Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR ANALISIS DAN PEMISAHAN

KIMIA
EKSTRAKSI PELARUT

Oleh

Nama : Cahyaningtyas Tetta Riandy

NIM : 201810301013

Kelas/Kelompok : A/1

Nama Asisten : Auliea Safitri

LABORATORIUM KIMIA ANALITIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2021
I. Tujuan
Tujuan dari percobaan ekstraksi pelarut ini adalah sebagai berikut:
- Memisahkan logam Ni dari campuran dengan ekstraksi pelarut,
- Menentukan kadar Ni dalam sampel.

II. Tinjauan Pustaka


2.1 MSDS (Material Safety Data Sheet)
2.1.1 Asam asetat (CH3COOH)
Asam asetat merupakan senyawa kimia berupa cairan. Asam asetat tidak
berwarna dan memiliki bau menyengat. Asam asetat memiliki pH 2,4. Titik
bekunya yaitu 17°C dan titik didihnya yaitu 118°C. Asam asetat memiliki massa
molekul 60,05 g/mol. Asam asetat dapat larut dalam air, etanol, eter, aseton,
tetraklorometana, serta gliserol. Asam asetat bersifat hidroskopis. Asam asetat
dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan mata, serta berbahaya bagi lingkungan
air. Penanganan jika berkontak dengan kulit atau mata yaitu dengan membasuh
dengan air mengalir. Asam asetat mudah terbakar. Alat perlindungan diri yang
dapat digunakan yaitu kacamata perlindungan, sarung tangan, masker, serta pakaian
pelindung (Labchem, 2021).
2.1.2 Asam nitrat (HNO3)
Asam Nitrat atau HNO3 merupakan senyawa kimia berupa cairan yang
berwarna bening sedikit kekuningan serta merah kecoklatan saat terpapar cahaya
dan memiliki bau yang menyengat. Asam nitrat memiliki pH 1, titik beku -42°C
hingga -38°C, dan titik didih 83-122°C. Asam nitrat memiliki massa molekul
sebesar 63.01 g/mol. Asam nitrat secara eksotermis dapat larut dalam air dan dapat
larut dalam eter. Asam nitrat dapat menyebabkan luka bakar pada kulit dan
kerusakan pada mata. Penanganan jika terjadi kontak dengan mata atau kulit yaitu
dengan membasuh menggunakan air mengalir. Asam nitrat dalam kondisi darurat
dapat menjadi letal serta memiliki sifat pengoksidasi. Alat perlindungan diri yang
dapat digunakan yaitu kacamata goggle, pakaian pelindung, face shield, sarung
tangan, dan masker (Labchem, 2021).
2.1.3 Buffer Asetat
Buffer asetat memiliki wujud cairan bening tidak berwarna dengan bau
tajam seperti cuka. Buffer asetat memiliki pH 4-4,5. Buffer asetat dapat larut pada
air. Buffer asetat stabil dalam suhu dan tekanan normal. Buffer asetat tidak cocok
bereaksi dengan halogen berfluorinasi, pengoksidasi kuat, asam kromat, asam
nitrat, serta sebagian logam termasuk stainless steel dan zink. Produk dekomposisi
berbahaya yang dapat dihasilkan adalah oksida karbon dan asap tajam. Buffer asetat
dapat menyebabkan luka bakar pada mata, kulit, pernafasan, dan saluran
pencernaan (Labchem, 2021).
2.1.4 Dimetilglioksim (C4H8N2O2)
Dimetilglioksim memiliki rumus molekul C4H8N2O2. Dimetilglioksim
berwujud padatan kristal atau bubuk berwarna putih dan memiliki bau yang
karakteristik. Dimetilglioksim memiliki titik leleh 240˚C dan merupakan padatan
yang mudah terbakar. Massa molekul dimetilglioksim sebesar 116,12 g/mol dan
densitasnya 500 kg/m3. Dimetilglioksim tidak dapat larut dalam air dengan
kelarutan <0,1 g/100mL. Dimetilglioksim dapat larut dalam etanol, eter, dan aseton.
Dimetilglioksim stabil dalam kondisi normal, namun ketika panas dapat
membentuk campuran uap udara yang mudah terbakar atau eksplosif. Kondisi yang
harus dihindari yaitu sinar matahari langsung, suhu yang terlalu tinggi atau rendah,
nyala api terbuka, panas, overheating, dan percikan. Bahan yang tidak cocok yaitu
asam dan pengoksidasi kuat. Produk dekomposisi berbahaya yang dapat dihasilkan
adalah karbon monoksida, karbon dioksida, dan nitrogen oksida. Dimetilglioksin
beracun jika tertelan, penanganannya yaitu dengan perawatan medis. Alat
perlindungan diri yang dapat digunakan yaitu kacamata keselamatan, sarung
tangan, dan masker (Labchem, 2021).
2.1.5 Hidroksilamin hidroklorida (NH2OH.HCl)
Hidroksilamin hidroklorida memiliki rumus molekul NH2OH.HCl.
Hidroksilamin hidroklorida berwujud padatan kristal atau bubuk berwarna putih
tanpa bau. Hidroksilamin hidroklorida memiliki pH 3,2 serta pH larutan 1,4%. Titik
leleh hidroksilamin hidroklorida sebesar 152°C dan massa molekulnya 69,49
g/mol. Hidroksilamin hidroklorida dapat larut dalam air dengan kelarutan 95
g/100mL. larut dalam etanol dengan kelarutan 437 g/100mL, serta larut dalam
metanol, gliserol, dan propilen glikol. Hidroksilamin hidroklorida dapat terurai
perlahan di udara lembab. Hidroksilamin hidroklorida berisiko ledakan pada
paparan suhu tinggi dengan melepaskan gas atau uap yang beracun dan korosif.
Hidroksilamin hidroklorida bereaksi keras dengan pengoksidasi dan dapat
menyebabkan risiko kebakaran atau ledakan. Hidroksilamin hidroklorida tidak
stabil pada paparan kelembaban, sehingga harus dihindari pada kondisi lembab.
Bahan yang tidak cocok yaitu pengoksidasi kuat. Produk dekomposisi berbahaya
yang dihasilkan yaitu gas ammonia dan hidrogen klorida. Hidroksilamin
hidroklorida bersifat korosif pada logam serta mata dan kulit. Penanganannya yaitu
dengan membasuh dengan air mengalir pada kulit atau mata yang berkontak dengan
bahan. Hidroksilamin hidroklorida bahaya jika tertelan karena dapat menyebabkan
kerusakan organ. Penanganannya yaitu dengan perawatan medis. Hidroksilamin
hidroklorida sangat beracun bagi kehidupan laut, sehingga tidak boleh dibuang
sembarangan. Alat perlindungan diri yang dapat digunakan yaitu masker, sarung
tangan, pakaian pelindung, serta kacamata keselamatan (Labchem, 2021).
2.1.6 Kloroform (CHCl3)
Kloroform atau CHCl3 merupakan senyawa kimia berwujud cairan dan
tidak berwarna serta berbau manis, seperti bau eter. Kloroform memiliki titik leleh
-64°C dan titik didihnya 61°C. Massa molekul kloroform yaitu 119,38 g/mol.
Kloroform sulit larut dalam air. Kloroform larut dalam etanol, eter, serta aseton.
Kloroform tidak mudah terbakar. Kloroform dapat menyebabkan iritasi kulit,
beracun jika terhirup, serta berbahaya apabila ditelan. Penanganan ketika terjadi
kontak dengan kulit yaitu dengan membasuh dengan air mengalir. Penanganan
apabila terhirup atau tertelan adalah dengan perawatan medis. Peralatan
perlindungan diri yang dapat digunakan yaitu sarung tangan, kacamata
keselamatan, masker, serta pakaian perlindungan (Labchem, 2021).
2.1.7 Natrium hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida atau NaOH adalah senyawa kimia berupa padatan
berbentuk bola kecil, bubuk kristal, kristal, maupun serpihan yang berwarna putih.
Natrium hidroksida tidak memiliki bau dan memiliki pH 14. Natrium hidroksida
memiliki titik didih 1388°C dan titik leleh 323°C. Natrium hidroksida memiliki
massa jenis 2130 kg/m3 dan massa molekul 40 g/mol. Natrium hidroksida dapat
larut secara eksotermis pada air, selain itu NaOH juga dapat larut dalam etanol,
metanol, dan gliserol. Natrium hidroksida tidak stabil ketika terpapar udara.
Natrium hidroksida bereaksi kuat dengan asam dan air. Kondisi yang harus
dihindari yaitu kelembaban dan bahan yang tidak cocok. Bahan yang tidak cocok
antara lain adalah air, pengoksidasi kuat, asam kuat, logam, serta bahan yang mudah
terbakar. Produk penguraian yang berbahaya dari NaOH adalah natrium oksida.
Natrium hidroksida bersifat korosif serta dapat menyebabkan kerusakan pada mata
dan juga luka bakar pada kulit jika terpapar. Penanganan jika terjadi kontak dengan
kulit dan mata adalah dengan membasuh dengan air mengalir. Natrium oksida juga
berbahaya bagi kehidupan air, sehingga tidak boleh dibuang sembarangan. Alat
perlindungan diri yang dapat digunakan yaitu kacamata goggle, sarung tangan,
pakaian tahan korosi, serta masker (Labchem, 2021).
2.1.8 Natrium tartrat (C4H4Na2O6)
Natrium tartrat memiliki rumus molekul C4H4Na2O6. Natrium tartrat
berwujud padatan bubuk berwarna putih. Natrium tartrat memiliki pH 7-9 dengan
5% larutan. Titik leleh natrium tartrat sebesar 150˚C, densitas 1,82, serta massa
molekul 230,08 g/mol. Natrium tartrat dapat larut pada air dengan kelarutan 29
g/100mL. natrium tartrat tidak mudah meledak dan stabil dalam kondisi normal.
Kondisi yang harus dihindari yaitu sinar matahari langsung dan suhu yang terlalu
tinggi atau rendah. Bahan yang tidak cocok yaitu asam kuat, basa kuat, dan
pengoksidasi kuat. Produk dekomposisi berbahaya yang dapat dihasilkan yaitu
asap, serta karbon dioksida dan karbon monoksida. Natrium tartrat tidak berbahaya.
Alat perlindungan diri yang dapat digunakan yaitu kacamata keselamatan
(Labchem, 2021).
2.1.9 Natrium tiosulfat (Na2S2O3)
Natrium tiosulfat merupakan senyawa kimia berbentuk padatan kristal atau
bubuk tidak berwarna. Natrium thiosulfate memiliki titik leleh 48,5˚C. natrium
thiosulfate larut dalam air dengan kelarutan 20,9 g/100 mL pada suhu 20˚C dan
tidak larut dalam alcohol. Natrium thiosulfate dapat menyebabkan iritasi serius
pada kulit dan mata. Penanganannya yaitu dengan membasuh dengan air mengalir.
Natrium thiosulfate juga akan menyebabkan iritasi organ dan saluran pernafasan,
penanganannya yaitu dengan perawatan medis. Natrium thiosulfate tidak mudah
terbakar dan akan mengeluarkan asap beracun dalam api dengan resiko ledakan jika
terjadi kontak dengan bahan pengoksidasi. Alat perlindungan diri yang dapat
digunakan yaitu kacamata goggle, masker, dan sarung tangan (Pubchem, 2021).
2.1.10 Nikel Klorida (NiCl2)
Nikel klorida memiliki rumus kimia NiCl2. Nikel klorida berwujud padatan
berwarna coklat, kuning, atau hijau yang tidak memiliki bau. Nikel klorida
memiliki titik didih 973˚C dan titik leleh 1001˚C. Nikel klorida dapat larut dalam
air, alcohol, aminium hidroksida, dan etanol, serta tidak dapat larut dalam ammonia.
Kelarutan nikel klorida dalam air adalah 64,2 g/100 cc pada suhu 20˚C. Nikel
klorida ketika dipanaskan akan menghasilkan uap hydrogen klorida beracun. Nikel
klorida beracun jika tertelan dan terhirup, serta menyebabkan iritasi kulit.
Penanganan jika berkontak dengan kulit adalah dengan membasuh dengan air
mengalir dan penanganan jika terhirup atau tertelan adalah dengan perawatan
medis. Alat perlindungan diri yang dapat digunakan yaitu kacamata goggle, masker,
serta sarung tangan (Pubchem, 2021).

2.2 Dasar Teori


2.2.1 Ekstraksi Pelarut
Ekstraksi adalah suatu metode pemisahan satu atau beberapa bahan dari
suatu materi yang bersifat padat atau cair menggunakan bantuan pelarut cair.
Ekstraksi berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, dibedakan menjadi dua
jenis yaitu ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi padat cair adalah
ekstraksi dimana zat yang diekstraksi terdapat dalam campuran yang berbentuk
padatan. Ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi di mana zat yang diekstraksi terdapat
dalam campuran berbentuk cair (Yazid, 2005). Prinsip dasar ekstraksi melibatkan
kontak suatu larutan/padatan dengan pelarut lain yang tidak larut dengan pelarut
asal dan memiliki densitas yang berbeda. Perbedaan densitas dapat menyebabkan
terjadinya perpindahan massa dari pelarut asal ke pelarut pengekstrak (Pranowo,
2020).
Mekanisme yang terjadi pada ekstraksi dengan pelarut yaitu difusi tanpa
diikuti reaksi kimia dalam dua fase tidak saling larut yang saling berkontak,
sehingga terjadi distribusi solut di antara dua cairan atau dua fase yang tidak saling
bercampur. Distribusi tersebut terjadi berdasarkan kelarutan masing-masing
komponen dalam kesetimbangan. Kelarutan senyawa dalam pelarut ditentukan oleh
polaritas atau kepolaran senyawa dan pelarut (Dewi et al, 2018). Faktor- faktor
yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah jenis pelarut, rasio bahan pelarut, waktu,
suhu, ukuran partikel, dan jumlah pelarut yang digunakan. Selama proses ekstraksi,
bahan aktif akan terlarut oleh zat pelarut yang sesuai dengan sifat kepolarannya
(Rifai et al, 2018).
Banyaknya unsur atau ion yang ada ditentukan dari intensitas warna larutan
yang disebabkan oleh adanya senyawa yang berwarna atau telah dibuat menjadi
berwarna. Semakin kuat intensitas warnanya, maka semakin besar pula konsentrasi
unsur atau ion tersebut dalam larutan. Apabila pada dua larutan pada kondisi dan
kandungan senyawa berwarna yang sama memiliki intensitas warna yang sama,
maka konsentrasi unsur atau ion yang terjadi di dalamnya juga sama. Oleh karena
itu, jika dibuat dengan pengenceran warna larutan analit yang sama dengan warna
larutan standar, maka dapat diperkirakan bahwa konsentrasi kedua larutan tersebut
adalah sama. Jika pengencerannya dketahui, maka dapat dengan mudah
menghitung konsentrasi analit (Rohmah dan Rini, 2020).
2.2.2 Spektrofotometer
Spektrofotometer merupakan instrument yang digunakan untuk
mempelajari serapan atau emisi radiasi elektromagnetik sebagai fungsi dari panjang
gelombang. Komponen-komponen pokok spektrofotometer meliputi sumber tenaga
radiasi yang stabil; system yang terdiri atas lensa-lensa, cermin, celah-celah, dan
lain-lain; monokromator untuk mengubah radiasi menjadi komponen-komponen
panjang gelombang tunggal (monokromatik); sel/kuvet tempat cuplikan yang
transparan; dan detector radiasi yang dihubungkan dengan system meter serta
pencatat. Dalam mempelajari analisa secara kuantitatif, berkas radiasi/cahaya
dikenakan pada cuplikan dan intensitas radiasi. Cuplikan ditempatkan dalam sel
atau kuvet yang terbuat dari gelas khusus. Radiasi yang diserap oleh
cuplikan/spesies ditentukan dengan membandingkan intensitas dari berkas radiasi
yang ditransmisikan bila spesies penyerap tidak ada dengan intensitas yang
ditransmisikan bila spesies penyerap ada. Kekuatan atau intensitas radiasi
sebanding dengan jumlah foton per detik yang melalui satu satuan luas penampang
kuvet/sel. Kekuatan radiasi akan turun bila terjadi penghamburan dan pantulan.
Perhitungan berapa pengurangan intensitas cahaya/radiasi setelah melewati sel
dapat menggunakan Hukum Lambert-Beer (Sastrohamidjojo, 2018).
Pengurangan intensitas cahaya menyebabkan intensitas berkas cahaya yang
diarahkan ke larutan (I0) berkurang saat melewati sampel. Intensitas sisa yang
masih ada (I) diukur dengan alat ukur yang sesuai dan dibandingkan dengan
intensitas cahaya yang diradiasi (I0). Jumlah cahaya yang diserap selama perjalanan
melalui larutan sampel tergantung pada struktur molekul penyerap, konsentrasinya
dalam larutan, dan panjang lintasan yang dilalui berkas cahaya dalam medium
larutan. Untuk mengukur serapan cahaya dalam spektrofotometer, zat dimasukkan
dalam larutan ke dalam kuvet dengan panjang lintasan tertentu, serta intensitas
cahaya dari berkas cahaya monokromatik diukur sebelum masuk (I0) dan setelah
meninggalkan kuvet (I). Jika panjang lintasan atau konsentrasi larutan diubah, maka
penyerapan cahaya juga berubah. Ketergantungan tersebut dijelaskan oleh Hukum
Lambert-Beer (Bibo et al, 2012).
2.2.3 Hukum Lambert-Beer
Apabila cahaya monokromatis dengan intensitas I0 yang mengenai lapisan
homogen zat, maka sebagian cahaya akan dipantulkan (Ir), diserap (Ia), dan
diteruskan (It) melewati lapisan tersebut. Ir kecil dibandingkan Ia dan It, sehingga
yang terjadi adalah sebagai berikut:
I0 ≈ Ia + It ……………………………………………………………………… (2.1)

Besarnya Ia tergantung adanya larutan molekul atau ion zat berwarna yang
menyerap cahaya lebih kuat daripada pelarut (berupa air, alcohol, eter, dll).
Sehingga setelah melewati larutan, berkas cahaya tersebut intensitasnya akan
berkurang. Berkurangnya intesitas tersebut akan meningkat dengan adanya banyak
molekul atau ion zat berwarna yang ditemui dalam lintasan cahaya. Oleh sebab itu,
berkurangnya intensitas juga bergantung pada konsentrasi dan tebal lapisan larutan
(b) yang dilewati oleh cahaya. Hubungan tersebut dirumuskan sebagai berikut:

𝐼
𝑙𝑜𝑔𝐼𝑡0 = 𝜀𝑏𝐶 ………………………………………………………………… (2.2)

𝐼
Besar 𝑙𝑜𝑔𝐼𝑡0 merupakan suatu ukuran berkurangnya cahaya ketika melewati larutan,
biasanya dikenal dengan absorbansi A. Pada konstanta 𝜀, sifatnya tergantung pada
zat penyerap dan panjang gelombang cahaya. Apabila konsentrasi C dinyatakan
dalam mol per liter, maka konstanta tersebut dikenal dengan absorbtivitas molar
larutan. Rumus tersebut merupakan ungkapan dari hukum absorbs cahaya oleh
larutan berwarna. Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa kerapatan optic suatu
larutan sebanding dengan hasil konsentrasi zat penyerap (berwarna) dan ketebalan
lapisan larutan. Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝐼0
= 10𝜀𝑏𝐶 …………………………………………………………………. (2.3)
𝐼𝑡

𝐼𝑡 = 𝐼0 × 10𝜀𝑏𝐶 …………………………………………………………… (2.4)

(Rohmah dan Rini, 2020).


III. Metodologi Percobaan
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
- Labu ukur
- Spektronik + kuvet
- Tabung reaksi
- Pipet tetes
- Pipet mohr 10 mL
- Pipet volume
- Gelas beaker
- Gelas arloji
- Rak tabung reaksi
- Batang pengaduk
- Gelas ukur 25 mL
3.1.2 Bahan
- Larutan HNO3 6M
- Larutan NaOH 2,5M
- Larutan Asam asetat 6M
- Buffer asetat
- Na Tiosulfat
- Na Tartrat
- Hidroksilamin hidroklorida (dalam air) 10%
- Dimetilglioksin (dalam air) 1%
- Kloroform
- NiCl2
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Pembuatan Larutan Standar
Logam Ni
- ditimbang dengan teliti logam Ni untuk membuat larutan standar 0,04
M sebanyak 100 mL, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL.
- ditambahkan 15 mL HNO3 6M dan dipanaskan pada hotplate sampai
terlarut semua.
- dinetralkan dengan NaOH 2,5 M NaOH sampai terbentuk endapan nikel
hidroksida yang pertama kali muncul.
- ditambahkan asam asetat 6M setetes demi setetes dan diaduk setiap
penambahan sampai endapan terlarut semua.
- diencerkan hingga tanda batas dan diaduk hingga tercampur sempurna.
- dipipet 10 mL larutan standar tersebut dan diencerkan dalam labu 50 mL
hingga diperoleh larutan Ni dengan konsentrasi 100 ppm.
Hasil

3.2.2 Preparasi Sampel


Sampel
- ditimbang kira-kira 0,1 gram sampel, jika sampel berupa alloy.
- dilarutkan sampel, lalu dinetralkan dengan NaOH dan asam asetat, serta
diperlakukan seperti larutan standar.
Hasil
3.2.3 Ekstraksi
Larutan
standar Ni
- disediakan 7 buah tabung reaksi.
- dimasukkan masing-masing 0,5;1,0;1,5;2,0; dan 2,5 mL larutan standar
Ni 100 ppm ke dalam 5 tabung pertama dengan menggunakan buret.
- dimasukkan sejumlah volume akuades ke dalam 5 tabung dengan
menggunakan pipet mohr 10 mL, sehingga total volume larutan tiap
tabung menjadi 5 mL.
- ditambahkan secara berurutan masing-masing 0,25 g natrium tartrat, 2,5
mL buffer, 1,25 g natrium tiosulfat, 0,5 mL hidroksilamin hidroklorida
(dalam air) 10%, dan 1 mL dimetilglioksin (dalam air) 1% ke dalam
setiap tabung, kemudian dikocok tabung setiap penambahan satu reagen.
- ditambahkan 10 mL kloroform ke dalam setiap tabung dengan
menggunakan pipet, kemudian dilakukan pengocokan selama 3 menit
untuk setiap tabung.
- dibiarkan campuran beberapa saat agar kedua fasa terpisah sempurna.
Hasil
3.2.4 Pengukuran dengan Spektrofotometer
Spektrofotometer
- dipipet 5-6 mL lapisan kloroform, lalu disaring dengan kertas filter, dan
ditampung filtratnya ke dalam kuvet spektronik.
- ditambahkan 5 mm lapisan air ke dalam kuvet untuk mengurangi
penguapan.
- diukur absorban setiap larutan yang diperoleh dari ekstraksi pada
panjang gelombang 420 nm.
- diset absorban pada nol dengan menggunakan larutan blank.
- dibuat kurva kalibrasi dari absorban larutan standar yang diplot lawat
konsentrasinya.
- ditentukan persamaan regresi, koefisien kolerasinya, dan ditentukan
konsentrasi sampel berdasar kurva yang diperoleh.
Hasil
IV. Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil
4.1.1 Tabel Hasil
Volume Ni (mL) Absorbansi Konsentrasi (ppm)
0,5 0,0788 2
1 0,1274 4
1,5 0,1768 6
2 0,2164 8
2,5 0,3206 10
Sampel 0,1668 5,4

4.2 Pembahasan
Ekstraksi adalah suatu metode pemisahan satu atau beberapa bahan dari
suatu materi yang bersifat padat atau cair menggunakan bantuan pelarut cair.
Ekstraksi berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, dibedakan menjadi dua
jenis yaitu ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi padat cair adalah
ekstraksi dimana zat yang diekstraksi terdapat dalam campuran yang berbentuk
padatan. Ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi di mana zat yang diekstraksi terdapat
dalam campuran berbentuk cair (Yazid, 2005). Ekstraksi pelarut merupakan metode
pemisahan berdasarkan transfer suatu zat terlarut dari suatu pelarut ke pelarut lain
yang tidak saling bercampur. Percobaan ekstraksi pelarut ini bertujuan untuk
memisahkan logam Ni dari campurannya dengan ekstraksi pelarut dan menentukan
kadar Ni dalam sampel. Percobaan ini memiliki lima prosedur, diantaranya yaitu
pembuatan larutan standar Ni; preparasi sampel; dan pengukuran dengan
spektrofotometer.
Prosedur yang pertama yaitu pembuatan larutan standar Ni. Langkah
pertama yaitu logam Ni sebanyak 6,236 gram ditambahkan dengan 15 mL HNO3 6
M. Fungsi penambahan HNO3 adalah untuk melarutkan logam Ni. Larutan
kemudian diaduk hingga logam Ni larut dengan sempurna. Perubahan warna yang
terjadi adalah menjadi hijau jernih. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
5Ni (s) + 12HNO3 (aq) → 5Ni(NO3)2 (aq) + 6H2O (l) + N2 (g) ……………… (4.1)
Langkah selanjutnya ditambahkan NaOH 2,5 M sampai terbentuk endapan nikel
hidroksida. Fungsi penambahan NaOH adalah untuk menetralkan larutan.
Reaksinya adalah sebagai berikut:
Ni(NO3)2 (aq) + 2NaOH (aq) → Ni(OH)2 (s) + 2NaNO3 (aq) ………………… (4.2)
Langkah berikutnya ditambahkan dengan asam asetat 6 M tetes demi tetes disertai
dengan pengadukan, hingga endapan larut kembali. Asam asetat berfungsi sebagai
pelarut untuk melarutkan kembali endapan yang dibentuk. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut:
Ni(OH)2 (s) + 2CH3COOH (aq) → (CH3COO)2Ni (aq) + 2H2O (l) ………… (4.3)
Larutan Ni lalu dimasukkan dalam labu ukur 100 mL, kemudian diencerkan dengan
akuades hingga tanda batas dan dilakukan pengocokan. Pengocokan dilakukan agar
larutan tercampur sempurna. Langkah berikutnya dipipet 10 mL larutan Ni dan
dimasukkan dalam labu ukur 50 mL. Akuades kemudian ditambahkan pada labu
ukur 50 mL hingga tanda batas, lalu labu ukur dikocok agar tercampur sempurna.
Hal ini dilakukan untuk mengencerkan kembali larutan hingga diperoleh larutan Ni
dengan konsentrasi 100 ppm.
Prosedur kedua yaitu preparasi atau pembuatan larutan sampel. Sampel
yang digunakan berupa alloy, yaitu campuran logam dengan unsur non logam.
Prosedur ini mirip dengan prosedur yang pertama, yang membedakan hanya pada
sampel yang digunakan. Langkah pertama yaitu sampel sebanyak 0,1gram
dilarutkan dengan HNO3 6 M, kemudian diaduk hingga sampel larut dengan
sempurna. Fungsi HNO3 adalah sebagai pelarut. Langkah kedua yaitu ditambahkan
dengan NaOH 2,5 M setetes demi setetes hingga terbentuk endapan. Fungsi
penambahan NaOH yaitu untuk menetralkan larutan. Langkah ketiga, ditambahkan
dengan asam asetat 6 M hingga endapan larut kembali. Penambahan asam asetat
berfungsi untuk melarutkan kembali endapan yang terbentuk. Langkah berikutnya
yaitu sampel diencerkan dengan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian
ditambahkan dengan akuades hingga tanda batas. Pengocokan selanjutnya
dilakukan agar sampel tercampur sempurna. Langkah selanjutnya sampel
diencerkan kembali dengan diambil 10 mL larutan sampel dan dimasukkan dalam
50 mL labu ukur. Sampel kemudian ditambahkan dengan akuades hingga tanda
batas, dan dilakukan pengocokan agar sampel tercampur sempurna.
Prosedur ketiga adalah proses ekstraksi pelarut. Langkah pertama adalah
disediakan tujuh tabung reaksi, kemudian dimasukkan masing-masing larutan Ni
100 ppm dengan volume 0,5 mL; 1 mL; 1,5 mL; 2 mL; dan 2,5 mL ke dalam tabung
reaksi 1-5 secara berturut-turut. Langkah berikutnya dipipet sejumlah volume
akuades ke dalam lima tabung reaksi tersebut hingga volume total setiap tabung
menjadi 5 mL. Fungsi penambahan akuades adalah untuk menambah volume pada
larutan, agar volume setiap larutan menjadi sama. Tabung reaksi 6 ditambahkan
dengan akuades, sedangkan tabung reaksi 7 ditambahkan dengan larutan sampel
sebanyak 5 mL. Larutan sampel tersebut nantinya akan dicari kandungan logam Ni
yang ada di dalamnya. Langkah selanjutnya setelah larutan disiapkan yaitu
penambahan beberapa reagen ke dalam setiap tabung reaksi secara berturut-turut.
Penambahan reagen ini dilakukan sebelum proses ekstraksi karena logam Ni
merupakan logam yang tidak larut dalam senyawa nonpolar, sehingga untuk
melarutkannya logam Ni harus diubah menjadi senyawa nonpolar dengan
membentuk senyawa kompleks Ni(DMG)2 tersebut. Dimetil glioksin (DMG) yang
ditambahkan berperan sebagai agen pengompleks atau ligan. Ion logam Ni2+ akan
berikatan kovalen dengan dimetil glioksin dan menghasilkan senyawa kompleks
Ni(DMG)2. Pembentukan senyawa kompleks tersebut dimaksudkan agar logam Ni
dapat terekstraksi ke fase organic dan akhirnya menghasilkan senyawa berwarna.
Warna tersebutlah yang dapat diukur dalam alat spektrofotometer.
Reagen pertama yang ditambahkan adalah natrium tartrat sebanyak 0,25
gram. Fungsi penambahan natrium tartrat yaitu untuk membentuk kompleks Fe(III)
yang ada di dalam campuran. Reagen kedua yaitu ditambahkan 2,5 mL buffer asetat
ke dalam setiap tabung reaksi. Penambahan buffer asetat berfungsi untuk membuat
larutan menjadi sedikit asam atau untuk mempertahankan pH larutan. Ion Ni2+ dapat
membentuk kompleks dengan DMG pada suasana sedikit asam. Reagen ketiga
yaitu natrium tiosulfat sebanyak 1,25 gram. Fungsi penambahan natrium tiosulfat
yaitu untuk membentuk kompleks anionik Cu(S2O3)2- yang tidak terekstrak dalam
kloroform. Reagen keempat yang ditambahkan adalah hidroksilamin hidroklorida
10% sebanyak 1 mL. Reagen hidroksilamin hidroklorida berfungsi untuk mencegah
adanya oksidasi pada kompleks Ni menjadi Ni(V) yang memiliki spektrum
absorbansi berbeda. Reagen berikutnya adalah dimetil glioksim 1% sebanyak 1 mL.
Penambahan ini berfungsi untuk membentuk kompleks Ni(DMG)2. Penambahan
reagen ini akan memberikan warna ungu pada larutan. Reaksi setelah penambahan
reagen adalah sebagai berikut:
Ni2+ (aq) + C4H8N2O2 (DMG) (aq) → C8H14N4NiO4 [Ni(DMG)2] (aq) ……… (4.4)
Setiap tabung kemudian dikocok setiap penambahan satu reagen agar larutan
bercampur sempurna dengan reagen. Langkah berikutnya ditambahkan 10 mL
kloroform pada setiap tabung, kemudian dilakukan pengocokan selama 3 menit
untuk setiap tabung sehingga terjadi pendistribusian Nikel ke dalam dua fasa.
Penambahan kloroform adalah sebagai pelarut untuk melarutkan kompleks Ni pada
proses ekstraksi. Penambahan kloroform menghasilkan dua fasa yang berbeda pada
larutan, dengan pelarut kloroform yang berada pada lapisan bawah. Logam Ni yang
telah berupa senyawa kompleks dapat larut dalam kloroform dan berada di lapisan
bawah. Campuran lalu didiamkan untuk beberapa saat dan ditutup dengan
aluminium foil, agar kedua fasa terpisah sempurna. Aluminium foil berfungsi untuk
mencegah penguapan kloroform dan agar larutan tidak tumpah ketika dikocok.
Langkah selanjutnya adalah dilakukan pengocokan pada setiap tabung.
Prosedur terakhir adalah pengukuran dengan spektrofotometer. Larutan
kloroform dipipet ke dalam kuvet, untuk mengurangi penguapan ditambahkan
sedikit air ke dalam kuvet. Langkah selanjutnya diukur absorbansi setiap larutan
yang diperoleh dari hasil ekstraksi pada panjang gelombang 420 nm. Panjang
gelombang 420 nm digunakan pada pengukuran ini karena pada larutan tersebut
tidak hanya mengandung senyawa kompleks Ni(DMG)2, tetapi juga Cu dan Fe
senyawa kompleks. Sehingga pengukuran absorbansi dilakukan pada panjang
gelombang 420 nm, di mana pada panjang gelombang tersebut spesifik cahaya akan
menyerap warna yang ditimbulkan senyawa kompleks Ni(DMG)2 dan cahaya dari
senyawa kompleks lain tidak akan ikut diserap. Jadi, senyawa kompleks yang lain
tidak dapat mempengaruhi konsentrasi Ni yang diperoleh. Langkah berikutnya
dibuat kurva kalibrasi dari absorbansi larutan standar yang diplotkan dengan
konsentrasinya. Larutan standar dengan volume dan konsentrasi yang berbeda
bertujuan untuk membandingkan hasil pengukuran, serta agar kurva kalibrasi dapat
dibuat dan persamaan regresi nantinya bisa diperoleh.
Kurva yang diperoleh mengarah ke atas (uptrend). Dari hasil kurva yang
didapatkan tersebut dapat disimpulkan bahwa konsentrasi larutan berbanding lurus
dengan nilai absorbansinya. Hasil yang diperoleh tersebut sudah sesuai dengan
literatur yang menyebutkan bahwa ketika konsentrasi larutan yang makin
ditingkatkan, maka absorbansinya juga meningkat (Sahi et al, 2021). Persamaan
regresi kemudian dapat diperoleh dengan cara membandingkan konsentrasi Ni pada
masing-masing volume 0,5; 1; 1,5; 2; dan 2,5 mL dalam ppm dengan absorbansi
larutan standar yang terukur pada spektrofotometer menggunakan panjang
gelombang 420 nm. Persamaan regresi larutan standar diperoleh dari kurva
kalibrasi yaitu sebesar y = 0,0286x + 0,0122. Absorbansi sampel juga diukur dan
dihitung, kemudian diperoleh absorbansi sampel 0,1668. Kadar Ni yang ada dalam
larutan sampel selanjutnya dihitung dengan menginput absorbansi sampel pada
persamaan regresi yang diperoleh dan didapat kadar Ni dalam sampel sebesar 5,4
ppm. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi Ni pada sampel sebesar 5,4 ppm.
V. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum ekstrasi pelarut ini adalah
sebagai berikut:
1. Pemisahan logam Ni dari campuran dapat dilakukan dengan ekstraksi
pelarut. Ekstraksi pelarut merupakan proses pemisahan suatu komponen
dari suatu campuran berdasarkan proses distribusi terhadap dua pelarut yang
tidak saling bercampur. Proses ekstraksi Ni dilakukan dengan penambahan
beberapa reagen untuk membentuk senyawa kompleks. Senyawa kompleks
tersebut kemudian dapat larut dalam kloroform yang termasuk pelarut
nonpolar. Senyawa kompleks Ni memiliki warna keunguan yang dapat
diserap spektrofotometer.
2. Kadar Ni dalam sampel dapat diperoleh dengan memasukkan absorbansi
sampel pada persamaan regresi yang diperoleh. Persamaan regresi diperoleh
dari kurva perbandingan antara konsentrasi larutan standar dengan
absorbansinya. Kurva yang diperoleh cenderung naik (uptrend) yang
membuktikan bahwa semakin tinggi konsentrasi, maka nilai absorbansinya
juga akan meningkat. Kadar Ni yang diperoleh sebesar 5,4 ppm.
DAFTAR PUSTAKA
Bibo, F. J., H. Birke, H. Bohm, dan W. Czysz. 2012. Water Analysis A Practical
Guide to Physico-Chemical, Chemical and Microbiological Water
Examination and Quality Assurance. Berlin: Springer Berlin Heidelberg.

Dewi, L. K., D. L, Friatnasary, W. Herawati, V. Nurhadianty, dan C. Cahyani. 2018.


Studi Perbandingan Metode Isolasi Ekstraksi Pelarut dan Destilasi Uap
Minyak Atsiri Kemangi terhadap Komposisi Senyawa Aktif. Jurnal
Rekayasa Bahan Alam dan Energi Berkelanjutan. 2(1): 13-19.

Labchem. 2021. Material Safety Data Sheet of Acetic acid [Serial Online].
http://www.labchem.com/tools/msds/msds/LC10100.pdf. (diakses pada
13 November 2021).

Labchem. 2021. Material Safety Data Sheet of Acetate Buffer [Serial Online].
http://www.labchem.com/tools/msds/msds/75002.pdf. (diakses pada 13
November 2021).

Labchem. 2021. Material Safety Data Sheet of Chloroform [Serial Online].


http://www.labchem.com/tools/msds/msds/LC13040.pdf. (diakses pada
13 November 2021).

Labchem. 2021. Material Safety Data Sheet of Dimethylglyoxime [Serial Online].


http://www.labchem.com/tools/msds/msds/LC13596.pdf. (diakses pada
13 November 2021).

Labchem. 2021. Material Safety Data Sheet of Hydroxylamine hydrochloride


[Serial Online].
http://www/labchem.com/tools/msds/msds/LC15515.pdf. (diakses pada
13 November 2021).

Labchem. 2021. Material Safety Data Sheet of Nitric acid [Serial Online].
http://www.labchem.com/tools/msds/msds/LC17700.pdf. (diakses pada
13 November 2021).
Labchem. 2021. Material Safety Data Sheet of Sodium hydroxide [Serial Online].
http://www.labchem.com/tools/msds/msds/LC23900.pdf. (diakses pada
13 November 2021).

Labchem. 2021. Material Safety Data Sheet of Sodium tartrate [Serial Online].
http://www.labchem.com/tools/msds/msds/LC24945.pdf. (diakses pada
13 November 2021).

Pranowo, H. D. 2020. Kimia Organik Fisik. Yogyakarta: Gajah Mada University


Press.

Pubchem. 2021. Material Safety Data Sheet of Sodium thiosulfate [Serial Online].
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Sodium-thiosulfate.
(diakses pada 13 November 2021).

Pubchem. 2021. Material Safety Data Sheet of Nickel chloride [Serial Online].
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Nickel-chloride. (diakses
pada 20 November 2021).

Rifai, G., I. W. R. Widarta, K. A. Nocianitri. 2018. Pengaruh Jenis Pelarut dan


Rasio Bahan dengan Pelarut terhadap Kandungan Senyawa Fenolik dan
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Alpukat (Persea americana Mill.).
Jurnal ITEPA. 7(2): 22-32.

Rohmah, J. dan C. S. Rini. 2020. Kimia Analisis. Sidoarjo: UMSIDA Press.

Sahi, M. R., Fatimawali, dan J. P. Siampa. 2021. Ekstraksi dan Optimasi Antosianin
Daun Gedi Merah (Abelmoschus Manihot (L.) Medik) dengan Metode
Spektrofotometri UV-VIS. PHARMACON. 10(1): 668-675.

Sastrohamidjojo, H. 2018. Dasar-Dasar Spektroskopi. Yogyakarta: Gajah Mada


Uiversity Press.

Yazid, E. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Yogyakarta: ANDI.


LAMPIRAN
DATA PENGAMATAN

Volume standar Ni Absorbansi


(mL)
0,5 0,079
0,078
0,079
0,079
0,079
1 0,128
0,128
0,127
0,126
0,128
1,5 0,179
0,174
0,179
0,178
0,174
2 0,218
0,216
0,214
0,218
0,216
2,5 0,267
0,268
0,268
0,266
0,266
Sampel 0,169
0,164
0,168
0,164
0,169
PERHITUNGAN
1. Massa yang diperlukan untuk membuat larutan Ni 100 ppm
• Mol Ni =VxM
= 100 mL x 0,04 M
= 0,1 L x 0,04 M
= 0,004 mol

• Massa Ni = mol Ni x Ar Ni
= 0,004 mol x 58,7 g/mol
= 0,2348 gram

2. Konsentrasi Ni setelah pengeceran menjadi 50mL


M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x 10 mL = M2 x 50 mL
100 ppm x 10 mL
M2 = 50 mL

M2 = 20 ppm

3. Konsentrasi Ni tiap volume


• 0,5 mL
M1 x V1 = M2 x V2
20 ppm x 0,5 mL = M2 x 5 mL
20 ppm x 0,5 mL
M2 = 5 mL

M2 = 2 ppm

• 1,0 mL
M1 x V1 = M2 x V2
20 ppm x 1,0 mL = M2 x 5 mL
20 ppm x 1,0 mL
M2 = 5 mL

M2 = 4 ppm
• 1,5 mL
M1 x V1 = M2 x V2
20 ppm x 1,5 mL = M2 x 5 mL
20 ppm x 1,5 mL
M2 = 5 mL

M2 = 6 ppm

• 2,0 mL
M1 x V1 = M2 x V2
20 ppm x 2,0 mL = M2 x 5 mL
20 ppm x 2,0 mL
M2 = 5 mL

M2 = 8 ppm

• 2,5 mL
M1 x V1 = M2 x V2
20 ppm x 2,5 mL = M2 x 5 mL
20 ppm x 2,5 mL
M2 = 5 mL

M2 = 10 ppm

4. Rata-rata Absorbansi
• 0,5 mL
0,079 + 0,078 + 0,079 + 0,079 + 0,079
Rata-rata Absorbansi = 5

= 0,0788
• 1,0 mL
0,128 + 0,128 + 0,127 + 0,126 + 0,128
Rata-rata Absorbansi = 5

= 0,1274
• 1,5 mL
0,179 + 0,174 + 0,179 + 0,178 + 0,174
Rata-rata Absorbansi = 5

= 0,1768
• 2,0 mL
0,218 + 0,216 + 0,214 + 0,218 + 0,216
Rata-rata Absorbansi = 5

= 0,2164
• 2,5 mL
0,267 + 0,268 + 0,268 + 0,266 + 0,266
Rata-rata Absorbansi = 5

= 0,3206
• sampel
0,169 + 0,164 + 0,168 + 0,164 + 0,169
Rata-rata Absorbansi = 5

= 0,1668

5. Konsentrasi Sampel

Grafik Konsentrasi vs Absorbansi


0,35 0,3206

0,3

0,25 0,2164 y = 0,0286x + 0,0122


R² = 0,9634
Absorbansi

0,2 0,1768

0,15 0,1274 Kurva


Linear (Kurva)
0,1 0,0788

0,05

0
0 2 4 6 8 10 12
Konsentrasi
Y = rata-rata absorbansi sampel
Y = 0,0286x + 0,0122
0,1668 = 0,0286x + 0,0122
0,1668 - 0,0122 = 0,0286x
0,1546 = 0,0286x
x = 5,4 ppm

Tabel Hasil
Volume Ni (mL) Absorbansi Konsentrasi (ppm)
0,5 0,0788 2
1 0,1274 4
1,5 0,1768 6
2 0,2164 8
2,5 0,3206 10
sampel 0,1668 5,4

Anda mungkin juga menyukai