Oleh
Nama : Sephia Salsabilah Firdaus
NIM : 201810301061
Kelas/Kelompok : A/5
Nama Asisten : Shavira Nargis Rambe
-
H3Y → H2Y2- + H+
H2Y2- → HY3- + H+
HY3- → Y4- + H+
(Roma & Rini.2020)
Stabilitas kompleks merupakan stabilitas termodinamik dari suatu golongan
yang dapat diukur dari seberapa golongan tersebut terbentuk dari golongan lain
pada kondisi tertentu sampai mencapai kesetimbangan. Kestabilan senyawa
komplek dengan EDTA, berbeda antara satu logam dengan logam yang lain. Reaksi
pembentukan komplek logam (M) dengan EDTA (Y) adalah :
M + Y → MY
Konstanta pembentukan kestabilan senyawa komplek dinyatakan sebagai
berikut ini :
[𝑀𝑌]
KMY =
[𝑀]{𝑌}
(Sulistryarti. 2017)
Besarnya harga konstante pembentukan komplek menyatakan tingkat
kestabilan suatu senyawa komplek. Makin besar harga konstante pembentukan
senyawa komplek, maka senyawa komplek tersebut makin stabil dan sebaliknya
makin kecil harga konstante kestabilan senyawa komplek, maka senyawa komplek
tersebut makin tidak (kurang) stabil. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas
kompleks meliputi hal-hal berikut :
a. Kemampuan Logam dalam Membentuk Kompleks
Kemampuan logam membentuk senyawa kompleks ini telah
digambarkan dengan klasifikasi Schwarzenbach. Pengkatagorian ini
didasarkan pada penggolongan logam ke dalam larutan asam Lewis kelas A
dan kelas B. Kelompok ion logam dari kelas A dapat dibedakan berdasarkan
urutan afinitas di dalam logam terhadap ion halogen F ->> Cl⁻ > Br- > l⁻.
Pembentukan senyawa kompleks yang stabil dengan anggota pertama yaitu
tiap golongan atom donor dalam tabel periodik (N, O dan F). Kelompok
pada ion kelas B bereaksi dengan l⁻ dari F’ dalam larutan yang berair dan
membentuk senyawa kompleks yang paling stabil dengan atom.
b. Karakteristik Logam
Beberapa karakteristik logam diantaranya yaitfek sterik. u kekuatan
basa ligan, sifat pengkelat, efek sterik. Karakter pengkelat memiliki peran
yang menonjol dalam aplikasi analisis. Kompleks dalam bentuk pengkelat
ini memiliki faktor stabilitas yang jauh lebih baik daripada kompleks tanpa
pengkelat lainnya.
(Sulistryarti. 2017)
Terdapat beberapa jenis ligan (titran) yaitu ligan monodentat dan ligan
polidentat. Titrasi pembentukan senyawa kompleks ini digolongan berdasarkan
jenis ligannya yang terdiri atas :
1. Titrasi yang melibatkan ligan monodentat
Jenis ligan monodentat ini sangat jarang dipergunakan sebagai titran
dalam suatu titrasi, tetapi terdapat dua jenis ligan monodentat yang dapat
digunakan dalam titrasi kompleksometri ini yaitu, sianida dengan ion perak
yang dikenal sebagai metode titrasi Liebig dan ion klorida dengan
merkuri(III)
2. Titrasi yang Melibatkan Ligan Polidentat
Contoh dari ligan polidentat ini yaitu EDTA(Ethylene Diamine
Tetraacetic Acid). EDTA ini banyak digunakan dalam titrasi
kompleksometri. Reaksi antara EDTA dengan ion logam berlangsung
dalam satu tahapan dengan pembentukan ion kompleks yang memiliki
perbandingan 1:1. Adapun prosedur yang dapat digunakan dalam titrasi
dengan EDTA yaitu titrasi langsung.
(Flaschk. 1964)
Dalam titrasi langsung ini, larutan EDTA dapat digunakan untuk titrasi
langsung dengan ion logam, karena selama titrasi akan terjadi reaksi pelepasan ion
H+ maka larutan yang akan dititrasi perlu ditambah larutan bufer. Larutan buffer
yang digunakan harus memiliki pH dengan kisaran 9 - 10.untuk mencegah
terjadinya pengendapan bagi logam yang dapat membentuk senyawa kompleks.
Indikator yang dapat dipergunakan untuk menentukan titik akhir titrasi ini,
diantaranya EBT (Eriochrome Black T) untuk titrasi dengan ion Mg, Zn, Ca dan
Cd dan indikator murexide untuk titrasi dengan ion logam Co,Cu dan Ni.. Titrasi
yang menggunakan larutan EDTA biasanya yaitu titrasi untuk menentukan
kesadahan air. Air sadah mengandung ion kalsium dan magnesium. Ion dari
magnesium ini dapat membentuk senyawa yang kompleks yang lebih kuat dengan
indikator EBT dibandingkan dengan ion kalsium, oleh sebab itu, warna dari
kompleks magnesium lebih mudah untuk diamati. Titrasi ini sebaiknya dilakukan
dalam kisaran pH 10 dengan menggunakan larutan buffer. Reaksi yang terjadi yaitu
Ca2+(aq) + H2Y2-(aq) → CaY2- (aq) + 2H+ (aq) kf = 1010,7
(Flaschk. 1964)
Apabila sampel yang akan dititrasi dengan larutan EDTA tidak mengandung
magnesium, maka dapat dilakukan dengan penambahan garam magnesium pada
larutan EDTA tersebut sebelum dilakukannya standarisasi. Reaksi yang terjadi
yaitu :
Mg2+(aq) + H2Y2-(aq) → MgY2- (aq) + 2H+ (aq) kf = 108,7
Dengan demikian titran ini merupakan campuran dari MgY²⁻ dan Y⁴⁻. Ketika
campuran tersebut ditambahkan pada larutan yang mengandung ion Ca²⁺ akan
membentuk ion CaY²⁻ yang lebih stabil, dengan adanya pembebasan ion Mg²⁺ yang
akan bereaksi dengan indikator EBT akan membentuk senyawa MgIn⁻ yang
berwarna merah. Setelah kalsium telah habis, maka berikutnya penambahan volume
titran akan mengubah MgIn⁻ menjadi MgY²⁻ dan indikator akan berubah menjadi
HIn²⁻ yang akan berwarna biru. (Flaschk. 1964)
2.2.2 Kesadahan Air
Air merupakan sumber daya alam yang sangat dibutuhkan untuk keperluan
hidup manusia. Kebutuhan utama manusia terhadap air adalah sebagai air minum
dan memasak makanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 – 75 % dari berat
manusia terdiri dari air. Menurut ilmu kesehatan setiap orang memerlukan air
minum sebanyak 2,5 – 3 liter setiap hari termasuk air yang berada dalam makanan.
Manusia dapat bertahan hidup 2 – 3 minggu tanpa makan, tetapi hanya 2–3 hari
tanpa minum. Sumber air yang banyak dimanfaatkan terutama di Indonesia adalah
air tanah, dikarenakan air tanah relatif lebih mudah didapat dan lebih bersih.
Kualitas dan karakteristik air tanah dipengaruhi oleh kondisi fisik daerah
sekitarnya, seperti: iklim, topografi, maupun keberadaan tumbuh-tumbuhan.
(Suripin, 2002)
Iklim merupakan sumber input yang berupa curah hujan, topografi dan
geologi yang dapat mencerminkan bentuk lahan suatu daerah akan berpengaruh
terhadap kemampuan air untuk mengalami infiltrasi, perkolasi, serta kemampuan
menyerap air tersebut sangat mempengaruhi karakteristik air tanah . Kualitas air
dikatan baik jika memenuhi beberapa persyaratan sebagai air bersih maupun air
minum , diantaranya harus memenuhi kualitas fisik, kimiawi, maupun biologisnya.
Kualitas fisik meliputi bau, warna, kekeruhan, rasa, suhu, dan total zat padat
terlarut. Kualitas kimiawi meliputi, kesadahan, pH, dan bebas dari zat-zat beracun.
Kualitas biologisnya yaitu air harus bebas dari mikroorganisme penyebab penyakit.
(Rosvita, et all. 2018)
Kesadahan merupakan salah satu parameter kimia tentang kualitas air
bersih, tingkat kesadahan air pada dasarnya ditentukan oleh jumlah kalsium (Ca2+)
dan magnesium (Mg2+). Menurut PERMENKES Nomor
492/MENKES/PER/IV/2010 kadar maksimal kesadahan yang diijinkan untuk air
minum dan air bersih adalah 500 mg per liter. Kesadahan air dibagi menjadi dua
sifat, yaitu kesadahan sementara (temporary) dan kesadahan tetap (permanent).
(Rosvita, et all. 2018)
Air yang memiliki kesadahan sementara adalah air sadah yang mengandung
ion bikarbonat (HCO3-) dari Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) atau garam-garam
Karbonat (CO3-). Air yang mengandung ion atau senyawa-senyawa tersebut disebut
air dengan kesadahan sementara karena kesadahannya dapat dihilangkan dengan
pemanasan air, sehingga air tersebut terbebas dari ion Ca2+ dan atau Mg2+ . (Yaqiin
& Kartikasari. 2019)
Air dengan kesadahan tetap adalah air yang mengandung anion selain ion
bikarbonat, misalnya garam sulfat, klorida dan nitrat dari Mg dan Ca. Senyawa
yang terlarut boleh jadi berupa Kalsium klorida (CaCl2), Kalsium nitrat
{Ca(NO3)2}, Kalsium sulfat (CaSO4), Magnesium klorida (MgCl2), Magnesium
nitrat {Mg(NO3)2}, dan Magnesium sulfat (MgSO4). Air yang mengandung
senyawa-senyawa tersebut disebut air dengan kesadahan tetap, karena
kesadahannya tidak bisa dihilangkan hanya dengan cara pemanasan. Cara
menghilangkan kesadahan tetap dapat dilakukan dengan cara kimia, yaitu dengan
mereaksikan air tersebut dengan zat-zat kimia tertentu. Pereaksi yang digunakan
adalah larutan karbonat yaitu Na2CO3 atau K2CO3. Penambahan larutan karbonat
dimaksudkan untuk mengendapkan ion Ca2+ dan Mg2+. Air sadah merugikan karena
dapat menyebabkan sabun tidak berbusa, bersifat mempercepat korosi, dan
membentuk kerak pada peralatan logam. (Yaqiin & Kartikasari. 2019)
III. Metodologi Percobaan
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
- Buret
- Erlenmenyer 250 mL
- Labu Ukur 100 dan 250 mL
- Pipet Volum
- Pipet Tetes
3.1.2 Bahan
- Indikator Eriocrome Black 0,5 %
- Larutan Mg–EDTA 0,005 M
- Larutan buffer pH 10
- Larutan EDTA 0,01 M
- Larutan standar CaCO3 1g/L
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Standarisasi Larutan EDTA
EDTA 0,01 M
Air