu seperti Kekhasan mantra terletak pada pengulangan-pengulangan
musik dalam puisinya, kata-kata di susun begitu rupa hingga yang bunyi serta efek yang dihasilkannya pada pendengar. Konon,

32 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 33
mantra punya fungsi magis, yakni mampu menyembuhkan sastra Arab Jahiliyyah. Puisi berjenis epik dan dramatik tidak
penyakit, megusir roh jahat atau bala, dan menghubungkan ditemukan dalam sastra Arab Jahiliyyah karena penciptaan puisi
manusia dengan alam supranatural. Di dalam mantra, bunyi jenis ini memerlukan
lebih penting daripada makna. Itulah sebabnya mengapa mantra Epik banyak menggunakan kisahan dan lebih bergaya
di atas tidak membangun suatu makna yang utuh dan dapat prosais sambil tetap mempertahankan unsur-unsur puitik yang
dicerna, namun lebih mengutamakan pengulangan bunyi- umum dijumpai dalam puisi, seperti rima, kesamaan jumlah
bunyi tertentu. ketukan, dan semacamnya. Oleh sebab itu, epik juga kerap
Pada Zaman Pertengahan di Eropa, kira-kira pada abad ke12, disebut dengan sajak naratif. Isinya pada umumnya tentang
dan beberapa periode setelah zaman tersebut, puisi dinyanyikan petualangan atau perjalanan seorang pahlawan atau tokoh, serta
oleh para troubadour (pelipur lara) serta penyair istana. berbagai perbuatan luhur yang dilakukannya. Sajak yang pada
Isinya biasanya mengisahkan tentang hikayat para pahlawan zaman dahulu juga dibawakan lewat nyanyian disebut dengan
dan percintaan. Troubadour yang terkenal dalam sejarah balada (Budianta, 2003:62-63).
kesusastraan Perancis adalah Marcabru yang mendapat julukan
c) Segi Bentuk
Le Pain Perdu atau The Lost Bread dan Richard Coeur de Lion (The
Dari segi bentuk, secara garis besar dapat disebutkan adanya
Lion Heart). Di Indonesia tradisi serupa juga dapat dijumpai,
sajak-sajak yang bentuknya terikat, seperti soneta, kwatrin,
khususnya dalam tradisi kesusastraan Melayu. Masing-masing
pantun, dan sajak-sajak berbentuk bebas. Soneta biasanya
bait terdiri atas dua larik yang memiliki rima yang sama. Di
terdiri atas empatbelas larik dengan pola rima tertentu, kwatrin
dalam kesusastraan Inggris bentuk seperti ini disebut dengan
adalah sebait sajak yang terdiri atas empat larik dengan rima
heroic couplet dan lazim digunakan pada periode Agustus, yang
tertentu. Kwatrin adalah bentuk sajak yang lebih pendek karena
mengutamakan keteraturan dalam bentuk. Dalam kesusastraan
hanya terdiri atas empat larik. Tradisi penulisan kwatrin sudah
Melayu bait berlarik ganda dan berima sama ini disebut dengan
sangat tua, dan bentuk ini telah populer sejak zaman dahulu.
gurindam.
Kwatrin dijumpai dalam kesusastraan Sanskrit lama yang
W.H. Hudson membagi puisi menjadi puisi subjektif dan
dimulai tahun 1500 SM hingga dalam khazanah sastra Persia
puisi objektif. Cleanth Brooks menyebutkan adanya puisi naratif
sekitar abad pertama Masehi. Penyair Persia yang terkenal
dan puisi deskriptif. David Daiches membagi puisi menjadi
adalah Omar Khayyam, dan dalam bahasa Persia kwatrin disebut
puisi fisik, puisi platonik, dan puisi metafisik. X.J. Kennedy
ruba’iyat. Contoh kwatrin:
menyebutkan adanya puisi konkret dan balada (Waluyo, 1987: 135).
Kalau saja hati dapat mencerna makna hidup ini,
b) Segi Ungkapan Dalam maut dapat dipahaminya misteri Ilahi,
Dari segi ungkapan, puisi dapat dikategorikan dalam lirik Hari ini saat kau miliki dirimu, kau tak tahu apa-apa,
dan epik. Puisi lirik banyak mengeksplorasi subjektivitas dan Esok saat kau tinggalkan dirimu, apa yang kau ketahui?
individualitas aku lirik dalam sajak. Biasanya, puisi lirik lebih Hari ini adalah masa mudaku,
mengutamakan suasana daripada tema, dan makna kerap Kuteguk anggur sebab itulah hiburanku,
perlu dipahami dalam kaitan dengan suasana batin tertentu Jangan salahkan aku, rasanya pahit namun nikmat,
yang hendak dibangun daripada dengan pesan-pesan moral. Rasanya pahit sebab itulah hidupku.
Puisi lirik adalah jenis puisi yang pertama kali muncul dalam

34 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 35
Pantun adalah sebuah bentuk puisi khas Melayu yang terdiri Dan kilat diwajahmu. Buka layarmu, naik!
atas empat baris. Rimanya a-b-a-b dan dua larik pertama tidak (Ariwara Yukihira) (Putri Nukada)
saling terkait dengan dua larik berikutnya dari segi isi, namun d) Segi Isi
kedua pasangan itu memiliki hubungan bunyi dan irama yang Puisi juga bisa ditinjau dari segi isinya. Ada sajak yang berisi
erat. Ada pantun yang dibuat untuk saling memadu kasih, puji-pujian untuk seorang tokoh atau pahlawan, atau suatu
yang disebut dengan pantun berkasih-kasihan, dan ada pula peristiwa besar. Sajak seperti ini disebut dengan ode. Penyair-
yang isinya jenaka dan disebut dengan pantun jenaka. Contoh penyair Romantik Inggris dari abad ke-19 dikenal suka
pantun: mengubah ode, yang dipersembahkan bagi alam. Disamping
Pantun Berkasih-kasihan Pantun Jenaka ode, dikenal juga sebentuk sajak yang biasanya diguratkan pada
Jangan suka dibenang-benang Naik ke bukit beli lada batu nisan di makam seseorang, yang disebut dengan epitaf.
Kalau dibenang memutus tali Lada sebiji dibelah tujuh Epitaf kerap berisi pesan atau ajaran moral yang dipetik dari
Jangan suka dikenang-kenang Apa sakitnya berbini janda pengalaman orang yang dimakamkan di bawah nisan tersebut.
Kalau dikenang meracun hati Anak tiri boleh disuruh Puisi juga berisi semacam dukacita atau rasa sesal akan sesuatu
yang sangat berharga atau dikasihi namun yang kini telah
Puisi konkret merupakan salah satu ciri puisi modern, yang hilang. Puisi dengan kandungan seperti ini disebut dengan
menekankan pada efisiensi kata dan menghindari abstraksi. Di elegi. Contoh berikut adalah potongan sajak “Elegi Dorolegi”
Indonesia, puisi jenis ini kerap dirancukan dengan puisi bebas karya Sitok Srengenge yang menunjukkan kerinduan atau rasa
yang dipelopori sejumlah mahasiswa ITB. Bunyi dan suasana kehilangan yang ditujukan kepada kampung halamannya:
terkadang masih dominan, tetapi unsur-unsur lain seperti Di pelataran, di bawah benderang bulan,
rima dan makna tidak lagi menjadi prasyarat. Citraan yang ia bimbing anak-anak dengan dolanan dan nyayian,
digunakanpun sifatnya konkret dan berorientasi pada resepsi Gobak sodor, jamuran, pencari ubi, ayam hilang,
inderawi. berkejaran, berjalin tangan melingkar, bergamit bahu
Pada kesusastraan Jepang terdapat dua bentuk sajak pendek memanjang,
yang disebut haiku dan tanka. Haiku terdiri atas tujuh belas Di hamparan tanah lapang, di atas rerumputan,
suku kata saja, yang dirangkai dalam tiga larik dengan susunan di bawah curah cahaya bulan!
5-7-5. Dalam haiku, dua tema yang berbeda disatukan secara
Dalam tradisi kesusastraan Jawa Baru terdapat sebentuk
lirik, sedangkan tanka sedikit lebih panjang, terdiri atas tiga
persajakan yang disebut dengan macapat, yang lazim digunakan
puluh satu suku kata dengan susunan 5-7-5-7-7. Tanka telah
dalam penulisan babad, yaitu kisah sejarah atau kronikel Jawa.
berkembang di Jepang selama hampir 800 tahun. contoh dua
Biasanya, macapat ditembangkan dengan susunan nada tertentu.
buah tanka (telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia)
Khazanah kesusastraan Jawa Kuno, terdapat kakawin, di Amerika
adalah sebagai berikut:
terdapat ragam puisi yang dikenal dengan puisi imajis, yang terutama
Bagaikan mimpi Di Nigitazu, dapat dilihat dalam karya-karya Ezra Puond, dan masa Puritan di
Kuingat badai s’malam Bulan meluncurkan prahu Inggris abad ke-17 terdapat banyak puisi tipografis yang mencoba
Petir dan hujan, Kenapa heran? menvisualisasikan bentuk-bentuk sesuai tema puisi.
Lembut hangat tubuhmu Bulan bangkitkan pasang

36 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 37
3) Prosa fikrah (gagasan), athifah (rasa), lafdz (bahasa), dan khayal (imajinasi).
Menurut Ahmad Al-Iskansdari dan Musthafa Inani (dalam Sedangkan prosa ilmiah hanya memenuhi dua unsur saja, yaitu
Muzakki, 2006:53), prosa adalah kata-kata yang tidak terikat dengan gagasan dan bahasa.
pola irama (wazan) maupun sajak (gāfiah). Pada dasarnya, kata prosa Sastrawan Barat, sebagaimana diungkap Ahmad Al-Syayib,
tidak langsung berhubungan dengan karya sastra, karena prosa lebih membagi prosa kepada beberapa macam, di antaranya: deskripsi,
dekat kepada pemaparan. narasi film, novel, cerpen atau cerita pendek, sejarah, biografi,
Sebuah pemaparan dikatakan karya sastra apabila memenuhi eksposisi, argumentasi, kritik, esai, debat,dan orator. Sementara
beberapa syarat, diantaranya: pertama, di dalamnya terdapat dalam sastra Arab, belum ada pembagian yang jelas seperti yang
deretan peristiwa. Sebuah peristiwa ditandai oleh tindakan dalam dilakukan sastrawan Barat. Namun Ibn Ja’far pernah menulis
satu kesatuan ruang dan waktu. Apabila tidak ada tindakan, artinya karyanya “Naqad Al-Natsr” bahwa prosa Arab terdiri dari khithabah
yang ada hanya lukisan tentang tempat atau ruang dan waktu, (retorika), tarassul (korespondensi), ihtijaj (argumentasi), dan hadits
maka ia berubah menjadi deskripsi. Kedua, peristwa menghendaki (cerita). Pembagian ini tidak menutup untuk memasukkan bidang
adanya tokoh. Tokoh adalah orang yang menggerakkan peristiwa. lain sehingga disebut sebagai karya prosa. Karena pada dasarnya
Bersambungnya peristiwa adalah aksi dan tindakan tokoh. Ketiga, prosa itu diperoleh melalui: tulisan dan ungkapan lisan (Ahmad Al-
deretan peristiwa dan tokoh itu adalah peristiwa dan tokoh fiktif. Syayib dalam Muzakki, 2006:54-55).
Inilah yang mendasar dalam karya sastra. Unsur fiksi inilah yang
amat menentukan dalam karya sastra genre prosa. Karena prosa 4) Drama
tidak terikat oleh kaidah-kaidah sebagaimana yang ada pada puisi, Drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya
maka prosa tidak termasuk karya sastra dalam arti yang sebenarnya. memperlihatkan secara verbal adanya dialogue atau cakapan di
Berbeda dengan prosa lirik atau prosa estetis yang termasuk karya antara tokoh-tokoh yang ada. Selain didominasi oleh cakapan yang
sastra dalam arti sebenarnya karena memenuhi tuntutan nilai langsung itu, lazimnya sebuah karya drama juga memperlihatkan
estetika dan unsur-unsur sastra lainnya, seperti imajinasi, perasaan, adanya semacam petunjuk pemanggungan yang akan memberikan
gagasan, dan lain sebagainya. gambaran tentang suasana, lokasi, atau apa yang dilakukan oleh
Menurut Syauqi Dhaif, secara umum prosa ada dua macam : tokoh. Pengertian umum mengenai karya drama ini mengikuti
a. Prosa biasa (Al-natsr Al-‘adi). Prosa ini sering digunakan dalam batasan sebagaimana pernah dikemukakan oleh Sir John Pollock.
bahasa komunikasi. Ia tidak memiliki nilai sastra kecuali matsal Tidak semua pementasan drama berdasarkan karya seperti telah
dan hikmah yang sudah berlaku di kalangan masyarakat. dikutip cuplikannya. Ada sejumlah karya yang kemudian dipentaskan
b. Prosa yang dicipta oleh para sastrawan. Prosa ini memiliki oleh sebuah grup teater misalnya, yang ternyata tidak berdasarkan
bahasa seni (estetik) dan mengandung unsur-unsur balaghah. sebuah naskah yang telah berbentuk sebagaimana contoh di atas,
Jenis prosa inilah yang mendapatkan perhatian dari para kritikus melainkan berbentuk prosa, atau bahkan berbentuk puisi (Budianta,
sastra (Syauqi Dhaif: 1960; 15). 2003:95-97).

Dilihat dari karakteristiknya, prosa dapat dibagi kepada dua Ada sejumlah karya drama yang sangat populer, yang berkali-
bagian yaitu prosa ilmiah dan prosa seni. Sebuah karya dapat kali dipentaskan di berbagai kesempatan dan di berbagai tempat.
dikategorikan prosa estetis apabila memenuhi empat unsur yaitu: Sebaliknya, banyak pula karya drama yang berhenti sebagai semata-
mata bacaan; tanpa pernah dipentaskan sama sekali. Drama yang

38 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 39
cenderung lebih tepat untuk dibaca saja, meskipun secara verbal istilah ini adalah dari kebudayaan atau tradisi bersastra di Yunani.
juga memperlihatkan adanya cakapan dan petunjuk pemanggungan, Pada awalnya, di Yunani ini, baik “drama” maupun “teater” muncul
lazim disebut sebagai closet drama atau “drama baca” dalam istilah dari rangkaian upacara keagamaan, suatu ritual pemujaan terhadap
Indonesia. para dewa. Istilah “drama” itu sendiri, seperti dikemukakan oleh
Drama bukan hanya sekedar pemaparan atau diskusi tentang Boen S. Oemarjati (1971), pada masa Aeschylus (525-456 SM)—satu
peristiwa kehidupan yang nyata. Drama sebenarnya lebih merupakan di antara tiga penyair tragedi Yunani—sudah menyiratkan makna
‘penciptaan kembali’ kehidupan nyata. Drama, menurut istilah ‘peristiwa’, ‘karangan’, dan ‘risalah’.
Aristoteles adalah peniruan gerak yang memanfaatkan unsur-unsur Istilah teater yang berasal dari theatron yang juga merupakan
aktivitas nyata. Bahasa merupakan unsur utama drama, tetapi masih turunan dari kata theaomai mengandung makna ‘dengan takjub
ada unsur-unsur lain yang sangat penting, yaitu: gerak, posisi, nelihat atau memandang’. Secara khusus lagi, pada masa Thucydes
isyarat, dan ekspresi wajah. Bahasa dalam drama mengandung (471-395 SM) dan Plato (428-348 SM), teater juga dimaksudkan sebagai
bermacam pengucapan lisan yang penting, seperti lagu, kalimat, lafal, ‘gedung pertunjukan, panggung’, atau ‘publik, auditorium’ pada
volume, suara, dan tekanan agar dapat menyampaikan pesan secara zaman Herodotus (490-424 SM), dan ‘karangan tonil’, sebagaimana
sempurna (Rahmanto, 1988:90). Contoh petikan drama karya Robert disebutkan dalam kitab Perjanjian Lama. Pada masa awal
Bolt yang berjudul A Man for All Seasons (setelah diterjemahkan ke pertumbuhannya di Barat, sebagai bentuk upacara agama, drama
dalam bahasa Indonesia). dilaksanakan di lapangan terbuka. Para penonton duduk melingkar
atau membentuk setengah lingkaran, sedangkan upacara dilakukan
Cromwell : Maaf atas undangan yang mendadak ini, Tuan Thomas.
di tengah lingkaran tersebut.
Terima kasih atas kedatangannya. (menarik gorden,
nampaklah Rich duduk di dalam ruangan yang sempit Sementara pada teater di Yunani khususnya, tempat penonton
siap dengan alat tulis-menulisnya). Silakan duduk. berada membentuk setengah lingkaran yang semakin besar
Anda kenal Tuan Rich bukan? radiusnya, semakin tinggi tempat duduk penonton bersangkutan.
More : Tentu. Teman lama saya. Aha, Anda mengenakan baju Bentuk seperti ini dikenal sebagai amphitheater, yang dibuat
yang bagus Richard. sedemikian rupa itu pada zaman itu, sesuai dengan sifat drama
Cromwell : Tuan muda Rich akan mencatat pembicaraan kita. dan merupakan suatu penyiasatan terhadap mutu suara maupun
More : Anda berbaik hati padaku, Tuan muda Sekretaris. pandangan penonton yang masih belum terbantu oleh penemuan
Cromwell : (tertawa penuh penghargaan, kemudian) percayalah teknologi pandang-dengar (audio-visual), seperti sekarang ini.
padaku, Sir Thomas. Tetapi, ah jangan. Ini terlalu Perkembangan drama, pada gilirannya kemudian, memperlihatkan
berlebihan. Anda berbicara sajalah. Toh Anda termasuk adanya penggeseran dari ritual keagamaan menuju kepada suatu
pengagum orang-orang yang tulus hatinya ketimbang oratoria, suatu seni berbicara yang mempertimbangkan intonasi
saya. (Rich mulai menulis). Jangan ditulis dulu Rich. untuk mendapatkan efektivitas komunikasi.
Belum, belum dimulai. (bernada mengundang More Dari oratoria ini, kemudian perkembangan memperlihatkan
untuk menertawakan Rich). adanya dua kecenderungan besar. Di sana pihak, ada kecenderungan
oratoria yang sarat dengan musik sebagai elemen utamanya, yang
Sebagai istilah, “drama” dan “teater” ini datang atau kita pinjam
hingga kini kita kenal dengan opera dan operet, dan di pihak lain
dari khazanah kebudayaan Barat. Secara lebih khusus, asal kedua
muncul pula bentuk oratoria yang hanya mengandalkan cakapan

40 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 41
atau dialog sebagai elemen utama seperti yang kini kita kenal sebagai d. Sastra Lisan
drama. Dan sudah barang tentu, bentuk-bentuk teater mengalami Menurut Wiget (lihat Lauter, 1994), sastra lisan dipertunjukkan
perkembangan pula sejajar dengan perkembangan drama dan di hadapan pendengar yang melakukan evaluasi baik cara maupun
perkembangan teknologi pandang-dengar yang ada (Budianta, isi pertunjukan; evaluasi bukan merupakan kesimpulan dari
2003:99-100). pertunjukan tersebut, melainkan merupakan sebuah kegiatan yang
berlangsung yang tercermin dalam tingkat perhatian dan komentar.
c. Sastra Elektronik
Terdapat varitas yang sangat mengejutkan dari sastra lisan yang
Sastra Elektronik adalah sastra di media elektronik. Sastra dalam bertahan hidup di antara orang-orang pra-aksara, dan sebagaimana
peradaban tradisional didominasi sastra lisan; dalam peradaban kata-kata tertulis muncul dalam sejarah, menunjukkan bahwa
modern didominasi oleh sastra tulis; dan dalam peradaban semua genre penting sastra yang muncul pada awal masyarakat
postmodern didominasi oleh sastra elektronik. Ambang peralihan tiap beradab adalah: epos heroik, nyanyian pujaan untuk pendeta dan
peradaban tampak dalam deformasi genre sastra. Pendokumentasian raja, cerita misteri dan supernatural, lirik cinta, nyanyian pribadi hasil
dan penulisan sastra lisan sejalan dengan peralihan dari peradaban meditasi, kisah cinta, kisah petualangan dan heroisme rakyat jelata,
tradisional menuju peradaban modern. Perekaman, sinematisasi yang berbeda dari epos heroik kelas atas, satir, satir pertempuran,
dan digitalisasi baik sastra lisan maupun sastra tulis sejalan dengan balada, dogeng tragedi rakyat dan pembunuhan, cerita rakyat, fabel,
peralihan menuju peradaban postmodern. teka-teki, pepatah, falsafah hidup, himne, mantra-mantra, nyanyian
Kemajuan teknologi sangat berpengaruh terhadap perkembang­ misteri para pendeta, dan mitologi.
an kesenian. Salah satu bidang teknologi yang mengalami per­ Dari berbagai varitas di atas, genre sastra lisan dapat klasifikasi­
kembangan pesat adalah teknologi elektronik. Teknologi ini memiliki kan ke dalam sub-sub genre yang terdiri atas puisi lisan, prosa lisan,
keterkaitan erat dengan dunia kesenian, baik sebagai alat produksi dan drama lisan. Edi Sedyawati (lihat Pudentia, 1998) menyusun
maupun sebagai media komunikasi. Bahkan teknologi elektronik sebuah gradasi dari sastra lisan yang paling murni sastra hingga ke
berperan dalam menciptakan suatu genre baru dalam dunia kesenian pertunjukan teater yang paling lengkap media pengungkapannya,
yaitu seni elektronik. Frank Popper (1993) membahas lima kategori yakni: murni pembacaan sastra (mebasan dan macapatan);
seni elektronik: (1) seni laser dan holografik, (2) seni video, (3) seni pembacaan sastra disertai gerak sederhana dan atau iringan musik
komputer, (4) seni komunikasi, dan (5) seni instalasi, demonstrasi terbatas (cekepung dan kentrung); penyajian cerita disertai gerak tari
dan pertunjukan. Fokus bahasan Popper adalah senirupa elektronik. (randai); dan penyajian cerita melalui aktualisasi adegan, dialog dan
Genre-genre seni elektronik terdapat dalam berbagai bidang tarian pemeran, dan iringan musik (wayang wong, makyong, wayang
kesenian seperti seni musik elektronik, seni rupa elektronik, sinema gong, dan lain-lain).
elektronik, dan sastra elektronik.
Menurut Wiget, dalam banyak sastra lisan dunia, puisi lisan adalah
Dalam arti luas karya sastra yang diproduksi, dimodifikasi, nyanyian, seperti halnya mazmur-mazmur Daud, lirik-lirik Orpheus,
dan dikemas dengan menggunakan peralatan elektronik dapat maupun meditasi-meditasi Tecayahuatzin. Baik puisi lisan maupun
dinamakan sastra elektronik. Sesuai dengan media yang dipakai, prosa lisan Amerika terdapat dalam kesusastraan pribumi seperti puisi
sastra elektronik dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis: sastra Zuni, Aztec, Inuit, Aleut, dan lain-lain; dan cerita-cerita dari suku-
audio, sastra audiovisual, dan sastra multimedia. suku Indian Hitchiti, Zuni, Navajo, Lakota, Iroquois, dan lain-lain.

42 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 43
Perkembangan penelitian terhadap sastra lisan yang merupakan tertulis dapat lepas dari kerangka referensi aslinya; (5) bagi pembaca,
sastra rakyat dilakukan dengan menggunakan metode-metode tulisan dapat dibaca ulang; (6) teks-teks tertulis dapat diproduksi
historis-komparatif, historis-geografik, dan historis-struktural. dalam berbagai bentuk dan jangkauan komunikasi yang lebih luas;
Menurut A Teeuw (1988), perkembangan dalam studi sastra lisan dan (7) komunikasi menembus jarak ruang, waktu, dan kebudayaan.
terutama yang menyangkut puisi rakyat antara lain dilakukan Genre sastra tulis dapat dijabarkan ke dalam sub-sub genre yang
oleh Parry dan Lord. Hipotesis Parry dan Lord ternyata dapat terdiri atas puisi tulis, prosa tulis, dan drama tulis.
dibuktikan dengan meneliti puluhan contoh epos rakyat seperti
yang dinyanyikan oleh tukang cerita. Dengan meneliti teknik f. Cerita Pendek
penciptaan epos rakyat, cara tradisi tersebut diturunkan dari guru Laelasari dan Nurlaila (2006:62) berpendapat bahwa cerita
kepada murid, dan bagaimana resepsinya oleh masyarakat, Parry pendek (cerpen) adalah suatu karangan pendek yang berbentuk
dan Lord berkesimpulan bahwa epos rakyat tidak dihafalkan naratif atau cerita prosa yang mengusahkan kehidupan manusia
secara turun-temurun tetapi diciptakan kembali secara spontan, si yang penuh perselisihan, mengharukan, menggembirakan. Kisahnya
penyanyi memiliki persediaan formula yang disebut stock-in-trade, pendek kurang dari 10.000 kata. Menurut Parera (1996:43) cerpen
terdapat adegan siap pakai yang oleh Lord disebut theme, dan variasi adalah cerita tertulis yang isinya hanya terdiri dari beberapa halaman
merupakan ciri khas puisi lisan. saja, sehingga pembaca dapat membacanya hanya dalam beberapa
Sedangkan untuk melakukan penelitian terhadap teater rakyat waktu. Cerpen sangat cocok jika ditujukan khusus untuk anak-anak.
dapat menggunakan metodologi kajian tradisi lisan. Dengan Cerpen merupakan sebuah karya fiksi, sama seperti novel
menggunakan metodologi kajian tradisi lisan, penelitian teater maupun novellet. Suroto (1989:18) berpendapat bahwa cerpen
rakyat dapat dilakukan secara menyeluruh tidak hanya terbatas adalah suatu karangan prosa yang berisi cerita sebuah peristiwa
pada aspek kesastraannya saja tetapi juga mencakup aspek-aspek kehidupan manusia pelaku/tokoh dalam cerita tersebut. Cerita
kebudayaan yang melingkupinya. Hal ini penting karena teater pendek merupakan kisah yang memberikan kesan tunggal yang
rakyat tidak hanya merupakan bagian dari sastra lisan tetapi juga dominan tentang satu tokoh dalam satu latar dan situasi dramatik;
bagian dari seni pertunjukan rakyat yang memiliki jaringan dengan cerpen. Cerita pendek harus memperlihatkan kepaduan sebagai
berbagai unsur kebudayaan. patokan dasarnya (Zaidan, dkk. 1991: 23). Melalui cerpen, akan banyak
pesan-pesan moral yang dapat disampaikan dan dapat dengan
e. Sastra Tertulis mudah diterima oleh siswa. Terlebih jika cerpen yang diceritakan
Menurut Wellek dan Warren, salah satu batasan sastra adalah mengandung pesan moral dan relevan dengan kehidupan siswa
segala sesuatu yang tertulis. Hal ini menurut Teeuw sesuai dengan sehari-hari.
pengertian sastra (literature) dalam bahasa Barat yang umumnya Menulis cerita pendek merupakan sebuah keterampilan
berarti segala sesuatu yang tertulis, pemakaian bahasa dalam bentuk berbahasa dan bersastra yang memiliki beberapa manfaat, yakni
tertulis. Lebih lanjut menurut Teeuw, bahasa tulis memiliki tujuh ciri, sebagai ungakapan rasa, media kritik terhadap sebuah peristiwa, dan
yakni: (1) dalam bahasa tulis antara penulis dan pembaca kehilangan sebagai salah satu bentuk ekspresi. Menulis cerita pendek melibatkan
sarana komunikasi suprasegmental; (2) dalam bahasa tulis tidak ada proses kreatif yang di dalamnya terdapat tahapan-tahapan yang akan
hubungan fisik antara penulis dan pembaca; (3) dalam teks-teks melatih seseorang untuk berproses secara kreatif dalam mengolah
tertulis, penulis tidak hadir dalam situasi komunikasi; (4) teks-teks ide dan menghasilkan sebuah cerita pendek (Roekhan dalam Kette;

44 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 45
Pratiwi; dan Sunoto 2016:698). Tujuan menulis cerita pendek secara apa-apa dan sedang belajar mengenal dunia di sekelilingnya. Untuk
umum adalah untuk mengembangkan kemampuan berbahasa, keperluan ini, tentu saja sastra lisan yang tepat diberikan, dan kita
kepribadian, dan sosial seseorang, berkaitan dengan hal tersebut, belum perlu berpikir tentang sastra tulis. Sastra lisan dapat diberikan
maka cerita pendek sangat memungkinkan dijadikan lahan untuk kepada bayi, misalnya, oleh ibu hamil menggendong, menyusui,
membina dan menanamkan karakter dan kepribadian seseorang. atau menimang-nimangnya (Nurgiyantoro, 2005:99).
Noor (dalam Kette; Pratiwi; dan Sunoto 2016:698) menyatakan Sastra anak memiliki dua tujuan. Selain untuk kesenangan
bahwa nilai-nilai dan pendidikan karakter yang terdapat dalam pribadi, sastra anak diharapkan dapat membawa unsur edukasi
karya sastra tidak disampaikan secara langsung, tetapi melalui cerita dalam setiap isinya. Terdapat elemen-elemen penting yang sebaiknya
dan metafora-metafora sehingga proses pendidikan berlangsung ada di dalam setiap cerita anak (Brown and Tomlinson, 1999:3-
menyenangkan dan tidak menggurui. 5). Elemen pertama adalah elemen hiburan. Cerita anak haruslah
Nurgiyantoro (2002:10) menambahkan bahwa panjang cerpen dapat membawa efek kesenangan bagi yang membacanya. Cerita
itu bervariasi. Ada cerpen yang pendek (short short story) berkisar yang dapat membuat pembacanya tertawa karena sangat lucu atau
500-an kata, ada cerpen yang panjangnya cukup (middle short story), cerita misteri yang membuat pembacanya merasa tegang. Elemen
serta ada cerpen yang panjang (long short story), yang terdiri dari kedua haruslah memberikan kesempatan bagi pembacanya untuk
puluhan atau bahkan beberapa puluh ribu kata. Jenis cerpen ini berimajinasi pada suatu pengalaman baru dan memberikan inspirasi
dapat disebut juga sebagai novelet yaitu karya yang lebih pendek bagi pembacanya untuk meningkatkan kemampuan mereka. Elemen
dari novel, tetapi lebih panjang dari cerpen, pertengahan di antara ketiga, cerita anak diharapkan dapat membawa pembacanya ke
keduanya. pengalaman atau ke suatu tempat yang belum mereka kunjungi atau
Sudarman (2008:264) menambahkan bahwa cerita pendek bahkan tidak akan pernah mereka kunjungi.
biasanya memberikan kepada pembacanya lebih dari batas Elemen keempat adalah cerita anak membuat pembacanya
pengetahuan, karena ia membawa pembacanya langsung ke dalam dapat saling menghargai dan mempunyai empati. Sastra membantu
pengalaman dan imajinasi pengarangnya. Jadi karya fiksi seperti anak muda untuk melihat keragaman dari masyarakat yang ada
cerpen biasanya merupakan saringan pengalaman yang penting dari dan menimbulkan rasa empati serta menghargai keanekaragaman
pengarangnya dan bukan kebenaran atas segalanya. budaya. Elemen kelima adalah sastra anak merupakan suatu
bukti pelestarian budaya. Sastra anak mengajarkan bagaimana
g. Genre Sastra Anak menghargai asal usul, kebudayaan yang ada disekitar kita. Elemen
Sastra anak terdiri dari berbagai genre dan dapat berwujud lisan keenam yang tidak kalah penting adalah nilai moral. Nilai moral
dan tulisan. Ia membentang dari lagu-lagu ninabobo, puisi lagu, yang diajarkan lewat cerita anak membuat pembacanya terutama
tembang-tembang dolanan, huruf-huruf, buku-buku bergambar, anak-anak dapat mengetahui mana yang baik dan salah tanpa
sampai berbagai cerita petualangan yang khas anak dan berbagai terkesan menggurui. Elemen terakhir adalah bagaimana sebuah
cerita tradisional. Selain itu, sastra hadir ditengah masyarakat sastra anak dapat menonjolkan nilai artistiknya agar dapat menarik
antara lain difungsikan sebagai sarana untuk memberikan dan atau perhatian dari pembacanya yaitu anak-anak. Semakin sering anak-
memperoleh hiburan. Maka, melihat lingkup dan fungsi sastra anak anak membaca karya sastra yang tepat maka mereka akan memiliki
tersebut tidaklah berlebihan jika sastra sudah dapat diperkenalkan ketertarikan pribadi pada jenis karya tertentu yang nantinya akan
kepada anak sejak mereka dilahirkan, sejak mereka belum tahu membentuk kepribadian mereka. Mereka akan tahu siapa mereka,

46 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 47
di lingkungan seperti apa mereka akan berkembang dan nilai-nilai 3) Realisme historis
moral seperti apa yang harus mereka pertahankan (Suryaningtyas Cerita realisme historis (historical realism), mengisahkan
dan Setyaningsih 2014:11). peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Biasanya mengambil
satu atau beberapa tokoh utama yang dipergunakan sebagai
1) Realisme ucuan pengembangan alur. Hal itu menentukan latar yang
Cerita realistik (realistic stories) biasanya bercerita tentang juga harus bersetting pada masa lampau lengkap dengan
masalah-masalah sosial dengan menampilkan tokoh utama konsekuensi faktual-logisnya. Misalnya, deskripsi keadaan
protagonis sebagai pelaku cerita. Masalah-masalah yang tempat, seperti rumah, jalan, dan kondisi lingkungan alam
dihadapi tokoh itulah yang menjadi sumber pengembangan secara keseluruhan, cara berpakaian tokoh, peralatan hidup,
konflik dan alur cerita. Konflik yang dikisahkan dapat berkaitan seperti alat untuk memasak, bekeija, transportasi, persenjataan,
dengan masalah diri sendiri, orang lain, atau sosial, dan bersifat dan lain-lain harus sesuai dengan latar waktu dan tempat.
realistik sebagaimana ditemukan dalam kehidupan sehari- Cerita biasanya mengambil satu atau beberapa tokoh
hari. Kaitan antara tokoh, konflik, alur, dan tema harus terjalin utama yang dipergunakan sebagai acuan pengembangan alur.
dengan balk dan saling berhubungan. Penyelesaian cerita tidak Contoh cerita sejarah, misalnya Perang Diponegara, Perang
harus simplisistik dan sentimental dan kurang realistik dan adil Paderi, Untung Surapati, atau cerita tentang Panembahan
(Nurgiyantoro, 2004:111). Senapati Mataram, dan lain-lain yang memang memiliki fakta
kesejarahan. Cerita sejarah dapat dikembangkan menjadi fiksi
2) Realisme binatang sejarah (historical fiction) yang didalamnya terdapat unsur
Cerita realisme binatang (animal realism) adalah cerita binatang imajinasi. Namun, aspek imajinasi tersebut haruslah dipadukan
yang bersifat nonfiksi, cerita tentang binatang, berbicara tentang secara integral dengan fakta (Nurgiyantoro, 2004:111).
binatang, misalnya yang berkaitan dengan bentuk fisik, habitat,
cara dan siklus hidup, dan lain-lain. Pendeknya, cerita deskripsi 4) Realisme olahraga
tentang binatang yang tidak mengandung unsur personifikasi, Cerita realisme olah raga (sports stories) adalah cerita tentang
binatang sebagaimana binatang yang tidak dapat berpikir seperti berbagai hal yang berkaitan dengan dunia olah raga, dapat
manusia. berkaitan dengan bermacam jenis dan tim olah raga seperti
Dalam cerita fiksi binatang, biasanya ditambahkan dimensi sepakbola, basket, voli, badminton, dan para olah ragawan yang
lain yang memunculkan konflik atau petualangan dalam cerita terkenal untuk masing-masing jenis olah raga, dan lain-lain.
menampilkan cerita binatang yang dapat berbicara, berpikir, Cerita tentang olah raga juga dapat berkaitan dengan dan
dan berkonflik sebagaimana halnya manusia karena cerita itu dipakai untuk menanamkan karakter kejujuran, kedisiplinan,
memang hadir sebagai personifikasi karakter manusia. Dengan kesederajatan, antirasisme, dan lain-lain yang penting untuk
demikian, cerita fiksi binatang menjadi tidak realistik, dan sulit pengembangan diri. Jika dikemas dengan cara-cara yang
diterima secara akal. Oleh karena itu, cerita fiksi binatang tidak menarik, cerita tentang olah raga tidak kalah menarik daripada
dikategorikan sebagai realisme binatang (Nurgiyantoro, 2004:111). cerita yang lain (Nurgiyantoro, 2004:111).

48 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 49
5) Fiksi Formula Cerita fantasi (fantastic stories) biasanya menampilkan
Genre sastra anak yang lain adalah fiksi formula karena memiliki tokoh dan alur yang hampir sepenuhnya fantastik, seperti
pola-pola tertentu yang membedakannya dengan dengan jenis manusia yang berkawan dengan makhluk halus seperti hantu,
yang lain. Jenis sastra anak yang dapat dikategorikan dalam fiksi jin, atau tuyul. Cerita fantasi dapat menampilkan tokoh dan alur
formula adalah cerita misteri dan detektif, cerita romantis, dan yang hampir sepenuhnya fantastik, artinya derajat kebenarannya
novel serial (Nurgiyantoro, 2004:112). dipertanyakan, atau gabungan antara unsur realistik dengan
Cerita misteri dan detektif (mysteries and detective), fantasik.
biasanya bercerita tentang seseorang yang dianggap hero yang Cerita fantasi tinggi (high fantasy), cerita selalu ditandai
luar biasa dan mungkin berkarakter aneh (nyentrik). Cerita adanya fokus konflik antara yang baik (good) dan yang jahatr
misteri menampilkan daya suspense, rasa penasaran ingin (evil), antara kebaikan dan kejahatan. Latar dapat bervariasi,
tahu, lewat peristiwa dan tindakan yang tidak terjelaskan alias bisa masa lalu atau masa yang akan datang, yang berbeda dan
masih misterius, namun pada akhir kisah hal-hal tersebut dapat jauh dengan latar kehidupan kita. Contoh Lord of the Rings, Five
dijelaskan dan diselesaikan secara masuk akal. Novel serial Elements.
Harry Potter (J.K.Rowling) dapat dikelompokkan dalam fiksi Fiksi sain (science fiction) fiksi spekulatif berdasarkan
formula jenis ini (Nurgiyantoro, 2004:112). sejumlah inovasi dalam sain dan teknologi, pseudo-sain
Cerita romantis (romantic stories) biasanya menampilkan atau pseudo-teknologi. Cerita ini biasanya berkaitan dengan
kisah simplisitas dan sentimentalis hubungan laki-laki kehidupan di masa depan (future worlds). Secara tradisional,
perempuan, seolah-olah tidak ada urusan lain kecuali urusam cerita fiksi sains sering berkaitan dengan kehidupan di masa
percintaan. Novel serial, novel yang diterbitkan secara terpisah depan (future worlds), atau sebagai variasi ditampilkan tokoh
namun merupakan satu kesatun unit. Contohnya : Wiro Sableng, dari masa lampau atau masa mendatang. Fiksi sains dapat juga
Nogo Sosro Sabuk Inten, dan Api di Bukit Menoreh. Bisanya novel berkaitan dan atau menampilkan tokoh manusia robot atau
jenis ini memiliki satu tokoh utama dengan sedikit perubahan robot manusia (Nurgiyantoro, 2004:114).
karakter.
7) Sastra Tradisional
6) Fantasi Istilah “tradisional” dalam kesastraan (traditional literature
Fantasi dapat dipahami sebagai the willing suspension of atau folk literature) menunjukkan bahwa bentuk itu berasal dan
disbelief, cerita yang menawarkan sesuatu yang sulit diterima. cerita yang telah mentradisi, tidak diketahui kapan mulainya
Fantasi sering juga disebut sebagai cerita fantasi (literary dan siapa penciptanya, dan dikisahkan secara turun-temurun
fantasy) dan perlu dibedakan dengan cerita rakyat fantasi (folk secara lisan. Tampaknya ada banyak cerita tradisional yang
fantasy) yang tak pemah dikenali siapa penulisnya. Cerita fantasi bersifat “universal”, dan itu menunjukkan adanya universalitas
dikembangkan lewat imajinasi yang lazim dan dapat diterima keinginan dan kebutuhan manusia. Jenis cerita yang
sehingga sebagai sebuah cerita dapat diterima oleh pembaca. dikelompokkan dalam genre ini adalah fabel, dongeng rakyat,
Jenis sastra anak yang dapat dikelompokkan ke dalam fantasi mitologi, legenda, dan epos (Nurgiyantoro, 2004:115).
ini adalah cerita fantasi, fantasi tingkat tinggi, dan fiksi sains Fabel (fabel) adalah cerita binatang yang dimaksudkan
(Nurgiyantoro, 2004:113). sebagai personifikasi karakter manusia. Binatang yang dijadikan

50 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 51
tokoh dapat bertindak layaknya manusia biasa. Dongeng bentuk (bahasa) dan isi (sesuatu yang diungkapkan). Bacaan
rakyat (folktales, foklore) cerita tradisional yang disampaikan nonfiksi yang sastra ditulis secara artistik sehingga jika dibaca
secara lisan dan turun temurun sehingga selalu terdapat variasi oleh anak, anak akan memperoleh pemahaman dan sekaligus
penceritaan walau isinya kurang lebih sama. kesenangan. Buku nonfiksi akan membangkitkan pada diri
Mitos (myths) yakni cerita yang berkaitan dengan dewa- anak perasaan keindahan yang berwujud efek emosional dan
dewa atau tentang kehidupan supernatural yang mengandung intelektual.
sifat pendewaan manusia atau manusia keturunan dewa. Buku informasi (informational books) yang terdiri atas
Legenda (legends) mempunyai kemiripan dengan mitologi, berbagai macam buku yang mengandung informasi, fakta,
tetapi legenda sering memiliki atau berkaitan dengan kebenaran konsep, hubungan antarfakta dan konsep yang mampu
sejarah. Legenda menampilkan tokoh sebagai hero yang menstimuli keingintahuan anak atau pembaca. Biografi
memiliki kehebatan dan dikaitkan dengan aspek kesejaahan. (biography) yakni buku yang berisi riwayat hidup seseorang
Epos (falk epics) merupakan cerita panjang yang berbentuk untuk memberi kejelasan berbagai hal menyangkut orang
syair (puisi) dengan pengarang yang tidak pernah diketahui, tersebut, menguraikan sikap dan pandangan hidupnya, dan juga
anonim. Cerita berlatar di suatu masyarakat atau bangsa yang memberitahukan atau mengkla­rifikasi sesuatu yang selama ini
terjadi pada masa lampau yang kadang-kadang tidak jelas latar belum diketahui orang (Nurgiyantoro, 2004:118).
waktunya (Nurgiyantoro, 2004:115-117).
3. Faktor yang Mempengaruhi Sastra
8) Puisi Banyak faktor yang mempengaruhi karya sastra, baik faktor yang
Sebuah karya sastra disebut puisi jika di dalamnya terdapat bersifat intrinsik maupun ekstrinsik. Muhammad Abd Al-Mun’im
pendayagunaan berbagai unsur bahasa untuk mencapai efek Khafaji memberikan perincian sebagai berikut:
keindahan. Bahasa puisi singkat dan padat, dengan sedikit a) Kesiapan Naluri (Al-Isti’dād Al-Fithri)
kata tetapi dapat mendialogkan banyak hal. Pendayagunaan Kita bisa melihat perbedaan manusia terhadap kesiapan ini.
bahasa dapat berupa: permainan bunyi, sarana retorika, diksi, Misalnya, orang Arab dikenal sebagai penyair karena mereka
citraan, dan gaya bahasa. Genre puisi dapat berwujud seperti: memiliki rasa sastra yang kuat, hidup dalam kebebasan, dan
lagu/temang dolanan. Lirik-lirik tembang nina bobo (nursery selalu berpindah-pindah. Begitu pula dengan kehidupan orang
rhymes), puisi naratif, dan puisi personal. Puisi naratif adalah Yunani Kuno, lantaran mereka memiliki kesiapan naluri (insting)
puisi yang di dalamnya mengandung cerita atau sebaliknya yang kuat di bidang seni. Sebaliknya, karena kehidupan orang-
cerita yang dikisahkan dengan cara puisi. Puisi personal adalah orang Romawi selalu berhadapan dengan konflik, peperangan,
puisi modern yang sengaja ditulis untuk anak-anak baik oleh penataan politik, dan pembuatan undang-undang, mereka pun
penulis dewasa maupun anak-anak dengan tema yang beragam tidak dikenal sebagai penyair.
(Nurgiyantoro, 2004:117-118). b) Iklim (munākh)
Perbedaan iklim dapat memengaruhi jiwa seseorang dan aturan-
9) Nonfiksi aturan yang dibuat dalam masyarakat. Selain itu, iklim juga
Tidak semua buku nonfiksi dapat dimasukkan ke dalam genre ini, memengaruhi etika dan pandangan hidup yang pada akhirnya
khususnya buku-buku yang tidak memperhatikan keharmonisan berdampak kepada imajinasi yang kemudian tertuang dalam

52 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 53
karya sastra. Geografi tanah Arab yang tidak kondusif dan tidak pengungkapan kata atau bahasanya juga berbeda. Permasalahan
ramah ini dapat mempengaruhi watak, tabiat, dan cara berpikir ini dapat kita jumpai dalam karya sastra orang-orang Arab
mereka. Secara psikologis, watak dan cara berpikir tersebut akan sebelum mengalami kemajuan dengan karya sastrawan yang
terpantul ke permukaan, salah satunya melalui media bahasa sudah menjalin dan berinteraksi dengan kemajuan, seperti yang
sebagai ekspresi kepribadiannya. Seperti syair Umru’ Al-Qais terjadi di Negara Mesir, Syam, Irak, dan Andalusia.
berikut ini. e) Kemajuan Ilmu Pengetahuan (al-‘ilm)
‫وقيعانها كأنه حب فلفل‬ ‫ترى بعر األرام يف عرصانها‬ Kemajuan ilmu pengetahuan mempunyai pengaruh kuat
terhadap kapasitas intelektual dan kekuatan rasa sastra.
Engkau melihat tapak kijang, di halamannya, seperti biji
Kemajuan ini sangat tampak pada penggunaan bahasa atau
lombok di tanah datar
stilistika seperti yang terdapat dalam karya genre prosa. Kualitas
c) Karakteristik Seseorang (khashā’ash al-jins)
bahasa dalam genre prosa Arab menjadi baik pada saat bangsa
Seseorang yang hidup di pedalaman atau tertinggal oleh
Arab mengalami kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan.
kemajuan, ada kecenderungan untuk mengekspresikan karya
f) Agama (ad-diin)
sastranya dengan bahasa yang terperinci, transparan, dan sulit
Agama akhlak, dan ideologi memiliki dampak terhadap tema-
dipahami. Keadaan ini berbeda dengan orang yang berperadaban
tema baru yang diungkapkan dalam karya sastra. Mislanya, karya
maju, yang cenderung menggunakan bahasa umum, sederhana,
sastra drama (Al-adab Al-tamtsili) muncul karena dipengaruhi
dan mudah dipahami. Perbedaan ini terjadi karena kecerdasan
oleh sebagian ajaran agama Yunani. Begitu pula dengan agama
dan pengetahuan yang dimiliki saearta keutuhan imajinasi yang
Islam yang menginspirasikan munculnya karya sastra sufi (Al-
terbungkus dalam bahasa yang sangat berbeda. Karena itu, jika
adab Al-shufi), misalnya syair zuhud, taubah, nadm, khutbah
mengamati karakteristik syair Arab (jahili), tentu berbeda dengan
keagamaan, dan nasihat-nasihat moral lainnya.
karakteristik syair Yunani dan Eropa. Seperti syair Nabighah
g) Kehidupan Politik (al-hayāh as-siyāsiyyah)
berikut ini:
Tatanan dan aturan politik juga memengaruhi tema-tema
‫ىلع شعث أيا الرجال المهذب‬ ‫ولست بمستبق أخا ال تلمه‬ sastra yang dimunculkan. Sistem pemerintahan diktator akan
Bukankah engkau melahirkan tema karya sastra hiprokrit dan berlebih-lebihan
orang yang bergegas kepada saudaranya dalam memuji sang penguasa, sehingga lehirlah tema sastra Al-
yang engkau tidak mengumpulkannya madh (pujian). Karya sastra beraliran simbolisme juga muncul
atas ketersebaran karena membicarkan kezaliman yang terjadi. Sebagai contoh,
mana di antara para tokoh yang berbudi pekerti? pada masa bani Umayyah, para penyair yang berada di bawah
pemerintahan Umayyah selalu mempergunakan syairnya untuk
d) Peradaban dan Sosial (al hadhārah wal ijtimā’) memuji dan memuliakan khalifah yang berkuasa pada saat itu.
Kemajuan peradaban sangat mewarnai ide-ide dan gagasan h) Menjalin Hubungan dengan Bangsa Lain (ittishāl asy-syu’ūb)
yang dituangkan dalam karya sastra. Ide dan tujuan yang Menjalin hubungan dengan bangsa lain akan melahirkan
dituangkan para sastrawan yang berperadaban maju berbeda pertukaran pemikiran, seni, dan sebagainya, sehingga di antara
dengan ide dan tujuan yang diangkat para sastrawan yang keduanya bisa saling memberi dan menerima informasi.
masih hidup dalam suasana ketertinggalan. Selain itu, ciri khas Kemajuan peradaban Daulah Abbasiyah di Bagdad dan Daulah

54 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 55
Umayyah di Cordova merupakan hasil bercampurnya bangsa
yang beraneka ragam. Peristiwa ini akan memengaruhi
pemikiran sastrawn dalam mewujudkan tema yang akan
dituangkan, seperti yang pernah dilakukan Basyar, Abu Nawas,
Ibn Al-Rumi, dan sebagainya. Juga periode kebangkitan Mesir BAB III
yang menjalin hubungan dengan Eropa sehingga sangat
memengaruhi karya sastra Arab dalam gaya bahasa dan aliran.
i) Peniruan (at-taqliid wal ihtidzā’)
Peniruan merupakan fitrah manusia, karena tanpa itu ia tidak
bisa berbicara dan belajar. Andaikata tidak ada proses peniruan,
Unsur Intrinsik
tidak akan lahir karya sastra. Baik genre syair maupun prosa,
keduanya dibentuk atas aturan-aturan tertentu yang dapat
Cerita Pendek
diperoleh dengan cara meniru. Syair Latin yang pernah ada
merupakan peniruan terhadap syair Yunani, sebagaimana
orang-orang Eropa mengikuti orang-orang Yunani dalam
mewujudkan syair drama. Peristiwa ini juga diikuti oleh Syauqi
Pemilihan bentuk cerpen sebagai salah satu materi pelajaran
sehingga ia melahirkan syair drama. Munculnya cerita pendek
menulis karya sastra memangme nguntungkan dilihat dari beberapa
dan novel juga terjadi karena proses peniruan terhadap karya
aspek. Cerpen memang memiliki keuntungan daripada novelet,
sastra yang sudah ada.
novel, maupun roman dari aspek bentuk. Cerpen memiliki bentuk
yang paling pendek daripada bentuk karya sastra prosa yang lain
yaitu novelet, novel atau roman. Bentuknya yang pendek memberi
keuntungan bagi proses berlatih menulis bagi para siswa, terutama
siswa di jenjang sekolah dasar. Mereka akan lebih mudah berlatih
menulis cerpen daripada dengan menulis novelet, novel atau roman.
Selain itu, proses pembelajaran menulis cerpen dapat disesuaikan
dengan alokasi waktu yang disediakan oleh kurikulum yang relatif
sedikit untuk ukuran sebuah proses menulis kreatif prosa di jenjang
sekolah dasar.
Cerita pendek merupakan bentuk karya sastra yang digemari dan
banyak dibaca orang, terutama sesudah tahun 1950 (Rosidi, 1976:11;
Jassin, 1965:8; Rampan, 1982:15). Hal itu terbukti dari percepatan
penerbitan buku kumpulan cerpen. Sampai tahun 1983 rata-rata
setiap tahun terbit buku kumpulan cerpen sebanyak 5 buah (Nuryatin,
1987:5). Jumlah itu meningkat tajam, sampai tahun 2005 rata-rata
setiap tahun terbit 20 buah kumpulan cerpen (Noor, 2006:27). Bukti

56 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 57
lainnya adalah pada saat ini hampir setiap surat kabar (terutama memperkuat khasanah sastra anak Indonesia, cerita pendek karya
melalui edisi minggunya) dan majalah selalu menyediakan ruangan anak-anak tersebut bisa menjadi sarana peningkatan industri kreatif
khusus untuk cerpen. pada segi percetakan dan penerbitan. Karya sastra anak tersebut bisa
Jika keterampilan menulis cerita pendek ditekuni, maka dapat juga menunjang industri kreatif jika disajikan dalam bentuk lain,
menjadi sebuah profesi. Basino (2003:82) menyajikan sejumlah fakta misalnya cerita anak yang dipentaskan dan difilmkan.
mengenai kemungkinan dijadikannya penulisan cerita ini sebagai Pengembangan perangkat pembelajaran menulis cerpen
sebuah profesi. Beberapa fakta itu antara lain (1) sebuah penerbit berbasis pengalaman dengan pendekatan kontekstual menghasilkan
terbesar di Indonesia dengan omzet Rp 20 miliar, 80% berasal dari tujuh langkah pembelajaran menulis cerpen, yakni (1) apersepsi,
buku cerita anak. (2) Tiga perempat dari 80% itu berjenis komik (2) pengarahan pengingatan peristiwa, (3) pengarahan pemilihan
(biasanya komik impor dari Jepang). (3) Penulis cerita anak dalam peristiwa, (4) pembimbingan penyusunan urutan peristiwa, (5)
negeri yang masih langka, yang dapat memenuhi kriteria penerbit pembimbingan perangkaian peristiwa fiktif, (6) pembimbingan
(kualitas dari segi isi, penulisan, pesan cerita yang jelas, naskah yang penyusunan cerpen, dan (7) pembimbingan revisi dan finalisasi
market oriented). (4) Saat ini, buku bacaan anak menempati posisi cerpen. Pada langkah apersepsi, kegiatan guru (pembelajar) adalah
yang paling laris (best seller). Beragamnya jenis buku dengan format menjelaskan aspek teoretis mengenai cerpen dan pengalaman. Di
yang berbeda semakin membuat cerita anak menjadi terjangkau samping itu, dalam proses pembelajaran digunakan prinsip-prinsip
berbagai kalangan. (5) Semakin banyaknya koran atau majalah yang pendekatan kontekstual.Oleh karena itu, guru (pembelajar) dituntut
memberikan ruang bagi cerita anak. untuk memahami aspek teretis cerpen, pengalaman, dan pendekatan
Basino menilai, menulis cerita anak merupakan profesi yang kontekstual.
cukup menjanjikan. Karena, dari setiap karya yang muncul di media Untuk membantu guru (pembelajar) memenuhi tuntutan
massa dapat dihargai antara Rp 150.000, 00 sampai Rp 250.000, 00. tersebut, sebelum dipaparkan perangkat pembelajaran silabus,
Jika karya diterbitkan oleh penerbit, maka tinggal dihitung berapa rencana pelaksanaan pembelajaran, dan sistem evaluasi pembelajar­
royalti yang akan kita dapatkan: 10 % x harga buku x jumlah buku an menulis cerpen berbasis pengalaman dengan pendekatan
yang dicetak. Sayangnya selama ini cerita anak yang menghiasi kontekstual terlebih dahulu dipaparkan aspek teoretik cerpen,
rak-rak di toko buku dan yang dimuat dalam media cetak, bukan pengalaman, dan pendekatan kontekstual. Berikut paparannya.
merupakan cerita anak karya anak, tetapi karya orang dewasa yang
diperuntukkan untuk anak. 1. CERITA PENDEK
Melalui kegiatan pengembangan model menulis cerita pendek Pada hakikatnya cerpen adalah cerita fiksi atau cerita rekaan.
oleh anak, anak akan melakukan transformasi nilai humanis Secara etimologis fiksi atau rekaan berasal dari bahasa Inggris, yakni
dan moralitas dari sastra anak terjemahan yang telah mereka fiction. Kleden (1998:13-15) menyatakan bahwa dalam bahasa Inggris,
maknai. Transformasi nilai humanis dan moralitas tersebut akan perkataan fictive, atau fictious, mengandung pengertian nonreal.
menghasilkan cerita pendek karya anak yang baru. Cerita pendek Dengan demikian, fictio berarti ‘sesuatu yang dikonstruksikan,
yang akan dihasilkan anak-anak tersebut akan dikumpulkan dalam dibuat-buat atau dibuat’. Jadi, kalaupun ada unsur khayal maka
bentuk kumpulan cerpen karya anak. Kumpulan cerpen karya anak khayalan di sana tidak menekankan segi nonrealnya tetapi segi
ini akan semakin memperkuat khasanah sastra anak di Indonesia konstruktif, segi inventif, dan segi kreatifnya.
sekaligus meningkatkan minat baca dan pengetahuan mereka. Selain

58 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 59
Secara etimologis cerpen pada dasarnya adalah karya fiksi atau tidak terpancang pada nilai-nilai kesastraan karena cerita itu dibuat
”sesuatu yang dikonstruksikan, ditemukan, dibuat atau dibuat- dengan maksud untuk dijual dan mencari uang sehingga yang
buat”. Hal itu berarti bahwa cerpen tidak terlepas dari fakta. Fiksi diutamakan adalah segi komersialnya atau segi pemasarannya.
yang merujuk pada pengertian rekaan atau konstruksi dalam cerpen Cerpen-cerpen yang dumuat dalam majalah-majalah hiburan pada
terdapat pada unsur fisiknya. Sementara fakta yang merujuk pada umumnya termasuk ke dalam golongan ini.
realitas dalam cerpen terkandung dalam temanya. Dengan demikian, Selain itu, cerpen juga dapat digolongkan menurut unsur-unsur
cerpen dapat disusun berdasarkan fakta yang dialami atau dirasakan fiksi yang ditekankannya. Dari penggolongan ini muncul cerpen
oleh penulisnya. watak, cerpen plot, cerpen tematis, cerpen suasana, dan cerpen setting.
Banyak definisi tentang cerpen. Salah satu definisi yang relatif Cerpen watak ialah cerpen yang mengutamakan perwatakan
lengkap menyatakan bahwa cerpen adalah kisahan pendek (kurang tokoh-tokohnya, terutama tokoh intinya. Contoh cerita pendek jenis
dari 10.000 kata) yang dimasudkan memberikan kesan tunggal yang ini adalah cerpen “Asran” oleh Trisno Sumardjo, yang melukiskan
dominan; cerita pendek memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu sikap tidak pedulian seorang pelukis. Cerpen plot ialah cerpen yang
situasi pada satu ketika. Meskipun persyaratan ini tidak terpenuhi, menekankan urutan terjadinya peristiwa atau plotnya. Contoh cerpen
cerita pendek tetap memperlihatkan kepaduan sebagai patokan. jenis ini amat banyak dalam sastra Indonesia, seperti cepen-cerpen
Cerita pendek yang efektif terdiri dari tokoh atau sekelompok tokoh Trisnoyuwono dalam bukunya Laki-laki dan mesin. Cerpen tematis
yang lewat lakuan lahir dan batin terlibat dalam satu situasi. Tikaian ialah cerpen yang menekankan pada unsur tema atau permasalahan.
dramatik, yaitu merupakan perbenturan antara kekuatam yang Contohnya adalah cerpen “Icih” karya Ali Audah. Cerpen suasana
berlawanan, merupakan inti cerita pendek” (Sudjiman (Ed.) 1984: 15). ialah cerpen yang menekankan atau mengutamakan suasana yang
Dari sudut bentuk dapat dilihat bahwa ada cerpen yang ditulis terjadi di dalamnya. Contohnya adalah cerpen “Seribu kunang-
hanya satu bahkan setengah halaman folio, tetapi ada juga yang kunag di Manhattan” karya Umar Kayam. Cerpen setting ialah cerpen
ditulis sampai tiga puluh halaman folio, yang berarti ada cerpen yang menekankan atau mengutamakan setting atau tempat atau
yang bentuknya memang betul-betul pendek dan ada cerpen yang terjadinya peristiwa.Contohnya adalah cerpen “Terang Bulan Terang
panjang. Cerpen yang pendek termasuk dalam term short short- di Kali” karangan SM Ardan yang melukiskan wilayah pinggiran
story (cerita pendek yang pendek). Contoh dari cerpen yang termasuk Jakarta, cerpen “Berpeluh” karangan Bur Rasuanto yang melukiskan
term ini adalah cerpen-cerpen seperti pada umumnya, yang terdapat daerah wilayah buruh (Sumardjo1984: 70-71).
dalam majalah-majalah maupun surat-surat kabar. Cerpen yang Unsur pembangun cerpen mencakupi tema (dan amanat),
panjang termasuk dalam term long short-story (cerita pendek penokohan, alur, latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya
yang panjang). Contohnya dalam sastra Indonesia ialah cerpen “Sri cerita. Berikut ini dipaparkan pengertian masing-masing unsur
Sumarah” dan “Bawuk” karangan Umar Kayam. tersebut.
Ditilik dari nilai literernya cerpen dapat digolongkan menjadi
dua. Pertama, cerpen yang termasuk golongan yang biasa disebut a. Tema dan Amanat
quality stories atau cerita yang memiliki nilai/bobot kesastraan, Tema adalah ide sentral sebuah cerita. Tema cerpen ialah dasar
dan kedua, adalah golongan commercial (craft) stories, yaitu cerita cerita, yaitu suatu konsep atau ide atau gagasan yang menjadi dasar
yang kurang atau tidak memiliki nilai atau bobot kesastraan. diciptakannya sebuah cerpen (Stanton 1965:4; Kenney 1966:88; Perrine
Golongan yang kedua tersebut adalah cerita yang pada umumnya 1966:117;.Yudiono 1981: 21).

60 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 61
Cerpen harus mempunyai tema atau dasar. Dasar itu adalah yang hanya terhadap pada bagian-bagian tertentu cerita
tujuan dari cerpen itu. Dengan dasar ini pengarang dapat melukiskan dapat diidentifikasi sebagai makna bagian, makna tambahan.
watak-watak dari orang yang diceritakan dalam cerpen itu dengan Makna-makna tambahan inilah yang dapat disebut tema-tema
maksud yang tertentu, demikian juga segala kejadian yang tambahan, atau tema minor.
dirangkaikan berputar kepada dasar itu (Lubis 1978:8-9) Dalam sebuah cerpen terkadang terdapat pemecahan persoalan
Tema (theme), menurut Stanton dan Kenny (dalam Nurgiyantoro, yang ada. Pemecahan persoalan itu diistilahkan dengan amanat.
1998: 67) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Tema Amanat juga dapat diartikan sebagai pesan yang ingin disampaikan
merupakan gagasan dasar umum yang menompang sebuah karya pengarang kepada pembaca. Tidak mustahil dari beberapa cerpen
sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis yang dibangun dari tema yang kurang lebih sama tersimpul beberapa
dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan- amanat yang saling berbeda (Ali (Ed.) 1967:118; Esten 1984:88;
perbedaan. Tema sebuah karya sastra selalu berkaitan dengan makna Sudjiman (Ed.) 1984:5).
(pengalaman) kehidupan. Penggolongan tema : Amanat dapat disampaikan oleh penulis melalui dua cara. Cara
1) Penggolongan tema dikhotomis. pertama, amanat disampaikan secara tersurat; maksudnya, pesan
Penggolongan tema secara dikotomis dibagi dua yaitu yang hendak disampaikan oleh penulis ditulis secara langsung
tema tradisional dan tema nontradisional. Tema tradisional di dalam cerpen; biasanya diletakkan pada bagian akhir cerpen.
dimaksudkan sebagai tema yang menunjuk pada tema yang Dalam hal ini pembaca dapat langsung mengetahui pesan yang
hanya “itu-itu” saja, dalam arti ia telah lama dipergunakan dan disampaikan oleh penulis. Cara yang kedua, amanat disampaikan
dapat ditemukan dalam berbagai cerita, termasuk cerita lama. secara tersirat; maksudnya, pesan tidak dituliskan secara langsung
Pada umumnya tema-tema tradisionl merupakan tema yang di dalam teks cerpen melainkan disampaikan melalui unsur-unsur
digemari orang dengan status sosial apa pun, di manapun, dan cerpen. Pembaca diharapkan dapat menyimpulkan sendiri pesan
kapanpun. Sifatnya yang nontradisional, tema yang demikian, yang terkandung di dalam cerpen yang dibacanya.
mungkin tidak sesuai dengan harapan pembaca, bersifat
Untuk dapat menentukan persoalan mana di antara sekian
melawan arus, mengejutkan, bahkan boleh jadi mengesalkan,
banyak persoalan yang ada dalam sebuah cerita yang merupakan
mengecewakan, atau berbagai reaksi afektif yang lain.
persoalan utama atau tema cerita itu, dapat ditempuh dengan cara (1)
2) Tingkatan tema menurut Shipley.
melihat persoalan mana yang paling menonjol, (2) secara kuantitatif,
Pertama, tema tingkat fisik, manusia sebagai (dalam tingkat
persoalan mana yang paling banyak menimbulkan konflik yaitu
kejiwaan) molekul, man as molecul. Kedua, tema tingkat organik,
konflik yang melahirkan peristiwa-peristiwa, (3) menentukan
manusia sebagai (dalam tingkat kejiwaan) protoplasma, man
(menghitung) waktu penceritaan, yakni waktu yang diperlukan untuk
as protoplasm. Ketiga, tema tingkat sosial, manusia sebagai
menceritakan peristiwa-peristiwa atau tokoh-tokoh di dalam sebuah
makhluk sosial, man as socious. Keempat, tema tingkat egoik,
karya sastra sehubungan dengan persoalan yang bersangkutan.
manusia sebagai individu, man as individualism. Kelima, tema
Persoalan yang paling menonjol atau persoalan yang paling banyak
tingkat divine, manusia sebagai makhluk tingkat tinggi.
menimbulkan konflik yaitu konflik yang melahirkan peristiwa-
3) Tema utama dan tema tambahan.
peristiwa atau persoalan yang memakan waktu penceritaan banyak,
Tema utama atau tema mayor yaitu makna pokok cerita yang
itulah yang merupakan tema dari cerita. Ketiga kriteria tersebut tidak
menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya itu. Makna
mutlak harus digunakan sekaligus. Hanya apabila ada keraguan

62 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 63
menentukan persoalan mana yang merupakan tema cerita, barulah tidak boleh bercabang. Tema cerpen berpusat pada satu persoalan.
ketiganya digunakan menurut urutan (Esten 1984:88). Dengan kata lain, dalam cerpen terdapat satu tema, dan tema itu
Macam tema itu sendiri banyak, sebanyak persoalan atau terbatas. Begitu pula dengan amanatnya, cerpen hanya mengandung
permasalahan yang muncul sehari-hari. Sebab, pada hakikatnya satu amanat, karena cerpen harus memunculkan kesan tunggal.
tema itu merupakan persoalan kemanusiaan pada umumnya. Tema
itu bersumber pada berbagai persoalan yang bermunculan dalam b. Tokoh dan Penokohan
realitas kehidupan sehari-hari. Adapun berbagai persoalan itu Tokoh cerita atau charater adalah pelaku yang dikisahkan
sendiri timbul karena adanya konflik antara seorang individu dengan perjalanan hidupnya dalam cerita fiksi lewat alur baik sebagai pelaku
individu lain; antara individu (-individu) dengan nilai-nilai religi maupun penderita berbagai peristiwa yang diceritakan. Dalam
atau dunia gaib; antara individu (-individu) dengan norma-norma cerpen tokoh cerpen tidak harus berwujud manusia melainkan juga
kemasyarakatan seperti hukum, undang-undang, adat istiadat, dan dapat berupa binatang atau suatu objek yang lain yang biasanya
tradisi. Jika disederhanakan, berbagai persoalan itu timbul karena merupakan bentuk personifikasi manusia (Stanton 1965; Forster
dalam setiap individu manusia terkandung nilai-nilai kemanusiaan 1954:69-99; Keeney 1966: 24-37; Perrine 1966:83-116; Nurgiyantoro
yang menyangkut aspek kejujuran, kemunafikan, keberanian, 2005: 222-223).
ketakutan, kebenaran, kebatilan, kesetiaan, kasih sayang, cinta, dan Tokoh-tokoh cerpen hadir sebagai seseorang yang berjati diri
lain-lain (Yudiono 1981:21-22). yang kualitasnya tidak semata-mata berkaitan dengan ciri fisik,
Apabila tema telah diidentifikasikan maka untuk menentukan melainkan terlebih berwujud kualitas nonfisik. Oleh karena itu,
amanat mudah dilakukan, karena amanat merupakan pemecahan tokoh cerita dapat dipahami sebagai kumpulan kualitas mental,
persoalan yang terkandung di dalam cerita, yang berarti pula selalu emosional, dan sosial yang membedakan seseorang dengan orang
menyertai tema. Kesulitan yang mungkin timbul adalah adanya lain (Lukens 2003:76).
amanat tersirat (implisit) hingga membuka kemungkinan bagi tafsir Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau
ganda, karena memang amanat tidak selalu tersurat (eksplisit). berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh cerita
Apabila hal itu terjadi, maka amanat yang bertafsir ganda itu juga (character), menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1998: 165), adalah
dapat dijadikan pegangan (Eneste 1984:88). orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama,
Menurut jenisnya tema dapat dibedakan atas tema mayor dan pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan
tema minor. Tema mayor ialah tema pokok, yakni permasalahan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan tindakan.
yang paling dominan menjiwai suatu karya sastra. Tema minor atau Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang
tema bawahan ialah permasalahan yang merupakan cabang dari yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Untuk kasus kepribadian
tema mayor (Stanton 1965). Begitu pula dengan amanat, ada amanat seorang tokoh, pemaknaan itu dilakukan berdasarkan kata-kata
mayor, adalah amanat yang menyertai tema mayor, dan ada amanat (verbal) dan tingkah laku lain (nonverbal).
minor, yakni amanat yang menyertai tema minor. Novel/roman dan Dilihat dari perannya dalam sebuah cerita secara garis besar
drama biasanya mengandung dua macam tema dan amanat tersebut, dapat digolongkan menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh
karena memang “sifat-sifat”-nya memungkinkan untuk itu. Tidak bawahan atau tokoh sampingan. Tokoh utama ialah tokoh yang
demikian halnya dengan cerpen, karena cerpen itu harus singkat, memegang peran utama dalam cerita, dan tokoh bawahan atau
padat, dan berkesan tunggal maka tema yang dikandungnya juga

64 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 65
tokoh sampingan ialah tokoh (-tokoh) lain yang menjadi pendukung 2) Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis.
bagi jalannya cerita (Forster 1954:69-99; Keeney 1966: 24-37; Perrine Dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan
1966:83-116). dalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis
Masalah yang kemudian muncul, bagaimanakah cara untuk adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara
dapat mengetahui tokoh utama dalam sebuah cerita yang mungkin populer disebut hero-tokoh yang merupakan pengejawantahan
melibatkan sekian banyak tokoh. Ada tiga langkah yang dapat norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita (Altenberd
ditempuh dalam usaha menentukan tokoh utama dalam sebuah & Lewis dalam Nurgiyantoro, 1998: 179). Tokoh protagonis
cerita. menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan dan
Pertama, melihat masalahnya (tema), lalu mencari tokoh harapan-harapan pembaca.
mana yang paling banyak berhubungan atau terlibat dengan
masalah tersebut. Kedua, mencari tokoh mana yang paling banyak 3) Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat.
berhubungan dengan tokoh-tokoh lainnya. Ketiga, mencari tokoh Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan
mana yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan. Tokoh ke dalam tokoh sederhana (simple atau flat character) dan tokoh
yang paling banyak memenuhi persyaratan yang demikian itu adalah kompleks atau tokoh bulat (complex atau round character).
sebagai tokoh utama (Esten 1984: 89). Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu
kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak yang tertentu saja.
1) Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan. Tokoh sederhana dapat saja melakukan berbagai tindakan,
Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh namun semua tindakannya itu akan dapat dikembalikan pada
dalam cerita, tokoh utama cerita (central character, main perwatakan yang dimiliki dan yang telah diformulakan itu.
character) adalah tokoh yang penting dan ditampilkan terus- Tokoh bulat atau kompleks adalah tokoh yang memiliki
menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. bebagai sisi kepribadian dan jati dirinya dan diungkap berbagai
Dan tokoh tambahan (peripheral character) adalah tokoh-tokoh kemungkinan sisi kehidupannya. Ia dapat saja memiliki
yang dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun dapat pula
dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam,
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga.
dalam novel yang bersangkutan, tokoh yang paling banyak Oleh karena itu, perwatakannya pun pada umumnya sulit
diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai dideskripsikan secara tepat. Dibandingkan dengan tokoh
kejadian. Kadar keutamaan tokoh-tokoh itu bertingkat: tokoh sederhana, tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan manusia
utama (yang) utama, utama tambahan, tokoh tambahan utama, yang sesungguhnya, karena di samping memiliki berbagai
tambahan (yang memang) tambahan. Hal ini yang menyebabkan kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberikan
orang bisa berbeda pendapat dalam hal menentukan tokoh- kejutan.
tokoh utama sebuah cerita fiksi.
Penokohan ialah gambaran rupa atau watak lakon (Lubis 1978:
11), atau, cara menampilkan tokoh-tokoh (Yudiono 1981:28). Dalam
pengertian yang lebih luas, penokohan atau perwatakan ialah

66 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 67
pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun yang diucapkan para tokoh, dalam percakapan antara seorang tokoh
batinnya yang dapat berupa: pandangan hidupnya, sikapnya, dengan banyak tokoh. Stream of consciousness yaitu penceritaan
keyakinannya, adat-istiadatnya, dan sebagainya (Forster 1954:69-99; arus pengalaman bawah sadar, yakni tempat persepsi bercampur
Keeney 1966: 24-37; Perrine 1966:83-116). dengan kesadaran atau setengah kesadaran, dengan kenangan dan
Masalah penokohan adalah masalah bagaimana cara pengarang perasaan. Stream of consciousness dapat berwujud dalam monolog
menampilkan tokoh-tokoh, bagaiamana membangun dan dan solikolui. Monolog ialah cakapan yang seakan-akan menjelaskan
mengembangkan watak tokoh-tokoh tersebut di dalam sebuah karya kejadian-kejadian yang sudah lampau, peristiwa-peristiwa dan
sastra (Esten 1984: 40). Adapun tujuannya adalah agar tokoh-tokoh perasaan-perasaan yang sudah terjadi. Monolog juga dapat diartikan
cerita yang imajinatif bisa tampak dan kedengaran hidup betul-betul dengan cakapan batin yang menjelaskan kejadian-kejadian yang
dan dapat dipercaya sebagaimana yang diinginkan oleh pengarang. sedang terjadi. Solilokui ialah cakapan batin yang menyarankan hal-
hal, tindakan-tindakan, kejadian-kejadian, perasaan dan pemikiran
Penokohan atau penampilan tokoh dalam cerita dapat dilakukan
yang masih akan terjadi atau mendasari pikiran yang akan datang
dengan beberapa cara. Hudson (1965) menyatakan bahwa penokohan
(Forster 1954:69-99; Keeney 1966: 24-37; Perrine 1966:83-116).
dapat tampil dengan cara langsung (analitik) dan cara tidak langsung
(dramatik). Booth (1961:3-22) menyebutnya dengan istilah teknik
c. Alur
uraian dan ragaan (talling dan showing). Dalam teknik uraian
pengarang menguraikan secara langsung sifat dan tingkah laku sang Alur merupakan terjemahan dari istilah Inggris plot. Alur
tokoh sehingga setiap pembaca akan terpengaruh olehnya, setiap adalah sambung- sinambung peristiwa berdasarkan hukum sebab
pembaca akan memilih dan menolak yang sama, seakan-akan tidak akibat. Alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, tetapi
ada pilaihan lain. Dalam ragaan, cerita itu sendiri netral, pembaca juga menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Dengan sambung-
dapat menentukan sendiri pilihannya tentang watak atau sifat sinambungnya peristiwa ini terjadilah sebuah cerita. Sebuah cerita
sang tokoh setelah berduolog dengan cerita, sebab di dalam ragaan bermula dan berakhir, dan antara awal dan akhir inilah terlaksana
berbagai suasana dapat dimunculkan melalui gaya yang menyirat alur itu (Stanton 1965; Forster 1954:126-154; Keeney 1966:8-23; Perrine
secara tidak langsung (Forster 1954:69-99; Keeney 1966: 24-37; Perrine 1966:58-82; Brooks 1984).
1966:83-116). Plot menurut Stanton adalah cerita yang berisi urutan kejadian,
Teknik ragaan atau dramatik dapat tampil lewat (1) teknik namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat,
naming ‘pemberian nama tertentu’, (2) teknik cakapan, (3) teknik peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya
pikiran tokoh atau apa yang melintas dalam pikirannya, (4) teknik peristiwa yang lain. Sedangkan menurut Kenny, plot sebagai
stream of consciousness ‘arus kesadaran’, (5) teknik pelukisan perasaan peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak
tokoh, (6) teknik perbuatan tokoh, (7) teknik sikap tokoh, (8) teknik bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa
pandangan/ pendapat seorang atau banyak tokoh lain terhadap itu berdasarkan kaitan sebab akibat. Plot, menurut Forster (dalam
seorang tokoh; (9) teknik lukisan fisik, (10) teknik pelukisan latar Nurgiyantoro, 1998: 113) adalah peristiwa-peristiwa cerita yang
(Sayuti 1996: 59). mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas. Plot
sebuah karya fiksi, menurut Forster memiliki sifat misterius dan
Teknik cakapan dapat muncul melalui duolog dan dialog. Duolog
intelektual. Peristiwa, konflik, dan klilmaks merupakan tiga unsur
adalah percakapan antara dua tokoh, sedang dialog ialah kata-kata
yang amat esensial dalam pengembangan sebuah plot cerita.

68 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 69
1. Peristiwa 4. Kaidah Pemplotan.
Peristiwa dapat diartikan sebagai peralihan dari satu keadaan Kaidah-kaidah pemplotan yang dimaksud meliputi masalah
ke keadaan yang lain. Peristiwa fungsional adalah peristiwa- plausibilitas (plausibility), unsur kejutan (surprise), rasa ingin tahu
peristiwa yang menentukan dan atau mempengaruhi perkembangan (suspense), dan kepaduan (unity).
plot. Peristiwa kaitan adalah peristiwa-peristiwa yang berfungsi
a) Plausibilitas.
mengaitkan peristiwa-peristiwa penting dalam pengurutan
Plausibilitas menyaran pada pengertian suatu hal yang dapat
penyajian cerita. Peristiwa acuan adalah peristiwa yang tidak secara
dipercaya sesuai dengan logika cerita. Sebuah cerita dikatakan
langsung berpengaruh dan atau berhubungan dengan perkembangan
memiliki sifat plausibel jika tokoh-tokoh cerita dan dunianya
plot, melainkan mengacu pada unsur-unsur lain.
dapat diimajinasi (imaginable) dan jika para tokoh dan dunianya
tersebut serta peristiwa-peristiwa yang dikemukakan mungkin
2. Konflik saja dapat terjadi.
Konflik adalah sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang
b) Suspense.
terjadi dan atau dialami oleh tokoh-tokoh cerita. Konflik adalah
Suspense menyaran pada adanya perasaan semacam kurang
sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua
pasti terhadap peristiwa-peristiwa yang akan terjadi, adanya
kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi
harapan yang belum pasti pada pembaca terhadap akhir
balasan (Wellek & Warren, dalam Nurgiyantoro, 1998: 122).
sebuah cerita, khususnya yang menimpa tokoh yang diberi rasa
Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang simpati oleh pembaca. Foreshadowing merupakan penampilan
tokoh dengan sesuatu yang di luar dirinya, mungkin dengan perisitiwa-peristiwa tertentu yang bersifat mendahului—
lingkungan alam mungkin lingkungan manusia. Konflik fisik (konflik namun biasanya ditampilkan secara tidak langsung—terhadap
elemental) adalah konflik yang disebabkan adanya perbenturan peristiwa-peristiwa penting yang akan dikemukakan kemudian.
antara tokoh dengan lingkungan alam. Konflik sosial adalah konflik
c) Surprise.
yang disebabkan oleh adanya kontak sosial antar manusia, atau
Plot sebuah cerita yang menarik, di samping mampu
masalah yang muncul akibat hubungan antar manusia. Konflik
membangkitkan suspense, rasa ingin tahu pembaca, juga
internal (konflik kejiwaan), adalah konflik yang terjadi dalam hati,
mampu memberikan surprise, kejutan, sesuatu yang bersifat
jiwa seorang tokoh (atau tokoh-tokoh) cerita. Konflik sentral (central
mengejutkan. Plot sebuah karya fiksi dikatakan memberikan
conflict) dapat berupa konflik internal atau eksternal atau keduanya
kejutan jika sesuatu yang dikisahkan atau kejadian-kejadian
sekaligus.
yang ditampilkan menyimpang, atau bahkan bertentangan
dengan harapan kita sebagai pembaca.
3. Klimaks
d) Kesatupaduan.
Klimaks menurut Stanton adalah saat konflik telah mencapai
Plot sebuah karya fiksi, haruslah memiliki sifat kesatupaduan,
tingkat intensitas tertinggi, dan saat hal itu merupakan sesuatu yang
keutuhan, unity. Kesatupaduan menyaran pada pengertian
tidak dapat dihindari kejadiannya.
bahwa berbagai unsur yang ditampilkan, khususnya peristiwa-
peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan, yang mengandung
konflik, memiliki keterkaitan satu dengan yang lain.

70 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 71
5. Penahapan Plot dimunculkan. Ketiga, tahap rising action (tahap peningkatan
Berdasarkan hukum alur Aristoteles, sebuah plot terdiri atas tiga konflik), tahap peningkatan konflik, konflik yang telah
tahap, yaitu tahap awal (beginning), tahap tengah (midle), dan tahap dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan
akhir (end) (Abrams 1981). dikembangkan kadar intensitasnya. Keempat, tahap climax atau
tahap klimaks, konflik dan atau pertentangan-pertentangan
a) Tahapan Plot: Awal-Tengah-Akhir.
yang terjadi, yang diakui dan atau ditimpakan kepada para
Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut sebagai tahap
tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Kelima, tahap
perkenalan. Tahap ini berguna untuk memperkenalkan situasi
denouement atau tahap penyelesaian, konflik yang telah
latar dan tokoh-tokoh cerita, juga sedikit demi sedikit konflik
mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan,
mulai dimunculkan. Tahap awal cerita biasanya disebut sebagai
juga merupakan tahap yang berisi solusi dari konflik yang telah
tahap perkenalan, berisi sejumlah informasi penting yang
mengalami puncak intensitas. (Stanton 1965; Forster 1954:126-
berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada
154; Keeney 1966:8-23; Perrine 1966:58-82; Brooks 1984).
tahap-tahap berikutnya, khususnya yang berkaitan dengan
pelataran dan penokohan, serta konflik yang melibatkan tokoh.
6. Pembedaan Alur
Tahap tengah cerita disebut tahap pertikaian, menampil­
kan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai dimuncul­ Alur cerita dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis yang
kan pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat dan berbeda berdasarkan kriteria urutan waktu, kepadatan (kualitatif),
menegangkan. Tahap ini menampilkan konflik yang sudah dan jumlah (kuantitatif ). Berdasarkan urutan waktu, alur dapat
mulai dibangun pada tahap awal, konflik menjadi semakin dibedakan menjadi dua kategori, yaitu alur kronologis dan alur tak-
meningkat sampai pada klimaks atau puncak. kronologis. Alur kronologis disebut alur lurus atau alur maju atau
Tahap akhir cerita atau tahap pelaraian, menampilkan alur progresif. Alur tak-kronologis disebut alur mundur, alur sorot
adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Penyelesaian yang balik, alur flash- back atau alur regresif. Apabila cerita disusun secara
bersifat tertutup menunjuk keadaan akhir sebuah cerita yang berurutan, mulai dari kejadian awal lalu diteruskan dengan kejadian-
sudah selesai, cerita sudah habis sesuai dengan tuntutan logika kejadian berikutnya hingga akhir, maka cerita yang demikian
cerita yang dikembangkan. Penyelesaian yang bersifat terbuka, itu disebut beralur lurus. Apabila cerita disusun dengan cara
menunjuk pada keadaan akhir sebuah cerita yang sebenarnya pengungkapan kembali peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya,
masih belum berakhir (Stanton 1965; Forster 1954:126-154; maka cerita yang demikian disebut beralur sorot-balik. Istilah lain
Keeney1966:8-23; Perrine 1966:58-82; Brooks 1984). dari sorot-balik ialah alih balik, flashback, backtracking, switchback,
dan cutback. Apabila cerita disusun secara berurutan, bermula
b) Tahapan Plot Model Lain.
dari kejadian awal menuju akhir, tetapi di sana-sini diselipkan
Pembagian lain, tahapan alur dapat dikelompokkan menjadi
pengungkapan kembali peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian
lima. Pertama, tahap situation atau tahap penyituasian, berisi
yang telah terjadi sebelumnya, maka cerita yang demikian itu disebut
pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita.
beralur campuran, yaitu campuran dari alur lurus dengan alur sorot-
Kedua, tahap generating circumstances (tahap pemunculan
balik (Stanton 1965; Forster 1954:126-154; Keeney 1966:8-23; Perrine
konflik) yaitu tahap pemunculan konflik, masalah-masalah
1966:58-82; Brooks 1984).
dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai

72 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 73
Berdasarkan kepadatan atau secara kualitatif, alur dapat Dalam proses penyusunan alur cerpen, Kenney (1966:19-21)
dikategorikan menjadi dua, yakni alur erat dan alur longgar. Dalam menyatakan ada tiga hal yang harus diperhatikan. Alur cerpen harus
alur erat hubungan antara peristiwa satu dengan peristiwa lainnya mengandung plausability, surprise, dan suspense. Alur cerpen harus
organik sekali; tidak ada satu peristiwa pun yang dapat dilepas mengandung plausability, maksudnya, peristiwa yang terdapat di
tanpa merusak keseluruhan cerita. Dalam alur longgar hubungan dalam cerpen harus masuk akal, rasional, dapat dipahami nalar.
antar-peristiwa tidak sepadu dalam alur erat; ada saja kemungkinan Alur cerpen harus mengandung surprise, maksudnya, urutan satu
untuk melepas salah satu peristiwa tanpa merusak keutuhan cerita peristiwa dengan peristiwa berikutnya yang membangun cerpen
(Stanton 1965; Forster 1954:126-154; Keeney 1966:8-23; Perrine 1966:58- tidak mudah diduga, rangkaian peristiwanya dapat memunculkan
82; Brooks 1984). keterkejutan. Alur cerpen harus mengandung suspense, maksudnya,
Berdasarkan jumlah atau secara kuantitatif, alur dapat rangkaian atau jalinan peristiwa yang membangun cerpen
dikategori­kan menjadi dua, yakni alur tunggal dan alur ganda. Karya memuncul­kan ketegangan pada pembacanya.
sastra fiksi yang berplot tunggal biasanya hanya mengembangkan
sebuah cerita dengan menampilkan seorang tokoh utama protagonis d. Latar
yang serba hero. Cerita pada umumnya hanya mengikuti perjalanan Istilah latar adalah terjemahan dari istilah Inggris setting. Suatu
hidup tokoh tersebut. Dalam alur ganda terdapat lebih dari satu cerita terjadi di suatu tempat dan pada waktu tertentu. Waktu dan
alur. Struktur alur dalam cerita yang beralur ganda dapat terdiri atas tempat itu oleh Hudson disebut setting (Hudson 1965:158). Karena
adanya sebuah alur utama (main plot) dan alur (-alur) tambahan aksi tokoh-tokoh terjadilah peristiwa pada suatu waktu dan dalam
(sub-subplot) (Stanton 1965; Forster 1954:126-154; Keeney 1966:8-23; ruang tertentu. Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas
Perrine 1966:58-82; Brooks 1984). tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan
Secara kualitatif cerpen pada umumnya disusun menggunakan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang
alur erat. Bahkan secara ekstrem dapat dikatakan bahwa cerpen yang diceritakan. Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas.
baik memang harus disusun menggunakan alur erat. Sebab, seperti Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca,
diketahui, cerpen itu harus padat, memusat, dan berkesan tunggal, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh
hingga diperlukan penyusunan kejadian-kejadian yang padu, satu ada dan terjadi. Latar adalah gambaran tentang tempat dan waktu
dengan yang lainnya saling terkait erat. Secara kuantitatif, di samping atau masa terjadinya cerita (Stanton 1965; Keeney 1966:38-45; Perrine
disusun dengan alur tunggal juga tidak sedikit cerpen yang disusun 1966:58-82).
menggunakan alur ganda. Alur ganda di sini dalam pengertian sama
dengan alur campuran, bukan alur ganda yang disebabkan oleh 1. Latar Fisik dan Spiritual.
adanya digresi atau pencabangan cerita. Dalam hal ini perlu dicatat Latar dapat dibedakan atas dua macam, yakni latar material
apa yang dikemukakan oleh M. Saleh Saad (dalam Ali (Ed.) 1967:121) ialah alam sekeliling, dan latar sosial ialah tata krama, adat
bahwa cerpen pada dasarnya tidak memungkinkan adanya digresi, istiadat, serta pandangan hidup. Latar tempat, berhubung secara
karena digresi akan menjadikan cerita itu meluas hingga tidak sesuai jelas menyaran pada lokasi tertentu, dapat disebut sebagai latar
dengan hakikat cerpen yang harus padat dan memusat (Stanton 1965; fisik (physical setting). Latar dalam karya fiksi tidak terbatas
Forster 1954:126-154; Keeney 1966:8-23; Perrine 1966:58-82; Brooks pada penempatan lokasi-lokasi tertentu, atau sesuatu yang
1984). bersifat fisik saja, melainkan juga yang berwujud tata cara, adat

74 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 75
istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku di tempat Sampai di sini dapat disimpulkan bahwa latar adalah gambaran
yang bersangkutan. Hal-hal yang disebut terakhir inilah yang tentang tempat, waktu atau masa, dan kondisi sosial tejadinya cerita.
disebut sebagai latar spiritual (spiritual setting). Jadi, latar Itu berarti bahwa latar terdiri atas latar tempat, latar waktu, dan latar
spiritual adalah nilai-nilai yang melingkupi dan dimiliki oleh sosial. Latar tempat menunjuk pada tempat atau lokasi terjadinya
latar fisik. cerita. Latar waktu atau masa menunjuk pada kapan atau bilamana
cerita itu terjadi. Latar sosial menunjuk pada kondisi sosial yang
2. Latar Netral dan Latar Tipikal. melingkupi terjadinya cerita.
Latar netral tak memiliki dan tak mendeskripsikan sifat khas Ditinjau dari hubungan antara latar dengan cerita, latar dapat
tertentu yang menonjol yang terdapat dalam sebuah latar, dibagi menjadi dua macam, yaitu latar sejalan dan latar kontras.
sesuatu yang justru dapat membedakannya dengan latar-latar Disebut latar sejalan apabila lingkungan sekitar terjadinya cerita atau
lain. Latar tipikal di pihak lain, memiliki dan menonjolkan sifat peristiwa digambarkan sesuai dengan situasi yang tengah terjadi.
khas latar tertentu, baik yang menyangkut unsur tempat, waktu, Misalnya, ketika tokoh utama sedang sedih langit digambarkan
maupun sosial. sedang mendung penuh awan hitam. Latar kontras kebalikan dari
latar sejalan, yakni lingkungan sekitar digambarkan berlawanan
3. Anakronisme dengan situasi yang tengah terjadi. Misalnya, ketika tokoh utama
Anakronisme menyaran pada pengertian adanya ketidaksesuaian sedang bersedih alan sekitarnya digambarkan cerah (Hudson
dengan urutan (perkembangan) waktu dalam sebuah cerita. 1965:160; Stanton 1965; Keeney 1966:38-45; Perrine 1966:58-82).
Waktu yang dimaksud adalah waktu yang berlaku dan ditunjuk
Telah disebutkan bahwa latar juga dapat sebagai tempat
dalam cerita, dengan waktu yang menjadi acuannya yang berupa
pengambilan nilai-nilai yang ingin diungkapkan pengarang melalui
waktu dalam realitas sejarah, waktu sejarah. Anakronisme
ceritanya. Hal itu berarti bahwa dengan penggunaan latar tertentu
dalam karya sastra tidak selamanya merupakan kelemahan dan
akan tercermin nilai-nilai tetentu pula. Sebaliknya, penyampaian
atau kekurangtelitian pengarang. Ia hadir dalam sebuah karya
nilai-nilai tertentu akan mengarahkan penggunaan latar tertentu
karena disengaja dan bahkan didayagunakan kemanfaatannya.
pula. Dalam sebuah cerita sering terdapat hal-hal yang berhubungan
Anakronisme sengaja dimunculkan untuk menjembatani
dengan kebiasaan atau nilai-nilai yang berlaku pada daerah atau
imajinasi antara pembaca, pendengar, audience, dengan cerita
masyarakat tertentu yang menunjukkan local colour (= warna
yang bersangkutan.
kedaerahan) tetentu. Dari local colour itu juga dapat diketahui tempat
Kegunaan latar dalam cerita biasanya tidak hanya sekedar (dan waktu) terjadinya cerita atau latar (Hudson 1965:160; Stanton
sebagai petunjuk kapan dan di mana cerita itu terjadi, melainkan 1965; Keeney 1966:38-45; Perrine 1966:58-82).
juga sebagai tempat pengambilan nilai-nilai yang ingin diungkapkan Selain itu, latar juga dapat difungsikan sebagai metafora,
pengarang melalui ceritanya. Latar erat sekali hubungannya dengan atmosfer, dan penonjolan. Latar yang difungsikan sebagai
tokoh dan peristiwa. Tugas latar yang terutama adalah menyokong metafora adalah latar yang difungsikan sebagai suatu proyeksi atau
penokohan dan alur (Hudson 1965:159; Stanton 1965; Keeney 1966:38- objektifikasi keadaan internal tokoh-tokoh atau dari kondisi spiritual
45; Perrine 1966:58-82). tertentu. Latar yang difungsikan sebagai atmosfir adalah latar yang
digunakan sebagai sarana untuk mengarahkan emosi pembaca
memasuki cerita. Latar yang difungsikan sebagai penonjolan adalah

76 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 77
latar yang digunakan untuk meonjolkan tempat atau waktu atau 1954:126-154; Keeney 1966:8-23; Perrine 1966:58-82).
keadaan sosial tertentu (Hudson 1965:160; Stanton 1965; Keeney Ada lima macam penceritaan, yaitu (1) tokoh utama menuturkan
1966:38-45; Perrine 1966:58-82). ceritatanya sendiri; (2) tokoh bawahan menuturkan cerita tokoh
utama; (3) pengarang pengamat, yang menuturkan cerita dari luar
e. Pusat Pengisahan / Sudut Pandang sebagai seorang observer; (4) pengarang analitik, yang menuturkan
Istilah lain dari pusat pengisahan adalah sudut pandang. cerita tidak hanya sebagai pengamat tetapi berusaha juga menyelam
Keduanya merujuk pada istilah dalam bahasa Inggris point of view. ke dalam; (5) percampuran antara (1) dan (4), yakni suau cara
Menurut Abrams (1981: 142) point of view adalah cara dan/atau yang melaksanakan cakapan batin. Atau, dengan istilah lain, cara
pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menceritakan itu meliputi (1) Author-omniscient atau penceritaan
menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang orang ketiga; dalam hal ini pengarang turut hidup dalam pribadi
membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. pelakonnya; (2) Author partcipant, pengarang turut mengambil
Ada dua kelompok pandangan atas istilah pusat pengisahan bagian dalam cerita; di sini ada dua kemungkinan: aku (pengarang)
dan sudut pandang. Sebagian ahli sastra yang membedakan sebagai pelaku utama dan aku sebagai pelaku bawahan; (3) Author-
antara keduanya, sementara sebagian yang lain ahli sastra me­ observer, cara ini hampir sama dengan cara ke (1), tetapi pengarang
nyamakannnya. tidak mengetahui jalan pikiran pelakonnya; (4) Campuran (Stanton
1965; Keeney 1966:46-56; Perrine 1966:159-219).
Ahli sastra yang memedakan keduanya berpendapat bahwa
yang dimaksud dengan pusat pengisahan adalah “titik tumpu Sayuti (1996/1997: 101) berpandangan bahwa sudut pandang
penceritaan”, pangkal sebuah cerita dikisahkan oleh pengarang, yang umum digunakan oleh para pengarang Indonesia dapat
pelaku yang digunakan pengarang untuk memaparkan kisahnya. dikelompokkan menjadi empat jenis, yakni (1) sudut pandang
Bentuk pusat pengisahan mencakupi (1) Orang Pertama Tunggal, first- person-central atau akuan-sertaan, (2) sudut pandang first-
atau Akuan; (2) Orang Ketiga Tunggal, atau Diaan; (3) Campuran person-peripheral atau akuan-taksertaan, (3) sudut pandang third-
antara Diaan dan Akuan. Adapun sudut pandang adalah posisi person-omniscient atau diaan-mahatahu, (4) sudut pandang third-
yang diambil oleh pencerita (pengarang) dalam memaparkan cerita. person-limited atau diaan-terbatas. Sementara itu, Nurgiyantoro
Bentuk sudut pandang mencakupi (1) Pengarang Serba tahu, atau (2002: 256-271) menyatakan bahwa sudut pandang yang umum
Pengarang sebagai Dalang; (2) Pengarang Observer, atau Pengarang digunakan pengarang Indonesia ada tiga macam, yakni (1) Sudut
sebagai Pengamat. Pandang Persona Ketiga: “Dia”, yang terdiri atas (a) “Dia” Mahatahu,
dan (b) “Dia” Terbatas, “Dia” sebagai Pengamat; (2) Sudut Pandang
Sebagian ahli sastra yang menyamakan antara istilah pusat
Persona Pertama: “Aku”, yang terdiri atas (a) “Aku” Tokoh Utama,
pengisahan dan sudut pandang menyatakan bahwa keduanya
dan (b) “Aku” Tokoh Tambahan; (3) Sudut Pandang Campuran, yang
sama. Istilah sudut pandang disebut juga pusat pengisahan.
terdiri atas (a) Campuran “Aku” dan “Dia”, dan (b) Teknik “Kau”.
Bentuknya adalah campuran antara bentuk pusat pengisahan dan
sudut pandang yang dideskripsikan oleh kelompok ahli sastra yang
f. Gaya Cerita
membedakan antara keduanya.
Soal gaya, menurut H.B Jassin (1977:126), adalah soal pilihan
Pusat pengisahan ialah dari mana cerita itu dikisahkan, dari
kata, memilih dan mempergunakan kata-kata sesuai dengan isi yang
sudut mana pengarang menceritakan cerita itu (Stanton 1965; Forster
hendak disampaikan. Juga bagaimana menyusun kalimat secara

78 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 79
efektif dan secara estetis, yakni memberi kesan yang dikehendaki yang berbeda-beda, namun ciri-ciri pribadinya atau gayanya yang
pada si penerima. khas akan selalu nampak, yang membedakan dari karya-karya
Gaya adalah cara khas pengungkapan seorang pengarang, yang pengarang-pengarang lain (Sumardjo 1984: 62).
tercermin dalam cara pengarang memilih dan menyusun kata-
kata, dalam memilih tema, dalam memandang tema atau meninjau 2. PENGALAMAN
persoalan. Gaya terutama ditentukan oleh diksi dan struktur kalimat Cerpen dan pengalaman berkait erat. Dalam hal ini cerpen tidak
(Kenney 1966:57-73). dapat terlepas dari pengalaman penulisnya, baik pengalaman yang
Dalam proses menulis pengarang akan senantiasa memilih kata- langsung dirasakannya maupun pengalaman yang tidak langsung
kata dan menyusunnya menjadi kalimat(-kalimat) sedemikian rupa dirasakannya. Apa yang ditulis oleh cerpenis pada dasarnya adalah
sehingga mampu mewadahi apa yang dipikrkan dan dirasakan tokoh apa yang pernah dialami atau dirasakan langsung oleh dirinya. Kalau
(-tokoh) ceritanya. Oleh karena itu, dalam karya-karya sastra sering tidak begitu, apa yang ditulisnya adalah apa yang dialami oleh pihak
dijumapai pemakaian kata-kata dan kalimat-kalimat khusus yang lain tetapi diketahuinya.
biasa dikenal dengan istilah pigura-pigura bahasa, dengan aneka Pengalaman mencakupi pengalaman fisik dan pengalaman
jenisnya seperti metafora, metonimia, hiperbol, litotes, pleonasme, nonfisik. Pengalaman fisik adalah hal-hal yang dialami secara fisik,
klimaks, dan laini-lain. Di lain pihak, tidak sedikit karya sastra yang misalnya bertemu dengan seseorang yang sangat dikaguminya,
tidak banyak menggunakan pigura-pigura bahasa tetapi lukisan- mendapat keuntungan banyak dalam berdagang, berkelahi.
lukisan yang terkandung di dalamnya tetap hidup dan mengesankan, Pengalaman nonfisik adalah hal-hal yang dialami secara nonfisik,
karena dalam hal ini yang penting ialah kemapuan pengarang dalam misalnya mimpi bertemu dengan orang yang dikaguminya, membaca
memilih kata (-kata) dan menyusunnya dalam kalimat (-kalimat) riwayat hidup orang yang dikaguminya, membaca tulisan mengenai
sehingga sanggup mengemban tugasnya dengan sempurna (Kenney peristiwa yang menggetarkan jiwanya.
1966:57-73). Depdiknas (2004b : 55-56) menyebutkan jenis-jenis pengalaman
Dalam hal gaya, masing-masing pengarang mempunyai ciri khas pribadi ada enam, yaitu pengalaman lucu, pengalaman aneh,
atau gaya mengarang sendiri. Gaya mengarang tidak bisa diajarkan. pengalaman mendebarkan, pengalaman mengharukan, pengalaman
Setiap pengarang itu menumbuhkan gaya mengarangnya sendiri, memalukan, dan pengalaman menyakitkan.
sebuah gaya yang sesuai dengan wataknya, dengan pertimbangan Pengalaman yang lucu. Pengalaman yang paling sering
pikiran dan perasaan-perasaan sendiri. Gaya mengarang sebagian diceritakan atau dikomunikasikan kepada orang lain adalah
besar tergantung dari watak pengarang yang bersangkutan sendiri pengalaman yang lucu. Pengalaman lucu ini sering membuat orang
(Lubis (1978:45) yang terlibat menjadi tertawa. Dalam kondisi normal tertawa adalah
Gaya seorang pengarang itu baru nampak apabila pengarang ukuran kelucuan itu.
yang bersangkutan telah menghasilkan atau menulis banyak Pengalaman yang aneh. Sebuah pengalaman yang mungkin saja
karya sastra. Pengarang yang sudah berpengalaman dan dewasa terjadi sekali dalam hidup kita adalah pengalaman yang brsifat aneh.
atau atau pengarang yang sudah “jadi” akan mempunyai gayanya Dikatakan aneh karena pengalaman itu kemungkinan kecil terjadi.
sendiri, yang khas, yang lain dari gaya pengarang-pengarang lain.
Pengalaman yang mendebarkan. Pengalaman lain yang sering
Meskipun pengarang itu menceritakan kisah dengan suasana cerita
dialami oleh kita adalah pengalaman yang mendebarkan. Salah satu

80 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 81
pengalaman yang mendebarkan adalah pengalaman menunggu
ujian.
Pengalaman yang mengharukan. Kita mungkin saja mengalami
pengalaman yang mengharukan. Para pelakunya sering menangis
menghadapinya. Mendengarkan cerita yang sedih kita sering berlebih
BAB IV
dalam keharuan, melihat orang buta tertatih-tatih mencari sesuap
nasi adalah pengalaman yang mengharukan.
Pengalaman yang memalukan. Pengalaman memalukan adalah PEMBELAJARAN
pengalaman seseorang yang mengalami kejadian yang memalukan.
Biasanya korbannya beserta orang-orang dekatnya akan menanggung MENULIS CERITA
malu bagi si korban atau keluarganya, pengalaman seperti ini akan
dibawa sepanjang hayat. Meskipun orang lain sudah melupakannya, PENDEK
bagi si korban pengalaman seperti ini tidak perbah terlupakan.
Pengalaman yang menyakitkan. Pengalaman yang paling
membekas dalam hati pelakunya adaloah pengalaman yang
menyakitkan. Pelakukanya akan selalu teringat pengalamannya itu. Teks cerpen merupakan salah satu karya sastra prosa yang
Bagi orang yang amat perasa dalam kehidupan sehari-hari akan mengungkap persoalan kehidupan manusia. Berbeda halnya
selalu teringat pengalaman itu. dengan novel, cerpen hanya memiliki satu tema dan jalan ceritanya
tidak rumit seperti novel karena biasanya cerpen hanya terdiri dari
kurang lebih 10.000 kata. Pembelajaran cerpen dalam Kurikulum
2013 dibedakan atas pengetahuan dan keterampilan. Hal ini sejalan
dengan pendapat Rahmanto (1988:16-24) yang mengemukakan
bahwa pembelajaran apresiasi sastra setidaknya membantu siswa
dalam empat aspek, yaitu membantu meningkatkan keterampilan
berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan
cipta dan rasa, serta menunjang pembentukan watak atau karakter.
Salah satu aspek keterampilan teks cerpen yang diajarkan dalam
pembelajaran bahasa Indonesia di SD adalah memproduksi teks
cerpen. Kegiatan memproduksi cerpen merupakan sebuah kegiatan
menuangkan pikiran, gagasan, dan perasaan dalam bahasa tulis.
Kegiatan memproduksi cerpen dalam hal ini merupakan kegiatan
menulis cerpen. Keterampilan ini sangat besar artinya bagi siswa
selama ia mengikuti kegiatan pendidikan di bangku sekolah. Melalui
sebuah tulisan siswa dapat mengorganisasikan pikirannya. Hal ini
sejalan dengan pendapat Akhadiah (2002:2) mengungkapkan bahwa

82 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 83
menulis berarti mengorganisasikan gagasan secara sistematis serta Prinsip pokok dalam pendekatan kontekstual ada tujuh, yakni
mengungkapkannya secara tersurat. Untuk menghasilkan tulisan konstruktivistik, penemuan, mempertanyakan, masyarakat belajar,
yang baik diperlukan beberapa proses seperti yang dikemukakan pemodelan, refleksi, dan penilaian autentik. Ketujuh prinsip tersebut
oleh Tompskin (1990:73), yaitu melalui lima tahapan menulis yaitu bersifat saling mendukung dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
pramenulis, pembuatan draf, merevisi, menyunting, dan berbagi Tujuh prinsip tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
atau sharing.
a. Konstruktivistik
1. PENDEKATAN KONTEKSTUAL Kaum konstruktivis beranggapan bahwa pengetahuan adalah
Menurut US Departement of Eduation (2001) pendekaan hasil kontruksi manusia melalui interaksi dengan objek, fenomen,
kontekstual dapat dijelaskan sebagai suatu pendekatan mengajar pengalaman, dan lingkungan mereka. Ide-ide konstruktivis
dan belajar yang membantu guru menghubungkan kegiatan dan modern banyak berlandaskan pada pandangan Vygotsky yang telah
bahan ajar mata pelajarannya dengan situasi nyata yang dapat digunakan untuk menunjang metode pengajaran yang menekankan
memotivasi siswa untuk dapat menghubungkan pengetahuan dan pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis kegiatan, dan
terapannya dengan kehidupan sehari-hari siswa sebagai anggota penemuan. Salah satu prinsip yang dikemukakan adalah penekanan
keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat tempat siswa pada hakikat sosial dari pembelajaran. Menurut pandangan ini,
hidup. Untuk mencapai tujuan tersebut pendekatan kontekstual siswa belajar melalui interaksi dengan teman sebaya atau orang
berpedoman pada delapan hal, yakni aktif, belajar mandiri secara dewasa yang lebih mampu. Berdasarkan teori ini dikembangkan
terus menerus, menghubungkan kegiatan dan materi pembelajaran teori pembelajaran kooperatif yang berpandangan bahwa siswa lebih
dengan kehidupan nyata, tugas-tugas yang bermakna, berpikir kritis mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika
dan kreatif, bekerja sama, memberikan perhatian pada perbedaan mereka mendiskusikan hal tersebut dengan temannya.
pribadi, menggunakan dan mencapai standar yang tinggi, serta Landasan konstruktivis melahirkan pandangan bahwa
menggunakan penilaian autentik (Johnson 2002: 25). Dengan pengetahuan sebagai hasil upaya kontruksi yang dilakukan oleh
demikian, pendekatan kontekstual adalah suatu pendekatan siswa. Dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual,
pembelajaran yang menekankan pentingnya proses pembelajaran pengetahuan disikapi bukan sebagai seperangkat fakta, konsep,
yang memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hukum-hukum yang dihafalkan, melainkan yang harus ditemukan
sendiri pengetahuannya melalui aktivitas pembelajaran yang sendiri melalui proses belajar. Pengetahuan juga bukan sesuatu
memperhitungkan kemampuan awal, pengalaman, dan aplikasi yang hadir secara bebas dari seorang yang dianggap tahu. Manusia
pengetahuan yang diperolehnya dalam kehidupan yang nyata. mengkreasikan atau mengkonstruksi pengetahuan seperti usaha
Sehubungan dengan itu, strategi pembelajaran menulis cerpen pemberian makna terhadap pengalaman. Segala sesuatu yang
yang dirancang dengan pendekatan kontekstual harus memberikan diketahui diperoleh melalui pengalaman. Pengetahuan berkembang
kesempatan pada siswa untuk berlatih memecahkan masalah yang melalui pajanan. Pemahaman akan lebih mendalam dan kuat jika
relevan dengan berbagai konteks kehidupan seperti di rumah, di dalam pengetahuan tersebut ditemukan hal-hal yang baru.
masyarakat, di sekolah, dan kemungkinan kelak jika siswa telah Muijs & David Reynolds (2008: 97-99) mengemukakan delapan
berada di tempat kerja, dalam wujud cerpen. prinsip pengajaran konstruktivistik. Kedelapan prinsip dimaksud
adalah (1) belajar merupakan sebuah proses aktif, (2) belajar paling

84 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 85
baik adalah dengan menyelesaikan berbagai konflik kognitif, Selama scaffolding, guru memberikan bantuan kepada murid
(3) belajar adalah pencarian makna, (4) konstruksi pengetahuan untuk mencapai tugas-tugas yang belum dapat mereka kuasai
bersifat individual dan sosial, (5) pendidik harus memiliki sendiri, dan kemudian sediki demi sedikit menarik dukungannya.
pengetahuan yang baik tentang perkembangan peserta didik dan Scaffolding dari guru dapa memiliki beragam bentuk, termasuk
teori belajar, (6) belajar selalu dikonseptualkan, (7) belajar berarti pertanyaan, prompts, tugas-tugas yang disarankan, sumberdaya
mengkonstruksikan pengetahuan secara menyeluruh, (8) mengajar yang disediakan tantangan, dan kegiatan-kegiatan kelas. Namun,
adalah memberdayakan pelajar. scaffolding bukan berarti menuntun dan mengajari murid ke arah
Selanjutnya, Muijs & David Reynolds (2008: 99-104) menyatakan tujuan yang sudah ditetapkan tetapi mendukung pertumbuhannya
bahwa para pakar konstruktivis telah mengembangkan sejumlah melalui kegiatan-kegiatan kognitif dan metakognitif (Hannafin et.al.
strategi mengajar yang mencakupi banyak elemen. Elemen-elemen 1997 dalam Muijs & David Reynolds 2008: 100).). Scaffolding juga tidak
dimaksud adalah mengaitkan ide dengan pengetahuan sebelumnya, harus berasal dari guru. Murid seing kali juga dapat melakukannya
modelling, scaffolding, coaching, refleksi, kolaborasi, ekplorasi dan secara efektif terhadap murid lainnya. Sebagai contoh, di dalam
menyelesaikan masalah, fleksibelitas, adaptif, menekankan adanya tugas-tugas kelompok kecil, diskusi antar murid dapat membantu
multi realitas menyediakan scaffolding yang dibutuhkan.

Mengaitkan ide-ide dengan pengetahuan sebelumnya dapat Coaching adalah proses memotivasi pelajar, menganalisis
dilakukan pada awal sebuah topik baru, tetapi tidak boleh dibatasi performa mereka dan memberikan umpan balik umpan-balik
pada bagian pelajaran yang itu saja. Guru akan perlu mencari tahu tentang kinerja mereka. Guru membantu murid selama mereka
apakah murid-muridnya tahu tentang topik itu sebelum pembelajaran menyelesaikan soal-soal secara mandiri atau di dalam kelompok,
dimulai (De Jager 2002 dalam Muijs & David Reynolds 2008: 99). yang akan memotivasi dan mendukung murid. Salah satu bentuk
coaching disebut cognitive coaching yang dirancang untuk membuat
Selama modelling, aspek kunci lain dari pengajaran
murid lebih menyadari proses-proses berpikirnya, dan yang akan
konstruktivis, guru melaksanakan sebuah tugas yang kompleks
membantu mereka untuk menjadi lebih reflektif tentang belajarnya.
dan menunjukkan kepada murid-murid yang dibutuhkan untuk
Ini akan membangun ketrampilan mengatasi-masalah dengan
melaksanakan tugas itu; atau, guru dapat memberi tahu murid tentang
memberi mereka sarana-sarana yang dapat mereka gunakan
pikiran dan strateginya selama menyelesaikan sebuah soal. Guru
diberagam situasi. Tipe coaching ini melibatkan tindakan membantu
juga akan mamberikan alasan untuk melakukan caranya dan akan
murid untuk memikirkan tentang cara yang mereka gunakan
mendemonstrasikan langkah-langkah kuncinya. Modelling muncul
untuk mengatasi berbagain masalah. Ini melibatkan refleksi diri,
dalam dua bentuk: behaviorial modelling untuk untuk performa yang
internalisasi, dan generalisasi (Costa dan Garmston 1994 dalam Muijs
kasat-mata dan cognitive modelling untuk proses-proses kognitif
& David Reynolds 2008: 100).
yang tidak kasat-mata. Idenya adalah bahwa meskipun guru pada
awalnya dapat memberikan model tentang sebuah proses, murid Salah satu elemen pelajaran konstruktivis adalah artikulasi,
akan menjadi semakin mandiri seiring berjalannya waktu, dan yang mendorong murid untuk mengartikulasikan ide, pikiran, dan
modelling pun akan berkurang. Proses ini dikenal dengan sebutan solusi mereka. Murid mestinya tidak hanya diberi kesempatan untuk
scaffolding (penopangan), dan merupakan salah satu bagian penting mengkotruksikan makna dan mengembangkan pikiran mereka, tetapi
metodologi konstruktivis karena membantu mengembangkan juga dapat memperdalam proses-proses ini melalui pengekspresian
pelajar-pelajar yang mandiri. ide-idenya. Untuk memungkinkan mereka melakukannya,

86 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 87
mereka harus diberi tugas-tugas yang kompleks, yang melibatkan appreniceship, pengajaran berbasis-masalah, webquests, anchored
kesempatan untuk membicarakan tentang ide-ide mereka, dan intruction, dan metode-metode lain yang melibatkan belajar dengan
mempresentasikannya kepada murid-murid lain dan guru. Kerja orang lain (Schunk 2000 dalam Muijs & David Reynolds 2008: 101).).
kelompok, dimana murid didorong untuk mendiskusikan berbagai Salah satu konsep kunci di dalam kolaborasi konstruktivis adalah
masalah dan strategi dengan teman-temannya, memberikan konsep ”purposeful talk”, percakapan yang memberikan kesempatan
banyak kesempatan untuk arikulasi. Meberikan peluang kepada kepada murid untuk menelaah, mengelaborasikan, mengases, dan
murid untuk mempresentasikan ide-ide dan argumen-argumennya membangun dan membangun pengeahuannya di dalam konteks
dan mempertahankannya di depan publik juga akan membantu sosial.
mempertajam pemikiran mereka tentang topik itu (Fosnot 1996 Kegiatan eksplorasi dan menyelesaikan-masalah
dalam Muijs & David Reynolds 2008: 101). adalah bagian-bagian kunci pelajaran konstruktivis. Keduanya
Refleksi terjadi bila murid membandingkan solusinya dengan memungkinkan murid untuk mengembangkan pemikiran dan
solusi para ”pakar” aau murid-murid lain. Ini merupakan salah pemaknaan (meaning-making) mereka, dengan mengembangkan
sau momen kunci belajar, dan dapat didorong oleh guru yang kombinasi-kombinasi ide baru dan dengan memikirkan hasil-
memberikan contoh-contoh tandingan untuk berbagai pendapat hasil hipotetik dari berbagai situasi dan kejadian yang dibayangkan
yang dikemukakan oleh murid-murid lain, dan dengan memberikan (De Jager 2002 dalam Muijs & David Reynolds 2008: 103).). Di kelas
kesempatan kepada murid untuk mendiskusikan temuan, ide, konstruktivis, murid akan sering mencari data atau infomasi yang
dan srategi mereka (Duffy dan Jonassen 1992 dalam Muijs & menjawab sebuah pertanyaan atau yang membantu penyelesaian
David Reynolds 2008: 101). Refleksi juga berarti membuat murid suatu masalah (Glasser 1998 dalam Muijs & David Reynolds 2008:
memikirkan tentang cara mereka menyelesaikan mesalah, strategi 103). Ini tampaknya lebih selaras dengan pandangan terhadap dunia
yang mereka gunakan, dan apakah cara dan strategi itu efektif. modern yang kompleks, yang membutuhkan orang-orang yang
Ini disebut ”metakognisi”, melakukan refleksi terhadap belajarnya dapat menemukan dan memroses informasi, dan bukan orang-
sendiri. orang yang memiliki simpanan pengetahuan dalam jumlah yang
Elemen lain dalam pengajaran konstruktivis adalah kolaborasi. sangat besar. Kegunaan bermain juga mengemuka di sini, karena
Ini jelas berasal dari sisi sosial gerakan konstruktivis, yang bermain juga memungkinkan murid untuk melakukan banyak
menekankan pada bagaimana anak-anak dapat belajar belajar dari kegiatan eksplorasi dan mengatasi masalah. Bermain adalah sebuah
anak lain selama mereka berkolaborasi dengan sesamanya atau kegiatan pendidikan yang tidak boleh dilarang di kelas.
dengan guru. Meskipun belajar secara kolaboratif dapat ditekankan Sebuah elemen yang terkait adalah bahwa para guru konruktivis
oleh pendidik dan peneliti yang tidak memiliki latar belakang akan memberikan pilihan dan opsi kepada murid. Murid diberi
kontrukivis, tetapi ini sangat relevan di dalam konstruktivisme. kesempatan untuk memilih tugas, proyek, atau pekerjaan yang
Kaum konstruktivis percaya bahwa pengetahuan praktis terletak mereka kerjakan. Alih-alih pelajaran dan tugas yang dirancang
di dalam hubungan antara praktisi, struktur sosial, dan organisasi. oleh guru, guru bekerja bersama murid untuk merancang berbagai
Untuk alasan ini, guru seharusnya melibatkan sebuah dimensi sosial proyek yang akan memfasilitasi belajar. Ini tidak hanya akan lebih
yang kuat (Lave dan Wagner 1991; Gredler 1997 dalam Muijs & David memoivasi murid, etapi juga lebih berarti, dan oleh karenanya lebih
Reynolds 2008: 101). Pendekatan konstruktivisme untuk kolaborasi berkemungkinan untuk menghasilkan lebih banyak pembelajaran.
termasuk pengajaran resipokal, kolaborasi sebaya, cognitive

88 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 89
Fleksibilitas. Alih-alih memiliki rencana pelajaran yang pasti oleh murid-murid lain dan bahwa pembuatan-makna individual dan
dan tidak bervariasi, guru-guru kontrukivis bersikap reaktif, dalam kolektif berarti bahwa kurikulum terstandar yang sama berlaku untuk
arti membiarkan murid mengarahkan pelajarannya (paling tidak semua murid tidak cocok dengan model konstruktivis. Kurikulum
sampai tingkat tertentu). Guru dapat memberikan reaksi pada respon perlu difokuskan pada ide-ide besar yang ditangani secara mendalam
dan ide murid, dan pelajaran iu dapat berjalan ke arah yang berbeda dan bukan pada banyak topik yang ditangani secara superfisial
dengan rancangan aslinya. Ini berarti bahwa bila seorang murid (Brooks dan Brooks 1999 dalam Muijs & David Reynolds 2008: 103).
melontarkan sebuah ide atau peranyaan yang baik, maka alih-alih
mengatakan, misalnya, ”ide itu memang menarik, tetapi kita tidak b. Penemuan
dapat menuju ke arah sana hari ini,” guru seharusnya mengeksplorasi Istilah penemuan (inquiry) dalam pembelajaran dengan
berbagai pertanyaan. Beberapa pelajaran yang paling rewarding baik pendekatan kontekstual sepadan dengan isitilah inquiry training
secara kognitif maupun motivasional dianggap berasal dari metode yang digunakan Joyce (1993:197) dalam menjelaskan inquiry sebagai
ini. sebuah metode pembelajaran. Penemuan dalam pembelajaran
Guru juga perlu bersikap adaptif, pembelajaran individual murid dengan pendekatan kontekstual didesain untuk menciptakan
harus dipertimbangkan, bukan hanya dalam hubungannya dengan kesempatan bagi siswa mempelajari ilmu pengetahuan dalam proses
kemampuan akademik mereka, tetapi juga gaya belajarnya. Ini ilmiah secara langsung, melalui pengalaman dan langkah-langkah
berarti bahwa mengajar perlu dibuat bervariasi, untuk memancing pembelajaran yang direncanakan secara singkat pada suatu periode
digunakannya cara-cara belajar murid yang berbeda. Itu juga tertentu.
berarti bahwa murid mungkin bervariasi dalam hal waktu yang Sebagaimana dikutip oleh Joyce (1992:198) dari Schlenker
digunakannya untuk mendapatkan pemahaman tentang konsep (1976), efek yang diharapkan dari penggunaan inquiry yakni siswa
tertentu. Mereka perlu diberi waktu yang memungkinkan mereka memperoleh peningkatan pemahaman ilmu pengetahuan yang
untuk mengeksplorasi berbagai konsep secara total. Guru perlu terus- dihasilkan dari produktivitas berpikir kreatif dan memperoleh
menerus mengobservasi belajar murid, dan bila perlu menyesuaikan keterampilan dalam menganalisis informasi. Dalam laporan tersebut
pengajaran/kurikulum mereka. juga dijelaskan bahwa inquiry tidak lebih efektif dibandingkan
Menekankan adanya multiple realities adalah cara yang baik metode konvensional dalam pemerolehan informasi, jika informasi
untuk mengalihkan murid dari konsepsi bahwa selalu ada sebuah tersebut sebagai hafalan.
jawaban yang benar, dan akan membantu mereka menjadi lebih Sebaliknya, Ivany dan Collins (1969) dalam Joyce (1992:198)
bijak dan terlibat di dalam pembelajaran yang lebih mendalam. melaporkan bahwa metode inquiry menunjukkan perbedaan
Ini mungkin tampak sedikit abstrak, khususnya bagi murid-murid hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan metode yang lain.
yang lebih muda, meskipun sebenarnya sesederhana memberikan Misalnya, ketika guru mengajar dengan tenang tema novel; apabila
kesempatan bagi digunakannya berbagai cara yang berbeda untuk guru menggunakan metode ceramah siswa hanya menghafal
mengatasi masalah atau mengatakan kepada mereka bahwa pernyataan tema yang disampaikan oleh guru, sebaliknya dengan
jawaban-jawaban yang berbeda adalah suatu yang mungkin. menggunakan metode inquiry siswa memiliki kesempatan untuk
Konstruktivistik memiliki implikasi untuk kurikulum dan melakukan eksplorasi terhadap topik dengan membaca teks,
asesmen maupun praktik kelas. Pandangan bahwa seorang murid membuat hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis, menguji
perlu bekerja dengan pengetahuan yang sebelumnya telah dimiliki hipotesis, dan menyimpulkan tema.

90 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 91
Suchman seperti dikutip oleh Joyce (1992) berkeyakinan bahwa dan mengetahui tingkat siswa atas materi yang disampaikan.
siswa dapat meningkatkan kesadaran belajar melalui proses inquiry Aktivitas bertanya cenderung didominasi oleh guru dan bersifat
dan secara langsung ia terlatih berpikir dengan prosedur ilimiah. searah. Siswa hanya bertanya jika telah diberi kesempatan oleh
Menurut Suchman, pada umumnya seseorang tidak akan dapat guru. Situasi ini mengakibatkan siswa menerima secara pasif dan
menganalisis dan mengembangkan pikirannya tanpa melibatkan menghafal pengetahuan yang disampaikan oleh guru dan sewaku-
aspek kesadaran. Dalam pembelajaran, sudut pandang orang waktu siap menjawab pertanyaan guru.
kedua dapat memperkaya pikiran-pikiran yang dimiliki sesorang. Dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual,
Perkembangan pengetahuan siswa difasilitasi oleh bantuan dan ide- aktivitas bertanya tidak lagi menjadi monopoli guru. Aktivitas
ide kawannya, dan hal ini sekaligus melatih kesabaran memahami bertanya dilakukan guru untuk tujuan edukatif, misalnya untuk
pikiran orang lain yang melihat suatu masalah dengan sudut pandang memberikan motivasi agar siswa lebih giat membaca, membimbing
yang berbeda. Pembelajaran inquiry menurut Suchman bercirikan: (1) siswa menemukan data-data yang diperlukan untuk menjawab
siswa biasa bertanya ketika menghadapi suatu masalah yang harus masalah, dan mengetahui kemampuan berpikir siswa pada saat
dipecahkan dan belajar menganalisis strategi berpikir yang akan melakukan analisis data. Pada sisi yang lain, aktivitas bertanya
digunakan untuk memecahkan masalah tersebut, (2) kemungkinan digunakan oleh siswa untuk menggali infomasi dari guru atau
siswa secara langsung dapat menerapkan satu strategi baru atau siswa lain, mengkonfirmasikan apa yang telah diketahuinya, dan
menggabungkan strategi yang diusulkan beberapa siswa, (3) siswa mengarahkanperhatian pada aspek yang belum diketahuinya, dan
bekerja sama untuk memperkaya temuan pikiran, dan (4) menolong mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
siswa untuk belajar memahami hakikat pengetahuan yang muncul
Dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya
sementara dan menghargai alternatif penjelasan.
berfungsi untuk menggali informasi, mengecek pemahaman siswa,
Tujuan umum penggunaan metode inquiry yakni membantu membangkitkan respon siswa, membangkitkan rasa ingin tahu,
siswa mengembangkan disiplin berpikir dan keterampilan yang memusatkan perhatian pada objek pembelajaran, menyegarkan
diperlukan untuk mengembangkan pertanyaan dan menemukan kembali pengetahuan siswa. Kemampuan bertanya dilatihkan dalam
pernyataan yang menjawab rasa keingintahuannya. Siswa berbagai konteks komunikasi, misalnya pada saat diskusi kelompok,
diharapkan mempertanyakan mengapa sebuah peristiwa terjadi, melakukan pengamatan terhadap objek, dan menggali informasi
kemudian mereka bekerja untuk memperoleh dan memproses data dari narasumber. Apabila pertanyaan ersebut diarahkan kepada
secara logis, dan mengembangkan suatu strategi berpikir untuk guru, guru hendaknya bertindak demokratis dengan memberikan
memperoleh jawaban atas pertanyaan yang dihadapinya. Tahapan- kesempatan kepada anggota kelas untuk ikut memberikan jawaban
tahapan pembelajaran dalam metode inquiry, yakni (1) memahami atas pertanyaan tersebut. Dengan demikian kelas akan menjadi
masalah, (2) menyusun hipotesis, (3) melakukan pengamatan masyarakat belajar yang saling bekerja sama dalam memecahkan
atau mengumpulkan data, (4) menganalisis data, (5) merumuskan masalah.
simpulan, (6) mempublikasikan, dan (7) merevisi.
d. Masyarakat Belajar
c. Mempertanyakan
Masyarakat belajar (learning community) dapat diartikan sebagai
Dalam pembelajaran tradisional bertanya (questioning) sekelompok orang yang berhimpun sebagai sebuah komunias
merupakan salah satu strategi untuk mempertahankan perhatian belajar yang memiliki kesadaran bersama akan pentingnya belajar.

92 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 93
Kesadaran ini memotivasi mereka untuk meraih hasil belajar yang pihak yang merasa paling tahu, bersedia untuk saling mendengarkan
maksimal dengan mengintensifkan kerja sama dalam memecahkan dan saling menghargai pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman
masalah-masalah yang berkaitan dengan sesuatu yang mereka yang berbeda.setiap anggota kelompok menyadari bahwa mereka
pelajari. Melalui kerja sama tersebut diasumsikan hasil belajar berkepentingan saling belajar (Pratiwi 2005).
yang dicapai menjadi tinggi karena enggota komunitas belajar Kerja sama dalam masyarakat belajar dapat dilakukan
saling berbagi gagasan dan pengalaman memecahkan masalah dan antarteman, antarkelompok, antarkelas, bahkan dengan pihak-pihak
membangun konsep. lain di luar kelas. Pelaksanaan kerja sama dalam masyarakat belajar
Bielaczyc dan Collins (1999:272) menjelaskan empat karateristik sebenarnya merupakan implementasi dari straegi belajar kooperatif.
masyarakat belajar, yaitu: (1) perbedaan keahlian diantara para anggota Strategi belajar kooperatif merupakan salah satu hasil inovasi
sangat berarti untuk memberikan sumbangan dan mendukung pendidikan yang terbukti bermanfaat untuk memaksimalkan hasil
perkembangan, (2) saling berbagi secara objektif dan terus menerus belajar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa strategi belajar
untuk memajukan pengetahuan dan keterampilan yang dihimpun, kooperatif merupakan wadah pengembangan masyarakat belajar.
(3) menekankan pada belajar bagaimana seharusnya belajar, dan (4) Strategi kooperatif memungkinkan guru untuk menciptakan
adanya mekanisme untuk berbagi tentang apa yang harus dipelajari kondisi belajar yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran.
sebagai anggota masyaraka belajar. Jika sebuah masyarakat belajar Strategi belajar ini jika dipergunakan dengan tepat dapat mendorong
menghadapi sebuah masalah, anggota masyarakat belajar dapat siswa untuk aktif mengikui kegiatan belajar di dalam kelas,
mengajukan pendapat untuk ikut serta memecahkan masalah. sebagaimana dinyatakan oleh Oxford (1990:1) bahwa pemilihan
Anggota masyarakat tidak perlu memisahkan diri untuk mengambil dan penggunaan strategi secara baik menghasilkan perkembangan
sebuah tanggung jawab, tetapi justru diharapkan menyumbangkan kemampuan dan menumbuhkan rasa percaya diri.
keahliannya untuk bersama-sama memecahkan masalah.
Menurut Shepardson dalam Pratiwi (2005:166-170) ciri strategi
Dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, guru belajar kooperatif dapat dirinci sebagai berikut.
disarankan melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok (1) Pendidik mengupayakan interaksi antarsiswa dalam kelompok
belajar dengan anggota yang heterogen. Dengan demikian, dalam (student-to-student interaction).
proses belajar, besar kemungkinan terjadi proses interaksi yang (2) Tidak boleh ada siswa yang terlalu mendominasi jalannya
sangat produktif karena siswa yang pandai akan membantu siswa diskusi. Pendidik mengendalikan kegiatan agar kesempatan
yang lemah, siswa yang mengetahui informasi lebih dahulu akan berpendapat, menyampaikan ringkasan atau mempertahankan
berbagi dengan yang belum tahu, siswa yang cepat menangkap akan pendapat bisa merata.
mendorong siswa yang lambat, siswa yang mempunyai gagasan (3) Menciptakan interdepensi positif di kalangan anggota
akan memberikan usul. Dengan demikian, dapat diduga bahwa hasil kelompok. Artinya, anggota kelompok diupayakan terlibat dalam
belajar secara akumulatif akan lebih tinggi dan bermakna bagi setiap kegiatan. Dengan cara memberikan giliran yang telah diatur
anggota masyarakat belajar. sebelumnya, pendidik dapat memaksa siswa ikut berperan
Masyarakat belajar dapat diwujudkan apabila proses interaksi dalam kelompoknya. Pendidik perlu menjelaskan kepada
komunikasi berlangsung dua arah. Kegiatan belajar dapat kelompok bahwa masing-masing anggota harus membiasakan
diwujudkan jika tidak ada pihak yang berkeinginan mendominasi diri mendengarkan pendapat anggota lain, dan harus belajar
komunikasi, tidak ada yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada menerima pendapat orang lain jika pendapat itu lebih baik dari

94 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 95
pendapat dirinya. Siswa yang pandai dapat membantu teman dalam proses pembelajaran, sehingga hasil belajar mengalami
lain untuk ikut menyumbangkan pikirannya. peningkatan. Ada dua jenis pemodelan, yakni model behavioral
(4) Kemampuan masing-masing anggota diperhitungkan secara untuk mengembangkan kemahiran perilaku dan pemodelan kognitif
adil (indivdual accountability). Tidak boleh ada anggota yang untuk menanamkan pemahaman yang berhubungan dengan proses
boleh berpendapat semaunya. Berdasarkan kesepakaan yang kognitif (Jonassen 1999: 231). Model kognitif memberikan kesempatan
telah dibuat sebelumnya, masing-masing anggota kelompok kepada pembelajar untuk melakukan refleksi secara langsung
akan menyampaikan pendapatnya. Pada gilirannya, seorang tentang aktivitas berpikir yang harus dilewatinya ketika membangun
kelompok akan menerima tugas dari pendidik: sebagai pengetahuan. Model behavioral berupa demonstrasi yang dilakukan
pemimpin kelompok, sebagai perumus hasil diskusi, atau secara bertahap dan jelas, sehingga membantu siswa memahami
sebagai penyampai hasil diskusi. setiap aktivitas yang dilakukan untuk menguasai perilaku tertentu.
(5) Strategi belajar kooperatif menekankan pada pencapaian tujuan Model yang disajikan dapat berwujud teks tertulis, rekaman suara,
bersama. Strategi ini mengajarkan kepada siswa untuk saling rekaman pandang-dengar, peragaan atau demonstrasi oleh guru
memberi informasi, saling mengajar jika ada anggota yang atau model yang ditunjuk.
belum mampu, dan saling menghargai pendapat anggotanya. Pratiwi (2005: 170-171) menjelaskan bahwea pemodelan
Proses mencapai kesepakatan kelompok ini dipraktikkan, dikatakan efektif apabila siswa menjadi lebih paham terhadap materi
ditumbuhkan, dan dipantau selama diskusi. yang dipelajari, terlibat dengan lebih antusias, memberikan variasi
(6) Jumlah anggota kelompok tidak terlalu besar, 4 sampai 6 orang, situasi, biaya dan waktu belajar lebih efisien. Dalam pembelajaran
agar siswa mudah bertukar pikiran, guru mudah bertukar apresiasi prosa fiksi, pemodelan dilakukan dengan menunjukkan
pikiran, guru mudah mengawasi kerja sama antaranggota, siswa contoh prosa fiksi; menunjukkan contoh essai, resensi, kritik;
dengan hambatan mental: pemalu dan kurang berinisiatif dapat menayangkan rekaman pembacaan teks puisi atau pementasan
dibantu anggota lainnya, atau secara bertahap akan terdorong drama, menayangkan rekaman kegiatan diskusi atau saresehan
aktif dalam proses belajar kelompok. sastra. Dengan demikian, misalnya, ketika guru menugasi siswa
Strategi belajar mengajar kooperatif mempunyai anggapan untuk menulis esai atau fiksi yang dibacanya, siswa tidak hanya
bahwa kemampuan siswa dapat ditingkatkan melalui pemberian mendengarkan penjelasan definisi dan langkah-langkah menulis esai
motivasi secara internal dan eksternal. Siswa dibangkitkan rasa sastra. Siswa membaca, mengidentifikasi bagian-bagian, menelaah
percaya dirinya atau keyakinan bahwa ia bisa menyumbangkan cara pengungkapan dan pengorganisasian ide-ide pada contoh
sesuatu yang bermanfaat bagi kelompoknya. Secara eksternal, yang secara nyat ditunjukkan oleh guru. Pemodelan ini bahkan
anggota kelompok dibangkitkan semangatnya oleh anggota lainnya. membukakan kesempatan siswa untuk ekspansi pengalaman pada
karya yang ditulisnya.
e. Pemodelan Pemodelan yang paling mudah diimplementasikan dalam
Pratiwi (2005: 170) menyatakan bahwa pemodelan dapat pembelajaran dengan lingkungan yang konstruktivis, sebab siswa
diartikan sebagai upaya pemberian model (contoh) yang menyadari fungsi model dalam pembelajaran (Jonassen 1999:231).
berhubungan dengan materi dan aktivitas pembelajaran yang Pelaksanaan pemodelan dirancang dalam strategi pembelajaran
dilakukan siswa. Pemodelan harus dilakukan secara terencana agar yang telah dijabarkan menjadi skenario atau langkah-langkah
memberikan sumbangan pada pemahaman dan keterlibatan siswa pembelajaran. Dalam skenario pembelajaran terdeskripsikan secara

96 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 97
jelas wujud model yang disajikan, waktu penyajian, dan langkah- siswa. Pengumpulan data dan informasi tidak dapat dipisahkan
langkah yang ditempuh dalam kelas. Pada akhir pemodelan guru dari aktivias pembelajaran sehari-hari. Keputusan-keputusan yang
dapat melakukan kontrol efektivitas model, apakah pemodelan sesuai profesional tentang pembelajaran harus didasarkan pada data-
dengan kompetensi siswa yang dikembangkan, mengongretkan data yang dikumpulkan dari observasi dan survei dari aktivias
konsep yang abstrak, memberikan contoh hasil belajar yang akan pembelajaran. Penilaian autentik dapat membantu guru untuk
dicapai, dan menunjukkan prosedur atau contoh aktivitas yang akan membantu siswa dan mengarahkan pengajaran pada masa-masa
dilakukan siswa. selanjutnya. Penilaian autentik dapat dikerjakan ketika peristiwa
pembelajaran tengah berlangsung dalam kelas. Disamping itu,
f. Refleksi informasi dan data tersebut dikumpulkan dengan maksud guru
Diuraikan oleh Pratiwi (2005: 171-172) bahwa refleksi memiliki dapat memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran
makna yang sama dengan perenungan atau peninjauan kembali yang benar. Apabila ditemukan siswa mengalami kesulitan belajar,
atas hal-hal yang telah dilakukannya. Dalam pembelajaran dengan maka guru dapa segera mengambil tindakan untuk membantu siswa
pendekatan kontekstual, refleksi mengacu pada aktivitas berpikir tersebut. Meskipun pekerjaan ini pada awalnya dirasa sulit, namun
yang dilakukan oleh siswa untuk merenungkan kembali dan lambat laun keterampilan guru dapat berkembang melalui pelatihan
merespon aktivitas belajar yang telah dilakukan dan hasil belajar dan pengalaman.
yang telah diraih. Siswa merenungkan, apakah hasil belajar yang Edward Chittenden dalam Pratiwi (2005:174) menyarankan empat
telah diperolehnya sebagai struktur pengetahuan baru, memperkaya tujuan penilaian autentik, yakni memelihara arah pembelajaran,
pengetahuan yang lama, melengkapi pengetahuan yang lama, mengecek perkembangan, mencari jalan keluar jiak imbul masalah,
merevisi pengetahuan yang lama yang belum tepat. Refleksi dan merumuskan simpulan. Guru dapat membua pernyataan bahwa
memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan makna penilaian autentik dilakukan untuk mengetahui pengetahuan yang
terhadap aktivitas dan hasil belajar yang telah diperolehnya. telah dikuasai oleh siswa dan membentuk kerangka berpikirnya. Hal
Hasil refleksi dapat dicatat pada buku harian atau jurnal siswa, tersebut yang akan direspon ketika guru mengajar.
ditulis pada selembar kertas dan kemudian ditempelkan pada salah Data dan informasi yang dikumpulkan guru selama kegiatan
satu sisi kelas, dituliskan pada selembar kertas dan dibacakan, pembelajaran digunakan sebagai dasar evaluasi. Kegiatan evaluasi
atau membuat simbol-simbol visual yang sesuai. Misalnya, jika meliputi merefleksi data, membuat keputusan pengajaran,
sekelompok siswa disimpulkan telah berhasil membaca fiksi dengan mendorong untuk berani mengevaluasi diri, memberikan
vokal dan artikulasi yang tepat, maka kelompok lain atau guru penghargaan atas kemajuan atau perkembangan yang dicapai
memberikan tanda bintang pada kelompok tersebut. Sebaliknya, siswa. Hasil evaluasi selanjutnya dilaporkan dengan meringkas,
siswa yang dipandang belum berhasil mendapatkan gambar tanda menginterpretasikan, dan mengkomunikasikan hal-hal yang
seru yang mengisyaratkan bahwa kelompok dimaksud masih perlu dipandang penting untuk diketahui pihak yang berkepentingan.
berlatih lebih serius. Kedudukan penilaian autentik dan pembelajaran merupakan suatu
kesatuan dengan kegiatan pembelajaran.
g. Penilaian Autentik Asesmen dalam pembelajaran diartikan sebagai proses
Penilaian autentik adalah proses pengumpulan berbagai pengumpulan berbagai informasi dan data pada aktivitas
informasi dan data yang dapat memberikan gambaran belajar pembelajaran yang akan digunakan sebagai dasar untuk menetapkan

98 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 99
keputusan-keputusan profesional tentang program dan pelaksanaan ditulis saat proses pembelajaran tengah berlangsung. Jurnal ini
pembelajaran dan memberikan balikan perkembangan belajar siswa. ditulis dengan tujuan merekam kemajuan belajar yang dialami,
Motivasi yang dihidupkan dalam asesmen adalah motivasi intrinsik, kesulitan-kesulitan yang dihadapi, program perbaikan yang harus
siswa dan guru sama-sama menyadari kepentingan evaluasi untuk dilaksanakan, dan program pengayaan yang dapat dilakukan. Jurnal
pengembangan kompetensi siswa dan perbaikan pembelajaran. yang ditulis saat proses pembelajaran misalnya, jurnal kemajuan
Unjuk kerja dalam belajar didorong oleh kesadaran akan pentingnya dalam membaca teks sastra, kemajuan dalam menulis puisi,
penguasaan dan pengembangan sejumlah kompetensi dan kemajuan latihan pementasan drama, kemajuan dalam penulisan
pengembangan diri. dongeng. Ketiga, jurnal yang ditulis pascapembelajaran. Jurnal ini
Instrumen evaluasi dalam proses pembelajaran antara lain berisi catatan tentang kompetensi akhir yang dicapai siswa, rencana
berupa jurnal, lembar obsevasi dan rubrik. Sesuai dengan namanya, belajar untuk kegiatan sejenis yang dapat dilakukan secara mandiri,
jurnal adalah catatan yang ditulis oleh siswa untuk merekam dan refleksi atas pembelajaran yang telah dilakukan. Contoh jurnal
berbagai aktivitas pembelajaran yang dilakukannya. Jurnal berfungsi Berikut ini contoh jurnal yang ditulis siswa untuk merencanakan
sebagai alat kontrol kemajuan belajar bagi siswa dan alat pelacak bagi kegiatan belajar, mencatat kemajuan belajar yang dilakukannya, dan
guru untuk mengetahui proses pembelajaran yang dialami siswa. kegiatan pasca pembelajaran yang dilaksanakan.
Adapun rubrik merupakan alat penilaian yang disusun oleh guru
untuk mengontrol tahapan (gradasi) kemajuan belajar yang berupa JURNAL KEGIATAN
tugas-tugas performansi. NAMA SISWA : ....................................
KELAS/NOMOR : ....................................
Seperti halnya tugas-tugas dalam dunia nyata, tugas
performansi tidak memiliki jawaban tunggal yang benar. Oleh karena Hasil
Tanggal Kegiatan Catatan
itu, guru membuat rentangan skor yang menunjukkan derajad Ubah Revisi Lanjutan
keberhasilan performansi siswa. Keberhasilan performansi diukur Persiapan dan Konsultasi
dari kemampuan siswa dalam memenuhi sejumlah kriteria yang 1.
mereka tetapkan untuk mencapai suatu standar kompetensi. Adapun 2.
hasil belajar yang dapat digunakan sebagai dasar penilaian autentik
misalnya laporan kegiatan, karya tulis siswa, proses dan penyajian
Proses Pembelajaran
hasil diskusi kelompok, jurnal, laporan pekerjaan rumah, dan kuis.
1.
2.
1) Jurnal
Jika dilihat dari urutan waku penulisannya, jurnal dapat berupa
Unjuk Hasil
jurnal prapembelajaran, jurnal proses pembelajaran dan jurnal
1.
pascapembelajaran. Pertama, jurnal prapembelajaran dimaksudkan
2.
untuk menyusun rencana kegiatan atau persiapan siswa untuk
menguasai suatu kompetensi. Misalnya, jurnal persiapan menulis
(Diadaptasi dari Pratiwi 2005: 179)
esai, jurnal persipan menulis cerpen, jurnal persiapan pementasan
naskah drama, jurnal persiapan parade puisi. Kedua, jurnal yang

100 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 101
2) Lembar Observasi LEMBAR OBSERVASI SIKAP DAN EVALUASI DIRI
DALAM PROSES PEMBELAJARAN
Obsevasi merupakan suatu metode untuk mengumpulkan
infomasi atau data secara sistematis selama proses pembelajaran Hasil Observasi
No. Aspek yang Diobservasi Catatan
berlangsung. Obsevasi dilakukan dengan cara mengamati objek Baik Cukup Kurang
secara langsung maupun tidak langsung. Dalam penilaian autentik,
1.
data atau informasi dikumpulkan dengan menggunakan lembar
obsevasi yang telah disiapkan sebelumnya. Informasi atau data yang
2.
dikumpulkan antara lain, pertisipasi siswa dalam pembelajaran, sikap
khusus siswa, maupun respon siswa dalam kegiaan pembelajaran. 3.
Observasi harus dilakukan dengan teknik yang benar agar diperoleh
data atau infomasi yang tepat dan cukup. Berikut ini adalah contoh (Pratiwi 2005: 179)
Keterangan:
lembar observasi yang dapat dikembangkan oleh guru. Baik : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti
pembelajaran menulis cerpen sesuai dengan pembelajaran yang
LEMBAR OBSERVASI SIKAP SISWA DALAM PEMBELAJARAN dirancang oleh pembelajar
Cukup : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti
Hasil Observasi pembelajaran menulis cerpen cukup sesuai dengan pembelajaran
No. Aspek yang Diobservasi Catatan
Baik Cukup Kurang yang dirancang oleh pembelajar
Kurang : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti
1. pembelajaran menulis cerpen kurang sesuai dengan pembelajaran
yang dirancang oleh pembelajar

2.
LEMBAR OBSERVASI STRATEGI BELAJAR

No. Aspek yang Diobservasi Hasil Observasi


3.

1.
(Pratiwi 2005: 179)
Keterangan: 2.
Baik : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti 3.
pembelajaran menulis cerpen sesuai dengan pembelajaran yang
(Diadaptasi dari Pratiwi 2005: 180)
dirancang oleh pembelajar
Cukup : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti
pembelajaran menulis cerpen cukup sesuai dengan pembelajaran
yang dirancang oleh pembelajar 3) Rubrik
Kurang : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti
Dalam pembelajaran yang diarahkan dengan target pencapaian
pembelajaran menulis cerpen kurang sesuai dengan pembelajaran
yang dirancang oleh pembelajar sejumlah kompetensi, pembelajaran dirancang untuk menyediakan
kesempatan bagi siswa untuk menerapkan pengetahuan dan
keterampilannya dalam ”dunia nyata” melalui seperangkat tugas-

102 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 103
tugas performansi. Tugas-tugas performansi dihubungkan dengan
informasi, komunikasi efektif, kerjasama, kebiasaan berpikir efektif
(Marzano 1993).
Hal yang acap kali terjadi dalam pembelajaran yakni siswa merasa
bingung atas kriteria keberhasilan dari tugas-tugas performansi
BAB V
tersebut. Jika hal ini terjadi guru dapat menghilangkan kriteria
yang terlalu sulit, memodifikasi kriteria tersebut, atau memberikan
dorongan bahwa mereka dapat mencapai kriteria tersebut, sehingga
kedua pihak memiliki kejelasan target dan kriteria keberhasilan
MODEL
pencapaian kompetensi dalam bentuk skor yang dinyatakan dalam
wujud skala. Skala dapat berupa rentangan skor 1-3, 1-4, dan 1-5.
PEMBELAJARAN
Beberapa rubrik mempertimbangkan empat tingkat atau kategori
kemampuan, yakni orang baru, magang, praktisi (pelaksana), dan
MENULIS KREATIF
ahli. Dalam proses pembelajaran menulsi cerpen yang berbasis
pengalaman lembar rubrik dapat dibuat sebagai berikut.
Perangkat pembelajaran sangat banyak sehingga diperlukan
RUBRIK UNJUK KERJA kecermatan dan kejelian dalam memilih perangkat pembelajaran
yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Yakni, terciptanya
NAMA SISWA : ..................................... pembelajaran menulis cerpen yang menarik, menyenangkan,
KELAS/NO : .....................................
dan mudah diikuti. Dengan banyak pertimbangan ditentukanlah
TANGGAL UNJUK KERJA SISWA CATATAN perangkat pembelajaran menulis cerpen dengan model Sinektiks.
Pemilihan perangkat ini dikarenakan pada perangkat ini dapat
menuntun siswa dalam menulis cerpen dengan berbasis keterampilan
proses. Artinya, pada model pembelajaran nya siswa diberikan
tahapan-tahapan dalam berproses menulis cerpen yang baik.
(Diadaptasi dari Pratiwi 2005: 181)
Sebelum digunakan untuk mendesain pembelajaran penulisan
cerita pendek, model Sinektiks yang telah ada terlebih dulu
dimodifikasi agar dapat dijadikan perangkat pembelajaran penulisan
cerpen yang berbasis keterampilan proses. Agus Nuryatin (2008)
telah menemukan modifikasi model yang berupa penambahan
unsur Sintakmatik. Pada model sinektiks yang awal, terdapat enam
tahap; kemudian dimodifikasi menjadi tujuh tahap.
Tahap yang baru itu terletak pada awal kegiatan, yang berisi
penjelasan mengenai pengertian cerita pendek dan unsur-unsur

104 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 105
pembangun cerita pendek dan sekaligus menambahkan pengetahu­ b. Tahap Kedua : Deskripsi Kondisi Saat Ini
an materi yang dijadikan dasar menulis cerita pendek, yakni Tahap ini adalah tahap dimulainya pembelajaran penulisan
hakikat dan jenis warisan budaya nusantara dengan tujuh unsur cerpen yang berbasis keterampilan proses. Langkah awal, siswa
kebudayaan yakni sistem religiusitas, mata pencaharian, organisasi diminta oleh guru untuk memaparkan atau mendeskripsikan
kemasyarakatan, pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem teknologi, peristiwa yang dijadikan materi dasar menulis cerpen (kearifan lokal
realitas sosial, dan karya sastra lain. Dengan demikian, desain model dari kebudayaan nusantara), misalnya adalah paparan/ kisah siswa
sinektiks yang telah dimodifikasi menjadi sebagai berikut. ketika melihat pertunjukan kesenian tradisional tari atau wayang
orang secara langsung. Guru dapat membantu dengan memberikan
1. SINTAKMATIK. contoh riil yang sedang dialami oleh anak usia remaja masa kini
Tujuh tahap model sinektiks yang dimodifikasi yakni sebagai berdasarkan sumber yang tepat.
berikut.
c. Tahap Ketiga: Proses Analogi Langsung
a. Tahap Pertama: Pengantar Siswa diminta untuk membandingkan antara dua peristiwa yang
Guru menjelaskan aspek-aspek teoretik cerita pendek, yang telah digambarkan (dideskripsikan). Guru dapat membantu dengan
mencakupi pengertian dan unsur-unsur pembangun cerpen, serta cara mendeskripsikan keadaan saat ini yang lebih banyak dialami
materi dasar menulis cerpen yang digunakan dalam pembelajaran usia remaja sehingga proses analogi siswa dengan pengalamannya
menulis cerpen berbasis kearifan lokal dari kebudayaan nusantara. sendiri menjadi lebih mudah. Misalnya dengan membandingkan
Materi dasar yang disampaikan berupa pengertian dan jenis- seni pertunjukan kesenian tradisional tari atau wayang orang dengan
jenisnya. Keseluruhan materi yang disampaikan dalam pembelajaran kesenian modern yang saat ini banyak bermunculan.
ini bertujuan sebagai dasar pengetahuan bagi siswa sebelum
praktik menulis cerpen. Dengan pemahaman ini diharapkan bahwa d. Tahap Keempat: Analogi Personal
ketika siswa dapar mengetahui konsep dasar dari materi yang kan Siswa diminta mendeskripsikan hal-hal yang ada dalam materi
ditulisnya, maka tulisan siswa pun akan lebih berbobot. dasar menulis yang dirasakan/dialami diri sendiri yang mengandung
Kesadaran bahwa menulis berdasarkan pengalaman pribadi nilai konservasi budaya. Dengan langkah ini diharapkan siswa dapat
juga menjadi dasar pemilihan langkah ini. Siswa dianggap lebih menyusun alur yang baik untuk membangun cerita yang akan
menguasai materi jika ia mengalami apa yang akan ia ceritakan. Oleh ditulisnya secara bertahap. Guru dapat memancing siswa dengan
karena itu pada langkah pengantar ini guru juga memancing siswa cara mengandaikan, seandainya siswa menjadi pemain kesenian
untuk menggali pengalaman pribadinya yang berkaitan dengan tradisional tari atau wayang orang. Dalam hal ini, guru memancing sisi
kearifan lokal dari kebudayaan nusantara. Misalnya pengalaman liar siswa agar dapat berimajinasi sehingga tercipta sebuah alur cerita.
siswa melihat kesenian tradisional tari atau wayang orang di desa.
Dalam hal ini, sebelum siswa melihat kesenian tersebut secara e. Tahap Kelima: Konflik yang dipadatkan
langsung, guru memberikan arahan kepada siswa tentang filosofi Konflik merupakan nyawa dari sebuah cerita. Dalam hal ini
kesenian kesenian tradisional tari atau wayang orang dan nilai-nilai siswa diminta untuk memadukan hal-hal yang ada dalam peristiwa
apa saja yang dapat diambil oleh siswa. berwawasan konservasi budaya yang baru saja dilihat secara

106 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 107
langsung (misalnya pertunjukan kesenian tradisional tari atau harapkan. Walaupun demikian, para siswa tetap memiliki kebebasan
wayang orang) yang kontradiktif dengan yang ada dalam peristiwa dalam diskusi yang terbuka dan tanpa akhir atau ‘openended’
yang dialami dan/atau dirasakannya, dan sebaliknya. Tujuan dari pada saat mereka terlibat dalam kegiatan metaforis meng­
langkah ini adalah agar cerita yang dibangun oleh siswa menjadi konseptualisasikan proses mental, terutama dalam proses pemaduan
lebih hidup dengan adanya konflik yang membangun. Konflik yang antara peristiwa dan kondisi ideal yang mereka harapkan. Walaupun
dibangun oleh siswa dijadikan sebagai kekuatan cerita. demikian, para siswa tetap memiliki kebebasan dalam diskusi yang
terbuka dan tanpa akhir atau ‘openended’ pada saat mereka terlibat
f. Tahap Keenam: Analogi Langsung dalam kegiatan metaforis.
Siswa diminta untuk menggambarkan atau mendeskripsikan Guru mencatat seberapa jauh siswa secara individual terikat
kondisi yang mereka idealkan atau mereka harapkan berdasarkan oleh pola berpikir yang reguler dan ia mencoba untuk menciptakan
pada hasil pemaduan antara hal-hal yang kontadiktif dimaksud. suasana psikologis yang dapat membangkitkan respons. Ada
Ketika siswa dapat menghidupkan cerita dengan menghadirkan kalanya guru harus menggunakan metode yang tidak rasional
konflik, siswa juga diharapkan dapat mengeksplorasikan pikirannya untuk mendorong siswa yang enggan melibatkan diri dalam proses
dengan membangun penyeselesaian yang baik atas konflik yang ia metaforis. Dalam keseluruhan proses guru harus dapat menerima
bangun. Dilihat dari sisi psikologi, langkah ini dapat membuat siswa respons siswa agar mereka merasa bahwa dalam kegiatan metaforis
berpikir lebih logis dan dewasa dalam menghadapi konflik yang ia itu tidak dicampuri oleh pihak di luar dirinya. Harus pula diperhatikan
alami dalam kehidupan remajanya yang berkaitan dengan kearifan agar jangan sampai terjadi analisis yang bersifat prematur atau terlalu
lokal dari kebudayaan nusantara. Misalnya dengan mengemas dini atau lahir sebelum waktunya. Dengan demikian keseluruhan
wayang wong menjadi tontonan yang spektakuler karena seperti proses sinektiks itu akan dapat berjalan sesuai dengan jalan pikiran
yang diketahui bersama pada zaman sekarang ini bahwa tontonan atau ide yang melarbelakanginya, yakni memberi kebebasan untuk
wayang terkesan tidak menarik. berekspresi.

g. Tahap Ketujuh: Pengujian Kembali Tugas Awal 3. SISTEM PENDUKUNG


Siswa diminta menuliskan kembali peristiwa-peristiwa yang Sarana yang diperlukan untuk melaksanakan model ini ialah
merupakan perpaduan antara peristiwa yang terkandung di dalam guru yang kompeten menjadi pemimpin dalam proses sinektiks.
pengalaman pribadi yang dikaitkan dengan nilai konservasi budaya, Kadang-kadang diperlukan pula sejumlah alat dan bahan atau
kemudian dirangkai dengan kondisi yang mereka idealkan, sehingga tempat untuk membuat model analogi yang bersifat fisik. Kelas yang
menghasilkan sebuah cerita pendek. Dalam hal ini siswa diuji diperlukan berupa ruangan yang lebih besar yang memungkinkan
kemampuannya dalam merangkai sebuah cerita yang runtut dan terciptanya lingkungan yang kreatif melalui aktivitas yang bervariasi.
sesuai dengan tata cara membuat cerpen yang baik. Selain itu, diperlukan pula alam yang mendukung konservasi budaya.
Alam yang dimaksud adalah lingkungan sekitar peserta didik
2. SISTEM SOSIAL yang di dalamnya terdapat berbagai kegiatan yang mendukung
Guru mengambil inisiatif menetapkan urutan dan membimbing konservasi budaya, misalnya siswa diajak melihat pertunjukan
mekanisme interaksi belajar. Guru juga membantu siswa untuk kesenian tradisional tari atau wayang orang secara langsung, atau
memadukan antara peristiwa dan kondisi ideal yang mereka bisa juga siswa diajak berkeliling ke sebuah candi yang memuat nilai

108 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 109
sejarah. Dalam proses ini, guru dapat berperan sebagai pentransfer
KEGIATAN GURU LANGKAH POKOK KEGIATAN SISWA
informasi yang mengandung nilai konservasi budaya yang dapat
diambil sebagai sumber inspirasi siswa dalam menulis cerpen. Meminta siswa Proses analogi Membuat analogi/
membuat analogi langsung tentang dua pengandaian tentang
4. DAMPAK INSTRUKSIONAL DAN PENGIRING langsung tentang dua wujud kebudayaan dua wujud kebu­
wujud kebudayaan (tradisi dan modern) da­­ya­an (tradisi dan
Dampak instruksional yang muncul dengan penggunaan model (tradisi dan modern) yang berkaitan modern) yang berkait­
ini ada tiga, yaitu (1) potensi siswa untuk berkreasi dalam bidang yang berkaitan dengan konservasi an dengan konservasi
dengan konservasi budaya dengan budaya dengan penga­
umum tergugah dan tergali, (2) daya kreasi siswa dalam menulis
budaya dengan pengalaman yang laman yang telah
cerita pendek terbentuk, serta (3) pelestarian berbagai nilai-nilai pengalaman yang telah dialaminya dialaminya. Kajian
budaya yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun telah dialaminya salah satu analogi
dampak pengiring yang muncul yaitu siswa mampu mencapai target
Meminta siswa mem­ Proses analogi perso­ Membuat analogi
dalam proses belajar bidang studi.
buat analogi personal nal berkait­an dengan personal berkait­an
Strategi model sinektiks yang telah dimodifikasi untuk berkait­an dengan pengalamannya dengan pengalaman­
pembelajaran penulisan cerita pendek berbasis keterampilan proses pengalamannya setelah melihat/ nya setelah melihat/
setelah melihat/ menga­lami mengalami aktivitas
dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut.
menga­lami akti­vitas aktivitas budaya budaya dan memun­
budaya dan memun­ dan memunculkan cul­kan inisiatif
Sintakmatik Model Sinektiks yang Dimodifikasi
culkan inisiatif inisiatif mengonser­ mengonservasi nilai-
mengon­ser­vasi nilai- vasi nilai-nilai nilai budaya
KEGIATAN GURU LANGKAH POKOK KEGIATAN SISWA
nilai budaya budaya
Menjelaskan aspek- Penjelasan aspek- Mendengarkan
aspek teoretik tentang aspek teoretik penjelasan guru Mengajukan Analisis konflik Memberi jawaban atas
cerpen, wujud tentang cerpen, tentang cerpen, pertanyaan dilematik/ berkaitan dengan pertanyaan dilematik/
kebudayaan, nilai- wujud kebudayaan, wujud kebudayaan, konflik berkaitan pengalaman siswa konflik berkaitan
nilai luhur yang nilai-nilai luhur yang nilai-nilai luhur yang dengan pengalaman setelah melihat/ dengan pengalaman
terkandung dalam terkandung dalam terkandung dalam siswa setelah melihat/ mengalami peristiwa siswa setelah melihat/
kebudayaan, dan kebudayaan, dan kebudayaan, dan mengalami peristiwa yang mengandung mengalami peristiwa
konservasi nilai-nilai konservasi nilai-nilai konservasi nilai-nilai yang mengandung konservasi budaya yang mengandung
budaya tersebut. budaya tersebut. budaya tersebut. konservasi budaya konservasi budaya

Meminta siswa men­ Deskripsi kondisi Mendeskripsikan Meminta siswa Analogi langsung Membuat analogi
deskripsikan suatu saat ini berkaitan dan menemukan membuat analogi berkaitan dengan langsung berkaitan
kondisi ber­kait­­­an dengan pengalaman feno­mena kondisi langsung berkaitan kondisi ideal yang dengan kondisi ideal
dengan pe­nga­­laman siswa terlibat dalam saat ini berkaitan dengan kondisi ideal mereka harapkan yang mereka harapkan
siswa ter­­­libat dalam kegiatan budaya dengan pengalaman yang mereka harap­ dari peristiwa dari peristiwa
ke­giat­an budaya yang yang di dalamnya siswa terlibat dalam kan dari peristiwa yang mengandung yang mengandung
di dalamnya me­ngan­ mengandung nilai- kegiatan budaya yang yang mengandung konservasi budaya konservasi budaya
dung nilai-nilai kon­ nilai konservasi di dalamnya mengan­ konservasi budaya
ser­vasi budaya. budaya. dung nilai-nilai
konservasi budaya.

110 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 111
KEGIATAN GURU LANGKAH POKOK KEGIATAN SISWA NO KEGIATAN GURU LANGKAH POKOK KEGIATAN SISWA

Mengadakan Kajian tugas Mengendapkan hasil 2 Meminta siswa Deskripsi suatu Mendeskripsikan
review hasil analogi membuat cerpen analogi dalam kaitan mendeskripsikan kondisi berkaitan suatu kondisi
dan tugas belajar bermuatan tugas membuat cerpen suatu kondisi dengan pengalaman berkaitan dengan
membuat cerpen konservasi budaya bermuatan konservasi berkaitan dengan siswa terlibat dalam pengalaman siswa
bermuatan konservasi secara utuh budaya secara utuh pengalaman siswa kegiatan budaya terlibat dalam
budaya secara utuh terlibat dalam yang di dalamnya kegiatan budaya
kegiatan budaya mengandung yang di dalamnya
Berpijak pada strategi sintakmatik tersebut selanjutnya disusun yang di dalamnya nilai-nilai mengandung
mengandung konservasi budaya., nilai-nilai
strategi pembelajaran menulis cerpen sebagai berikut.
nilai-nilai misalnya dengan konservasi budaya.,
konservasi budaya., mendeskripsikan misalnya dengan
NO KEGIATAN GURU LANGKAH POKOK KEGIATAN SISWA
misalnya dengan pertunjukan mendeskripsikan
1 Menjelaskan Penjelasan tentang Mendengarkan mendeskripsikan kesenian tradisional pertunjukan
pengertian dan pengertian dan penjelasan tentang pertunjukan tari atau wayang kesenian tradisional
unsur-unsur unsur-unsur pengertian dan kesenian tradisional orang yang baru tari atau wayang
pembangun cerpen pembangun cerpen unsur-unsur tari atau wayang saja dilihatnya orang yang baru
serta materi tentang serta materi tentang pembangun orang yang baru secara langsung. saja dilihatnya
wujud kebudayaan, wujud kebudayaan, cerpen serta materi saja dilihatnya secara langsung.
nilai-nilai luhur nilai-nilai luhur tentang wujud secara langsung.
yang terkandung yang terkandung kebudayaan,
3 Meminta siswa Membuat analogi Membuat analogi
dalam kebudayaan, dalam kebudayaan, nilai-nilai luhur
untuk membuat langsung tentang langsung tentang
dan konservasi dan konservasi yang terkandung
analogi langsung dua wujud dua wujud
nilai-nilai budaya nilai-nilai budaya dalam kebudayaan,
tentang dua wujud kebudayaan (tradisi kebudayaan (tradisi
tersebut. Dalam tersebut. Dalam dan konservasi
kebudayaan (tradisi dan modern) dan modern)
hal ini guru dapat hal ini guru dapat nilai-nilai budaya
dan modern) yang berkaitan yang berkaitan
memberikan memberikan tersebut. Dalam
yang berkaitan dengan konservasi dengan konservasi
dimulasi dimulasi hal ini guru dapat
dengan konservasi budaya dengan budaya dengan
langsung kepada langsung kepada memberikan
budaya dengan pengalaman yang pengalaman yang
siswa dengan siswa dengan dimulasi
pengalaman yang telah dialaminya. telah dialaminya.
mengajaknya mengajaknya langsung kepada
telah dialaminya. Misalnya Misalnya
melihat peristiwa melihat peristiwa siswa dengan
Misalnya membandingkan membandingkan
yang mengandung yang mengandung mengajaknya
membandingkan antara kesenian antara kesenian
nilai konservasi nilai konservasi melihat peristiwa
antara kesenian kesenian tradisional kesenian
budaya, misalnya budaya, misalnya yang mengandung
kesenian tradisional tari atau wayang tradisional tari atau
melihat pertunjukan melihat pertunjukan nilai konservasi
tari atau wayang orang dan wayang orang dan
kesenian tradisional kesenian tradisional budaya,
orang dan peristiwa lain yang peristiwa lain yang
tari atau wayang tari atau wayang misalnya melihat
peristiwa lain yang hampir serupa di hampir serupa di
orang. orang. pertunjukan
hampir serupa di kehidupannya yang kehidupannya yang
kesenian tradisional
kehidupannya yang lebih modern. lebih modern.
tari atau wayang
lebih modern.
orang.

112 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 113
NO KEGIATAN GURU LANGKAH POKOK KEGIATAN SISWA NO KEGIATAN GURU LANGKAH POKOK KEGIATAN SISWA

4 Meminta siswa Proses analogi Menganalogikan orang agar kesenian tersebut dapat digemari
untuk membuat personal berkait­ personal berkait­ kesenian tersebut dapat digemari masyarakat.
analogi personal an dengan penga­ an dengan pe­ dapat digemari masyarakat.
berkaitan dengan laman­nya setelah nga­lamannya masyarakat.
pengalamannya melihat/ mengalami setelah melihat/
6 Meminta siswa Gambaran Menggambarkan
setelah melihat/ aktivitas budaya mengalami akti­
menggambarkan (deskripsi) (menggambarkan)
mengalami aktivi­ dan memunculkan vitas budaya dan
kondisi yang kondisi yang kondisi yang
tas budaya dan inisiatif mengonser­ memunculkan
mereka harapkan mereka harapkan mereka harapkan
memunculkan vasi nilai-nilai inisiatif me­ngon­
berdasarkan berdasarkan berdasarkan
inisia­tif mengonser­ budaya. Misalnya servasi nilai-nilai
analogi yang telah analogi kondisi ini analogi yang telah
vasi nilai-nilai siswa diminta budaya. Misalnya
dilakukan, kondisi merupakan jawaban dilakukan, kondisi
budaya. Misalnya untuk menjadi siswa diminta
ini merupakan dari pertanyaan ini merupakan
siswa diminta untuk seseorang yang untuk menjadi
jawaban dari yang telah dibuat jawaban dari
menjadi seseo­rang terlibat kesenian seseorang yang
pertanyaan yang siswa pada langkah pertanyaan yang
yang terlibat kese­ tradisional tari atau terlibat kesenian
telah dibuat siswa sebelumnya. telah dibuat siswa
nian tradisional wayang orang, kira- tradisional tari atau
pada langkah pada langkah
tari atau wayang kira apa yang akan wayang orang,
sebelumnya. sebelumnya.
orang, kira-kira apa dilakukannya untuk kira-kira apa yang
yang akan dila­ menggairahkan akan dilakukannya 7 Meminta siswa Sebuah cerita Menulis kembali
ku­kan­nya untuk kesenian tradisio­ untuk menggairah­ untuk menu-lis pendek yang berisi peristiwa-
menggairahkan nal. Dalam lang­ kan kesenian kembali peristiwa- peristiwa-peristiwa peristiwa materi
kesenian tradisio­ kah ini siswa tradisional. Dalam peristiwa yang pada materi dasar menulis
nal. Dalam lang­ diharap­kan dapat langkah ini siswa berasal dari materi dasar menulis cerpen yang telah
kah ini siswa berimajinasi dan diharapkan dapat dasar menulis cerpen yang telah dipadukan dengan
diha­rapkan dapat berpikir kreatif. berimajinasi dan cerpen yang telah dipadukan dengan peristiwa-peristiwa
berimajinasi dan berpikir kreatif. dipadukan dengan peristiwa-peristiwa yang bermuatan
berpikir kreatif. peristiwa-peristiwa yang bermuatan konservasi
yang bermuatan konservasi budaya (misalnya
5 Meminta siswa Mengajukan perta­ Mengajukan per­ta­
konservasi budaya (misalnya pengalaman siswa
untuk mengajukan nyaan berda­ nyaan berdasarkan
budaya (misalnya pengalaman siswa melihat kesenian
pertanyaan berda­ sar­kan perisiwa perisiwa yang dili­
pengalaman siswa melihat kesenian tradisional tari
sarkan perisiwa yang dilihat siswa hat­nya berdasarkan
melihat kesenian tradisional tari atau atau wayang
yang dilihatnya ber­da­sarkan pe­ pengalamannya
tradisional tari atau wayang orang), orang), kemudian
ber­da­sarkan pe­nga­ ngala­mannya dirinya secara
wayang orang), kemudian dirangkai dirangkai dengan
la­mannya diri­nya diri­nya secara lang­sung. Misalnya
kemudian dirangkai dengan kondisi kondisi yang
secara lang­sung. lang­sung. Misalnya menggambarkan
dengan kondisi yang mereka mereka harapkan,
Misalnya meng­­­ menggambarkan apa yang harus
yang mereka harapkan sehingga tersusun
gam­­barkan apa apa yang harus dilakukan seorang
harapkan, sehingga sebuah cerita
yang harus dilaku­ dilakukan seorang pemain kesenian
tersusun sebuah pendek
kan seorang pemain pemain kesenian tradisional tari atau
cerita pendek
kesenian tradisional tradisional tari atau wayang orang agar
tari atau wayang wayang orang agar kesenian tersebut

114 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 115
Model sinektiks yang telah dikembangkan tidak dapat Pembelajaran sebagai salah satu wujud pengembangan pembelajaran
menghasil­kan proses pembelajaran menulis cerpen dengan menulis cerpen ini dirancang dengan waktu 4 jam pelajaran (4 x 45
baik bila tidak diimbangi pula dengan pemilihan perangkat menit) siswa sudah dapat menghasilkan cerpen berdasarkan materi
pembelajaran yang tepat. Perangkat pembelajaran ini diterapkan dasar yang ingin dicapai dalam kurikulum.
atas dasar teori belajar konstruktivisme dengan prinsip scaffolding Pada pertemuan I siswa diarahkan oleh guru membuat kerangka
(belajar terbimbing). Scaffoding merupakan praktik yang kronologi cerita berdasarkan materi dasar sebagaimana kejadian yang
didasarkan pada belajar terbimbing yang dikembangkan oleh berupa fakta/ kejadian yang benar-benar terjadi. Selanjutnya, siswa
Vygotsky (Slavin, 1994). Menurut Vygotsky, fungsi mental paling diminta oleh guru untuk mendaur ulang kronologi kejadian atau
tinggi, termasuk di dalamnya kemampuan mengarahkan memori peristiwa yang sebenarnya itu menjadi kronologi yang ideal menurut
dan perhatian serta cara memikirkan simbol-simbol, merupakan anggapan siswa, siswa diminta untuk mereka-reka sendiri kejadian
perilaku yang dimediasi. Dalam arti, secara eksternal dimediasi tersebut sesuai dengan harapannya). Setelah kerangka kronologi
oleh kebudayaan, perilaku itu diinternalisasikan ke dalam yang diidealkan telah tersusun, maka siswa tinggal mengembang­
pikiran siswa. Di dalam belajar terbimbing atau dimediasi, guru kannya menjadi kalimat-kalimat yang koheren.
menjadi agen kultural yang bertugas memandu guru agar siswa
Kalimat-kalimat yang telah dibuat oleh siswa kemudian
mampu menguasai dan menginternalisasi keterampilan sehingga
saling dikoreksi antarsiswa untuk diperbaiki. Meskipun demikian,
memungkinkan berfungsinya fungsi kognitif paling tinggi. Namun
perbaikannya dilakukan di rumah. Hal ini dimaksudkan agar siswa
demikian, kemampuan untuk menginternalisasikan sarana
dengan leluasa dan tanpa batasan waktu dapat mengembangkan
kebudayaan itu berkaitan dengan usia atau tahap perkembangan
kerangka yang diidealkan menjadi lebih ekspresif dan atraktif dalam
kognitif siswa. Apabila kemampuan itu diperoleh, maka mediator
kaca mata sastra. Selanjutnya, hasil revisi tersebut dibawa oleh siswa
internal itu memberikan peluang besar bagi siswa untuk
pada pertemuan II untuk dibaca dan didiskusikan hasilnya di dalam
melakukan kegiatan belajar yang dimediasi oleh dirinya sendiri.
kelas. Dari kegiatan itulah dapat dipastikan cerpen yang dihasilkan
Menurut Anni dkk. (2004 :53), scaffolding atau belajar terbimbing siswa menjadi lebih baik. Dengan demikian, secara langsung siswa
itu meliputi kegiatan pemberian struktur kepada siswa pada awal menjalani proses-proses tahapan menulis cerpen dan pembelajaran
pelajaran kemudian secara gradual menyerahkan tanggung jawab menulis cerpen berdasarkan keterampilan proses dapat diterapkan
belajar kepada siswa. Apabila dikaitkan dengan model pengembang­ dalam proses pembelajaran di sekolah. Bahkan, jika dilakukan
an yang ditawarkan dalam penelitian ini, scaffolding atau belajar berulang-ulang dengan tahapan-tahapan yang sesuai dengan
terbimbing sangat cocok dengan pembelajaran menulis cerpen. Hal paparan di atas dapat diasumsikan life skill siswa mengenai menulis
ini dapat diterapkan dengan cara guru memberikan arahan ataupun cerpen dapat dicapai. Hal ini juga dapat dijadikan sebagai alternatif
petunjuk, sementara siswa diberikan kebebasan mengekspresikan merajut masa depan yang lebih baik.
arah tersebut dalam bentuk tulisan (baca cerpen). Di sela-sela
memberikan arahan atau petunjuk dalam pembelajaran menulis
cerpen, guru dapat memberikan bimbingan apabila menjumpai ada
siswa yang merasa kesulitan. Dengan cara seperti ini siswa merasa
senang dan semangat untuk belajar, karena setiap ada kesulitan
siswa dengan cepat terselesaikan. Akhirnya, Rencana Pelaksanaan

116 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 117
BAB VI

SILABUS
PENULISAN CERPEN

1. KOMPONEN SILABUS
Silabus dikembangkan berdasarkan pada kurikulum yang
diaktualisasikan pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
terlihat belum diterjemahkan dengan baik oleh guru. Ini merupakan
hal awal yang harus dibenahi. Pembenahan pengembangan silabus
ini difokuskan penambahan materi dasar pembuatan cerpen
yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku pada kolom materi
pemelajaran. Materi dasar yang dimaksud adalah materi atau
pengetahuan tentang pengalaman, yang mencakupi pengertian
pengalaman dan macam pengalaman, serta materi tentang cerpen,
di samping pemberian materi tentang proses atau tahap-tahap
menulis cerpen. Oleh karena itu, indikator pencapaian pembelajaran
menjadi bertambah. Meskipun demikian, penambahan materi dan
indikator pencapaian tujuan pembelajaran ini dipertimbangkan tidak
akan menambah beban pebelajar, melainkan justru membantu
pebelajar dalam memperluas dan memperdalam wawasan mereka
tentang materi yang dapat dijadikan cerpen dan cara menulis
cerpen, sehingga mendukung proses pencapaian kompetensi yang
digariskan oleh kurikulum.
Sebagai konsekuensi penambahan materi pemelajaran tentunya
juga diikuti dengan penambahan indikator pencapaian pemelajaran

118 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 119
yang sesuai dengan materi yang diberikan/dibelajarkan. Penambahan (4) kebermanfaatan bagi peserta didik;
materi ini bukan berarti memberikan tambahan beban kepada siswa, (5) struktur keilmuan;
melainkan membantu siswa dalam menguasai komptensi yang (6) aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;
diharapkan oleh kurikulum. Yang lebih penting, kompetensi yang (7) relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan
diperoleh siswa tidak menyimpang dari kurikulum yang ada. Adapun lingkungan; dan
indikator yang perlu ditambahkan sebagai bentuk konsekuensi (8) alokasi waktu.
penambahan materi pemelajaran, yakni : siswa mampu memahami
tentang teori cerpen dan menulis cerpen yang meliputi : pengertian c. Mengembangkan kegiatan pembelajaran
cerpen, ciri-ciri cerpen, unsur-unsur pembangun cerpen, dan cara Kegiatan pembelajaran menulis cerpen dirancang untuk
menulis cerpen serta menguasai materi/ pengetahuan tentang memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental
materi dasar yang dijadikan cerpen. Misalnya, konservasi budaya, dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan
siswa mampu memahami materi tentang pengalaman yang meliputi guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka
pengertian dan jenis-jenis konservasi budaya. pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud
Pengembangan silabus pembelajaran menulis cerpen berbasis dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan kontekstual
pengalaman dengan pendekatan kontekstual disusun dengan dengan prinsip-prinsip yang bervariasi dan berpusat pada peserta
langkah-langkah sebagai berikut: didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu
dikuasai peserta didik, dalam hal ini pembelajaran menulis cerpen.
a. Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan kegiatan
Pengkajian standar kompetensi dan kompetensi dasar yang pembelajaran menulis cerpen adalah sebagai berikut.
mengandung pembelajaran menulis cerpen berbasis pengalaman (1) Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan
menggunakan pendekatan kontekstual dilakukan dengan kepada para pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan
memperhatikan hal-hal berikut: proses pembelajaran secara profesional.
(1) keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar (2) Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus
dalam mata pelajaran dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai
(2) keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar kompetensi dasar (:menulis cerpen.
antarmata pelajaran. (3) Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan
hierarki konsep materi pembelajaran.
b. Mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran (4) Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal
Pengidentifikasian materi pokok/pembelajaran yang menunjang mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan
pencapaian kompetensi dasar menulis cerpen dilakukan dengan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi.
mempertimbangkan:
(1) potensi peserta didik; d. Merumuskan indikator pencapaian kompetensi
(2) relevansi dengan karakteristik daerah; Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar
(3) tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang
spritual peserta didik; mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

120 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 121
Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta (4) Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut.
didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran
dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/ berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian
atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program
menyusun alat penilaian. pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria
ketuntasan.
e. Menentukan prinsip pembelajaran (5) Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman
Prinsip pembelajaran merupakan dasar pijakan yang digunakan belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya,
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Adanya prinsip jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi
pembelajaran menjadikan arah kegiatan pembelajaran menjadi lebih lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses
terarah. Kompetensi yang diharapkan oleh kurikulum yakni yang (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun
tertuang dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat produk/hasil melakukan observasi lapangan yang berupa
pula tercapai. informasi yang dibutuhkan.

f. Menentukan jenis penilaian g. Menentukan Alokasi Waktu

Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar
berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata
tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah
kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan
dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri. tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang di­
cantum­kan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh,
menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik
menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar
yang beragam.
peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinam­bungan,
sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambil­­ h. Menentukan Sumber Belajar
an keputusan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian.
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan ajar yang
(1) Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.
digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan
(2) Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa
elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.
yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses
pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang Dari langkah pengembangan silabus yang digunakan dalam
terhadap kelompoknya. pembelajaran menulis cerpen berbasisi pengalaman dengan
(3) Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang pendekatan kontekstual, silabus disusun dengan sistematika
berkelanjut­a n. Berkelanjutan dalam arti semua indikator yang tercakupi dalam sepuluh komponen. Sepuluh komponen
ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan yang dimaksud adalah (1) identitas mata pelajaran; (2) standar
kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta kompetensi; (3) kompetensi dasar; (4) materi pembelajaran; (5)
untuk mengetahui kesulitan siswa. kegiatan pembelajaran; (6) indikator keberhasilan; (7) prinsip

122 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 123
pembelajaran; (8) evaluasi/penilaian, yang meliputi jenis tagihan sudut penceritaan orang ketiga; (5) Mengarang cerpen berdasarkan
dan bentuk instrumen; (9) alokasi waktu; dan (10) sumber/bahan/ realitas sosial; (6) Menggubah penggalan hikayat ke dalam cerpen.
alat. Kandungan isi setiap komponen adalah sebagai berikut. (5) Kegiatan Pembelajaran. Kegiatan pembelajaran dalam
(1) Identitas Mata Pelajaran. Materi pembelajaran menulis proses pembelajaran menulis cerpen pada jenjang pendidikan
cerpen untuk jenjang pendidikan SMA/MA diajarkan di (1) Kelas X, SMA/MA ditekankan pada pengalaman langsung menulis cerpen.
Semester 2; (2) Kelas XII, Semester 1, Program IPA dan IPS; (3) Kelas XI, Para pebelajar dikondisikan oleh pengajar untuk berlatih menulis
Semester 1, Program Bahasa; (4) Kelas XI, Semester 2, Program Bahasa. cerpen sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Para pebelajar
(2) Standar Kompetensi. Standar kompetensi pembelajaran diarahkan oleh pengajar untuk dapat menulis cerpen berdasarkan
menulis cerpen pada jenjang pendidikan SMA/MA ada empat, yaitu pengalaman. Para pebelajar dibimbing oleh pengajar untuk dapat
(1) Mengungkapkan pengalaman diri sendiri dan orang lain ke dalam mengkonstruksikan pengalaman mereka dalam bentuk cerpen
cerpen; (2) Mengungkapkan pendapat, informasi, dan pengalaman sebagai karya fiksi.
dalam bentuk resensi dan cerpen; (3) Mengungkapkan pengalaman (6) Indikator Keberhasilan. Indikator keberhasilan pembelajar­
dalam puisi, cerita pendek, dan drama; (4) Mengungkapkan pikiran, an menulis cerpen pada jenjang pendidikan SMA/MA ada enam,
perasaan, informasi, dan pengalaman dalam kegiatan produksi dan yaitu (1) Menghasilkan cerpen berdasarkan kehidupan diri sendiri,
transformasikan bentuk karya sastra. dengan penekanan pada unsur pelaku, peristiwa, dan latar; (2)
(3) Kompetensi Dasar. Kompetensi dasar pembelajaran menulis Menghasilkan cerpen berdasarkan pengalaman orang lain, dengan
cerpen pada jenjang pendidikan SMA/MA ada enam, yaitu (1) Menulis penekanan pada unsur pelaku, peristiwa, dan latar; (3) Menghasilkan
karangan berdasarkan kehidupan diri sendiri dalam cerpen (pelaku, cerpen berdasarkan kehidupan orang lain, dengan penekanan
peristiwa, latar); (2) Menulis karangan berdasarkan pengalaman pada unsur pelaku, peristiwa, dan latar; (4) Menghasilkan cerpen
orang lain dalam cerpen (pelaku, peristiwa, latar); (3) Menulis berkenaan dengan kehidupan seseorang dengan sudut penceritaan
cerpen berdasarkan kehidupan orang lain (pelaku, peristiwa, latar); orang ketiga; (5) Menghasilkan cerpen berdasarkan realitas sosial; (6)
(4) Menulis cerpen berkenaan dengan kehidupan seseorang dengan Menghasilkan cerpen yang ditulis berdasarkan penggalan hikayat.
sudut penceritaan orang ketiga; (5)Mengarang cerpen berdasarkan (7) Prinsip Pembelajaran. Prinsip pembelajaran yang digunakan
realitas sosial; (6) Menggubah penggalan hikayat ke dalam cerpen. dalam proses pembelajaran menulis cerpen bersumber pada 7
(4) Materi Pembelajaran. Materi pembelajaran diturunkan prinsip dalam pendekatan kontekstual. Ketujuh prinsip tersebut
dari kompetensi dasar sehingga jumlah dan isinya sama dengan digunakan 6 prinsip yang mencakup: penemuan, konstruktivistik,
kompetensi dasar. Materi pokok pembelajaran menulis cerpen pemodelan, mempertanyakan, refleksi, dan penilaian autentik. Satu
pada jenjang pendidikan SMA/MA ada enam, yaitu (1) Menulis prinsip, yakni prinsip masyarakat belajar, tidak digunakan dengan
cerpen berdasarkan kehidupan diri sendiri, dengan penekanan pada tiga alasan. Pertama, menulis cerpen pada dasarnya adalah proses
unsur pelaku, peristiwa, dan latar; (2) Menulis cerpen berdasarkan kreatif individual sehingga tidak perlu berdiskusi. Kedua, banyak
pengalaman orang lain, dengan penekanan pada unsur pelaku, pebelajar manganggap bahwa peristiwa yang mereka alami adalah
peristiwa, dan latar; (3) Menulis cerpen berdasarkan kehidupan orang masalah pribadi sehingga mereka banyak yang merasa malu untuk
lain, dengan penekanan pada unsur pelaku, peristiwa, dan latar; (4) mendiskusikannya. Ketiga, alokasi waktu yang tersedia untuk
Menulis cerpen berkenaan dengan kehidupan seseorang dengan menulis cerpen relatif sedikit sehingga tidak cukup untuk berdiskusi.

124 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 125
(8) Evaluasi/Penilaian. Evaluasi pembelajaran menulis cerpen

dan Sastra
kumpulan
Bahan/Alat

Semarang
X terbitan

• Buku LKS

lain yang
Sumber/

sia SMA
pada jenjang pendidikan SMA/MA dilakukan dalam dua tahap, yaitu

Indone-

• Sumber

relevan
Bahasa

Pemko
cerpen
• Buku

• Buku
(1) pada saat proses pembelajaran berlangsung, dengan maksud
untuk memperoleh data tentang aktivitas pebelajar selama proses
pembelajaran menulis cerpen; dan (2) setelah proses pembelajaran

Alokasi
Waktu

4 x 45’
berakhir, dengan maksud memperoleh data tentang cerpen yang
dihasilkannya. Jenis Tagihan yang digunakan adalah Tugas Individu.
Bentuk Instrumen yang digunakan adalah (1) Jurnal, (2) Lembar

16. Mengungkapkan pengalaman diri sendiri dan orang lain ke dalam cerpen

• portofolio
Jenis Tagihan:

• Observasi
Penilaian
Observasi, (3) Rubrik, dan (4) Portofolio. Jurnal digunakan untuk

1. Penilaian

2. Penilaian
Instrumen:

• Rubrik
Individu

• Jurnal
penilaian

proses:
• Tugas

Lembar
merekam persiapan, proses, dan akhir aktivitas pebelajar dalam

Bentuk

hasil
menulis cerpen. Lembar Observasi digunakan untuk mengumpulkan
informasi tentang aktivitas pebelajar melalui pengamatan atau

• Konstruktivistik
• Mempertanya-
Pembelajaran

• Penilaian aut-
observasi pembelajar. Rubrik digunakan untuk merekam unjuk kerja

• Pemodelan
Prinsip

• Penemuan
pebelajar selama proses pembelajaran berlangsung.

• Refleksi

entik
(9) Alokasi Waktu. Alokasi waktu yang disedikan untuk setiap

kan
Kompetensi dasar adalah dua pertemuan, dengan catatan satu
pertemuan terdiri atas dua jam pelajaran. Dengan kata lain, alokasi

tentang cerpen,

menulis cerpen
• Pebelajar dapat

• Pebelajar dapat

menulis cerita
kehidupan diri
Keberhasilan

merumuskan

sendiri untuk
Menentukan
waktunya = 2 X (2 X 45 menit). Dalam pelaksanaan, waktu dua

pengalaman
dan menge-

pribadi, dan
Indikator

gan dengan
berhubun-
aspek teori

topik yang
mukakan
pertemuan di kelas tidak mencukupi untuk menghasilkan sebuah

pendek
cerpen. Oleh karena itu, waktu yang disediakan itu digunakan untuk
kegiatan awal penulisan cerpen, yakni pengarahan teoretis tentang
cerpen, pengalaman, dan langkah-langkah menulis cerpen; serta

• Pembim­bingan

• Pembimbingan

• Pembimbingan
peristiwa fiktif
Pembelajaran

penyusunan

penyusunan
pengingat­an

perangkaian
kegiatan akhir penulisan cerpen, yakni revisi dan finalisasi cerpen.

• Pengarah­an

• Penga­rahan
Kegiatan

pemilihan
• Apersepsi

peristiwa

peristiwa

peristiwa
Adapun proses penulisan cerpen dilaksanakan oleh pebelajar di rumah.

urutan

cerpen
: Bahasa Indonesia
(10) Sumber/Bahan/Alat. Sumber belajar yang digunakan adalah
buku-buku yang membahas teori cerpen dan teori menulis cerpen,

: SMA ………..

latar, konflik)
serta cerpen-cerpen yang sudah ada. Bahan yang dapat digunakan

• unsur-unsur

pengalaman

pengalaman
pembangun
Pembelajaran
Standar Kompetensi : Menulis

• pengertian

• pengertian
1. Teori cerpen

2. Pengalaman
peristiwa,
adalah semua benda yang ada di sekitar pebelajar, dan pengalaman
PENGEMBANGAN SILABUS

Materi

(pelaku,

pribadi

pribadi
cerpen

cerpen
yang dimiliki oleh pebelajar. Alat yang dapat digunakan adalah alat-alat

pribadi
: 2

• jenis
: X
tulis, seperti pensil/bolpoin, kertas/buku, dan mesin ketik/komputer.
Mata Pelajaran
Nama Sekolah

berdasarkan
2. WUJUD SILABUS DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN

Kompetensi

diri sendiri
kehidupan

peristiwa,
karangan
16.1 Menulis

(pelaku,
Dasar

cerpen
Semester
Dari komponen-komponen yang terdapat pada silabus, berikut

dalam

latar)
ditampilkan wujud pengembangan silabus pembelajaran menulis
Kelas

cerpen berbasis pengalaman dengan pendekatan kontekstual.

126 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 127
128
Kompetensi Materi Kegiatan Indikator Prinsip Alokasi Sumber/
Penilaian
Dasar Pembelajaran Pembelajaran Keberhasilan Pembelajaran Waktu Bahan/Alat

3. Menulis cerpen • Pembimbingan • Pebelajar


• Memun- revisi dan dapat menulis
culkan ide Penjadian kerangka cerita
(topik) kreatif cerpen pendek dengan
menulis memperhati-
cerpen kan kronologi
• Menyusun waktu dan
kerangka peristiwa
cerita • Pebelajar dapat
• Pengem­ mengembang-
bangan kan kerangka

| Pembelajaran Menulis Cerita Pendek


kerangka yang telah
cerita dalam dibuat dalam
bentuk cerita bentuk cer-
fiktif (cerpen) pen (pelaku,
peristiwa,
latar, konflik)
dengan mem-
perhatikan
pilihan kata,
tanda baca, dan
ejaan.

PENGEMBANGAN SILABUS

Nama Sekolah : SMA ………..


Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas : X
Semester : 2
Standar Kompetensi : Menulis
16. Mengungkapkan pengalaman diri sendiri dan orang lain ke dalam cerpen

Kompetensi Materi Kegiatan Indikator Prinsip Alokasi Sumber/


Penilaian
Dasar Pembelajaran Pembelajaran Keberhasilan Pembelajaran Waktu Bahan/Alat

16.2 Menulis 1. Teori cerpen • Apersepsi • Pebelajar dapat • Pemodelan Jenis Tagihan: 4 x 45’ • Buku
karangan • pengertian • Pengarahan merumuskan • Penemuan • Tugas kumpulan
berdasar- cerpen pengingatan dan • Konstruktivistik Individu cerpen
kan pen- • unsur-unsur peristiwa mengemukakan • Mempertanya- • Buku
galaman pembangun • Pengarahan aspek teori kan Bentuk Bahasa
orang lain cerpen (pelaku, pemilihan tentang cerpen, • Refleksi Instrumen: dan
dalam peristiwa, latar, peristiwa pengalaman • Penilaian Lembar Sastra
cerpen konflik) • Pembimbingan orang lain, dan autentik penilaian Indonesia
(pelaku, 2. Pengalaman orang penyusunan menulis cerpen SMA X
peristiwa, lain urutan • Pebelajar dapat 1. Penilaian terbitan
latar) • pengertian peristiwa menentukan proses: Pemko
pengalaman • Pembimbingan topik yang • Jurnal Semarang
orang lain perangkaian berhubungan • Observasi • Buku LKS
• jenis peristiwa fiktif dengan penga­ • rubrik • Sumber
Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A |

pengalaman • Pembimbingan laman orang lain 2. Penilaian lain yang


orang lain penyusunan untuk menulis hasil relevan
cerpen cerita pendek • portofo-
129

lio
130
Kompetensi Materi Kegiatan Indikator Prinsip Alokasi Sumber/
Penilaian
Dasar Pembelajaran Pembelajaran Keberhasilan Pembelajaran Waktu Bahan/Alat
3. Menulis cerpen • Pembimbingan • Pebelajar
• Memunculkan revisi dan dapat menulis
ide (topik) penjadian kerangka cerita
kreatif menulis cerpen pendek dengan
cerpen memperhatikan
• Menyusun pelaku,
kerangka cerita peristiwa, latar
• Pengembangan • Pebelajar dapat
kerangka cerita mengembangkan
dalam bentuk kerangka yang
cerita fiktif telah dibuat

| Pembelajaran Menulis Cerita Pendek


(cerpen) dalam bentuk
cerpen (pelaku,
peristiwa,
latar,) dengan
memperhatikan
pilihan kata,
tanda baca, dan
ejaan.

PENGEMBANGAN SILABUS

Nama Sekolah : SMA …


Mata Pelajaran : Sastra
Kelas/Program : XI/Bahasa
Semester : 1
Standar Kompetensi : Menulis
4. Mengungkapkan pengalaman dalam puisi, cerita pendek, dan drama

Kompetensi Materi Kegiatan Indikator Prinsip Alokasi Sumber/


Penilaian
Dasar Pembelajaran Pembelajaran Keberhasilan Pembelajaran Waktu Bahan/Alat
4.1 Menulis 1. Teori cerita • Apersepsi • Pebelajar dapat • Pemodelan Jenis Tagihan: 4 x 45’ • Buku
cerita pendek • Pengarahan merumuskan dan • Penemuan • Tugas kumpulan
pendek • pengertian pengingatan mengemukakan • Konstruktivis- Individu cerpen
berkenaan cerpen peristiwa aspek teori tik • Buku
dengan • unsur-unsur • Pengarahan tentang cerita • Mempertanya- Bentuk Bahasa
kehidupan pembangun pemilihan pendek, kan Instrumen: dan Sastra
seseorang cerpen (pelaku, peristiwa kehidupan • Refleksi Lembar Indonesia
dengan peristiwa, latar, • Pembimbin- seseorang dengan • Penilaian penilaian SMA XI
sudut konflik) gan penyu- sudut penceritaan autentik terbitan
penceritaan 2. Bentuk sunan urutan orang ketiga, dan 1. Penilaian Pemko
orang ketiga Kehidupan peristiwa menulis cerpen proses: Semarang
seseorang • Pembimbin- • Pebelajar dapat • Jurnal • Buku LKS
dengan sudut gan perang- menentukan • Observasi • Sumber
penceritaan kaian peris- topik yang • rubrik lain yang
Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A |

orang ketiga tiwa fiktif berhubungan 2. Penilaian relevan


3. Menulis cerita • Pembimbin- dengan hasil
pendek gan penyusu- kehidupan • Portofolio
131

nan cerpen seseorang dengan


132
Kompetensi Materi Kegiatan Indikator Prinsip Alokasi Sumber/
Penilaian
Dasar Pembelajaran Pembelajaran Keberhasilan Pembelajaran Waktu Bahan/Alat

• Memuncul- • Pembimbin- sudut penceritaan


kan ide (topik) gan revisi dan orang ketiga
kreatif menulis penjadian untuk menulis
cerpen cerpen cerita pendek
• Menyusun • Pebelajar
kerangka cerita dapat menulis
• Pengembangan kerangka cerita
kerangka cerita pendek dengan
dalam bentuk memperhatikan
cerita fiktif pelaku, peristiwa,
(cerpen) latar, sudut

| Pembelajaran Menulis Cerita Pendek


pandang diaan
• Siswa dapat
mengembangkan
kerangka yang
telah dibuat
dalam bentuk
cerpen (pelaku,
peristiwa, latar,
sudut pandang
diaan) dengan
memperhatikan
pilihan kata,
tanda baca, dan
ejaan.

PENGEMBANGAN SILABUS

Nama Sekolah : SMA ...


Mata Pelajaran : Sastra
Kelas/Program : XI/Bahasa
Semester : 2
Standar Kompetensi : Menulis
9. Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman dalam kegiatan produksi dan
transformasikan bentuk karya sastra

Kompetensi Materi Kegiatan Indikator Prinsip Alokasi Sumber/


Penilaian
Dasar Pembelajaran Pembelajaran Keberhasilan Pembelajaran Waktu Bahan/Alat
9.1 Mengarang 1. Teori cerpen • Apersepsi • Pebelajar dapat • Pemodelan Jenis Tagihan: 4 x 45’ • Buku
cerpen • Pengertian • Pengarahan merumuskan dan • Penemuan • Tugas kumpulan
berdasar- cerpen pengingatan mengemukakan • Konstruktivis- Individu cerpen
kan realitas • Unsur-unsur peristiwa aspek teori tentang tik • Buku
sosial pembangun • Pengarahan cerpen, realitas • Memperta­ Bentuk Bahasa
cerpen pemilihan sosial, dan menulis nyakan Instrumen: dan Sastra
(pelaku, peristiwa cerpen • Refleksi Lembar Indonesia
peristiwa, • Pembim­ • Pebelajar dapat • Penilaian penilaian SMA XI
latar, konflik) bingan menentukan topik autentik terbitan
1. Penilaian
2. Realitas sosial penyusunan yang berhubungan Pemko
proses:
• Pengertian urutan dengan realitas Semarang
• Jurnal
realitas sosial peristiwa sosial untuk • Buku LKS
• Observasi
• Jenis realitas • Pembimbing­ menulis cerita • Sumber
• rubrik
Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A |

sosial an perang- pendek lain yang


2. Penilaian
3. Menulis cerpen kaian peris- • Pebelajar dapat relevan
hasil
tiwa fiktif menulis
• Portofolio
133
134
Kompetensi Materi Kegiatan Indikator Prinsip Alokasi Sumber/
Penilaian
Dasar Pembelajaran Pembelajaran Keberhasilan Pembelajaran Waktu Bahan/Alat

• Memunculkan • Pembimbing­ kerangka cerita


ide (topik) an penyusu- pendek dengan
kreatif nan cerpen memperhatikan
menulis • Pembimbing­ pelaku, peristiwa,
cerpen an revisi dan latar, dan
• Menyusun penjadian seterusnya
kerangka cerpen • Pebelajar dapat
cerita mengembangkan
• Pengembang­ kerangka yang
an kerangka telah dibuat
cerita dalam dalam bentuk

| Pembelajaran Menulis Cerita Pendek


bentuk cerita cerpen (pelaku,
fiktif (cerpen) peristiwa, latar,
sudut pandang
diaan) dengan
memperhatikan
pilihan kata, tanda
baca, dan ejaan.

PENGEMBANGAN SILABUS
Nama Sekolah : SMA ...
Mata Pelajaran : Sastra
Kelas/Program : XI/Bahasa
Semester : 2
Standar Kompetensi : Menulis
9. Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman dalam kegiatan produksi dan
transformasikan bentuk karya sastra

Kompetensi Materi Kegiatan Indikator Prinsip Alokasi Sumber/


Penilaian
Dasar Pembelajaran Pembelajaran Keberhasilan Pembelajaran Waktu Bahan/Alat
9.3 Menggubah 1. Teori cerpen • Apersepsi • Pebelajar dapat • Pemodelan Jenis Tagihan: 4 x 45’ • Hikayat
penggalan • Pengertian • Pengarahan merumuskan • Penemuan • Tugas • Cerpen
hikayat cerpen pengingatan dan • Konstruktivistik Individu • Buku
ke dalam • Unsur-unsur peristiwa mengemukakan • Mempertanya- kumpulan
cerpen pembangun • Pengarahan aspek teori kan Bentuk cerpen
cerpen pemilihan tentang cerpen, • Refleksi Instrumen: • Buku LKS
(pelaku, peristiwa hikayat, dan • Penilaian Lembar • internet
peristiwa, • Pembimbingan menulis cerpen Autentik penilaian • Surat
latar, konflik) penyusunan • Pebelajar dapat kabar
2. Hikayat urutan menentukan 1. Penilaian • Majalah
• Pengertian peristiwa topik yang proses: • Sumber
Hikayat • Pembimbingan berhubungan • Jurnal lain yang
• Jenis Hikayat perangkaian dengan isi • Observasi relevan
• Isi hikayat peristiwa fiktif hikayat untuk • rubrik
Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A |

3. Menulis cerpen • Pembimbingan menulis cerita 2. Penilaian


• Memun- penyusunan pendek hasil
culkan ide cerpen • Portofolio
135

(topik) kreatif
136
Kompetensi Materi Kegiatan Indikator Prinsip Alokasi Sumber/
Penilaian
Dasar Pembelajaran Pembelajaran Keberhasilan Pembelajaran Waktu Bahan/Alat

menulis • Pembimbingan • Pebelajar


cerpen revisi dan dapat menulis
• Menyusun penjadian kerangka cerita
kerangka cerpen pendek dengan
cerita memperhatikan
• Pengembang­ pelaku,
an kerangka peristiwa, latar,
cerita dalam dan seterusnya
bentuk cerita • Pebelajar dapat
fiktif (cerpen) mengembangkan
kerangka yang

| Pembelajaran Menulis Cerita Pendek


telah dibuat
dalam bentuk
cerpen (pelaku,
peristiwa, latar,
sudut pandang
diaan) dengan
memperhatikan
pilihan kata,
tanda baca, dan
ejaan.

PENGEMBANGAN SILABUS

Nama Sekolah : SMA ...


Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas : XII
Semester : 1
Standar Kompetensi : Menulis
8. Mengungkapkan pendapat, informasi, dan pengalaman dalam bentuk resensi dan cerpen

Kompetensi Materi Kegiatan Indikator Prinsip Alokasi Sumber/


Penilaian
Dasar Pembelajaran Pembelajaran Keberhasilan Pembelajaran Waktu Bahan/ Alat

8.2 Menulis 1. Teori cerpen • Apersepsi • Pebelajar dapat • Pemodelan Jenis Tagihan: 4 x 45’ • Buku
cerpen • Pengertian • Pengarahan merumuskan dan • Penemuan • Tugas kumpulan
berdasarkan cerpen pengingatan mengemukakan • Konstruktiv- Individu cerpen
kehidupan • Unsur-unsur peristiwa aspek teori istik • Buku
orang lain pembangun • Pengarahan tentang cerpen, • Memperta­ Bentuk Pelajaran
(pelaku, cerpen (pelaku, pemilihan kehidupan orang nyakan Instrumen: Bahasa
peristiwa, peristiwa, latar, peristiwa lain, dan menulis • Refleksi Lembar Indonesia
latar) konflik) • Pembimbingan cerpen • Penilaian penilaian SMA
2. Kehidupan orang penyusunan • Pebelajar dapat Autentik Kelas XII
lain urutan menentukan 1. Penilaian terbitan
• Pengertian peristiwa topik yang proses: Pemkot
kehidupan • Pembimbingan berhubungan • Jurnal Semarang
orang lain perangkaian dengan isi • Observasi • Buku LKS
• Bentuk peristiwa fiktif hikayat untuk • rubrik • internet
Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A |

kehidupan • Pembimbingan menulis cerita 2. Penilaian • Surat


orang lain penyusunan pendek hasil kabar
3. Menulis cerpen cerpen • Portofolio • Majalah
137
Waktu Bahan/ Alat

lain yang
Sumber/

• Sumber

relevan
BAB VII
Alokasi

RENCANA
Penilaian

PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN
Pembelajaran
Prinsip

pelaku, peristiwa,

mengembangkan

pandang) dengan

RPP yang baik selayaknya disusun berdasarkan Silabus. RPP yang


memperhatikan

memperhatikan

tanda baca, dan


cerpen (pelaku,
pendek dengan

• Pebelajar dapat
kerangka cerita
Keberhasilan

kerangka yang
dapat menulis

dalam bentuk

dimaksudkan di sini adalah rencana yang disusun oleh guru dalam


Indikator

pilihan kata,
telah dibuat

latar, sudut
seterusnya

peristiwa,
latar, dan

mendesain proses pembelajaran yang ditujukan kepada siswa.


• Memunculkan • Pembimbingan • Pebelajar

ejaan.

Mengingat RPP yang dikembangkan di lapangan ditemukan masih


bersifat global dan kurang mengenai pada sasran serta kurang
operasional, maka model pengembangan RPP pada kesempatan
Pembelajaran

ini disusun agar dapat dioperasionalkan oleh guru secara mudah


Kegiatan

penjadian
revisi dan

dan efektif. Harapannya, siswa dapat menangkap dan memahami


cerpen

pemelajaran menulis cerpen dengan komprehensif dan holistik


dengan lebih menekankan pada segi proses tahap-tahap menulis
cerpen yang baik berdasarkan model sinektiks yang telah
• Pengembangan
kerangka cerita

kerangka cerita
kreatif menulis

dalam bentuk
Pembelajaran

dikembangkan oleh Agus Nuryatin (2008).


cerita fiktif
• Menyusun
ide (topik)
Materi

(cerpen)
cerpen

1. KOMPONEN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


Komponen-komponen dalam rencana pelaksanaan pembelajar­
an (RPP) menulis cerita pendek berbasis pengalaman dengan
Kompetensi

pendekatan kontekstual disusun berdasarkan pada komponen-


Dasar

komponen yang ada dalam silabus. Pengembangan RPP pembelajaran


menulis cerpen berbasis pengalam dengan pendekatan kontekstual
disusun dengan alur kerja sebagai berikut.

138 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 139
(1) Mengisi kolom identitas 45 menit). Dalam pelaksanaan, waktu dua pertemuan di kelas tidak
(2) Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan mencukupi untuk menghasilkan sebuah cerpen. Oleh karena itu,
yang telah ditetapkan waktu yang disediakan itu digunakan untuk kegiatan awal penulisan
(3) Menentukan SK, KD, dan Indikator yang akan digunakan cerpen, yakni pengarahan teoretis tentang cerpen, pengalaman, dan
(terdapat pada silabus yang telah disusun) langkah-langkah menulis cerpen; serta kegiatan akhir penulisan
(4) Merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan SK, KD, dan cerpen, yakni revisi dan penjadian cerpen. Adapun proses penulisan
Indikator yang telah ditentukan. (Lebih rinci dari KD dan cerpen dilaksanakan oleh pebelajar di rumah.
Indikator, pada saat-saat tertentu rumusan indikator sama (2) Standar Kompetensi. Standar kompetensi pembelajaran
dengan tujuan pembelajaran, karena indikator sudah sangat menulis cerpen pada jenjang pendidikan SMA/MA ada empat, yaitu
rinci sehingga tidak dapat dijabarkan lagi.) (1) Mengungkapkan pengalaman diri sendiri dan orang lain ke dalam
(5) Mengidentifikasi materi ajar berdasarkan materi pokok/ cerpen; (2) Mengungkapkan pendapat, informasi, dan pengalaman
pembelajar­ a n yang terdapat dalam silabus. Materi ajar dalam bentuk resensi dan cerpen; (3) Mengungkapkan pengalaman
merupakan uraian dari materi pokok/pembelajaran dalam puisi, cerita pendek, dan drama; (4) Mengungkapkan pikiran,
(6) Menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan perasaan, informasi, dan pengalaman dalam kegiatan produksi dan
(7) Merumuskan langkah-langkah pembelajaran yang terdiri dari transformasikan bentuk karya sastra.
kegiatan awal, inti, dan akhir.
(3) Kompetensi Dasar. Kompetensi dasar pembelajaran menulis
(8) Menentukan alat/bahan/ sumber belajar yang digunakan
cerpen pada jenjang pendidikan SMA/MA ada enam, yaitu (1) Menulis
(9) Menyusun kriteria penilaian, lembar pengamatan, contoh soal,
karangan berdasarkan kehidupan diri sendiri dalam cerpen (pelaku,
teknik penskoran, dan lain-lain.
peristiwa, latar); (2) Menulis karangan berdasarkan pengalaman
Komponen-komponen dalam RPP adalah (1) identitas mata orang lain dalam cerpen (pelaku, peristiwa, latar); (3) Menulis
pelajaran, yang mencakupi mata pelajaran, kelas/semester, dan cerpen berdasarkan kehidupan orang lain (pelaku, peristiwa, latar);
alokasi waktu; (2) standar kompetensi; (3) kompetensi dasar; (4) (4) Menulis cerpen berkenaan dengan kehidupan seseorang dengan
indikator keberhasilan; (5) materi pembelajaran; (6) skenario sudut penceritaan orang ketiga; (5) Mengarang cerpen berdasarkan
pembelajaran yang mencakupi kegaitan pembelajaran, prinsip realitas sosial; (6) Menggubah penggalan hikayat ke dalam cerpen.
pembelajaran, dan alokasi waktu; (7) metode pembelajaran; (8)
(4) Indikator Keberhasilan. Indikator keberhasilan pembelajar­
sumber/bahan/alat; (9) evaluasi/penilaian, yang mencakupi jenis
an menulis cerpen pada jenjang pendidikan SMA/MA ada enam,
tagihan, bentuk instrumen, soal, dan teknik penilaian. Isi masing-
yaitu (1) Menghasilkan cerpen berdasarkan kehidupan diri sendiri,
masing komponen adalah sebagai berikut.
dengan penekanan pada unsur pelaku, peristiwa, dan latar; (2)
(1) Identitas Mata Pelajaran. Materi pembelajaran menulis Menghasilkan cerpen berdasarkan pengalaman orang lain, dengan
cerpen untuk jenjang pendidikan SMA/MA diajarkan di (1) Kelas X, penekanan pada unsur pelaku, peristiwa, dan latar; (3) Menghasilkan
Semester 2; (2) Kelas XII, Semester 1, Program IPA dan IPS; (3) Kelas cerpen berdasarkan kehidupan orang lain, dengan penekanan
XI, Semester 1, Program Bahasa; (4) Kelas XI, Semester 2, Program pada unsur pelaku, peristiwa, dan latar; (4) Menghasilkan cerpen
Bahasa. Alokasi waktu yang disedikan untuk setiap kompetensi berkenaan dengan kehidupan seseorang dengan sudut penceritaan
dasar adalah dua pertemuan, dengan catatan satu pertemuan terdiri orang ketiga; (5) Menghasilkan cerpen berdasarkan realitas sosial; (6)
atas dua jam pelajaran. Dengan kata lain, alokasi waktunya = 2 X (2 X Menghasilkan cerpen yang ditulis berdasarkan penggalan hikayat.

140 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 141
(5) Materi Pembelajaran. Materi pembelajaran merupakan KEGIATAN LANGKAH KEGIATAN
materi pokok yang diturunkan dari kompetensi dasar sehingga PEMBELAJAR POKOK PEBELAJAR
jumlah dan isinya sama dengan kompetensi dasar. Materi pokok Ajukan pertanyaan Analisis konflik Beri jawaban atas
pembelajaran menulis cerpen pada jenjang pendidikan SMA/MA dilematik/konflik pertanyaan dilematik/
ada enam, yaitu (1) Menulis cerpen berdasarkan kehidupan diri konflik
sendiri, dengan penekanan pada unsur pelaku, peristiwa, dan latar; Minta pebelajar Analogi langsung Buat analogi baru yang
membuat analogi lanjut terkait pada analogi
(2) Menulis cerpen berdasarkan pengalaman orang lain, dengan
langsung lanjut lama
penekanan pada unsur pelaku, peristiwa, dan latar; (3) Menulis
Adakan review hasil Kajian tugas Endapkan hasil
cerpen berdasarkan kehidupan orang lain, dengan penekanan pada
analogi dan tugas analogi dalam kaitan
unsur pelaku, peristiwa, dan latar; (4) Menulis cerpen berkenaan belajar tugas
dengan kehidupan seseorang dengan sudut penceritaan orang ketiga;
(5) Mengarang cerpen berdasarkan realitas sosial; (6) Menggubah Berdasar pada strategi sintakmatik yang sudah dimodifikasi itu
penggalan hikayat ke dalam cerpen. selanjutnya disusun strategi pembelajaran penulisan cerpen berbasis
(6) Skenario Pembelajaran. Pada komponen skenario pem­ pengalaman dengan pendekatan kontekstual, yang mencakupi tujuh
belajaran dipaparkan secara rinci aktivitas pembelajar dan pebelajar tahapan.
(guru dan siswa), tahapan-tahapan proses pembelajaran, dan Adapun proses pembelajaran menulis cerpen berbasis
prinsip-prinsip pembelajaran yang digunakan dan pembagian pengalaman dengan pendekatan kontekstual dilaksanakan
waktu. menggunakan prinsip-prinsip yang terdapat pada pendekatan
Tahapan pembelajaran menulis cerpen berbasis pengalaman kontekstual. Di antara tujuh prinsip dalam pendekatan kontekstual,
dengan pendekatan kontekstual disusun berdasar pada model digunakan enam prinsip untuk proses pembelajaran, yakni
Sinektiks. Unsur sintakmatik dari model Sinektiks dimodifikasi. pemodelan, penemuan, mempertanyakan, konstruktivistik, refleksi,
Wujud modifikasinya disajikan sebagai berikut. dan penilaian autentik. Satu prinsip, yakni prinsip masyarakat
belajar, tidak digunakan. Skenario pembelajaran cerpen berbasis
KEGIATAN LANGKAH KEGIATAN pengalaman dengan pendekatan kontekstual dapat digambarkan
PEMBELAJAR POKOK PEBELAJAR pada tabel berikut.
Menjelaskan aspek- Penjelasan aspek- Mendengarkan
aspek teoretik aspek teoretik penjelasan Prinsip
Langkah Kegiatan Kegiatan
Minta pebelajar men­ Deskripsi kondisi saat Mendeskripsikan Pendekatan
Pokok Pembelajar Pebelajar
des­kripsikan suatu ini kondisi saat ini Kontekstual
kondisi Apersepsi Menjelaskan Mengikuti penje­ 1. Pemodelan
Minta pembelajar Proses analogi Buat analogi/ pengan­ teoretis menge­ lasan teoretis 2. Mempertanya-
membuat analogi langsung daian nai cerpen menge­nai cerpen kan
langsung Kajian salah satu (:pengertian (:pengertian 3. Penilaian
analogi dan unsur dan unsur A­utentik
pembangun), pembangun),
Minta pembelajar mem­ Proses analogi Buat analogi personal
pengalaman dan pengalaman, dan
buat analogi personal personal
menulis cerpen menulis cerpen

142 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 143
Prinsip Prinsip
Langkah Kegiatan Kegiatan Langkah Kegiatan Kegiatan
Pendekatan Pendekatan
Pokok Pembelajar Pebelajar Pokok Pembelajar Pebelajar
Kontekstual Kontekstual
Mengarahkan Mengingat 1. Refleksi Pembimbingan Membimbing Menyusun cerpen 1. Konstruktivistik
pebelajar (mencari) 2. Penemuan penyusunan pebelajar fiksi 2. Penemuan
mengi­ngat peristiwa/ 3. Mempertanya- cerpen fiksi menyusun 3. Mem­pertanya­
Pengarahan (mencari) kejadian dari kan cerpen fiksi kan
pengingatan peristiwa/ ke­ pengalaman 4. Penilaian 4. Refleksi
peristiwa ja­dian dari yang paling A­utentik 5. Penilaian
penga­laman mengesankan A­utentik
yang paling
Pembimbingan Membimbing Merevisi dan 1. Refleksi
mengesankan
revisi dan revisi dan finalisasi cerpen 2. Mempertanya-
Mengarahkan Memilih 1. Penemuan penjadian finalisasi cerpen kan
pebelajar memi­ peristiwa/ 2. Mempertanya- cerpen 3. Kontruktivitik
Pengarahan lih peris­tiwa/ kejadian dari kan 4. Penemuan
pemilihan kejadian dari pengalaman 3. Konstruk­tivistik 5. Penilaian
peristiwa pengalaman yang paling 4. Penilaian A­utentik
yang paling mengesankan A­utentik
mengesankan Skenario pembelajaran kemudian dijabarkan sesuai dengan
Membimbing Menyusun 1. Konstruk­tivistik standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah diprogramkan
pebelajar urutan peristiwa/ 2. Penemuan dalam silabus. Standar kompetensi dan kompetensi dasar
menyu­ kejadian dari 3. Refleksi bembelajaran menulis cerpen ada enam, sehingga skenario tersebut
Pembimbingan
sun urutan pengalaman 4. Mempertanya-
penyusunan dikembangkan menjadi enam buah. Setiap pengembangannya
pe peristiwa/ yang paling kan
urutan dipaparkan dalam satu rencana pelaksanaan pembelajaran, sehingga
keja­dian dari mengesankan 5. Penilaian
peristiwa
pengalaman A­utentik dihasilkan enam buah RPP, yakni RPP mengenai (1) pembelajaran
yang paling menulis cerpen (dengan memperhatikan unsur pelaku, peristiwa,
mengesankan
latar) berdasarkan kehidupan diri sendiri, (2) pembelajaran menulis
Membimbing Merangkai 1. Konstruk­tivistik cerpen (dengan memperhatikan unsur pelaku, peristiwa, latar)
pebelajar dalam peristiwa/ 2. Penemuan
berdasarkan pengalaman orang lain, (3) pembelajaran menulis
merangkai kejadian fiktif 3. Mempertanya-
peris­tiwa/ berdasarkan pada kan cerpen (dengan memperhatikan unsur pelaku, peristiwa, latar)
Pembimbingan
kejadian fiktif pengalaman 4. Refleksi berdasarkan kehidupan orang lain, (4) pembelajaran menulis cerpen
perangkaian
berdasarkan yang paling 5. Penilaian berkenaan dengan kehidupan seseorang dengan sudut penceritaan
peristiwa fiktif
pada mengesankan A­utentik orang ketiga, (5) pembelajaran mengarang cerpen berdasarkan
pengalaman
yang paling
realitas sosial, dan (6) pembelajaran menulis cerpen dengan cara
mengesankan menggubah penggalan hikayat.
(7) Metode Pembelajaran. Metode pembelajaran yang
digunakan dalam proses pembelajaran menulis cerpen berbasis

144 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 145
pengalaman adalah Ceramah, Tanya Jawab, Demonstrasi, Penugasan RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(Pemberian Tugas), Proyek, Penyelesaian Masalah (Problem Solving),
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Pengamatan (Observasi).
Kelas/ Semester : X/ 2
(8) Sumber/Bahan/Alat. Sumber belajar yang digunakan adalah Pertemuan ke : 1 dan 2
buku-buku yang membahas teori cerpen dan teori menulis cerpen, Alokasi Waktu : 4 x 45 menit

serta cerpen-cerpen yang sudah ada. Bahan yang dapat digunakan


A. Standar Kompetensi
adalah semua benda yang ada di sekitar pebelajar, dan pengalaman 16. Mengungkapkan pengalaman diri sendiri dan orang lain ke dalam
yang dimiliki oleh pebelajar. Alat yang dapat digunakan adalah cerpen
alat-alat tulis, seperti pensil/bolpoin, kertas/buku, dan mesin ketik/
B. Kompetensi Dasar
komputer.
16.1 Menulis karangan berdasarkan kehidupan diri sendiri dalam
(9) Evaluasi/Penilaian. Evaluasi pembelajaran menulis cerpen cerpen (pelaku, peristiwa,latar)
berbasis pengalaman menggunakan pendekatan kontekstual
C. Indikator Keberhasilan
dilakukan dalam dua tahap, yaitu (1) pada saat proses pembelajaran
• Pebelajar dapat merumuskan dan mengemukakan aspek teori
berlangsung, dengan maksud untuk memperoleh data tentang tentang cerpen, pengalaman pribadi, dan menulis cerpen
aktivitas pebelajar selama proses pembelajaran menulis cerpen; • Pebelajar dapat menentukan topik yang berhubungan dengan
dan (2) setelah proses pembelajaran berakhir, dengan maksud kehidupan diri sendiri untuk menulis cerita pendek
• Pebelajar dapat menulis kerangka cerita pendek dengan
memperoleh data tentang cerpen yang dihasilkannya. Jenis Tagihan
memperhatikan kronologi waktu dan peristiwa
yang digunakan adalah Tugas Individu. Bentuk Instrumen yang • Pebelajar dapat mengembangkan kerangka yang telah dibuat
digunakan adalah (1) Jurnal, (2) Lembar Observasi, (3) Rubrik, dan (4) dalam bentuk cerpen (pelaku, peristiwa, latar, konflik) dengan
Portofolio. Jurnal digunakan untuk merekam persiapan, proses, dan memperhatikan pilihan kata, tanda baca, dan ejaan.
akhir aktivitas pebelajar dalam menulis cerpen. Lembar Observasi
D. Tujuan pembelajaran
digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang aktivitas
Pebelajar dapat menulis cerpen berdasarkan kehidupan diri sendiri
pebelajar melalui pengamatan atau observasi pembelajar. Rubrik
digunakan untuk merekam unjuk kerja pebelajar selama proses E. Materi Pembelajaran
pembelajaran berlangsung. 1. Teori cerpen
Cerita pendek adalah salah satu jenis prosa fiksi, selain novelet, novel,
dan roman. Cerpen adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang
2. WUJUD RPP DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN dimaksudkan memberikan kesan tunggal yang dominan, memusatkan diri
Berdasarkan kompoenen-komponen yang terdapat dalam pada satu tokoh dalam satu situasi pada satu ketika, dan memperlihatkan
kepaduan. Cerita pendek yang efektif terdiri dari tokoh atau sekelompok
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) menulis cerpen berbasis tokoh yang ditampilkan pada satu latar atau latar belakang dan lewat
pengalaman dengan pendekatan kontekstual, wujud RPP dapat lakuan lahir atau batin terlibat dalam satu situasi. Tikaian dramatik, yaitu
disusun sebagai berikut. perbenturan antara kekuatan yang berlawanan, merupakan inti cerita
pendek.
Unsur-unsur cerita pendek meliputi tema (dan amanat), alur, tokoh-
penokohan, latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa).
Tema adalah subjek wacana, topik umum, atau masalah utama yang

146 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 147
dituangkan di dalam cerita. Tema pada hakikatnya merupakan makna yang sering membuat orang yang terlibat menjadi tertawa. Dalam kondisi
yang dikandung cerita, atau makna cerita. Alur atau plot adalah urutan normal tertawa adalah ukuran kelucuan itu. Pengalaman lucu ini adalah
kejadian yang menunjukan hubungan sebab-akibat, peristiwa yang satu pengalaman yang paling sering diceritakan atau dikomunikasikan kepada
menyebabkan atau disebabkan peristiwa yang lain. Tokoh cerita adalah orang lain.
orang (orang-orang) yang ditampilkan dalam sebuah prosa yang oleh Pengalaman aneh adalah pengalaman yang aneh, pengalaman yang
pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu tidak masuk akal, pengalaman yang tidak umum terjadi dalam kehidupan
seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam sehari-hari. Sebuah pengalaman yang mungkin saja terjadi sekali selama
tindakan. Penokohan adalah teknik menampilkan tokoh dalam cerita, dan hidup. Dikatakan pengalaman aneh karena pengalaman itu kemungkinan
hasilnya berupa sifat atau watak atau karakter tokoh. Latar adalah tempat, kecil terjadi.
waktu, dan keadaan sosial terjadinya peristiwa di dalam prosa. Sudut
pandang adalah cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai Pengalaman mendebarkan adalah pengelaman yang menegangkan
sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa sehingga membuat hati berdebar-debar. Pengalaman mendebarkan
yang membentuk cerita dalam sebuah prosa. Pusat pengisahan menyaran biasanya terjadi pada saat seseorang menunggu keputusan yang menyangku
pada pusat atau titik yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan nasibnya.
kisah dalam sebuah prosa. Gaya adalah cara khas pengarang. Macam tema Pengalaman mengharukan adalah pengalaman membuat hati
yang dipilih, cara meninjau persoalan, cara menuangkannya dalam cerita terharu. Pengalaman mengharukan disebabkan oleh peristiwa-peristiwa
adalah wilayah dari gaya yang diwujudkan melalui bahasa. tertentu yang memunculkan perasaan haru. Akibat pengalaman
Tema terekspresikan melalui unsur alur, tokoh-penokohan, latar, pusat mengharukan dapat berupa tangisan.
pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa). Pandangan, pendapat, dan Pengalaman memalukan adalah pengalaman yang menimbulkan
harapan para prosais dari bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayan, dan rasa malu pada korbannya. Biasanya korbannya beserta orang-orang
keamanan yang masih berada di dalam pikiran dan perasaan para prosais dekatnya akan menanggung malu bagi si korban atau keluarganya.
termasuk dalam unsur tema. Pendapat, pandangan, dan harapan yang Pengalaman seperti ini akan dibawa sepanjang hayat. Meskipun orang lain
dimaksud kemudian diekspresikan melalui unsur alur, tokoh-penokohan, sudah melupakannya, bagi si korban pengalaman seperti ini tidak pernah
latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa). terlupakan.
Pengalaman menyakitkan adalah pengalaman yang menimbulkan
2. Pengalaman pribadi rasa sakit di hati. Pengalaman menyakitkan akan membekas dalam hati
Pengalaman adalah segala sesuatu yang dialami atau dirasakan atau pelakunya. Pelakukanya, terutama orang-orang yang perasa, akan selalu
diketahui. Dalam konteks penulisan cerpen, pengalaman adalah segala teringat pengalamannya itu.
sesuatu yang dialami atau dirasakan atau diketahui oleh penulis cerpenis.
Pengalaman mencakupi pengalaman fisik dan pengalaman nonfisik. 3. Menulis cerpen
Pengalaman fisik adalah hal-hal yang dialami secara fisik, misalnya bertemu Langkah pokok, kegiatan pembelajar, kegiatan pebelajar, dan prinsip
dengan seseorang yang sangat dikaguminya, mendapat keuntungan yang digunakan dalam proses pembelajaran menulis cerpen yang berbasis
banyak dalam berdagang, berkelahi. Pengalaman nonfisik adalah hal-hal pada pengalaman dengan menggunakan pendekatan kontekstual adalah
yang dialami secara nonfisik, misalnya mimpi bertemu dengan orang yang sebagai berikut.
dikaguminya, membaca riwayat hidup orang yang dikaguminya, membaca
tulisan mengenai peristiwa yang menggetarkan jiwanya. Jadi, pengalaman Langkah pokok pertama adalah apersepsi. Langkah ini diwujudkan
pribadi merupakan segala sesuatu yang dialami atau dirasakan atau oleh pembelajar menyampaikan teori tentang cerpen, pengalaman,
diketahui sendiri oleh penulis cerpen. dan proses menulis cerpen kepada pebelajar. Kegiatan yang dilakukan
pebelajar diperlihatkan dengan mengikuti penjelasan teoretis mengenai
Jenis pengalaman pribadi ada enam, yaitu (1) pengalaman lucu, cerpen (: pengertian dan unsur pembangun), pengalaman, dan menulis
(2) pengalaman aneh, (3) pengalaman mendebarkan, (4) pengalaman cerpen. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan dalam proses
mengharukan, (5) pengalaman memalukan, dan (6) pengalaman pembelajarannya meliputi; Pemodelan, Mempertanyakan, dan Penilaian
menyakitkan. Pengalaman lucu adalah pengalaman yang lucu, pengalaman Autentik.

148 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 149
Langkah pokok kedua adalah pengingatan peristiwa. Kegiatan telah ditulis pada tahap keempat ke dalam format cerpen. Pada langkah
pembelajar adalah kegiatan mengarahkan pebelajar untuk mengingat-ingat ini pengajar mengingatkan pebelajar untuk harus memperhatikan hakikat,
peristiwa-peristiwa yang pernah dialami/dirasakannya, atau peristiwa- ciri-ciri, dan unsur-unsur cerpen sebagai prosa fiksi. Hasilnya adalah
peristiwa yang diketahuinya, dalam pengertian peristiwa dimaksud tidak sebuah cerpen yang berdasar pada pengalaman nyata penulisnya. Kegiatan
dialaminya/dirasakannya tetapi diketahuinya. Peristiwa di sini dapat pebelajar adalah menyusun cerpen fiksi. Prinsip pendekatan kontekstual
berupa peristiwa fisik maupun peristiwa non-fisik (batin, pemikiran, yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Mempertanyakan,
perasaan, dsb). Kegiatan pebelajar diwujudkan dengan mengingat (mencari) Refleksi, dan Penilaian Autentik.
peristiwa/ kejadian dari pengalaman yang paling mengesankan. Prinsip Langkah pokok ketujuh adalah revisi dan penjadian cerpen.
pendekatan kontekstual yang digunakan meliputi; Refleksi, Penemuan, Kegiatan pembelajar adalah membimbing pebelajar untuk membaca
Mempertanyakan, dan Penilaian Autentik. kembali cerpen yang ditulisnya. Apabila ada hal-hal yang perlu diperbaiki,
Langkah pokok ketiga adalah pemilihan peristiwa. Kegiatan pebelajar disarankan untuk memperbaikinya. Bahkan, apabila pebelajar
pembelajar adalah mengarahkan pebelajar melakukan kegiatan merasa perlu merombaknya, maka pembelajar membolehkan pebelajar
menentukan salah satu peristiwa di antara sekian peristiwa yang pernah untuk melakukan perombakan cerpennya. Setelah pebelajar merevisi
dialaminya/dirasakannya, atau diketahuinya. Peristiwa yang dipilih adalah cerpennya, pebelajar membimbing pebelajar untuk menulis kembali
peristiwa yang paling mengesan. Peristiwa yang telah dipilihnya itu cerpen yang telah direvisinya. Jika pebelajar telah melaksanakannya berarti
kemudian dijadikan sebagai dasar cerpen yang hendak ditulisnya. Kegiatan dia telah menghasilkan satu cerpen yang berbasis pada pengalamannya.
pebelajar adalah memilih peristiwa/ kejadian dari pengalaman yang paling Kegiatan pebelajar adalah merevisi dan finalisasi cerpen. Prinsip pendekatan
mengesankan. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan meliputi; kontekstual yang digunakan meliputi; Refleksi, Mempertanyakan,
Penemuan, Mempertanyakan, Konstruktivistik, dan Penilaian Autentik. Konstruktivistik, Penemuan, dan Penilaian Autentik.
Langkah pokok keempat adalah penyusunan urutan peristiwa.
Kegiatan pembelajar adalah membimbing pebelajar menyusun urutan F. Skenario Pembelajaran
peristiwa yang pernah dialaminya/dirasakannya, atau diketahuinya. Urutan
PRINSIP PENDEKATAN
peristiwanya disusun secara garis besar, tidak rinci dan mendetil. Kegiatan NO. KEGIATAN WAKTU
KONTEKSTUAL
pebelajar adalah menyusun urutan peristiwa/ kejadian dari pengalaman
1 Pendahuluan 15’
yang paling mengesankan. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan
meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Refleksi, Mempertanyakan, dan a. Pembelajar menyampaikan materi 1. Pemodelan
Penilaian Autentik. dan tujuan pembelajaran materi 2. Mempertanyakan
yang akan dipelajari 3. Penilaian Autentik
Langkah pokok kelima adalah perangkaian peristiwa fiktif. Kegiatan b. Apersepsi
pembelajar adalah membimbing pebelajar untuk merangkai peristiwa nyata - Pebelajar membaca model cerpen
dengan peristiwa fiktif. Kegiatan pebelajar adalah merangkai peristiwa/ yang disediakan
kejadian fiktif berdasarkan pada pengalaman yang paling mengesankan. - Pembelajar membantu pebela­
Pebelajar dapat mengurangi, menambah, ataupun mengubah urutan jar merumuskan dan menge­
peristiwa yang telah disusunnya pada tahap ketiga dengan peristiwa mu­kakan tentang pengertian
yang diinginkannya. Pebelajar dapat menambah atau mengubah seluruh dan unsur pembangun cerpen
unsur cerita sesuai dengan yang diinginkannya (:diangankannya). Cara melalui kegiatan tanya jawab dari
model cerpen yang telah dibaca
penulisannya: susunan peristiwa ubahan (peristiwa fiktif ) diletakkan
- Pembelajar membimbing pebe­
di samping atau di bawah urutan peristiwa nyata. Prinsip pendekatan
lajar mencari unsur-unsur pem­
kontekstual yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, bangun model cerpen yang telah
Mempertanyakan, Refleksi, dan Penilaian Autentik. dibaca
Langkah pokok keenam adalah penyusunan cerpen. Kegiatan - Pebelajar menyampaikan te­
pebelajar adalah membimbing pebelajar untuk menuliskan peristiwa muan­nya tentang unsur-unsur
yang telah ditambah dan/atau yang telah diubah (peristiwa fiktif), yang pembangun cerpen berdasarkan
model cerpen yang telah dibaca

150 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 151
PRINSIP PENDEKATAN PRINSIP PENDEKATAN
NO. KEGIATAN WAKTU NO. KEGIATAN WAKTU
KONTEKSTUAL KONTEKSTUAL
- Pembelajar membimbing pebe­ yang mirip (cerita imajinatif yang
lajar mengemukakan jenis/ diidealkan) dengan peristiwa/
bentuk pengalaman pribadi yang kejadian dari pengalaman pribadi
pernah dialami yang paling mengesankan
- Pembelajar membimbing - Pembelajar membimbing
pebelajar untuk merumuskan pebelajar untuk memilih
pengertian pengalaman pribadi peristiwa/ kejadian lain yang
dan mengklasifikasikan penga­ mirip dengan peristiwa/ kejadian
laman tersebut menurut jenis/ dari pengalaman pribadi yang
bentuknya paling mengesankan
- Pembelajar membimbing dan - Pembelajar membimbing
menjelaskan pebelajar mengenai pebelajar untuk mendeskripsi
tahapan menulis cerpen peristiwa/ kejadian lain yang
- Pembelajar memberi penguatan mirip dengan peristiwa/ kejadian
aspek teoretik cerpen, pengala­ dari pengalaman pribadi yang
man pribadi, dan menulis cerpen paling mengesankan
2. Inti 150’ - Pembelajar membimbing
pebelajar untuk melihat kembali
a. Pengarahan pengingatan peristiwa 1. Refleksi
deskripsi masing-masing
- Pembelajar membimbing 2. Penemuan
peristiwa/ kejadian, baik
pebe­lajar mengingat (mencari) 3. Mempertanyakan
dari peristiwa/ kejadian dari
peristiwa/ kejadian yang dapat 4. Penilaian Autentik
pengalaman pribadi atau yang
dikategorikan dalam pengalaman
mirip
pribadi
- Pembelajar membimbing
b. Pengarahan pemilihan peristiwa 1. Penemuan pebelajar untuk membandingkan
- Pembelajar memberikan bim­ 2. Mempertanyakan peristiwa/ kejadian dari
bingan kepada pebelajar untuk 3. Konstruktivistik pengalaman pribadi yang paling
memilih peristiwa/ kejadian dari 4. Penilaian Autentik mengesankan dan peristiwa/
pengalaman pribadi yang paling kejadian lain yang mirip
mengesankan dengan peristiwa/ kejadian dari
c. Pembimbingan penyusunan urutan 1. Konstruktivistik pengalaman pribadi yang paling
peristiwa 2. Penemuan mengesankan
- Pembelajar membimbing 3. Refleksi - Pembelajar membimbing
pebe­lajar untuk mendeskripsi 4. Mempertanyakan pebelajar untuk memadukan
peristiwa/ kejadian dari penga­ 5. Penilaian Autentik peristiwa/ kejadian dari
laman pribadi yang telah dipilih pengalaman pribadi yang paling
(pengalaman pribadi yang paling mengesankan dan peristiwa/
mengesankan) sesuai urutan kejadian lain yang mirip
peristiwanya dengan peristiwa/ kejadian dari
d. Pembimbingan perangkaian 1. Konstruktivistik pengalaman pribadi yang paling
peristiwa fiktif 2. Penemuan mengesankan
- Pembelajar membimbing 3. Mempertanyakan - Pembelajar membimbing pebe­
pebelajar untuk mengingat 4. Refleksi lajar untuk membuat kon­sep ke­
(mencari) peristiwa/ kejadian lain 5. Penilaian Autentik ja­dian/peristiwa yang diideal­kan

152 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 153
PRINSIP PENDEKATAN PRINSIP PENDEKATAN
NO. KEGIATAN WAKTU NO. KEGIATAN WAKTU
KONTEKSTUAL KONTEKSTUAL
melalui perpaduan peristiwa/ e. Pembelajar membimbing pebelajar
kejadian dari pengalaman pribadi untuk mempublikasikan hasil
yang paling mengesankan dan cerpen terbaik (di mading sekolah,
peristiwa/ kejadian lain yang majalah sekolah, surat kabar dll)
mirip
e. Pembimbingan penyusunan cerpen 1. Konstruktivistik G. Metode Pembelajaran
- Pembelajar membimbing 2. Penemuan Ceramah, Tanya Jawab, Demonstrasi, Penugasan (Pemberian Tugas),
pebelajar untuk mendeskripsi 3. Mempertanyakan Proyek, Penyelesaian Masalah (Problem Solving), Pengamatan
peristiwa/ kejadian dari 4. Refleksi
(Observasi)
kondisi ideal yang diharapkan 5. Penilaian Autentik
berdasarkan pada perpaduan
peristiwa/ kejadian dari
H. Media/Sumber Pembelajaran
pengalaman pribadi yang paling - Buku kumpulan cerpen
mengesankan dan peristiwa/ - Buku Bahasa dan Sastra Indonesia SMA X terbitan Pemkot
kejadian lain yang mirip Semarang
- Pembelajar membimbing - Buku LKS
pebelajar untuk menulis cerpen - Sumber lain yang relevan
berda­sar­kan peristiwa/ kejadian
dari kondisi ideal yang telah I. Penilaian
dideskripsikan Jenis Tagihan: tugas individu
f. Pembimbingan revisi dan 1. Refleksi Bentuk Instrumen: lembar penilaian
penjadian cerpen 2. Mempertanyakan 1. Penilaian proses:Jurnal, Observasi, Rubrik
- Pembelajar membimbing 3. Konstruktivistik 2. Penilaian hasil: portofolio
pebelajar untuk membaca 4. Penemuan
berulang-ulang cerpen yang 5. Penilaian Autentik
ditulis untuk membuat isi cerpen
sesuai dengan keinginan
- Pembelajar membimbing pebe­
lajar untuk memperhalus dan
mengembangkan lebih luas
cerpen yang dihasilkan (mela­
kukan revisi) bila diperlukan
3. Penutup 15’
a. Pembelajar menyampaikan hasil 1. Refleksi
evaluasi cerpen 2. Penilaian Autentik
b. Pembelajar memberikan komentar
dan saran
c. Pembelajar membantu pebelajar
untuk menyimpulkan dan
mengukuhkan konsep dalam
menulis cerpen
d. Pembelajar memberikan
motivasi untuk mengembangkan
kemampuan dalam menulis cerpen

154 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 155
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Tema adalah subjek wacana, topik umum, atau masalah utama yang
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia dituangkan di dalam cerita. Tema pada hakikatnya merupakan makna
Kelas/ Semester : X/ 2 yang dikandung cerita, atau makna cerita. Alur atau plot adalah urutan
Pertemuan ke : 1 dan 2 kejadian yang menunjukan hubungan sebab-akibat, peristiwa yang satu
Alokasi Waktu : 4 x 45 menit menyebabkan atau disebabkan peristiwa yang lain. Tokoh cerita adalah
orang (orang-orang) yang ditampilkan dalam sebuah prosa yang oleh
pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu
A. Standar Kompetensi seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
16. Mengungkapkan pengalaman diri sendiri dan orang lain ke dalam tindakan. Penokohan adalah teknik menampilkan tokoh dalam cerita, dan
cerpen hasilnya berupa sifat atau watak atau karakter tokoh. Latar adalah tempat,
waktu, dan keadaan sosial terjadinya peristiwa di dalam prosa. Sudut
B. Kompetensi Dasar pandang adalah cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai
16.2 Menulis karangan berdasarkan pengalaman orang lain dalam sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa
cerpen (pelaku, peristiwa, latar) yang membentuk cerita dalam sebuah prosa. Pusat pengisahan menyaran
pada pusat atau titik yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan
C. Indikator kisah dalam sebuah prosa. Gaya adalah cara khas pengarang. Macam tema
• Pebelajar dapat merumuskan dan mengemukakan aspek teori yang dipilih, cara meninjau persoalan, cara menuangkannya dalam cerita
tentang cerpen, pengalaman orang lain, dan menulis cerpen adalah wilayah dari gaya yang diwujudkan melalui bahasa.
• Pebelajar dapat menentukan topik yang berhubungan dengan Tema terekspresikan melalui unsur alur, tokoh-penokohan, latar, pusat
pengalaman orang lain untuk menulis cerita pendek pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa). Pandangan, pendapat, dan
• Pebelajar dapat menulis kerangka cerita pendek dengan harapan para prosais dari bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayan, dan
memperhatikan pelaku, peristiwa, latar keamanan yang masih berada di dalam pikiran dan perasaan para prosais
• Pebelajar dapat mengembangkan kerangka yang telah dibuat dalam termasuk dalam unsur tema. Pendapat, pandangan, dan harapan yang
bentuk cerpen (pelaku, peristiwa, latar) dengan memperhatikan dimaksud kemudian diekspresikan melalui unsur alur, tokoh-penokohan,
pilihan kata, tanda baca, dan ejaan. latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa).

D. Tujuan Pembelajaran
2. Pengalaman orang lain
Pebelajar dapat menulis cerpen berdasarkan pengalaman orang lain
Pengalaman adalah segala sesuatu yang dialami atau dirasakan atau
E. Materi Pembelajaran diketahui. Dalam konteks penulisan cerpen, pengalaman adalah segala
sesuatu yang dialami atau dirasakan atau diketahui oleh penulis cerpenis.
1. Teori cerpen Pengalaman mencakupi pengalaman fisik dan pengalaman nonfisik.
Pengalaman fisik adalah hal-hal yang dialami secara fisik, misalnya bertemu
Cerita pendek adalah salah satu jenis prosa fiksi, selain novelet, novel,
dengan seseorang yang sangat dikaguminya, mendapat keuntungan
dan roman. Cerpen adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang
banyak dalam berdagang, berkelahi. Pengalaman nonfisik adalah hal-hal
dimaksudkan memberikan kesan tunggal yang dominan, memusatkan diri
yang dialami secara nonfisik, misalnya mimpi bertemu dengan orang yang
pada satu tokoh dalam satu situasi pada satu ketika, dan memperlihatkan
dikaguminya, membaca riwayat hidup orang yang dikaguminya, membaca
kepaduan. Cerita pendek yang efektif terdiri dari tokoh atau sekelompok
tulisan mengenai peristiwa yang menggetarkan jiwanya. Jadi, pengalaman
tokoh yang ditampilkan pada satu latar atau latar belakang dan lewat
orang lain merupakan segala sesuatu yang dialami atau dirasakan atau
lakuan lahir atau batin terlibat dalam satu situasi. Tikaian dramatik, yaitu
diketahui oleh orang lain. Kemudian, penulis cerpen menjadi seorang
perbenturan antara kekuatan yang berlawanan, merupakan inti cerita
pengamat atau pendengar atau pembaca yang dapat merefleksikan
pendek.
segala sesuatu yang dialami oleh orang lain menjadi bentuk cerpen.
Unsur-unsur cerita pendek meliputi tema (dan amanat), alur, tokoh- Untuk itu, konsep dasar suatu pengalaman orang lain sebenarnya sama
penokohan, latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa). dengan pengalaman diri sendiri. Letak perbedaannya hanya terletak pada

156 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 157
pengalaman itu dirasakan atau dialami oleh siapa? cerpen (: pengertian dan unsur pembangun), pengalaman, dan menulis
Berdasarkan pemaham konsep seperti itu, jenis pengalaman orang lain cerpen. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan dalam proses
pun dapat dikatakan ada enam, yaitu (1) pengalaman lucu, (2) pengalaman pembelajarannya meliputi; Pemodelan, Mempertanyakan, dan Penilaian
aneh, (3) pengalaman mendebarkan, (4) pengalaman mengharukan, (5) Autentik.
pengalaman memalukan, dan (6) pengalaman menyakitkan. Pengalaman Langkah pokok kedua adalah pengingatan peristiwa. Kegiatan
lucu adalah pengalaman yang lucu, pengalaman yang sering membuat pembelajar adalah kegiatan mengarahkan pebelajar untuk mengingat-ingat
orang yang terlibat menjadi tertawa. Dalam kondisi normal tertawa adalah peristiwa-peristiwa yang pernah dialami/dirasakannya, atau peristiwa-
ukuran kelucuan itu. Pengalaman lucu ini adalah pengalaman yang paling peristiwa yang diketahuinya, dalam pengertian peristiwa dimaksud tidak
sering diceritakan atau dikomunikasikan kepada orang lain. dialaminya/dirasakannya tetapi diketahuinya. Peristiwa di sini dapat
Pengalaman aneh adalah pengalaman yang aneh, pengalaman yang berupa peristiwa fisik maupun peristiwa non-fisik (batin, pemikiran,
tidak masuk akal, pengalaman yang tidak umum terjadi dalam kehidupan perasaan, dsb). Kegiatan pebelajar diwujudkan dengan mengingat (mencari)
sehari-hari. Sebuah pengalaman yang mungkin saja terjadi sekali selama peristiwa/ kejadian dari pengalaman yang paling mengesankan. Prinsip
hidup. Dikatakan pengalaman aneh karena pengalaman itu kemungkinan pendekatan kontekstual yang digunakan meliputi; Refleksi, Penemuan,
kecil terjadi. Mempertanyakan, dan Penilaian Autentik.
Pengalaman mendebarkan adalah pengelaman yang menegangkan Langkah pokok ketiga adalah pemilihan peristiwa. Kegiatan
sehingga membuat hati berdebar-debar. Pengalaman mendebarkan pembelajar adalah mengarahkan pebelajar melakukan kegiatan
biasanya terjadi pada saat seseorang menunggu keputusan yang menyangku menentukan salah satu peristiwa di antara sekian peristiwa yang pernah
nasibnya. dialaminya/dirasakannya, atau diketahuinya. Peristiwa yang dipilih adalah
peristiwa yang paling mengesan. Peristiwa yang telah dipilihnya itu
Pengalaman mengharukan adalah pengalaman membuat hati terharu.
kemudian dijadikan sebagai dasar cerpen yang hendak ditulisnya. Kegiatan
Pengalaman mengharukan disebabkan oleh peristiwa-peristiwa tertentu
pebelajar adalah memilih peristiwa/ kejadian dari pengalaman yang paling
yang memunculkan perasaan haru. Akibat pengalaman mengharu­kan
mengesankan. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan meliputi;
dapat berupa tangisan.
Penemuan, Mempertanyakan, Konstruktivistik, dan Penilaian Autentik.
Pengalaman memalukan adalah pengalaman yang menimbulkan rasa
Langkah pokok keempat adalah penyusunan urutan peristiwa.
malu pada korbannya. Biasanya korbannya beserta orang-orang dekatnya
Kegiatan pembelajar adalah membimbing pebelajar menyusun urutan
akan menanggung malu bagi si korban atau keluarganya. Pengalaman
peristiwa yang pernah dialaminya/dirasakannya, atau diketahuinya. Urutan
seperti ini akan dibawa sepanjang hayat. Meskipun orang lain sudah
peristiwanya disusun secara garis besar, tidak rinci dan mendetil. Kegiatan
melupakannya, bagi si korban pengalaman seperti ini tidak pernah terlupa­
pebelajar adalah menyusun urutan peristiwa/ kejadian dari pengalaman
kan.
yang paling mengesankan. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan
Pengalaman menyakitkan adalah pengalaman yang menimbulkan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Refleksi, Mempertanyakan, dan
rasa sakit di hati. Pengalaman menyakitkan akan membekas dalam hati Penilaian Autentik.
pelakunya. Pelakukanya, terutama orang-orang yang perasa, akan selalu
Langkah pokok kelima adalah perangkaian peristiwa fiktif. Kegiatan
teringat pengalamannya itu.
pembelajar adalah membimbing pebelajar untuk merangkai peristiwa nyata
dengan peristiwa fiktif. Kegiatan pebelajar adalah merangkai peristiwa/
3. Menulis cerpen kejadian fiktif berdasarkan pada pengalaman yang paling mengesankan.
Langkah pokok, kegiatan pembelajar, kegiatan pebelajar, dan prinsip Pebelajar dapat mengurangi, menambah, ataupun mengubah urutan
yang digunakan dalam proses pembelajaran menulis cerpen yang berbasis peristiwa yang telah disusunnya pada tahap ketiga dengan peristiwa
pada pengalaman dengan menggunakan pendekatan kontekstual adalah yang diinginkannya. Pebelajar dapat menambah atau mengubah seluruh
sebagai berikut. unsur cerita sesuai dengan yang diinginkannya (:diangankannya). Cara
Langkah pokok pertama adalah apersepsi. Langkah ini diwujudkan penulisannya: susunan peristiwa ubahan (peristiwa fiktif ) diletakkan
oleh pembelajar menyampaikan teori tentang cerpen, pengalaman, di samping atau di bawah urutan peristiwa nyata. Prinsip pendekatan
dan proses menulis cerpen kepada pebelajar. Kegiatan yang dilakukan kontekstual yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan,
pebelajar diperlihatkan dengan mengikuti penjelasan teoretis mengenai Mempertanyakan, Refleksi, dan Penilaian Autentik.

158 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 159
Langkah pokok keenam adalah penyusunan cerpen. Kegiatan
PRINSIP
pebelajar adalah membimbing pebelajar untuk menuliskan peristiwa NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
yang telah ditambah dan/atau yang telah diubah (peristiwa fiktif), yang KONTEKSTUAL
telah ditulis pada tahap keempat ke dalam format cerpen. Pada langkah
- Pebelajar menyampaikan temuannya
ini pengajar mengingatkan pebelajar untuk harus memperhatikan hakikat,
tentang unsur-unsur pembangun
ciri-ciri, dan unsur-unsur cerpen sebagai prosa fiksi. Hasilnya adalah
cerpen berdasarkan model cerpen
sebuah cerpen yang berdasar pada pengalaman nyata penulisnya. Kegiatan
yang telah dibaca
pebelajar adalah menyusun cerpen fiksi. Prinsip pendekatan kontekstual - Pembelajar membimbing pebelajar
yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Mempertanyakan, mengemukakan jenis/bentuk
Refleksi, dan Penilaian Autentik. pengalaman orang lain yang diketahui
Langkah pokok ketujuh adalah revisi dan penjadian cerpen. Kegiatan - Pembelajar membimbing pebelajar
pembelajar adalah membimbing pebelajar untuk membaca kembali cerpen untuk merumuskan pengertian
yang ditulisnya. Apabila ada hal-hal yang perlu diperbaiki, pebelajar pengalaman orang lain dan
mengklasifikasikan pengalaman
disarankan untuk memperbaikinya. Bahkan, apabila pebelajar merasa
tersebut menurut jenis/bentuknya
perlu merombaknya, maka pembelajar membolehkan pebelajar untuk
- Pembelajar membimbing dan
melakukan perombakan cerpennya. Setelah pebelajar merevisi cerpennya,
menjelaskan pebelajar mengenai
pebelajar membimbing pebelajar untuk menulis kembali cerpen yang tahapan menulis cerpen
telah direvisinya. Jika pebelajar telah melaksanakannya berarti dia telah - Pembelajar memberi penguatan aspek
menghasilkan satu cerpen yang berbasis pada pengalamannya. Kegiatan teoretik cerpen, pengalaman orang
pebelajar adalah merevisi dan finalisasi cerpen. Prinsip pendekatan lain, dan menulis cerpen
kontekstual yang digunakan meliputi; Refleksi, Mempertanyakan,
2. Inti 150’
Kontruktivitik, Penemuan, dan Penilaian Autentik.
a. Pengarahan pengingatan peristiwa 1. Refleksi
- Pembelajar membimbing pebelajar 2. Penemuan
F. Skenario Pembelajaran
mengingat (mencari) peristiwa/ 3. Mempertanyakan
PRINSIP kejadian yang dapat dikategorikan 4. Penilaian
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU dalam pengalaman orang lain Autentik
KONTEKSTUAL b. Pengarahan pemilihan peristiwa 1. Penemuan
1 Pendahuluan 15’ - Pembelajar memberikan bimbingan 2. Mempertanyakan
kepada pebelajar untuk memilih 3. Konstruktivistik
a. Pembelajar menyampaikan materi dan 1. Pemodelan peristiwa/ kejadian dari pengalaman 4. Penilaian
tujuan pembelajaran materi yang akan 2. Mempertanyakan orang lain yang paling mengesankan Autentik
dipelajari 3. Penilaian
c. Pembimbingan penyusunan urutan 1. Konstruktivistik
b. Apersepsi Autentik
peristiwa 2. Penemuan
- Pebelajar membaca model cerpen
- Pembelajar membimbing pebelajar 3. Refleksi
yang disediakan
untuk mendeskripsi peristiwa/ 4. Mempertanyakan
- Pembelajar membantu pebelajar
kejadian dari pengalaman orang lain 5. Penilaian
merumuskan dan mengemukakan
yang telah dipilih (pengalaman orang Autentik
tentang pengertian dan unsur
lain yang paling mengesankan) sesuai
pembangun cerpen melalui kegiatan
urutan peristiwanya
tanya jawab dari model cerpen yang
telah dibaca d. Pembimbingan perangkaian peristiwa 1. Konstruktivistik
- Pembelajar membimbing pebelajar fiktif 2. Penemuan
mencari unsur-unsur pembangun - Pembelajar membimbing pebelajar 3. Mempertanyakan
model cerpen yang telah dibaca untuk mengingat (mencari) peristiwa/ 4. Refleksi

160 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 161
PRINSIP PRINSIP
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
KONTEKSTUAL KONTEKSTUAL

kejadian lain yang mirip (cerita 5. Penilaian e. Pembimbingan penyusunan cerpen 1. Konstruktivistik
imajinatif yang diidealkan) dengan Autentik - Pembelajar membimbing pebelajar 2. Penemuan
peristiwa/ kejadian dari pengalaman untuk mendeskripsi peristiwa/ keja­ 3. Mempertanyakan
orang lain yang paling mengesankan dian dari kondisi ideal yang diha­ 4. Refleksi
- Pembelajar membimbing pebelajar rap­kan berdasarkan pada perpaduan 5. Penilaian
untuk memilih peristiwa/ kejadian peris­tiwa/ kejadian dari pengalaman Autentik
lain yang mirip dengan peristiwa/ orang lain yang paling mengesankan
kejadian dari pengalaman orang lain dan peristiwa/ kejadian lain yang mirip
yang paling mengesankan
- Pembelajar membimbing pebelajar
- Pembelajar membimbing pebelajar
untuk menulis cerpen berdasarkan
untuk mendeskripsi peristiwa/
peristiwa/ kejadian dari kondisi ideal
kejadian lain yang mirip dengan
yang telah dideskripsikan
peristiwa/ kejadian dari pengalaman
orang lain yang paling mengesankan f. Pembimbingan revisi dan penjadian 1. Refleksi
- Pembelajar membimbing pebelajar cerpen 2. Mempertanyakan
untuk melihat kembali deskripsi - Pembelajar membimbing pebelajar 3. Konstruktivistik
masing-masing peristiwa/ kejadian, untuk membaca berulang-ulang 4. Penemuan
baik dari peristiwa/ kejadian dari pe­ cerpen yang ditulis untuk membuat 5. Penilaian
nga­laman orang lain atau yang mirip isi cerpen sesuai dengan keinginan Autentik
- Pembelajar membimbing pebelajar - Pembelajar membimbing
untuk membandingkan peristiwa/ pebelajar untuk memperhalus dan
kejadian dari pengalaman orang mengembangkan lebih luas cerpen
lain yang paling mengesankan dan yang dihasilkan (melakukan revisi)
peristiwa/ kejadian lain yang mirip bila diperlukan
dengan peristiwa/ kejadian dari
3. Penutup 15’
pengalaman pribadi yang paling
mengesankan a. Pembelajar menyampaikan hasil 1. Refleksi
- Pembelajar membimbing pebelajar evaluasi cerpen 2. Penilaian
untuk memadukan peristiwa/ b. Pembelajar memberikan komentar dan Autentik
kejadian dari pengalaman orang saran
lain yang paling mengesankan dan c. Pembelajar membantu pebelajar untuk
peristiwa/ kejadian lain yang mirip menyimpulkan dan mengukuhkan
dengan peristiwa/ kejadian dari konsep dalam menulis cerpen
pengalaman orang lain yang paling d. Pembelajar memberikan motivasi untuk
mengesankan mengembangkan kemampuan dalam
- Pembelajar membimbing pebelajar menulis cerpen
untuk membuat konsep kejadian/ e. Pembelajar membimbing pebelajar
peristiwa yang diidealkan melalui untuk mempublikasikan hasil cerpen
perpaduan peristiwa/ kejadian dari terbaik (di mading sekolah, majalah
pengalaman orang lain yang paling sekolah, surat kabar dll)
mengesankan dan peristiwa/ kejadian
lain yang mirip

162 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 163
G. Metode Pembelajaran RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Ceramah, Tanya Jawab, Demonstrasi, Penugasan (Pemberian Tugas),
Proyek, Penyelesaian Masalah (Problem Solving), Pengamatan Mata Pelajaran : Sastra
(Observasi) Kelas/ Semester : XI/ 1
Pertemuan ke : 1 dan 2
H. Media/Sumber Pembelajaran Alokasi Waktu : 4 x 45 menit
- Buku kumpulan cerpen
- Buku Bahasa dan Sastra Indonesia SMA X terbitan Pemkot A. Standar Kompetensi
Semarang 4. Mengungkapkan pengalaman dalam puisi, cerita pendek, dan drama
- Buku LKS
- Sumber lain yang relevan B. Kompetensi Dasar
4.1 Menulis cerita pendek berkenaan dengan kehidupan seseorang
I. Penilaian dengan sudut penceritaan orang ketiga
Jenis Tagihan: tugas individu
Bentuk Instrumen: lembar penilaian C. Indikator Keberhasilan
1. Penilaian proses:Jurnal, Observasi, Rubrik • Pebelajar dapat merumuskan dan mengemukakan aspek teori
2. Penilaian hasil: portofolio tentang cerpen, kehidupan seseorang dengan sudut penceritaan
orang ketiga, dan menulis cerpen
• Pebelajar dapat menentukan topik yang berhubungan dengan
kehidupan seseorang dengan sudut penceritaan orang ketiga untuk
menulis cerita pendek
• Pebelajar dapat menulis kerangka cerita pendek dengan
memperhatikan pelaku, peristiwa, latar, sudut pandang diaan
• Pebelajar dapat mengembangkan kerangka yang telah dibuat
dalam bentuk cerpen (pelaku, peristiwa, latar, sudut pandang
diaan) dengan memperhatikan pilihan kata, tanda baca, dan ejaan.

D. Tujuan Pembelajaran
Pebelajar dapat menulis cerpen berdasarkan kehidupan seseorang
dengan sudut penceritaan orang ketiga

E. Materi Pembelajaran

1. Teori cerpen
Cerita pendek adalah salah satu jenis prosa fiksi, selain novelet, novel,
dan roman. Cerpen adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang
dimaksudkan memberikan kesan tunggal yang dominan, memusatkan diri
pada satu tokoh dalam satu situasi pada satu ketika, dan memperlihatkan
kepaduan. Cerita pendek yang efektif terdiri dari tokoh atau sekelompok
tokoh yang ditampilkan pada satu latar atau latar belakang dan lewat
lakuan lahir atau batin terlibat dalam satu situasi. Tikaian dramatik, yaitu
perbenturan antara kekuatan yang berlawanan, merupakan inti cerita
pendek.

164 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 165
Unsur-unsur cerita pendek meliputi tema (dan amanat), alur, tokoh- 3. Menulis cerpen
penokohan, latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa). Langkah pokok, kegiatan pembelajar, kegiatan pebelajar, dan prinsip
Tema adalah subjek wacana, topik umum, atau masalah utama yang yang digunakan dalam proses pembelajaran menulis cerpen yang berbasis
dituangkan di dalam cerita. Tema pada hakikatnya merupakan makna pada pengalaman dengan menggunakan pendekatan kontekstual adalah
yang dikandung cerita, atau makna cerita. Alur atau plot adalah urutan sebagai berikut.
kejadian yang menunjukan hubungan sebab-akibat, peristiwa yang satu
Langkah pokok pertama adalah apersepsi. Langkah ini diwujudkan
menyebabkan atau disebabkan peristiwa yang lain. Tokoh cerita adalah
oleh pembelajar menyampaikan teori tentang cerpen, pengalaman,
orang (orang-orang) yang ditampilkan dalam sebuah prosa yang oleh
dan proses menulis cerpen kepada pebelajar. Kegiatan yang dilakukan
pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu
pebelajar diperlihatkan dengan mengikuti penjelasan teoretis mengenai
seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
cerpen (: pengertian dan unsur pembangun), pengalaman, dan menulis
tindakan. Penokohan adalah teknik menampilkan tokoh dalam cerita, dan
cerpen. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan dalam proses
hasilnya berupa sifat atau watak atau karakter tokoh. Latar adalah tempat,
pembelajarannya meliputi; Pemodelan, Mempertanyakan, dan Penilaian
waktu, dan keadaan sosial terjadinya peristiwa di dalam prosa. Sudut
Autentik.
pandang adalah cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai
sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa Langkah pokok kedua adalah pengingatan peristiwa. Kegiatan
yang membentuk cerita dalam sebuah prosa. Pusat pengisahan menyaran pembelajar adalah kegiatan mengarahkan pebelajar untuk mengingat-ingat
pada pusat atau titik yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan peristiwa-peristiwa yang pernah dialami/dirasakannya, atau peristiwa-
kisah dalam sebuah prosa. Gaya adalah cara khas pengarang. Macam tema peristiwa yang diketahuinya, dalam pengertian peristiwa dimaksud tidak
yang dipilih, cara meninjau persoalan, cara menuangkannya dalam cerita dialaminya/dirasakannya tetapi diketahuinya. Peristiwa di sini dapat
adalah wilayah dari gaya yang diwujudkan melalui bahasa. berupa peristiwa fisik maupun peristiwa non-fisik (batin, pemikiran,
perasaan, dsb). Kegiatan pebelajar diwujudkan dengan mengingat (mencari)
Tema terekspresikan melalui unsur alur, tokoh-penokohan, latar, pusat
peristiwa/ kejadian dari pengalaman yang paling mengesankan. Prinsip
pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa). Pandangan, pendapat, dan
pendekatan kontekstual yang digunakan meliputi; Refleksi, Penemuan,
harapan para prosais dari bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayan, dan
Mempertanyakan, dan Penilaian Autentik.
keamanan yang masih berada di dalam pikiran dan perasaan para prosais
termasuk dalam unsur tema. Pendapat, pandangan, dan harapan yang Langkah pokok ketiga adalah pemilihan peristiwa. Kegiatan
dimaksud kemudian diekspresikan melalui unsur alur, tokoh-penokohan, pembelajar adalah mengarahkan pebelajar melakukan kegiatan
latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa). menentukan salah satu peristiwa di antara sekian peristiwa yang pernah
dialaminya/dirasakannya, atau diketahuinya. Peristiwa yang dipilih adalah
2. Bentuk kehidupan seseorang dengan sudut penceritaan orang ketiga peristiwa yang paling mengesan. Peristiwa yang telah dipilihnya itu
kemudian dijadikan sebagai dasar cerpen yang hendak ditulisnya. Kegiatan
Kehidupan merupakan aktivitas yang dijalami oleh makhluk untuk hidup.
pebelajar adalah memilih peristiwa/ kejadian dari pengalaman yang paling
Kehidupan seseorang mengacu pada seseorang yang berusaha untuk hidup.
mengesankan. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan meliputi;
Perjalanan menjalani hidup tentu tidak semudah diucapkan, tetapi terdapat
Penemuan, Mempertanyakan, Konstruktivistik, dan Penilaian Autentik.
lika-liku yang sulit untuk ditebak. Adakalanya seseorang itu memperoleh
hidup yang nyama, tenang tentram, dan bahagia. Namun di waktu yang Langkah pokok keempat adalah penyusunan urutan peristiwa.
berbeda danatau bersamaan adakalanya seseorang tersebut mem­per­ Kegiatan pembelajar adalah membimbing pebelajar menyusun urutan
oleh kondisi yang sebaliknya, misalnya sedih, tidak tenang, tidak nyama. peristiwa yang pernah dialaminya/dirasakannya, atau diketahuinya. Urutan
peristiwanya disusun secara garis besar, tidak rinci dan mendetil. Kegiatan
Sehubungan dengan pembelajaran menulis cerpen, kehidupan yang
pebelajar adalah menyusun urutan peristiwa/ kejadian dari pengalaman
dirasakan atau dijalani oleh seseorang sebenarnya sama jug akehidupan
yang paling mengesankan. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan
yang ada dalam sebuah cerpen. Sebab, pada dasarnya cerpen yang ditulis
meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Refleksi, Mempertanyakan, dan
oleh seseorang itu sebenarnya membuat kehidupan yang imajinatif dalam
Penilaian Autentik.
sebauh cerita yang disusunnya. Dengan demikian, bentuk kehidupan
seseorang yang ada dalam dunia nyata dapat dijadikan sebuah pijakan atau Langkah pokok kelima adalah perangkaian peristiwa fiktif. Kegiatan
“sumber inspirasi” dalam menulis cerpen. pembelajar adalah membimbing pebelajar untuk merangkai peristiwa nyata

166 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 167
dengan peristiwa fiktif. Kegiatan pebelajar adalah merangkai peristiwa/
PRINSIP
kejadian fiktif berdasarkan pada pengalaman yang paling mengesankan. NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
Pebelajar dapat mengurangi, menambah, ataupun mengubah urutan KONTEKSTUAL
peristiwa yang telah disusunnya pada tahap ketiga dengan peristiwa
b. Apersepsi
yang diinginkannya. Pebelajar dapat menambah atau mengubah seluruh
- Pebelajar membaca model cerpen yang
unsur cerita sesuai dengan yang diinginkannya (:diangankannya). Cara
disediakan
penulisannya: susunan peristiwa ubahan (peristiwa fiktif ) diletakkan
- Pembelajar membantu pebelajar
di samping atau di bawah urutan peristiwa nyata. Prinsip pendekatan meru­muskan dan mengemukakan
kontekstual yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, tentang pengertian dan unsur pem­ba­
Mempertanyakan, Refleksi, dan Penilaian Autentik. ngun cerpen melalui kegiatan tanya
Langkah pokok keenam adalah penyusunan cerpen. Kegiatan jawab dari model cerpen yang telah
pebelajar adalah membimbing pebelajar untuk menuliskan peristiwa dibaca
yang telah ditambah dan/atau yang telah diubah (peristiwa fiktif), yang - Pembelajar membimbing pebelajar
mencari unsur-unsur pembangun
telah ditulis pada tahap keempat ke dalam format cerpen. Pada langkah
model cerpen yang telah dibaca
ini pengajar mengingatkan pebelajar untuk harus memperhatikan hakikat,
- Pebelajar menyampaikan temuannya
ciri-ciri, dan unsur-unsur cerpen sebagai prosa fiksi. Hasilnya adalah
tentang unsur-unsur pembangun
sebuah cerpen yang berdasar pada pengalaman nyata penulisnya. Kegiatan cerpen berdasarkan model cerpen
pebelajar adalah menyusun cerpen fiksi. Prinsip pendekatan kontekstual yang telah dibaca
yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Mempertanyakan, - Pembelajar membimbing pebelajar
Refleksi, dan Penilaian Autentik. mengemukakan jenis/bentuk ke­
Langkah pokok ketujuh adalah revisi dan penjadian cerpen. Kegiatan hidup­an seseorang dengan sudut
pembelajar adalah membimbing pebelajar untuk membaca kembali cerpen penceritaan orang ketiga yang
yang ditulisnya. Apabila ada hal-hal yang perlu diperbaiki, pebelajar diketahui (dibaca, didengar, atau
dilihat)
disarankan untuk memperbaikinya. Bahkan, apabila pebelajar merasa
- Pembelajar membimbing pebelajar
perlu merombaknya, maka pembelajar membolehkan pebelajar untuk
untuk merumuskan pengertian
melakukan perombakan cerpennya. Setelah pebelajar merevisi cerpennya, dan mengklasifikasikan kehidupan
pebelajar membimbing pebelajar untuk menulis kembali cerpen yang seseorang tersebut menurut jenis/
telah direvisinya. Jika pebelajar telah melaksanakannya berarti dia telah bentuknya
menghasilkan satu cerpen yang berbasis pada pengalamannya. Kegiatan - Pembelajar membimbing dan men­
pebelajar adalah merevisi dan finalisasi cerpen. Prinsip pendekatan jelas­kan pebelajar mengenai tahapan
kontekstual yang digunakan meliputi; Refleksi, Mempertanyakan, menulis cerpen
Konstruktivistik, Penemuan, dan Penilaian Autentik. - Pembelajar memberi penguatan aspek
teoretik cerpen, kehidupan seseorang
F. Skenario Pembelajaran dengan sudut penceritaan orang
ketiga, dan menulis cerpen
PRINSIP 2. Inti 150’
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
KONTEKSTUAL a. Pengarahan pengingatan peristiwa 1. Refleksi
- Pembelajar membimbing pebelajar 2. Penemuan
1 Pendahuluan 15’ mengingat (mencari) peristiwa/ 3. Mempertanyakan
a. Pembelajar menyampaikan materi dan 1. Pemodelan kejadian yang dapat dikategorikan 4. Penilaian
tujuan pembelajaran materi yang akan 2. Mempertanyakan dalam kejadi­an kehidupan seseorang Autentik
dipelajari 3. Penilaian dengan sudut penceritaan orang ketiga
Autentik

168 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 169
PRINSIP PRINSIP
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
KONTEKSTUAL KONTEKSTUAL

b. Pengarahan pemilihan peristiwa 1. Penemuan - Pembelajar membimbing pebelajar


- Pembelajar memberikan bimbingan 2. Mempertanyakan untuk melihat kembali deskripsi
kepada pebelajar untuk memilih 3. Konstruktivistik masing-masing peristiwa/ kejadian,
peristiwa/ kejadian kehidupan 4. Penilaian baik dari peristiwa/ kejadian dari
seseorang dengan sudut penceritaan Autentik ke­hidup­an seseorang dengan sudut
orang ketiga yang diketahui (dibaca, penceritaan orang ketiga yang dike­
didengar, atau dilihat) dan paling tahui (dibaca, didengar, atau dilihat)
mengesankan atau yang mirip
- Pembelajar membimbing pebelajar
c. Pembimbingan penyusunan urutan 1. Konstruktivistik
untuk membandingkan peristiwa/
peristiwa 2. Penemuan
kejadian dari kehidupan seseorang
- Pembelajar membimbing pebelajar 3. Refleksi
dengan sudut penceritaan orang ketiga
untuk mendeskripsi peristiwa/ 4. Mempertanyakan
yang diketahui (dibaca, didengar, atau
kejadian dari kehidupan seseorang 5. Penilaian
di­lihat) dan yang paling mengesankan
dengan sudut penceritaan orang Autentik
dengan peristiwa/ kejadian lain yang
ketiga yang telah dipilih sesuai urutan
mirip
peristiwanya
- Pembelajar membimbing pebelajar
d. Pembimbingan perangkaian peristiwa 1. Konstruktivistik untuk memadukan peristiwa/ kejadian
fiktif 2. Penemuan dari kehidupan seseorang dengan sudut
- Pembelajar membimbing pebelajar 3. Mempertanyakan penceritaan orang ketiga yang dike­
untuk mengingat (mencari) peristiwa/ 4. Refleksi tahui (dibaca, didengar, atau di­lihat)
kejadian lain yang mirip (cerita 5. Penilaian dan yang paling mengesankan dengan
imajinatif yang diidealkan) dengan Autentik peristiwa/ kejadian lain yang mirip
peristiwa/ kejadian dari kehidupan - Pembelajar membimbing pebelajar
seseorang dengan sudut penceritaan untuk membuat konsep kejadian/
orang ketiga yang diketahui (dibaca, peristiwa yang diidealkan melalui
didengar, atau dilihat) dan paling perpaduan peristiwa/ kejadian dari
mengesankan kehidupan seseorang dengan sudut
- Pembelajar membimbing pebelajar penceritaan orang ketiga yang di­ke­
untuk memilih peristiwa/ kejadian tahui (dibaca, didengar, atau dilihat)
lain yang mirip dengan peristiwa/ dan yang paling mengesankan dengan
kejadian dari kehidupan seseorang peristiwa/ kejadian lain yang mirip
dengan sudut penceritaan orang ketiga
e. Pembimbingan penyusunan cerpen 1. Konstruktivistik
yang diketahui (dibaca, didengar, atau
- Pembelajar membimbing pebelajar 2. Penemuan
dilihat) dan yang paling mengesankan
untuk mendeskripsi peristiwa/ ke­ 3. Mempertanyakan
- Pembelajar membimbing pebelajar
jadian dari kondisi ideal yang di­harap­ 4. Refleksi
untuk mendeskripsi peristiwa/
kan berdasarkan pada perpaduan 5. Penilaian
kejadian lain yang mirip dengan
peristiwa/ kejadian dari kehidupan Autentik
peristiwa/ kejadian dari kehidupan
seseorang dengan sudut penceritaan
seseorang dengan sudut penceritaan
orang ketiga yang diketahui (dibaca,
orang ketiga yang diketahui (dibaca,
didengar, atau dilihat) dan yang paling
didengar, atau dilihat) dan yang paling
mengesankan dan peristiwa/ kejadian
mengesankan
lain yang mirip

170 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 171
- Buku LKS
PRINSIP
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU - Sumber lain yang relevan
KONTEKSTUAL
I. Penilaian
- Pembelajar membimbing pebelajar
Jenis Tagihan: tugas individu
untuk menulis cerpen berdasarkan
Bentuk Instrumen: lembar penilaian
peristiwa/ kejadian dari kondisi ideal
1. Penilaian proses:Jurnal, Observasi, Rubrik
yang telah dideskripsikan
2. Penilaian hasil: portofolio
f. Pembimbingan revisi dan penjadian 1. Refleksi
cerpen 2. Mempertanyakan
- Pembelajar membimbing pebelajar 3. Konstruktivistik
untuk membaca berulang-ulang 4. Penemuan
cerpen yang ditulis untuk membuat isi 5. Penilaian
cerpen sesuai dengan keinginan Autentik
- Pembelajar membimbing
pebelajar untuk memperhalus dan
mengembangkan lebih luas cerpen
yang dihasilkan (melakukan revisi)
bila diperlukan

3. Penutup 15’

a. Pembelajar menyampaikan hasil 1. Refleksi


evaluasi cerpen 2. Penilaian
b. Pembelajar memberikan komentar dan Autentik
saran
c. Pembelajar membantu pebelajar untuk
menyimpulkan dan mengukuhkan
konsep dalam menulis cerpen
d. Pembelajar memberikan motivasi untuk
mengembangkan kemampuan dalam
menulis cerpen
e. Pembelajar membimbing pebelajar
untuk mempublikasikan hasil cerpen
terbaik (di Mading sekolah, Majalah
Sekolah, surat kabar dll)

G. Metode Pembelajaran
Ceramah, Tanya Jawab, Demonstrasi, Penugasan (Pemberian Tugas),
Proyek, Penyelesaian Masalah (Problem Solving), Pengamatan
(Observasi)

H. Media/Sumber Pembelajaran
- Buku kumpulan cerpen
- Buku Bahasa dan Sastra Indonesia SMA XI terbitan Pemko
Semarang

172 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 173
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN dituangkan di dalam cerita. Tema pada hakikatnya merupakan makna
yang dikandung cerita, atau makna cerita. Alur atau plot adalah urutan
Mata Pelajaran : Sastra kejadian yang menunjukan hubungan sebab-akibat, peristiwa yang satu
Kelas/ Semester : XI/ 2 menyebabkan atau disebabkan peristiwa yang lain. Tokoh cerita adalah
Pertemuan ke : 1 dan 2 orang (orang-orang) yang ditampilkan dalam sebuah prosa yang oleh
Alokasi Waktu : 4 x 45 menit pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu
seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
A. Standar Kompetensi tindakan. Penokohan adalah teknik menampilkan tokoh dalam cerita, dan
9. Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman hasilnya berupa sifat atau watak atau karakter tokoh. Latar adalah tempat,
dalam kegiatan produksi dan transformasikan bentuk karya sastra waktu, dan keadaan sosial terjadinya peristiwa di dalam prosa. Sudut
pandang adalah cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai
B. Kompetensi Dasar sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa
9.1. Mengarang cerpen berdasarkan realitas sosial yang membentuk cerita dalam sebuah prosa. Pusat pengisahan menyaran
pada pusat atau titik yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan
C. Indikator Keberhasilan kisah dalam sebuah prosa. Gaya adalah cara khas pengarang. Macam tema
• Pebelajar dapat merumuskan dan mengemukakan aspek teori yang dipilih, cara meninjau persoalan, cara menuangkannya dalam cerita
tentang cerpen, realitas sosial, dan menulis cerpen adalah wilayah dari gaya yang diwujudkan melalui bahasa.
• Pebelajar dapat menentukan topik yang berhubungan dengan Tema terekspresikan melalui unsur alur, tokoh-penokohan, latar, pusat
realitas sosial untuk menulis cerita pendek pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa). Pandangan, pendapat, dan
• Pebelajar dapat menulis kerangka cerita pendek dengan harapan para prosais dari bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayan, dan
memperhatikan pelaku, peristiwa, latar, dan seterusnya keamanan yang masih berada di dalam pikiran dan perasaan para prosais
• Pebelajar dapat mengembangkan kerangka yang telah dibuat termasuk dalam unsur tema. Pendapat, pandangan, dan harapan yang
dalam bentuk cerpen (pelaku, peristiwa, latar, sudut pandang) dimaksud kemudian diekspresikan melalui unsur alur, tokoh-penokohan,
dengan memperhatikan pilihan kata, tanda baca, dan ejaan. latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa).

D. Tujuan Pembelajaran 2. Realitas sosial


Pebelajar dapat menulis cerpen berdasarkan realitas sosial
Realitas sosial merupakan kenyataan yang berhubungan dengan bidang
sosial. Umumnya, realitas sosial yang menarik untuk diperbincangkan
E. Materi Pembelajaran
adalah masalah sosial. Sehubungan dengan itu, permasalahan yang terjadi
dalam dunia sekeliling pebelajar dapat menjadikan sumber inspirasi
1. Teori cerpen
menulis cerpen.
Cerita pendek adalah salah satu jenis prosa fiksi, selain novelet, novel,
Bentuk-bentuk yang dapat dijadikan sebagai tema besar menulis
dan roman. Cerpen adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang
cerpen, di antaranya, banjir, tanah longsor, pemerkosaan, pembunuhan,
dimaksudkan memberikan kesan tunggal yang dominan, memusatkan diri
banjir dan lain-lainya. Bentuk permasalahan tersebut dijadikan sebagai
pada satu tokoh dalam satu situasi pada satu ketika, dan memperlihatkan
kerangka yang realitis mengembangkan daya rekan pebelajar untuk
kepaduan. Cerita pendek yang efektif terdiri dari tokoh atau sekelompok
dijadikan sebagai tulisan yang berbentuk cerpen.
tokoh yang ditampilkan pada satu latar atau latar belakang dan lewat
lakuan lahir atau batin terlibat dalam satu situasi. Tikaian dramatik, yaitu
3. Menulis cerpen
perbenturan antara kekuatan yang berlawanan, merupakan inti cerita
pendek. Langkah pokok, kegiatan pembelajar, kegiatan pebelajar, dan prinsip
yang digunakan dalam proses pembelajaran menulis cerpen yang berbasis
Unsur-unsur cerita pendek meliputi tema (dan amanat), alur, tokoh-
pada pengalaman dengan menggunakan pendekatan kontekstual adalah
penokohan, latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa).
sebagai berikut.
Tema adalah subjek wacana, topik umum, atau masalah utama yang

174 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 175
Langkah pokok pertama adalah apersepsi. Langkah ini diwujudkan penulisannya: susunan peristiwa ubahan (peristiwa fiktif ) diletakkan
oleh pembelajar menyampaikan teori tentang cerpen, pengalaman, di samping atau di bawah urutan peristiwa nyata. Prinsip pendekatan
dan proses menulis cerpen kepada pebelajar. Kegiatan yang dilakukan kontekstual yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan,
pebelajar diperlihatkan dengan mengikuti penjelasan teoretis mengenai Mempertanyakan, Refleksi, dan Penilaian Autentik.
cerpen (: pengertian dan unsur pembangun), pengalaman, dan menulis Langkah pokok keenam adalah penyusunan cerpen. Kegiatan
cerpen. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan dalam proses pebelajar adalah membimbing pebelajar untuk menuliskan peristiwa
pembelajarannya meliputi; Pemodelan, Mempertanyakan, dan Penilaian yang telah ditambah dan/atau yang telah diubah (peristiwa fiktif), yang
Autentik. telah ditulis pada tahap keempat ke dalam format cerpen. Pada langkah
Langkah pokok kedua adalah pengingatan peristiwa. Kegiatan ini pengajar mengingatkan pebelajar untuk harus memperhatikan hakikat,
pembelajar adalah kegiatan mengarahkan pebelajar untuk mengingat-ingat ciri-ciri, dan unsur-unsur cerpen sebagai prosa fiksi. Hasilnya adalah
peristiwa-peristiwa yang pernah dialami/dirasakannya, atau peristiwa- sebuah cerpen yang berdasar pada pengalaman nyata penulisnya. Kegiatan
peristiwa yang diketahuinya, dalam pengertian peristiwa dimaksud tidak pebelajar adalah menyusun cerpen fiksi. Prinsip pendekatan kontekstual
dialaminya/dirasakannya tetapi diketahuinya. Peristiwa di sini dapat yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Mempertanyakan,
berupa peristiwa fisik maupun peristiwa non-fisik (batin, pemikiran, Refleksi, dan Penilaian Autentik.
perasaan, dsb). Kegiatan pebelajar diwujudkan dengan mengingat (mencari) Langkah pokok ketujuh adalah revisi dan penjadian cerpen. Kegiatan
peristiwa/ kejadian dari pengalaman yang paling mengesankan. Prinsip pembelajar adalah membimbing pebelajar untuk membaca kembali cerpen
pendekatan kontekstual yang digunakan meliputi; Refleksi, Penemuan, yang ditulisnya. Apabila ada hal-hal yang perlu diperbaiki, pebelajar
Mempertanyakan, dan Penilaian Autentik. disarankan untuk memperbaikinya. Bahkan, apabila pebelajar merasa
Langkah pokok ketiga adalah pemilihan peristiwa. Kegiatan perlu merombaknya, maka pembelajar membolehkan pebelajar untuk
pembelajar adalah mengarahkan pebelajar melakukan kegiatan menentu­ melakukan perombakan cerpennya. Setelah pebelajar merevisi cerpennya,
kan salah satu peristiwa di antara sekian peristiwa yang pernah dialaminya/ pebelajar membimbing pebelajar untuk menulis kembali cerpen yang
dirasakannya, atau diketahuinya. Peristiwa yang dipilih adalah peristiwa telah direvisinya. Jika pebelajar telah melaksanakannya berarti dia telah
yang paling mengesan. Peristiwa yang telah dipilihnya itu kemudian menghasilkan satu cerpen yang berbasis pada pengalamannya. Kegiatan
dijadikan sebagai dasar cerpen yang hendak ditulisnya. Kegiatan pebelajar pebelajar adalah merevisi dan finalisasi cerpen. Prinsip pendekatan
adalah memilih peristiwa/kejadian dari pengalaman yang paling kontekstual yang digunakan meliputi; Refleksi, Mempertanyakan,
mengesankan. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, dan Penilaian Autentik.
Penemuan, Mempertanyakan, Konstruktivistik, dan Penilaian Autentik.
Langkah pokok keempat adalah penyusunan urutan peristiwa. F. Skenario Pembelajaran
Kegiatan pembelajar adalah membimbing pebelajar menyusun urutan
PRINSIP
peristiwa yang pernah dialaminya/dirasakannya, atau diketahuinya. Urutan
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
peristiwanya disusun secara garis besar, tidak rinci dan mendetil. Kegiatan KONTEKSTUAL
pebelajar adalah menyusun urutan peristiwa/ kejadian dari pengalaman
yang paling mengesankan. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan 1 Pendahuluan 15’
meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Refleksi, Mempertanyakan, dan a. Pembelajar menyampaikan materi dan 1. Pemodelan
Penilaian Autentik. tujuan pembelajaran materi yang akan 2. Mempertanyakan
Langkah pokok kelima adalah perangkaian peristiwa fiktif. Kegiatan dipelajari 3. Penilaian Autentik
pembelajar adalah membimbing pebelajar untuk merangkai peristiwa nyata b. Apersepsi
- Pebelajar membaca model cerpen yang
dengan peristiwa fiktif. Kegiatan pebelajar adalah merangkai peristiwa/
disediakan
kejadian fiktif berdasarkan pada pengalaman yang paling mengesankan.
- Pembelajar membantu pebelajar me­
Pebelajar dapat mengurangi, menambah, ataupun mengubah urutan rumus­kan dan mengemukakan tentang
peristiwa yang telah disusunnya pada tahap ketiga dengan peristiwa pengertian dan unsur pembangun
yang diinginkannya. Pebelajar dapat menambah atau mengubah seluruh cerpen melalui kegiatan tanya jawab
unsur cerita sesuai dengan yang diinginkannya (:diangankannya). Cara dari model cerpen yang telah dibaca

176 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 177
PRINSIP PRINSIP
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
KONTEKSTUAL KONTEKSTUAL

- Pembelajar membimbing pebelajar d. Pembimbingan perangkaian peristiwa 1. Konstruktivistik


mencari unsur-unsur pembangun fiktif 2. Penemuan
model cerpen yang telah dibaca - Pembelajar membimbing pebelajar 3. Mempertanyakan
- Pebelajar menyampaikan temuannya untuk mengingat (mencari) peristiwa/ 4. Refleksi
tentang unsur-unsur pembangun kejadian lain yang mirip (cerita 5. Penilaian Autentik
cerpen berdasarkan model cerpen yang imajinatif yang diidealkan) dengan
telah dibaca peristiwa/ kejadian dari realitas sosial
- Pembelajar membimbing pebelajar yang paling mengesankan
mengemukakan jenis/bentuk realitas - Pembelajar membimbing pebelajar
sosial yang diketahui (dilihat, dibaca, untuk memilih peristiwa/ kejadian
atau didengar) lain yang mirip dengan peristiwa/
- Pembelajar membimbing pebelajar kejadian dari realitas sosial yang paling
untuk merumuskan pengertian realitas mengesankan
sosial dan mengklasifikasikan menurut - Pembelajar membimbing pebelajar
jenis/bentuknya untuk mendeskripsi peristiwa/ kejadian
- Pembelajar membimbing dan menjelas­ lain yang mirip dengan peristiwa/
kan pebelajar mengenai tahapan kejadian dari realitas sosial yang paling
menulis cerpen mengesankan
- Pembelajar memberi penguatan aspek - Pembelajar membimbing pebelajar
teoretik cerpen, realitas sosial, dan untuk melihat kembali deskripsi
menulis cerpen masing-masing peristiwa/ kejadian,
baik dari peristiwa/ kejadian dari
2. Inti 150’
realitas sosial atau yang mirip
a. Pengarahan pengingatan peristiwa 1. Refleksi - Pembelajar membimbing pebelajar
- Pembelajar membimbing pebelajar 2. Penemuan untuk membandingkan peristiwa/
mengingat (mencari) peristiwa/ kejadi­ 3. Mempertanyakan kejadian dari realitas sosial yang paling
an yang dapat dikategorikan dalam 4. Penilaian Autentik mengesankan dan peristiwa/ kejadian
realitas sosial lain yang mirip dengan peristiwa/
kejadian dari realitas sosial yang paling
b. Pengarahan pemilihan peristiwa 1. Penemuan
mengesankan
- Pembelajar memberikan bimbingan 2. Mempertanyakan
- Pembelajar membimbing pebelajar
kepada pebelajar untuk memilih peris­ 3. Konstruktivistik
untuk memadukan peristiwa/ kejadian
tiwa/ kejadian dari realitas sosial yang 4. Penilaian Autentik
dari realitas sosial yang paling
diketahui (dilihat, dibaca, atau didengar)
mengesankan dan peristiwa/ kejadian
c. Pembimbingan penyusunan urutan 1. Konstruktivistik lain yang mirip dengan peristiwa/
peristiwa 2. Penemuan kejadian dari realitas sosial yang paling
- Pembelajar membimbing pebelajar 3. Refleksi mengesankan
untuk mendeskripsi peristiwa/ ke­jadi­ 4. Mempertanyakan - Pembelajar membimbing pebelajar
an dari realitas sosial yang di­ke­tahui 5. Penilaian Autentik untuk membuat konsep kejadian/
(dilihat, dibaca, atau di­dengar) yang telah peristiwa yang diidealkan melalui
dipilih (realitas sosial yang diketahui dan perpaduan peristiwa/ kejadian dari
yang paling mengesankan) sesuai urutan realitas sosial yang paling mengesankan
peris­tiwanya dan peristiwa/ kejadian lain yang mirip

178 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 179
G. Metode Pembelajaran
PRINSIP
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU Ceramah, Tanya Jawab, Demonstrasi, Penugasan (Pemberian Tugas),
KONTEKSTUAL Proyek, Penyelesaian Masalah (Problem Solving), Pengamatan
(Observasi)
e. Pembimbingan penyusunan cerpen 1. Konstruktivistik
- Pembelajar membimbing pebelajar 2. Penemuan
H. Media/Sumber Pembelajaran
untuk mendeskripsi peristiwa/ kejadian 3. Mempertanyakan
- Buku kumpulan cerpen
dari kondisi ideal yang diharapkan 4. Refleksi
berdasarkan pada perpaduan peristiwa/ 5. Penilaian Autentik - Buku Bahasa dan Sastra Indonesia SMA XI terbitan Pemko
kejadian dari realitas sosial yang paling Semarang
mengesankan dan peristiwa/ kejadian - Buku LKS
lain yang mirip - Sumber lain yang relevan
- Pembelajar membimbing pebelajar
untuk menulis cerpen berdasarkan I. Penilaian
peristiwa/ kejadian dari kondisi ideal Jenis Tagihan: tugas individu
yang telah dideskripsikan Bentuk Instrumen: lembar penilaian
f. Pembimbingan revisi dan penjadian 1. Refleksi 1. Penilaian proses:Jurnal, Observasi, Rubrik
cerpen 2. Mempertanyakan 2. Penilaian hasil: portofolio
- Pembelajar membimbing pebelajar 3. Kontruktivitik
untuk membaca berulang-ulang cerpen 4. Penemuan
yang ditulis untuk membuat isi cerpen 5. Penilaian Autentik
sesuai dengan keinginan
- Pembelajar membimbing
pebelajar untuk memperhalus dan
mengembangkan lebih luas cerpen
yang dihasilkan (melakukan revisi) bila
diperlukan

3. Penutup 15’

a.Pembelajar menyampaikan hasil evaluasi 1. Refleksi


cerpen 2. Penilaian Autentik
b.Pembelajar memberikan komentar dan
saran
c.Pembelajar membantu pebelajar untuk
menyimpulkan dan mengukuhkan
konsep dalam menulis cerpen
d.Pembelajar memberikan motivasi untuk
mengembangkan kemampuan dalam
menulis cerpen
e.Pembelajar membimbing pebelajar untuk
mempublikasikan hasil cerpen terbaik (di
Mading sekolah, majalah sekolah, surat
kabar dll)

180 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 181
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Unsur-unsur cerita pendek meliputi tema (dan amanat), alur, tokoh-
penokohan, latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa).
Mata Pelajaran : Sastra Tema adalah subjek wacana, topik umum, atau masalah utama yang
Kelas/ Semester : XI/ 2 dituangkan di dalam cerita. Tema pada hakikatnya merupakan makna
Pertemuan ke : 1 dan 2 yang dikandung cerita, atau makna cerita. Alur atau plot adalah urutan
Alokasi Waktu : 4 x 45 menit kejadian yang menunjukan hubungan sebab-akibat, peristiwa yang satu
menyebabkan atau disebabkan peristiwa yang lain. Tokoh cerita adalah
orang (orang-orang) yang ditampilkan dalam sebuah prosa yang oleh
A. Standar Kompetensi pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu
9. Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
dalam kegiatan produksi dan transformasikan bentuk karya sastra tindakan. Penokohan adalah teknik menampilkan tokoh dalam cerita, dan
hasilnya berupa sifat atau watak atau karakter tokoh. Latar adalah tempat,
B. Kompetensi Dasar waktu, dan keadaan sosial terjadinya peristiwa di dalam prosa. Sudut
9.3 Menggubah penggalan hikayat ke dalam cerpen pandang adalah cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai
sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa
C. Indikator yang membentuk cerita dalam sebuah prosa. Pusat pengisahan menyaran
• Pebelajar dapat merumuskan dan mengemukakan aspek teori pada pusat atau titik yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan
tentang cerpen, hikayat, dan menulis cerpen kisah dalam sebuah prosa. Gaya adalah cara khas pengarang. Macam tema
• Pebelajar dapat menentukan topik yang berhubungan dengan isi yang dipilih, cara meninjau persoalan, cara menuangkannya dalam cerita
hikayat untuk menulis cerita pendek adalah wilayah dari gaya yang diwujudkan melalui bahasa.
• Pebelajar dapat menulis kerangka cerita pendek dengan Tema terekspresikan melalui unsur alur, tokoh-penokohan, latar, pusat
memperhatikan pelaku, peristiwa, latar, dan seterusnya pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa). Pandangan, pendapat, dan
• Pebelajar dapat mengembangkan kerangka yang telah dibuat harapan para prosais dari bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayan, dan
dalam bentuk cerpen (pelaku, peristiwa, latar, sudut pandang) keamanan yang masih berada di dalam pikiran dan perasaan para prosais
dengan memperhatikan pilihan kata, tanda baca, dan ejaan. termasuk dalam unsur tema. Pendapat, pandangan, dan harapan yang
dimaksud kemudian diekspresikan melalui unsur alur, tokoh-penokohan,
D. Tujuan Pembelajaran latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa).
Pebelajar dapat menulis cerpen berdasarkan penggubahan penggalan
hikayat
2. Hikayat
E. Materi Pembelajaran Hikayat merupakan sebuah kata yang berasal dari bahasa Arab yakni
khikayatun ’cerita’. Istilah ini kali pertama masuk ke Indonesia ketika agama
1. Teori cerpen Islam masuk melalui Samudra Pasai yang berbahasa Melayu. Untuk itu,
hikayat cenderung mengarah pada cerita-cerita yang dipengarhui oleh
Cerita pendek adalah salah satu jenis prosa fiksi, selain novelet, novel,
agama Islam. Dengan demikian, hikayat berisi cerita-cerita. Umumnya
dan roman. Cerpen adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang
hikayat ini masih menggunakan bahasa klise. Misalnya, hatta, maka, dan
dimaksudkan memberikan kesan tunggal yang dominan, memusatkan diri
seterusnya.
pada satu tokoh dalam satu situasi pada satu ketika, dan memperlihatkan
kepaduan. Cerita pendek yang efektif terdiri dari tokoh atau sekelompok Biasanya hikayat ini ditampilkan dengan bahasa yang masih asli
tokoh yang ditampilkan pada satu latar atau latar belakang dan lewat (bahasa melayu), sehingga melalui kegiatan menulis cerpen diharapkan
lakuan lahir atau batin terlibat dalam satu situasi. Tikaian dramatik, yaitu pebelajar memiliki pemahaman dan penguasaan isi hikayat. Melalui
perbenturan antara kekuatan yang berlawanan, merupakan inti cerita proses adaptasi kerangka peristiwa yang ada di hikayat, pebelajar dapat
pendek. mengembangkankan isi hikayat tersebut menjadi cerpen dengan bahasanya
sendiri.

182 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 183
3. Menulis cerpen dengan peristiwa fiktif. Kegiatan pebelajar adalah merangkai peristiwa/
Langkah pokok, kegiatan pembelajar, kegiatan pebelajar, dan prinsip kejadian fiktif berdasarkan pada pengalaman yang paling mengesankan.
yang digunakan dalam proses pembelajaran menulis cerpen yang berbasis Pebelajar dapat mengurangi, menambah, ataupun mengubah urutan
pada pengalaman dengan menggunakan pendekatan kontekstual adalah peristiwa yang telah disusunnya pada tahap ketiga dengan peristiwa
sebagai berikut. yang diinginkannya. Pebelajar dapat menambah atau mengubah seluruh
unsur cerita sesuai dengan yang diinginkannya (:diangankannya). Cara
Langkah pokok pertama adalah apersepsi. Langkah ini diwujudkan
penulisannya: susunan peristiwa ubahan (peristiwa fiktif ) diletakkan
oleh pembelajar menyampaikan teori tentang cerpen, pengalaman,
di samping atau di bawah urutan peristiwa nyata. Prinsip pendekatan
dan proses menulis cerpen kepada pebelajar. Kegiatan yang dilakukan
kontekstual yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan,
pebelajar diperlihatkan dengan mengikuti penjelasan teoretis mengenai
Mempertanyakan, Refleksi, dan Penilaian Autentik.
cerpen (: pengertian dan unsur pembangun), pengalaman, dan menulis
cerpen. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan dalam proses Langkah pokok keenam adalah penyusunan cerpen. Kegiatan
pembelajarannya meliputi; Pemodelan, Mempertanyakan, dan Penilaian pebelajar adalah membimbing pebelajar untuk menuliskan peristiwa
Autentik. yang telah ditambah dan/atau yang telah diubah (peristiwa fiktif), yang
telah ditulis pada tahap keempat ke dalam format cerpen. Pada langkah
Langkah pokok kedua adalah pengingatan peristiwa. Kegiatan
ini pengajar mengingatkan pebelajar untuk harus memperhatikan hakikat,
pembelajar adalah kegiatan mengarahkan pebelajar untuk mengingat-ingat
ciri-ciri, dan unsur-unsur cerpen sebagai prosa fiksi. Hasilnya adalah
peristiwa-peristiwa yang pernah dialami/dirasakannya, atau peristiwa-
sebuah cerpen yang berdasar pada pengalaman nyata penulisnya. Kegiatan
peristiwa yang diketahuinya, dalam pengertian peristiwa dimaksud tidak
pebelajar adalah menyusun cerpen fiksi. Prinsip pendekatan kontekstual
dialaminya/dirasakannya tetapi diketahuinya. Peristiwa di sini dapat
yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Mempertanyakan,
berupa peristiwa fisik maupun peristiwa non-fisik (batin, pemikiran,
Refleksi, dan Penilaian Autentik.
perasaan, dsb). Kegiatan pebelajar diwujudkan dengan mengingat (mencari)
peristiwa/ kejadian dari pengalaman yang paling mengesankan. Prinsip Langkah pokok ketujuh adalah revisi dan penjadian cerpen. Kegiatan
pendekatan kontekstual yang digunakan meliputi; Refleksi, Penemuan, pembelajar adalah membimbing pebelajar untuk membaca kembali cerpen
Mempertanyakan, dan Penilaian Autentik. yang ditulisnya. Apabila ada hal-hal yang perlu diperbaiki, pebelajar
disarankan untuk memperbaikinya. Bahkan, apabila pebelajar merasa
Langkah pokok ketiga adalah pemilihan peristiwa. Kegiatan
perlu merombaknya, maka pembelajar membolehkan pebelajar untuk
pembelajar adalah mengarahkan pebelajar melakukan kegiatan
melakukan perombakan cerpennya. Setelah pebelajar merevisi cerpennya,
menentukan salah satu peristiwa di antara sekian peristiwa yang pernah
pebelajar membimbing pebelajar untuk menulis kembali cerpen yang
dialaminya/dirasakannya, atau diketahuinya. Peristiwa yang dipilih adalah
telah direvisinya. Jika pebelajar telah melaksanakannya berarti dia telah
peristiwa yang paling mengesan. Peristiwa yang telah dipilihnya itu
menghasilkan satu cerpen yang berbasis pada pengalamannya. Kegiatan
kemudian dijadikan sebagai dasar cerpen yang hendak ditulisnya. Kegiatan
pebelajar adalah merevisi dan finalisasi cerpen. Prinsip pendekatan
pebelajar adalah memilih peristiwa/ kejadian dari pengalaman yang paling
kontekstual yang digunakan meliputi; Refleksi, Mempertanyakan,
mengesankan. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan meliputi;
Konstruktivistik, Penemuan, dan Penilaian Autentik.
Penemuan, Mempertanyakan, Konstruktivistik, dan Penilaian Autentik.
Langkah pokok keempat adalah penyusunan urutan peristiwa. F. Skenario Pembelajaran
Kegiatan pembelajar adalah membimbing pebelajar menyusun urutan
peristiwa yang pernah dialaminya/dirasakannya, atau diketahuinya. Urutan PRINSIP
peristiwanya disusun secara garis besar, tidak rinci dan mendetil. Kegiatan NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
pebelajar adalah menyusun urutan peristiwa/ kejadian dari pengalaman KONTEKSTUAL
yang paling mengesankan. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan
1 Pendahuluan 15’
meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Refleksi, Mempertanyakan, dan
Penilaian Autentik. a. Pembelajar menyampaikan materi dan 1. Pemodelan
tujuan pembelajaran materi yang akan 2. Mempertanyakan
Langkah pokok kelima adalah perangkaian peristiwa fiktif. Kegiatan
dipelajari 3. Penilaian
pembelajar adalah membimbing pebelajar untuk merangkai peristiwa nyata
Autentik

184 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 185
PRINSIP PRINSIP
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
KONTEKSTUAL KONTEKSTUAL

b. Apersepsi c. Pembimbingan penyusunan urutan 1. Konstruktivistik


- Pebelajar membaca model cerpen yang peristiwa 2. Penemuan
disediakan - Pembelajar membimbing pebelajar 3. Refleksi
- Pembelajar membantu pebelajar untuk mendeskripsi peristiwa/ kejadian 4. Mempertanyakan
merumuskan dan mengemukakan dari pengalaman pribadi yang telah 5. Penilaian
tentang pengertian dan unsur pem­ dipilih (pengalaman pribadi yang Autentik
bangun cerpen melalui kegiatan tanya paling mengesankan) sesuai urutan
jawab dari model cerpen yang telah peristiwanya
dibaca
d. Pembimbingan perangkaian peristiwa 1. Konstruktivistik
- Pembelajar membimbing pebelajar
fiktif 2. Penemuan
mencari unsur-unsur pembangun
- Pembelajar membimbing pebelajar 3. Mempertanyakan
model cerpen yang telah dibaca
untuk mengingat (mencari) peristiwa/ 4. Refleksi
- Pebelajar menyampaikan temuannya
kejadian lain yang mirip (cerita imaji­ 5. Penilaian
tentang unsur-unsur pembangun cer­
natif yang diidealkan) dengan peristiwa/ Autentik
pen berdasarkan model cerpen yang
kejadian dari pengalaman pribadi yang
telah dibaca
paling mengesankan
- Pembelajar membimbing pebelajar
- Pembelajar membimbing pebelajar
mengemukakan jenis/bentuk penga­
untuk memilih peristiwa/ kejadian lain
lam­an pribadi yang pernah dialami
yang mirip dengan peristiwa/ kejadian
- Pembelajar membimbing pebelajar
dari pengalaman pribadi yang paling
untuk merumuskan penger­tian penga­
mengesankan
laman pribadi dan mengklasi­fikasikan
- Pembelajar membimbing pebelajar
pengalaman tersebut menurut jenis/
untuk mendeskripsi peristiwa/ kejadian
bentuknya
lain yang mirip dengan peristiwa/
- Pembelajar membimbing dan men­
keja­dian dari pengalaman pribadi yang
jelaskan pebelajar mengenai tahapan
paling mengesankan
menulis cerpen
- Pembelajar membimbing pebelajar
- Pembelajar memberi penguatan aspek
untuk melihat kembali deskripsi
teoretik cerpen, pengalaman pribadi,
masing-masing peristiwa/ kejadian,
dan menulis cerpen
baik dari peristiwa/ kejadian dari penga­
2. Inti 150’ laman pribadi atau yang mirip
- Pembelajar membimbing pebelajar
a. Pengarahan pengingatan peristiwa 1. Refleksi
untuk membandingkan peristiwa/
- Pembelajar membimbing pebelajar 2. Penemuan
keja­dian dari pengalaman pribadi yang
mengingat (mencari) peristiwa/ kejadian 3. Mempertanyakan
paling mengesankan dan peristiwa/
yang dapat dikategorikan dalam 4. Penilaian
keja­dian lain yang mirip dengan
pengalaman pribadi Autentik
peristiwa/ kejadian dari pengalaman
b. Pengarahan pemilihan peristiwa 1. Penemuan pribadi yang paling mengesankan
- Pembelajar memberikan bimbingan 2. Mempertanyakan - Pembelajar membimbing pebelajar
kepada pebelajar untuk memilih 3. Konstruktivistik untuk memadukan peristiwa/ kejadian
peristiwa/ kejadian dari pengalaman 4. Penilaian dari pengalaman pribadi yang paling
pribadi yang paling mengesankan Autentik mengesankan dan peristiwa/ kejadian
lain yang mirip dengan peristiwa/

186 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 187
PRINSIP PRINSIP
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
KONTEKSTUAL KONTEKSTUAL

kejadian dari pengalaman pribadi yang d.Pembelajar memberikan motivasi untuk


paling mengesankan mengembangkan kemampuan dalam
- Pembelajar membimbing pebelajar menulis cerpen
untuk membuat konsep kejadian/ e.Pembelajar membimbing pebelajar untuk
peristiwa yang diidealkan melalui mempublikasikan hasil cerpen terbaik (di
perpaduan peristiwa/ kejadian dari mading sekolah, majalah sekolah, surat
pengalaman pribadi yang paling kabar dll)
mengesankan dan peristiwa/ kejadian
lain yang mirip G. Metode Pembelajaran
e. Pembimbingan penyusunan cerpen 1. Konstruktivistik Ceramah, Tanya Jawab, Demonstrasi, Penugasan (Pemberian Tugas),
- Pembelajar membimbing pebelajar 2. Penemuan Proyek, Penyelesaian Masalah (Problem Solving), Pengamatan
untuk mendeskripsi peristiwa/ kejadian 3. Mempertanyakan (Observasi)
dari kondisi ideal yang diharapkan 4. Refleksi
berdasarkan pada perpaduan peristiwa/ 5. Penilaian H. Media/Sumber Pembelajaran
kejadian dari pengalaman pribadi yang Autentik - Hikayat
paling mengesankan dan peristiwa/
- Cerpen
kejadian lain yang mirip
- Buku kumpulan cerpen
- Pembelajar membimbing pebelajar
- Buku LKS
untuk menulis cerpen berdasarkan
peristiwa/ kejadian dari kondisi ideal - internet
yang telah dideskripsikan - Surat kabar
- Majalah
f. Pembimbingan revisi dan penjadian 1. Refleksi
- Sumber lain yang relevan
cerpen 2. Mempertanyakan
- Pembelajar membimbing pebelajar 3. Konstruktivistik
I. Penilaian
untuk membaca berulang-ulang cerpen 4. Penemuan
yang ditulis untuk membuat isi cerpen 5. Penilaian Jenis Tagihan: tugas individu
sesuai dengan keinginan Autentik Bentuk Instrumen: lembar penilaian
- Pembelajar membimbing 1. Penilaian proses:Jurnal, Observasi, Rubrik
pebelajar untuk memperhalus dan 2. Penilaian hasil: portofolio
mengembangkan lebih luas cerpen
yang dihasilkan (melakukan revisi) bila
diperlukan

3. Penutup 15’

a.Pembelajar menyampaikan hasil evaluasi 1. Refleksi


cerpen 2. Penilaian
b.Pembelajar memberikan komentar dan Autentik
saran
c.Pembelajar membantu pebelajar untuk
menyimpulkan dan mengukuhkan konsep
dalam menulis cerpen

188 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 189
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN penokohan, latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa).
Tema adalah subjek wacana, topik umum, atau masalah utama yang
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia dituangkan di dalam cerita. Tema pada hakikatnya merupakan makna
Kelas/ Semester : XII/ 1 yang dikandung cerita, atau makna cerita. Alur atau plot adalah urutan
Pertemuan ke : 1 dan 2 kejadian yang menunjukan hubungan sebab-akibat, peristiwa yang satu
Alokasi Waktu : 4 x 45 menit menyebabkan atau disebabkan peristiwa yang lain. Tokoh cerita adalah
orang (orang-orang) yang ditampilkan dalam sebuah prosa yang oleh
A. Standar Kompetensi pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu
8. Mengungkapkan pendapat, informasi, dan pengalaman dalam seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
bentuk resensi dan cerpen tindakan. Penokohan adalah teknik menampilkan tokoh dalam cerita, dan
hasilnya berupa sifat atau watak atau karakter tokoh. Latar adalah tempat,
B. Kompetensi Dasar waktu, dan keadaan sosial terjadinya peristiwa di dalam prosa. Sudut
8.2 Menulis cerpen berdasarkan kehidupan orang lain (pelaku, pandang adalah cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai
peristiwa, latar) sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa
yang membentuk cerita dalam sebuah prosa. Pusat pengisahan menyaran
C. Indikator Keberhasilan pada pusat atau titik yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan
• Pebelajar dapat merumuskan dan mengemukakan aspek teori kisah dalam sebuah prosa. Gaya adalah cara khas pengarang. Macam tema
tentang cerpen, kehidupan orang lain, dan menulis cerpen yang dipilih, cara meninjau persoalan, cara menuangkannya dalam cerita
• Pebelajar dapat menentukan topik yang berhubungan dengan isi adalah wilayah dari gaya yang diwujudkan melalui bahasa.
kehidupan orang lain untuk menulis cerita pendek Tema terekspresikan melalui unsur alur, tokoh-penokohan, latar, pusat
• Pebelajar dapat menulis kerangka cerita pendek dengan pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa). Pandangan, pendapat, dan
memperhatikan pelaku, peristiwa, latar, dan seterusnya harapan para prosais dari bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayan, dan
• Pebelajar dapat mengembangkan kerangka yang telah dibuat keamanan yang masih berada di dalam pikiran dan perasaan para prosais
dalam bentuk cerpen (pelaku, peristiwa, latar, sudut pandang) termasuk dalam unsur tema. Pendapat, pandangan, dan harapan yang
dengan memperhatikan pilihan kata, tanda baca, dan ejaan. dimaksud kemudian diekspresikan melalui unsur alur, tokoh-penokohan,
latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa).
D. Tujuan Pembelajaran
Pebelajar dapat menulis cerpen berdasarkan kehidupan orang lain 2. Kehidupan orang lain
(pelaku, peristiwa, latar)
Kehidupan merupakan aktivitas yang dijalami oleh makhluk untuk
hidup. Kehidupan seseorang mengacu pada seseorang yang berusaha
E. Materi Pembelajaran
untuk hidup. Perjalanan menjalani hidup tentu tidak semudah diucapkan,
tetapi terdapat lika-liku yang sulit untuk ditebak. Adakalanya seseorang itu
1. Teori cerpen
memperoleh hidup yang nyama, tenang tentram, dan bahagia. Namun di
Cerita pendek adalah salah satu jenis prosa fiksi, selain novelet, novel, waktu yang berbeda danatau bersamaan adakalanya seseorang atau orang
dan roman. Cerpen adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang lain tersebut memperoleh kondisi yang sebaliknya, misalnya sedih, tidak
dimaksudkan memberikan kesan tunggal yang dominan, memusatkan diri tenang, tidak nyama.
pada satu tokoh dalam satu situasi pada satu ketika, dan memperlihatkan
Sehubungan dengan pembelajaran menulis cerpen, kehidupan yang
kepaduan. Cerita pendek yang efektif terdiri dari tokoh atau sekelompok
dirasakan atau dijalani oleh seseorang sebenarnya sama juga kehidupan
tokoh yang ditampilkan pada satu latar atau latar belakang dan lewat
yang ada dalam sebuah cerpen. Sebab, pada dasarnya cerpen yang ditulis
lakuan lahir atau batin terlibat dalam satu situasi. Tikaian dramatik, yaitu
oleh seseorang itu sebenarnya membuat kehidupan yang imajinatif dalam
perbenturan antara kekuatan yang berlawanan, merupakan inti cerita
sebauh cerita yang disusunnya. Dengan demikian, bentuk kehidupan
pendek.
seseorang atau orang lain yang ada dalam dunia nyata dapat dijadikan
Unsur-unsur cerita pendek meliputi tema (dan amanat), alur, tokoh- sebuah pijakan atau «sumber inspirasi» dalam menulis cerpen.

190 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 191
3. Menulis cerpen dengan peristiwa fiktif. Kegiatan pebelajar adalah merangkai peristiwa/
Langkah pokok, kegiatan pembelajar, kegiatan pebelajar, dan prinsip kejadian fiktif berdasarkan pada pengalaman yang paling mengesankan.
yang digunakan dalam proses pembelajaran menulis cerpen yang berbasis Pebelajar dapat mengurangi, menambah, ataupun mengubah urutan
pada pengalaman dengan menggunakan pendekatan kontekstual adalah peristiwa yang telah disusunnya pada tahap ketiga dengan peristiwa
sebagai berikut. yang diinginkannya. Pebelajar dapat menambah atau mengubah seluruh
unsur cerita sesuai dengan yang diinginkannya (:diangankannya). Cara
Langkah pokok pertama adalah apersepsi. Langkah ini diwujudkan
penulisannya: susunan peristiwa ubahan (peristiwa fiktif ) diletakkan
oleh pembelajar menyampaikan teori tentang cerpen, pengalaman,
di samping atau di bawah urutan peristiwa nyata. Prinsip pendekatan
dan proses menulis cerpen kepada pebelajar. Kegiatan yang dilakukan
kontekstual yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan,
pebelajar diperlihatkan dengan mengikuti penjelasan teoretis mengenai
Mempertanyakan, Refleksi, dan Penilaian Autentik.
cerpen (: pengertian dan unsur pembangun), pengalaman, dan menulis
cerpen. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan dalam proses Langkah pokok keenam adalah penyusunan cerpen. Kegiatan
pembelajarannya meliputi; Pemodelan, Mempertanyakan, dan Penilaian pebelajar adalah membimbing pebelajar untuk menuliskan peristiwa
Autentik. yang telah ditambah dan/atau yang telah diubah (peristiwa fiktif), yang
telah ditulis pada tahap keempat ke dalam format cerpen. Pada langkah
Langkah pokok kedua adalah pengingatan peristiwa. Kegiatan
ini pengajar mengingatkan pebelajar untuk harus memperhatikan hakikat,
pembelajar adalah kegiatan mengarahkan pebelajar untuk mengingat-ingat
ciri-ciri, dan unsur-unsur cerpen sebagai prosa fiksi. Hasilnya adalah
peristiwa-peristiwa yang pernah dialami/dirasakannya, atau peristiwa-
sebuah cerpen yang berdasar pada pengalaman nyata penulisnya. Kegiatan
peristiwa yang diketahuinya, dalam pengertian peristiwa dimaksud tidak
pebelajar adalah menyusun cerpen fiksi. Prinsip pendekatan kontekstual
dialaminya/dirasakannya tetapi diketahuinya. Peristiwa di sini dapat
yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Mempertanyakan,
berupa peristiwa fisik maupun peristiwa non-fisik (batin, pemikiran,
Refleksi, dan Penilaian Autentik.
perasaan, dsb). Kegiatan pebelajar diwujudkan dengan mengingat (mencari)
peristiwa/ kejadian dari pengalaman yang paling mengesankan. Prinsip Langkah pokok ketujuh adalah revisi dan penjadian cerpen. Kegiatan
pendekatan kontekstual yang digunakan meliputi; Refleksi, Penemuan, pembelajar adalah membimbing pebelajar untuk membaca kembali cerpen
Mempertanyakan, dan Penilaian Autentik. yang ditulisnya. Apabila ada hal-hal yang perlu diperbaiki, pebelajar
disarankan untuk memperbaikinya. Bahkan, apabila pebelajar merasa
Langkah pokok ketiga adalah pemilihan peristiwa. Kegiatan
perlu merombaknya, maka pembelajar membolehkan pebelajar untuk
pembelajar adalah mengarahkan pebelajar melakukan kegiatan
melakukan perombakan cerpennya. Setelah pebelajar merevisi cerpennya,
menentukan salah satu peristiwa di antara sekian peristiwa yang pernah
pebelajar membimbing pebelajar untuk menulis kembali cerpen yang
dialaminya/dirasakannya, atau diketahuinya. Peristiwa yang dipilih adalah
telah direvisinya. Jika pebelajar telah melaksanakannya berarti dia telah
peristiwa yang paling mengesan. Peristiwa yang telah dipilihnya itu
menghasilkan satu cerpen yang berbasis pada pengalamannya. Kegiatan
kemudian dijadikan sebagai dasar cerpen yang hendak ditulisnya. Kegiatan
pebelajar adalah merevisi dan finalisasi cerpen. Prinsip pendekatan
pebelajar adalah memilih peristiwa/ kejadian dari pengalaman yang paling
kontekstual yang digunakan meliputi; Refleksi, Mempertanyakan,
mengesankan. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan meliputi;
Konstruktivistik, Penemuan, dan Penilaian Autentik.
Penemuan, Mempertanyakan, Konstruktivistik, dan Penilaian Autentik.
Langkah pokok keempat adalah penyusunan urutan peristiwa. F. Skenario Pembelajaran
Kegiatan pembelajar adalah membimbing pebelajar menyusun urutan
peristiwa yang pernah dialaminya/dirasakannya, atau diketahuinya. Urutan PRINSIP
peristiwanya disusun secara garis besar, tidak rinci dan mendetil. Kegiatan NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
pebelajar adalah menyusun urutan peristiwa/ kejadian dari pengalaman KONTEKSTUAL
yang paling mengesankan. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan 1 Pendahuluan 15’
meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Refleksi, Mempertanyakan, dan
Penilaian Autentik. a. Pembelajar menyampaikan materi dan 1. Pemodelan
tujuan pembelajaran materi yang akan 2. Mempertanyakan
Langkah pokok kelima adalah perangkaian peristiwa fiktif. Kegiatan dipelajari 3. Penilaian
pembelajar adalah membimbing pebelajar untuk merangkai peristiwa nyata Autentik

192 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 193
PRINSIP PRINSIP
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
KONTEKSTUAL KONTEKSTUAL

b. Apersepsi c. Pembimbingan penyusunan urutan 1. Konstruktivistik


- Pebelajar membaca model cerpen yang peristiwa 2. Penemuan
disediakan - Pembelajar membimbing pebelajar 3. Refleksi
- Pembelajar membantu pebelajar meru­ untuk mendeskripsi peristiwa/ keja­ 4. Mempertanyakan
muskan dan mengemukakan tentang dian dari kejadian kehidupan orang 5. Penilaian
pengertian dan unsur pem­ b angun lain yang telah dipilih sesuai urutan Autentik
cerpen melalui kegiatan tanya jawab peristiwanya
dari model cerpen yang telah dibaca
d. Pembimbingan perangkaian peristiwa 1. Konstruktivistik
- Pembelajar membimbing pebelajar
fiktif 2. Penemuan
mencari unsur-unsur pembangun
- Pembelajar membimbing pebelajar 3. Mempertanyakan
model cerpen yang telah dibaca
untuk mengingat (mencari) peristiwa/ 4. Refleksi
- Pebelajar menyampaikan temuannya
kejadian lain yang mirip (cerita imaji­ 5. Penilaian
tentang unsur-unsur pembangun
natif yang diidealkan) dengan peristiwa/ Autentik
cerpen berdasarkan model cerpen
kejadian dari kejadian kehidupan orang
yang telah dibaca
lain yang diketahui (dibaca, didengar,
- Pembelajar membimbing pebelajar
atau dilihat) dan paling mengesankan
mengemukakan jenis/bentuk kehidup­
- Pembelajar membimbing pebelajar
an kehidupan orang lain yang diketahui
untuk memilih peristiwa/ kejadian lain
(dibaca, didengar, atau dilihat)
yang mirip dengan peristiwa/ kejadian
- Pembelajar membimbing pebelajar
dari kejadian kehidupan orang lain
untuk merumuskan pengertian dan
yang diketahui (dibaca, didengar, atau
mengklasifikasikan kehidupan orang
dilihat) dan yang paling mengesankan
lain menurut jenis/bentuknya
- Pembelajar membimbing pebelajar
- Pembelajar membimbing dan menje­
untuk mendeskripsi peristiwa/ kejadian
las­kan pebelajar mengenai tahapan
lain yang mirip dengan peristiwa/
menulis cerpen
kejadian dari kejadian kehidupan orang
- Pembelajar memberi penguatan aspek
lain yang diketahui (dibaca, didengar,
teoretik cerpen, kehidupan orang lain,
atau dilihat) dan yang paling menge­
dan menulis cerpen
sankan
2. Inti 150’ - Pembelajar membimbing pebelajar
untuk melihat kembali deskripsi
a. Pengarahan pengingatan peristiwa 1. Refleksi
masing-masing peristiwa/ kejadian,
- Pembelajar membimbing pebelajar 2. Penemuan
baik dari peristiwa/ kejadian dari kejadi­
mengingat (mencari) peristiwa/ 3. Mempertanyakan
an kehidupan orang lain yang diketa­
kejadian yang dapat dikategorikan 4. Penilaian
hui (dibaca, didengar, atau dilihat) atau
dalam kejadian kehidupan orang lain Autentik
yang mirip
b. Pengarahan pemilihan peristiwa 1. Penemuan - Pembelajar membimbing pebelajar
- Pembelajar memberikan bimbingan 2. Mempertanyakan untuk membandingkan peristiwa/
kepada pebelajar untuk memilih 3. Konstruktivistik kejadian dari kejadian kehidupan orang
peristiwa/ kejadian kehidupan orang 4. Penilaian lain yang diketahui (dibaca, didengar,
lain yang diketahui (dibaca, didengar, Autentik atau dilihat) dan yang paling menge­
atau dilihat) dan paling mengesankan sankan dengan peristiwa/ kejadian lain
yang mirip

194 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 195
PRINSIP PRINSIP
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
KONTEKSTUAL KONTEKSTUAL

- Pembelajar membimbing pebelajar b. Pembelajar memberikan komentar dan


untuk memadukan peristiwa/ kejadi­ saran
an dari kehidupan orang lain yang c. Pembelajar membantu pebelajar untuk
diketahui (dibaca, didengar, atau dili­ menyimpulkan dan mengukuhkan
hat) dan yang paling mengesankan konsep dalam menulis cerpen
dengan peristiwa/ kejadian lain yang d. Pembelajar memberikan motivasi untuk
mirip mengembangkan kemampuan dalam
- Pembelajar membimbing pebelajar menulis cerpen
untuk membuat konsep kejadian/ e. Pembelajar membimbing pebelajar
peristiwa yang diidealkan melalui untuk mempublikasikan hasil cerpen
perpaduan peristiwa/ kejadian dari terbaik (di Mading sekolah, Majalah
kehi­dup­an orang lain yang diketahui Sekolah, surat kabar dll)
(dibaca, didengar, atau dilihat) dan yang
paling mengesankan dengan peristiwa/ G. Metode Pembelajaran
keja­dian lain yang mirip
Ceramah, Tanya Jawab, Demonstrasi, Penugasan (Pemberian Tugas),
e. Pembimbingan penyusunan cerpen 1. Konstruktivistik Proyek, Penyelesaian Masalah (Problem Solving), Pengamatan
- Pembelajar membimbing pebelajar 2. Penemuan (Observasi)
untuk mendeskripsi peristiwa/ kejadian 3. Mempertanyakan
dari kondisi ideal yang diharapkan 4. Refleksi H. Media/Sumber Pembelajaran
berdasarkan pada perpaduan peristiwa/ 5. Penilaian - Buku kumpulan cerpen
kejadian dari kehidupan orang lain Autentik
- Buku Bahasa dan Sastra Indonesia SMA X terbitan Pemko
yang diketahui (dibaca, didengar, atau
Semarang
dilihat) dan yang paling mengesankan
- Buku LKS
dan peristiwa/ kejadian lain yang mirip
- Pembelajar membimbing pebelajar - Sumber lain yang relevan
untuk menulis cerpen berdasarkan
peristiwa/ kejadian dari kondisi ideal I. Penilaian
yang telah dideskripsikan Jenis Tagihan: tugas individu
Bentuk Instrumen: lembar penilaian
f. Pembimbingan revisi dan penjadian 1. Refleksi
1. Penilaian proses:Jurnal, Observasi, Rubrik
cerpen 2. Mempertanyakan
- Pembelajar membimbing pebelajar 3. Konstruktivistik 2. Penilaian hasil: portofolio
untuk membaca berulang-ulang cerpen 4. Penemuan
yang ditulis untuk membuat isi cerpen 5. Penilaian
sesuai dengan keinginan Autentik
- Pembelajar membimbing pebela­ j ar
untuk memperhalus dan mengem­
bangkan lebih luas cerpen yang dihasil­
kan (melakukan revisi) bila diperlukan

3. Penutup 15’

a. Pembelajar menyampaikan hasil 1. Refleksi


evaluasi cerpen 2. Penilaian Autentik

196 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 197
BAB VIII

SISTEM EVALUASI

Sebagai realisasi hasil pemelajaran menulis cerpen diperlukan juga


sebuah sistem evaluasi. Tujuan diadakannya evaluasi ini diharapkan
agar guru mengetahui keberhasilannya dalam membelajarkan
siswa menulis cerpen. Dikarenakan evaluasi yang diharapkan
berbasis keterampilan proses, bentuk evaluasinya berupa uraian
bebas yang dinilai dengan pedoman penilaian yang telah diadaptasi
dari teknik evaluasi penilaian karya sastra pada Universitas Yale di
Amerika Serikat. Pemilihan teknik evaluasi ini didasarkan pada karya
sastra merupakan sarana komunikasi kepada pembaca. Evaluasi
pada model Yale ini juga mengatakan bahwa dalam menilai atau
mengevaluasi karya sastra diperlukan 20 kriteria (pernyataan) dalam
menentukan kualitas karya sastra. Untuk mempermudah guru dalam
menerapkan evaluasi dalam pemelajaran menulis cerpen, maka
kedua puluh itu dapat disederhanakan menjadi lima aspek penilaian.
Kelima aspek penilaian itu meliputi: (1) tema, (2) kelengkapan unsur
pembangun cerpen, (3) keterpaduan unsur pembangun cerpen, (4)
kemenarikan, dan (5) penggunaan bahasa.
Pokok-pokok yang termasuk dalam aspek tema meliputi gagasan/
tema utama dan isi (pokok permasalahan). Aspek kelengkapan unsur
tergambar pada bentuk, karakter, keterlibatan emosi, plot, dan teknik

198 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 199
narasi. Aspek keterpaduan unsur diintegrasikan dari kompleksitas, Format lembar evaluasi yang dikembangkan
struktur, dan tempo. Kemudian, pada aspek kemenarikan dapat Aspek Penilaian Jumlah
No Nama Siswa Judul Cerpen Nilai
dilihat dari minat, ironi, suka cita, daya pikat, masuk akal, imaji, A B C D E Skor
universalitas, dapat dipahami, dan originalitas. Selanjurnya, pada 1
aspek penggunaan bahasa terlihat pada keterampilan siswa dalam 2
menggunakan bahasa untuk menceritakan cerpennya. 3
dst
Pembelajaran menulis cerpen berbasis pengalaman dengan
pendekatan kontekstual menggunakan sistem evaluasi Penilaian Keterangan :
A : Tema
autentik. Evaluasi mencakupi dua hal, yakni evaluasi proses dan B : Kelengkapan unsur
evaluasi hasil. Oleh karena itu, instrumen yang digunakan juga ada C : Keterpaduan unsur
dua jenis, yakni (1) jenis instrumen yang digunakan untuk merekam D : Kemenarikan;
data aktivitas pebelajar selama proses pembelajaran menulis cerpen, E : Penggunaan bahasa
yang berwujud jurnal, lembar observasi, dan rubrik; serta (2) jenis
instrumen yang digunakan untuk merekam hasil pembelajaran JURNAL KEGIATAN PENULISAN CERPEN
menulis cerpen –yakni cerpen--, yang berwujud Lembar Penilaian.
NAMA SISWA : ....................................
Jurnal digunakan untuk merekam persiapan, proses, dan akhir KELAS/NOMOR : ....................................
aktivitas pebelajar dalam menulis cerpen. Untuk menjelaskan fungsi Hasil
dari jurnal yang dimaksud, penyusunan jurnal dirancang dengan Tanggal Kegiatan Catatan
Ubah Revisi Lanjutan
menyatkan tahapan yang meliputi (1) persiapan dan kosultasi,
Persiapan dan Konsultasi
(2) penulisan, dan (3) penulisan akhir dan tindak lanjut. Tahap
1. Observasi dan menemukan ide
persiapan dan konsultasi diurai dengan beberapa unsur yang yang 2. Menetapkan ide
mencakup (a) observasi dan menemukan ide, (b) menetapkan ide, 3. Menetapkan fokus
(c) menetapkan fokus, dan (d) mengumpulkan bahan tulisan. Tahap 4. Mengumpulkan bahan
tulisan
penulisan, unsur-unsur yang menjadi fokus dalam jurnal tersebut
mencakup (a) menuliskan draft, (b) membaca berulang-ulang Penulisan
1. Menuliskan draft
sambil memperbaiki karya cerpen, (c) menuliskan draft sebagai
2. Membaca berulang-ulang
bahan laporan awal. Selanjutnya, tahap penulisan akhir dan tindak sambil memperbaiki karya
lanjut diuraikan dengan unsur yang meliputi (a) memperbaiki cerpen
draft, (b) menjawab pertanyaan dan meng-himpun saran, serta (c) 3. Menuliskan draft sebagai
bahan laporan awal
mempublikasikan cerpen.
Penulisan Akhir dan Tindak
Wujud dari jurnal yang digunakan untuk merekam seluruh
Lanjut
aktivitas pebelajar, baik dari segi persiapan, proses, dan akhir 1. Memperbaiki draft
pembelajaran menulis cerpen berbasis pengalaman dengan 2. Menjawab pertanyaan dan
pendekatan kontekstual ditampilkan pada sajian berikut. menghimpun saran
3. Mempublikasikan cerpen

200 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 201
Lembar observasi digunakan untuk mengumpulkan informasi LEMBAR OBSERVASI SIKAP DAN EVALUASI DIRI
tentang aktivitas pebelajar melalui pengamatan atau observasi DALAM PROSES MENULIS CERPEN
pembelajar. Mengingat tujuan penggunaan Lembar observasi ini
Aspek yang Hasil Observasi
digunakan untuk mengumpulkan isnormasi tentang aktivitas No Catatan
diobservasi Baik Cukup Kurang
pebelajar, maka lembar ini disusun dengan tiga jenis lembar
observasi. Ketiga lembar observasi ini berupa (1) lembar observasi 1. Apakah siswa
sikap pebelajar dalam pembelajaran, (2) lembar observasi sikap dan menunjukkan sikap
evaluasi diri dalam proses menulis cerpen, dan (3) lembar observasi posiif dalam menulis

strategi menulis cerpen. Ketiga bentuk lembar observasi tersebut 2. Apakah siswa dapat
disajikan sebagai berikut. menulis dengan
benar?
LEMBAR OBSERVASI SIKAP PEBELAJAR DALAM PEMBELAJARAN
3. Apakah siswa
dapat menulis satu
Hasil Observasi Catatan
Aspek yang bagian cerpen dalam
No
diobservasi waktu yang telah
Baik Cukup Kurang
ditentukan?
1. Apakah siswa secara
4. Apakah siswa
tekun mengikuti
merefleksikan hasil
proses pembelajaran
tulisannya dengan
2. Apakah siswa tujuan yang telah
berpartisipasi ditentukan?
(bertanya,
Keterangan:
melaksanakan
Baik : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti
tugas dengan penuh
pembelajaran menulis cerpen sesuai dengan pembelajaran yang
tanggung jawab)?
dirancang oleh pembelajar
Keterangan: Cukup : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti
Baik : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran menulis cerpen cukup sesuai dengan pembelajaran
pembelajaran menulis cerpen sesuai dengan pembelajaran yang yang dirancang oleh pembelajar
dirancang oleh pembelajar Kurang : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti
Cukup : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran menulis cerpen kurang sesuai dengan pembelajaran
pembelajaran menulis cerpen cukup sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh pembelajar
yang dirancang oleh pembelajar
Kurang : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti
pembelajaran menulis cerpen kurang sesuai dengan pembelajaran
yang dirancang oleh pembelajar

202 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 203
LEMBAR OBSERVASI STRATEGI MENULIS CERPEN
TANGGAL UNJUK KERJA SISWA CATATAN
No. Apakah aspek yang Hasil observasi
diobservasi 1. Membaca urutan peristiwa yang
dialaminya yang telah ditulisnya
1. Apakah siswa menentukan ....................................................
2. Menuliskan kondisi/peristiwa ideal
tujuan menulis cerpen secara
yang diharapkan.Tempatnya di
jelas?
samping peristiwa yang dialaminya.
2. Apakah siswa menggunakan ....................................................
1. Menulis cerpen dengan cara me­
strategi menulis cerpen yang
rangkai peristiwa yang dialami­nya
sesuai dengan teori yang
dengan peristiwa yang diideal­kan/
dipelajarinya?
diinginkan
3. Apakah siswa dalam menulis ....................................................
cerpen menghubungkan
pengalamannya dengan Lembar Penilaian yang digunakan untuk menilai cerpen yang
pengetahuan yang dimilikinya? ditulis oleh pebelajar disusun berdasar pada model penilaian
cerpen yang dikembangakan oleh Universitas Yale. Model Evaluasi
Rubrik digunakan untuk merekam unjuk kerja pebelajar selama Yale tersebut kemudian dimodifikasi. Dua puluh (20) aspek Model
proses pembelajaran berlangsung. Unjuk kerja siswa yang diamati Yale dirampatkan menjadi 5 aspek. Bentuk pertanyaan dan pilihan
meliputi (1) Mengingat satu peristiwa yang paling mengesankan, jawabannya untuk menjaring skor yang digunakan Model Yale
(2) Menulis urutan peristiwa yang dialaminya, (3) Membaca urutan dimodifikasi menjadi bentuk pernyataan dan pilihan skor dengan
peristiwa yang dialaminya yang telah ditulisnya, (4) menuliskan urutan 4, 3, 2, 1 dan masing-masing skor itu diberi keterangan.
kondisi/peristiwa ideal yang diharapkan.Tempatnya di samping
Kelima aspek hasil modifikasi dimaksud adalah (1) tema,
peristiwa yang dialaminya, dan (5) menulis cerpen dengan cara
(2) kelengkapan unsur pembangun cerpen, (3) keterpaduan
merangkai peristiwa yang dialaminya dengan peristiwa yang
unsur pembangun cerpen, (4) kemenarikan, dan (5) penggunaan
diidealkan/diinginkan. Wujud dari rubrik yang digunakan dalam
bahasa. Aspek Tema meliputi gagasan/tema utama dan isi (pokok
pembelajaran menulis cerpen berbasis pengalaman dengan
permasalahan). Aspek Kelengkapan Unsur tergambar pada bentuk,
menggunakan pedekatan kontekstual disajikan sebagai berikut.
karakter, keterlibatan emosi, plot, dan teknik narasi. Aspek
RUBRIK PENULISAN CERPEN BERBASIS PENGALAMAN Keterpaduan Unsur diintegrasikan dari kompleksitas, struktur, dan
tempo. Aspek Kemenarikan dapat dilihat dari minat, ironi, suka cita,
NAMA SISWA : ..................................... daya pikat, masuk akal, imaji, universalitas, dapat dipahami, dan
KELAS/NO : ..................................... originalitas. Aspek Penggunaan Bahasa terlihat pada keterampilan
siswa dalam menggunakan bahasa untuk menceritakan cerpennya.
TANGGAL UNJUK KERJA SISWA CATATAN
Penilaian terhadap cerpen dilakukan dengan cara memberi skor
1. Mengingat satu peristiwa yang
pada Lembar Penilaian. Skor setiap aspek meliputi rentang skor 1 – 4,
paling mengesankan.
2. Menulis urutan peristiwa yang dan setiap skor disertai dengan kriteria. Dari skor yang didapat itu
dialaminya kemudian dibuat nilai dengan rumus:

204 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 205
Skor 1 : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa tidak suka
Nilai = Jumlah Skor pada Keseluruhan Aspek Penilaian X 5
sama sekali, emosi penulis tidak terlibat sama sekali,
serta plot dan karakter kemanusian tidak sama sekali
Bentuk Lembar Penilaian dan kriteria setiap aspek yang dinilai dikenali.
adalah sebagai berikut. c. Keterpaduan Unsur
Skor 4 : tempo sangat cepat, keintegrasian struktur (elemen)
Lembar Evaluasi Cerpen
sangat baik dan sangat komplek.
Jml Skor 3 : tempo cukup cepat, keintegrasian struktur (elemen)
Aspek Penilaian Nilai
No Nama Siswa Judul Cepen Skor baik dan cukup komplek.
A B C D E
Skor 2 : tempo agak lamban, keintegrasian struktur (elemen)
1.
2. agak baik dan cukup simpel.
3. Skor 1 : tempo sangat lamban, keintegrasian struktur (elemen)
Dst sangat jelek dan sangat simpel.
Keterangan : A :Tema; B : Kelengkapan Unsur; C : Keterpaduan Unsur; d. Kemanarikan
D : Kemenarikan; E : Penggunaan Bahasa Skor 4 : sangat menantang, sangat menarik, sangat asli,
terpercaya dan terpahami, mengandung ironi dan
Pedoman penskorannya adalah sebagai berikut. unsur yang menegangkan sangat banyak, imajinasi
a. Tema sangat tinggi, dan sangat jelas daya tarik yang tanpa
Skor 4 : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar dalam terikat pada ruang dan waktu.
keseluruhan cerita. Skor 3 : cukup menantang, cukup menarik, keaslian sedang,
Skor 3  : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar dalam cukup terpercaya dan cukup terpahami, mengandung
sebagian besar cerita. ironi dan unsur yang menegangkan sedang, imajinasi
Skor 2 : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar dalam sedang, dan daya tarik yang tanpa terikat pada ruang
setengah keseluruhan cerita. dan waktu juga sedang.
Skor 1 : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar sedikit dalam Skor 2 : agak menantang, sedikit menarik, sedikit asli, cukup
cerita. tidak terpercaya dan sedikit terpahami, mengandung
b. Kelengkapan Unsur ironi dan sedikit unsur yang menegangkan, imajinasi
Skor 4 : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa sangat suka, sedikit, dan sedikit pula daya tarik yang tanpa terikat
emosi penulis sangat terlibat, serta plot dan karakter pada ruang dan waktu.
kemanusian dapat dikenali dengan jelas. Skor 1 : sama sekali tidak menantang, sama sekali tidak
Skor 3 : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa cukup suka, menarik, sama sekali tidak asli, sama sekali tidak
emosi penulis terlibat sedang, serta plot dan karakter terpercaya dan sama sekali tidak terpahami, sama sekali
kemanusian dapat dikenali sedang. tidak mengandung ironi dan unsur yang menegangkan,
Skor 2  : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa agak suka, sama sekali tidak imajinasi, dan sama sekali tidak ada
emosi penulis sedikit terlibat, serta plot dan karakter daya tarik yang tanpa terikat pada ruang dan waktu.
kemanusian dapat dikenali sedikit.

206 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 207
e. Penggunaan Bahasa
Skor 4 : penggunaan bahasa sangat terampil
Skor 3 : penggunaan bahasa cukup terampil
Skor 2 : penggunaan bahasa agak terampil
Skor 1 : penggunaan bahasa sama sekali tidak terampil BAB IX

AKUMULASI PERANGKAT
PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN
DENGAN PENDEKATAN
KONTEKSTUAL

Akumulasi yang dimaksud di sini merupakan suatu usaha


mengelompokkan seluruh perangkat pembelajaran yang terdiri
atas silabus, RPP, dan sistem evaluasi dalam satu tampilan. Hal ini
diharapkan agar para pengguna model yang disajikan ini memperoleh
gambaran secara utuh ketika melaksanakan pembelajaran menulis
cerpen.
Bentuk akumulasi perangkat pembelajaran menulis cerpen
berdasarkan pengalaman dengan menggunakan pendekatan
kontekstual mencakupi komponen-komponen, yakni (1) identitas
mata pelajaran, yang mencakupi mata pelajaran, kelas/semester,
dan alokasi waktu; (2) standar kompetensi; (3) kompetensi dasar;
(4) indikator keberhasilan; (5) materi pembelajaran; (6) skenario
pembelajaran; (7) metode pembelajaran; (8) sumber/bahan/alat;
(9) evaluasi/penilaian. Khusus pada evaluasi/penilaian, pemaparan
yang dilakukan bersifat sangat rinci, sehingga bentuk akumulasi
yang disajikan ini menjadi berbeda, dibandingkan dengan RPP yang
telah disajikan pada bab sebelumnya.
Berikut ini disajikan bentuk akumulasi perangkat pembelajaran
menulis cerpen yang telah dihasilkan.

208 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 209
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Tema adalah subjek wacana, topik umum, atau masalah utama yang
dituangkan di dalam cerita. Tema pada hakikatnya merupakan makna
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia yang dikandung cerita, atau makna cerita. Alur atau plot adalah urutan
Kelas/ Semester : X/ 2 kejadian yang menunjukan hubungan sebab-akibat, peristiwa yang satu
Pertemuan ke : 1 dan 2 menyebabkan atau disebabkan peristiwa yang lain. Tokoh cerita adalah
Alokasi Waktu : 4 x 45 menit orang (orang-orang) yang ditampilkan dalam sebuah prosa yang oleh
pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu
seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
A. Standar Kompetensi tindakan. Penokohan adalah teknik menampilkan tokoh dalam cerita, dan
16. Mengungkapkan pengalaman diri sendiri dan orang lain ke dalam hasilnya berupa sifat atau watak atau karakter tokoh. Latar adalah tempat,
cerpen waktu, dan keadaan sosial terjadinya peristiwa di dalam prosa. Sudut
pandang adalah cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai
B. Kompetensi Dasar sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa
16.1 Menulis karangan berdasarkan kehidupan diri sendiri dalam yang membentuk cerita dalam sebuah prosa. Pusat pengisahan menyaran
cerpen (pelaku, peristiwa,latar) pada pusat atau titik yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan
kisah dalam sebuah prosa. Gaya adalah cara khas pengarang. Macam tema
C. Indikator Keberhasilan yang dipilih, cara meninjau persoalan, cara menuangkannya dalam cerita
• Pebelajar dapat merumuskan dan mengemukakan aspek teori adalah wilayah dari gaya yang diwujudkan melalui bahasa.
tentang cerpen, pengalaman pribadi, dan menulis cerpen Tema terekspresikan melalui unsur alur, tokoh-penokohan, latar, pusat
• Pebelajar dapat menentukan topik yang berhubungan dengan pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa). Pandangan, pendapat, dan
kehidupan diri sendiri untuk menulis cerita pendek harapan para prosais dari bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayan, dan
• Pebelajar dapat menulis kerangka cerita pendek dengan keamanan yang masih berada di dalam pikiran dan perasaan para prosais
memperhatikan kronologi waktu dan peristiwa termasuk dalam unsur tema. Pendapat, pandangan, dan harapan yang
• Pebelajar dapat mengembangkan kerangka yang telah dibuat dimaksud kemudian diekspresikan melalui unsur alur, tokoh-penokohan,
dalam bentuk cerpen (pelaku, peristiwa, latar, konflik) dengan latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa).
memperhatikan pilihan kata, tanda baca, dan ejaan.
2. Pengalaman pribadi
D. Tujuan pembelajaran
Pengalaman adalah segala sesuatu yang dialami atau dirasakan atau
Pebelajar dapat menulis cerpen berdasarkan kehidupan diri sendiri
diketahui. Dalam konteks penulisan cerpen, pengalaman adalah segala
sesuatu yang dialami atau dirasakan atau diketahui oleh penulis cerpenis.
E. Materi Pembelajaran
Pengalaman mencakupi pengalaman fisik dan pengalaman nonfisik.
Pengalaman fisik adalah hal-hal yang dialami secara fisik, misalnya bertemu
1. Teori cerpen
dengan seseorang yang sangat dikaguminya, mendapat keuntungan
Cerita pendek adalah salah satu jenis prosa fiksi, selain novelet, novel, banyak dalam berdagang, berkelahi. Pengalaman nonfisik adalah hal-hal
dan roman. Cerpen adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang yang dialami secara nonfisik, misalnya mimpi bertemu dengan orang yang
dimaksudkan memberikan kesan tunggal yang dominan, memusatkan diri dikaguminya, membaca riwayat hidup orang yang dikaguminya, membaca
pada satu tokoh dalam satu situasi pada satu ketika, dan memperlihatkan tulisan mengenai peristiwa yang menggetarkan jiwanya. Jadi, pengalaman
kepaduan. Cerita pendek yang efektif terdiri dari tokoh atau sekelompok tokoh pribadi merupakan segala sesuatu yang dialami atau dirasakan atau
yang ditampilkan pada satu latar atau latar belakang dan lewat lakuan lahir diketahui sendiri oleh penulis cerpen.
atau batin terlibat dalam satu situasi. Tikaian dramatik, yaitu perbenturan
Jenis pengalaman pribadi ada enam, yaitu (1) pengalaman lucu,
antara kekuatan yang berlawanan, merupakan inti cerita pendek.
(2) pengalaman aneh, (3) pengalaman mendebarkan, (4) pengalaman
Unsur-unsur cerita pendek meliputi tema (dan amanat), alur, tokoh- mengharukan, (5) pengalaman memalukan, dan (6) pengalaman menya­
penokohan, latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa). kitkan. Pengalaman lucu adalah pengalaman yang lucu, pengalaman

210 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 211
yang sering membuat orang yang terlibat menjadi tertawa. Dalam kondisi Langkah pokok kedua adalah pengingatan peristiwa. Kegiatan
normal tertawa adalah ukuran kelucuan itu. Pengalaman lucu ini adalah pembelajar adalah kegiatan mengarahkan pebelajar untuk mengingat-ingat
pengalaman yang paling sering diceritakan atau dikomunikasikan kepada peristiwa-peristiwa yang pernah dialami/dirasakannya, atau peristiwa-
orang lain. peristiwa yang diketahuinya, dalam pengertian peristiwa dimaksud tidak
Pengalaman aneh adalah pengalaman yang aneh, pengalaman yang dialaminya/dirasakannya tetapi diketahuinya. Peristiwa di sini dapat
tidak masuk akal, pengalaman yang tidak umum terjadi dalam kehidupan berupa peristiwa fisik maupun peristiwa non-fisik (batin, pemikiran,
sehari-hari. Sebuah pengalaman yang mungkin saja terjadi sekali selama perasaan, dsb). Kegiatan pebelajar diwujudkan dengan mengingat (mencari)
hidup. Dikatakan pengalaman aneh karena pengalaman itu kemungkinan peristiwa/ kejadian dari pengalaman yang paling mengesankan. Prinsip
kecil terjadi. pendekatan kontekstual yang digunakan meliputi; Refleksi, Penemuan,
Mempertanyakan, dan Penilaian Autentik.
Pengalaman mendebarkan adalah pengelaman yang menegangkan
sehingga membuat hati berdebar-debar. Pengalaman mendebarkan Langkah pokok ketiga adalah pemilihan peristiwa. Kegiatan
biasanya terjadi pada saat seseorang menunggu keputusan yang menyangku pembelajar adalah mengarahkan pebelajar melakukan kegiatan menentu­
nasibnya. kan salah satu peristiwa di antara sekian peristiwa yang pernah dialaminya/
dirasakannya, atau diketahuinya. Peristiwa yang dipilih adalah peristiwa
Pengalaman mengharukan adalah pengalaman membuat hati terharu.
yang paling mengesan. Peristiwa yang telah dipilihnya itu kemudian
Pengalaman mengharukan disebabkan oleh peristiwa-peristiwa tertentu
dijadikan sebagai dasar cerpen yang hendak ditulisnya. Kegiatan pebelajar
yang memunculkan perasaan haru. Akibat pengalaman mengharukan
adalah memilih peristiwa/ kejadian dari pengalaman yang paling
dapat berupa tangisan.
mengesankan. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan meliputi;
Pengalaman memalukan adalah pengalaman yang menimbulkan Penemuan, Mempertanyakan, Konstruktivistik, dan Penilaian Autentik.
rasa malu pada korbannya. Biasanya korbannya beserta orang-orang
Langkah pokok keempat adalah penyusunan urutan peristiwa.
dekatnya akan menanggung malu bagi si korban atau keluarganya.
Kegiatan pembelajar adalah membimbing pebelajar menyusun urutan
Pengalaman seperti ini akan dibawa sepanjang hayat. Meskipun orang lain
peristiwa yang pernah dialaminya/dirasakannya, atau diketahuinya. Urutan
sudah melupakannya, bagi si korban pengalaman seperti ini tidak pernah
peristiwanya disusun secara garis besar, tidak rinci dan mendetil. Kegiatan
terlupakan.
pebelajar adalah menyusun urutan peristiwa/ kejadian dari pengalaman
Pengalaman menyakitkan adalah pengalaman yang menimbulkan yang paling mengesankan. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan
rasa sakit di hati. Pengalaman menyakitkan akan membekas dalam hati meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Refleksi, Mempertanyakan, dan
pelakunya. Pelakukanya, terutama orang-orang yang perasa, akan selalu Penilaian Autentik.
teringat pengalamannya itu.
Langkah pokok kelima adalah perangkaian peristiwa fiktif. Kegiatan
pembelajar adalah membimbing pebelajar untuk merangkai peristiwa nyata
3. Menulis cerpen
dengan peristiwa fiktif. Kegiatan pebelajar adalah merangkai peristiwa/
Langkah pokok, kegiatan pembelajar, kegiatan pebelajar, dan prinsip kejadian fiktif berdasarkan pada pengalaman yang paling mengesankan.
yang digunakan dalam proses pembelajaran menulis cerpen yang berbasis Pebelajar dapat mengurangi, menambah, ataupun mengubah urutan
pada pengalaman dengan menggunakan pendekatan kontekstual adalah peristiwa yang telah disusunnya pada tahap ketiga dengan peristiwa
sebagai berikut. yang diinginkannya. Pebelajar dapat menambah atau mengubah seluruh
Langkah pokok pertama adalah apersepsi. Langkah ini diwujudkan unsur cerita sesuai dengan yang diinginkannya (:diangankannya). Cara
oleh pembelajar menyampaikan teori tentang cerpen, pengalaman, penulisannya: susunan peristiwa ubahan (peristiwa fiktif ) diletakkan
dan proses menulis cerpen kepada pebelajar. Kegiatan yang dilakukan di samping atau di bawah urutan peristiwa nyata. Prinsip pendekatan
pebelajar diperlihatkan dengan mengikuti penjelasan teoretis mengenai kontekstual yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan,
cerpen (: pengertian dan unsur pembangun), pengalaman, dan menulis Mempertanyakan, Refleksi, dan Penilaian Autentik.
cerpen. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan dalam proses Langkah pokok keenam adalah penyusunan cerpen. Kegiatan
pembelajarannya meliputi; Pemodelan, Mempertanyakan, dan Penilaian pebelajar adalah membimbing pebelajar untuk menuliskan peristiwa
Autentik. yang telah ditambah dan/atau yang telah diubah (peristiwa fiktif), yang
telah ditulis pada tahap keempat ke dalam format cerpen. Pada langkah

212 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 213
ini pengajar mengingatkan pebelajar untuk harus memperhatikan hakikat,
PRINSIP
ciri-ciri, dan unsur-unsur cerpen sebagai prosa fiksi. Hasilnya adalah NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
sebuah cerpen yang berdasar pada pengalaman nyata penulisnya. Kegiatan KONTEKSTUAL
pebelajar adalah menyusun cerpen fiksi. Prinsip pendekatan kontekstual
- Pembelajar membimbing pebelajar
yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Mempertanyakan,
mengemukakan jenis/bentuk
Refleksi, dan Penilaian Autentik.
pengalaman pribadi yang pernah
Langkah pokok ketujuh adalah revisi dan penjadian cerpen. Kegiatan dialami
pembelajar adalah membimbing pebelajar untuk membaca kembali cerpen - Pembelajar membimbing
yang ditulisnya. Apabila ada hal-hal yang perlu diperbaiki, pebelajar pebelajar untuk merumuskan
disarankan untuk memperbaikinya. Bahkan, apabila pebelajar merasa pengertian pengalaman pribadi dan
perlu merombaknya, maka pembelajar membolehkan pebelajar untuk mengklasifikasikan pengalaman
melakukan perombakan cerpennya. Setelah pebelajar merevisi cerpennya, tersebut menurut jenis/bentuknya
pebelajar membimbing pebelajar untuk menulis kembali cerpen yang - Pembelajar membimbing dan
menjelaskan pebelajar mengenai
telah direvisinya. Jika pebelajar telah melaksanakannya berarti dia telah
tahapan menulis cerpen
menghasilkan satu cerpen yang berbasis pada pengalamannya. Kegiatan
- Pembelajar memberi penguatan
pebelajar adalah merevisi dan finalisasi cerpen. Prinsip pendekatan
aspek teoretik cerpen, pengalaman
kontekstual yang digunakan meliputi; Refleksi, Mempertanyakan, pribadi, dan menulis cerpen
Konstruktivistik, Penemuan, dan Penilaian Autentik.
2. Inti 150’
F. Skenario Pembelajaran a. Pengarahan pengingatan peristiwa 1. Refleksi
- Pembelajar membimbing pebelajar 2. Penemuan
PRINSIP mengingat (mencari) peristiwa/ 3. Mempertanyakan
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU kejadian yang dapat dikategorikan 4. Penilaian
KONTEKSTUAL dalam pengalaman pribadi Autentik
1 Pendahuluan 15’ b. Pengarahan pemilihan peristiwa 1. Penemuan
a. Pembelajar menyampaikan materi dan 1. Pemodelan - Pembelajar memberikan bimbingan 2. Mempertanyakan
tujuan pembelajaran materi yang akan 2. Mempertanyakan kepada pebelajar untuk memilih 3. Konstruktivistik
dipelajari 3. Penilaian peristiwa/ kejadian dari pengalaman 4. Penilaian
b. Apersepsi Autentik pribadi yang paling mengesankan Autentik
- Pebelajar membaca model cerpen c. Pembimbingan penyusunan urutan 1. Konstruktivistik
yang disediakan peristiwa 2. Penemuan
- Pembelajar membantu pebelajar - Pembelajar membimbing pebelajar 3. Refleksi
merumuskan dan mengemukakan untuk mendeskripsi peristiwa/ 4. Mempertanyakan
tentang pengertian dan unsur kejadian dari pengalaman pribadi 5. Penilaian
pembangun cerpen melalui kegiatan yang telah dipilih (pengalaman Autentik
tanya jawab dari model cerpen yang pribadi yang paling mengesankan)
telah dibaca sesuai urutan peristiwanya
- Pembelajar membimbing pebelajar
mencari unsur-unsur pembangun d. Pembimbingan perangkaian peristiwa 1. Konstruktivistik
model cerpen yang telah dibaca fiktif 2. Penemuan
- Pebelajar menyampaikan temuannya - Pembelajar membimbing pebelajar 3. Mempertanyakan
tentang unsur-unsur pembangun untuk mengingat (mencari) 4. Refleksi
cerpen berdasarkan model cerpen peristiwa/ kejadian lain yang mirip 5. Penilaian
yang telah dibaca (cerita imajinatif yang diidealkan) Autentik
dengan peristiwa/ kejadian dari

214 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 215
PRINSIP PRINSIP
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
KONTEKSTUAL KONTEKSTUAL

pengalaman pribadi yang paling e. Pembimbingan penyusunan cerpen 1. Konstruktivistik


mengesankan - Pembelajar membimbing pebelajar 2. Penemuan
- Pembelajar membimbing pebelajar untuk mendeskripsi peristiwa/ 3. Mempertanyakan
untuk memilih peristiwa/ kejadian kejadian dari kondisi ideal yang 4. Refleksi
lain yang mirip dengan peristiwa/ diharapkan berdasarkan pada 5. Penilaian
kejadian dari pengalaman pribadi perpaduan peristiwa/ kejadian dari Autentik
yang paling mengesankan pengalaman pribadi yang paling
- Pembelajar membimbing pebelajar mengesankan dan peristiwa/
untuk mendeskripsi peristiwa/ kejadian lain yang mirip
kejadian lain yang mirip dengan - Pembelajar membimbing pebelajar
peristiwa/ kejadian dari pengalaman untuk menulis cerpen berdasarkan
pribadi yang paling mengesankan peristiwa/ kejadian dari kondisi ideal
- Pembelajar membimbing pebelajar yang telah dideskripsikan
untuk melihat kembali deskripsi
f. Pembimbingan revisi dan penjadian 1. Refleksi
masing-masing peristiwa/ kejadian,
cerpen 2. Mempertanyakan
baik dari peristiwa/ kejadian dari
- Pembelajar membimbing pebelajar 3. Konstruktivistik
pengalaman pribadi atau yang mirip
untuk membaca berulang-ulang 4. Penemuan
- Pembelajar membimbing pebelajar
cerpen yang ditulis untuk membuat 5. Penilaian
untuk membandingkan peristiwa/
isi cerpen sesuai dengan keinginan Autentik
kejadian dari pengalaman pribadi
- Pembelajar membimbing
yang paling mengesankan dan
pebelajar untuk memperhalus dan
peristiwa/ kejadian lain yang mirip
mengembangkan lebih luas cerpen
dengan peristiwa/ kejadian dari
yang dihasilkan (melakukan revisi)
pengalaman pribadi yang paling
bila diperlukan
mengesankan
- Pembelajar membimbing pebelajar 3. Penutup 15’
untuk memadukan peristiwa/
a. Pembelajar menyampaikan hasil 1. Refleksi
kejadian dari pengalaman pribadi
evaluasi cerpen 2. Penilaian
yang paling mengesankan dan
b. Pembelajar memberikan komentar Autentik
peristiwa/ kejadian lain yang mirip
dan saran
dengan peristiwa/ kejadian dari
c. Pembelajar membantu pebelajar untuk
pengalaman pribadi yang paling
menyimpulkan dan mengukuhkan
mengesankan
konsep dalam menulis cerpen
- Pembelajar membimbing pebelajar
d. Pembelajar memberikan motivasi
untuk membuat konsep kejadian/
untuk mengembangkan kemampuan
peristiwa yang diidealkan melalui
dalam menulis cerpen
perpaduan peristiwa/ kejadian dari
e. Pembelajar membimbing pebelajar
pengalaman pribadi yang paling
untuk mempublikasikan hasil cerpen
mengesankan dan peristiwa/
terbaik
kejadian lain yang mirip

216 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 217
G. Metode Pembelajaran LEMBAR OBSERVASI SIKAP SISWA DALAM PEMBELAJARAN
Ceramah, Tanya Jawab, Demonstrasi, Penugasan (Pemberian Tugas),
Proyek, Penyelesaian Masalah (Problem Solving), Pengamatan Hasil Observasi Catatan
No Aspek yang diobservasi
(Observasi) Baik Cukup Kurang
1. Apakah siswa secara tekun
H. Media/Sumber Pembelajaran mengikuti proses pembelajaran
Buku kumpulan cerpen, Buku Bahasa dan Sastra Indonesia SMA, Buku 2. Apakah siswa berpartisipasi
(bertanya, melaksanakan tugas
LKS, Sumber lain yang relevan
dengan penuh tanggung jawab)?

I. Penilaian Keterangan:
Jenis Tagihan: tugas individu Baik : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran
Bentuk Instrumen: lembar penilaian; Penilaian proses:Jurnal, menulis cerpen sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
pembelajar
Observasi, Rubrik; Penilaian hasil: portofolio
Cukup : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran
menulis cerpen cukup sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
pembelajar
1. Lembar Penilaian proses Kurang : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran
menulis cerpen kurang sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
JURNAL KEGIATAN PENULISAN CERPEN pembelajar
NAMA SISWA : ....................................
KELAS/NOMOR : ....................................
LEMBAR OBSERVASI SIKAP DAN EVALUASI DIRI
Hasil
Tanggal Kegiatan Catatan DALAM PROSES MENULIS CERPEN
Ubah Revisi Lanjutan
Persiapan dan Konsultasi Hasil Observasi
No Aspek yang diobservasi Catatan
1. Observasi dan Baik Cukup Kurang
menemukan ide 1. Apakah siswa menunjukkan
2. Menetapkan ide sikap posiif dalam menulis
3. Menetapkan fokus 2. Apakah siswa dapat menulis
4. Mengumpulkan bahan dengan benar?
tulisan 3. Apakah siswa dapat menulis satu
bagian cerpen dalam waktu yang
Penulisan
telah ditentukan?
1. Menuliskan draft
2. Membaca berulang-ulang 4. Apakah siswa merefleksikan
sambil memperbaiki hasil tulisannya dengan tujuan
karya cerpen yang telah ditentukan?
3. Menuliskan draft sebagai Keterangan:
bahan laporan awal Baik : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran
menulis cerpen sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
Penulisan Akhir dan Tindak
pembelajar
Lanjut
Cukup : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran
1. Memperbaiki draft
menulis cerpen cukup sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
2. Menjawab pertanyaan
pembelajar
dan menghimpun saran
Kurang : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran
3. Mempublikasikan cerpen
menulis cerpen kurang sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
pembelajar

218 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 219
LEMBAR OBSERVASI STRATEGI MENULIS CERPEN Rincian per aspek penilaian dalam memberikan skor mematuhi
ketentuan berikut.
No. Apakah aspek yang diobservasi Hasil observasi
a. Tema
Skor 4 : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar dalam keseluruhan
1. Apakah siswa menentukan tujuan menulis .................................................... cerita.
cerpen secara jelas? Skor 3  : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar dalam sebagian
2. Apakah siswa menggunakan strategi .................................................... besar cerita.
menulis cerpen yang sesuai dengan teori Skor 2 : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar dalam setengah
yang dipelajarinya? keseluruhan cerita.
3. Apakah siswa dalam menulis cerpen .................................................... Skor 1 : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar sedikit dalam
menghubungkan pengalamannya dengan cerita.
pengetahuan yang dimilikinya? b. Kelengkapan Unsur
Skor 4 : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa sangat suka, emosi
penulis sangat terlibat, serta plot dan karakter kemanusian
RUBRIK PENULISAN CERPEN BERBASIS PENGALAMAN
dapat dikenali dengan jelas.
Skor 3 : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa cukup suka, emosi
NAMA SISWA : .....................................
penulis terlibat sedang, serta plot dan karakter kemanusian
KELAS/NO : .....................................
dapat dikenali sedang.
Tanggal Unjuk Kerja Siswa Catatan Skor 2  : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa agak suka, emosi
1. Mengingat satu peristiwa dari kehidupan orang penulis sedikit terlibat, serta plot dan karakter kemanusian
lain yang paling mengesankan. dapat dikenali sedikit.
2. Menulis urutan peristiwa dari kehidupan orang Skor 1 : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa tidak suka sama
lain yang paling mengesankan sekali, emosi penulis tidak terlibat sama sekali, serta plot dan
1. Membaca urutan peristiwa yang diketahui karakter kemanusian tidak sama sekali dikenali.
2. Menuliskan kondisi/peristiwa ideal yang c. Keterpaduan Unsur
diharapkan. Skor 4 : tempo sangat cepat, keintegrasian struktur (elemen) sangat
1. Menulis cerpen dengan cara merangkai baik dan sangat komplek.
peristiwa yang dialaminya dengan peristiwa Skor 3 : tempo cukup cepat, keintegrasian struktur (elemen) baik dan
yang diidealkan/diinginkan cukup komplek.
Skor 2 : tempo agak lamban, keintegrasian struktur (elemen) agak
baik dan cukup simpel.
2. Lembar penilaian hasil Skor 1 : tempo sangat lamban, keintegrasian struktur (elemen) sangat
jelek dan sangat simpel.
Lembar penilaian Cerpen d. Kemanarikan
Skor 4 : sangat menantang, sangat menarik, sangat asli, terpercaya
Aspek Penilaian Jml Skor Nilai
No Nama Siswa Judul Cepen dan terpahami, mengandung ironi dan unsur yang
A B C D E
1.
menegangkan sangat banyak, imajinasi sangat tinggi, dan
sangat jelas daya tarik yang tanpa terikat pada ruang dan
2.
waktu.
3.
Skor 3 : cukup menantang, cukup menarik, keaslian sedang, cukup
Dst
terpercaya dan cukup terpahami, mengandung ironi dan
Keterangan : A : Tema; B : Kelengkapan Unsur; C : Keterpaduan Unsur; unsur yang menegangkan sedang, imajinasi sedang, dan
D : Kemenarikan; E : Penggunaan Bahasa
daya tarik yang tanpa terikat pada ruang dan waktu juga
sedang.

220 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 221
Skor 2 : agak menantang, sedikit menarik, sedikit asli, cukup tidak RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
terpercaya dan sedikit terpahami, mengandung ironi dan
sedikit unsur yang menegangkan, imajinasi sedikit, dan Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
sedikit pula daya tarik yang tanpa terikat pada ruang dan Kelas/ Semester : X/ 2
waktu. Pertemuan ke : 1 dan 2
Skor 1 : sama sekali tidak menantang, sama sekali tidak menarik, Alokasi Waktu : 4 x 45 menit
sama sekali tidak asli, sama sekali tidak terpercaya dan sama
sekali tidak terpahami, sama sekali tidak mengandung ironi A. Standar Kompetensi
dan unsur yang menegangkan, sama sekali tidak imajinasi, 16. Mengungkapkan pengalaman diri sendiri dan orang lain ke dalam
dan sama sekali tidak ada daya tarik yang tanpa terikat pada cerpen
ruang dan waktu.
e. Penggunaan Bahasa B. Kompetensi Dasar
Skor 4 : penggunaan bahasa sangat terampil 16.2 Menulis karangan berdasarkan pengalaman orang lain dalam
Skor 3 : penggunaan bahasa cukup terampil cerpen (pelaku, peristiwa, latar)
Skor 2 : penggunaan bahasa agak terampil
Skor 1 : penggunaan bahasa sama sekali tidak terampil C. Indikator
• Pebelajar dapat merumuskan dan mengemukakan aspek teori
tentang cerpen, pengalaman orang lain, dan menulis cerpen
Nilai = Jumlah Skor pada Keseluruhan Aspek Penilaian X 5 • Pebelajar dapat menentukan topik yang berhubungan dengan
pengalaman orang lain untuk menulis cerita pendek
• Pebelajar dapat menulis kerangka cerita pendek dengan
memperhatikan pelaku, peristiwa, latar
Mengetahui, • Pebelajar dapat mengembangkan kerangka yang telah dibuat dalam
Kepala Sekolah, Pembelajar, bentuk cerpen (pelaku, peristiwa, latar) dengan memperhatikan
pilihan kata, tanda baca, dan ejaan.

D. Tujuan Pembelajaran
Pebelajar dapat menulis cerpen berdasarkan pengalaman orang lain
_____________________ _______________________
NIP NIP
E. Materi Pembelajaran

1. Teori cerpen
Cerita pendek adalah salah satu jenis prosa fiksi, selain novelet, novel,
dan roman. Cerpen adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang
dimaksudkan memberikan kesan tunggal yang dominan, memusatkan diri
pada satu tokoh dalam satu situasi pada satu ketika, dan memperlihatkan
kepaduan. Cerita pendek yang efektif terdiri dari tokoh atau sekelompok tokoh
yang ditampilkan pada satu latar atau latar belakang dan lewat lakuan lahir
atau batin terlibat dalam satu situasi. Tikaian dramatik, yaitu perbenturan
antara kekuatan yang berlawanan, merupakan inti cerita pendek.
Unsur-unsur cerita pendek meliputi tema (dan amanat), alur, tokoh-
penokohan, latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa).
Tema adalah subjek wacana, topik umum, atau masalah utama yang

222 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 223
dituangkan di dalam cerita. Tema pada hakikatnya merupakan makna Berdasarkan pemaham konsep seperti itu, jenis pengalaman orang lain
yang dikandung cerita, atau makna cerita. Alur atau plot adalah urutan pun dapat dikatakan ada enam, yaitu (1) pengalaman lucu, (2) pengalaman
kejadian yang menunjukan hubungan sebab-akibat, peristiwa yang satu aneh, (3) pengalaman mendebarkan, (4) pengalaman mengharukan, (5)
menyebabkan atau disebabkan peristiwa yang lain. Tokoh cerita adalah pengalaman memalukan, dan (6) pengalaman menyakitkan. Pengalaman
orang (orang-orang) yang ditampilkan dalam sebuah prosa yang oleh lucu adalah pengalaman yang lucu, pengalaman yang sering membuat
pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu orang yang terlibat menjadi tertawa. Dalam kondisi normal tertawa adalah
seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam ukuran kelucuan itu. Pengalaman lucu ini adalah pengalaman yang paling
tindakan. Penokohan adalah teknik menampilkan tokoh dalam cerita, dan sering diceritakan atau dikomunikasikan kepada orang lain.
hasilnya berupa sifat atau watak atau karakter tokoh. Latar adalah tempat, Pengalaman aneh adalah pengalaman yang aneh, pengalaman yang
waktu, dan keadaan sosial terjadinya peristiwa di dalam prosa. Sudut tidak masuk akal, pengalaman yang tidak umum terjadi dalam kehidupan
pandang adalah cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sehari-hari. Sebuah pengalaman yang mungkin saja terjadi sekali selama
sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa hidup. Dikatakan pengalaman aneh karena pengalaman itu kemungkinan
yang membentuk cerita dalam sebuah prosa. Pusat pengisahan menyaran kecil terjadi.
pada pusat atau titik yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan
Pengalaman mendebarkan adalah pengelaman yang menegangkan
kisah dalam sebuah prosa. Gaya adalah cara khas pengarang. Macam tema
sehingga membuat hati berdebar-debar. Pengalaman mendebarkan
yang dipilih, cara meninjau persoalan, cara menuangkannya dalam cerita
biasanya terjadi pada saat seseorang menunggu keputusan yang menyangku
adalah wilayah dari gaya yang diwujudkan melalui bahasa.
nasibnya.
Tema terekspresikan melalui unsur alur, tokoh-penokohan, latar, pusat
Pengalaman mengharukan adalah pengalaman membuat hati terharu.
pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa). Pandangan, pendapat, dan
Pengalaman mengharukan disebabkan oleh peristiwa-peristiwa tertentu
harapan para prosais dari bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayan, dan
yang memunculkan perasaan haru. Akibat pengalaman mengharukan
keamanan yang masih berada di dalam pikiran dan perasaan para prosais
dapat berupa tangisan.
termasuk dalam unsur tema. Pendapat, pandangan, dan harapan yang
dimaksud kemudian diekspresikan melalui unsur alur, tokoh-penokohan, Pengalaman memalukan adalah pengalaman yang menimbulkan
latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa). rasa malu pada korbannya. Biasanya korbannya beserta orang-orang
dekatnya akan menanggung malu bagi si korban atau keluarganya.
2. Pengalaman orang lain Pengalaman seperti ini akan dibawa sepanjang hayat. Meskipun orang lain
sudah melupakannya, bagi si korban pengalaman seperti ini tidak pernah
Pengalaman adalah segala sesuatu yang dialami atau dirasakan atau
terlupakan.
diketahui. Dalam konteks penulisan cerpen, pengalaman adalah segala
sesuatu yang dialami atau dirasakan atau diketahui oleh penulis cerpenis. Pengalaman menyakitkan adalah pengalaman yang menimbulkan
Pengalaman mencakupi pengalaman fisik dan pengalaman nonfisik. rasa sakit di hati. Pengalaman menyakitkan akan membekas dalam hati
Pengalaman fisik adalah hal-hal yang dialami secara fisik, misalnya bertemu pelakunya. Pelakukanya, terutama orang-orang yang perasa, akan selalu
dengan seseorang yang sangat dikaguminya, mendapat keuntungan teringat pengalamannya itu.
banyak dalam berdagang, berkelahi. Pengalaman nonfisik adalah hal-hal
yang dialami secara nonfisik, misalnya mimpi bertemu dengan orang yang 3. Menulis cerpen
dikaguminya, membaca riwayat hidup orang yang dikaguminya, membaca Langkah pokok, kegiatan pembelajar, kegiatan pebelajar, dan prinsip
tulisan mengenai peristiwa yang menggetarkan jiwanya. Jadi, pengalaman yang digunakan dalam proses pembelajaran menulis cerpen yang berbasis
orang lain merupakan segala sesuatu yang dialami atau dirasakan atau pada pengalaman dengan menggunakan pendekatan kontekstual adalah
diketahui oleh orang lain. Kemudian, penulis cerpen menjadi seorang sebagai berikut.
pengamat atau pendengar atau pembaca yang dapat merefleksikan Langkah pokok pertama adalah apersepsi. Langkah ini diwujudkan
segala sesuatu yang dialami oleh orang lain menjadi bentuk cerpen. oleh pembelajar menyampaikan teori tentang cerpen, pengalaman,
Untuk itu, konsep dasar suatu pengalaman orang lain sebenarnya sama dan proses menulis cerpen kepada pebelajar. Kegiatan yang dilakukan
dengan pengalaman diri sendiri. Letak perbedaannya hanya terletak pada pebelajar diperlihatkan dengan mengikuti penjelasan teoretis mengenai
pengalaman itu dirasakan atau dialami oleh siapa? cerpen (: pengertian dan unsur pembangun), pengalaman, dan menulis

224 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 225
cerpen. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan dalam proses Langkah pokok keenam adalah penyusunan cerpen. Kegiatan
pembelajarannya meliputi; Pemodelan, Mempertanyakan, dan Penilaian pebelajar adalah membimbing pebelajar untuk menuliskan peristiwa
Autentik. yang telah ditambah dan/atau yang telah diubah (peristiwa fiktif), yang
Langkah pokok kedua adalah pengingatan peristiwa. Kegiatan telah ditulis pada tahap keempat ke dalam format cerpen. Pada langkah
pembelajar adalah kegiatan mengarahkan pebelajar untuk mengingat-ingat ini pengajar mengingatkan pebelajar untuk harus memperhatikan hakikat,
peristiwa-peristiwa yang pernah dialami/dirasakannya, atau peristiwa- ciri-ciri, dan unsur-unsur cerpen sebagai prosa fiksi. Hasilnya adalah
peristiwa yang diketahuinya, dalam pengertian peristiwa dimaksud tidak sebuah cerpen yang berdasar pada pengalaman nyata penulisnya. Kegiatan
dialaminya/dirasakannya tetapi diketahuinya. Peristiwa di sini dapat pebelajar adalah menyusun cerpen fiksi. Prinsip pendekatan kontekstual
berupa peristiwa fisik maupun peristiwa non-fisik (batin, pemikiran, yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Mempertanyakan,
perasaan, dsb). Kegiatan pebelajar diwujudkan dengan mengingat (mencari) Refleksi, dan Penilaian Autentik.
peristiwa/ kejadian dari pengalaman yang paling mengesankan. Prinsip Langkah pokok ketujuh adalah revisi dan penjadian cerpen. Kegiatan
pendekatan kontekstual yang digunakan meliputi; Refleksi, Penemuan, pembelajar adalah membimbing pebelajar untuk membaca kembali cerpen
Mempertanyakan, dan Penilaian Autentik. yang ditulisnya. Apabila ada hal-hal yang perlu diperbaiki, pebelajar
Langkah pokok ketiga adalah pemilihan peristiwa. Kegiatan disarankan untuk memperbaikinya. Bahkan, apabila pebelajar merasa
pembelajar adalah mengarahkan pebelajar melakukan kegiatan perlu merombaknya, maka pembelajar membolehkan pebelajar untuk
menentukan salah satu peristiwa di antara sekian peristiwa yang pernah melakukan perombakan cerpennya. Setelah pebelajar merevisi cerpennya,
dialaminya/dirasakannya, atau diketahuinya. Peristiwa yang dipilih adalah pebelajar membimbing pebelajar untuk menulis kembali cerpen yang
peristiwa yang paling mengesan. Peristiwa yang telah dipilihnya itu telah direvisinya. Jika pebelajar telah melaksanakannya berarti dia telah
kemudian dijadikan sebagai dasar cerpen yang hendak ditulisnya. Kegiatan menghasilkan satu cerpen yang berbasis pada pengalamannya. Kegiatan
pebelajar adalah memilih peristiwa/ kejadian dari pengalaman yang paling pebelajar adalah merevisi dan finalisasi cerpen. Prinsip pendekatan
mengesankan. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan meliputi; kontekstual yang digunakan meliputi; Refleksi, Mempertanyakan,
Penemuan, Mempertanyakan, Konstruktivistik, dan Penilaian Autentik. Konstruktivistik, Penemuan, dan Penilaian Autentik.
Langkah pokok keempat adalah penyusunan urutan peristiwa.
F. Skenario Pembelajaran
Kegiatan pembelajar adalah membimbing pebelajar menyusun urutan
peristiwa yang pernah dialaminya/dirasakannya, atau diketahuinya. Urutan PRINSIP
peristiwanya disusun secara garis besar, tidak rinci dan mendetil. Kegiatan NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
pebelajar adalah menyusun urutan peristiwa/ kejadian dari pengalaman KONTEKSTUAL
yang paling mengesankan. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan
1 Pendahuluan 15’
meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Refleksi, Mempertanyakan, dan
Penilaian Autentik. a. Pembelajar menyampaikan materi dan 1. Pemodelan
tujuan pembelajaran materi yang akan 2. Mempertanyakan
Langkah pokok kelima adalah perangkaian peristiwa fiktif. Kegiatan
dipelajari 3. Penilaian
pembelajar adalah membimbing pebelajar untuk merangkai peristiwa nyata
b. Apersepsi Autentik
dengan peristiwa fiktif. Kegiatan pebelajar adalah merangkai peristiwa/
- Pebelajar membaca model cerpen yang
kejadian fiktif berdasarkan pada pengalaman yang paling mengesankan. disediakan
Pebelajar dapat mengurangi, menambah, ataupun mengubah urutan - Pembelajar membantu pebelajar
peristiwa yang telah disusunnya pada tahap ketiga dengan peristiwa merumuskan dan mengemukakan
yang diinginkannya. Pebelajar dapat menambah atau mengubah seluruh tentang pengertian dan unsur
unsur cerita sesuai dengan yang diinginkannya (:diangankannya). Cara pembangun cerpen melalui kegiatan
penulisannya: susunan peristiwa ubahan (peristiwa fiktif ) diletakkan tanya jawab dari model cerpen yang
di samping atau di bawah urutan peristiwa nyata. Prinsip pendekatan telah dibaca
kontekstual yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, - Pembelajar membimbing pebelajar
Mempertanyakan, Refleksi, dan Penilaian Autentik. mencari unsur-unsur pembangun
model cerpen yang telah dibaca

226 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 227
PRINSIP PRINSIP
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
KONTEKSTUAL KONTEKSTUAL

- Pebelajar menyampaikan temuannya lain yang mirip (cerita imajinatif yang 5. Penilaian
tentang unsur-unsur pembangun diidealkan) dengan peristiwa/ kejadian Autentik
cerpen berdasarkan model cerpen yang dari pengalaman orang lain yang paling
telah dibaca mengesankan
- Pembelajar membimbing pebelajar - Pembelajar membimbing pebelajar
mengemukakan jenis/bentuk untuk memilih peristiwa/ kejadian lain
pengalaman orang lain yang diketahui yang mirip dengan peristiwa/ kejadian
- Pembelajar membimbing pebelajar dari pengalaman orang lain yang paling
untuk merumuskan pengertian mengesankan
pengalaman orang lain dan - Pembelajar membimbing pebelajar untuk
mengklasifikasikan pengalaman mendeskripsi peristiwa/ kejadian lain
tersebut menurut jenis/bentuknya yang mirip dengan peristiwa/ kejadian
- Pembelajar membimbing dan dari pengalaman orang lain yang paling
menjelaskan pebelajar mengenai mengesankan
tahapan menulis cerpen - Pembelajar membimbing pebelajar untuk
- Pembelajar memberi penguatan aspek melihat kembali deskripsi masing-masing
teoretik cerpen, pengalaman orang lain, peristiwa/ kejadian, baik dari peristiwa/
dan menulis cerpen kejadian dari pengalaman orang lain atau
yang mirip
2. Inti 150’
- Pembelajar membimbing pebelajar untuk
a. Pengarahan pengingatan peristiwa 1. Refleksi membandingkan peristiwa/ kejadian
- Pembelajar membimbing pebelajar 2. Penemuan dari pengalaman orang lain yang paling
mengingat (mencari) peristiwa/ 3. Mempertanyakan mengesankan dan peristiwa/ kejadian lain
kejadian yang dapat dikategorikan 4. Penilaian yang mirip dengan peristiwa/ kejadian
dalam pengalaman orang lain Autentik dari pengalaman pribadi yang paling
mengesankan
b. Pengarahan pemilihan peristiwa 1. Penemuan
- Pembelajar membimbing pebelajar
- Pembelajar memberikan bimbingan 2. Mempertanyakan
untuk memadukan peristiwa/ kejadian
kepada pebelajar untuk memilih 3. Konstruktivistik
dari pengalaman orang lain yang paling
peristiwa/ kejadian dari pengalaman 4. Penilaian
mengesankan dan peristiwa/ kejadian lain
orang lain yang paling mengesankan Autentik
yang mirip dengan peristiwa/ kejadian
c. Pembimbingan penyusunan urutan 1. Konstruktivistik dari pengalaman orang lain yang paling
peristiwa 2. Penemuan mengesankan
- Pembelajar membimbing pebelajar 3. Refleksi - Pembelajar membimbing pebelajar untuk
untuk mendeskripsi peristiwa/ kejadian 4. Mempertanyakan membuat konsep kejadian/peristiwa yang
dari pengalaman orang lain yang telah 5. Penilaian diidealkan melalui perpaduan peristiwa/
dipilih (pengalaman orang lain yang Autentik kejadian dari pengalaman orang lain
paling mengesankan) sesuai urutan yang paling mengesankan dan peristiwa/
peristiwanya kejadian lain yang mirip

d. Pembimbingan perangkaian peristiwa 1. Konstruktivistik e. Pembimbingan penyusunan cerpen 1. Konstruktivistik


fiktif 2. Penemuan - Pembelajar membimbing pebelajar 2. Penemuan
- Pembelajar membimbing pebelajar untuk 3. Mempertanyakan untuk mendeskripsi peristiwa/ kejadian 3. Mempertanyakan
mengingat (mencari) peristiwa/ kejadian 4. Refleksi

228 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 229
H. Media/Sumber Pembelajaran
PRINSIP
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU - Buku kumpulan cerpen
KONTEKSTUAL - Buku Bahasa dan Sastra Indonesia SMA X terbitan Pemkot
Semarang
dari kondisi ideal yang diharapkan 4. Refleksi
- Buku LKS
berdasarkan pada perpaduan peristiwa/ 5. Penilaian
- Sumber lain yang relevan
kejadian dari pengalaman orang Autentik
lain yang paling mengesankan dan
peristiwa/ kejadian lain yang mirip I. Penilaian
- Pembelajar membimbing pebelajar Jenis Tagihan: tugas individu
untuk menulis cerpen berdasarkan Bentuk Instrumen: lembar penilaian
peristiwa/ kejadian dari kondisi ideal 1. Penilaian proses:Jurnal, Observasi, Rubrik
yang telah dideskripsikan 2. Penilaian hasil: portofolio
f. Pembimbingan revisi dan penjadian 1. Refleksi
cerpen 2. Mempertanyakan
- Pembelajar membimbing pebelajar 3. Konstruktivistik 1. Lembar Penilaian proses
untuk membaca berulang-ulang cerpen 4. Penemuan
yang ditulis untuk membuat isi cerpen 5. Penilaian JURNAL KEGIATAN PENULISAN CERPEN
sesuai dengan keinginan Autentik NAMA SISWA : ....................................
- Pembelajar membimbing KELAS/NOMOR : ....................................
pebelajar untuk memperhalus dan
mengembangkan lebih luas cerpen Hasil
Tanggal Kegiatan Catatan
yang dihasilkan (melakukan revisi) bila Ubah Revisi Lanjutan
diperlukan
Persiapan dan Konsultasi
3. Penutup 15’ 1. Observasi dan
a. Pembelajar menyampaikan hasil evaluasi 1. Refleksi menemukan ide
cerpen 2. Penilaian 2. Menetapkan ide
b. Pembelajar memberikan komentar dan Autentik 3. Menetapkan fokus
saran 4. Mengumpulkan bahan
c. Pembelajar membantu pebelajar untuk tulisan
menyimpulkan dan mengukuhkan Penulisan
konsep dalam menulis cerpen 1. Menuliskan draft
d. Pembelajar memberikan motivasi untuk 2. Membaca berulang-
mengembangkan kemampuan dalam ulang sambil memper­
menulis cerpen baiki karya cerpen
e. Pembelajar membimbing pebelajar untuk 3. Menuliskan draft seba­
mempublikasikan hasil cerpen terbaik (di gai bahan laporan awal
mading sekolah, majalah sekolah, surat
kabar dll) Penulisan Akhir dan Tindak
Lanjut
1. Memperbaiki draft
2. Menjawab pertanyaan
G. Metode Pembelajaran
dan menghimpun saran
Ceramah, Tanya Jawab, Demonstrasi, Penugasan (Pemberian Tugas), 3. Mempublikasikan
Proyek, Penyelesaian Masalah (Problem Solving), Pengamatan cerpen
(Observasi)

230 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 231
LEMBAR OBSERVASI SIKAP SISWA DALAM PEMBELAJARAN LEMBAR OBSERVASI STRATEGI MENULIS CERPEN

Hasil Observasi Catatan No. Apakah aspek yang diobservasi Hasil observasi
No Aspek yang diobservasi
Baik Cukup Kurang 1. Apakah siswa menentukan tujuan menulis ....................................................
1. Apakah siswa secara tekun cerpen secara jelas?
mengikuti proses pembelajaran
2. Apakah siswa menggunakan strategi ....................................................
2. Apakah siswa berpartisipasi menulis cerpen yang sesuai dengan teori
(bertanya, melaksanakan tugas yang dipelajarinya?
dengan penuh tanggung jawab)?
3. Apakah siswa dalam menulis cerpen ....................................................
Keterangan:
menghubungkan pengalamannya dengan
Baik : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran
pengetahuan yang dimilikinya?
menulis cerpen sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
pembelajar
Cukup : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran RUBRIK PENULISAN CERPEN BERBASIS PENGALAMAN
menulis cerpen cukup sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
pembelajar NAMA SISWA : .....................................
Kurang : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran KELAS/NO : .....................................
menulis cerpen kurang sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
pembelajar Tanggal Unjuk Kerja Siswa Catatan
1. Mengingat satu peristiwa dari kehidupan orang
lain yang paling mengesankan.
LEMBAR OBSERVASI SIKAP DAN EVALUASI DIRI 2. Menulis urutan peristiwa dari kehidupan orang
DALAM PROSES MENULIS CERPEN lain yang paling mengesankan

Hasil Observasi 1. Membaca urutan peristiwa yang diketahui


No Aspek yang diobservasi Catatan 2. Menuliskan kondisi/peristiwa ideal yang
Baik Cukup Kurang
diharapkan.
1. Apakah siswa menunjukkan
sikap posiif dalam menulis 1. Menulis cerpen dengan cara merangkai peris­
tiwa yang dialaminya dengan peristiwa yang
2. Apakah siswa dapat menulis
diidealkan/diinginkan
dengan benar?
3. Apakah siswa dapat menulis
satu bagian cerpen dalam waktu 2. Lembar penilaian hasil
yang telah ditentukan?
4. Apakah siswa merefleksikan Lembar penilaian Cerpen
hasil tulisannya dengan tujuan
yang telah ditentukan? Jml
Aspek Penilaian Nilai
No Nama Siswa Judul Cepen Skor
Keterangan:
Baik : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran A B C D E
menulis cerpen sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh pembelajar 1.
Cukup : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran 2.
menulis cerpen cukup sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh 3.
pembelajar
Dst
Kurang : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran
menulis cerpen kurang sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh Keterangan : A : Tema; B : Kelengkapan Unsur; C : Keterpaduan Unsur;
pembelajar D : Kemenarikan; E : Penggunaan Bahasa

232 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 233
Rincian per aspek penilaian dalam memberikan skor mematuhi Skor 2 : agak menantang, sedikit menarik, sedikit asli, cukup tidak
ketentuan berikut. terpercaya dan sedikit terpahami, mengandung ironi dan
a. Tema sedikit unsur yang menegangkan, imajinasi sedikit, dan sedikit
Skor 4 : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar dalam keseluruhan pula daya tarik yang tanpa terikat pada ruang dan waktu.
cerita. Skor 1 : sama sekali tidak menantang, sama sekali tidak menarik, sama
Skor 3  : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar dalam sebagian besar sekali tidak asli, sama sekali tidak terpercaya dan sama sekali
cerita. tidak terpahami, sama sekali tidak mengandung ironi dan
Skor 2 : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar dalam setengah unsur yang menegangkan, sama sekali tidak imajinasi, dan
keseluruhan cerita. sama sekali tidak ada daya tarik yang tanpa terikat pada ruang
Skor 1 : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar sedikit dalam cerita. dan waktu.

b. Kelengkapan Unsur e. Penggunaan Bahasa


Skor 4 : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa sangat suka, emosi Skor 4 : penggunaan bahasa sangat terampil
penulis sangat terlibat, serta plot dan karakter kemanusian Skor 3 : penggunaan bahasa cukup terampil
dapat dikenali dengan jelas. Skor 2 : penggunaan bahasa agak terampil
Skor 3 : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa cukup suka, emosi Skor 1 : penggunaan bahasa sama sekali tidak terampil
penulis terlibat sedang, serta plot dan karakter kemanusian
dapat dikenali sedang.
Nilai = Jumlah Skor pada Keseluruhan Aspek Penilaian X 5
Skor 2  : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa agak suka, emosi
penulis sedikit terlibat, serta plot dan karakter kemanusian
dapat dikenali sedikit.
Skor 1 : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa tidak suka sama
sekali, emosi penulis tidak terlibat sama sekali, serta plot dan Mengetahui,
karakter kemanusian tidak sama sekali dikenali. Kepala Sekolah, Pembelajar,

c. Keterpaduan Unsur
Skor 4 : tempo sangat cepat, keintegrasian struktur (elemen) sangat
baik dan sangat komplek. _____________________ _______________________
Skor 3 : tempo cukup cepat, keintegrasian struktur (elemen) baik dan NIP NIP
cukup komplek.
Skor 2 : tempo agak lamban, keintegrasian struktur (elemen) agak baik
dan cukup simpel.
Skor 1 : tempo sangat lamban, keintegrasian struktur (elemen) sangat
jelek dan sangat simpel.

d. Kemanarikan
Skor 4 : sangat menantang, sangat menarik, sangat asli, terpercaya dan
terpahami, mengandung ironi dan unsur yang menegangkan
sangat banyak, imajinasi sangat tinggi, dan sangat jelas daya
tarik yang tanpa terikat pada ruang dan waktu.
Skor 3 : cukup menantang, cukup menarik, keaslian sedang, cukup
terpercaya dan cukup terpahami, mengandung ironi dan unsur
yang menegangkan sedang, imajinasi sedang, dan daya tarik
yang tanpa terikat pada ruang dan waktu juga sedang.

234 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 235
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN perbenturan antara kekuatan yang berlawanan, merupakan inti cerita
pendek.
Mata Pelajaran : Sastra Unsur-unsur cerita pendek meliputi tema (dan amanat), alur, tokoh-
Kelas/ Semester : XI/ 1 penokohan, latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa).
Pertemuan ke : 1 dan 2 Tema adalah subjek wacana, topik umum, atau masalah utama yang
Alokasi Waktu : 4 x 45 menit dituangkan di dalam cerita. Tema pada hakikatnya merupakan makna
yang dikandung cerita, atau makna cerita. Alur atau plot adalah urutan
kejadian yang menunjukan hubungan sebab-akibat, peristiwa yang satu
A. Standar Kompetensi menyebabkan atau disebabkan peristiwa yang lain. Tokoh cerita adalah
4. Mengungkapkan pengalaman dalam puisi, cerita pendek, dan orang (orang-orang) yang ditampilkan dalam sebuah prosa yang oleh
drama pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu
seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
B. Kompetensi Dasar tindakan. Penokohan adalah teknik menampilkan tokoh dalam cerita, dan
4.1 Menulis cerita pendek berkenaan dengan kehidupan seseorang hasilnya berupa sifat atau watak atau karakter tokoh. Latar adalah tempat,
dengan sudut penceritaan orang ketiga waktu, dan keadaan sosial terjadinya peristiwa di dalam prosa. Sudut
pandang adalah cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai
C. Indikator Keberhasilan sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa
• Pebelajar dapat merumuskan dan mengemukakan aspek teori yang membentuk cerita dalam sebuah prosa. Pusat pengisahan menyaran
tentang cerpen, kehidupan seseorang dengan sudut penceritaan pada pusat atau titik yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan
orang ketiga, dan menulis cerpen kisah dalam sebuah prosa. Gaya adalah cara khas pengarang. Macam tema
• Pebelajar dapat menentukan topik yang berhubungan dengan yang dipilih, cara meninjau persoalan, cara menuangkannya dalam cerita
kehidupan seseorang dengan sudut penceritaan orang ketiga untuk adalah wilayah dari gaya yang diwujudkan melalui bahasa.
menulis cerita pendek
Tema terekspresikan melalui unsur alur, tokoh-penokohan, latar, pusat
• Pebelajar dapat menulis kerangka cerita pendek dengan
pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa). Pandangan, pendapat, dan
memperhatikan pelaku, peristiwa, latar, sudut pandang diaan
harapan para prosais dari bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayan, dan
• Pebelajar dapat mengembangkan kerangka yang telah dibuat
keamanan yang masih berada di dalam pikiran dan perasaan para prosais
dalam bentuk cerpen (pelaku, peristiwa, latar, sudut pandang
termasuk dalam unsur tema. Pendapat, pandangan, dan harapan yang
diaan) dengan memperhatikan pilihan kata, tanda baca, dan ejaan.
dimaksud kemudian diekspresikan melalui unsur alur, tokoh-penokohan,
latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa).
D. Tujuan Pembelajaran
Pebelajar dapat menulis cerpen berdasarkan kehidupan seseorang
dengan sudut penceritaan orang ketiga 2. Bentuk kehidupan seseorang dengan sudut penceritaan orang ketiga
Kehidupan merupakan aktivitas yang dijalami oleh makhluk untuk
E. Materi Pembelajaran hidup. Kehidupan seseorang mengacu pada seseorang yang berusaha
untuk hidup. Perjalanan menjalani hidup tentu tidak semudah diucapkan,
1. Teori cerpen tetapi terdapat lika-liku yang sulit untuk ditebak. Adakalanya seseorang
Cerita pendek adalah salah satu jenis prosa fiksi, selain novelet, novel, itu memperoleh hidup yang nyama, tenang tentram, dan bahagia. Namun
dan roman. Cerpen adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang di waktu yang berbeda danatau bersamaan adakalanya seseorang tersebut
dimaksudkan memberikan kesan tunggal yang dominan, memusatkan diri memperoleh kondisi yang sebaliknya, misalnya sedih, tidak tenang, tidak
pada satu tokoh dalam satu situasi pada satu ketika, dan memperlihatkan nyama.
kepaduan. Cerita pendek yang efektif terdiri dari tokoh atau sekelompok Sehubungan dengan pembelajaran menulis cerpen, kehidupan yang
tokoh yang ditampilkan pada satu latar atau latar belakang dan lewat dirasakan atau dijalani oleh seseorang sebenarnya sama jug akehidupan
lakuan lahir atau batin terlibat dalam satu situasi. Tikaian dramatik, yaitu yang ada dalam sebuah cerpen. Sebab, pada dasarnya cerpen yang ditulis

236 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 237
oleh seseorang itu sebenarnya membuat kehidupan yang imajinatif dalam yang paling mengesankan. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan
sebauh cerita yang disusunnya. Dengan demikian, bentuk kehidupan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Refleksi, Mempertanyakan, dan
seseorang yang ada dalam dunia nyata dapat dijadikan sebuah pijakan atau Penilaian Autentik.
“sumber inspirasi” dalam menulis cerpen. Langkah pokok kelima adalah perangkaian peristiwa fiktif. Kegiatan
pembelajar adalah membimbing pebelajar untuk merangkai peristiwa nyata
3. Menulis cerpen dengan peristiwa fiktif. Kegiatan pebelajar adalah merangkai peristiwa/
Langkah pokok, kegiatan pembelajar, kegiatan pebelajar, dan prinsip kejadian fiktif berdasarkan pada pengalaman yang paling mengesankan.
yang digunakan dalam proses pembelajaran menulis cerpen yang berbasis Pebelajar dapat mengurangi, menambah, ataupun mengubah urutan
pada pengalaman dengan menggunakan pendekatan kontekstual adalah peristiwa yang telah disusunnya pada tahap ketiga dengan peristiwa
sebagai berikut. yang diinginkannya. Pebelajar dapat menambah atau mengubah seluruh
Langkah pokok pertama adalah apersepsi. Langkah ini diwujudkan unsur cerita sesuai dengan yang diinginkannya (:diangankannya). Cara
oleh pembelajar menyampaikan teori tentang cerpen, pengalaman, penulisannya: susunan peristiwa ubahan (peristiwa fiktif ) diletakkan
dan proses menulis cerpen kepada pebelajar. Kegiatan yang dilakukan di samping atau di bawah urutan peristiwa nyata. Prinsip pendekatan
pebelajar diperlihatkan dengan mengikuti penjelasan teoretis mengenai kontekstual yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan,
cerpen (: pengertian dan unsur pembangun), pengalaman, dan menulis Mempertanyakan, Refleksi, dan Penilaian Autentik.
cerpen. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan dalam proses Langkah pokok keenam adalah penyusunan cerpen. Kegiatan
pembelajarannya meliputi; Pemodelan, Mempertanyakan, dan Penilaian pebelajar adalah membimbing pebelajar untuk menuliskan peristiwa
Autentik. yang telah ditambah dan/atau yang telah diubah (peristiwa fiktif), yang
Langkah pokok kedua adalah pengingatan peristiwa. Kegiatan telah ditulis pada tahap keempat ke dalam format cerpen. Pada langkah
pembelajar adalah kegiatan mengarahkan pebelajar untuk mengingat-ingat ini pengajar mengingatkan pebelajar untuk harus memperhatikan hakikat,
peristiwa-peristiwa yang pernah dialami/dirasakannya, atau peristiwa- ciri-ciri, dan unsur-unsur cerpen sebagai prosa fiksi. Hasilnya adalah
peristiwa yang diketahuinya, dalam pengertian peristiwa dimaksud tidak sebuah cerpen yang berdasar pada pengalaman nyata penulisnya. Kegiatan
dialaminya/dirasakannya tetapi diketahuinya. Peristiwa di sini dapat pebelajar adalah menyusun cerpen fiksi. Prinsip pendekatan kontekstual
berupa peristiwa fisik maupun peristiwa non-fisik (batin, pemikiran, yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Mempertanyakan,
perasaan, dsb). Kegiatan pebelajar diwujudkan dengan mengingat (mencari) Refleksi, dan Penilaian Autentik.
peristiwa/ kejadian dari pengalaman yang paling mengesankan. Prinsip Langkah pokok ketujuh adalah revisi dan penjadian cerpen. Kegiatan
pendekatan kontekstual yang digunakan meliputi; Refleksi, Penemuan, pembelajar adalah membimbing pebelajar untuk membaca kembali cerpen
Mempertanyakan, dan Penilaian Autentik. yang ditulisnya. Apabila ada hal-hal yang perlu diperbaiki, pebelajar
Langkah pokok ketiga adalah pemilihan peristiwa. Kegiatan disarankan untuk memperbaikinya. Bahkan, apabila pebelajar merasa
pembelajar adalah mengarahkan pebelajar melakukan kegiatan perlu merombaknya, maka pembelajar membolehkan pebelajar untuk
menentukan salah satu peristiwa di antara sekian peristiwa yang pernah melakukan perombakan cerpennya. Setelah pebelajar merevisi cerpennya,
dialaminya/dirasakannya, atau diketahuinya. Peristiwa yang dipilih adalah pebelajar membimbing pebelajar untuk menulis kembali cerpen yang
peristiwa yang paling mengesan. Peristiwa yang telah dipilihnya itu telah direvisinya. Jika pebelajar telah melaksanakannya berarti dia telah
kemudian dijadikan sebagai dasar cerpen yang hendak ditulisnya. Kegiatan menghasilkan satu cerpen yang berbasis pada pengalamannya. Kegiatan
pebelajar adalah memilih peristiwa/ kejadian dari pengalaman yang paling pebelajar adalah merevisi dan finalisasi cerpen. Prinsip pendekatan
mengesankan. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan meliputi; kontekstual yang digunakan meliputi; Refleksi, Mempertanyakan,
Penemuan, Mempertanyakan, Konstruktivistik, dan Penilaian Autentik. Konstruktivistik, Penemuan, dan Penilaian Autentik.
Langkah pokok keempat adalah penyusunan urutan peristiwa.
Kegiatan pembelajar adalah membimbing pebelajar menyusun urutan
peristiwa yang pernah dialaminya/dirasakannya, atau diketahuinya. Urutan
peristiwanya disusun secara garis besar, tidak rinci dan mendetil. Kegiatan
pebelajar adalah menyusun urutan peristiwa/ kejadian dari pengalaman

238 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 239
F. Skenario Pembelajaran
PRINSIP
PRINSIP NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU KONTEKSTUAL
KONTEKSTUAL kejadian yang dapat dikategorikan 4. Penilaian
1 Pendahuluan 15’ dalam kejadian kehidupan seseorang Autentik
dengan sudut penceritaan orang ketiga
a. Pembelajar menyampaikan materi dan 1. Pemodelan
tujuan pembelajaran materi yang akan 2. Mempertanyakan b. Pengarahan pemilihan peristiwa 1. Penemuan
dipelajari 3. Penilaian - Pembelajar memberikan bimbingan 2. Mempertanyakan
b. Apersepsi Autentik kepada pebelajar untuk memilih peris­ 3. Konstruktivistik
- Pebelajar membaca model cerpen yang tiwa/kejadian kehidupan seseo­rang 4. Penilaian
disediakan dengan sudut penceritaan orang ketiga Autentik
- Pembelajar membantu pebelajar yang diketahui (dibaca, didengar, atau
merumuskan dan mengemukakan dilihat) dan paling mengesankan
tentang pengertian dan unsur pem­ c. Pembimbingan penyusunan urutan 1. Konstruktivistik
ba­ngun cerpen melalui kegiatan tanya peristiwa 2. Penemuan
jawab dari model cerpen yang telah - Pembelajar membimbing pebelajar 3. Refleksi
dibaca untuk mendeskripsi peristiwa/ kejadian 4. Mempertanyakan
- Pembelajar membimbing pebelajar dari kehidupan seseorang dengan 5. Penilaian
mencari unsur-unsur pembangun sudut penceritaan orang ketiga yang Autentik
model cerpen yang telah dibaca telah dipilih sesuai urutan peristiwanya
- Pebelajar menyampaikan temuannya
tentang unsur-unsur pembangun d. Pembimbingan perangkaian peristiwa 1. Konstruktivistik
cerpen berdasarkan model cerpen yang fiktif 2. Penemuan
telah dibaca - Pembelajar membimbing pebelajar 3. Mempertanyakan
- Pembelajar membimbing pebelajar untuk mengingat (mencari) peristiwa/ 4. Refleksi
mengemukakan jenis/bentuk ke­hi­dup­ kejadian lain yang mirip (cerita ima­ 5. Penilaian
an seseorang dengan sudut pence­ritaan jinatif yang diidealkan) dengan peris­­ Autentik
orang ketiga yang diketahui (dibaca, tiwa/kejadian dari kehidupan sese­
didengar, atau dilihat) orang dengan sudut penceritaan orang
- Pembelajar membimbing pebelajar ketiga yang diketahui (dibaca, didengar,
untuk merumuskan pengertian dan atau dilihat) dan paling mengesankan
mengklasifikasikan kehidupan seseo­ - Pembelajar membimbing pebelajar
rang tersebut menurut jenis/bentuk­nya untuk memilih peristiwa/ kejadian lain
- Pembelajar membimbing dan menje­ yang mirip dengan peristiwa/ keja­di­
las­k an pebelajar mengenai tahapan an dari kehidupan seseorang de­ngan
menulis cerpen sudut penceritaan orang ketiga yang
- Pembelajar memberi penguatan aspek diketahui (dibaca, didengar, atau dili­
teoretik cerpen, kehidupan seseorang hat) dan yang paling mengesankan
dengan sudut penceritaan orang ketiga, - Pembelajar membimbing pebelajar
dan menulis cerpen untuk mendeskripsi peristiwa/ kejadi­
an lain yang mirip dengan peristiwa/
2. Inti 150’ kejadian dari kehidupan seseorang
a. Pengarahan pengingatan peristiwa 1. Refleksi dengan sudut penceritaan orang ketiga
- Pembelajar membimbing pebelajar 2. Penemuan yang diketahui (dibaca, didengar, atau
mengingat (mencari) peristiwa/ 3. Mempertanyakan dilihat) dan yang paling mengesankan

240 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 241
PRINSIP PRINSIP
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
KONTEKSTUAL KONTEKSTUAL

- Pembelajar membimbing pebelajar - Pembelajar membimbing pebelajar


untuk melihat kembali deskripsi untuk menulis cerpen berdasarkan
masing-masing peristiwa/ kejadian, peristiwa/ kejadian dari kondisi ideal
baik dari peristiwa/ kejadian dari yang telah dideskripsikan
kehi­d upan seseorang dengan sudut
f. Pembimbingan revisi dan penjadian 1. Refleksi
penceritaan orang ketiga yang diketa­
cerpen 2. Mempertanyakan
hui (dibaca, didengar, atau dilihat) atau
- Pembelajar membimbing pebelajar 3. Kontruktivitik
yang mirip
untuk membaca berulang-ulang cerpen 4. Penemuan
- Pembelajar membimbing pebelajar
yang ditulis untuk membuat isi cerpen 5. Penilaian
untuk membandingkan peristiwa/
sesuai dengan keinginan Autentik
kejadian dari kehidupan seseorang
- Pembelajar membimbing pebelajar
dengan sudut penceritaan orang ketiga
untuk memperhalus dan mengem­
yang diketahui (dibaca, didengar, atau
bangkan lebih luas cerpen yang dihasil­
dilihat) dan yang paling mengesankan
kan (melakukan revisi) bila diperlukan
dengan peristiwa/ kejadian lain yang
mirip 3. Penutup 15’
- Pembelajar membimbing pebelajar
a. Pembelajar menyampaikan hasil evaluasi 1. Refleksi
untuk memadukan peristiwa/ keja­dian
cerpen 2. Penilaian
dari kehidupan seseorang dengan sudut
b. Pembelajar memberikan komentar dan Autentik
penceritaan orang ketiga yang diketahui
saran
(dibaca, didengar, atau dili­h at) dan
c. Pembelajar membantu pebelajar untuk
yang paling mengesankan dengan
menyimpulkan dan mengukuhkan
peristiwa/ kejadian lain yang mirip
konsep dalam menulis cerpen
- Pembelajar membimbing pebelajar
d. Pembelajar memberikan motivasi untuk
untuk membuat konsep kejadian/
mengembangkan kemampuan dalam
peristiwa yang diidealkan melalui
menulis cerpen
per­p aduan peristiwa/ kejadian dari
e. Pembelajar membimbing pebelajar untuk
kehidupan seseorang dengan sudut
mempublikasikan hasil cerpen terbaik
penceritaan orang ketiga yang dike­
(di Mading sekolah, Majalah Sekolah,
tahui (dibaca, didengar, atau dilihat)
surat kabar dll)
dan yang paling mengesankan dengan
peristiwa/ kejadian lain yang mirip

e. Pembimbingan penyusunan cerpen 1. Konstruktivistik


G. Metode Pembelajaran
- Pembelajar membimbing pebelajar 2. Penemuan
Ceramah, Tanya Jawab, Demonstrasi, Penugasan (Pemberian Tugas),
untuk mendeskripsi peristiwa/ kejadian 3. Mempertanyakan
dari kondisi ideal yang diharapkan 4. Refleksi
Proyek, Penyelesaian Masalah (Problem Solving), Pengamatan
berdasarkan pada perpaduan peristiwa/ 5. Penilaian (Observasi)
kejadian dari kehidupan seseorang Autentik
dengan sudut penceritaan orang ketiga H. Media/Sumber Pembelajaran
yang diketahui (dibaca, didengar, atau - Buku kumpulan cerpen
dilihat) dan yang paling mengesankan - Buku Bahasa dan Sastra Indonesia SMA XI terbitan Pemko
dan peristiwa/ kejadian lain yang mirip Semarang

242 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 243
- Buku LKS LEMBAR OBSERVASI SIKAP SISWA DALAM PEMBELAJARAN
- Sumber lain yang relevan
Hasil Observasi Catatan
No Aspek yang diobservasi
I. Penilaian Baik Cukup Kurang
Jenis Tagihan: tugas individu
1. Apakah siswa secara tekun mengikuti
Bentuk Instrumen: lembar penilaian
proses pembelajaran
1. Penilaian proses:Jurnal, Observasi, Rubrik
2. Penilaian hasil: portofolio 2. Apakah siswa berpartisipasi (berta­
nya, melaksanakan tugas dengan
penuh tanggung jawab)?
1. Lembar Penilaian proses Keterangan:
Baik : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran
JURNAL KEGIATAN PENULISAN CERPEN menulis cerpen sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
NAMA SISWA : .................................... pembelajar
KELAS/NOMOR : .................................... Cukup : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran
menulis cerpen cukup sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
Hasil pembelajar
Tanggal Kegiatan Catatan Kurang : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran
Ubah Revisi Lanjutan
menulis cerpen kurang sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
Persiapan dan Konsultasi pembelajar
1. Observasi dan menemukan
ide LEMBAR OBSERVASI SIKAP DAN EVALUASI DIRI
2. Menetapkan ide DALAM PROSES MENULIS CERPEN
3. Menetapkan fokus
4. Mengumpulkan bahan Hasil Observasi
No Aspek yang diobservasi Catatan
tulisan Baik Cukup Kurang
1. Apakah siswa menunjukkan sikap
Penulisan posiif dalam menulis
1. Menuliskan draft
2. Apakah siswa dapat menulis
2. Membaca berulang-ulang
dengan benar?
sambil memperbaiki karya
cerpen 3. Apakah siswa dapat menulis satu
3. Menuliskan draft sebagai bagian cerpen dalam waktu yang
bahan laporan awal telah ditentukan?
4. Apakah siswa merefleksikan hasil
Penulisan Akhir dan Tindak tulisannya dengan tujuan yang
Lanjut telah ditentukan?
1. Memperbaiki draft
Keterangan:
2. Menjawab pertanyaan dan
Baik : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran
menghimpun saran
menulis cerpen sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh pembelajar
3. Mempublikasikan cerpen
Cukup : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran
menulis cerpen cukup sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
pembelajar
Kurang : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran
menulis cerpen kurang sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
pembelajar

244 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 245
LEMBAR OBSERVASI STRATEGI MENULIS CERPEN Rincian per aspek penilaian dalam memberikan skor mematuhi
ketentuan berikut.
No. Apakah aspek yang diobservasi Hasil observasi
a. Tema
1. Apakah siswa menentukan tujuan menulis .................................................... Skor 4 : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar dalam keseluruhan
cerpen secara jelas? cerita.
2. Apakah siswa menggunakan strategi .................................................... Skor 3  : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar dalam sebagian besar
menulis cerpen yang sesuai dengan teori cerita.
yang dipelajarinya? Skor 2 : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar dalam setengah
keseluruhan cerita.
3. Apakah siswa dalam menulis cerpen ....................................................
menghubungkan pengalamannya dengan
Skor 1 : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar sedikit dalam cerita.
pengetahuan yang dimilikinya?
b. Kelengkapan Unsur
Skor 4 : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa sangat suka, emosi
RUBRIK PENULISAN CERPEN BERBASIS PENGALAMAN
penulis sangat terlibat, serta plot dan karakter kemanusian
dapat dikenali dengan jelas.
NAMA SISWA : .....................................
Skor 3 : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa cukup suka, emosi
KELAS/NO : .....................................
penulis terlibat sedang, serta plot dan karakter kemanusian
Tanggal Unjuk Kerja Siswa Catatan dapat dikenali sedang.
Skor 2  : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa agak suka, emosi
1. Mengingat satu peristiwa dari kehidupan
penulis sedikit terlibat, serta plot dan karakter kemanusian
orang lain yang paling mengesankan.
dapat dikenali sedikit.
2. Menulis urutan peristiwa dari kehidupan
Skor 1 : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa tidak suka sama
orang lain yang paling mengesankan
sekali, emosi penulis tidak terlibat sama sekali, serta plot dan
1. Membaca urutan peristiwa yang diketahui karakter kemanusian tidak sama sekali dikenali.
2. Menuliskan kondisi/peristiwa ideal yang
diharapkan. c. Keterpaduan Unsur
1. Menulis cerpen dengan cara merangkai Skor 4 : tempo sangat cepat, keintegrasian struktur (elemen) sangat
peristiwa yang dialaminya dengan baik dan sangat komplek.
peristiwa yang diidealkan/diinginkan Skor 3 : tempo cukup cepat, keintegrasian struktur (elemen) baik dan
cukup komplek.
Skor 2 : tempo agak lamban, keintegrasian struktur (elemen) agak baik
dan cukup simpel.
2. Lembar penilaian hasil
Skor 1 : tempo sangat lamban, keintegrasian struktur (elemen) sangat
Lembar penilaian Cerpen jelek dan sangat simpel.
Jml
Aspek Penilaian Nilai d. Kemanarikan
No Nama Siswa Judul Cepen Skor
A B C D E Skor 4 : sangat menantang, sangat menarik, sangat asli, terpercaya dan
1. terpahami, mengandung ironi dan unsur yang menegangkan
2. sangat banyak, imajinasi sangat tinggi, dan sangat jelas daya
3.
tarik yang tanpa terikat pada ruang dan waktu.
Skor 3 : cukup menantang, cukup menarik, keaslian sedang, cukup
Dst
terpercaya dan cukup terpahami, mengandung ironi dan unsur
Keterangan : A :Tema; B : Kelengkapan Unsur; C : Keterpaduan Unsur; yang menegangkan sedang, imajinasi sedang, dan daya tarik
D : Kemenarikan; E : Penggunaan Bahasa yang tanpa terikat pada ruang dan waktu juga sedang.

246 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 247
Skor 2 : agak menantang, sedikit menarik, sedikit asli, cukup tidak RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
terpercaya dan sedikit terpahami, mengandung ironi dan
sedikit unsur yang menegangkan, imajinasi sedikit, dan sedikit Mata Pelajaran : Sastra
pula daya tarik yang tanpa terikat pada ruang dan waktu. Kelas/ Semester : XI/ 2
Skor 1 : sama sekali tidak menantang, sama sekali tidak menarik, sama Pertemuan ke : 1 dan 2
sekali tidak asli, sama sekali tidak terpercaya dan sama sekali Alokasi Waktu : 4 x 45 menit
tidak terpahami, sama sekali tidak mengandung ironi dan
unsur yang menegangkan, sama sekali tidak imajinasi, dan A. Standar Kompetensi
sama sekali tidak ada daya tarik yang tanpa terikat pada ruang 9. Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman
dan waktu. dalam kegiatan produksi dan transformasikan bentuk karya sastra

e. Penggunaan Bahasa B. Kompetensi Dasar


Skor 4 : penggunaan bahasa sangat terampil 9.1 Mengarang cerpen berdasarkan realitas sosial
Skor 3 : penggunaan bahasa cukup terampil
Skor 2 : penggunaan bahasa agak terampil C. Indikator Keberhasilan
Skor 1 : penggunaan bahasa sama sekali tidak terampil • Pebelajar dapat merumuskan dan mengemukakan aspek teori
tentang cerpen, realitas sosial, dan menulis cerpen
• Pebelajar dapat menentukan topik yang berhubungan dengan
Nilai = Jumlah Skor pada Keseluruhan Aspek Penilaian X 5
realitas sosial untuk menulis cerita pendek
• Pebelajar dapat menulis kerangka cerita pendek dengan
memperhatikan pelaku, peristiwa, latar, dan seterusnya
Mengetahui, • Pebelajar dapat mengembangkan kerangka yang telah dibuat
Kepala Sekolah, Pembelajar, dalam bentuk cerpen (pelaku, peristiwa, latar, sudut pandang)
dengan memperhatikan pilihan kata, tanda baca, dan ejaan.

D. Tujuan Pembelajaran
Pebelajar dapat menulis cerpen berdasarkan realitas sosial
_____________________ _______________________
NIP NIP E. Materi Pembelajaran

1. Teori cerpen
Cerita pendek adalah salah satu jenis prosa fiksi, selain novelet, novel,
dan roman. Cerpen adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang
dimaksudkan memberikan kesan tunggal yang dominan, memusatkan diri
pada satu tokoh dalam satu situasi pada satu ketika, dan memperlihatkan
kepaduan. Cerita pendek yang efektif terdiri dari tokoh atau sekelompok
tokoh yang ditampilkan pada satu latar atau latar belakang dan lewat
lakuan lahir atau batin terlibat dalam satu situasi. Tikaian dramatik, yaitu
perbenturan antara kekuatan yang berlawanan, merupakan inti cerita
pendek.
Unsur-unsur cerita pendek meliputi tema (dan amanat), alur, tokoh-
penokohan, latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa).
Tema adalah subjek wacana, topik umum, atau masalah utama yang

248 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 249
dituangkan di dalam cerita. Tema pada hakikatnya merupakan makna Langkah pokok pertama adalah apersepsi. Langkah ini diwujudkan
yang dikandung cerita, atau makna cerita. Alur atau plot adalah urutan oleh pembelajar menyampaikan teori tentang cerpen, pengalaman,
kejadian yang menunjukan hubungan sebab-akibat, peristiwa yang satu dan proses menulis cerpen kepada pebelajar. Kegiatan yang dilakukan
menyebabkan atau disebabkan peristiwa yang lain. Tokoh cerita adalah pebelajar diperlihatkan dengan mengikuti penjelasan teoretis mengenai
orang (orang-orang) yang ditampilkan dalam sebuah prosa yang oleh cerpen (: pengertian dan unsur pembangun), pengalaman, dan menulis
pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu cerpen. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan dalam proses
seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam pembelajarannya meliputi; Pemodelan, Mempertanyakan, dan Penilaian
tindakan. Penokohan adalah teknik menampilkan tokoh dalam cerita, dan Autentik.
hasilnya berupa sifat atau watak atau karakter tokoh. Latar adalah tempat, Langkah pokok kedua adalah pengingatan peristiwa. Kegiatan
waktu, dan keadaan sosial terjadinya peristiwa di dalam prosa. Sudut pembelajar adalah kegiatan mengarahkan pebelajar untuk mengingat-ingat
pandang adalah cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai peristiwa-peristiwa yang pernah dialami/dirasakannya, atau peristiwa-
sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa peristiwa yang diketahuinya, dalam pengertian peristiwa dimaksud tidak
yang membentuk cerita dalam sebuah prosa. Pusat pengisahan menyaran dialaminya/dirasakannya tetapi diketahuinya. Peristiwa di sini dapat
pada pusat atau titik yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan berupa peristiwa fisik maupun peristiwa non-fisik (batin, pemikiran,
kisah dalam sebuah prosa. Gaya adalah cara khas pengarang. Macam tema perasaan, dsb). Kegiatan pebelajar diwujudkan dengan mengingat (mencari)
yang dipilih, cara meninjau persoalan, cara menuangkannya dalam cerita peristiwa/ kejadian dari pengalaman yang paling mengesankan. Prinsip
adalah wilayah dari gaya yang diwujudkan melalui bahasa. pendekatan kontekstual yang digunakan meliputi; Refleksi, Penemuan,
Tema terekspresikan melalui unsur alur, tokoh-penokohan, latar, pusat Mempertanyakan, dan Penilaian Autentik.
pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa). Pandangan, pendapat, dan Langkah pokok ketiga adalah pemilihan peristiwa. Kegiatan
harapan para prosais dari bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayan, dan pembelajar adalah mengarahkan pebelajar melakukan kegiatan
keamanan yang masih berada di dalam pikiran dan perasaan para prosais menentukan salah satu peristiwa di antara sekian peristiwa yang pernah
termasuk dalam unsur tema. Pendapat, pandangan, dan harapan yang dialaminya/dirasakannya, atau diketahuinya. Peristiwa yang dipilih adalah
dimaksud kemudian diekspresikan melalui unsur alur, tokoh-penokohan, peristiwa yang paling mengesan. Peristiwa yang telah dipilihnya itu
latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa). kemudian dijadikan sebagai dasar cerpen yang hendak ditulisnya. Kegiatan
pebelajar adalah memilih peristiwa/ kejadian dari pengalaman yang paling
2. Realitas sosial mengesankan. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan meliputi;
Realitas sosial merupakan kenyataan yang berhubungan dengan bidang Penemuan, Mempertanyakan, Konstruktivistik, dan Penilaian Autentik.
sosial. Umumnya, realitas sosial yang menarik untuk diperbincangkan Langkah pokok keempat adalah penyusunan urutan peristiwa.
adalah masalah sosial. Sehubungan dengan itu, permasalahan yang terjadi Kegiatan pembelajar adalah membimbing pebelajar menyusun urutan
dalam dunia sekeliling pebelajar dapat menjadikan sumber inspirasi peristiwa yang pernah dialaminya/dirasakannya, atau diketahuinya. Urutan
menulis cerpen. peristiwanya disusun secara garis besar, tidak rinci dan mendetil. Kegiatan
Bentuk-bentuk yang dapat dijadikan sebagai tema besar menulis pebelajar adalah menyusun urutan peristiwa/ kejadian dari pengalaman
cerpen, di antaranya, banjir, tanah longsor, pemerkosaan, pembunuhan, yang paling mengesankan. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan
banjir dan lain-lainya. Bentuk permasalahan tersebut dijadikan sebagai meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Refleksi, Mempertanyakan, dan
kerangka yang realitis mengembangkan daya rekan pebelajar untuk Penilaian Autentik.
dijadikan sebagai tulisan yang berbentuk cerpen. Langkah pokok kelima adalah perangkaian peristiwa fiktif. Kegiatan
pembelajar adalah membimbing pebelajar untuk merangkai peristiwa nyata
3. Menulis cerpen dengan peristiwa fiktif. Kegiatan pebelajar adalah merangkai peristiwa/
Langkah pokok, kegiatan pembelajar, kegiatan pebelajar, dan prinsip kejadian fiktif berdasarkan pada pengalaman yang paling mengesankan.
yang digunakan dalam proses pembelajaran menulis cerpen yang berbasis Pebelajar dapat mengurangi, menambah, ataupun mengubah urutan
pada pengalaman dengan menggunakan pendekatan kontekstual adalah peristiwa yang telah disusunnya pada tahap ketiga dengan peristiwa
sebagai berikut. yang diinginkannya. Pebelajar dapat menambah atau mengubah seluruh
unsur cerita sesuai dengan yang diinginkannya (:diangankannya). Cara

250 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 251
penulisannya: susunan peristiwa ubahan (peristiwa fiktif ) diletakkan
PRINSIP
di samping atau di bawah urutan peristiwa nyata. Prinsip pendekatan
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
kontekstual yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, KONTEKSTUAL
Mempertanyakan, Refleksi, dan Penilaian Autentik.
jawab dari model cerpen yang telah
Langkah pokok keenam adalah penyusunan cerpen. Kegiatan
dibaca
pebelajar adalah membimbing pebelajar untuk menuliskan peristiwa - Pembelajar membimbing pebelajar
yang telah ditambah dan/atau yang telah diubah (peristiwa fiktif), yang mencari unsur-unsur pembangun
telah ditulis pada tahap keempat ke dalam format cerpen. Pada langkah model cerpen yang telah dibaca
ini pengajar mengingatkan pebelajar untuk harus memperhatikan hakikat, - Pebelajar menyampaikan temuannya
ciri-ciri, dan unsur-unsur cerpen sebagai prosa fiksi. Hasilnya adalah tentang unsur-unsur pembangun
sebuah cerpen yang berdasar pada pengalaman nyata penulisnya. Kegiatan cerpen berdasarkan model cerpen
pebelajar adalah menyusun cerpen fiksi. Prinsip pendekatan kontekstual yang telah dibaca
yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Mempertanyakan, - Pembelajar membimbing pebelajar
Refleksi, dan Penilaian Autentik. mengemukakan jenis/bentuk realitas
sosial yang diketahui (dilihat, dibaca,
Langkah pokok ketujuh adalah revisi dan penjadian cerpen. Kegiatan atau didengar)
pembelajar adalah membimbing pebelajar untuk membaca kembali cerpen - Pembelajar membimbing pebelajar
yang ditulisnya. Apabila ada hal-hal yang perlu diperbaiki, pebelajar untuk merumuskan pengertian
disarankan untuk memperbaikinya. Bahkan, apabila pebelajar merasa realitas sosial dan mengklasifikasikan
perlu merombaknya, maka pembelajar membolehkan pebelajar untuk menu­rut jenis/bentuknya
melakukan perombakan cerpennya. Setelah pebelajar merevisi cerpennya, - Pembelajar membimbing dan men­
pebelajar membimbing pebelajar untuk menulis kembali cerpen yang jelas­kan pebelajar mengenai tahapan
telah direvisinya. Jika pebelajar telah melaksanakannya berarti dia telah menulis cerpen
menghasilkan satu cerpen yang berbasis pada pengalamannya. Kegiatan - Pembelajar memberi penguatan aspek
pebelajar adalah merevisi dan finalisasi cerpen. Prinsip pendekatan teoretik cerpen, realitas sosial, dan
menulis cerpen
kontekstual yang digunakan meliputi; Refleksi, Mempertanyakan,
Konstruktivistik, Penemuan, dan Penilaian Autentik. 2. Inti 150’

a. Pengarahan pengingatan peristiwa 1. Refleksi


F. Skenario Pembelajaran - Pembelajar membimbing pebelajar 2. Penemuan
meng­ingat (mencari) peristiwa/ ke­ja­ 3. Mempertanyakan
PRINSIP
di­an yang dapat dikategorikan dalam 4. Penilaian Autentik
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
realitas sosial
KONTEKSTUAL
b. Pengarahan pemilihan peristiwa 1. Penemuan
1 Pendahuluan 15’
- Pembelajar memberikan bimbingan 2. Mempertanyakan
a. Pembelajar menyampaikan materi dan 1. Pemodelan kepada pebelajar untuk memilih 3. Konstruktivistik
tujuan pembelajaran materi yang akan 2. Mempertanyakan peristiwa/ kejadian dari realitas sosial 4. Penilaian Autentik
dipelajari 3. Penilaian Autentik yang diketahui (dilihat, dibaca, atau
b. Apersepsi didengar)
- Pebelajar membaca model cerpen
c. Pembimbingan penyusunan urutan 1. Konstruktivistik
yang disediakan
peristiwa 2. Penemuan
- Pembelajar membantu pebelajar
- Pembelajar membimbing pebelajar 3. Refleksi
me­rumuskan dan mengemukakan
untuk mendeskripsi peristiwa/ ke­ 4. Mempertanyakan
ten­tang pengertian dan unsur pem­
jadian dari realitas sosial yang di­ 5. Penilaian Autentik
bangun cerpen melalui kegiatan tanya
ketahui (dili­hat, dibaca, atau di­dengar)

252 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 253
PRINSIP PRINSIP
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
KONTEKSTUAL KONTEKSTUAL

yang telah dipi­lih (realitas sosial yang perpaduan peristiwa/ kejadian dari
diketahui dan yang paling me­ngesan­ realitas sosial yang paling mengesan­kan
kan) sesuai urutan peris­tiwanya dan peristiwa/ kejadian lain yang mirip

d. Pembimbingan perangkaian peristiwa 1. Konstruktivistik e. Pembimbingan penyusunan cerpen 1. Konstruktivistik


fiktif 2. Penemuan - Pembelajar membimbing pebelajar 2. Penemuan
- Pembelajar membimbing pebelajar 3. Mempertanyakan untuk mendeskripsi peristiwa/ke­ 3. Mempertanyakan
untuk mengingat (mencari) peristiwa/ 4. Refleksi jadian dari kondisi ideal yang diha­ 4. Refleksi
kejadian lain yang mirip (cerita 5. Penilaian Autentik rap­kan berdasarkan pada per­padu­ 5. Penilaian Autentik
imajinatif yang diidealkan) dengan an peristiwa/ kejadian dari realitas
peristiwa/ kejadian dari realitas sosial sosial yang paling mengesan­kan dan
yang paling mengesankan peristiwa/ kejadian lain yang mirip
- Pembelajar membimbing pebelajar - Pembelajar membimbing pebelajar
untuk memilih peristiwa/ kejadian untuk menulis cerpen berdasarkan
lain yang mirip dengan peristiwa/ peristiwa/ kejadian dari kondisi ideal
kejadi­a n dari realitas sosial yang yang telah dideskripsikan
paling menge­san­kan
a. Pembimbingan revisi dan penjadian 1. Refleksi
- Pembelajar membimbing pebelajar
cerpen 2. Mempertanyakan
untuk mendeskripsi peristiwa/
- Pembelajar membimbing pebelajar 3. Konstruktivistik
kejadian lain yang mirip dengan
untuk membaca berulang-ulang 4. Penemuan
peristiwa/ keja­dian dari realitas sosial
cerpen yang ditulis untuk membuat 5. Penilaian Autentik
yang paling mengesankan
isi cerpen sesuai dengan keinginan
- Pembelajar membimbing pebelajar
- Pembelajar membimbing pebela­jar
untuk melihat kembali deskripsi ma­
untuk memperhalus dan mengem­
sing-masing peristiwa/ kejadian, baik
bangkan lebih luas cerpen yang di­
dari peristiwa/ kejadian dari realitas
hasil­kan (melakukan revisi) bila di­
sosial atau yang mirip
perlukan
- Pembelajar membimbing pebelajar
untuk membandingkan peristiwa/ 3. Penutup 15’
kejadian dari realitas sosial yang
a. Pembelajar menyampaikan hasil evaluasi 1. Refleksi
paling mengesankan dan peristiwa/
cerpen 2. Penilaian Autentik
kejadian lain yang mirip dengan
b. Pembelajar memberikan komentar dan
peristiwa/ kejadian dari realitas sosial
saran
yang paling mengesankan
c. Pembelajar membantu pebelajar untuk
- Pembelajar membimbing pebelajar
menyimpulkan dan mengukuhkan kon­
untuk memadukan peristiwa/ kejadi­
sep dalam menulis cerpen
an dari realitas sosial yang paling
d. Pembelajar memberikan motivasi untuk
mengesankan dan peristiwa/ kejadian
mengembangkan kemampuan dalam
lain yang mirip dengan peristiwa/ ke­
menulis cerpen
jadi­an dari realitas sosial yang paling
e. Pembelajar membimbing pebelajar untuk
mengesankan
mempublikasikan hasil cerpen terbaik (di
- Pembelajar membimbing pebelajar
Mading sekolah, majalah sekolah, surat
untuk membuat konsep kejadian/
kabar dll)
peristiwa yang diidealkan melalui

254 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 255
G. Metode Pembelajaran LEMBAR OBSERVASI SIKAP SISWA DALAM PEMBELAJARAN
Ceramah, Tanya Jawab, Demonstrasi, Penugasan (Pemberian Tugas),
Hasil Observasi Catatan
Proyek, Penyelesaian Masalah (Problem Solving), Pengamatan No Aspek yang diobservasi
(Observasi) Baik Cukup Kurang

1. Apakah siswa secara tekun mengi­


H. Media/Sumber Pembelajaran
kuti proses pembelajaran
- Buku kumpulan cerpen
- Buku Bahasa dan Sastra Indonesia SMA XI terbitan Pemko 2. Apakah siswa berpartisipasi (berta­
Semarang nya, melaksanakan tugas dengan
- Buku LKS penuh tanggung jawab)?
- Sumber lain yang relevan

I. Penilaian
Jenis Tagihan: tugas individu
LEMBAR OBSERVASI SIKAP DAN EVALUASI DIRI
Bentuk Instrumen: lembar penilaian
DALAM PROSES MENULIS CERPEN
1. Penilaian proses:Jurnal, Observasi, Rubrik
2. Penilaian hasil: portofolio Hasil Observasi
No Aspek yang diobservasi Catatan
Baik Cukup Kurang

1. Lembar Penilaian proses 1. Apakah siswa menunjukkan sikap


posiif dalam menulis
JURNAL KEGIATAN PENULISAN CERPEN
NAMA SISWA : .................................... 2. Apakah siswa dapat menulis dengan
benar?
KELAS/NOMOR : ....................................
Hasil 3. Apakah siswa dapat menulis satu
Tanggal Kegiatan Catatan bagian cerpen dalam waktu yang
Ubah Revisi Lanjutan
telah ditentukan?
Persiapan dan Konsultasi
1. Observasi dan menemukan ide 4. Apakah siswa merefleksikan hasil
2. Menetapkan ide tulisannya dengan tujuan yang telah
3. Menetapkan fokus ditentukan?
4. Mengumpulkan bahan tulisan
Keterangan:
Penulisan Baik : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran
1. Menuliskan draft menulis cerpen sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
2. Membaca berulang-ulang sam­ pembelajar
bil memperbaiki karya cerpen Cukup : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran
3. Menuliskan draft sebagai bahan menulis cerpen cukup sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
laporan awal pembelajar
Kurang : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran
Penulisan Akhir dan Tindak Lanjut
menulis cerpen kurang sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
1. Memperbaiki draft
pembelajar
2. Menjawab pertanyaan dan
menghimpun saran

3. Mempublikasikan cerpen

256 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 257
LEMBAR OBSERVASI STRATEGI MENULIS CERPEN 2. Lembar penilaian hasil

No. Apakah aspek yang diobservasi Hasil observasi Lembar penilaian Cerpen
1. Apakah siswa menentukan tujuan menulis ....................................................
Jml
cerpen secara jelas? Aspek Penilaian Nilai
No Nama Siswa Judul Cepen Skor
2. Apakah siswa menggunakan strategi .................................................... A B C D E
menulis cerpen yang sesuai dengan teori 1.
yang dipelajarinya? 2.
3. Apakah siswa dalam menulis cerpen .................................................... 3.
menghubungkan pengalamannya dengan Dst
pengetahuan yang dimilikinya?
Keterangan : A : Tema; B : Kelengkapan Unsur; C : Keterpaduan Unsur;
Keterangan: D : Kemenarikan; E : Penggunaan Bahasa
Baik : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran
menulis cerpen sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
Rincian per aspek penilaian dalam memberikan skor mematuhi
pembelajar
Cukup : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran ketentuan berikut.
menulis cerpen cukup sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh a. Tema
pembelajar Skor 4 : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar dalam keseluruhan cerita.
Kurang : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran Skor 3  : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar dalam sebagian besar
menulis cerpen kurang sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh cerita.
pembelajar Skor 2 : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar dalam setengah
keseluruhan cerita.
Skor 1 : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar sedikit dalam cerita.
RUBRIK PENULISAN CERPEN BERBASIS PENGALAMAN
b. Kelengkapan Unsur
NAMA SISWA : ..................................... Skor 4 : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa sangat suka, emosi
KELAS/NO : ..................................... penulis sangat terlibat, serta plot dan karakter kemanusian
dapat dikenali dengan jelas.
Tanggal Unjuk Kerja Siswa Catatan
Skor 3 : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa cukup suka, emosi
1. Mengingat satu peristiwa dari penulis terlibat sedang, serta plot dan karakter kemanusian
kehidupan orang lain yang paling dapat dikenali sedang.
mengesankan. Skor 2  : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa agak suka, emosi
2. Menulis urutan peristiwa dari penulis sedikit terlibat, serta plot dan karakter kemanusian
kehidupan orang lain yang paling
dapat dikenali sedikit.
mengesankan
Skor 1 : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa tidak suka sama
1. Membaca urutan peristiwa yang sekali, emosi penulis tidak terlibat sama sekali, serta plot dan
diketahui karakter kemanusian tidak sama sekali dikenali.
2. Menuliskan kondisi/peristiwa
ideal yang diharapkan. c. Keterpaduan Unsur
1. Menulis cerpen dengan cara Skor 4 : tempo sangat cepat, keintegrasian struktur (elemen) sangat
me­rang­k ai peris­t iwa yang di­ baik dan sangat komplek.
alami­nya dengan peristiwa yang Skor 3 : tempo cukup cepat, keintegrasian struktur (elemen) baik dan
diidealkan/diinginkan cukup komplek.

258 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 259
Skor 2 : tempo agak lamban, keintegrasian struktur (elemen) agak baik RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
dan cukup simpel.
Skor 1 : tempo sangat lamban, keintegrasian struktur (elemen) sangat Mata Pelajaran : Sastra
jelek dan sangat simpel. Kelas/ Semester : XI/ 2
Pertemuan ke : 1 dan 2
d. Kemanarikan Alokasi Waktu : 4 x 45 menit
Skor 4 : sangat menantang, sangat menarik, sangat asli, terpercaya dan
terpahami, mengandung ironi dan unsur yang menegangkan
sangat banyak, imajinasi sangat tinggi, dan sangat jelas daya A. Standar Kompetensi
tarik yang tanpa terikat pada ruang dan waktu. 9. Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman
Skor 3 : cukup menantang, cukup menarik, keaslian sedang, cukup dalam kegiatan produksi dan transformasikan bentuk karya sastra
terpercaya dan cukup terpahami, mengandung ironi dan unsur
yang menegangkan sedang, imajinasi sedang, dan daya tarik B. Kompetensi Dasar
yang tanpa terikat pada ruang dan waktu juga sedang. 9.3 Menggubah penggalan hikayat ke dalam cerpen
Skor 2 : agak menantang, sedikit menarik, sedikit asli, cukup tidak
terpercaya dan sedikit terpahami, mengandung ironi dan C. Indikator
sedikit unsur yang menegangkan, imajinasi sedikit, dan sedikit • Pebelajar dapat merumuskan dan mengemukakan aspek teori
pula daya tarik yang tanpa terikat pada ruang dan waktu. tentang cerpen, hikayat, dan menulis cerpen
Skor 1 : sama sekali tidak menantang, sama sekali tidak menarik, sama • Pebelajar dapat menentukan topik yang berhubungan dengan isi
sekali tidak asli, sama sekali tidak terpercaya dan sama sekali hikayat untuk menulis cerita pendek
tidak terpahami, sama sekali tidak mengandung ironi dan • Pebelajar dapat menulis kerangka cerita pendek dengan memper­
unsur yang menegangkan, sama sekali tidak imajinasi, dan hatikan pelaku, peristiwa, latar, dan seterusnya
sama sekali tidak ada daya tarik yang tanpa terikat pada ruang • Pebelajar dapat mengembangkan kerangka yang telah dibuat
dan waktu. dalam bentuk cerpen (pelaku, peristiwa, latar, sudut pandang)
dengan memperhatikan pilihan kata, tanda baca, dan ejaan.
e. Penggunaan Bahasa
Skor 4 : penggunaan bahasa sangat terampil D. Tujuan Pembelajaran
Skor 3 : penggunaan bahasa cukup terampil Pebelajar dapat menulis cerpen berdasarkan penggubahan penggalan
Skor 2 : penggunaan bahasa agak terampil hikayat
Skor 1 : penggunaan bahasa sama sekali tidak terampil
E. Materi Pembelajaran

Nilai = Jumlah Skor pada Keseluruhan Aspek Penilaian X 5 1. Teori cerpen


Cerita pendek adalah salah satu jenis prosa fiksi, selain novelet, novel,
Mengetahui, dan roman. Cerpen adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang
Kepala Sekolah, Pembelajar, dimaksudkan memberikan kesan tunggal yang dominan, memusatkan diri
pada satu tokoh dalam satu situasi pada satu ketika, dan memperlihatkan
kepaduan. Cerita pendek yang efektif terdiri dari tokoh atau sekelompok
_____________________ _____________________ tokoh yang ditampilkan pada satu latar atau latar belakang dan lewat
NIP NIP lakuan lahir atau batin terlibat dalam satu situasi. Tikaian dramatik, yaitu
perbenturan antara kekuatan yang berlawanan, merupakan inti cerita
pendek.

260 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 261
Unsur-unsur cerita pendek meliputi tema (dan amanat), alur, tokoh- 3. Menulis cerpen
penokohan, latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa). Langkah pokok, kegiatan pembelajar, kegiatan pebelajar, dan prinsip
Tema adalah subjek wacana, topik umum, atau masalah utama yang yang digunakan dalam proses pembelajaran menulis cerpen yang berbasis
dituangkan di dalam cerita. Tema pada hakikatnya merupakan makna pada pengalaman dengan menggunakan pendekatan kontekstual adalah
yang dikandung cerita, atau makna cerita. Alur atau plot adalah urutan sebagai berikut.
kejadian yang menunjukan hubungan sebab-akibat, peristiwa yang satu
Langkah pokok pertama adalah apersepsi. Langkah ini diwujudkan
menyebabkan atau disebabkan peristiwa yang lain. Tokoh cerita adalah
oleh pembelajar menyampaikan teori tentang cerpen, pengalaman,
orang (orang-orang) yang ditampilkan dalam sebuah prosa yang oleh
dan proses menulis cerpen kepada pebelajar. Kegiatan yang dilakukan
pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu
pebelajar diperlihatkan dengan mengikuti penjelasan teoretis mengenai
seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
cerpen (: pengertian dan unsur pembangun), pengalaman, dan menulis
tindakan. Penokohan adalah teknik menampilkan tokoh dalam cerita, dan
cerpen. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan dalam proses
hasilnya berupa sifat atau watak atau karakter tokoh. Latar adalah tempat,
pembelajarannya meliputi; Pemodelan, Mempertanyakan, dan Penilaian
waktu, dan keadaan sosial terjadinya peristiwa di dalam prosa. Sudut
Autentik.
pandang adalah cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai
sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa Langkah pokok kedua adalah pengingatan peristiwa. Kegiatan
yang membentuk cerita dalam sebuah prosa. Pusat pengisahan menyaran pembelajar adalah kegiatan mengarahkan pebelajar untuk mengingat-ingat
pada pusat atau titik yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan peristiwa-peristiwa yang pernah dialami/dirasakannya, atau peristiwa-
kisah dalam sebuah prosa. Gaya adalah cara khas pengarang. Macam tema peristiwa yang diketahuinya, dalam pengertian peristiwa dimaksud tidak
yang dipilih, cara meninjau persoalan, cara menuangkannya dalam cerita dialaminya/dirasakannya tetapi diketahuinya. Peristiwa di sini dapat
adalah wilayah dari gaya yang diwujudkan melalui bahasa. berupa peristiwa fisik maupun peristiwa non-fisik (batin, pemikiran,
perasaan, dsb). Kegiatan pebelajar diwujudkan dengan mengingat (mencari)
Tema terekspresikan melalui unsur alur, tokoh-penokohan, latar, pusat
peristiwa/ kejadian dari pengalaman yang paling mengesankan. Prinsip
pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa). Pandangan, pendapat, dan
pendekatan kontekstual yang digunakan meliputi; Refleksi, Penemuan,
harapan para prosais dari bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayan, dan
Mempertanyakan, dan Penilaian Autentik.
keamanan yang masih berada di dalam pikiran dan perasaan para prosais
termasuk dalam unsur tema. Pendapat, pandangan, dan harapan yang Langkah pokok ketiga adalah pemilihan peristiwa. Kegiatan
dimaksud kemudian diekspresikan melalui unsur alur, tokoh-penokohan, pembelajar adalah mengarahkan pebelajar melakukan kegiatan menentu­
latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa). kan salah satu peristiwa di antara sekian peristiwa yang pernah dialaminya/
dirasakannya, atau diketahuinya. Peristiwa yang dipilih adalah peristiwa
2. Hikayat yang paling mengesan. Peristiwa yang telah dipilihnya itu kemudian dijadi­
kan sebagai dasar cerpen yang hendak ditulisnya. Kegiatan pebelajar adalah
Hikayat merupakan sebuah kata yang berasal dari bahasa Arab yakni
memilih peristiwa/kejadian dari pengalaman yang paling mengesankan.
khikayatun ’cerita’. Istilah ini kali pertama masuk ke Indonesia ketika agama
Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan meliputi; Penemuan,
Islam masuk melalui Samudra Pasai yang berbahasa Melayu. Untuk itu,
Mempertanyakan, Konstruktivistik, dan Penilaian Autentik.
hikayat cenderung mengarah pada cerita-cerita yang dipengarhui oleh
agama Islam. Dengan demikian, hikayat berisi cerita-cerita. Umumnya Langkah pokok keempat adalah penyusunan urutan peristiwa.
hikayat ini masih menggunakan bahasa klise. Misalnya, hatta, maka, dan Kegiatan pembelajar adalah membimbing pebelajar menyusun urutan
seterusnya. peristiwa yang pernah dialaminya/dirasakannya, atau diketahuinya. Urutan
peristiwanya disusun secara garis besar, tidak rinci dan mendetil. Kegiatan
Biasanya hikayat ini ditampilkan dengan bahasa yang masih asli
pebelajar adalah menyusun urutan peristiwa/ kejadian dari pengalaman
(bahasa melayu), sehingga melalui kegiatan menulis cerpen diharapkan
yang paling mengesankan. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan
pebelajar memiliki pemahaman dan penguasaan isi hikayat. Melalui
meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Refleksi, Mempertanyakan, dan
proses adaptasi kerangka peristiwa yang ada di hikayat, pebelajar dapat
Penilaian Autentik.
mengembangkankan isi hikayat tersebut menjadi cerpen dengan bahasanya
sendiri. Langkah pokok kelima adalah perangkaian peristiwa fiktif. Kegiatan
pembelajar adalah membimbing pebelajar untuk merangkai peristiwa nyata

262 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 263
dengan peristiwa fiktif. Kegiatan pebelajar adalah merangkai peristiwa/
PRINSIP
kejadian fiktif berdasarkan pada pengalaman yang paling mengesankan. NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
Pebelajar dapat mengurangi, menambah, ataupun mengubah urutan KONTEKSTUAL
peristiwa yang telah disusunnya pada tahap ketiga dengan peristiwa yang
b. Apersepsi
diinginkannya. Pebelajar dapat menambah atau mengubah seluruh unsur
- Pebelajar membaca model cerpen
cerita sesuai dengan yang diinginkannya (:diangankannya). Cara penulisan­
yang disediakan
nya: susunan peristiwa ubahan (peristiwa fiktif ) diletakkan di samping
- Pembelajar membantu pebelajar
atau di bawah urutan peristiwa nyata. Prinsip pendekatan kontekstual me­r umus­k an dan mengemukakan
yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Mempertanyakan, tentang pengertian dan unsur pem­
Refleksi, dan Penilaian Autentik. bangun cerpen melalui kegiatan tanya
Langkah pokok keenam adalah penyusunan cerpen. Kegiatan jawab dari model cerpen yang telah
pebelajar adalah membimbing pebelajar untuk menuliskan peristiwa dibaca
yang telah ditambah dan/atau yang telah diubah (peristiwa fiktif), yang - Pembelajar membimbing pebelajar
mencari unsur-unsur pembangun
telah ditulis pada tahap keempat ke dalam format cerpen. Pada langkah
model cerpen yang telah dibaca
ini pengajar mengingatkan pebelajar untuk harus memperhatikan hakikat,
- Pebelajar menyampaikan temuannya
ciri-ciri, dan unsur-unsur cerpen sebagai prosa fiksi. Hasilnya adalah
tentang unsur-unsur pembangun
sebuah cerpen yang berdasar pada pengalaman nyata penulisnya. Kegiatan cerpen berdasarkan model cerpen
pebelajar adalah menyusun cerpen fiksi. Prinsip pendekatan kontekstual yang telah dibaca
yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Mempertanyakan, - Pembelajar membimbing pebelajar
Refleksi, dan Penilaian Autentik. mengemukakan jenis/bentuk pe­
Langkah pokok ketujuh adalah revisi dan penjadian cerpen. Kegiatan ngalam­an pribadi yang pernah di­alami
pembelajar adalah membimbing pebelajar untuk membaca kembali cerpen - Pembelajar membimbing pebela­
yang ditulisnya. Apabila ada hal-hal yang perlu diperbaiki, pebelajar jar untuk merumuskan pengertian
pengalaman pribadi dan mengklasi­
disarankan untuk memperbaikinya. Bahkan, apabila pebelajar merasa
fikasikan pengalaman tersebut menu­
perlu merombaknya, maka pembelajar membolehkan pebelajar untuk
rut jenis/bentuknya
melaku­kan perombakan cerpennya. Setelah pebelajar merevisi cerpennya, - Pembelajar membimbing dan men­
pebelajar membimbing pebelajar untuk menulis kembali cerpen yang jelas­kan pebelajar mengenai tahapan
telah direvisinya. Jika pebelajar telah melaksanakannya berarti dia telah menulis cerpen
menghasilkan satu cerpen yang berbasis pada pengalamannya. Kegiatan - Pembelajar memberi penguatan aspek
pebelajar adalah merevisi dan finalisasi cerpen. Prinsip pendekatan teoretik cerpen, pengalaman pribadi,
kontekstual yang digunakan meliputi; Refleksi, Mempertanyakan, dan menulis cerpen
Konstruktivistik, Penemuan, dan Penilaian Autentik. 2. Inti 150’

F. Skenario Pembelajaran a. Pengarahan pengingatan peristiwa 1. Refleksi


- Pembelajar membimbing pebelajar 2. Penemuan
PRINSIP mengingat (mencari) peristiwa/ 3. Mempertanyakan
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU kejadi­a n yang dapat dikategorikan 4. Penilaian Autentik
KONTEKSTUAL dalam penga­laman pribadi

1 Pendahuluan 15’ b. Pengarahan pemilihan peristiwa 1. Penemuan


- Pembelajar memberikan bimbingan 2. Mempertanyakan
a. Pembelajar menyampaikan materi dan 1. Pemodelan kepada pebelajar untuk memilih 3. Konstruktivistik
tujuan pembelajaran materi yang akan 2. Mempertanyakan peristiwa/ kejadian dari pengalaman 4. Penilaian Autentik
dipelajari 3. Penilaian Autentik pribadi yang paling mengesankan

264 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 265
PRINSIP PRINSIP
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
KONTEKSTUAL KONTEKSTUAL

c. Pembimbingan penyusunan urutan 1. Konstruktivistik dari pengalaman pribadi yang paling


peristiwa 2. Penemuan mengesankan dan peristiwa/kejadian
- Pembelajar membimbing pebelajar 3. Refleksi lain yang mirip dengan peristiwa/
untuk mendeskripsi peristiwa/ kejadi­ 4. Mempertanyakan kejadian dari pengalaman pribadi
an dari pengalaman pribadi yang telah 5. Penilaian Autentik yang paling mengesankan
dipilih (pengalaman pribadi yang - Pembelajar membimbing pebelajar
paling mengesankan) sesuai urutan untuk membuat konsep kejadian/
peristiwanya peristiwa yang diidealkan melalui
per­paduan peristiwa/ kejadian dari
d. Pembimbingan perangkaian peristiwa 1. Konstruktivistik
pengalaman pribadi yang paling me­
fiktif 2. Penemuan
ngesankan dan peristiwa/ kejadian
- Pembelajar membimbing pebelajar 3. Mempertanyakan
lain yang mirip
untuk mengingat (mencari) peristiwa/ 4. Refleksi
kejadian lain yang mirip (cerita imaji­ 5. Penilaian Autentik e. Pembimbingan penyusunan cerpen 1. Konstruktivistik
natif yang diidealkan) dengan peris­ - Pembelajar membimbing pebelajar 2. Penemuan
tiwa/ kejadian dari pengalaman untuk mendeskripsi peristiwa/ keja­ 3. Mempertanyakan
pribadi yang paling mengesankan dian dari kondisi ideal yang diharap­ 4. Refleksi
- Pembelajar membimbing pebelajar kan berdasarkan pada perpaduan 5. Penilaian Autentik
untuk memilih peristiwa/kejadian peristiwa/ kejadian dari pengalaman
lain yang mirip dengan peristiwa/ pribadi yang paling mengesankan dan
kejadian dari pengalaman pribadi peristiwa/ kejadian lain yang mirip
yang paling mengesankan - Pembelajar membimbing pebelajar
- Pembelajar membimbing pebelajar untuk menulis cerpen berdasarkan
untuk mendeskripsi peristiwa/kejadi­ peristiwa/ kejadian dari kondisi ideal
an lain yang mirip dengan peristiwa/ yang telah dideskripsikan
kejadian dari pengalaman pribadi
f. Pembimbingan revisi dan penjadian 1. Refleksi
yang paling mengesankan
cerpen 2. Mempertanyakan
- Pembelajar membimbing pebelajar
- Pembelajar membimbing pebelajar 3. Konstruktivistik
untuk melihat kembali deskripsi
untuk membaca berulang-ulang 4. Penemuan
masing-masing peristiwa/kejadian,
cerpen yang ditulis untuk membuat 5. Penilaian Autentik
baik dari peristiwa/kejadian dari
isi cerpen sesuai dengan keinginan
pengalaman pribadi atau yang mirip
- Pembelajar membimbing pebelajar
- Pembelajar membimbing pebelajar
untuk memperhalus dan mengem­
untuk membandingkan peristiwa/
bang­kan lebih luas cerpen yang diha­
kejadian dari pengalaman pribadi
sil­kan (melakukan revisi) bila diper­
yang paling mengesankan dan
lukan
peristiwa/kejadian lain yang mirip
dengan peristiwa/kejadian dari pe­ 3. Penutup 15’
ngalam­an pribadi yang paling me­
a.Pembelajar menyampaikan hasil evaluasi 1. Refleksi
ngesankan
cerpen 2. Penilaian Autentik
- Pembelajar membimbing pebelajar
b.Pembelajar memberikan komentar dan
untuk memadukan peristiwa/kejadian
saran

266 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 267
1. Lembar Penilaian proses
PRINSIP
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
KONTEKSTUAL JURNAL KEGIATAN PENULISAN CERPEN
NAMA SISWA : ....................................
c.Pembelajar membantu pebelajar untuk
KELAS/NOMOR : ....................................
menyimpulkan dan mengukuhkan
konsep dalam menulis cerpen Hasil
d.Pembelajar memberikan motivasi untuk Tanggal Kegiatan Catatan
Ubah Revisi Lanjutan
mengembangkan kemampuan dalam
menulis cerpen Persiapan dan Konsultasi
e.Pembelajar membimbing pebelajar untuk 1. Observasi dan menemukan
mempublikasikan hasil cerpen terbaik (di ide
mading sekolah, majalah sekolah, surat 2. Menetapkan ide
kabar dll) 3. Menetapkan fokus
4. Mengumpulkan bahan
tulisan
G. Metode Pembelajaran Penulisan
Ceramah, Tanya Jawab, Demonstrasi, Penugasan (Pemberian Tugas), 1. Menuliskan draft
Proyek, Penyelesaian Masalah (Problem Solving), Pengamatan 2. Membaca berulang-ulang
(Observasi) sambil memperbaiki karya
cerpen
H. Media/Sumber Pembelajaran 3. Menuliskan draft sebagai
- Hikayat bahan laporan awal
- Cerpen Penulisan Akhir dan Tindak
- Buku kumpulan cerpen Lanjut
- Buku LKS 1. Memperbaiki draft
- internet 2. Menjawab pertanyaan dan
- Surat kabar menghimpun saran
- Majalah 3. Mempublikasikan cerpen
- Sumber lain yang relevan

I. Penilaian LEMBAR OBSERVASI SIKAP SISWA DALAM PEMBELAJARAN


Jenis Tagihan: tugas individu
Hasil Observasi Catatan
Bentuk Instrumen: lembar penilaian No Aspek yang diobservasi
1. Penilaian proses:Jurnal, Observasi, Rubrik Baik Cukup Kurang
2. Penilaian hasil: portofolio 1. Apakah siswa secara tekun
mengikuti proses pembelajaran

2. Apakah siswa berpartisipasi


(bertanya, melaksanakan tugas
dengan penuh tanggung jawab)?

Keterangan:
Baik : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran
menulis cerpen sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
pembelajar

268 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 269
Cukup : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran RUBRIK PENULISAN CERPEN BERBASIS PENGALAMAN
menulis cerpen cukup sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
pembelajar NAMA SISWA : .....................................
Kurang : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran KELAS/NO : .....................................
menulis cerpen kurang sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
pembelajar Tanggal Unjuk Kerja Siswa Catatan

1. Mengingat satu peristiwa dari kehidupan orang


LEMBAR OBSERVASI SIKAP DAN EVALUASI DIRI
lain yang paling mengesankan.
DALAM PROSES MENULIS CERPEN
2. Menulis urutan peristiwa dari kehidupan orang
lain yang paling mengesankan
Hasil Observasi
No Aspek yang diobservasi Catatan
Baik Cukup Kurang 1. Membaca urutan peristiwa yang diketahui
1. Apakah siswa menunjukkan 2. Menuliskan kondisi/peristiwa ideal yang
sikap posiif dalam menulis diharapkan.
2. Apakah siswa dapat menulis 1. Menulis cerpen dengan cara merangkai peris­
dengan benar? tiwa yang dialaminya dengan peristiwa yang
3. Apakah siswa dapat menulis satu diidealkan/diinginkan
bagian cerpen dalam waktu yang
telah ditentukan?
4. Apakah siswa merefleksikan
hasil tulisannya dengan tujuan 2. Lembar penilaian hasil
yang telah ditentukan?
Lembar penilaian Cerpen
Keterangan:
Baik : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti
pembelajaran menulis cerpen sesuai dengan pembelajaran yang Aspek Penilaian Jml
No Nama Siswa Judul Cepen Nilai
Skor
dirancang oleh pembelajar A B C D E
Cukup : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti 1.
pembelajaran menulis cerpen cukup sesuai dengan pembelajaran 2.
yang dirancang oleh pembelajar 3.
Kurang : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti Dst
pembelajaran menulis cerpen kurang sesuai dengan pembelajaran
Keterangan : A :Tema; B : Kelengkapan Unsur; C : Keterpaduan Unsur;
yang dirancang oleh pembelajar
D : Kemenarikan; E : Penggunaan Bahasa

LEMBAR OBSERVASI STRATEGI MENULIS CERPEN
Rincian per aspek penilaian dalam memberikan skor mematuhi
No. Apakah aspek yang diobservasi Hasil observasi ketentuan berikut.
1. Apakah siswa menentukan tujuan .................................................... a. Tema
menulis cerpen secara jelas? Skor 4 : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar dalam keseluruhan
2. Apakah siswa menggunakan stra­tegi .................................................... cerita.
menulis cerpen yang sesuai dengan Skor 3  : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar dalam sebagian besar
teori yang dipe­lajari­nya? cerita.
3. Apakah siswa dalam menulis cer­ .................................................... Skor 2 : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar dalam setengah
pen menghubungkan penga­l a­m an­­ keseluruhan cerita.
nya dengan pengetahuan yang dimi­ Skor 1 : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar sedikit dalam cerita.
likinya?

270 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 271
b. Kelengkapan Unsur e. Penggunaan Bahasa
Skor 4 : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa sangat suka, emosi Skor 4 : penggunaan bahasa sangat terampil
penulis sangat terlibat, serta plot dan karakter kemanusian Skor 3 : penggunaan bahasa cukup terampil
dapat dikenali dengan jelas. Skor 2 : penggunaan bahasa agak terampil
Skor 3 : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa cukup suka, emosi Skor 1 : penggunaan bahasa sama sekali tidak terampil
penulis terlibat sedang, serta plot dan karakter kemanusian
dapat dikenali sedang.
Skor 2  : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa agak suka, emosi
penulis sedikit terlibat, serta plot dan karakter kemanusian
dapat dikenali sedikit. Mengetahui,
Skor 1 : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa tidak suka sama Kepala Sekolah, Pembelajar,
sekali, emosi penulis tidak terlibat sama sekali, serta plot dan
karakter kemanusian tidak sama sekali dikenali.

c. Keterpaduan Unsur _____________________ _______________________


Skor 4 : tempo sangat cepat, keintegrasian struktur (elemen) sangat NIP NIP
baik dan sangat komplek.
Skor 3 : tempo cukup cepat, keintegrasian struktur (elemen) baik dan
cukup komplek.
Skor 2 : tempo agak lamban, keintegrasian struktur (elemen) agak baik
dan cukup simpel.
Skor 1 : tempo sangat lamban, keintegrasian struktur (elemen) sangat
jelek dan sangat simpel.

d. Kemanarikan
Skor 4 : sangat menantang, sangat menarik, sangat asli, terpercaya dan
terpahami, mengandung ironi dan unsur yang menegangkan
sangat banyak, imajinasi sangat tinggi, dan sangat jelas daya
tarik yang tanpa terikat pada ruang dan waktu.
Skor 3 : cukup menantang, cukup menarik, keaslian sedang, cukup
terpercaya dan cukup terpahami, mengandung ironi dan unsur
yang menegangkan sedang, imajinasi sedang, dan daya tarik
yang tanpa terikat pada ruang dan waktu juga sedang.
Skor 2 : agak menantang, sedikit menarik, sedikit asli, cukup tidak
terpercaya dan sedikit terpahami, mengandung ironi dan
sedikit unsur yang menegangkan, imajinasi sedikit, dan sedikit
pula daya tarik yang tanpa terikat pada ruang dan waktu.
Skor 1 : sama sekali tidak menantang, sama sekali tidak menarik, sama
sekali tidak asli, sama sekali tidak terpercaya dan sama sekali
tidak terpahami, sama sekali tidak mengandung ironi dan
unsur yang menegangkan, sama sekali tidak imajinasi, dan
sama sekali tidak ada daya tarik yang tanpa terikat pada ruang
dan waktu.

272 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 273
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Tema adalah subjek wacana, topik umum, atau masalah utama yang
dituangkan di dalam cerita. Tema pada hakikatnya merupakan makna
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia yang dikandung cerita, atau makna cerita. Alur atau plot adalah urutan
Kelas/ Semester : XII/ 1 kejadian yang menunjukan hubungan sebab-akibat, peristiwa yang satu
Pertemuan ke : 1 dan 2 menyebabkan atau disebabkan peristiwa yang lain. Tokoh cerita adalah
Alokasi Waktu : 4 x 45 menit orang (orang-orang) yang ditampilkan dalam sebuah prosa yang oleh
pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu
A. Standar Kompetensi seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
8. Mengungkapkan pendapat, informasi, dan pengalaman dalam tindakan. Penokohan adalah teknik menampilkan tokoh dalam cerita, dan
bentuk resensi dan cerpen hasilnya berupa sifat atau watak atau karakter tokoh. Latar adalah tempat,
waktu, dan keadaan sosial terjadinya peristiwa di dalam prosa. Sudut
B. Kompetensi Dasar pandang adalah cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai
8.2 Menulis cerpen berdasarkan kehidupan orang lain (pelaku, sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa
peristiwa, latar) yang membentuk cerita dalam sebuah prosa. Pusat pengisahan menyaran
pada pusat atau titik yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan
C. Indikator Keberhasilan kisah dalam sebuah prosa. Gaya adalah cara khas pengarang. Macam tema
• Pebelajar dapat merumuskan dan mengemukakan aspek teori yang dipilih, cara meninjau persoalan, cara menuangkannya dalam cerita
tentang cerpen, kehidupan orang lain, dan menulis cerpen adalah wilayah dari gaya yang diwujudkan melalui bahasa.
• Pebelajar dapat menentukan topik yang berhubungan dengan isi Tema terekspresikan melalui unsur alur, tokoh-penokohan, latar, pusat
kehidupan orang lain untuk menulis cerita pendek pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa). Pandangan, pendapat, dan
• Pebelajar dapat menulis kerangka cerita pendek dengan harapan para prosais dari bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayan, dan
memperhatikan pelaku, peristiwa, latar, dan seterusnya keamanan yang masih berada di dalam pikiran dan perasaan para prosais
• Pebelajar dapat mengembangkan kerangka yang telah dibuat termasuk dalam unsur tema. Pendapat, pandangan, dan harapan yang
dalam bentuk cerpen (pelaku, peristiwa, latar, sudut pandang) dimaksud kemudian diekspresikan melalui unsur alur, tokoh-penokohan,
dengan memperhatikan pilihan kata, tanda baca, dan ejaan. latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa).

D. Tujuan Pembelajaran 2. Kehidupan orang lain


Pebelajar dapat menulis cerpen berdasarkan kehidupan orang lain
Kehidupan merupakan aktivitas yang dijalami oleh makhluk untuk
(pelaku, peristiwa, latar)
hidup. Kehidupan seseorang mengacu pada seseorang yang berusaha
untuk hidup. Perjalanan menjalani hidup tentu tidak semudah diucapkan,
E. Materi Pembelajaran
tetapi terdapat lika-liku yang sulit untuk ditebak. Adakalanya seseorang itu
memperoleh hidup yang nyama, tenang tentram, dan bahagia. Namun di
1. Teori cerpen
waktu yang berbeda danatau bersamaan adakalanya seseorang atau orang
Cerita pendek adalah salah satu jenis prosa fiksi, selain novelet, novel, lain tersebut memperoleh kondisi yang sebaliknya, misalnya sedih, tidak
dan roman. Cerpen adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang tenang, tidak nyama.
dimaksudkan memberikan kesan tunggal yang dominan, memusatkan diri
Sehubungan dengan pembelajaran menulis cerpen, kehidupan yang
pada satu tokoh dalam satu situasi pada satu ketika, dan memperlihatkan
dirasakan atau dijalani oleh seseorang sebenarnya sama juga kehidupan
kepaduan. Cerita pendek yang efektif terdiri dari tokoh atau sekelompok tokoh
yang ada dalam sebuah cerpen. Sebab, pada dasarnya cerpen yang ditulis
yang ditampilkan pada satu latar atau latar belakang dan lewat lakuan lahir
oleh seseorang itu sebenarnya membuat kehidupan yang imajinatif dalam
atau batin terlibat dalam satu situasi. Tikaian dramatik, yaitu perbenturan
sebauh cerita yang disusunnya. Dengan demikian, bentuk kehidupan
antara kekuatan yang berlawanan, merupakan inti cerita pendek.
seseorang atau orang lain yang ada dalam dunia nyata dapat dijadikan
Unsur-unsur cerita pendek meliputi tema (dan amanat), alur, tokoh- sebuah pijakan atau «sumber inspirasi» dalam menulis cerpen.
penokohan, latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya (bahasa).

274 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 275
3. Menulis cerpen dengan peristiwa fiktif. Kegiatan pebelajar adalah merangkai peristiwa/
Langkah pokok, kegiatan pembelajar, kegiatan pebelajar, dan prinsip kejadian fiktif berdasarkan pada pengalaman yang paling mengesankan.
yang digunakan dalam proses pembelajaran menulis cerpen yang berbasis Pebelajar dapat mengurangi, menambah, ataupun mengubah urutan
pada pengalaman dengan menggunakan pendekatan kontekstual adalah peristiwa yang telah disusunnya pada tahap ketiga dengan peristiwa
sebagai berikut. yang diinginkannya. Pebelajar dapat menambah atau mengubah seluruh
unsur cerita sesuai dengan yang diinginkannya (:diangankannya). Cara
Langkah pokok pertama adalah apersepsi. Langkah ini diwujudkan
penulisannya: susunan peristiwa ubahan (peristiwa fiktif ) diletakkan
oleh pembelajar menyampaikan teori tentang cerpen, pengalaman,
di samping atau di bawah urutan peristiwa nyata. Prinsip pendekatan
dan proses menulis cerpen kepada pebelajar. Kegiatan yang dilakukan
kontekstual yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan,
pebelajar diperlihatkan dengan mengikuti penjelasan teoretis mengenai
Mempertanyakan, Refleksi, dan Penilaian Autentik.
cerpen (: pengertian dan unsur pembangun), pengalaman, dan menulis
cerpen. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan dalam proses Langkah pokok keenam adalah penyusunan cerpen. Kegiatan
pembelajarannya meliputi; Pemodelan, Mempertanyakan, dan Penilaian pebelajar adalah membimbing pebelajar untuk menuliskan peristiwa
Autentik. yang telah ditambah dan/atau yang telah diubah (peristiwa fiktif), yang
telah ditulis pada tahap keempat ke dalam format cerpen. Pada langkah
Langkah pokok kedua adalah pengingatan peristiwa. Kegiatan
ini pengajar mengingatkan pebelajar untuk harus memperhatikan hakikat,
pembelajar adalah kegiatan mengarahkan pebelajar untuk mengingat-ingat
ciri-ciri, dan unsur-unsur cerpen sebagai prosa fiksi. Hasilnya adalah
peristiwa-peristiwa yang pernah dialami/dirasakannya, atau peristiwa-
sebuah cerpen yang berdasar pada pengalaman nyata penulisnya. Kegiatan
peristiwa yang diketahuinya, dalam pengertian peristiwa dimaksud tidak
pebelajar adalah menyusun cerpen fiksi. Prinsip pendekatan kontekstual
dialaminya/dirasakannya tetapi diketahuinya. Peristiwa di sini dapat
yang digunakan meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Mempertanyakan,
berupa peristiwa fisik maupun peristiwa non-fisik (batin, pemikiran,
Refleksi, dan Penilaian Autentik.
perasaan, dsb). Kegiatan pebelajar diwujudkan dengan mengingat (mencari)
peristiwa/ kejadian dari pengalaman yang paling mengesankan. Prinsip Langkah pokok ketujuh adalah revisi dan penjadian cerpen. Kegiatan
pendekatan kontekstual yang digunakan meliputi; Refleksi, Penemuan, pembelajar adalah membimbing pebelajar untuk membaca kembali cerpen
Mempertanyakan, dan Penilaian Autentik. yang ditulisnya. Apabila ada hal-hal yang perlu diperbaiki, pebelajar
disarankan untuk memperbaikinya. Bahkan, apabila pebelajar merasa
Langkah pokok ketiga adalah pemilihan peristiwa. Kegiatan
perlu merombaknya, maka pembelajar membolehkan pebelajar untuk
pembelajar adalah mengarahkan pebelajar melakukan kegiatan menentu­
melakukan perombakan cerpennya. Setelah pebelajar merevisi cerpennya,
kan salah satu peristiwa di antara sekian peristiwa yang pernah dialaminya/
pebelajar membimbing pebelajar untuk menulis kembali cerpen yang
dirasakannya, atau diketahuinya. Peristiwa yang dipilih adalah peristiwa
telah direvisinya. Jika pebelajar telah melaksanakannya berarti dia telah
yang paling mengesan. Peristiwa yang telah dipilihnya itu kemudian
menghasilkan satu cerpen yang berbasis pada pengalamannya. Kegiatan
dijadikan sebagai dasar cerpen yang hendak ditulisnya. Kegiatan pebelajar
pebelajar adalah merevisi dan finalisasi cerpen. Prinsip pendekatan
adalah memilih peristiwa/ kejadian dari pengalaman yang paling
kontekstual yang digunakan meliputi; Refleksi, Mempertanyakan,
mengesankan. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan meliputi;
Konstruktivistik, Penemuan, dan Penilaian Autentik.
Penemuan, Mempertanyakan, Konstruktivistik, dan Penilaian Autentik.
Langkah pokok keempat adalah penyusunan urutan peristiwa. F. Skenario Pembelajaran
Kegiatan pembelajar adalah membimbing pebelajar menyusun urutan
peristiwa yang pernah dialaminya/dirasakannya, atau diketahuinya. Urutan PRINSIP
peristiwanya disusun secara garis besar, tidak rinci dan mendetil. Kegiatan NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
pebelajar adalah menyusun urutan peristiwa/ kejadian dari pengalaman KONTEKSTUAL
yang paling mengesankan. Prinsip pendekatan kontekstual yang digunakan
1 Pendahuluan 15’
meliputi; Konstruktivistik, Penemuan, Refleksi, Mempertanyakan, dan
Penilaian Autentik. a. Pembelajar menyampaikan materi dan 1. Pemodelan
tujuan pembelajaran materi yang akan 2. Mempertanyakan
Langkah pokok kelima adalah perangkaian peristiwa fiktif. Kegiatan
dipelajari 3. Penilaian Autentik
pembelajar adalah membimbing pebelajar untuk merangkai peristiwa nyata

276 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 277
PRINSIP PRINSIP
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
KONTEKSTUAL KONTEKSTUAL

b. Apersepsi orang lain yang diketahui (dibaca,


- Pebelajar membaca model cerpen didengar, atau dilihat) dan paling
yang disediakan mengesankan
- Pembelajar membantu pebelajar
c. Pembimbingan penyusunan urutan 1. Konstruktivistik
merumuskan dan mengemukakan
peristiwa 2. Penemuan
tentang pengertian dan unsur pem­
- Pembelajar membimbing pebelajar 3. Refleksi
bangun cerpen melalui kegiat­a n
untuk mendeskripsi peristiwa/ 4. Mempertanyakan
tanya jawab dari model cerpen yang
kejadi­an dari kejadian kehidupan 5. Penilaian Autentik
telah dibaca
orang lain yang telah dipilih sesuai
- Pembelajar membimbing pebelajar
urutan peris­tiwanya
mencari unsur-unsur pembangun
model cerpen yang telah dibaca d. Pembimbingan perangkaian peristiwa 1. Konstruktivistik
- Pebelajar menyampaikan temuan­ fiktif 2. Penemuan
nya tentang unsur-unsur pem­ - Pembelajar membimbing pebelajar 3. Mempertanyakan
bangun cerpen berdasarkan model untuk mengingat (mencari) peris­ 4. Refleksi
cerpen yang telah dibaca tiwa/ kejadian lain yang mirip 5. Penilaian Autentik
- Pembelajar membimbing pebelajar (cerita imajinatif yang diidealkan)
mengemukakan jenis/bentuk kehi­ dengan peristiwa/kejadian dari
dupan kehidupan orang lain yang kejadian kehidupan orang lain yang
diketahui (dibaca, didengar, atau diketahui (dibaca, didengar, atau
dilihat) dilihat) dan paling mengesankan
- Pembelajar membimbing pebelajar - Pembelajar membimbing pebelajar
untuk merumuskan pengertian untuk memilih peristiwa/ kejadian
dan mengklasifikasikan kehidupan lain yang mirip dengan peristiwa/
orang lain menurut jenis/bentuk­nya kejadian dari kejadian kehidupan
- Pembelajar membimbing dan orang lain yang diketahui (dibaca,
menje­laskan pebelajar mengenai didengar, atau dilihat) dan yang
tahapan menulis cerpen paling mengesankan
- Pembelajar memberi penguatan - Pembelajar membimbing pebelajar
aspek teoretik cerpen, kehidupan untuk mendeskripsi peristiwa/
orang lain, dan menulis cerpen kejadian lain yang mirip dengan
peristiwa/ kejadian dari kejadian
2. Inti 150’
kehidupan orang lain yang dike­
a. Pengarahan pengingatan peristiwa 1. Refleksi tahui (dibaca, didengar, atau dilihat)
- Pembelajar membimbing pebelajar 2. Penemuan dan yang paling mengesankan
mengingat (mencari) peristiwa/ 3. Mempertanyakan - Pembelajar membimbing pebelajar
kejadian yang dapat dikategorikan 4. Penilaian Autentik untuk melihat kembali deskripsi
dalam kejadian kehidupan orang masing-masing peristiwa/ kejadian,
lain baik dari peristiwa/ kejadian dari
kejadian kehidupan orang lain yang
b. Pengarahan pemilihan peristiwa 1. Penemuan
diketahui (dibaca, didengar, atau
- Pembelajar memberikan bimbingan 2. Mempertanyakan
dilihat) atau yang mirip
kepada pebelajar untuk memilih 3. Konstruktivistik
peris­tiwa/ kejadian kehidupan 4. Penilaian Autentik

278 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 279
PRINSIP PRINSIP
NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU NO. KEGIATAN PENDEKATAN WAKTU
KONTEKSTUAL KONTEKSTUAL

- Pembelajar membimbing pebelajar - Pembelajar membimbing pebelajar


untuk membandingkan peristiwa/ untuk memperhalus dan mengem­
kejadian dari kejadian kehidupan bangkan lebih luas cerpen yang
orang lain yang diketahui (dibaca, diha­silkan (melakukan revisi) bila
didengar, atau dilihat) dan yang diperlukan
paling mengesankan dengan peris­
3. Penutup 15’
tiwa/ kejadian lain yang mirip
- Pembelajar membimbing pebelajar a. Pembelajar menyampaikan hasil 1. Refleksi
untuk memadukan peristiwa/ evaluasi cerpen 2. Penilaian Autentik
kejadian dari kehidupan orang lain b. Pembelajar memberikan komentar
yang diketahui (dibaca, didengar, dan saran
atau dilihat) dan yang paling me­ c. Pembelajar membantu pebelajar untuk
nge­sankan dengan peristiwa/ keja­ menyimpulkan dan mengukuhkan
dian lain yang mirip konsep dalam menulis cerpen
- Pembelajar membimbing pebelajar d. Pembelajar memberikan motivasi
untuk membuat konsep kejadian/ untuk mengembangkan kemampuan
peristiwa yang diidealkan melalui dalam menulis cerpen
perpaduan peristiwa/ kejadian dari e. Pembelajar membimbing pebelajar
kehidupan orang lain yang dike­tahui untuk mempublikasikan hasil cerpen
(dibaca, didengar, atau dilihat) dan terbaik (di Mading sekolah, Majalah
yang paling menge­san­kan dengan Sekolah, surat kabar dll)
peristiwa/ kejadian lain yang mirip

e. Pembimbingan penyusunan cerpen 1. Konstruktivistik


- Pembelajar membimbing pebelajar 2. Penemuan G. Metode Pembelajaran
untuk mendeskripsi peristiwa/ 3. Mempertanyakan Ceramah, Tanya Jawab, Demonstrasi, Penugasan (Pemberian Tugas),
kejadian dari kondisi ideal yang 4. Refleksi Proyek, Penyelesaian Masalah (Problem Solving), Pengamatan
diha­r apkan berdasarkan pada 5. Penilaian Autentik (Observasi)
perpa­duan peristiwa/ kejadian dari
kehidupan orang lain yang dike­ H. Media/Sumber Pembelajaran
tahui (dibaca, didengar, atau dilihat)
- Buku kumpulan cerpen
dan yang paling menge­san­kan dan
- Buku Bahasa dan Sastra Indonesia SMA X terbitan Pemko
peristiwa/ kejadian lain yang mirip
- Pembelajar membimbing pebelajar
Semarang
untuk menulis cerpen berdasarkan - Buku LKS
peristiwa/ kejadian dari kondisi - Sumber lain yang relevan
ideal yang telah dideskripsikan
I. Penilaian
f. Pembimbingan revisi dan penjadian 1. Refleksi
Jenis Tagihan: tugas individu
cerpen 2. Mempertanyakan
- Pembelajar membimbing pebelajar 3. Kontruktivitik
Bentuk Instrumen: lembar penilaian
untuk membaca berulang-ulang 4. Penemuan 1. Penilaian proses:Jurnal, Observasi, Rubrik
cerpen yang ditulis untuk membuat 5. Penilaian Autentik 2. Penilaian hasil: portofolio
isi cerpen sesuai dengan keinginan

280 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 281
1. Lembar Penilaian proses Cukup : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran
menulis cerpen cukup sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
JURNAL KEGIATAN PENULISAN CERPEN pembelajar
NAMA SISWA : .................................... Kurang : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran
menulis cerpen kurang sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
KELAS/NOMOR : ....................................
pembelajar
Hasil
Tanggal Kegiatan Catatan
Ubah Revisi Lanjutan LEMBAR OBSERVASI SIKAP DAN EVALUASI DIRI
Persiapan dan Konsultasi DALAM PROSES MENULIS CERPEN
1. Observasi dan menemukan
Hasil Observasi
ide No Aspek yang diobservasi Catatan
2. Menetapkan ide Baik Cukup Kurang
3. Menetapkan fokus 1. Apakah siswa menunjukkan
4. Mengumpulkan bahan sikap posiif dalam menulis
tulisan
2. Apakah siswa dapat menulis
Penulisan dengan benar?
1. Menuliskan draft 3. Apakah siswa dapat menulis
2. Membaca berulang-ulang satu bagian cerpen dalam
sambil memperbaiki karya waktu yang telah ditentukan?
cerpen
4. Apakah siswa merefleksikan
3. Menuliskan draft sebagai
hasil tulisannya dengan
bahan laporan awal
tujuan yang telah ditentukan?
Penulisan Akhir dan Tindak Keterangan:
Lanjut Baik : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran
1. Memperbaiki draft menulis cerpen sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh pembelajar
2. Menjawab pertanyaan dan Cukup : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran
meng-himpun saran menulis cerpen cukup sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
3. Mempublikasikan cerpen pembelajar
Kurang : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran
menulis cerpen kurang sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh
LEMBAR OBSERVASI SIKAP SISWA DALAM PEMBELAJARAN pembelajar

Hasil Observasi
No Aspek yang diobservasi Catatan
Baik Cukup Kurang LEMBAR OBSERVASI STRATEGI MENULIS CERPEN

1. Apakah siswa secara tekun No. Apakah aspek yang diobservasi Hasil observasi
mengikuti proses pembelajaran 1. Apakah siswa menentukan tujuan menulis ....................................................
2. Apakah siswa berpartisipasi cerpen secara jelas?
(bertanya, melaksanakan tugas 2. Apakah siswa menggunakan strategi ....................................................
dengan penuh tanggung jawab)? menulis cerpen yang sesuai dengan teori
yang dipelajarinya?
Keterangan:
Baik : Sikap yang ditampilkan oleh pebelajar selama mengikuti pembelajaran 3. Apakah siswa dalam menulis cerpen ....................................................
menulis cerpen sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh menghubungkan pengalamannya dengan
pembelajar pengetahuan yang dimilikinya?

282 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 283
RUBRIK PENULISAN CERPEN BERBASIS PENGALAMAN Skor 1 : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar sedikit dalam cerita.

NAMA SISWA : ..................................... b. Kelengkapan Unsur


KELAS/NO : ..................................... Skor 4 : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa sangat suka, emosi
penulis sangat terlibat, serta plot dan karakter kemanusian
Tanggal Unjuk Kerja Siswa Catatan dapat dikenali dengan jelas.
1. Mengingat satu peristiwa dari Skor 3 : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa cukup suka, emosi
kehidupan orang lain yang paling penulis terlibat sedang, serta plot dan karakter kemanusian
mengesankan. dapat dikenali sedang.
2. Menulis urutan peristiwa dari Skor 2  : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa agak suka, emosi
kehidupan orang lain yang paling penulis sedikit terlibat, serta plot dan karakter kemanusian
mengesankan dapat dikenali sedikit.
1. Membaca urutan peristiwa yang Skor 1 : bentuk (karakteristik) formal cerpen dirasa tidak suka sama
diketahui sekali, emosi penulis tidak terlibat sama sekali, serta plot dan
2. Menuliskan kondisi/peristiwa ideal karakter kemanusian tidak sama sekali dikenali.
yang diharapkan.

1. Menulis cerpen dengan cara merangkai c. Keterpaduan Unsur


peristiwa yang dialaminya dengan Skor 4 : tempo sangat cepat, keintegrasian struktur (elemen) sangat
peristiwa yang diidealkan/diinginkan baik dan sangat komplek.
Skor 3 : tempo cukup cepat, keintegrasian struktur (elemen) baik dan
cukup komplek.
2. Lembar penilaian hasil Skor 2 : tempo agak lamban, keintegrasian struktur (elemen) agak baik
dan cukup simpel.
Lembar penilaian Cerpen Skor 1 : tempo sangat lamban, keintegrasian struktur (elemen) sangat
jelek dan sangat simpel.
Aspek Penilaian Jml
No Nama Siswa Judul Cepen Nilai d. Kemanarikan
Skor
A B C D E Skor 4 : sangat menantang, sangat menarik, sangat asli, terpercaya dan
1. terpahami, mengandung ironi dan unsur yang menegangkan
2. sangat banyak, imajinasi sangat tinggi, dan sangat jelas daya
3. tarik yang tanpa terikat pada ruang dan waktu.
Dst Skor 3 : cukup menantang, cukup menarik, keaslian sedang, cukup
Keterangan : A :Tema; B : Kelengkapan Unsur; C : Keterpaduan Unsur; terpercaya dan cukup terpahami, mengandung ironi dan unsur
D : Kemenarikan; E : Penggunaan Bahasa yang menegangkan sedang, imajinasi sedang, dan daya tarik
yang tanpa terikat pada ruang dan waktu juga sedang.
Skor 2 : agak menantang, sedikit menarik, sedikit asli, cukup tidak
Rincian per aspek penilaian dalam memberikan skor mematuhi
terpercaya dan sedikit terpahami, mengandung ironi dan
ketentuan berikut.
sedikit unsur yang menegangkan, imajinasi sedikit, dan sedikit
a. Tema
pula daya tarik yang tanpa terikat pada ruang dan waktu.
Skor 4 : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar dalam keseluruhan cerita.
Skor 1 : sama sekali tidak menantang, sama sekali tidak menarik, sama
Skor 3  : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar dalam sebagian besar
sekali tidak asli, sama sekali tidak terpercaya dan sama sekali
cerita.
tidak terpahami, sama sekali tidak mengandung ironi dan unsur
Skor 2 : tema dan isi (pokok persoalan) tergambar dalam setengah
yang menegangkan, sama sekali tidak imajinasi, dan sama sekali
keseluruhan cerita.
tidak ada daya tarik yang tanpa terikat pada ruang dan waktu.

284 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 285
e. Penggunaan Bahasa
Skor 4 : penggunaan bahasa sangat terampil
Skor 3 : penggunaan bahasa cukup terampil
Skor 2 : penggunaan bahasa agak terampil
Skor 1 : penggunaan bahasa sama sekali tidak terampil
DAFTAR PUSTAKA
Nilai = Jumlah Skor pada Keseluruhan Aspek Penilaian X 5

Mengetahui,
Kepala Sekolah, Pembelajar,

Abrams, M.H. 1981. A Glossary of Literary Terms. New York: Holt,


Rinehart and Winston.
_____________________ _______________________
NIP NIP Akhadiah, S. 2002. Menulis 1. Jakarta: Universitas Terbuka.
Ali, Lukman (Ed.). 1967. Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia sebagai
Cermin Manusia Indonesia Baru. Jakarta: Gunung Agung.
Brown, Carol Lynch dan Carl M. Tomlinson. 1999. Essentials of Children
Literature. USA: Allyn & Bacon.
Budianta, Melanie dkk. 2003. Membaca Sastra. Magelang : Indonesia
Tera.
Endraswara, Suwardi. 2005. Metode & Teori Pengajaran Sastra.
Yogyakarta : Buana Pustaka.
Eneste, Pamusuk (Ed.). 1981. Leksikon Kasusasteraan Indonesia.
Jakarta: Gramedia.
_______1983a. Cerpen Indonesia Mutakhir, Antologi Essai dan Kritik.
Jakarta: Gramedia.
_______1983b. Proses Kreatif, Mengapa dan Bagaimana Saya
Mengarang I. Jakarta : Gramedia
_______1984. Proses Kreatif, Mengapa dan Bagaimana Saya
Mengarang II. Jakarta: Gramedia.
Esten, M. (Ed.). 1988. Menjelang Teori dan Kritik Susastra Indonesia
yang Relevan. Bandung: Penerbit Angkasa.
Galloway, Charles. 1976. Psychology for Learning and Teaching. New
York : Mc. Graw-Hill Book Co.

286 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 287
Hudson, William Henry. 1965. An Introduction to the Study of Kenney, William. 1966. How to Analyze Fiction. New York: Monarch
Litetature. London: George G. Harrap. Press.
Hoerip, Satyagraha. 1979. Cerita Pendek Indonesia. Jakarta: Pusat Kette, Elfira Sonia Soli; Pratiwi, Yuni; dan Sunoto. 2016. Pengembangan
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Bahan Pelatihan Menulis Cerita Pendek Bermuatan Nilai
Karakter Untuk Guru SMP Negeri Mata Pelajaran Bahasa
Hurt, J. 1994. Literature: A Contemporary Introduction. New York:
Indonesia Se-Kota Kupang. Artikel dalam Jurnal Pendidikan:
Macmillan College Publishing Company.
Teori, Penelitian, dan Pengembangan. Volume: 1 Nomor: 4
Hill, B.C., C. Ruptic, L. Norwick.1998. Classroom Bases Assessment. Bulan April Tahun 2016 Halaman: 698—704.
Norwood: Cristhoper_Gordon Publisher, Inc.
Kleden, Ignas. 1998. ‘’Fakta dan Fiksi tentang Fakta dan Fiksi  :
Holt-Reynolds, Diane. 1999. Good Reader, Good Teacher? Subject Imajinasi dalam Sastra dan Ilmu Sosial’’, dalam Kalam, edisi
Matter Expertise as Challenge in Learning to Teach. Harvard 11. Jakarta : Institut Studi Arus Informasi.
Educational Review. Vol. 69 No.1 Spring 1999.
Kusmarwanti. 2012. Menumbuhkan Karakter Anak Melalui
Jackson, Rosemary. 1991. Fantasy: The Literature of Subversion. London Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar. Makalah dalam
and New York: Routledge. Seminar Nasional dan Temu Alumni Dies Natalis ke-48 UNY.
Jamaris, Martini. 2003. ‘’Pengembangan Kreativitas Anak Usia Dini Laelasari dan Nurlaila. 2006. Kamus Istilah Sastra. Bandung: Penerbit
Taman Kanak-Kanak”. Dalam Jurnal Pendidikan Usia Dini. Nuansa Aulia.
Volume 2, Mei. Jakarta: Program Studi Pendidikan Usia Dini
Lubis, Mochtar. 1978. Teknik Mengarang. Jakarta: Nunung Jaya.
PPs Universitas Negeri Jakarta
Lukens, Rebbeca J. 2003. A Critical Handbook of Children’s Literature.
Jassin, H.B.1965. Analisa, Sorotan Cerita Pendek. Jakarta : Gunung
New York: Longman
Agung.
Luxemburg, Jan van, Mieke Bal, dan Willem G. Weststeijn. 1992.
_______1967a. Kesusasteraan Indonesia dalam Kritik dan Esei I.
Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta: Gunung Agung.
Muijs, Daniel & David Reynolds. 2008. Effective Teaching: Teori
_______1967b. Kesusasteraan Indonesia dalam Kritik dan Esei II.
dan Aplikasi. Edisi Kedua. Penerjemah: Drs. Helly Prajitno
Jakarta: Gunung Agung.
Soetjipto, M.A., Dra. Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta:
_______1967c. Kesusasteraan Indonesia dalam Kritik dan Esei III. Pustaka Pelajar
Jakarta: Gunung Agung.
Muzakki, Akhmad. 2004. “Perkembangan Sastra di Era Bani Umayyah
_______1967d. Kesusasteraan Indonesia dalam Kritik dan Esei IV. : Analisis Kritis Strukturalisme Genetik” dalam Lingua : Jurnal
Jakarta: Gunung Agung. Ilmu Bahasa dan Sastra, Volume II. No. 1. Edisi September
_______1971. Tifa Penyair dan Daerahnya. Jakarta: Gunung Agung. 2004. Malang : Fakultas Humaniora dan Budaya UIN Malang.

_______1983a. Pengarang Indonesia dan Dunianya. Jakarta: Gramedia. _______. 2005. Karya Sastra : “Mimesis, Realitas, atau Mitos?” dalam
Lingua : Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra, Volume II. No. 2.
_______1983b. Sastra Indonesia sebagai Warga Sastra Dunia. Jakarta: Edisi Maret 2005. Malang : Fakultas Humaniora dan Budaya
Gramedia. UIN Malang.
Johnson, E.B. 2002. Contextual Teaching and Learning. California: _______. 2006. Kesusastraan Arab: Pengantar Teori dan Terapan.
Corwin Press, Inc. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
Joyce, B., M. Weit, B. Showers. 1992. Models of Teaching. Boston: Allyn Norton, Donna E. 1983. Through the Eyes of a Child : An Introduction to
and Bacon. Children’s Literature. Ohio : Bell & Howell Company

288 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 289
Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : UGM Resmini, Novi. Tanpa tahun. Sastra Anak dan Pengajarannya di
Press. Sekolah Dasar (http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._
BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA /1967 1 103 1993032-NOVI_
_______. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
RESMINI/SASTRA_ANAK_DAN_PENGAJARANNYA. pdf)
University Press.
Sangidu. 2005. Penelitian Sastra. Yogyakarta : Unit Penerbitan
_______. 2004. Sastra Anak: Persoalan Genre. Artikel dalam Jurnal
Fakultas Ilmu Budaya UGM.
Humaniora. Volume 16, No.2, Juni 2004. Halaman 107-122.
Yogyakarya: Fakultas Sastra UGM. Sayuti, Suminto A. 1996/1997. Apresiasi Prosa Fiksi. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
_______. 2005. Sastra Anak : Pengantar Pemahaman Dunia Anak.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. _______. 2002. “Sastra dalam Persepektif Pembelajaran”. Dalam
Sarumpaet, R.K.T. (Ed.). Sastra Masuk Sekolah. Hlm. 34-48.
Oxford, Rebecca L. 1990. Language Learning Strategies, What Every
Jakarta: Indonesiatera.
Teacher Should Know. Boston, Massachusetts: Heinle&Heinle
Publisher. Sudarman, Paryati. 2008. Menulis di Media Massa. Yogyakarta.
Pustaka Pelajar.
Perrine, L. 1983. Story and Structure. New York: Harcourt Brace
Jovanivich, Publisher. Sudjiman, Panuti (Ed.). 1984. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Gramedia.
Perrine, Laurence. 1966. Story and Structure. Second Edition. New _______. 1991. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustak Jaya.
York: Harcourt. Brace & World, Inc. Sugiarti. 2013. Kajian Sastra Anak “Kecil-Kecil Punya Karya The
Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, Evergreen” Karya Nisrina Hanifah dalam Perspektif Pendidikan
dan Penerapannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Karakter. Artikel dalam Jurnal Humanity. Volume 8. Nomor
2. Maret 2013
_______ . 1997. Prinsip-Prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta : UGM Press.
Sujarwanto, Jabrohim. 2001. Bahasa dan Sastra Indonesia Menuju
_______ . 2002. Pengkajian Puisi. Yogyakarta : UGM Press.
Peran Transformasi Sosial Budaya Abad XXI. Yogyakarta:
Pradotokusumo, Partini Sardjono. 2005. Pengkajian Sastra. Jakarta : Penerbit UAD.
Gramedia
Sukarjaputra, Rakaryan. 2002. “Buku yang Baik Merangsang Anak
Pratiwi, Yuni. 2005. “Model Perangkat Pembelajaran Apresiasi Berimajinasi” dalam ‘Sekolah’ Alternatif untuk Anak (Sinta
Sastra untuk Pendidikan Moral Berdasarkan pendekatan Ratnawati ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kompas
Kontekstual bagi Siswa SMP”. Disertasi. Malang: Universitas
Sumardjo, Jakob, dan Zaini K.M. 1988. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta
Negeri Malang.
: Gramedia.
Prihatmi, Th. Sri Rahayu. 1977. Pengarang-pengarang Wanita
Sumardjo, Jakob. 1984. Memahami Kesusasteraan. Bandung: Alumni.
Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya.
Stanton, Robert. 1965. An Introduction to Fiction. New York: Rinehart
Puryanto, Edi. 2008. Konsumsi Anak dalam Teks Sastra di Sekolah.
and Winston Inc.
Makalah dalam Konferensi Internasional Kesusastraan XIX
HISKI. Suroto. 1989. Apresiasi Sastra Indonesia (Ulfah, Ed). Jakarta: Erlangga.
Rahmato, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Penerbit Suryaningtyas, Valentina Widya dan Setyaningsih, Nina. 2014.
Kanisius. Kualitas Keberterimaan Sastra Anak Dalam Portal Online.
Laporan Akhir Penelitian Dosen Pemula. Semarang:
Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Estetika, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta:
Universitas Dian Nuswantoro.
Pustaka Pelajar.

290 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 291
Yudiono, K.S. 1984. Bagaimana Mengarang Cerpen. Semarang:
Yayasan Keluarga Penulis & Prabhantara.
_______. 1986. Telaah Kritik Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa.
Teeuw. 1989. Sastra dan Ilmu Sastra : Pengantar Teori Sastra. Bandung
: Pustaka Jaya Girimukti Pusaka. TENTANG PENULIS
Tompskin, G.E. 1990. Teaching Writing Balancing Process and Product.
Canada: Macmillan College Publishing Company.
Widiastono, Tony D. 2002. “Hati-Hati Memilih Buku Bacaan Anak-
Anak” dalam ‘Sekolah’ Alternatif untuk Anak (Sinta Ratnawati
ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Zaidan, dkk. 1991. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Resmini, Novi. Pembelajaran Apresiasi Sastra di Sekolah Dasar
Melalui Implementasi Strategi Directed Reading Activity
Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum
(DRA).
Profesor Ilmu Sastra, Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum lahir di
Pemalang 3 Agustus 1960. Ia menyelesaikan pendidikan S1 Jurusan
Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Diponegoro (1987). Studi
S2 Bidang Ilmu Sastra ia tempuh di Jurusan Sastra Indonesia Fakultas
Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia (2001). Adapun pendidikan
doktoral di Bidang Pendidikan Bahasa ia peroleh dari Program
Pascasarjana (PPs) Universitas Negeri Semarang, 2008 silam.
Setelah menjabat sebagai Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia ia kemudian diberi amanat untuk menjadi Dekan Fakultas
Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Semarang sejak 20 Mei
2011 sampai sekarang. Ia pernah menjabat Ketua Umum Himpunan
Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) periode 2010-2011.
Prof. Agus Nuryatin mengajar pertama kali pada Januari 1989.
Sejak saat itu ia banyak melakukan penelitian tentang sastra dan
pendidikan sastra, antara lain Pengembangan Model Pemelajaran
Penulisan Cerita Pendek Berbasis Keterampilan Proses Siswa SMA
Program Bahasa di Jawa Tengah (Tahap I) (2007), Pengembangan
Model Pembelajaran Bahasa Indonesia Berwawasan Multikultural
untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosi Siswa SMP (2007), dan
beberapa penelitian yang lain. Di bidang pengajaran sastra, ia juga

292 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum  Retno Purnama Irawati, S.S., M.A | 293
telah melakukan berbagai penelitian, antara lain Teks-teks Puisi
untuk Siswa Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah
Atas, Tingkat Keterbacaan Wacana Buku Pelajaran Bahasa Indonesia
Kelas I, II, dan III SMP dan SMA Terbitan Surya Angkasa yang
Beredar di Jawa Tengah (1994), Kecenderungan Guru Kelas V SD di
Kota Memberikan Waktu Tunggu kepada Siswa untuk Menjawab
Pertanyaan yang Diajukan (Studi Perilaku Ajar Guru Pendidikan Dasar
di Kodia Semarang) (1993), dan hingga sekarang masih aktif meneliti.
Buku yang pernah dihasilkannya antara lain Cerita Rakyat dari
Semarang (buku cerita, tahun 1996); Cerita Rakyat dari Semarang
2 (buku cerita, tahun 2002); Formalisme Rusia Mengolah Fakta
dalam Fiksi (2005); dan Mengabadikan Pengalaman dalam Cerpen
7 Langkah Pembelajaran Menulis Cerpen (2010).

Retno Purnama Irawati, S.S., M.A


Retno Purnama Irawati lahir di Surakarta, 25 Juli 1978. Jenjang
pendidikan dasar hingga SMA ditempuh di Surakarta. Jenjang S1
berhasil diselesaikan di Jurusan Sastra Asia Barat, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Gadjah Mada pada tahun 2002. Jenjang S2
diselesaikan pada Kajian Timur Tengah, Sekolah Pascasarjana,
Universitas Gadjah Mada pada tahun 2009.
Retno Purnama Irawati mengajar pertama kali pada Januari
2005, dan menjadi dosen tetap pada prodi Pendidikan Bahasa Arab,
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Sejak saat
itu, selain mengajar, ibu dua orang anak ini banyak melakukan
penelitian di bidang pendiidkan, sastra, dan linguistik, serta
melaksanakan pengabdian kepada masyarakat.
Buku yang pernah dihasilkannya antara lain Pengantar
Memahami Sastra (2009 ditulis bersama suami, Siminto, S.Pd.,
M.Hum); Mengenal Sejarah Sastra Arab (2012); dan Pengantar
Memahami Linguistik (2013).

294 | Pembelajaran Menulis Cerita Pendek

Anda mungkin juga menyukai