Oleh
Nama : Sephia Salsabilah Firdaus
NIM : 201810301061
Kelas/Kelompok : A/5
Nama Asisten : Auliea Safitri
LABORATORIUM KIMIA ANALITIK
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2021
I. Tujuan
- Memisahkan logam Ni dari campuran dengan ekstraksi pelarut
- Menentukan kadar Ni dalam sampel
II. Tinjauan Pustaka
II.1 MSDS (Material Safe Data Sheet)
II.1.1 Aquades (H2O)
Aquades adalah senyawa kimia yang memiliki rumus molekul H2O.
Aquades berwujud cairan, tidak bewarna, tidak berbau, tidak mudah terbakar, dan
memiliki pH netral yaitu = 7. Titik lebur 0oC, dan titik didih 100oC, dengan
temperatur kritis 374,1oC, tekanan kritis 218,3 atm, serta tekanan uap 17,535
mmHg. Tekanan pada 50oC adalah 92,51 mmHg, kepadatan relatif 1, dan densitas
0,99823 g/ml. Senyawa ini bermassa molekul 18 g/mol dengan viskositas
kinematis 1,004 mm2/dtk, sedangkan viskositas dinamis 1,002 cP. Aquadess
(H2O) dapat larut dalam senyawa asam asetat, aseton, amonia, amonium klorida,
etanol, gliserol, asam klorida, metanol, asam nitrat, asam sulfat, natrium
hidroksida dan lain – lain. Aquades dapat larut dalam berbagai senyawa karena
aquades merupakan salah satu pelarut utama polar yang digunakan untuk
mengencerkan larutan pekat. Aquades tidak diklasifikasikan sebagai bahan kimia
berbahaya dan diperkirakan tidak menimbulkan bahaya yang signifikan dalam
kondisi penggunaan normal yang diantisipasi.(Labchem, 2021)
II.1.2 Buffer Asetat
Buffer asetat adalah senyawa yang berfase cairan tidak berwarna dengan
bau yang mirip seperti cuka. Senyawa ini memiliki pH antara 4 sampai 4,6,
densitas relatif sebesar 1.000 g/cm3, sedangkan densitasnya sebesar > 1.5, dan
tingkat penguapan lebih besar daripada eter. Produk penguraian berbahaya yang
terbentuk dalam kondisi kebakaran. yaitu karbon monoksida, dan karbon dioksida
tetapi senyawa buffer asetat sendiri tidak tergolong dalam senyawa yang mudak
terbakar. Bahan yang tidak cocok dengan buffer asetat diantaranya, oksidator
kuat, logam, amina, alkohol, peroksida, dan permanganat, misalnya kalium
permanganat.
Penanganan pertama jika terkena bahan kimia ini antara lain. Mata : basuh
mata dengan air yang banyak, dan sesekali mengangkat kelopak mata bagian
bawah serta atas, kemudian segera dapatkan pertolongan medis. Kulit : basuh
kulit yang terkontaminasi dengan air, jika bahan ini dapat menembus pakaian
yang sedang dipakai, segera lepas pakaian dan basuh kulit dengan air, dan
dapatkan pertolongan medis. Korban menghirup dalam jumlah yang cukup besar,
segera pindahkan ke luar ruangan untuk menghirup udara segar. Pernapasan
terhenti lakukan resusitasi dari mulut ke mulut dan jaga korban agar tetap hangat.
Tertelan : berikan air untuk mengencerkan senyawa yang tertelan minimal
sebanyak 2 gelas dan dapatkan pertolongan medis sesegera mungkin. (Labchem,
2021)
II.1.3 Dimetilglioksin (dalam air) 1% (C4H8N2O2)
Dimetilglioksin merupakan senyawa kimia yang memiliki rumus molekul
C4H8N2O2. Senyawa ini dapat berfase cairan tidak berwarna dan berfase padatan
berwarna kuning atau putih serta sedikit berbau. Dimetilglioksin mempunyai titik
leleh sebesar 239 - 243°C, bermassa molekul 116.12 g/mol dan dapat larut dalam
air dengan kelarutan sebesar 0,6 g/l. Senyawa atau campuran ini adalah padatan
yang mudah menyala dengan kategori 2 dan hasil pembakarannya berupa nitrogen
oksida dan karbon monoksida. Reaksi yang hebat dapat terjadi dengan
pengoksidasi kuat dan asam.
Penanganan pertama jika terkena bahan kimia ini antara lain. Mata : basuh
mata dengan air yang banyak, dan sesekali mengangkat kelopak mata bagian
bawah serta atas, kemudian segera dapatkan pertolongan medis. Kulit : basuh
kulit yang terkontaminasi dengan air, jika bahan ini dapat menembus pakaian
yang sedang dipakai, segera lepas pakaian dan basuh kulit dengan air, dan
dapatkan pertolongan medis. Korban menghirup dalam jumlah yang cukup besar,
segera pindahkan ke luar ruangan untuk menghirup udara segar. Pernapasan
terhenti lakukan resusitasi dari mulut ke mulut dan jaga korban agar tetap hangat.
Tertelan : berikan air untuk mengencerkan senyawa yang tertelan minimal
sebanyak 2 gelas dan dapatkan pertolongan medis sesegera mungkin. (Labchem,
2021)
II.1.4 Hidroksilamin Hidroklorida (dalam air) 10% (NH2OH.HCl)
Hidroksilamin hidroklorida merupakan senyawa kimia dengan rumus
molekul NH2OH.HCl. Senyawa ini berfase padatan dalam bentuk kristal ataupun
serbuk berwarna putih, tidak berbau dengan pH 3.2, dan titik lebur sebesar 152°C.
Hidroksilamin hidroklorida mempunyai densitas relatif dan densitas sebesar 1,7
dan 1670 kg/m³, serta bermassa molekul sebesar 69.49 g/mol. Senyawa ini dapat
larut dalam air, etanol, metanol, gliserol dan propilen glikol dengan kelarutan
dalam air sebesar 95 g/100ml sedangkan pada etanol sebesar 437 g/100ml.
Hidroksilamin hidroklorida dapat terurai secara perlahan pada udara lembab dan
saat terkena air, beresiko menghasilkan ledakan jika terpapar suhu yang tinggi,
dan saat terbakar melepaskan gas/ uap beracun dan korosif berupa uap nitro atau
hidrogen klorida.
Penanganan pertama jika terkena bahan kimia ini antara lain. Mata : basuh
mata dengan air yang banyak, dan sesekali mengangkat kelopak mata bagian
bawah serta atas, kemudian segera dapatkan pertolongan medis. Kulit : basuh
kulit yang terkontaminasi dengan air, jika bahan ini dapat menembus pakaian
yang sedang dipakai, segera lepas pakaian dan basuh kulit dengan air, dan
dapatkan pertolongan medis. Korban menghirup dalam jumlah yang cukup besar,
segera pindahkan ke luar ruangan untuk menghirup udara segar. Pernapasan
terhenti lakukan resusitasi dari mulut ke mulut dan jaga korban agar tetap hangat.
Tertelan : berikan air untuk mengencerkan senyawa yang tertelan minimal
sebanyak 2 gelas dan dapatkan pertolongan medis sesegera mungkin. (Labchem,
2021)
II.1.5 Kloroform (CHCl3)
Kloroform merupakan senyawa kimia yang mempunyai rumus molekul
CHCl3. Senyawa ini berfase cairan, tidak berwarna, berbau manis seperti eter
dengan ambang bau sebesar 133 - 276 ppm. Titik didih 61℃, titik lebur -64℃,
temperatur kritis 263℃, tekanan kritis 54702 hPa, tekanan uap 209.5 hPa dan laju
penguapan relatif 1,9 - 11,6. Kloroform mempunyai bermacam – macam densitas
diantaranya densitas uap relatif 4.1, densitas relatif 1,49, densitas relatif
campuran gas / udara jenuh adalah 1.7, sedangkan densitasnya 1490 kg/m3. Massa
molekul senyawa ini yaitu sebesar 119,38 g/mol, dan sulit larut dalam air tetapi
dapat larut dalam etanol, eter, aseton, minyak, karbondisulfida, nafta, serta
tetraklorometana. Kloroform (CHCl3) dapat menyebabkan iritasi kulit,
menyebabkan gangguan mata berat, beracun jika dihirup, dan diduga dapat
menyebabkan kanker, dan kerusakan organ pada hati serta ginjal.
Penanganan pertama jika terkena bahan kimia ini antara lain. Mata : basuh
mata dengan air yang banyak, dan sesekali mengangkat kelopak mata bagian
bawah serta atas, kemudian segera dapatkan pertolongan medis. Kulit : basuh
kulit yang terkontaminasi dengan air, jika bahan ini dapat menembus pakaian
yang sedang dipakai, segera lepas pakaian dan basuh kulit dengan air, dan
dapatkan pertolongan medis. Korban menghirup dalam jumlah yang cukup besar,
segera pindahkan ke luar ruangan untuk menghirup udara segar. Pernapasan
terhenti lakukan resusitasi dari mulut ke mulut dan jaga korban agar tetap hangat.
Tertelan : berikan air untuk mengencerkan senyawa yang tertelan minimal
sebanyak 2 gelas dan dapatkan pertolongan medis sesegera mungkin. (Labchem,
2021)
II.1.6 Larutan Asam Asetat (CH3COOH 6 M)
Asam asetat atau yang sering dikenal dengan cuka dapur adalah senyawa
kimia yang memiliki rumus molekul CH3COOH. Senyawa ini berfase cairan tidak
berwarna, dan baunya seperti cuka yang menyengat, dengan pH 2,4. Asam asetat
mempunyai titik lebur 17°C, titik didih 118°C, titik nyala 39 °C temperatur kritis
322°C, tekanan kritis 45.300 hPa, dan laju penguapan relatif 0,97 – 11 dengan
tekanan uap 20.79 hPa. Asam asetat mempunyai bermacam – macam densitas
diantaranya densitas relatif 1.04. densitas uap relatif 2.1, dan densitas relatif
campuran gas / udara jenuh adalah 1, sedangkan densitasnya 1040 kg/m³. Massa
molekul asam asetat yaitu 60.05 g/mol., dan dapat larut dalam air, eter, etanol,
aseton dan tetraklometana. Bereaksi hebat dengan beberapa basa menghasilkan
panas. Kondisi yang harus dihindari yaitu temperatur yang sangat tinggi atau
rendah, dan bahan yang tidak cocok. Bereaksi keras dengan basa, tembaga, perak,
merkuri, magnesium, dan seng. Efek yang dirasakan saat dihirup yaitu batuk
kering, sakit tenggorokan, kesulitan bernapas bahkan dapat menyebabkan
penyakit pneumonia dan edema paru. Efek jika terkena kulit yaitu luka bakar
kaustik pada kulit. Efek jika tertelan mukosa terasa seperti terbakar, diare, syok,
dan tekanan arteri rendah.
Penanganan pertama jika terkena bahan kimia ini antara lain. Mata : basuh
mata dengan air yang banyak, dan sesekali mengangkat kelopak mata bagian
bawah serta atas, kemudian segera dapatkan pertolongan medis. Kulit : basuh
kulit yang terkontaminasi dengan air, jika bahan ini dapat menembus pakaian
yang sedang dipakai, segera lepas pakaian dan basuh kulit dengan air, dan
dapatkan pertolongan medis. Korban menghirup dalam jumlah yang cukup besar,
segera pindahkan ke luar ruangan untuk menghirup udara segar. Pernapasan
terhenti lakukan resusitasi dari mulut ke mulut dan jaga korban agar tetap hangat.
Tertelan : berikan air untuk mengencerkan senyawa yang tertelan minimal
sebanyak 2 gelas dan dapatkan pertolongan medis sesegera mungkin. (Labchem,
2021)
II.1.7 Larutan Asam Nitrat (HNO3 6M)
HNO3 adalah rumus molekul dari senyawa asam nitrat. Senyawa ini
berfase cairan berwarna kuning, merah, atau tak berwarna, serta memiliki bau
yang tajam dan mencekik dengan ambang bau sebesar 0.29 - 0.98 ppm. Asam
nitrat mempunyai pH = 1, titik leleh dengan rentang antara -42 sampai -38 °C,
sedangkan titik didih antara 83°C sampai 122°C, dan tekanan uap 7.3 - 58.5 hPa.
Senyawa ini memiliki densitas uap relatif sebesar 2.2, densitas relatif 1.4 - 1.5,
dan kepadatan relatif campuran gas / udara jenuh yaitu 1.01 sedangkan untuk
densitas spesifiknya adalah 1413 - 1513 kg/m³. Asam nitrat bermassa molekul
63.01 g/mol, serta dapat larut dalam air dan eter. Asam nitrat pekat bereaksi
secara eksotermis dengan air, kenaikan suhu akan mengakibatkan senyawa terurai
dan menyebabkan pelepasan racun, dan bersifat korosif. Senyawa ini dapat
mengakibatkan ledakan jika bereaksi dengan beberapa senyawa seperti pereduksi
kuat, beberapa basa, senyawa organik, dan bahan yang mudah terbakar.
Penanganan pertama jika terkena bahan kimia ini antara lain. Mata : basuh
mata dengan air yang banyak, dan sesekali mengangkat kelopak mata bagian
bawah serta atas, kemudian segera dapatkan pertolongan medis. Kulit : basuh
kulit yang terkontaminasi dengan air, jika bahan ini dapat menembus pakaian
yang sedang dipakai, segera lepas pakaian dan basuh kulit dengan air, dan
dapatkan pertolongan medis. Korban menghirup dalam jumlah yang cukup besar,
segera pindahkan ke luar ruangan untuk menghirup udara segar. Pernapasan
terhenti lakukan resusitasi dari mulut ke mulut dan jaga korban agar tetap hangat.
Tertelan : berikan air untuk mengencerkan senyawa yang tertelan minimal
sebanyak 2 gelas dan dapatkan pertolongan medis sesegera mungkin. (Labchem,
2021)
II.1.8 Larutan Natrium Hidroksida (NaOH 2,5 M)
NaOH merupakan rumus molekul dari senyawa kimia natrium hidroksida.
Senyawa ini berwujud padatan dengan penampilan seperti kristal padat atau
serbuk berwarna putih, dapat pula berfase cairan tidak berwarna dan tidak berbau.
Senyawa ini mempunyai pH ≥ 14, titik leleh 323oC, titik didih 1388 oC, tekanan
uap < 0.1 hPa, dan densitas 2130 kg/m³, densitas 1,1 g/ml. Natrium hidroksida
bermassa molekul 40 g/mol, dan dapat larut dalam air, etanol, metanol, dan
gliserol dengan konsentrasi saturasi sebesar 671 g/m³. NaOH ketika dilarutkan
ke dalam air akan melepaskan kalor cukup besar, yang mungkin cukup untuk
menyalakan bahan yang mudah terbakar, dan bersifat sangat korosif
Natrium hidroksida bisa sangat mengiritasi kulit, mata, dan selaput lendir,
dan beracun jika tertelan. NaOH dapat menyebabkan luka bakar kulit yang parah
dan kerusakan mata, jika terhisap dapat menyebabkan kerusakan pada saluran
pernapasan bagian atas dan paru-paru itu sendiri, serta berdampak mengiritasi
hidung hingga pnemonitis. Penanganan pertama jika terkena bahan kimia ini
antara lain. Mata : basuh mata dengan air yang banyak, dan sesekali mengangkat
kelopak mata bagian bawah serta atas, kemudian segera dapatkan pertolongan
medis. Kulit : basuh kulit yang terkontaminasi dengan air, jika bahan ini dapat
menembus pakaian yang sedang dipakai, segera lepas pakaian dan basuh kulit
dengan air, dan dapatkan pertolongan medis. Korban menghirup dalam jumlah
yang cukup besar, segera pindahkan ke luar ruangan untuk menghirup udara
segar. Pernapasan terhenti lakukan resusitasi dari mulut ke mulut dan jaga korban
agar tetap hangat. Tertelan : berikan air untuk mengencerkan senyawa yang
tertelan minimal sebanyak 2 gelas dan dapatkan pertolongan medis sesegera
mungkin. (Labchem, 2021)
II.1.9 Natrium asetat (CH3COONa)
Natrium asetat adalah senyawa kimia dengan rumus molekul CH3COONa.
Senyawa ini berfase padat dalam bentuk serbuk berwarna putih atau tidak
berwarna, dan tidak berbau, dengan rentang pH antara 7,5 sampai 9,2. Titik lebur
324°C, titik didih > 400 °C, titik nyala > 250 °C, dan densitas 1,52 g/cm3. Natrium
asetat dapat larut dalam air dengan kelarutan sebesar 365 g/l, bermassa molekul
136.08 g/mol, bersifat higroskopik, dan membentuk campuran yang dapat
meledak dengan udara pada pemanasan terus-menerus. Senyawa ini dapat
beresiko meledak dengan: nitrat, dan bereaksi eksotermik dengan fluorin
Penanganan pertama jika terkena bahan kimia ini antara lain. Mata : basuh
mata dengan air yang banyak, dan sesekali mengangkat kelopak mata bagian
bawah serta atas, kemudian segera dapatkan pertolongan medis. Kulit : basuh
kulit yang terkontaminasi dengan air, jika bahan ini dapat menembus pakaian
yang sedang dipakai, segera lepas pakaian dan basuh kulit dengan air, dan
dapatkan pertolongan medis. Korban menghirup dalam jumlah yang cukup besar,
segera pindahkan ke luar ruangan untuk menghirup udara segar. Pernapasan
terhenti lakukan resusitasi dari mulut ke mulut dan jaga korban agar tetap hangat.
Tertelan : berikan air untuk mengencerkan senyawa yang tertelan minimal
sebanyak 2 gelas dan dapatkan pertolongan medis sesegera mungkin. (Labchem,
2021)
II.1.10 Natrim Tartrat (Na2C4H4O6)
Na2C4H4O6 merupakan rumus molekul dari senyawa kimia natrium tartrat.
Senyawa ini berfase padatan dalam bentuk serbuk berwarna putih dengan rentang
pH antara 7 sampai 9. Natrium tartrat memiliki titik lebur sebesar 150°C, densitas
relatif sebesar 1.82, massa molekul yaitu 230.08 g/mol. Senyawa ini dapat larut
dalam air dengan kelarutan sebesar 29 g/100ml, dan bahan yang tidak cocok
dengan senyawa ini antara lain, asam kuat, basa kuat, dan oksidasi kuat. Bahaya
penguraian dari senyawa ini yaitu karbon monoksida dan karbon dioksida, tetapi
senyawa ini sendiri tidak tergolong dalam senyawa yang mudah terbakar
Penanganan pertama jika terkena bahan kimia ini antara lain. Mata : basuh
mata dengan air yang banyak, dan sesekali mengangkat kelopak mata bagian
bawah serta atas, kemudian segera dapatkan pertolongan medis. Kulit : basuh
kulit yang terkontaminasi dengan air, jika bahan ini dapat menembus pakaian
yang sedang dipakai, segera lepas pakaian dan basuh kulit dengan air, dan
dapatkan pertolongan medis. Korban menghirup dalam jumlah yang cukup besar,
segera pindahkan ke luar ruangan untuk menghirup udara segar. Pernapasan
terhenti lakukan resusitasi dari mulut ke mulut dan jaga korban agar tetap hangat.
Tertelan : berikan air untuk mengencerkan senyawa yang tertelan minimal
sebanyak 2 gelas dan dapatkan pertolongan medis sesegera mungkin. (Labchem,
2021)
II.1.11 Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)
Natrium tiosulfat adalah senyawa kimia dengan rumus molekul Na2S2O3.
Senyawa ini berfase padatan dalam bentuk kristal berwarna putih atau tidak
berwarna, dan tidak berbau, dalam fase cairan mempunyai rentang pH antara 6 –
8,4. Natrium tiosulfat mempunyai titik didih dan titik lebur sebesar 100°C, dan
45°C, serta densitas sebesar 1.73 g/cm³. Senyawa ini bermassa molekul 248.18
g/mol, dapat larut dalam air, dan amonia dengan kelarutan dalam air sebesar 79.4
g/100ml, tetapi tidak dapat larut dalam pelarut organik. Bahan yang tidak cocok
dengan senyawa ini adalah pengoksidasi kuat, dan dapat menghasilkan produk
penguraian berbahaya dalam bentuk senyawa sulfur, tetapi senyawa ini sendiri
tidak tergolong dalam senyawa yang mudah terbakar.
Penanganan pertama jika terkena bahan kimia ini antara lain. Mata : basuh
mata dengan air yang banyak, dan sesekali mengangkat kelopak mata bagian
bawah serta atas, kemudian segera dapatkan pertolongan medis. Kulit : basuh
kulit yang terkontaminasi dengan air, jika bahan ini dapat menembus pakaian
yang sedang dipakai, segera lepas pakaian dan basuh kulit dengan air, dan
dapatkan pertolongan medis. Korban menghirup dalam jumlah yang cukup besar,
segera pindahkan ke luar ruangan untuk menghirup udara segar. Pernapasan
terhenti lakukan resusitasi dari mulut ke mulut dan jaga korban agar tetap hangat.
Tertelan : berikan air untuk mengencerkan senyawa yang tertelan minimal
sebanyak 2 gelas dan dapatkan pertolongan medis sesegera mungkin. (Labchem,
2021)
II.2 Dasar Teori
Larutan adalah campuran homogen antara zat terlarut dan pelarut. Larutan
bisa berbentuk gas, padatan, atau cairan. Pelarut berperan sebagai medium bagi
zat terlaruut, sedangkan zat terlarut merupakan zat yang dilarutkan dalam pelarut.
Pelarut umum atau universal yang biasa digunakan adalah air, karena air
memudahkan banyak zat untuk larut dalam didalamnya daripada jenis pelarut
lainnya. Pelarut lain yang umum juga digunakan adalah pelarut organik seperti
kloroform (didalam molekulnya terdapat atom karbon). Pelarut biasanya biasanya
memiliki titik didih yang rendah dan lebih mudah menguap meninggalkan
substansi terlarut. (Chang.2004)
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan sifat
tertentu, terutama yaitu kelarutannya terhadap dua cairan yang tidak saling
bercampur atau memiliki tingkat kelarutan yang berbeda. Ekstraksi umumnya
dilakukan dengan menggunakan pelarut yang didasarkan pada kelarutan
komponen terhadap komponen lain dalam campuran air atau pelarut organik.
Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstraksi substansi yang diinginkan
tanpa melarutkan material lainnya, dan bahan yang akan diekstraksi biasanya
berupa bahan kering, Ekstraksi dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu
ekstraksi padat – cair dan ekstraksi cair – cair. Secara garis besar proses
pemisahan secara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar yaitu :
A. Penambahan sejumlah massa pelarut untuk dikontakkan dengan
sampel, biasanya melalui proses difusi
B. Zat terlarut akan terpisah dari sampel dan larut oleh pelarut
membentuk fase ekstrak
C. Pemisahan fase ekstrak dengan sampel.
(Najib. 2018)
Rendemen maupun jenis senyawa yang dapat diekstrak secara teoritis
bergantung terhadap kondisi fisik dan kimia sistem. Efektivitas ekstraksi suatu
senyawa oleh pelarut sangat bergantung kepada kelarutan senyawa tersebut dalam
pelarut sesuai dengan prinsip like dissolve like. Prinsip dissolve like merupakan
prinsip dimana suatu senyawa akan terlarut pada pelarut yang mempunyai sifat
yang sama. Suatu pelarut akan cenderung melarutkan senyawa yang mempunyai
tingkat kepolaran yang sama. Pelarut polar akan melarutkan senyawa polar begitu
pun sebaliknya. Pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar
(Atun.2014)
Bahan kimia dapat berpengaruh terhadap sistem ekstraksi melalui
pengaruh kelarutan ion yang dikenal sebagai salt effect baik primary salt effect
maupun secondary salt effect. Primary salt effect terjadi ketika keberadaan suatu
ion mempengaruhi kondisi fisik sistem sehingga terjadi perubahan secara fisis.
Secondary salt effect berkaitan dengan perubahan sistem pelarut yang mendorong
terjadinya reaksi kimia. Senyawa organik dapat diekstrak. Senyawa organik dapat
diekstraksi dari larutan berair jika elektrolit seperti NaCl ditambahkan ke dalam
larutan berair sehingga kelarutan senyawa organik dalam air akan berkurang.
Pristiwa yang dikenal dengan istilah salted out ini akan membantu proses
ekstraksi senyawa organik. (Atun.2014)
Ekstraksi mempunyai beberapa faktor yang mempengaruhi prosenya,
diantaranya :
1. Suhu
Kelarutan bahan yang diekstraksi dan difusivitas biasanya akan meningkat
dengan meningkatnya suhu, sehingga diperoleh laju ekstraksi yang tinggi.
Beberapa kasus, batas atas untuk suhu operasi ditentukan oleh beberapa
faktor, salah satunya adalah perlunya menghindari reaksi samping yang
tidak diinginkan
2. Ukuran partikel
Semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas bidang kontak antara
padatan dan pelarut, serta semakin pendek jalur difusinya, yang
menjadikan laju transfer massa semakin tinggi.
3. Faktor pelarut
Pelarut harus memenuhi kriteria seperti daya larut terhadap solut cukup
besar, dapat diregenerasi, memiliki koefisien distribusi solut yang tinggi,
dapat memuat solut dalam jumlah yang besar. Pelarut sama sekali tidak
melarutkan diluen atau hanya sedikit melarutkan diluen, memiliki
kecocokan dengan solut yang akan diekstraksi, dan viskositas rendah.
Pelarut dengan diluen harus mempunyai perbedaan densitas yang cukup
besar, memiliki tegangan antarmuka yang cukup, dapat mengurangu
potensi terbentuknya fasa ketiga, tidak korosif, tidak mudah terbakar, tidak
beracun, tidak berbahaya bagi lingkungan, serta murah dan mudah didapat.
(Svehla. 1970)
Ekstraksi padat cair atau biasa juga disebut leaching adalah suatu proses
pemisahan satu atau lebih konstituen dari suatu padatan dengan mengontakkannya
dengan pelarut cair. Prinsip dari ekstraksi padat-cair adalah komponen yang
terlarut dari suatu padatan, yang mengandung matriks inert dan agent aktif,
diekstraksi dengan menggunakan pelarut. Ekstrak dapat ditemukan baik dalam
fasa padatan atau fasa cair. Ekstrak tersebut berada di dalam sel seperti minyak di
dalam biji minyak atau sebagai dispersi pada padatan seperti kafein di dalam kopi.
(Khopkar. 1990)
Bahan yang akan diekstraksi merupakan campuran yang homogen namun
mempunyai banyak kapiler. Pelarut pada awalnya memasuki kapiler tersebut dan
solut pun terekstrak. Larutan dengan konsentrasi tinggi diproduksi karena terjadi
difusi karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan dalam bahan ekstraksi
dan larutan dimana partikel padatan berada. Ekstraksi pada akhir proses
didapatkan sejumlah larutan yang mengandung pelarut dan ekstrak yang terlepas
dari partikel padatannya karena adanya gaya driving force. Gaya driving force
yaitu gaya yang menitikberatkan perbedaan konsentrasi solute diantara padatan
dengan pelarut serta adanya perbedaan kemampuan melarut komponen dalam
capmuran Larutan yang diambil dari padatan mempunyai konsentrasi yang sama
pada senyawa aktif sebagai ekstrak. Kesetimbangan diasumsikan bahwa jumlah
keseluruhan dari senyawa aktif adalah jumlah yang terlarut di dalam pelarut.
(Harvey. 2000)
Proses ekstraksi padat cair secara umum terdiri dari lima tahap yaitu :
1. Pelarut berpindah dari bulk solution ke seluruh permukaan padatan (terjadi
pengontakkan antara pelarut dengan padatan). Proses perpindahan pelarut
dari bulk solution ke permukaan padatan berlangsung seketika saat pelarut
dikontakkan dengan padatan. Proses pengontakkan ini dapat berlangsung
dengan dua cara yaitu perkolasi atau maserasi
2. Pelarut berdifusi ke dalam padatan. Proses difusi pelarut ke padatan dapat
terjadi karena adanya perbedaan konsentrasiantara solute dalam pelarut
atau solute dalam padatan
3. Solute yang ada dalam padatan larut ke dalam pelarut. Solute dapat larut
dalam pelarut karena adanya gaya elektrostatik antar molekul yaitu gaya
dipol – dipol sehingga senyawa yang bersifat polar – polar atau non polar
– non polar dapat saling berikatan. Gaya lain yang yaitu gaya london yang
menyebabkan senyawa polar dapat sedikit larut dengan senyawa nonpolar
4. Solute berdifusi dari padatan menuju permukaan padatan. Proses difusi ini
disebabkan oleh konsentrasi solute dalam pelarut yang berada di dalam
pori – pori padatan lebih besar daripada permukaan padatan.
5. Solute berpindah dari permukaan padatan menuju bulk solution pada tahap
ini perpindahan massa solute ke bulk solution lebih kecil daripada di
dalam padatan. Proses ekstraksi berlangsung hingga kesetimbangan
tercapai yang ditunjukkan dengan konsentrasi solute dalam bulk solution
menjadi konstan atau tidak ada perbedaan konsentrasi solute dalam bulk
solution dengan padatan.
(Adilla.2021)
Ekstraksi cair – cair satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran
dipisahkan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi cair – cair digunakan terutama
apabila pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan
misalkan karena adanya pembentukan azeotrop, atau kepekaannya terhadap panas,
atau tidak ekonomis. Ekstraksi cair – cair selalu terdiri dari setidaknya 2 tahap
yaitu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan
kedua fase cair itu sesempurna mungkin. Ekstraksi zat terlarutnya dipisahkan dari
cairan pembawa (diluen) menggunakan pelarut cair. Campuran cairan pembawa
dan pelarut ini adalah heterogen, jika dipisahkan terdapat dua fase yaitu fase
diluen (rafinat) dan fase pelarut (ekstrak). Perbedaan konsentrasi zat terlarut
didalam suatu fase dengan konsentrasi pada keadaan setimbang merupakan
pendorong terjadinya pelarutan zat terlarut dan larutan yang ada. Gaya dorong
yang menyebabkan terjadinya proses ekstrasi dapat ditentukan dengan mengukur
jarak sistem dari kondisi setimbang. (Paramartha, dkk.2013)
Proses ekstraksi tercapai secara baik bila pelarut yang digunakan
memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Kemampuan tinggi dalam melarutkan komponen zat terlarut dalam
campuran
2. Kemampuan tinggi untuk diambil kembali
3. Perbedaan berat jenis antara rafinat dan ekstrak lebih besar
4. Pelarut dan larutan yang akan diekstraksi tidak mudah bercampur
5. Tidak mudah bereaksi dengan zat yang akan diekstraksi
6. Hukum distribusisTidak merusak alat secara korosi
7. Tidak mudah terbakar, tidak beracun, dan, ekonomis
(Sastrohamidjojo. 2015)
Hukum distribusi Nerst menyatakan bahwa apabila dua pelarut yang tidak
saling bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam dua pelarut tersebut
maka akan terjadi pembagian kelarutan, kedua pelarut tersebut yaitu pelarut
organik dan air. Solut ini nantinya akan terdistribusi sendiri dalam dua pelarut
tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solute
dalam kedua pelarut tersebut merupakan suatu tetapan yang berada pada suhu
yang tetap. Tetapan inilah yang dinamakan dengan tetapan distribusi atau
koefisien distribusi yang dinyatakan dengan rumus
K = C2/C1 = konstan
K diasumsikan sebanding dengan ratio kelarutan solute dalam 2 pelarut,
sedangkan C1 dan C2 adalah konsentrasi solute dari kedua pelarut (Leba. 2017)
Ekstraksi cair-cair dengan pengkelat logam adalah salah satu aplikasi
utama ekstraksi cair-cair yaitu ekstraksi selektif ion logam menggunakan agen
pengkelat. Sayangnya beberapa agen pengkelat memiliki keterbatasan kelarutan
dalam air atau subyek untuk hidrolisis atau oksidasi udara dalam larutan aqueous.
Alasan ini mengapa agen pengkelat ditambahkan ke pelarut organic sebagai ganti
fasa aqueous. Agen pengkelat diekstrak ke fasa aqueous yang reaksinya
membentuk kompleks logam-ligan yang stabil dengan ion logam. Kompleks
logam-ligan kemudian terekstrak ke fasa organik. Efisiensi ekstraksi ion logam
bergantung pada pH. (Sastrohamidjojo. 2015)
Umumnya ion-ion logam tidak larut dalam pelarut organik non polar. Ion
logam harus diubah menjadi bentuk molekul yang tidak bermuatan dengan
pembentukan kompleks agar ion logam tersebut dapat terekstrak ke dalam pelarut
organik non polar. Senyawa kompleks adalah suatu senyawa dimana ion logam
bersenyawa dengan ion atau molekul netral yang mempunyai sepasang atau lebih
elektron bebas yang berikatan secara kovalen koordinasi (Moersid, 1989)
Suatu ion atau molekul komples terdiri dari satu atom (ion) pusat dan
sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Atom pusat itu
ditandai oleh bilangan koordinasi, suatu angka bulat, yang menunjukkan jumlah
ligan yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan satu atom pusat. Ion-
ion dan molekul-molekul anorganik sederhana seperti NH3, CN-, Cl-, H2O
membentuk ligan monodentat, yaitu satu ion atau molekul menempati salah satu
ruang yang tersedia sekitar ion pusat dalam bulatan koordinasi. Kompleks yang
terdiri dari ligan-ligan polidentat sering disebut sepit (chelate) (Svehla, 1970).
Penentuan kadar nikel dilakukan dengan metode spektrofotometri.
Sejumlah kecil Ni dipisahkan dari campurannya dengan Cu dengan teknik
ekstraksi pelarut, yaitu mengekstrak Ni dalam bentuk Nikel Dimetilglioksin
Ni(DMG)2- dari air (fasa air) ke dalam kloroform (fasa organik). Ekstraksi tunggal
yang digunakan belum tentu dapat memisahkan nikel secara kuantitatif, namun
dengan menggunakan larutan standar nikel yang diperlakukan sama dengan
sampel akan diperileh hasil dengan kualitas yang baik. Tiosulfat ditambahkan
sebelum ekstraksi untuk membentuk kompleks anionik Cu(S2O3)2- yang tidak
terekstrak ke dalam kloroform. Tartrat juga perlu ditambahkan untuk membentuk
kompleks dengan Fe(III) yang ada dalam campuran. Penambahan hidroksilamin
hidroklorida berfungsi untuk mencegah oksidasi Ni(DMG)2 menjadi kompleks
Ni(V) dengan dimetilgliohsin yang berbeda spektrum absorpsinya. Kompleks
berwarna Ni(DMG)2 dalam kloroform mengikuti hukum Lambert-Beer dalam
range konsentrasi yang lebar, sebagaimana diketahui warna adalah salah satu
kriteria untuk mengidentifikasi suatu objek. Analisis spektrokimia spektrum
radiasi elektromagnetik digunakan untuk menganalisis spesies kimia dan
menelaah interaksinya dengan radiasi elektromagnetik. (Tim Penyusun. 2021(
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spectrometer dan fotometer. Spektometer menghasilkan sinar dari spectrum
dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi (Khopkar, 1990).
Spektrofotometri didefinisikan suatu metoda analisis kimia berdasarkan
pengukuran seberapa banyak energi radiasi diabsorpsi oleh suatu zat sebagai
fungsi panjang gelombang. Proses absorpsi tersebut agar lebih mudah dapat
ditunjukkan dari suatu larutan berwarna. Misalnya larutan tembaga sulfat yang
nampak berwarna biru. Sebenarnya larutan ini mengabsorpsi radiasi warna kuning
dari cahaya putih dan meneruskan radiasi biru yang tampak oleh mata kita. Proses
absorpsi ini kemudian dapat dijelaskan bahwa suatu molekul/atom yang
mengabsorpsi radiasi akan memanfaatkan energi radiasi tersebut untuk
mengadakan eksitasi elektron. Eksitasi ini hanya akan terjadi bila energi radiasi
yang diperlukan sesuai dengan perbedaan tingkat energi dari keadaan dasar ke
keadaan tereksitasi dan sifatnya karakteristik. (Mustika.2017)
III. Metodologi Percobaan
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
- Batang pengaduk
- Corong
- Gelas arloji
- Gelas beaker
- Gelas ukur 25 mL
- Labu ukur 100 mL
- Pipet mohr 10 mL
- Pipet tetes
- Pipet volume
- Rak tabung reaksi
- Spektrofotometer UV-Vis
- Tabung reaksi 10 buah
III.1.2 Bahan
- Aquades
- Buffer Asetat
- Dimetilglioksin (dalam air) 1%
- Hidroksilamin Hidroklorida (dalam air) 10%
- Kloroform
- Larutan Asam Asetat 6 M
- Larutan HNO3 6M
- Larutan NaOH 2,5 M
- NiCl2
- Na Tartrat
- Na Tiosulfat
III.2 Skema Kerja
III.2.1 Pembuatan Larutan Standar
Logam Ni
Sampel
Hasil
3.2.3 Ekstraksi
Larutan standar Ni
Hasil
3.2.4 Pengukuran Dengan Menggunakan Spektrofotometer
Absorben larutan
Hasil
IV. Hasil dan Pembahasan
IV.1 Tabel Hasil
Volume Ni (mL) Absorbansi Konsentrasi (ppm)
0,5 0,0788 2
1 0,127 4
1,5 0,1768 6
2 0,2156 8
2,5 0,2672 10
Sampel 0,1676 5,8
IV.2 Pembahasan
Praktikum kali ini yaitu tentang ekstraksi pelarut yang bertujuan untuk
memisahkan logam Ni dari campuran dengan ekstraksi pelarut dan untuk
menentukan kadar Ni dalam sampel. Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat
berdasarkan perbedaan sifat tertentu, terutama yaitu kelarutannya terhadap dua cairan
yang tidak saling bercampur atau memiliki tingkat kelarutan yang berbeda. Ekstraksi
umumnya dilakukan dengan menggunakan pelarut yang didasarkan pada kelarutan
komponen terhadap komponen lain dalam campuran air atau pelarut organik. Pelarut
yang digunakan harus dapat mengekstraksi substansi yang diinginkan tanpa melarutkan
material lainnya, dan bahan yang akan diekstraksi biasanya berupa bahan kering,
Ekstraksi dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu ekstraksi padat – cair dan
ekstraksi cair – cair (Najib. 2018). Praktikum ekstraksi pelarut ini akan dilakukan
dalam beberapa percobaan diantaranya, pembuatan larutan standar Ni 100 ppm,
pembuatan larutan sampel, proses ekstrasi, dan pengukuran dengan
spektrofotemeter. Percobaan tersebut dilakukan dengan berbagai macam
perlakuan. Dalam percobaan ini sejumlah kecil Ni dipisahkan dari campurannya
dengan Cu menggunakan teknik ekstraksi pelarut, yaitu mengekstrak Ni dalam
bentuk Nikel Dimetilglioksin Ni(DMG)2- dari air (fasa air) ke dalam kloroform
(fasa organik).
Percobaan pertama yang dilakukan dalam praktikum ini adalah pembuatan
larutan standar Ni 100 ppm. Tujuan dibuatnya larutan standar Ni 100 ppm adalah
untuk memperoleh hasil dengan kualitas yang baik, karena jika hanya
menggunakan ekstraksi tunggal belum tentu nikel dapat dipisahkan secara
kuantitatif. Perlakuan pertama yaitu menimbang berapa banyak logam Ni yang
diperlukan untuk membuat larutan standar Ni 100 ppm, untuk memperoleh berat
yang diperlukan dapat dicari dari konsentrasi dikali dengan volume kemudian
dikali dengan Ar nya. Berat logam Ni yang diperoleh yaitu sebesar 0,2348 g
kemudian ditambahkan dengan 15 mL HNO3 6M, dan diaduk sampai logam larut
dengan sempurna. Penambahan 15 mL HNO3 6M adalah untuk melarutkan logam
Ni, sedangkan pengadukan bertujuan untuk menghomogenkan antara pelarut dan
logam Ni. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
NiCl2(s) + HNO3(aq) → Ni(NO3)2(aq) + 2HCl(aq)
Perlakuan berikutnya yaitu menambahkan NaOH sampai larutan terdapat
endapan kemudian ditambahkan asam asetat tetes demi tetes disertai dengan
pengadukan sampai endapan larut kembali. Pengendapan dengan NaOH berfungsi
untuk memastikan apakah larutan sudah dalam keadaan basa. Penambahan asam
asetat bertujuan untuk melarutkan kembali endapan Ni(OH)2 yang terbentuk saat
larutan Ni ditambahkan dengan NaOH. Penambahan NaOH dan asam asetat juga
berfungsi untuk membuat larutan dalam keadaan netral. Perlakuan berikutnya
yaitu memasukkan larutan Ni ke dalam labu ukur 100 mL kemudian diencerkan
hingga tanda batas. Pengenceran ini berfungsi untuk membuat larutan menjadi
tidak terlalu pekat. Perlakuan terakhir yaitu larutan standar dipipet sebanyak 10
mL ke dalam labu ukur 250 mL kemudian ditambahkan aquades hingga tanda
batas. Perlakuan ini bertujuan untuk memperoleh larutan standar Ni dengan
konsentrasi 100 ppm. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Ni(NO3)2(aq) + 2NaOH(aq) → Ni(OH)2(s) + 2NaNO3(aq)
Ni(OH)2(s) + 2CH3COOH(aq) → Ni(CH3COO)2(aq) + 2H2O(l)