Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Akhlak dan Tasawuf
Disusun Oleh :
KELOMPOK 6
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan limpahan
rahmatnya kami bisa menyelesaikan makalah pada waktunya. Berikut ini penulis
mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "Tajalli". Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini, sesuai dengan harapan Bapak Dosen pada mata
kuliah yang dimaksud. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak kesalahan serta kekurangan didalamnya. oleh karena itu kami
mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca yang bersifat membangun guna
kesempurnaan makalah kami nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Apabila
terdapat banyak kesalahan penulis meminta maaf jika ada kekurangan dan ada tulisan yang
kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca. Kami juga berterima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Dengan
ini kami persembahkan makalah kami semoga makalah ini bisa bermanfaat.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Tajalli ...................................................................................................................
2. Pelaksanaan ........................................................................................................
A. Kesimpulan ..........................................................................................................
B. Saran ....................................................................................................................
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Latar Belakang
Saat kita sudah dewasa, akhlak dalam tasawuf sangat dibutuhkan bagi setiap manusia
khususnya bagi seorang muslim. Oleh karena itu setiap manusia khususnya bagi orang
muslim haruslah tahu pemahaman tentang akhlak dalam tasawuf agar dalam mengamalkan
sesuai dengan kaedah yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw.
Dalam pandangan kaum sufi, manusia cenderung mengikuti hawa nafsu. Ia cenderung
ingin menguasai dunia atau berusaha agar berkuasa di dunia. Tujuan umat pada umumnya
adalah kenikmatan hidup di dunia. Pandangan hidup seperti itu menyebabkan manusia lupa
sebagai hamba Allah yang harus berjalan sesuai aturan-aturan-Nya. Untuk memperbaiki
keadaan yang tidak baik tersebut, seseorang yang ingin memasuki kehidupan tasawuf harus
melalui beberapa tahapan. Tujuannya adalah untuk bisa mengendalikan hawa nafsu sampai
ketitik terendah dan bila mungkin mematikan hawa nafsu itu. Tahapan tersebut terdiri atas
tiga tingkatan yaitu takhalli, tahalli, dan tajalli. Untuk tahapan pendidikan mental itu pada
fase tajalli.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulis
PEMBAHASAN
A. Tajalli
1. Pengertian Tajalli
Tajalli adalah orang-orang yang telah melaksanakan takhalli dan tahalli secara baik dan
sempurna dengan riyadhah dan mujahadah yang terus menerus, sehingga dia sampai kepada
tingkat hakikat yang akhirnya menjadi kekasih Allah swt.
Sesungguhnya orang yang telah sampai ketingkat tajalli tertinggi, dia telah melewati fase-
fase, riyadhah dan mujahadah yang sungguh-sungguh dan terus menerus, sehingga
kehidupannya selalu dalm keadaan muqabah yang terus menerus, akhirnya memperoleh
musyahadah, lalu makrifat dan akhirnya fana fillah.
Orang yang fana fillah, tajali-lah baginyaNur Uluhiyah, sehinggah dia mengetahui
rahasia-rahasia yang ghaib, karena telah hilang sifat basyariyahnya yang menjadi hijab untuk
dapat kasyaf.
2. Pelaksanaan
Orang yang fana fillah hingga dia menjadi tajalli, adalah orang yang pada waktu itu
sedang munajat beribadat kepada-nya, fana dan tajalli adalah kehendak Allah swt yang
merupakan rahmat dan kerunia dari padanya.
Syekh Abu Yazid busthami setiap membicarakan fana dan membicarakan baqa dan pada
waktu yang bersamaan membicarakan adanya tajalli. Atau dengan kata lain, adanya fana baru
adanya dengan adanya baqa atau adanya fana baru adanya dengan adanya tajalli.
Menurut Sayyid Abdul Karim bin Ibrahim Jaelani dalam kitabnya “ Al Insanul Kamil”
mengatakan ada 4 tingkatan tajalli :
a. Tajalli Af’al
Tajalli Af’al (perbuatan) lenyapnya af’al seorang hamba dan yan adanya hanya af’al
Allah swt. Af’al yang hakiki adalah af’al allah. Segala sesuatu yang ada ini pada hakikatnya
adalah hasil af’al Allah, yang dilakukan oelah mahluknya merupakan sunnah tullah semata.
Sunnah tullah yang merupakan sebab akibat.
Artinya : Padahal allah lah yang menciptkan kamu danapa yang kamu perbuat itu
b. Tajalli Asma
Tajalli asma ialah fananya seorang hamba pada waktu ibadat atau munajat kepada salah
satu atau beberapa dari asma Allah swt.
Tajalli asma (nama-nama) ialah fananya seseorang hamba pada waktu ibadat atau
munajat kepada salah satu atau beberpa dari asma Allah. Kita mengetahui ada 99
(sembilanpuluh Sembilan) nama Allah yang dinamakan Asmaul Husna. Apabila seseorang
fana ke dalam salah satu asmaul husna, kemudian dia menyeru atau berdo’a kepada asma
tersebut, maka Allah akan menjawab dan memperkenankan do’anya. Umpamanya, bila
seseorang fana ke dalam asma Al ‘Aliim (Yang Maha Mengetahui), atau Ar Razzak ( Yang
Maha Memberi Rezeki) dan dia berdo’a untuk mendapatkan sesuatu ilmu atau rezeki, maka
Allah akan memperkenankan do’anya itu.
c. Tajalli Sifat
Tajalli sifat adalah seseorang fana dengan sifat-sifat Allah yang maha sempurna.Seseorang
yang fana filsifat secara haqqul yakin merasakan keagungan sifat-sifat Allah itu. Pengerian
tajalli sifat hamper sama dengan pengertian tajalli asma’.
d. Tajalli Zat
Tajalli Zat ialah fananya seseorang hamba kedalam zat yang wajibul wujud, sehingga
terpancarlah Nur bahwa hanya Allah sajalah yang merupakan wujud yang mutlak.
Sesungguhnya proses takhalli, tahalli, tajalli itu, tidaklah hanya selesai satu tingkat
atau satu tahap baru memasuki tingkat atau tahap selanjutnya. Pelaksanaannya adalah
bersama-sama, sesuai dengan riyadhah dan mujahadah yang dilaksanakan dan tergantung
pula kepada rahmat dan karunia Allah swt.
Tajalli tingkat tertinggi seperti yang diuraikan di atas amatlah sulit bila
pembahasannya hanya melalui akal. Akal terbatas maudhuk pembahasannya, terutama
kepada maslah-masalah alam fisika. Alam sulit menjangkau alam metafisika. Kalbu hati
nurani manusia, dapat memuat sifat-sifat dan asma Allah sebagaimana tersebut di dalam
hadits Rasulullah.
B. Tajalli (Manifestasi Al-Haq) dan Martabat Tujuh
Kata “tajali” (Ar.: tajalli) merupakan istilah tasawuf yang berarti ”penampakan diri
Tuhan yang bersifat absolut dalam bentuk alam yang bersifat terbatas. Istilah ini berasal dari
kata tajalla atau yatajalla, yang artinya “menyatakan diri”.
Konsep tajali beranjak dari pandangan bahwa Allah Swt dalam kesendirian-Nya (sebelum
ada alam) ingin melihat diri-Nya di luar diri-Nya. Karena itu, dijadikan-Nya alam ini. Dengan
demikian, alam ini merupakan cermin bagi Allah Swt. Ketika Ia ingin melihat diri-Nya, Ia
melihat pada alam. Dalam versi lain diterangkan bahwa Tuhan berkehendak untuk diketahui,
maka Ia pun menampakkan Diri-Nya dalam bentuk tajali.
Proses penampakan diri Tuhan itu diuraikan oleh Ibn ’Arabi. Menurutnya, Zat Tuhan yang
mujarrad dan transendental itu bertajali dalam tiga martabat melalui sifat dan asma (nama)-
Nya, yang pada akhirnya muncul dalam berbagai wujud konkret-empiris. Ketiga martabat itu
adalah martabat ahadiyah, martabat wahidiyah, dan martabat tajalli syuhudi.
Pada martabat ahadiyah, wujud Tuhan merupakan Zat Mutlak lagi mujarrad, tidak
bernama dan tidak bersifat. Karena itu, Ia tidak dapat dipahami ataupun dikhayalkan. Pada
martabat ini Tuhan—sering diistilahkan al-Haq oleh Ibn ’Arabi—berada dalam keadaan
murni bagaikan kabut yang gelap (fi al-’amâ’); tidak sesudah, tidak sebelum, tidak terikat,
tidak terpisah, tidak ada atas, tidak ada bawah, tidak mempunyai nama, tidak musammâ
(dinamai). Pada martabat ini, al-Haq tidak dapat dikomunikasikan oleh siapa pun dan tidak
dapat diketahui.
Martabat wahidiyah adalah penampakan pertama (ta’ayyun awwali) atau disebut juga
martabat tajali zat pada sifat atau faydh al-aqdas (emanasi paling suci). Dalam aras ini, zat
yang mujarrad itu bermanifestasi melalui sifat dan asma-Nya. Dengan manifestasi atau tajali
ini, zat tersebut dinamakan Allah, Pengumpul dan Pengikat Sifat dan Nama yang
Mahasempurna (al-asma al-husna, Allah). Akan tetapi, sifat dan nama itu sendiri identik
dengan zat. Di sini kita berhadapan dengan zat Allah yang Esa, tetapi Ia mengandung di
dalam diri-Nya berbagai bentuk potensial dari hakikat alam semesta atau entitas permanen
(al-’a’yan tsabitah).
Martabat tajalli syuhudi disebut juga faidh al-muqaddas (emanasi suci) dan ta’ayyun tsani
(entifikasi kedua, atau penampakan diri peringkat kedua). Pada martabat ini Allah Swt
bertajali melalu asma dan sifat-Nya dalam kenyataan empiris atau alam kasatmata. Dengan
kata lain, melalui firman kun (jadilah), maka entitas permanen secara aktual menjelma dalam
berbagai citra atau bentuk alam semesta. Dengan demikian alam ini tidak lain adalah
kumpulan fenomena empiris yang merupakan lokus atau mazhar tajali al-Haq. Alam yang
menjadi wadah manifestasi itu sendiri merupakan wujud atau bentuk yang tidak ada akhirnya.
Ia tidak lain laksana ’aradh atau aksiden (sifat yang datang kemudian) dan jauhar (substansi)
dalam istilah ilmu kalam. Selama ada substansi, maka aksiden akan tetap ada. Begitu pula
dalam tasawuf. Menurut Ibn ’Arabi, selama ada Allah, maka alam akan tetap ada, ia hanya
muncul dan tenggelam tanpa akhir.
Konsepsi tajali Ibn ’Arabi kemudian dikembangkan oleh Syekh Muhammad Isa
Sindhi al-Burhanpuri (ulama India abad ke-16) dalam tujuh martabat tajali, yang lazim
disebut martabat tujuh. Selain dari tiga yang disebut dalam konsepsi versi Ibn ’Arabi, empat
martabat lain dalam martabat tujuh adalah: martabat alam arwah, martabat alam mitsal,
martabat alam ajsam, dan martabat insan kamil.
Martabat alam arwah adalah ”Nur Muhammad” yang dijadikan Allah Swt dari nur-
Nya, dan dari nur Muhammad inilah muncullah ruh segala makhluk. Martabat alam mitsal
adalah diferensiasi dari Nur Muhammad itu dalam ruh individual seperti laut melahirkan
dirinya dalam citra ombak. Martabat alam ajsam adalah alam material yang terdiri dari empat
unsur, yaitu api, angin, tanah, dan air. Keempat unsur material ini menjelma dalam wujud
lahiriah dari alam ini dan keempat unsur tersebut saling menyatu dan suatu waktu terpisah.
Adapun martabat insan kamil atau alam paripurna merupakan himpunan segala martabat
sebelumnya. Martabat-martabat tersebut paling kentara terutama sekali pada Nabi
Muhammad saw sehingga Nabi saw disebut insan kamil.
Tajali al-Haq dalam insan kamil ini terlebih dulu telah dikembangkan secara luas oleh
Abdul Karim bin Ibrahim al-Jili (1365-1428, tokoh tasawuf) dalam karyanya al-Insân al-
Kâmil fî Ma’rifat al-Awâkhir wa al-Awâ’il (Manusia Sempurna dalam Mengetahui [Allah]
Sejak Awal hingga Akhirnya). Baginya, lokus tajali al-Haq yang paling sempurna adalah Nur
Muhammad. Nur Muhammad ini telah ada sejak sebelum alam ini ada, ia bersifat kadim lagi
azali. Nur Muhammad itu berpindah dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam berbagai
bentuk para nabi, yakni Adam, Nuh, Ibrahim, Musa–salam Allah atas mereka semua—dan
lain-lain hingga dalam bentuk nabi penutup, Muhammad saw. Kemudian ia berpindah kepada
para wali dan berakhir pada wali penutup (khatam awliya), yaitu Isa as yang akan turun pada
akhir zaman.
Para sufi sependapat bahwa untuk mencapai tingkat kesempurnaan kesucian jiwa itu
hanya dengan satu jalan, yaitu cinta kepada Allah dan memperdalam rasa kecintaan itu.
Dengan kesucian jiwa ini, barulah akan terbuka jalan untuk mencapai Tuhan. Tanpa jalan ini
tidak ada kemungkinan terlaksananya tujuan itu dan perbuatan yang dilakukan tidak dianggap
perbuatan yang baik. (M.M. Syarif :1999).
Untuk melestarikan dan memperdalam rasa ketuhanan, ada beberapa cara yang
diajarkan kaum sufi, antara lain :
a) Munajat
Secara sederhana kata ini mengandung arti melaporkan diri ke hadirat Allah atas
segala aktivitas yang dilakukan.[8] Ini adalah salah satu bentuk do’a yang diucapkan dengan
sepenuh hati disertai dengan deraian air mata dan dengan bahasa yang puitis. Doa dan air
mata itulah munajat sebagai manifestasi dari rasa cinta dan rindu kepada Allah. Latihan
dengan ibadah seperti itu adalah cara memperdalam penghayatan rasa ketuhanan.
Menurut Abu Zakaria Ansari, muraqabah adalah senantiasa memandang dengan hati
kepada Allah dan selalu memperhatikan apa yang diciptakan-Nya.[9] Jadi, sesuai dengan
pengertian ini bahwa muraqabah itu merupakan suatu sikap mental yang senantiasa melihat
dan memandang baik dalam keadaan bangun/tidur, bergerak/diam, dan di waktu lapang
maupun susah.
C. Hakikat Tajalli
Tajalli Zat dan Sifat adalah didalam anda dan dibayangkan didalam cermin fikiran anda,
tetapi anda mengotorkan cermin itu dengan kemanusiaan dan perangai anda dan menjadi
BUTA dan tidak nampak Tajalli itu.
Tiap tiap jahat ( dosa ) adalah daripada ADOM ( kosong ) yaitu ghayr wujud. Kejahatan
tidak wujud. Kejahatan timbul kerana perbandingan Asma Asma yang bertentangan.
ZAT MUTLAK itu adalah orang itu sendiri. Selagi bayangan wujud ini menjadi , objek
dalam ilmu anda, maka objeklah yang anda sembah bukanya HAQ. Hak tersembunyi didalam
Qalib ( Badan ).
Oleh itu perhatikan Yang Benar disamping badan anda dalam pandangan. Apabila Aku
anda keluar, Aku DIA masuk dan menunjukkan KeindahanNya pada anda.
Surah Al-Fath : 10
Al-Fath : 02
Allah telah mengampuni engkau wahai nabi, semua dosa dosa engkau yang dahulu dan dosa
dosa engkau yang akan datang.
Orang Arif ialah orang yang bukan sahaja melihat Allah dalam segala-galanya tetapi juga
melihat Allah sebagai HAKIKAT SEGALANYA.
Al-Maidah : 01
SYIRIK timbul dari Khatrat banyak. Zat yang satu itu memakai pel bagai pakaian.
Oleh itu melihat YANG SATU sebagai YANG BANYAK adalah SYIRIK. Sembahyang,
puasa, khalwat dan tasbih adalah untuk memerhatikan Haq didalam diri.
o Anggaplah wujud anda sebagai WUJUD ALLAH. Perbuatan dan sifat anda sebagai Af’al
dan Sifat Allah. Hilangkan diri anda dan cari semula dan bila berjumpa Hakikat Haq adalah
hakikat anda.
NamaNya Yang Batin menunjukkan Yang Ghaib dan namaNya Yang Zahir menunjukkan
Yang Nyata :-
Surah Al-Hadid : 04
Dia jadikan langit dan bumi dalam 6 hari dan kemudian mengambil kedudukan di Arasy.
Nabi Nabi tidak ditugaskan untuk MEMBUKA RAHSIA RAHSIA ini. Mereka terpaksa
menjalankan Syariat membiarkan Hakikat itu tersembunyi
Hadith :-
Wali Wali Allah ialah jurucakap Nabi Nabi. Mereka menyatakan batin percakapan Nabi
Nabi.
Surah Israel : 81
Yang benar ( haq ) telah datang dan hapuslah yang palsu ( batil ). Sesungguhnya yang
batil itu pasti hapus. Jika anda anggap diri anda sebagai lain dari Allah dan Allah lain dari
anda, anda telah meletakkan ASAS SYIRIK.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tajalli adalah orang-orang yang telah melaksanakan takhalli dan tahalli secara baik
dan sempurna dengan riyadhah dan mujahadah yang terus menerus, sehingga dia sampai
kepada tingkat hakikat yang akhirnya menjadi kekasih Allah swt.
Sayyid Abdul Karim bin Ibrahim Jaelani dalam kitabnya “ Al Insanul Kamil”
mengatakan ada empat tingkatan tajalli : Tajalli Af’al, Tajalli Asma, Tajalli Sifat, Tajalli Zat
Proses penampakan diri Tuhan itu diuraikan oleh Ibn ’Arabi. Menurutnya, Zat Tuhan
yang mujarrad dan transendental itu bertajali dalam tiga martabat melalui sifat dan asma
(nama)-Nya, yang pada akhirnya muncul dalam berbagai wujud konkret-empiris. Ketiga
martabat itu adalah :
1. Martabat ahadiyah, wujud Tuhan merupakan Zat Mutlak lagi mujarrad, tidak bernama
dan tidak bersifat.
2. Martabat wahidiyah adalah penampakan pertama (ta’ayyun awwali) atau disebut juga
martabat tajali zat pada sifat atau faydh al-aqdas (emanasi paling suci).
3. martabat tajalli syuhudi disebut juga faidh al-muqaddas (emanasi suci) dan ta’ayyun
tsani (entifikasi kedua, atau penampakan diri peringkat kedua).
SYIRIK timbul dari Khatrat banyak. Zat yang satu itu memakai pel bagai pakaian.
Oleh itu melihat YANG SATU sebagai YANG BANYAK adalah SYIRIK. Sembahyang,
puasa, khalwat dan tasbih adalah untuk memerhatikan Haq didalam diri.
Anggaplah wujud anda sebagai WUJUD ALLAH. Perbuatan dan sifat anda sebagai
Af’al dan Sifat Allah. Hilangkan diri anda dan cari semula dan bila berjumpa Hakikat Haq
adalah hakikat anda.
B. Saran
Demikianlah proses tajali al-Haq pada alam semesta. Wadah tajali-Nya yang paling sempurna
adalah insan, sementara insan yang paling sempurna sebagai wadah tajali-Nya adalah insan
kamil dalam wujud Nabi Muhammad saw. Itulah beberapa tahapan dalam pembinaan
tasawuf. Mudah-mudahan dengan melakukan proses tahapan tersebut, manusia dapat
mengenal kehidupan tasawuf yang sesungguhnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://makalahtarbiyah7s.blogspot.com/
http://tarekataulia.blogspot.com/2013/12/kesempurnaan-konsep-takhalli-tahalli.html
As, Asmaran. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996