Anda di halaman 1dari 7

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by E-Jurnal UNSAM (UNIVERSITAS SAMUDRA)

Jurnal
Samudra Bahasa
Vol. 1, No. 1, 2018

http://ejurnalunsam.id/index.php/JSB

EKSISTENSI BAHASA FIGURATIF DALAM CERITA PENDEK


“SUNGAI” KARYA NUGROHO NOTOSUSANTO

Muhammad Yakob

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Samudra


Myakob_mhum@unsam.ac.id

ABSTRAK

Cerita pendek (Cerpen) disukai oleh pembaca, baik golongan muda maupun dewasa. Karya sastra cerpen
sangat dipengaruhi bahasa figuratif. Dengan bahasa yang figuratif menjadikan cerpen disenangi untuk
dibaca oleh berbagai pihak, seperti cerpen karya Nugroho Notosusanto” “Sungai”. terdapat berbagai
bahasa figuratif . Dengan menggunakan metode deskriptif dalam bentuk kajian tekstual. Teori yang
digunakan adalah teori pengkajian teks dengan melakukan analisis kata, frase, klausa dan kalimat yang
mengandung bahasa figuratif di dalam teks cerpen “Sungai”. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa
cerpen “Sungai” sarat dengan berbagai jenis figuratif. Jenis-jenis figuratif yang terdapat di dalam cerpen
“Sungai” sangat variatif. Dengan demikian, cerpen ini dapat dijadikan sebuah karya yang sangat bagus
untuk dibaca dan sumber tulisan yang inspiratif.

Kata Kunci: Eksistensi bahasa Figuratif, Cerita pendek, Sungai

ABSTRACT

Short stories are liked by readers, both young people and adults. Short story literary works are strongly
influenced by figurative languages. With a figurative language, the short story is liked to be read by
various people, such as short stories by Nugroho Notosusanto "" Sungai ". there are various figurative
languages. By using descriptive methods in the form of textual studies. The theory used is the theory of
text assessment by analyzing words, phrases, clauses and sentences that contain figurative language in the
short story "Sungai". The results of the study reveal that "Sungai" is loaded with various types of
figuratives. The figurative types contained in the short story "Sungai" are very varied. Thus, this short
story can be use as a good masterpiece for reading and an inspirationally source of writting.

Keywords: The existence of figurative languages, short story, rivers

A. PENDAHULUAN Penulisan pengalaman yang diperolehnya


baik secara langsung maupun tidak
1. Latar Belakang langsung, misalnya dengan berinteraksi
dengan individu lain. Kegiatan lain,
Dalam proses penciptaannya karya sastra misalnya dari membaca, melihat atau
mendengar sehingga menghasilkan bahasa
pengarang melakukan semacam perenungan
yang figuratif. Tentu saja, pengalaman
dan pemilahan kata-kata yang tepat.
seorang pengarang, seperti juga manusia

© 2018 Program Studi Bahasa Indonesia


23
Jurnal
Samudra Bahasa
Vol. 1, No. 1, 2018

http://ejurnalunsam.id/index.php/JSB

lainnya, terbatas. Oleh karena itu, tokoh, itu secara otomatis.


latar dan elemen dalam fiksi lainnya
disajikan sebatas pengetahuan pengarang Sastra, khususnya cerpen di samping
yang dapat mencerminkan kehebatan disebut dunia dalam kemungkinan, juga
penggunaan kata-kata. sebagai dunia dalam kata (Nurgiantoro,
2007:272). Hal ini disebabkan “dunia” yang
Cerita rekaan atau cerita pendek sebagai diciptakan, dibangun, ditawarkan,
karya sastra seharusnya menarik dan diabstraksikan, dan sekaligus ditafsirkan
merangsang rasa ingin tahu. Semua melalui kata-kata, melalui bahasa. Apa pun
cerita rekaan ada kemiripan dengan yang dikatakan oleh pengarang atau
sesuatu di dalam hidup ini karena sebaliknya ditafsirkan oleh pembaca tentu
bahannya berasal dari pengala-man hidup. lewat bahasa. Untuk memperoleh
Dengan demikian berbagai cara pengarang efektivitas pengungkapan, bahasa dalam
menyajikan cerita (salah satu aspeknya) sastra disiasati, dimanipulasi, dan
mirip dengan kenyataan. Menurut didayagunakan secermat mungkin sehingga
Horatius, karya sastra memang tampil dengan sosok yang berbeda dengan
bersifat dulce et ultile menyenangkan bahasa nonsastra.
dan berman-faat.
Beberapa ciri bahasa sastra yang
Pengkajian cerita rekaan khususnya cerpen mengandung unsur emotif dan bersifat
membantu pembaca memahami cara konotasi sebagai kebalikan bahasa
pengarang mengung-kapkan batinnya nonsastra, khususnya bahasa ilmiah, yang
secara kreatif. (konsepsi ekspresif). rasional dan denotative. Namun, untuk
Sebaliknya, pengkajian juga membantu pencirian bahasa sastra itu kiranya masih
pengarang mengembangkan kegiatan itu. memerlukan penjelasan lebih lanjut.
Misalnya, seorang pengarang menulis (Budianta, 2006: 22-23). Ciri adanya unsur
inspirasinya atau ilham , tanpa “pikiran” bukan hanya monopoli bahasa
mempertimbangkan masak-masak gagasan nonsastra, sebaliknya bahasa emotif pun
yang hendak dikemukakannya, penokohan bukan hanya monopoli bahasa sastra. Unsur
dan peng-aluran tidak dirancang baik-baik, pikiran dan perasaan akan sama-sama
bahasa tidak dieksploitasi secara terlihat dalam berbagai ragam penggunaan
maksimal. Hal ini sering berakibat bahasa.
imajinasinya tidak luas dan hasrat untuk
menciptakan karya sastra yang serius tidak Sikap pengarang yang ditujukan
timbul. kepada pembaca dan masalah yang
diceritakan, terhadap tokoh atau tindakan
Berbagai kajian masalah sastra di dalam tokoh, mungkin saja berbeda-beda antara
bentuk bacaan, kuliah, atau diskusi sebuah cerpen dengan cerpen lain. Dalam
bertujuan mempersiapkan untuk para sebuah cerpen tertentu pengarang mungkin
penikmat sastra agar mampu mengambil bersikap mengambil jarak, formal, serius,
bagian di dalam pengalaman literer itu. Hal sedang pada cerita lain mungkin bersikap
ini sesuai dengan pendapat Sudjiman akrab, intim, santai, sedang pada cerita lain
(2006:14) yang mengatakan bahwa lagi justru menggurui, atau bersikap sinis
pengkajian sastra dapat dibandingkan ironis. Pembaca dipihak lain akan bersikap
dengan latihan olah raga. Artinya, sama dengan “jarak” yang diisyaratkan oleh
pengkajian sastra dapat mengembangkan pengarang.
intelektuaal dan emosional, sampai tercapai
kemampuan menggunakan keterampil-an Pengarang menampilkan kepada pembaca
kata-kata yang digunakan sarat akan makna

© 2018 Program Studi Bahasa Indonesia


24
Jurnal
Samudra Bahasa
Vol. 1, No. 1, 2018

http://ejurnalunsam.id/index.php/JSB

yang mengandung berbagai macam majas, dalam ke-sastraan, dengan demikian,


seperti Jam satu malam yang menggunakan meru-pakan salah satu bentuk penyim-
majas pleonasme (berlebihan), jam satu pangan kebahasaan, yaitu penyimpangan
menunjukkan waktu dini hari, awal waktu makna.
tentu hal ini terjadi pada malam hari.
Berikutnya frase cuaca gulita dan murung, Bahasa f i gur at i f t er s eb ut di
menggunkan majas personifikasi s a mpi n g u nt u k me mb an gki t kan
(penginsanan) seolah-olah cuaca seperti suasana dan kesan tertentu, tanggapan
kurang memberi harapan/sedih dengan indera tertentu, juga dimaksudkan
menggunakan kata muram. Majas untuk memperindah penuturan itu
berikutnya yaitu hujan turun selembut sendiri. Jadi, ia menunjang tujuan-
embun, ada suatu metafora yang muncul tujuan estetis penulisan karya itu sebagai
untuk memberi efek bandingan pada karya seni. Majas merupakan hal yang
pembaca agar dapat merasakan bagaimana esensial, seperti yang diungkapkan
hujan turun mengiringi cerita tersebut oleh Nurgiantoro (2007:297)
menggambarkan suatu kete-nangan “penggunaan majas di dalam karya
bercampur dengan kesedihan. Dengan sastra merupakan hal yang penting.”
demikian, pembaca merasakan suasana Penggunaan majas tersebut akan
yang sangat dekat dengan kejadian yang memberikan kesan kemurnian,
sedang berlangsung pada saat membaca kesegaran, bahkan dapat mengejutkan
cerita tersebut. dan karenanya efektif.

Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa Bentuk pengungkapan yang


penggunaan bahasa figuratif memberi mempergunakan bahasa figuratif jumlahnya
pengaruh terhadap sebuh cerita. yang, relatif banyak, namun barangkali hanya
berkaitan dengan pengguna-an kata-kata beberapa saja yang kemuncu-lannya dalam
yang dapat memunculkan majas, bahasa, sebuah karya sastra relatif tinggi. Penulis
peng-gayabahasaan, yang maknanya menganalisis sebuah cerita pendek "Sungai"
tidak menunjuk pada makna harfiah Karya Nugroho Notosusanto".
kata-kata yang mendukungnya,
melainkan pada makna yang
ditambahkan, makna yang tersirat. 2. Tujuan
Jadi, ia merupakan gaya yang sengaja 2.1 Untuk Mendeskripsikan bahasa
mendayagunakan penuturan dengan figuratif yang terdapat dalam cerpen
memanfaatkan bahasa figuratif. "Sungai" karya Nugroho
Notosusanto?
Sebenarnya masih ada hubungan 2.2 Untuk mengetahui jenis-jenis
makna antara bentuk harfiah dengan bahasa figuratif yang terdapat dalam
makna figuratifnya, namun hubungan cerpen"Sungai" karya Nugroho
itu bersifat tidak langsung, atau Notosusanto?
paling tidak ia mem-butuhkan tafsiran
pembaca. Memahami pengungkapan-
pengungkapan baha-sa figuratif,
kadang-kadang. Me-merlukan B. BAHASAN UTAMA
perhatian tersendiri, khususnya untuk
menangkap pesan apa sesungguhnya 1. Eksistensi Bahasa Figuratif
yang dimaksud-kan oleh pengarang.
Penggunaan bentuk-bentuk figuratifan

© 2018 Program Studi Bahasa Indonesia


25
Jurnal
Samudra Bahasa
Vol. 1, No. 1, 2018

http://ejurnalunsam.id/index.php/JSB

Bahasa figuratif sudah dikenal dan telah mengenai makna sebuah teks. Teks bisa
dipergunakan oleh novelis Romawi Cicero sebuah tulisan, atau sebuah representasi
dan Suwetonius dengan istilah figura yang grafis, atau suatu tampilan. Menurut
diartikan „bayangan, gambar, sindiran, Ricoeur (dalam Bertens, 2010: 274-275)
kiasan‟ (Henry Guntur Tarigan, 2010:5). teks bersifat otonom, berdiri sendiri, dan
Secara leksikal bahasa figuratif dapat tidak
diartikan sebagai bahasa yang bersifat
kiasan atau bahasa yang bersifat lambang. bergantung pada maksud pengarang. Ia
Bahasa figuratif adalah bahasa yang tidak pula bergayut pada situasi historis
„melambangkan‟ cara khas dalam karya atau buku di mana teks tercantum,
menyatakan pikiran dan perasaan dalam dan independen dari pembacaan pembaca-
bentuk pikiran atau lisan. pembaca pertama. Teks berbi-cara tentang
sesuatu. Tetapi dengan itu teks tidak lagi
Pendapat Abrams (2010:96) bahwa bahasa merupakan suatu realitas yang bersifat
figuratif adalah bagian dari gaya bahasa tertutup, karena di sini tampak referensi
yang berbentuk retorika. Retorika terbagi kepada suatu dunia, bukan sebagai sesuatu
atas bahasa figuratif (figurative language) yang dicari di belakang teks melainkan
dan pencitraan (imagery). Bahasa figuratif sebagai sesuatu yang berada di depan teks.
dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) figure of
thought atau thropes, yaitu penggunaan Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat
unsur kebiasaan yang menyimpang dari dikatakan bahwa bahasa figuratif
makna yang harafiah (literal meaning) atau merupakan bahasa yang digunakan penyair
pengungkapan dengan cara kias-sebut saja untuk mengatakan sesuatu dengan cara
pemajasan; dan (2) figure of speech, yang tidak biasa, yakni secara tidak
rhetorical figures, atau schemes, yaitu langsung mengung-kapkan makna kata atau
menunjuk pada masalah pengurutan kata, bahasa ber-makna kias atau bermakna
masalah permainan struktur-sebut saja lambang. kemampuan memahami bahasa
penyia-satan struktur. figuratif mempunyai peran penting dalam
meningkatkan kemampuan menghasil-kan
Sejalan dengan pernyataan di atas, Gorys karya tulis, dikarenakan karya imajinatif
Keraf (2010: 129-145) membedakan gaya tidak terlepas dari bahasa figuratif. Bahasa
bahasa berdasarkan langsung tidaknya kiasan (figurative language) menyebabkan
makna ke dalam gaya bahasa retoris dan karya sastra menjadi menarik perhatian,
gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa retoris menimbul-kan kesegaran, hidup, dan
adalah gaya bahasa yang maknanya harus terutama menimbulkan gambaran angan.
diartikan menurut nilai lahirnya (literal
meaning). Bahasa yang dipergunakan 2. Pengertian Karya Sastra Cerita
adalah bahasa yang mengandung unsur Pendek (Cerpen)
kelangsungan maknanya, sedangkan gaya
bahasa kiasan adalah gaya bahasa yang Dari beberapa buku dan uraian yang layak
maknanya tidak dapat ditafsirkan sesuai dijadikan pedoman, tampaknya pendapat
dengan makna kata–kata yang mem- pakar cerita pendek dunia, Poe, sangat
bentuknya. Untuk itu, orang harus mencari cocok menjadi panduan karena secara
makna di luar rangkaian kata dan kalimat teoritis ia memenuhi kriteria ilmiah, tetapi
itu. secara praktis ia tidak dapat diaplikasikan.
Pendapat yang dirinci Diponegoro dalam
Pendapat Saussure itu digemakan pula oleh bukunya Yuk, Nulis Cerpen Yuk
Paul Ricoeur dengan pendapatnya disederhanakan sebagai berikut:

© 2018 Program Studi Bahasa Indonesia


26
Jurnal
Samudra Bahasa
Vol. 1, No. 1, 2018

http://ejurnalunsam.id/index.php/JSB

Pertama, cerita pendek harus pendek. 3. Sinopsis Cerpen “Sungai”


Seberapa pendeknya? Sebatas rampung
baca sekali duduk menunggu bus atau Sersan Kasim telah setengah tahun
kereta api, atau sambil antre karcis bioskop. menikah. Istrinya yang belia sudah lima
Disamping itu ia juga harus memberi kesan bulan mengandung. Dua bulan setelah
secara terus-menerus hingga kalimat mereka tiba di Yogya, Acep dilahirkan.
terakhir, berarti cerita pendek harus ketat,
tidak mengobral detail, dialog Dari Kini, Sersan Kasim kembali akan
beberapa buku dan uraian yang layak menyeberangi sebuah sungai. Sekali ini
dijadikan pedoman, tampaknya pendapat
pakar cerita pendek dunia, Poe, sangat bukan sungai kecil, melainkan salah satu
cocok menjadi panduan karena secara sungai yang terbesar di Jawa Tengah,
teoritis ia memenuhi kriteria ilmiah, tetapi Sungai Serayu. Sersan Kasim adalah Kepala
secara praktis ia dapat diaplikasikan. Regu 3, Peleton 2 dari kompi TNI terakhir
yang akan kembali ke daerah operasinya di
Kedua, cerita pendek mengalir dalam arus
Jawa Barat. Tentara Belanda telah
untuk menciptakan efek tunggal dan unik.
Menurut Poe ketunggalan pikiran dan aksi menduduki Yogya, persetujuan gencatan
bisa dikembangkan lewat satu garis dari senjata telah dilanggar, dan Republik tidak
awal sampai akhir. Di dalam cerita pendek merasa terikat lagi oleh perjanjian yang
tak dimungkinkan terjadi aneka peristiwa sudah ada.
digresi.
Pandangan komandan itu seolah berkata-
Ketiga, cerita pendek harus ketat dan padat. kata"Ingatlah Kompi 3 batalyon B yang
Setiap detil harus mengarus pada pada satu
efek saja yang berakhir pada kesan tunggal. kehilangan 16 prajurit dan 10 keluarga,
Oleh sebab itu ekonomisasi kata dan karena serangan mendadak oleh musuh.
kalimat sebagai salah satu ketrampilan yang Hanya karena seorang bayi menangis.
dituntut bagi seorang cerpenis. Tangis yang dengan cepat menular pada
beberapa anak kecil lainnya". Dan...
Keempat, cerita pendek harus mampu
meyakinkan pembacanya bahwa ceritanya Acep menangis, melolong-lolong, merobek-
benar-benar terjadi, bukan suatu bikinan,
robek kesunyian malam dari tebing ke
rekaan. Itulah sebabnya dibutuhkan suatu
ketrampilan khusus, adanya konsistensi dari tebing. Suaranya tajam menyayat hati.
sikap dan gerak tokoh, bahwa mereka Menyayat hati bapaknya, hingga sesak
benar-benar hidup, sebagaimana manusia bagaikan tak dapat bernapas. Di hulu sungai
yang hidup. sebuah peluru kembang api ditembakkan ke
udara. Malam jadi terang benderang.
Kelima, cerita pendek harus menimbulkan
kesan yang selesai, tidak lagi mengusik dan Seluruh kompi menahan napas. Masing-
menggoda, karena ceritanya seperti masih masing terpaku pada tempatnya. Peleton 1
berlanjut. Kesan selesai itu benar-benar di seberang sana. Peleton 3 di seberang sini,
meyakinkan pembaca, bahwa cerita itu sedangkan Peleton 2 di tengah-tengah
telah tamat, sampai titik akhirnya, tidak ada sungai. Di tengah-tengah Peleton 2 itulah
jalan lain lagi, cerita benar-benar rampung Acep menangis pada dada bapaknya.
berhenti di situ. Rumusan Poe inilah
Sejurus kemudian suara Acep meredup.
sesungguhnya yang cukup bisa mewakili
pengertian cerita pendek secara umum. Sesaat lagi lenyap sama sekali.

© 2018 Program Studi Bahasa Indonesia


27
Jurnal
Samudra Bahasa
Vol. 1, No. 1, 2018

http://ejurnalunsam.id/index.php/JSB

Dengan diantara oleh Pak Lurah dan banyak f. Mereka menggigil (majas tautotes)
di antara penduduk, mereka berkumpul di g. Kalau situasi aman, mereka akan
pinggir desa. Di sana, dalam upacara yang diseberangkan sedikit demi sedikit
singkat, Acep diturunkan ke liang kubur. oleh rakyat (majas proteron)
Kemudian semua mata tertuju kepada sosok 2. Bahasa Figuratif Perbandingan
tubuh Sersan Kasim yang berjongkok di a. waktu fajar merekah (majas
hadapan pusara kecil yang baru ditimbun. metafora)
Kepalanya terkulai, menunduk. b. matanya yang terlatih (majas
personifikasi)
4. Bahasa Figuratif dalam Cerpen c. bahu kanan bergantung sebuah sten
”Sungai” (majas metanomia).
d. menduduki Yogya (majas tótem
Bahasa Figuratif sini mempunyai makna
porto),
lebih luas dengan gaya bahasa kiasan
e. kompi menunda perjalanannya
karena mewakili apa yang secara tradisional
(majas sinekdoke)
disebut gaya bahasa atau majas secara
f. sudah lima bulan mengandung
keseluruhan. Dalam gaya bahasa, suatu hal
(majas eufimisme).
dibandingkan dengan hal lainnya. Seperti di
g. Dua bulan setelah mereka tiba di
depan telah disebutkan, tujuan penggunaaan
Yogya, Acep dilahirkan(majas
bahasa figuratif adalah untuk menciptakan
prolepsis)
efek lebih kaya, lebih efektif, dan lebih
h. Matanya hitam tajam (majas
sugestif dalam bahasa sastra. Banyak kita
sinestesia)
jumpai kiasan tradisional yang disebut gaya
i. badannya sangat kecil, dan
bahasa atau majas. Penyair modern
membuat kiasan yang baru dan tidak rambutnya lebat seperti hutan
menggunakan kiasan–kiasan lama yang (majas perumpamaan)
sudah ada. Berikut bahasa figuratif yang j. ”Kepala regu kumpul (majas
digunakan dalam cerpen ”Sungai” antonomasia)!”
k. Tangis yang dengan cepat menular
1. Bahasa Figuratif Penegasan pada beberapa anak kecil lainnya".
a. Seluruh kompi memandang (majas (majas depersonifikasi)
klimaks). l. Baik kalau begitu. Hati-hati
b. Sejurus kemudian suara Acep saja."(majas elipsis)
meredup(majas antiklimaks)
c. Seolah-olah ia berpisah dengan 3. Bahasa Figuratif Pertentangan
a. Acep menangis.Melolong-lolong.
sesuatu, sesuatu dalam hidupnya
(majas klimaks dan hiperbola)
(majas pleonasme).
d. turun lembah, naik gunung, 4. Bahasa Figuratif Sindiran
menyeberangi sungai kecil dan a. Kasim merasa pandangan
besar (majas asindenton) Komandan tertuju kepadanya dan
e. tiada jembatan, tiada titian (majas kepada anaknya (majas ironi)
anafora

© 2018 Program Studi Bahasa Indonesia


28
Jurnal
Samudra Bahasa
Vol. 1, No. 1, 2018

http://ejurnalunsam.id/index.php/JSB

Hasil analisis teks cerpen “Sungai”


karya Nugroho Notosusanto terdapat empat DAFTAR RUJUKAN
jenis bentuk bahasa figuratif. Pertama
bahasa figuratif perbandingan terdapat 6 Abrams, M.H. 2010. A Glosary In Literary
jenis majas, kedua bahasa figuratif Terms. New York : Holt.
pertentangan terdapat 7 jenis majas, ketiga
bahasa figuratif pertautan 8 jenis dan yang Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi
keempat bahasa figuratif perulangan Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka
mempunyai 3 jenis majas. Hasil dari Widyatama.
analisis yang lebih mendasar dapat
dirincikan:
Keraf, Gorys. 2000. Diksi dan Gaya
Bahasa figuratif berbentuk majas
Bahasa. Jakarta: Gramedia.
personifikasi terapat 10 majas, metafora 7,
pleonasme 6, klimaks 5, anafora 4,
asindeton 4, perumpamaan 3, antitesis 3, Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus
metanomia 3, antonomasia 3, eufemisme Linguistik. Jakarta: Gramedia.
3,hiperbola 2, tótem porto 2,
depersonifikasi 1 paralipsis1, antiklimaks 1, Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori
histeron proteron 1, dan 1 majas ironi, Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
tautotes 1, asonansi1 ellipsis 2, sinekdoke2, University Press.
alusi/kilatan 1 dan erotesis 1majas. Jumlah
majas keseluruhannya pada cerpen Notosusanto, Nugroho. 1995. Tiga Kota
”Sungai” terdapat 68 majas.Majas yang (Kumpulan Cerpen). Jakarta:Balai Pustaka
banyak digunakan dalam cerpen ”Sungai” dan Seni, Universitas Negeri Semarang.
dalah majas personifikasi yaitu 10 majas.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran
C. KESIMPULAN Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa.

Kemampuan memahami bahasa figuratif Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra:
mempunyai peran penting dalam Pengantar Teori Sastra. Bandung: Pustaka
meningkatkan kemampuan,pemahaman Jaya.
makna teks sastra khususnya cerpen. Hal
ini dikarenakan karya sastra tidak terlepas Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990.
dari bahasa figuratif. Bahasa kiasan Teori Kesusastraan. Diterjemahkan oleh
(figurative language) sehingga Melani Budianta. Jakarta: Gramedia.
menyebabkan karya sastra khususnya
cerpen menjadi menarik perhatian,
menimbulkan kesegaran, hidup, dan
terutama menimbulkan kejelasan gambaran
angan. Bahasa kiasan ini mengiaskan atau
mempersamakan sesuatu hal dengan hal
lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih
menarik, dan hidup. Dengan demikian
agar memiliki kemampuan analisis teks
sastra yang lebih mendasar dengan baik
diperlukan pemahaman bahasa figuratif
yang cukup karena mencakup makna kias
atau makna lambang.

© 2018 Program Studi Bahasa Indonesia


29

Anda mungkin juga menyukai