Anda di halaman 1dari 18

KONSEP DAN PENERAPAN SISTEM PENGORGANISASIAN DAN

SYARAT KLASIFIKASI PASIEN

Disusun Oleh :
Kelompok 4
Nur Inayah (14.401.17.065)
Nur Itikavia (14.401.17.066)
Nur Laila Mardhatilla (14.401.17.067)
Oghi Febrianto (14.401.17.068)
Okie Purnomo (14.401.17.069)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-
Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah Manajemen Keperawatan.
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dari
dari beberapa pihak. Untuk itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini sehingga berhasil terutama kepada dosen pembimbing.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak mengandung
kekurangan karena keterbatasan buku pegangan dan ilmu yang penulis miliki.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kepentingan makalah penulis dimasa mendatang.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga dengan adanya makalah ini
dapat memberikan manfaat kepada pembaca pada umumnya dan khususnya pada
penulis sendiri.

Glenmore, 28 Februari 2020

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar Isi ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Batasan Masalah......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sistem Pengorganisasian Asuhan Keperawatan....................................... 3
a. Metode Fungsioanl................................................................................ 3
b. Metode Team......................................................................................... 4
c. Metode Kasus........................................................................................ 6
d. Metode Primer....................................................................................... 8
2.2 Sistem Klasifikasi Pasien............................................................................ 9
2.3 Tujuan klasifikasi pasien............................................................................
10
2.4 Kategori klasifikasi pasien.......................................................................... 10
2.5 Penerapan klasifikasi pasien....................................................................... 12

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan................................................................................................. 14
3.2 Saran ....................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kita ketahui bahwa pelayanan keperawatan merupakan bagian integral
dari pelayanan kesehatan termasuk pelayanan yang disenggelarakan di
rumah sakit. Pelayanan kesehatan memepunyai peran yang besar dalam
pecapian mutu citra dan efesiensi pelayanan kesehatan di RS, karena selain
tenaga profesi yang terbanyak jumlah disetiap RS juga sebagai tenaga
profrsi yang memberi pelayanan selama 24 jam terus menerus disisi pasien
sehingga pengelolaan tenaga keperawatan mutlak perlu dilakukan dengan
baik.
Mengingat kegiatan pelayanan keperawatan tergantung pada kualitas dan
kuantitas tenaga keperawatan yang memberikan asuhan kepada pasien atau
keliarga di ruangan perawatan, maka peningkatan mutu pelayanan
keperawatan diperlukan dukungan sumber daya manusia keperawatan yang
mampu mengembangkan tugas untuk mempertahankan kualitas pelayanan
dan asuhan keperawatan 24 jam terus menerus, serta mampu mengadakan
perubahan.
Klasifikasi pasien adalah metode pengelompokkan pasien menurut
jumlah dan kompleksitas persyaratan perawatan mereka. Dalam banyak
sistem klasifikasi, pasien di kelompokkan sesuai dengan ketergantungan
mereka pada pemberi perawatan dan kemampuan yang diperlukan untuk
memberikan perawatan. Tujuan sistem klasifikasi pasien adalah untuk
mengkaji pasien dan pemberian nilai untuk mengukur jumlah usaha yang
diperlukan untuk memenuhi perawatan yang dibutuhkan pasien (Gillies,
2010). Menurut swanburg, tujuan klasifikasi pasien adalah untuk
menentukan jumlah dan jenis tenaga yang dibutuhkan dan menentukan nilai
produktifitas.
Klasifikasi pasien sangat menentukan perkiraan kebutuhan tenaga. Hal
ini dilakukan untuk menentukan perkiraan kebutuhan tenaga.

1
1.2 Batasan Masalah
Bagaimana memahami dan mengetahui konsep dan penerapan sistem
perorgarnisasian dan klasifikasi pasien

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Memahami dan mengetahui konsep dan penerapan sistem
perorganisasian dan klasifikasi penerapan pasien
2. Tujuan Khusus
a. Memahami dan mengetahui sistem pengorganisasian asuhan
keperawtan
b. Memahami dan mengetahui sistem pengorganisasian metode
fungsional
c. Memahami dan mengetahui sistem pengorganisasian metode
penugasan team
d. Memahami dan mengetahui sistem pengorganisasian metode
kasus
e. Memahami dan mengetahui sistem pengorganisasian metode
keperawatan primer
f. Memahami dan mengetahui definisi dan tujuan klasifikasi
pasien
g. Memahami dan mengetahui kategori tingkat ketergantungan
pasien

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pengorganisasian Asuhan Keperawatan


A. Metode Fungsional
Model fungsional dilaksanakan oleh perawat untuk pengelolaan
asuhan keperawatan sebagai suatu pilihan utama pada saat perang dunia
kedua. Terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat pada saat itu, maka
setiap perawat hanya dapat melakukan 1 – 2 jenis intervensi keperawatan
kepada semua pasien di bangsal. Model ini berlandaskan orientasi tugas
dari filosofi keperawatan, perawat melaksanakan tugas-tugas tertentu
berdasarkan pada jadwal kegiatan yang sudah ada (Nursalam, 2012).
Metode fungsional penugasan asuhan keperawatan terdiri dari
pemisahan tugas keperawatan yang terlibat dalam setiap perawatan
pasien dan penugasan masing-masing anggota, staf keperawatan untuk
melakukan satu atau dua fungsi bagi semua pasien dalam sebuah unit.
Sistem tugas berpacu pada ilmu managemen dalam bidang administrasi
bisnis yang berfokus pada tugas yang harus diselesaikan. Perawat dengan
minim pendidikan akan melakukan tindakan yang lebih ringan daripada
perawatan profesional. Model ini dibutuhkan pembagian tugas, prosedur,
kebijakan dan alur komunikasi yang jelas. Metode ini terbilang ekonomis
dan efisien serta mengarahkan pemusatan pengendalian. Kelemahan
metode ini ialah munculnya fragmentasi keperawatan yang mana pasien
menerima perawatan dari berbagai kategori tenaga keperawatan.
1. Keuntungan
a. Menerapkan manajemen kalasik yang menekankan efisiensi,
pembagian tugas yang jelas dan pengawasan yang baik.
b. Perawat senir menyibukkan diri dengan tuga manajerial,
sedangakan perawatan pasien diserahkan kepada perawat junior
dan atau perawat yang belum berpengalaman. Sangat cocok untuk
rumah sakit yang kekurangan tenaga kerja.

3
c. Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurang
berpengalaman untuk suatu tugas yang sederhana.
d. Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi para staff dan atau
peserta didik yang praktik untuk ketrampilan tertentu.
2. Kerugian
a. Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat.
b. Pelayanan keperawatan terpisah, tidak dapat menerapkan proses
keperawatan.
c. Persepsi perawat cenderung mengarah kepada tindakan yang
berkaitan dengan keterampilan saja.
d. Kebutuhan pasien secara individu sering terabaikan
e. Pelayanan pasien secara individu sering terabaikan
f. Pelayanan terputus-putusKepuasan kerja keseluruhan sulit dicapai
3. Contoh Penerapan
a. Kepala Ruangan : Tugasnya adalah merencanakan pekerjaan,
menentukan kebutuhan perawatan pasien, membuat penugasan,
melakukan supervise, menerima instruksi dokter.
b. Perawat Staf : Melakukan askep langsung pada pasien, membantu
revisi askep yang diberikan oleh pembantu tenaga keperawatan.
c. Perawat Pelaksana : Melaksanakan askep langsung pada pasien,
melaksanakan askep pasien dalam masa pemulihan kesehatan,
melaksanakan askep pada pasien dengan penyakit kronik dan
membantu tidakan yang sederhana seperti (ADL).
d. Perawat Pembantu : Membantu pasien dengan melaksanakan
perawatan mandiri untuk mandi, membanatu perawat untuk
membenahi tempat tidur, membantu membagikan alat tenun
pasien.
B. Metode Team
Metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat
professional memimpin suatu kelompok tenaga keperawatan yang
berdasarkan konsep kooperatif dan kolaboratif (Douglas, 2013).

4
Metode ini dirancang oleh Elanor Lambertson pada tahun 1950-an
yang digunakan untuk mengatasi fragmentasi dari metode orientasi pada
tugas dan memenuhi peningkatan tuntutan kebutuhan perawat profesional
yang muncul karena kemajuan teknologi, kesehatan dan peralatan. Tim
keperawatan terdiri atas perawat profesional, perawat praktis yang
mendapat izin serta pembantu perawat. Tim bertanggung jawab dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien selama 8-12 jam.
Metode tersebut lebih menekankankan segi manusiawi pasien dan
perawat anggota dimotivasi untuk belajar (Nursalam, 2017).
Tujuan pemberian metode team dalam asuhan keperawatan ialah
untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan objektif
pasien sampai pasien merasa lebih puas. metode tim juga dapat
meningkatkan kerjasama dan koordinasi perawat untuk melaksanakan
tugas, memungkinkan adanya transfer of knowledge dan transfer of
experiences di antara perawat untuk memberikan asuhan keperawatan
dan meningkatkan pengetahuan juga keterampilan dan motivasi perawat
untuk memberikan asuhan keperawatan.
Dalam memberikan asuhan keperawatan dengan metode ini, ketua
tim harus memiliki kemampuan untuk mengikut sertakan anggota tim
dalam memecahkan masalah. Ketua tim harus dapat menerapkan pola
asuhan keperawatan yang di anggap sesuai dengan kondisi pasien dan
minat pemberi asuhan. Oleh sebab itu, pembuatan keputusan, otoritas,
dan tanggung jawab ada pada tingkat pelaksana. Hal tersebut akan
mendukung pencapaian pengetahuan dan keterampilan profesional.
Dalam ruang perawatan mungkin diperlukan beberapa tim
keperawatan. pembagian tugas dalam tim keperawatan dapat dilakukan
dengan jalan perawat kepala ruang akan menentukan jumlah tim yang
diperlukan berdasarkan beberapa factor, antara lain memperhitungkan
jumlah tenaga perawat profesional, jumlah tenaga yang ada, dan jumlah
pasien. Pembagian tugas dalam tim keperawatan dapat didasarkan pada
tempat/kamar pasien tingkat penyakit pasien, jenis penyakit pasien, dan
jumlah pasien yang di rawat.

5
Berdasarkan hal tersebut maka ketua tim harus memiliki kemampuan
sebagai berikut:
1. Mengomunikasikan dan mengoordinasikan semua kegiatan tim.
2. Menjadi konsultan dalam asuhan keperawatan.
3. Melakukan peran sebagai model peran.
4. Melakukan pengkajian dan menentukan kebutuhan pasien.
5. Menyusun rencana keperawatan untuk semua pasien.
6. Merevisi dan menyesuaikan rencana keperawatan sesuai kebutuhan
pasien
7. Melaksanakan observasi baik terhadap perkembangan pasien
maupun kerja dari anggota tim.
8. Menjadi guru pengajar.
9. Melaksanakan evaluasi secara baik dan objektif.
Di bandingkan dengan metode fungsional, metode tim lebih banyak
memberikan tanggung jawab, otoritas, dan tanggung gugat kepada
anggota tim. Tugas perawat menjadi lebih kompleks, anggota tim lebih
terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Manakala kerja
dan tim berhasil dan memuaskan, pola ini memberi pengkayaan
pengalaman dan perluasan wawasan kerja bagi pelaksana khususnya
anggota tim tingkat yang rendah.

C. Metode Kasus
Manajer kasus (case manager) ialah yang bertanggung jawab
terhadap muatan kasus pasien selama dirawat. Para manejer berkaitan
dengan muatan kasus dalam beberapa cara seperti:
1. Dengan dokter dan pasien tertentu
2. Dengan pasien secara geografis berada dalam satu unit atau unit –
unit
3. Metode ini merupakan sistem pelayanan keperawatan, dimana para
Dengan mengadakan diagnosa
Metode kasus merupakan metode yang berdasarkan pendekatan
holistik dari filosofi keperawatan. Parawat beratanggung jawab terhadap

6
asuhan dan observasi pada pasien tertentu. Rasio pasien perawat adalah
1:1. Setiap pasien ditugaskan kepada semua perawat yang melayani
seluruh kebutuhannya pada saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh
perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada jaminan bahwa
pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode
penugasan kasus dapat diterapkan satu pasien untuk satu perawat,
umumnya dilakukan untuk perawat privat atau untuk perawatan khusus,
seperti isolasi atau intensive care ( Nursalam, 2012 ).
Model Kasus  merupakan sebuah model pemberian asuhan
keperawatan yang pertamakali digunakan.  Sampai dengan Perang Dunia
kedua model tersebut merupakan model pemberian asuhan keperawatan
yang paling banyak digunakan.  Pada model ini sa perawat akan
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien secara menyeluruh
dalam satu periode dinas.  Jumlah pasien yang dirawat oleh perawat
tergantung kepada kemampuan perawat dan kompleksnya masalah dan
pemenuhan kebutuhan pasien.
Model Kasus ini diharapkan, dimana perawat mampu memberikan
asuhan keperawatan yang mencakup seluruh aspek keperawatan yang
dibutuhkan pasien.  Model ini perawat memberikan asuhan keperawatan
pada pasien dengan menyeluruh, hingga perawat mengetahui apa yang
harus dilakukan terhadap pasien dengan baik, sehingga pasien merasa
puas dan merasakan lebih aman karena mengetahui perawat yang
bertanggung jawab atas dirinya.  Dengan model ini menuntut seluruh
tenaga keperawatan harus s mempunyai kualitas profesional dan
membutuhkan jumlah tenaga keperawatan yang banyak. Model ini sangat
sesuai digunakan di ruangan rawat khusus seperti ruang perawatan
intensif, misalnya ruang ICCU, ICU, HCU, Haemodialisa dan sebagainya
( Zaidin Ali, 2011 ).
1. Keuntungan
a. Perawat lebih memahami kasus per kasus
b. Sistem evaluasi dari manajerial akan menjadi lebih mudah
2. Kerugian

7
a. Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggung jawab
b. Perlu sebuah tenaga yang cukup banyak dan mempunyai suatu
kemampuan dasar yanga sama
c. Kemampuan tenga seorang perawat pelaksana dan siswa perawat
yang terbatas sehingga tidak mampu memberikan sebuah asuhan
keperawatan secara menyeluruh
d. terutama Beban kerja tinggi jika jumlah pasien banyak sehingga
tugas rutin yang sederhana bisa terlewatkan

D. Metode Primer
Menurut Gillies (2012), ialah perawat yang menggunakan metode
keperawatan primer dalam memberi asuhan keperawatan (primary
nurse). Metode keperawatan primer terdapat kontinutas keperawatan
yang bersifat komprehensif serta dapat dipertanggung jawabkan, setiap
perawat primer mempunyai 4 – 6 klien dan bertanggung jawab selama
24 jam selama klien dirawat dirumah sakit. Perawat primer bertanggung
jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam
merencanakan asuhan keperawatan dan juga akan membuat rencana
pulang klien jika diperlukan. jika perawat primer tidak bertugas, maka
kelanjutan asuhan keperawatan akan didelegasikan kepada perawat lain
(associate nurse).
Metode penugasan dimana seorang perawat bertanggung jawab
penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien. dari pasien
masuk sampai pasien keluar rumah sakit. Mendorong praktik
kemandirian seorang perawat, ada kejelasan antara si pembuat rencana
asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai oleh adanya suatu
keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien dan perawat yang
ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan koordinasi keperawatan
selama pasien dirawat.
1. Keuntungan
a.  Bersifat kontunuitas dan komprehensif

8
b. Perawata primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi sangat
terhadap sebuah hasil, dan memungkinkan pengembangan diri
c. Mendorong kemandirian perawat
d. Ada sebuah keterikatan pasien dengan perawat selama dirawat
e. Memberikan kepuasan kerja bagi perawat
f. Memberikan suatu kepuasan bagi klien dan keluarga dalam
menerima sebuah asuhan keperawatan.
Keuntungan yang dirasakan oleh pasien ialah merasa di
manusiawikan karena terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu,
asuhan juga diberikan bermutu tinggi dan tercapai pelayanan yang efektif
terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan advokasi.
2. Kerugian
a. Hanya dapat di lakukan oleh perawat yang sudah memiliki suatu
pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria
asertif, self direction, kemampuan mengambil keputusan yang
tepat, menguasai keperawatan klinis, akuntabel, serta mampu
berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu
b. Perlu kualitas dan kuantitas tenaga perawat
c. Hanya dapat dilakukan oleh perawat professional
d. Biaya relatif lebih tinggi dibandingkan metode lain.

2.2 Sistem Klasifikasi Pasien


Klasifikasi pasien adalah metode pengelompokkan pasien menurut
jumlah dan kompleksitas persyaratan perawatan mereka. Dalam banyak
sistem klasifikasi, pasien dikelompokkan sesuai dengan ketergantungan
mereka pada pemberi perawatan dan kemampuan yang diperlukan untuk
memberikan perawatan.
Dalam menentukan kebutuhan tenaga di ruang rawat, perawat perlu
memantau klasifikasi klien. Sistem klasifikasi pasien adalah pengelompokan
pasien berdasarkan kebutuhan perawatan yang secara klinis dapat
diobservasikan oleh perawat. Pada dasarnya sistem klasifikasi pasien ini
mengelompokkan pasien sesuai dengan ketergantungannya dengan perawat

9
atau waktu dan kemampuan yang dibutuhkan untuk memberi asuhan
keperawatan yang dibutuhkan.
Ketenagaan memerlukan koordinasi antara bagian personalia dan
pelayanan keperawatan, biasanya bagian personalia mengadakan tenaga
keperawatan sesuai dengan permintaan yang diajukan oleh bagian
keperawatan. Langkah pertama pada rekrut tenaga adalah menstimulasi
calon untuk mengisi posisi yang dibutuhkan. Hal ini tidak sederhana karena
tidak hanya segi teknis kualifikasi tetapi juga kwalitas individu harus sesuai
dengan pekerjaan, susunan dan tujuan organisasi. Usaha rekrut tenaga
jangan tergesa-gesa karena dapat mengakibatkan seleksi yang tidak
memuaskan.

2.3 Tujuan Sistem Klasifikasi Pasien


Tujuan klasifikasi pasien adalah untuk mengkaji pasien dan
pemberian nilai untuk mengukur jumlah usaha yang diperlukan untuk
memenuhi perawatan yang dibutuhkan pasien (Gillies, 1994). Menurut
Swanburg, tujuan klasifikasi pasien adalah untuk menentukan jumlah dan
jenis tenaga yang dibutuhkan dan menentukan nilai produktivitas.
Setiap kategori deskriptor empat perawatan (aktifitas sehari-hari,
kesehatan umum, dukungan pengajar serta emosional, dan perlakuan sekitar
pengobatan) dipakai untuk menunjukkan karakteristik dan tingkat perawat
yang dibutuhkan pasien di dalam klasifikasi tersebut.
Klasifikasi pasien sangat menentukan perkiraan kebutuhan tenaga.
Hal ini dilakukan untuk menetapkan jumlah tenaga keperawatan sesuai
dengan kategori yang dibutuhkan untuk asuhan keperawatan klien di setiap
unit.

2.4 Kategori Sistem Klasifikasi Pasien


Kategori keperawatan klien, yaitu :
1. Self-care
Klien memerlukan bantuan minimal dalam melakukan tindak
keperawatan dan pengobatan. Klien melakukan aktivitas perawatan diri

10
sendiri secara mandiri. Biasanya dibutuhkan waktu 1-2 jam dengan
waktu rata-rata efektif 1,5 jam/24 jam.
2. Minimal care
Klien memerlukan bantuan sebagian dalam tindak keperawatan dan
pengobatan tertentu, misalnya pemberian obat intravena, dan mengatur
posisi. Biasanya dibutuhkan waktu 3-4 jam dengan waktu rata-rata
efektif 3,5 jam/24 jam.
3. Intermediate care
Klien biasanya membutuhkan waktu 5-6 jam dengan waktu rata-rata
efektif 5,5 jam/24 jam.
4. Mothfied intensive care
Klien biasanya membutuhkan waktu 7-8 jam dengan waktu rata-rata
efektif7,5jam/24jam.
5. Intensive care
Klien biasanya membutuhkan 10-14 jam dengan waktu rata-rata efektif
12 jam/24 jam.
Metode lain yang sering digunakan di Rumah Sakit adalah metode
menurut Donglas (1984), yang mengklasifikasi derajat ketergantungan
pasien dalam tiga kategori, yaitu :
1. Perawatan minamal
Perawatan ini memerlukan waktu 1-2 jam/24 jam. Kriteria klien
pada klasifikasi ini adalah klien masih dapat melakukan sendiri
kebersihan diri, mandi, dan ganti pakaian, termasuk minum.
Meskipun demikian klien perlu diawasi ketika melakukan ambulasi
atau gerakan. Ciri-ciri lain pada klien dengan klasifikasi ini adalah
observasi tanda vital dilakukan setiap shift, pengobatan minimal,
status psikologis stabil, dan persiapan pprosedur memerlukan
pengobatan.
2. Perawatan intermediate
Perawatan ini memerlukan waktu 3-4 jam/24 jam. Kriteria klien
pada klasifikasi ini adalah klien masih perlu bantuan dalam
memenuhi kebersihan diri, makan dan minum. Ambulasi serta

11
perlunya observasi tanda vital setiap 4 jam. Disamping itu klien
dalam klasifikasi ini memerlukan pengobatan lebih dan sekali.
Kateter Foley atau asupan haluarannya dicatat. Dan klien dengan
pemasangan infus serta persiapan pengobatan memerlukan
prosedur.
3. Perawatan maksimal atau total
Perawat ini memerlukan waktu 5-6jam/24 jam. Kriteria klien pada
klasifikasi ini adalah klien harus dibantu tentang segala sesuatunya.
Posisi yang diatur, observasi tanda vital setiap 2 jam, makan
memerlukan selang NGT (Naso Gastrik Tube), menggunakan
terapi intravena, pemakaian alat penghisap (suction), dan kadang
klien dalam kondisi gelisah/disorientasi.
2.5 Penerapan Sistem Klasifikasi Pasien Dalam Tatanan Pelayanan
Kesehatan
Pasien diklasifikasikan berdasarkan sistem klasifikasi yang dibagi dalam
tiga kelompok berdasarkan tingkat ketergantungan klien :
a. Perawatan Total: klien memerlukan 7 jam perawatan langsung per 24
jam.
b. Perawatan Parsial : klien memerlukan 4 jam perawatan langsung per 24
jam.
c. Perawatan Mandiri: klien memerlukan 2 jam perawatan langsung per
24 jam.
Penerapan sistem klasifikasi pasien dengan tiga kategori di atas adalah
sebagai berikut :
a. Kategori I : Perawatan mandiri/self care
Kegiatan sehari-hari dapat dilakukan sendiri, penampilan secara umum
baik, tidak ada reaksi emosional, pasien memerlukan orientasi waktu,
tempat dan pergantian shift, tindakan pengobatan biasanya ringan dan
sederhana.
b. Kategori II : Perawatan sedang/partial/intermediate care
Kegiatan sehari-hari untuk makan dibantu, mengatur posisi waktu
makan, memberi dorongan agar mau makan, eliminasi dan kebutuhan

12
diri juga dibantu atau menyiapkan alat untuk ke kamar mandi.
Penampilan pasien sakit sedang. Tindakan perawatan pada pasien ini
monitor tanda-tanda vital, periksa urin reduksi, fungsi fisiologis, status
emosional, kelancaran drainase atau infus ]. Pasien memerlukan
bantuan pendidikan kesehatan untuk mendukung emosi 5 – 10
menit/shift. Tindakan dan pengobatan 20 – 30 menit/shift atau 30 – 60
menit/shift dengan mengobservasi efek samping obat atau reaksi alergi.
c. Kategori III : Perawatan total/intensive care
Kebutuhan sehari-hari tidak bisa dilakukan sendiri, semua dibantu oleh
perawat, penampilan sakit berat. Pasien memerlukan observasi terus
menerus.

13
BAB III
PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
Dalam menentukan kebutuhan tenaga diruang rawat, perawat perlu memantau
klasifikasi klien. Sistem klasifikasi pasien adalah pengelompokan pasien
berdasarkan kebuthan perawatan secara klinis dapat diobservasikan oleh
perawat. Pada dasarnya sistem klasifikasi pasien ini mentgelompokkan pasien
sesuai dengan ketergantungannya dengan perawat atau waktu dan
kemampuan yang dibutuhkan
3.2 Saran
Diharapkan makalah ini dapat menjadi referensi serta menambah wawasan
dan ilmu bagi pembaca terutama dalam bidang keperawatan agar mengetahui
banyak hal mengenai sistem klasikasi pasien dan konsep penerapan
pengorganisasian dalam lingkup managemen keperawatan

14
Daftar Pustaka

Kuntoro, Agus. 2010. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Yogyakarta : Nuha


Medika
Nursalam, (2007) . Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika
Gillies. 2010. Nursing Management: System Approach. (3th ed). Philadelpia: W.
B. Saunders Co.
Swanburgs, RC. 2011. Introductory Management and Leadership for Nurses.
London: Jones and Barlett.

15

Anda mungkin juga menyukai