Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Fisiologi Latihan

“TOLERANSI TUBUH TERHADAP SUHU DINGIN”

Disusun oleh:

Nama : Khumairo Hardiyanti Rukmana

NIM : 201140100002

PROGRAM STUDI DIII FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO

2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan
kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Kepada-Nya kita memuji dan bersyukur, serta memohon pertolongan dan
ampunan. Kepada-Nya pula kita memohon perlindungan dari keburukan diri dan
syaiton yang selalu menghembuskan kebatilan pada diri kita.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik berupa jasmani maupun rohani, sehingga penulis mampu
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Fisiologi
Latihan dengan judul “Toleransi Tubuh Terhadap Suhu Dingin”. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan dari pembaca untuk penyempurnaan
makalah ini. Penulis juga menyampaikan mohon maaf yang sebesar-besarnya
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terimakasih.

Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatu

Sidoarjo, 29 Mei 2021

Khumairo Hardiyanti R.
DAFTAR ISI

COVER ..........................................................................................................i

KATA PENGANTAR..................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................

1.1 Latar belakang........................................................................................1

1.2 Tujuan Penulisan....................................................................................1

1.3 Manfaat Penulisan..................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Termogulasi Tubuh....................................................................5

2.2 Exercise di Suhu Dingin.........................................................................6

2.3 Faktor Toleransi Tubuh Terhadap Suhu Dingin................................8

1. Jenis kelamin...........................................................................................11

2.Usia............................................................................................................15

3. IMT..........................................................................................................18

4. Riwayat Penyakit....................................................................................20

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan............................................................................................32

3.2 Saran......................................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................33
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suhu tubuh manusia dipertahankan (homoetermis) oleh suatu sistem


pengatur tubuh (thermoregulatory system) (Suma’mur, 2009). Hipotalamus
berperan dalam merespon panas dan dingin yang berfungsi sebagai tempat
menerima informasi suhu tubuh untuk dapat dikirimkan ke kulit, otot dan
organ lainnya sehingga suhu tubuh tetap normal (Ladou, 2013)

Semakin tinggi suatu daerah dari permukaan air laut maka kadar
oksigenya (O2) semakin sedikit. Dengan adanya perbedaan tekanan parsial
oksigen (PO2) yang terdapat di dataran rendah dan dataran tinggi, akan
berpengaruh juga pada jumlah hemoglobin (Hb) dalam butir-butir sel darah
merah. Dataran tinggi atau di daerah pegunungan kadar oksigen dalam udara
akan menurun. Agar tubuh tetap mendapat jatah oksigen, maka alat angkutnya
yang diperbanyak, yakni jumlah hemoglobin (Hb) dalam sel darah merah akan
bertambah. Pada daerah yang tinggi seperti di pegunungan kadar oksigen dan
tekanannya lebih kecil dibandingkan dengan daerah pesisir atau dataran
rendah. Karenanya perlu adaptasi fisiologis atau aklimatisasi bagi orang yang
tinggal di dataran tinggi atau di pegunungan, aklimatisasi ini terjadi sejak
seseorang lahir. Salah satu adaptasi fisiologis yang terjadi yakni: kapasitas
paru lebih besar dan kadar hemoglobin (Hb) darah menjadi tinggi (Nala,
1992:184).

Dalam menyeimbangkan metabolisme tubuh, hipotalamus memiliki pusat


termoregulator yang merupakan saraf pada area preoptik yang terdapat
hipotalamus posterior yang berfungsi sebagai termostat. Termostat
hipotalamus memiliki titik kontrol yang disesuaikan untuk mempertahankan
suhu tubuh. Jika suhu tubuh berada di bawah atau di atas titik ini maka pusat
akan menyalakan impuls untuk menahan panas atau meningkatkan panas
(Gibson, 1995). Hipotalamus akan merespon suhu tubuh dengan pembentukan
dan pengeluaran panas dari organ-organ tubuh terutama kulit. Suhu tubuh
mencerminkan keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran panas
dengan mekanisme homeostatik.

Pengeluaran panas dari dalam tubuh dapat melalui mekanisme yang


berbeda-beda akibat proses pertukaran dan media yang berbeda pula, kondisi
tersebut sesuai dengan aktivitas tubuh serta kondisi lingkungan. Suhu tubuh
akan menjalar ke seluruh tubuh untuk dapat menyeimbangi suhu lingkungan
dan sebagian besar panas dilepaskan oleh kulit. Suhu semakin menurun ketika
menjalar dari organ dalam menuju ke kulit. Dalam keadaan suhu dingin, panas
tubuh tidak keluar secara maksimal karena suhu lingkungan akan mengurangi
pengeluaran panas tubuh. Pengurangan panas tubuh yang keluar disertai
dengan penurunan suhu tubuh hingga melewati batas normal 12 yaitu 37,8⁰C.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana termogulasi suhu dingin?
2. Bagimana exercise pada suhu dingin?
3. Apa saja faktor toleransi tubuh terhadap suhu dingin?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Memahami mekanisme perubahan suhu tubuh
2. Memahami faktor yang memengaruhi suhu terhadap kondisi fisiologis
tubuh
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Termogulasi Tubuh

Pengaturan suhu diatur oleh hypotalamus yang ada pada otak.


Hipotalamus berperan dalam merespon panas dan dingin yang berfungsi
sebagai tempat menerima informasi suhu tubuh untuk dapat dikirimkan ke
kulit, otot dan organ lainnya sehingga suhu tubuh tetap normal (Ladou,
2013). Selain itu dalam menyeimbangkan metabolisme tubuh, hipotalamus
memiliki pusat termoregulator yang merupakan saraf pada area preoptik
yang terdapat hipotalamus posterior yang berfungsi sebagai termostat.

Termostat hipotalamus memiliki titik kontrol yang disesuaikan


untuk mempertahankan suhu tubuh. Jika suhu tubuh berada di bawah atau
di atas titik ini maka pusat akan menyalakan impuls untuk menahan panas
atau meningkatkan panas (Gibson, 1995). Hipotalamus akan merespon
suhu tubuh dengan pembentukan dan pengeluaran panas dari organ-organ
tubuh terutama kulit. Suhu tubuh mencerminkan keseimbangan antara
pembentukan dan pengeluaran panas dengan mekanisme homeostatik.
Dalam mempertahankan kandungan panas total yang konstan sehingga
suhu inti stabil, pemasukan panas ke tubuh yang harus seimbang dengan
pengeluaran panas.

Dalam mempertahankan suhu tubuh, biasanya panas yang


dihasilkan lebih banyak daripada yang diperlukan sehingga panas yang
berlebih harus dieliminasi dari tubuh. Produksi panas di dalam tubuh
bergantung dari kegiatan fisik tubuh, makanan, pengaruh dari berbagai
bahan kimiawi dan gangguan pada sistem pengaturan panas (Suma’mur,
2009). Pengeluaran panas terjadi melalui pengurangan panas permukaan
tubuh yang terpapar ke lingkungan eksternal. Keseimbangan pemasukan
dan pengeluaran juga dapat dipengaruhi oleh jumlah panas internal yang
diproduksi yaitu seperti olahraga yang sangat meningkatkan produksi
panas dan perubahan suhu lingkungan eksternal yang mempengaruhi
tingkat penambahan atau pengurangan panas antara tubuh dengan
lingkungan (Sherwood, 2001). Proses panas yang masuk dan keluar dari
tubuh akan menunjukan derajat suhu inti tubuh pada saat tubuh terpapar
suhu lingkungan.

Suhu inti adalah pencerminan kandungan panas total tubuh. Suhu


inti tubuh berasal dari organ-organ dada, abdomen dan toraks, sistem saraf
pusat, serta otot rangka yang umumnya relatif konstan sekitar 37,8⁰C
(100⁰F) (Sheerwood, 2001). Suhu tubuh akan diperlihatkan melalui
beberapa organ yang dapat diukur temperaturnya. Organ yang dapat
diukur secara langsung yaitu oral dengan suhu normal 36,1-37,2⁰C, rectal
dengan suhu normal 36,1-37,8⁰C dan telinga dengan suhu normal 36,1-
37,6⁰C (Sloane, 2004). Dalam kondisi basal, hati memproduksi 20%
panas tubuh; otak, 15%; jantung, 12%; dan sisanya adalah otot
(Sheerwood, 2001). Penurunan suhu terjadi secara berangsur-angsur dari
dalam hingga ke luar bagian tubuh, tetapi suhu tubuh bervariasi setiap
harinya (Burnside dan Thomas., 1995). Dalam keadaan normal suhu tubuh
memiliki variasi yang disebabkan oleh jam biologis yaitu sekitar 1⁰C
(1,8⁰F) selama siang hari, dengan tingkat terendah terjadi di pagi hari
sebelum bangun (06.00-07.00 pagi) dan titik tertinggi terjadi di sore hari
(17.00-19.00 sore) (Sheerwood, 2001).

Paparan suhu dingin pada tubuh akan memberikan dampak berupa


perubahan fisiologis pada tubuh. Respon terjadi secara cepat pada kulit
akibat perubahan temperatur lingkungan. Termoregulasi terhadap dingin
dipengaruhi oleh reseptor dingin pada kulit dan dihambat oleh pusat
reseptor panas. Reseptor dingin pada kulit merupakan sistem pertahanan
tubuh terhadap temperatur dingin dan input aferen yang berasal dari
reseptor dingin ditransmisikan langsung ke hipotalamus (Dhany, 2011).
Hipotalamus mengatur suhu tubuh manusia apabila terpapar suhu
lingkungan. Hipotalamus memicu peningkatan produksi panas yang
mengakibatkan respon vasokontriksi peripheral (Sherwood, 2001). Pada
saat terpapar suhu dingin, tubuh dapat mengatur suhu intinya dengan
menurunkan hilangnya panas (vasokontriksi peripheral) sehingga
mengakibatkan suhu tubuh menurun. Vasokontriksi peripheral merupakan
respon yang dilakukan dengan mengurangi pengeluaran panas dan
menurunkan suhu pada kulit (Nugroho, 2009). Pada saat yang sama,
hipotalamus merespon dengan meningkatkan produksi panas melalui
peningkatan metabolisme dan aktivitas otot rangka dalam bentuk
menggigil.

Gibson (1995) menyatakan bahwa mengigil disebabkan karena


meningkatnya produksi panas metabolik dalam tubuh guna menyeimbangi
suhu kulit yang merupakan respon dari vasokontriksi peripheral sebagai
akibat mengalirnya darah yang lebih dingin ke hipotalamus, lebih
sedikitnya darah yang mengalir melalui kulit, sedikitnya kehilangan panas
dan sedikit keringat yang dibentuk. Mengigil dapat meningkatkan
metabolic rate 2-5 kali lipat (Nugroho, 2009). Hal ini dikarenakan suhu
tubuh yang menurun di bawah suhu normal (37⁰C). Suhu di bawah normal
biasanya karena gangguan pembentukan panas atau kelainan pada
termostat. Selain menyebabkan hipotermia, paparan suhu dingin terhadap
tubuh manusia baik dari karakteristik individu yang dimiliki maupun suhu
dingin akan dapat mengakibatkan frosbite dan trench foot (Lerner &
Brenda, 2007). Gejala-gejala dari frosbite dan trench foot hampir sama
yaitu berkurangnya aliran darah ke tangan dan kaki, mati rasa, kesemutan
atau menyengat, merasakan sakit, kulit kebiruan dan kaki keram (NIOSH,
2010).

2.2 Exercise Pada Suhu Dingin

Berbagai  faktor penting yang berperan dalam pembentukan panas,


antara lain peningkatan ke metabolisme pada waktu aktivitas otot, efek
hormon pada sel meningkat, peningkatan hormon norepinefrin.
Peningkatan suhu inti tubuh yang disebabkan oleh faktor-faktor tesebut
dieliminasi dengan pengeluaran panas melaluik sebagian kecil melalui 
pernafasan, fases, dan air kencing.

Sistem pengaturan suhu menggunakan tiga mekanisme penting untuk


menurunkan panas tubuh ketika terlalu tinggi :

a.    Vasodilatasi, pada hampir semua area tubuh, pembuluh darah kulit


berdilatasi dengan kuat disebabkan oleh hambatan dari pusat simpatis pada
hipotalamus posterior yang menyebabkan vasoko Vasodilatasi penuh akan
meningkatkan kecepatan pemindahan panas ke kulit sebanyak delapan kali
lipat.
b.    Berkeringat, peningkatan temperature tubuh 1°C menyebabkan keringat
yang cukupbanyak untuk membuang sepuluh kali  lebih besar kecepatan
metabolisme basal  dari pembentukan panas tubuh.
c.       Penurunan pembentukan panas, mekanisme yang menyebabkan
pembentukan panas berlebihan, seperti menggigil dan thermogenesis
dihambat  dengan kuat.
Ketika tubuh terlalu dingin, sistem pengaturan suhu melakukan prosedur
yang sangat berlawanan mekanisme penurunan panas tubuh, yaitu:
a.       Vasokonstriksi kulit di seluruh tubuh, hal ini disebabkan oleh
rangsangan  pusat simpatis hipotalamus posterior.
b.      Piloereksi, "rambut berdiri pada akarnya". Rangsangan simpatis
menyebabkan otot erektor pili yang melekat ke folikel rambut berkontraksi
yang menyebaban rambut berdiri tegak.
c.       Peningkatan pembentukan panas, pembentukan panas oleh sistem
metabolisme meningkat dengan menggigil, rangsangan simpatis
pembentukan panas, dan sekresi tiroksin.

Ketika seseorang melakukan aktivitas atau berolahraga dalam suhu


lingkungan yang dingin, pada umumnya mereka berlatih pada intensitas
tertentu yang akan mempertahankan panas tubuh yang dihasilkan oleh
proses metabolisme agar tidak terlalu banyak yang keluar dari tubuh.
Ketika kita melakukan olahraga dengan intenssitas sedang dan melakukan
inhalasi udara melalui hidung dari lingkungan dengan suhu rendah-saat
mencapai jantung, suhu udara yang kita hirup sudah mengalami
perubahan suhu, dan menjadi hangat.

Respon Fisiologis tubuh saat latihan di cuaca dingin dibagi


menjadi dua yaitu”

a. pada Fungsi otot, suhu lingkungan yang dingin sangat memengaruhi


kinerka otot karena terjadi perlambatan laju metabolisme, kemampuan
pemendekan ototo pada vaso kontrisi dan power otot menurun secara
signifikan, kelelhan otot, arena memenuhi kebutuhan fisiologi
menghasilkan energy untuk memberikan performa yang baik dan
pemenuhan kebutuhan energy untuk mempertahankan suhu tubuh.

b. Respon metabolic

1) Menstimulasi pelepasan hormone catecolamine yang meningkatkan


metabolism lipid, yaitu mobilisasi dan oskidasi dalm darah. Saat
latihan di cauaca dingin mobilisasi dan oksidaasi asam lakatat lebih
rendah. Tetapi juga peningkatan pelapsan hormone thyroksin dan
hormone ephineprin dan norephinenepin yang merangsang tubuh
untuk meningkatkan laju metbaolik dengan rangsang “mengigil”

2) Memicu vasokontrisi pembuluh darah tepi pada jaringan SC,


menyebabkan iskemia, penurunan kecepatan sirkulasi jaringan.

3) Glukosa darah dan glikogen otot memiliki peranan penting pada


toleransi tubuh terhadap suhu dingin dan latihan daya tahan waktu
yang panjang

4) Hypotalamus, kehilangan kemampuan mempertahankan suhu tubuh


bila suhu tubuh menurun sampai 34.5 C.
2.3 Faktor Toleransi Tubuh Terhadap Suhu Dingin
1. Jenis kelamin
Wanita dan laki-laki memiliki sistem fisiologis yang berbeda
sehingga dalam aklimatisasi pada lingkungan juga memiliki perbedaan.
Wanita lebih tahan terhadap suhu dingin daripada suhu panas. Hal
tersebut disebabkan wanita memiliki jaringan dengan daya konduksi
yang lebih tinggi terhadap panas bila dibandingkan dengan laki-laki
sehingga tingkat produksi keringat pada perempuan lebih sedikit
dibanding laki-laki. Selain itu suhu wanita juga mengalami irama
bulanan dalam kaitannya dengan daur haid. Suhu inti rata-rata 0,5⁰C
(0,9⁰F) lebih tinggi selama separuh terakhir siklus dari saat ovulasi ke
haid (Sheerwood, 2001). Walaupun tingkat pendinginan tubuh lebih
lambat pada wanita, tetapi dari ekstremitas akan lebih cepat (OSH, 1997).
Sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti Belanda tahun 2015
menemukan bahwa wanita merasa nyaman saat berada di suhu 24-25
derajat Celcius dimana lebih hangat 2,5 derajat Celcius dari suhu nyaman
pria.
Namun, persepsi ketahanan pada suhu udara tergangung pada
kulit. Studi tersbut menyebutkan bahwa suhu udara raat-rata pada
tangan wanita ketika terpapar udara dingin sekitar 3 derajat Celcius
lebih rendah dibandingkan pria. Hormon estrogen pada wanita juga
berpengaruh dalam hal ini. Dengan kekentalan darah yang lebih besar,
maka aliran ke pembuluh kaliper pun menurun pada beberapa daerah
seperti jari tangan dan kaki, sehingga lebih cepat berubah saat suhu
udara dingin. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa wanita
cenderung merasa lebih dingin ketika sedang berovulasi dan saat kadar
estrogen meningkat.
Menariknya, metabolisme juga berpengaruh dalam hal ini dimana
umumnya tingkat metabolisme wanita lebih rendah dibandingkan pria.
Hal ini dikarenakan massa otot yang lebih tinggi menandakan
metabolisme beristirahat lebih lama sehingga aliran darah yang lebih
besar membuat tubuh pria menjadi lebih hangat.
Selain itu laki-laki juga memiliki faktor risiko lebih besar untuk
kematian yang disebabkan oleh hipotermia (CDC, 2007). Sifat isolator
tubuh pria sama dengan tiga per empat sifat isolator pakaian biasa
sedangkan pada wanita sifat isolator ini tetap lebih baik (Guyton
1995). Hal tersebut menunjukan bahwa lakilaki dan wanita sama-sama
memiliki risiko terhadap cedera dingin hanya saja wanita lebih kuat
terhadap paparan suhu dingin.
2. Usia
Usia merupakan satuan waktu yang dapat mengukur waktu hidup
manusia. Semakin tua usia seseorang maka kemampuan fisiologis
tubuh semakin menurun (Nugroho, 2009). Pada 59 kematian akibat
hipotermia di Montana, 53% korban berusia di atas 65 tahun, dan 34%
berusia 45-64 tahun (CDC, 2007). Lansia sensitif terhadap suhu ektrim
karena kemunduran mekanisme kontrol terutama pada kontrol
vasomotor, penurunan jumlah jaringan subkutan, penurunan aktivitas
kelenjar dan penurunan metabolisme (Fauzi, 2013).
Orang yang lebih tua memerlukan waktu yang lama untuk
mengembalikan suhu tubuh menjadi normal setelah terpapar suhu
ektrem (Annuriyana, 2010). Suatu studi yang melakukan pengontrolan
terhadap beberapa faktor seperti komposisi dan ukuran tubuh,
tingkatan kebugaran aerobik, derajat kemampuan aklimatisasi,
menunjukkan sangat sedikit atau hamper tidak ada pengaruh usia
dengan kemampuan pengaturan suhu atau kemampuan untuk
menyesuaikan pada iklim (aklimatisasi). Akan tetapi atlet yang lebih
tua tidak dapat secara efektif mampu melakukan pemulihan dari
dehidrasi, dihubungkan dengan suatu kontrol dahaga. Ini bisa membuat
mereka cenderung lebih rentan terkena status hypohydrasi kronis,
sehingga menyebabkan kekurangan volume plasma dari kondisi
optimal yang akan mempengaruhi kemampuan thermoregulatory
(Mack 1994)
Penurunan panas berlebih akan menyebabkan kematian pada orang
usia lanjut yang tidak mendapatkan penghangatan yang adekuat
(Burnside dan Thomas, 1995).

3. Indeks Massa Tubuh (IMT)


Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan cara sederhana untuk
mengetahui status gizi orang dewasa dengan membandingkan berat
badan(kg) dan tinggi badan(m2 ) seseorang (Riski, 2013). Status gizi
seseorang dapat diketahui dengan menggunakan IMT guna mengetahui
normal atau tidaknya status gizi yang dimiliki. Semakin tinggi IMT
maka jumlah lemak dalam tubuh semakin banyak. Kondisi yang rentan
terhadap suhu dingin yaitu keadaan malnutrisi yang identik dengan
tubuh kurus, karena dapat mengurangi bahan bakar yang tersedia untuk
memperoleh panas tubuh (Biem dkk., 2003). Kehilangan panas akan
cepat terjadi apabila memiliki tubuh yang kurus karena tubuh yang
kurus memiliki sedikit lemak untuk dapat menghantarkan panas dan
melindungi tubuh dari paparan suhu dingin (Sherwood, 2001). Orang
dengan tubuh gemuk memiliki jaringan adiposa dengan ketebalan
lemak subkutan sehingga lebih jarang mengalami penurunan suhu
tubuh (Brazaitis dkk., 2014).
4. Aktivitas Fisik
Manusia dapat beradaptasi dengan suhu lingkungan yang dingin
paling cepat dalam waktu dua minggu dengan paparan kurang dari satu
hari sesuai dengan kondisi fisik yang baik dan kemampuan
aklimatisasi (Sawka dkk., 2001). Hal tersebut menunjukan semakin
lama terpapar suhu dingin maka tubuh akan meningkatkan toleransi
terhadap suhu dingin. Aklimatisasi dikarenakan produksi panas tubuh
yang dapat mempertahankan suhu tubuh sehingga sistem termoregulasi
terbiasa dengan peningkatan dan penurunan produksi panas tubuh.
Ketika tubuh tidak mampu beradaptasi dengan suhu dingin dan
mengalami penurunan suhu tubuh di bawah 85⁰F maka kemampuan
hipotalamus untuk mengatur suhu tubuh hilang dan akan mengganggu
walaupun setelahnya suhu tubuh hanya turun 94⁰F (Guyton, 1995).
Kebugaran fisik dapat didefinisikan sebagai kemampuan individu
yang berfungsi secara berkesinambungan untuk menghadapi berbagai
kerja fisik harian dan masih mempunyai cadangan energi untuk
menghadapi waktu luang (Giriwijoyo, 2007). Daya tahan umum
(resviratio cardiovascular endurance) adalah unsur utama kebugaran
fisik. Tingginya daya tahan umum menunjukkan tingginya kapasitas
kerja fisik. Yang menunjukkan kemampuan tubuh untuk melepaskan
energi yang relatif tinggi dalam waktu yang lama (Ananto, 2000).
Tingkat kebugaran fisik sering dikaitkan dengan frekuensi denyut nadi
istirahat, dimana semakin rendah frekuensi denyut nadi istrirahat akan
semakin tinggi kebugaran fisik. Frekuensi denyut nadi istirahat ini
tergantung dari aktivitas fisik yang dilakukan. Hasil penelitian
menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara latihan fisik
terhadap prekuensi denyut nadi istirahat (Sandi, 2016). Disamping
menurunkan denyut nadi istirahat, latihan fisik secara teratur dalam
waktu yang lama juga dapat memperbaiki tekanan darah (Sandi, 2014).

5. Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit akan mengganggu metabolisme tubuh terutama
pada penyakit yang berhubungan dengan organ dalam. Penurunan
pembentukan panas terjadi pada keadaan hipometabolik, seperti pada
miksedema berat, malnutrisi, hipoglikemia dan insufiensi adrenal.
Penekanan sistem saraf pusat karena penyakit otak primer, obat-obatan
atau toksin dapat mengubah termostat dan menyebabkan hipotermia
(Burnside dan Thomas., 1995). Seseorang akan berisiko hipotermia
apabila mereka memiliki penyakit seperti jantung, kencing manis,
ginjal, stroke dan syaraf (Nugroho, 2009).
Selain itu hipertensi, diabetes, hipotiroidisme dan arteriosclerosis
juga rentan terhadap cedera dingin dan dikarenakan sirkulasi yang
buruk (Safety Compliance Letter, 2008). Hal tersebut akan
berpengaruh pula terhadap perubahan suhu inti tubuh karena akan
mengganggu proses produksi panas tubuh apabila organ-organ dalam
seperti abdomen, kepala dan dada mengalami hipometabolik.
6. Lemak Subcutaneus
Hipodermis / jaringan lemak subkutan ini merupakan lapisan kulit
lemak / jaringan ikat yang bertanggung jawab untuk mengatur suhu
tubuh dan juga melindungi organ dalam dan tulang (Saifuddin AB,
2014).
Lemak dalam tubuh berfungsi sebagai pembentuk energi,
pembangun, pelindung saat kehilangan panas tubuh, pengatur suhu,
sebagai penghasil lemak essensial, dan sebagai pelarut vitamin A, D,
E, dan K. Lemak dalam tubuh disimpan di bawah kulit serta di sekitar
organ-organ dalam rongga abdomen. Kekurangan lemak dalam tubuh
dapat menyebabkan terganggunnya berbagai metabolisme dalam
tubuh. Sedangkan jumlah lemak yang berlebih di dalam tubuh juga
menyebabkan kegemukan atau obesitas.
Komplikasi tubuh dan kadar massa lemak tubuh bergantung dari
pertumbuhan serta perbedaan antara jenis kelamin laki-laki dan
perempuan, usia juga sangat mempengaruhi distribusi lemak tubuh dan
sangat berperan dalam pembentukan tubuh. Tempat distribusi lemak
yang paling banyak adalah pada bagian subkutan dan intra abdominal.
Pada orang dengan Indeks Masa tubuh yang rendah akan lebih
mudah kehilangan panas dan merupakan salah satu faktor terjadinya
hipotermi yang kemudian dapat memicu terjadinya menggigil
(menggigil) hal ini dipengaruhi oleh sumber lemak yang tipis di dalam
tubuh yang bermanfaat sebagai cadangan energi. Sedangkan pada
indeks massa tubuh yang tinggi memiliki sistem proteksi panas yang
cukup dengan sumber energi penghasil panas yaitu lemak yang tebal
sehingga indeks massa tubuh yang tinggi lebih baik dalam
mempertahankan tubuh di banding dengan indeks massa tubuh yang
rendah karenan mempunyai cadangan energi yang lebih banyak
(Valchanov, 2011).
Penurunan kecepatan sirkulasi di jaringan tepi, tubuh akan
mengurangi kecepatan aliran darah pada ekstremitas juga pada
permukaan kulit. Hal tersebut dilakukan untuk menyimpan panas agar
tetap tertahan pada jaringan dalam tubuh. Lemak subkutan sangat
membantu proses tersebut, karena lemak adalah insulator yang baik. .
Pemaparan terhadap kondisi dingin meningkatkan laju metabolik
sehingga dapat meningkatkan kebutuhan makanan, karena makanan
juga dibutuhkan untuk membentuk deposit lemak yang berfungsi
sebagai isolator panas dan dibutuhkan bila pemaparan terhadap suhu
dingin berlangsung lama.
7.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada daerah yang tinggi seperti di pegunungan kadar oksigen dan


tekanannya lebih kecil dibandingkan dengan daerah pesisir atau dataran
rendah. Karenanya perlu adaptasi fisiologis atau aklimatisasi bagi orang
yang tinggal di dataran tinggi atau di pegunungan, aklimatisasi ini terjadi
sejak seseorang lahir. Salah satu adaptasi fisiologis yang terjadi yakni:
kapasitas paru lebih besar dan kadar hemoglobin (Hb) darah menjadi
tinggi (Nala, 1992:184).

Dalam menyeimbangkan metabolisme tubuh, hipotalamus


memiliki pusat termoregulator yang merupakan saraf pada area preoptik
yang terdapat hipotalamus posterior yang berfungsi sebagai termostat.
Termostat hipotalamus memiliki titik kontrol yang disesuaikan untuk
mempertahankan suhu tubuh. Jika suhu tubuh berada di bawah atau di
atas titik ini maka pusat akan menyalakan impuls untuk menahan panas
atau meningkatkan panas (Gibson, 1995). Hipotalamus akan merespon
suhu tubuh dengan pembentukan dan pengeluaran panas dari organ-organ
tubuh terutama kulit. Suhu tubuh mencerminkan keseimbangan antara
pembentukan dan pengeluaran panas dengan mekanisme homeostatik.
DAFTAR PUSTAKA

Kukus, Y., Supit, W. and Lintong, F. (2013) ‘Suhu Tubuh: Homeostasis


Dan Efek Terhadap Kinerja Tubuh Manusia’, Jurnal Biomedik (Jbm),
1(2). doi: 10.35790/jbm.1.2.2009.824.

Mappanyukki, A. A., Ichsani, I. and Sarifin, S. (2020) ‘Perbandingan Basal


Metabolic Rate Menurut Status Berat Badan Mahasiswa Program
Studi Ilmu Keolahragaan Angkatan 2017’, SPORTIVE: Journal Of
Physical Education, Sport and Recreation, 3(2), p. 123. doi:
10.26858/sportive.v3i2.17013.

Ashari, 2014 (2019) ‘Definisi, Faktor Penyebab Menggigil’, 53(9), pp.


1689–1699.

Rahmawati, D. E. (2017) Pajanan Suhu dingin dan kejadian hipotermia


pada Pekerja Cold Storange, Digital Repository Universitas Jember.
Available at:
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/75992/Dian
Pratiwi - 132310101064 -1.pdf?sequence=1.

Spottscince.”Makalah Toleransi Tubuh Terhadap Suhu Dingin” diakses


pada 30 Mei 20221 dari
https://santosoatsportscience.blogspot.com/2017/07/aklimatisasi-
latihan-olahraga-di.html

Anda mungkin juga menyukai