Anda di halaman 1dari 12

2.1.

Motivasi

2.1.1. Pengertian Motivasi

Seluruh aktivitas sehari-hari yang dilakukan manusia selalu didasari oleh

dorongan-dorongan dan mempunyai tujuan tertentu. Salah satu dorongan yang

mungkin dapat dilihat dari pengguna adalah dorongan untuk sembuh. Dorongan-

dorongan tersebut dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam

diri individu itu sendiri atau berasal dari luar diri individu.

Pendapat yang juga dikemukakan oleh Davidoff (1991), bahwa motif atau

motivasi menunjukkan suatu keadaan dalam diri seseorang yang berasal dari

akibat suatu kebutuhan, motif inilah yang mengaktifkan atau membangkitkan

perilaku yang biasanya tertuju pada pemenuhan kebutuhannya.

Menurut Purwanto (2004), motif merupakan suatu dorongan yang timbul

dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak

melakukan sesuatu, sedangkan motivasi adalah suatu usaha yang didasari untuk

mempengaruhi tingkah laku seseorang agar bergerak hatinya untuk bertindak

melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.

Menurut Gerungan (1996), motif merupakan dorongan, keinginan, hasrat,

dan tenaga penggerak lainnya yang berasal dalam diri individu untuk melakukan

sesuatu. Motif itu memberikan tujuan dan arah terhadap tingkah laku individu.

Sedangkan Staton (dalam Mangkunegara, 1988), mendefinisikan bahwa, “ Motive

is a stimulated need which a goal oriented individual seeks to satisfy.” Yang

diartikan suatu motif adalah kebutuhan yang distimulasi yang dicari oleh individu

yang berorientsi pada tujuan untuk mencapai rasa puas.


Menurut Sarwono (2000), motif berarti rangsangan, dorongan atau

pembangkit tenaga bagi terjadinya tingkah laku. Sedangkan motivasi merupakan

istilah yang lebih umum, yang menunjuk pada seluruh proses penggerak,

termasuk didalamnya situasi yang mendorong timbulnya tindakan atau tingkah

laku individu. Pengertian tersebut menggambarkan bahwa motif tidak sebatas

pada pelaksanaan perilaku, tetapi juga berkenaan dengan keadaan organisme yang

menerangkan mengapa tingkah laku terarah kepada suatu tujuan tertentu. Jadi,

motif merupakan latar belakang atau alasan mengapa seseorang melakukan

kegiatan tertentu.

Wolfolk (1998), dalam bukunya Educational Psychology mengatakan

bahwa motivasi adalah kegiatan internal individu yang bersifat membangun,

langsung, dan menimbulkan tingkah laku yang terdiri dari kebutuhan (needs),

minat (interest), kesenangan (enjoyment), ganjaran (reward), dan hukuman

(punishment).

Motivasi (motivation) adalah keseluruhan dorongan, keinginan,

kebutuhan, dan daya sejenis yang mengarah pada perilaku. Motivasi juga

diartikan sebagai satu variabel penyelenggara yang digunakan untuk

menimbulkan faktor-faktor tertentu yang di dalam organisme, yang

membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku

menuju satu sasaran (Chaplin, 2006).

Adapun Munandar (2001), mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu

proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan

serangkaian kegiatan yang mengarah ketercapaiannya tujuan-tujuan tertentu.

Menurut Mc Donald (dalam Hamalik, 2005) merumuskan bahwa,

“Motivation is an energy change within the person characterized by affective

arousal and anticipatory goal reaction”, yang diartikan, bahwa motivasi adalah
suatu perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya

perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.

Petri (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) mengemukakan bahwa motivasi

adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu

untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motivasi

yang ada pada seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada

tujuan mencapai sasaran kepuasan.

Stanfrod (dalam Mangkunegara, 1988), “Motivation as an energizing

condition of the organism that serves to direct that organism toward the goal of a

certain class.” menyatakan bahwa motivasi adalah suatu kondisi (energi) yang

menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu.

Motivasi merupakan suatu kondisi dan dorongan yang disebabkan oleh

adanya motif atau alasan atau sebab yang muncul dalam diri seseorang yang

mendorong ia untuk melakukan usaha-usaha berupa pekerjaan, berperilaku, sikap

tertentu dan membuat dirinya menjadi aktif untuk terus berusaha mencapai tujuan

Simpson (1994). Selanjutnya Knight, Holcom & Simpson (1994) melanjutkan

bahwa motivasi memiliki 3 aspek yaitu,

a. Problem recogniton (pengakuan terhadap masalah), yaitu masalah dalam

pengakuan penggunaan napza yang kemungkinan di dapat dari tekanan

intrinsik seperti keinginan untuk hidup, bebas dari narkoba.

b. Desire for help (keinginan untuk dibantu), yaitu mendapatkan bantuan dari

keluarga berupa dorongan semangat, dan perhatian.


c. Treatment readiness (kesiapan mengikuti treatmen), yaitu ketika pengguna

napza sudah mengakui masalah yang di hadapinya dan keinginan untuk dibantu

maka selanjutnya kesiapan mengikuti treatmen dalam proses kesembuhannya.

2.1.2. Kesembuhan

Di dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1990), dikatakan bahwa sembuh berarti

orang yang sakit atau menderita suatu penyakit menjadi pulih atau sehat kembali.

Di dalam kamus Psikologi istilah kesembuhan (recovery) dapat diartikan sebagai

kembalinya seseorang pada suatu kondisi kenormalan setelah menderita suatu

penyakit, baik penyakit mental atau penyakit fisik (Chaplin, 2006).

Jadi dari penjabaran tentang motivasi dapat di ambil suatu kesimpulan

bahwa motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah

laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakkan untuk

melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Oleh karena itu

perbuatan seseorang yang didasarkan atas motivasi tertentu mengandung tema

sesuai dengan yang didasarinya. Motivasi dapat juga diartikan sebagai proses

untuk mempengaruhi orang lain agar melakukan suatu tindakan yang sesuai

dengan keinginannya. Dapat diketahui bahwa motivasi terjadi apabila seseorang

mempunyai keinginan dan kemauan untuk melakukan suatu tindakan tertentu.

Dalam penelitian ini yang akan dilihat adalah motivasi untuk sembuh

dalam kaitannya dengan dukungan sosial pada pengguna napza. Motivasi untuk
sembuh adalah sesuatu yang mendorong dan memperkuat perilaku serta

memberikan arahan pada individu dengan tujuan agar dapat mencapai taraf

kesembuhan pada pengguna napza. Pengguna napza yang memiliki motivasi

untuk sembuh umumnya dapat dilihat dari keseluruhannya untuk melakukan

pengobatan dan informasi sebanyak mungkin agar dapat mencapai kesembuhan

yang optimal juga selalu menjaga kesehatannya dengan tidak memakai napza

kembali.

2.1.4. Fungsi-fungsi Motivasi

Menurut Rahman (2004) motivasi memiliki tiga komponen pokok meliputi:

a. Menggerakkan. Dalam hal ini motivasi menimbulkan kekuatan pada individu,

membawa seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu. Misalnya kekuatan

dalam hal ingatan, respon-respon efektif, dan kecenderungan mendapat

kesenangan.

b. Mengarahkan. Berarti motivasi mengarahkan tingkah laku. Dengan demikian

ia menyediakan suatu orientasi tujuan. Tingkah laku individu diarahkan

terhadap sesuatu.

c. Menopang. Artinya, motivasi digunakan untuk menjaga dan menopang

tingkah laku, lingkungan sekitar harus menguatkan intensitas dan arah

dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individ.

Sedangkan menurut Hamalik (2005) fungsi motivasi adalah:

a. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi tidak

akan ada suatu perbuatan atau tindakan.

b. Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk

mencapai tujuan yang diinginkan.

c. Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Besar kecilnya motivasi akan

menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.


Dari penjabaran diatas dapat diketahui tentang fungsi-fungsi motivasi.

Tiga fungsi tersebut sangat penting peranannya bagi individu untuk mencapai apa

yang diinginkan guna mencapai suatu tujuan.

2.1.5. Jenis-jenis Motivasi

Individu dapat dikatakan mempunyai motivasi yang tinggi dapat dilihat dari

kemampuannya serta usahanya guna mencapai suatu tujuan. Dalam kaitannya hal

di atas, motivasi menjadi 2 jenis, yaitu :

1. Motivasi intrinsik

Beach (dalam Ghufron & Risnawita, 2010), menyatakan bahwa

motivasi intrinsik sebagai suatu hal yang terjadi selama seseorang menikmati

suatu aktivitas dan memperoleh kepuasan selama terlibat dalam aktivitas

tersebut. Elliot (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) mendefinisikan motivasi

intrinsik sebagai sesuatu dorongan yang ada di dalam diri individu yang mana

individu tersebut merasa senang dan gembira setelah melakukan serangkaian

tugas. Adapun sumber motivasi intrinsik menurut Woolfolk (1993) meliputi

kebutuhan (needs), minat (interest), kesenangan (enjoyment), dan rasa ingin

tahu (curiosity).

2. Motivasi ekstrinsik

Petri (dalam ghufron & Risnawita, 2010) motivasi ekstrinsik sendiri

pada dasarnya merupakan tingkah laku yang digerakkan oleh kekuatan

eksternal individu. Sumber motivasi ekstrinsik menurut woolfork (1993)

meliputi imbalan (rewards), tekanan sosial (social pressure), dan

penghindaran diri dari hukuman (punishment).

2.1.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi


Menurut Handoko (1998) dan Widayatun (1999), ada dua faktor yang

mempengaruhi motivasi yaitu faktor internal dan eksternal.

a. Faktor internal

Faktor internal adalah motivasi yang berasal dari dalam diri manusia, biasanya

timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga menjadi puas.

Faktor internal meliputi :

1) Faktor fisik

Faktor fisik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi

fisik misal status kesehatan pengguna napza. Fisik yang kurang

sehat dan cacat yang tidak dapat disembuhkan berbahaya bagi

penyesuaian pribadi dan sosial. Pengguna napza yang mempunyai

hambatan fisik karena kesehatannya buruk sebagai akibat mereka

selalu frustasi terhadap kesehatannya.

2) Faktor proses mental

Motivasi merupakan suatu proses yang tidak terjadi begitu saja,

tetapi ada kebutuhan yang mendasari munculnya motivasi tersebut.

Pengguna napza dengan fungsi mental yang normal akan

menyebabkan bias yang positif terhadap diri. seperti halnya adanya

kemampuan untuk mengontrol kejadian-kejadian dalam hidup yang

harus dihadapi, keadaan pemikiran dan pandangan hidup yang

positif dari diri pengguna napza dalam reaksi terhadap perawatan

akan meningkatkan penerimaan diri serta keyakinan diri sehingga

mampu mengatasi kecemasan dan selalu berpikir optimis untuk

kesembuhannya.

3) Faktor herediter

Bahwa manusia diciptakan dengan berbagai macam tipe

kepribadian yang secara herediter dibawa sejak lahir. Ada tipe


kepribadian tertentu yang mudah termotivasi atau sebaliknya.

Orang yang mudah sekali tergerak perasaannya, setiap kejadian

menimbulkan reaksi perasaan padanya. Sebaliknya ada yang hanya

bereaksi apabila menghadapi kejadian-kejadian yang memang

sungguh penting.

4) Keinginan dalam diri sendiri

Misalnya keinginan untuk terlepas dari napza yang mengganggu

aktivitasnya sehari-hari, masih ingin menikmati prestasi yang

berada dipuncak karir, merasa belum sepenuhnya mengembangkan

potensi-potensi yang dimiliki.

5) Kematangan usia

Kematangan usia akan mempengaruhi pada proses berpikir dan

pengambilan keputusan dalam melakukan pengobatan yang

menunjang kesembuhan pengguna napza.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor motivasi yang berasal dari luar diri seseorang

yang merupakan pengaruh dari orang lain atau lingkungan. Faktor eksternal ini

meliputi :

1) Faktor lingkungan

Lingkungan adalah suatu yang berada disekitar pengguna napza baik fisik,

psikologis, maupun sosial (Notoatmodjo, 2003). Lingkungan rehabilitasi

sangat berpengaruh terhadap motivasi pengguna napza untuk sembuh.

Lingkungan rehabilitasi yang tidak mendukung dan kurang kondusif akan

membuat stress bertambah. Secara fisik misalnya penataan ruangan di

rehabilitasi, konstruksi bangunan akan meningkatkan ataupun mengurangi

stress dan secara biologis lingkungan ini tidak mengganggu kenyamanan


yang dapat memicu stress, sedangkan lingkungan sosial salah satunya

adalah dukungan sosial.

2) Dukungan sosial

Gottieb (1983) menyatakan bahwa bentuk perilaku dukungan sosial terdiri

dari informasi atau nasehat verbal dan non verbal, bantuan nyata, atau

tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena

kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku

bagi pihak penerima. Dukungan sosial sangat mempengaruhi dalam

memotivasi pengguna napza untuk sembuh, meliputi dukungan emosional,

informasi, penghargaan, instrumental, jaringan (network support).

3) Fasilitas (sarana dan prasarana)

Ketersediaan fasilitas yang menunjang kesembuhan pengguna napza

tersedia, mudah terjangkau menjadi motivasi pengguna untuk sembuh.

Termasuk dalam fasilitas adalah tersedianya sumber biaya yang mencukupi

bagi kesembuhan pengguna napza, tersedianya alat-alat medis yang

menunjang kesembuhan pengguna napza.

4) Media

Media merupakan sarana untuk menyampaikan pesan atau info kesehatan

(Sugiono, 1999). Adanya media ini pengguna napza menjadi lebih tahu

tentang kesehatannya dan pada akhirnya dapat menjadi motivasi untuk

sembuh.

2.1.7 Teori-teori motivasi

Motivasi memang bidang yang lebih sering dipelajari oleh para psikolog. Sebab

motivasi ini akan mewujudkan motif-motif tertentu yang akan menimbulkan suatu

perilaku atau tindakan tertentu. Dan determinan perilaku atau tindakan ini akan
banyak membantu meramalkan dan mengendalikan dampak-dampak dari suatu

keadaan. Determinan perilaku ataupun tindakan tersebut dapat berasal dari dalam

diri individu baik yang bersifat biologis maupun psikologis, ataupun dari

lingkungan. Maka teori-teori motivasi yang ada berupaya membuat perbedaan

paling penting, teori-teori tersebut yaitu (Rahman, 2004):

a. Teori Hedonisme

Hedonisme adalah bahasa yunani yang berarti kesukaan, kesenangan, atau

kenikmatan. Hedonisme adalah suatu aliran di dalam filsafat yang memandang

bahwa tujuan hidup yang utama pada manusia adalah mencari kesenangan

yang bersifat duniawi. Implikasi dari teori ini adalah adanya anggapan bahwa

semua orang cenderung menghindari hal-hal yang menyulitkan dan lebih

menyukai melakukan perbuatan yang mendatangkan kesenangan.

b. Teori Naluri

Naluri merupakan suatu kebutuhan biologis bawaan, yang mempengaruhi

anggota tubuh untuk berlaku dengan cara tertentu dalam keadaan tepat.

Sehingga semua pemikiran dan perilaku manusia merupakan hasil dari naluri

yang diwariskan dan tidak ada hubungannya dengan akal. Menurut teori

naluri, seseorang tidak memiliki tujuan dan perbuatan, akan tetapi dikuasai

oleh kekuatan-kekuatan bawaan, yang menentukan tujuan dari perbuatan yang

akan dilakukan.

c. Teori reaksi yang dipelajari

Teori ini berbeda pandangan dengan tindakan atau perilaku manusia yang

berdasarkan naluri-naluri, tetapi berdasarkan pola dan tingkah laku yang

dipelajari kebudayaan di tempat orang itu hidup. Oleh karena itu, teori ini
disebut juga teori lingkungan kebudayaan. Menurut teori ini, apabila seorang

pemimpin atau seorang pendidik akan memotivasi anak buah atau anak

didiknya, pemimpin atau pendidik itu hendaknya mengetahui benar-benar

latar belakang kehidupan dan kebudayaan orang-orang yang dipimpinnya.

d. Adanya teori pendorong (Drive Theory)

Teori ini merupakan perpaduan antara teori naluri dengan teori reaksi yang

dipelajari. Daya pendorong adalah semacam naluri, tetapi hanya sesuatu

dorongan kekuatan yang luas terhadap suatu arah yang umum. Misalnya, suatu

daya pendorong pada lawan jenis. Namun, cara-cara yang digunakan berlain-

lainan bagi tiap individu, menurut latar belakang dan kebudayaan masing-

masing.

e. Teori kebutuhan

Teori beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan manusia pada hakikatnya

adalah untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun

kebutuhan psikis. Menurut Maslow, manusia memiliki lima tingkat kebutuhan

yaitu kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan dasar yang bersifat primer dan

vital, menyangkut fungsi-fungsi biologis, seperti kebutuhan akan pangan,

sandang, dan papan, kesehatan, kebutuhan seks. Kebutuhan rasa aman dan

perlindungan (safety and security), seperti perlindungan dari bahaya dan

ancaman, penyakit, perang, kelaparan, dan perlakuan tidak adil. Kebutuhan

sosial, yang meliputi antara lain kebutuhan akan dicintai, diperhitungkan

sebagai pribadi, diakui sebagai kelompok, rasa setia kawan, dan kerja sama.

Kebutuhan akan penghargaan, termasuk kebutuhan dihargai karena prestasi,


kemampuan, status, pangkat. Kebutuhan akan aktualisasi diri, seperti antara

lain kebutuhan mempertinggi potensi-potensi yang dimiliki, mengembangkan

diri secara maksimum, kreativitas, dan ekspresi diri.

Anda mungkin juga menyukai