OLEH
KELOMPOK 7
ANGGOTA KELOMPOK:
1. IRVANDY MILANO HENUKH (21)
2. NI KADEK MEIYANTINI (213213288)
3. NI KETUT SEPTIANTI (213213287)
PROGRAM S1 KEPERAWATAN
STIKES WIRA MEDIKA BALI
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah “Menyusun Asuhan
Keperawatan Dari Kasus Pasien Dengan Masalah Thermoregulasi” tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu ,
kritik dan saran yang membangun sangat dinantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG........................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH...................................................................................................1
1.3 TUJUAN............................................................................................................................1
BAB II : PEMBAHASAN
2.1 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KESEHATAN KLIEN..............................................2
2.2 EVALUASI PENDIDIKAN KESEHATAN KLIEN........................................................4
a. EVALUASI ASPEK PSIKOMOTOR KLIEN.............................................................4
b. EVALUASI BELAJAR KLIEN...................................................................................5
c. EVALUASI KOMUNITAS..........................................................................................6
d. EVALUASI KELUARGA............................................................................................7
e. JENIS EVALUASI........................................................................................................8
f. HAL-HAL YANG ADA DALAM EVALUASI...........................................................8
g. HASIL EVALUASI......................................................................................................8
BAB III : PENUTUP
3.1 KESIMPULAN................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
a. Definisi termoregulasi
Termoregulasi adalah suatu pengatur fisiologis tubuh manusia
mengenai keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga
suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan. Keseimbangan suhu tubuh
diregulasi oleh mekanisme fisiologis dan perilaku. Agar suhu tubuh tetap
konstan dan berada dalam batasan normal, hubungan antara produksi panas dan
pengeluaran panas harus dipertahankan. Hubungan regulasi melalui mekanisme
kontrol suhu untuk meningkatkan regulasi suhu. Hipotalamus yang terletak
antara hemisfer serebral, mengontrol suhu tubuh sebagaimana kerja termostat
dalam rumah. Hipotalamus merasakan perubahan ringan pada suhu tubuh.
Hipotalamus anterior mengontrol pengeluaran panas, dan hipotalamus posterior
mengontrol produksi panas. Suhu adalah pernyataan tentang perbandingan
(derajat) panas suatu zat. Dapat pula dikatakan sebagai ukuran panas/dinginnya
suatu benda. Temperatur adalah suatu subtansi panas atau dingin. Sementara
dalam bidang termodinamika suhu adalah suatu ukuran kecenderungan
bentuk atau sistem untuk melepaskan tenaga secara spontan. Suhu inti (core
temperature), yaitu suhu yang terdapat pada jaringan dalam, seperti kranial,
toraks, rongga abdomen, dan rongga pelvis. Suhu ini biasanya dipertahankan
relative konstan sekitar 37°C 1°F kecuali seseorang yang mengalami demam.
Suhu normal rata – rata secara umum adalah 98,0 – 98,6 °F atau 0,6 °F lebih
tinggi bila diukur per rektal.
Sinyal suhu yang dibawa oleh reseptor pada kulit akan diteruskan kedalam
otak melalui traktus (jaras) spinotalamikus (mekanismenya hampir sama dengan
sensasi nyeri). Ketika sinyal suhu sampai tingkat medulla spinalis, sinyal akan
menjalar dalam kratus lissauer beberapa segmen diatas atau dibawah,selanjutnya
akan berakhir terutama pada lamina I,II, dan III radiks dorsalis. Setelah
mengalami percabangan melalui satu atau lebih neuron dalam medulla spinalis,
sinyal suhu selanjutnya akan dijalarkan ke serabut termal asenden yang
menyilang ke traktus sensorik anterolateral sisi berlawanan,dan akan berakhir di
4
tingkat retikular batang dan kompleks ventrobasal talamus. Beberapa sinyal
suhu tubuh pada kompleks ventrobasal akan diteruskan ke korteks
somatosensorik.
Tempat pengukuran suhu inti yang paling efektif yaitu rektum, membran
timpani, esofagus, arteri pulmonal, kandung kemih, rektal. Suhu permukaan
(surface temperature).yaitu suhu tubuh yang terdapat pada kulit, jaringan
subcutan, dan lemak. Suhu ini biasanya dapat berfluktuasi sebesar 40-20°C.
Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumblah panas yang dihasilkan tubuh
dengan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Panas yang dihasilkan-
panas yang hilang = suhu tubuh.
Mekanisme kontrol suhu pada manusia menjaga suhu inti ( suhu jaringan
dalam) tetap konstan pada kondisi lingkungan dan aktivitas fisik yang ekstrem (
gambar 32-1 ). Namun, suhu permukaan berubah suatu aliran darah ke kuliat
dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. karena perubahan
tersebut, suhu normal pada manusia berkisar dari 36 – 38°C (98,8 –
100,4°F). Pada rentang ini jaringan dan sel tubuh akan berfungsi secara
optimal. (poter & perry).
Suhu normal ini dipertahankan dengan imbangan yang tepat antara panas yang
dihasilkan dengan panas yang hilang dan hal ini dikendalikan oleh pusat
pengaturan panas di dalam hipotalamus. Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus
yang terletak diantara dua hamisfer otak. Fungsi hipotalamus adalah seperti
termostat. Suhu yang nyaman merupakan “set-point” untuk operasi sistenm
pemanas. Penurunan suhu lingkungan akan mengaktivkan pemanas tersebut.
Hipotalamus mendekteksi perubahan kecil pada suhu tubuh. Hipotalamus
anterior mengatur kehilangan panas dan hipotalamus posterior mengatur produksi
panas. Jika sel saraf di hipotalamus anterior menjadi panas diluar batas titik
pengaturan ( set point ), maka implus dikirimkan kehilangan panas adalah
keringat, vasodilatasi ( pelebaran ) pembuluh darah, dan hambatan produksi
panas. Tubuh akan mendistribusikan darah ke pembuluh darah permukaan untuk
menghilangkan panas.
Pusat pengaturan panas dalam tubuh adalah hipotalamus, hipotalamus ini
dikenal sebagai termostat yang berada dibawah otak. Terdapat dua hipotalamus,
yaitu hipotalamus anterior yang berfungsi mengatur pembuangan panas dan
hipotalamus posterior yang berfungsi mengatur upaya penyimpanan panas.
Saraf-saraf yang terdapat pada bagian preoptik hipotalamus anterior dan
hipotalamus posterior memperoleh dua sinyal yaitu :
a. Berasal dari saraf perifer yang menghantarkan sinyal dari reseptor
panas/dingin. 5
Sistem pengaturan suhu tubuh terdiri atas tiga bagian yaitu: reseptor yang
terdapat pada kulit dan bagian tubuh yang lainnya, integrator didalam
hipotalamus, dan efektor sistem yang mengatur produksi panas dengan
kehilangan panas. Reseptor sensori paling banyk terdapat pada kulit. Kulit
mempunyai lebih banyak reseptor untuk dingin dan hangat dibanding
reseptor yang terdapat dalam reseptor yang terdapat pada organ tubuh lain
seperti lidah, saluran pernapasan, maupun organ visera lainnya. Bila kulit
menjadi dingin melebihi suhu tubuh, maka ada tiga proses yang dilakukan
untuk meningkatkan suhu tubuh. Ketiga proses tersebut yaitu menggigil
untuk meningkatkan produksi panas, berkeringat untuk menghalangi
kehilangan panas, dan vasokontraksi untuk menurunkan
6
7
1
1
2
2
3
3
4
4
5
1. Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini ahli pendidikan kesehatan harus sudah di ikut
sertakan agar dapat menyumbangkan usaha untuk mengubah perilaku dan
meyakinkan masyarakat tentang manfaat usaha kesehatan.
2. Pelaksanaan
Pada tahap ini ahli pendidikan kesehatan diikut sertakan dalam mengawasi
perkembangan usaha tersebut. Jika ada hambatan atau penyimpangan, ia akan dapat
memberikan bahan pertimbangan atau cara penyelesaian yang lain, terutama yang
berhubungan dengan keadaan social budaya masyarakat setempat. Dengan demikian,
usaha yang dijalankan tidak bertentangan dengan sistem norma yang berlaku di
tempat tersebut.
3. Penilaian
Pada tahap ini ahli pendidikan kesehatan diminta untuk turut menilai seberapa
jauh program atau usaha itu telah mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan. Jika
terjadi kemacetan, pendidikan kesehatan dapat ikut memberikan gagasan tentang
usaha pemecahan masalah yang dianggap tepat.
4. Tindak lanjut
a. Proses belajar mencakup kegiatan latihan dalam memperoleh tingkah laku baru.
b. Kegiatan belajar dapat dilaksanakan dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja
dengan berfokus pada aspek kemandirian peserta didik sehingga pengajar harus
menciptakan kondisi dan stimulus tertentu agar peserta didik mau belajar mandiri
dan mengubah perilaku sehat atas kemauannya sendiri.
c. Peserta didik dipandang sebagai orang dewasa, sehingga pengelolaan proses
belajar yang digunakan harus sesuai dengan kondisi peserta didik.
5
6
Pendidikan kesehatan merupakan proses belajar yang harus dialami oleh individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat yang menjadi sasaran dengan tujuan akhir perubahan
perilaku (Nursalam & Efendi, 2007). Bloom (1909) membagi perilaku ke dalam tiga domain
kognitif, domain sikap dan domain psikomotor. Kognitif adalah merupakan hasil tahu dan
penginderaan seseorang terhadap suatu objek. Domain sikap adalah reaksi atau respons yang
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus. Sedangkan domain psikomotor adalah
respons yang terlihat secara langsung oleh orang lain atau biasa disebut dengan praktik.
Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan berbagai teknik dan media peraga. Teknik
dan media ini memudahkan narasumber untuk menyampaikan pesannya. Teknik harus dipilih
berdasarkan pengunjung yang hadir dan tujuan yang ingin dicapai. Setelah teknik yang
dipilih sesuai, maka ditentukan media dan alat peraga yang akan dipergunakan dalam
pendidikan kesehatan. Media dapat berbentuk elektronik, cetak atau media lainnya, hal ini
ditentukan oleh banyaknya sasaran, keadaan geografis, karakteristik partisipan dan sumber
daya pendukung.
6
7
Keberhasilan pendidikan kesehatan dapat dievaluasi dari berbagai aspek yaitu, input,
proses, output, outcomes dan impact serta komponen pertanyaan seperti what, where, when,
why, dan how. Hasil dari evaluasi ini juga dapat dijadikan acuan sebagai bahan rencana
tindak lanjut bagi narasumber terhadap penerima. Rencana tindak lanjut ini dapat
meningkatkan pengetahuan penerima materi dan mencapai aspek domain psikomotor paling
tinggi yaitu aspek adopsi.
Tahapan asuhan keperawatan yang terakhir adalah Evaluasi. Evaluasi dilakukan untuk
mengukur keberhasilan intervensi yang dilakukan serta menilai apakah dibutuhkan intervensi
lain (Edelmen, Mandle, & Kudzuma, 2010). Evaluasi dapat sesuai dengan macam-macam
klien, yaitu:
a. Evaluasi individu
Tolak ukur yang dapat mengevaluasi seorang individu bisa jadi bermacam-
macam bergantung pada kasusnya. dikutip dari buku Barbara K. Redman (2004)
dalam bukunya Advances in Patience Education ada lima tolak ukur yang bisa dinilai
secara umum (Redmen, 2004) , yaitu:
1. Self-Efficacy
Self-efficacy adalah kepercayaan seorang individu mengenai
kemampuannya untuk melaksanakan atau menjalankan sesuatu. Biasanya, hal
ini spesifik terhadap suatu kasus atau perilaku. Untuk itu, tolak ukur ini
berbeda-beda sesuai dengan kondisi tertentu. Contohnya adalah Childbirth
Self-Efficacy Scale (Lowe, 1993, dalam, Redmen, 2004) serta Sickle cell
Self- Efficacy Scale (Edwards, Telfair, Cecil & Lenoci, 2000, dalam, Redmen
2004).
2. Kebutuhan mengetahui sebuah informasi
Kebutuhan untuk mengetahui sebuah informasi biasanya tinggi akan
permintaan terhadap klien-klien dengan level depresi atau kecemasan yang
lebih tinggi. Hal ini dibuktikan dari klien yang memiliki diabetes, rheumatoid
arthritis, kanker, asma, osteoporosis, schizophrenia dan beberapa penyakit
lainnya, ternyata kebutuhan informasi sangat diinginkan oleh pasien kanker.
Kebutuhan akan informasi ini juga berkurang setelah masa penyakit
membaik.
7
8
3. Kepercayaan
8
9
Perawat komunitas akan mengukur apakah rencana asuhan keperawatan yang telah dibuat
membuahkan hasil yang dilakukan pada fase evaluasi ini. Komunitas maupun perawat,
mengukur keberhasilan ini berdasarkan objektif yang tercapai. Perawat memiliki tanggung
jawab sepenuhnya terhadap hasil ini, namun, dengan berkolaborasi dengan anggota
komunitas serta tenaga kesehatan lain, akan membuat hasil evaluasi yang lebih valid
(Edelmen, Mandle, & Kudzuma, 2010).
Frekuensi penilaian evaluasi juga tergantung akan situasi, seberapa cepat perubahan
diharapkan, dan objektifnya. Contoh, seseorang yang berdarah akan membutuhkan evaluasi
dengan interval yang singkat, sementara perubahan perilaku komunitas akan berjalan
perlahan dan membutuhkan metode evaluasi jangka panjang. Interval evaluasi berbeda-beda
tergantung apakah objektifnya jangka pendek atau jangka panjang (Edelmen, Mandle, &
Kudzuma, 2010).
9
10
D. Evaluasi keluarga
Fungsi dari evaluasi ini adalah untuk menilai bagaimana keluarga merespon terhadap
rencana asuhan keperawatan dan apakah intervensi ini berhasil. Tujuan dan objektif yang
spesifik terhadap suatu kasus akan mempermudah hasil evaluasi dibandingkan evaluasi yang
umum. Kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi hasil intervensi dengan tolak ukur
simpel adalah seperti perubahan berat badan, peningkatan kapasitas paru-paru dari program
olahraga, Sementara itu, hasil dari promosi kesehatan dan pencegahan penyakit lainnya tidak
semudah itu untuk diukur atau dinilai, namun harus tetap dilakukan dalam tahapan asuhan
keperawatan. Saat menilai faktor-faktor seperti kepercayaan, perspektif pribadi, atau peran
dalam suatu hubungan, perawat harus mengevaluasi berdasarkan pendapat keluarga tersebut
apakah mereka merasa intervensi itu berhasil atau tidak. Setelah itu, data yang diperoleh dari
keluarga digunakan untuk dibandingkan dengan informasi saat awal pengkajian untuk dapat
menentukan apakah ada perubahan (Edelmen, Mandle, & Kudzuma, 2010).
Tolak ukur berikut ini dapat digunakan untuk menentukan keefektifan sebuah intervensi,
yaitu: 1) perubahan pola interaksi, 2) komunikasi efektif, 3) kemampuan untuk
mengekspresikan emosi, 4) kepekaan terhadap kebutuhan anggota keluarga lain, dan 5)
kemampuan memecahkan masalah. Tolak ukur tersebut dapat dibandingkan dengan kondisi
keluarga pada saat pengkajian awal. Hasil dari penilaian tolak ukur ini masih bisa digunakan
untuk menilai potret keluarga bahkan hingga hari ini, saat keluarga sudah lebih bervariasi
(Edelmen, Mandle, & Kudzuma, 2010).
10
11
E. Jenis Evaluasi
1. Evaluasi struktur
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan
sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian pelayanan.
Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, ratio perawat-klien, dukungan
administrasi, pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf keperawatan
dalam area yang diinginkan.
2. Evaluasi proses
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat
dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan
sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses mencakup
jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi
dari perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan tehnikal perawat.
3. Evaluasi hasil
Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons prilaku klien
merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada
pencapaian tujuan dan kriteria hasil
F. Hal- Hal Yang Ada Dalam Evaluasi
1. Kecukupan informasi.
2. Relevansi faktor-faktor yang berkaitan.
3. Prioritas masalah yang disusun.
4. Kesesuaian rencana dengan masalah.
5. Pertimbangan fator-faktor yang unik.
6. Perhatian terhadap rencana medis untuk terapi.
7. Logika hasil yang diharapkan.
8. Penjelasan dari tindakan keperawatan yang dilakukan.
9. Keberhasilan rencana yang telah disusun.
10. Kualitas penyusunan rencana.
11. Timbulnya masalah baru.
G. Hasil Evaluasi
1. Tujuan tercapai/masalah teratasi: jika klien menunjukkan perubahan sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan
11
12
Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi adalah dengan
cara membandingkan antara SOAP/SOAPIER dengan tujuan dan kriteria hasil yang
telah ditetapkan.
S (Subjective)
Informasi berupa ungkapan yang didapat klien setelah tindakan
diberikan.
O (Objective)
Informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
A (Analisis)
Membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan
tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah
teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.
P (Planning)
Rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil
analisa.
12
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
13
14
DAFTAR PUSTAKA
Aristiawan, Bayu , DKK. Implementasi Penkes. https://pdfcoffee.com/makalah-implementasi-
penkes-pdf-free.html (di akses tanggal 19 April 2021).
Pengenmbangan Program Pendidikan Kesehatan Klien. 30 Oktober 2019.
https://iliyanasari.blogspot.com/2019/10/pengembangan-program-pendidkan.html. (di akses
tanggal 19 April 2021).