Anda di halaman 1dari 79

EFEKTIVITAS PEMBERIAN DAUN KATUK TERHADAP PRODUKSI

ASI PADA IBU POST PARTUM DI BPM BIDAN Y BEKASI TIMUR


TAHUN 2022

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kebidanan
pada Program Studi Ilmu Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Nasional
Jakarta

Oleh :

KRISTINA SAGALA

205401446268

UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KEBIDANAN
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji sukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

Tuhan

semua umat, Tuhan seluruh alam dan Tuhan dari segala hal yang telah memberi

rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

dengan judul “Efektivitas Pemberian Daun Katuk Terhadap Produksi ASI Pada

Ibu PostPartum Di BPM Bidan Y Bekasi Timur Tahun 2022”.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan

tanpa adanya Ridho Illahi, dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

untuk itu pada kesempatan ini dengan rendah hati dan rasa hormat yang besar saya

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nasional Ibu Dr. Retno Widowati,

M.Si.

2. Dr. Vivi Silawati, SST., SKM., MKM Selaku Ketua Program Studi D-IV

Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Nasional Jakarta.

3. Ibu Risza Choirunnisa, SST., MKM Selaku pembimbing 1 yang telah memberi

dorongan, saran dan ilmu dalam proses pembuatan proposal penelitian saya.

4. Ibu Dr. Siti Syamsiah, SST., M.Keb selaku pembimbing 2 yang telah memberi

masukkan dan memberikan dukungan penuh dalam pembuatan skripsi saya.

5. Seluruh dosen dan staf karyawan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Nasional

yang telah mendidik dan memfasilitasi proses pembelajaran di Kampus FIKES

UNAS.
6. Kepala dan seluruh karyawan Puskesmas Pancoran Jakarta yang telah

memberikan kesempatan untuk peneliti melakukan penelitian.

Akhirnya saya sebagai makhluk yang tidak sempurna memohon maaf

apabila ada kesalahan baik secara teknik, format ataupun isi dari skripsi saya.

Harapan saya semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.

Bekasi, Februari 2022

(Kristina Sagala)
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa nifas merupakan masa setelah persalinan selesai sampai 6 minggu

atau 42 hari. Selama masa nifas terjadi beberapa perubahan fisiologis, salah

satunya yaitu perubahan pada payudara. Pemberian air susu ibu (ASI) pada

bayi merupakan metode pemberian makanan yang terbaik. ASI mengandung

banyak nutrisi dan zat antibodi untuk melindungi bayi dari infeksi dan

bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan yang optimal bagi bayi.

Air susu ibu (ASI) mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena

mengandung protein untuk daya tahan tubuh dan bermanfaat untuk mematikan

kuman dalam jumlah tinggi sehingga pemberian ASI eksklusif dapat

mengurangi risiko kematian pada bayi. Kolostrum berwarna kekuningan yang

dihasilkan pada hari pertama sampai dengan hari ketiga. Hari keempat sampai

hari kesepuluh ASI mengandung immunoglobulin, protein, dan laktosa lebih

sedikit dibandingkan kolostrum tetapi lemak dan kalorinya lebih tinggi dengan

warna susu yang lebih putih. Selain mengandung zat makanan, ASI juga

mengandung enzim tertentu yang berfungsi sebagai zat penyerap yang tidak

akan menganggu enzim lain di usus. Susu formula tidak mengandung enzim

tersebut sehingga penyerapan makanan sepenuhnya bergantung pada enzim

yang terdapat di usus bayi (Profil Kesehatan Indonesia, 2020).


World Health Organization (WHO) dan United Nations International

Children’s Emergency Fund (UNICEF) merekomdasikan sebaiknya bayi

hanya diberi Air Susu Ibu (ASI) selama 6 bulan dan pemberian ASI

dilanjutkan sampai bayi berumur 2 tahun. Pada tahun (2020) World Health

Organization (WHO) kembali memaparkan data berupa angka pemberian ASI

eksklusif secara global, walaupun telah ada peningkatan, namun angka ini

tidak meningkat cukup signifikan, yaitu sekitar 44% bayi usia 0-6 bulan di

seluruh dunia yang mendapatkan ASI eksklusif dari 50% target pemberian

ASI eksklusif menurut World Health Organization (WHO). Masih rendahnya

pemberian ASI eksklusif akan berdampak pada kualitas dan daya hidup

generasi penerus (WHO, 2020).

Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2020, cakupan ASI

eksklusif di Jawa Barat adalah pada tahun 2019 sebesar 71,11% dan

meningkat pada tahun 2020 sebesar 76,11%. Berdasarkan data dari Profil

Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2020 Cakupan ASI Eksklusif di

Kabupaten Bekasi sebesar 65,5%, mengalami kenaikan jika dibanding tahun

2019 yang sebesar 58,3%. Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Kabupaten

Bekasi Tahun 2020 cakupan pemberian ASI Eksklusif tersebut masih kurang

dari target yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Nomor

450/Menkes/SK/IV/2004 tentang pemberian ASI Eksklusif bayi di Indonesia

yaitu 80% (Profil Kesehatan Indonesia, 2020).

Upaya Pemerintah untuk mensukseskan pemberian ASI Eksklusif

tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 Tahun 2012 yang

bertujuan untuk menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI


Eksklusif sampai umur 6 bulan, memberikan perlindungan kepada ibu dalam

memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya, serta untuk meningkatkan peran

dan dukungan keluarga dan masyarakat dalam pemberian ASI Eksklusif.

Namun upaya pemerintah belum bisa memenuhi pencapaian target yang

telah di tentukan, karena tidak semua ibu memberikan ASI pada bayinya

dengan berbagai alasan. Misalnya takut gemuk, ibu bekerja, payudara kendor

dan sebagainya. Di lain pihak, ada juga ibu yang ingin memberikan ASI

kepada bayinya tetapi mengalami kendala, biasanya ASI tidak keluar lancar

dan produksinya sedikit sehingga ibu memberikan susu formula untuk bayinya

(Maritalia, 2012).

Kualitas dan produksi ASI juga sangat dipengaruhi oleh makanan yang

dikonsumsi ibu sehari-hari. Pada masa menyusui ibu harus mengkonsumsi

makanan dengan gizi seimbang dan beraneka ragam. Kelancaran produksi ASI

akan terjamin apabila makanan yang dikonsumsi ibu setiap hari cukup akan

zat gizi dan pola makan teratur. Terdapat berbagai makanan yang dapat

mempengaruhi produksi ASI, misalnya sayur-sayuran hijau seperti daun katuk

dan lainnya (Mulyani, 2013).

Bila bayi tidak diberi ASI Eksklusif memiliki dampak yang tidak baik bagi

bayi. Adapun dampak memiliki risiko kematian karena diare 3,94 kali lebih

besar dibandingkan bayi yang mendapat ASI Eksklusif (Kemenkes, 2010).

Bayi yang diberi ASI akan lebih sehat dibandingkan dengan bayi yang diberi

susu formula. Pemberian ASI akan lebih sehat dibandingkan dengan bayi yang

diberi susu formula. Pemberian susu formula pada bayi dapat meningkatkan

risiko infeksi saluran kemih, saluran nafas dan telinga. Bayi juga mengalami
diare, sakit perut (kolik), alergi makanan, asma, diabetes dan penyakit saluran

pencernaan kronis (Hapsari, 2014).

Upaya untuk meningkatkan produksi ASI biasa dilakukan dengan

pemberian terapi farmakologis maupun non farmakologis. Terapi non

farmakologis yang dapat meningkatkan produksi ASI yaitu bisa dengan

perawatan payudara, hypnobreastfeeding, akupresure (William, 2016), dan

penambahan nutrisi mineral dan laktagogum yang didapat dari tanaman

herbal. Laktagogum merupakan kandungan obat herbal yang dapat

meningkatkan atau memperlancar pengeluaran air susu. Laktagogum sintetis

tidak banyak dikenal dan relatif mahal. Hal ini menyebabkan perlu dicarinya

obat laktagogum alternatif. Kandungan laktagogum juga terdapat pada

tanaman daun katuk (Istiqomah, 2015).

Penggunaan daun katuk telah banyak diteliti dengan pemakaian dibuat

sayur dan dilalap (Rahmanisa, 2016). Menurut (Situmorang dan Singarimbun,

2019) kandungan protein yang terdapat pada daun katuk memiliki khasiat

untuk menstimulasi pengeluaran air susu ibu, sedangkan kandungan steroid

dan polifenol di dalamnya berfungsi untuk menaikkan kadar prolaktin.

Lactagogue yang ada pada daun katuk memiliki efek dalam merangsang

hormon prolactin dan oksitosin seperti polifenol, alkaloid, steroid, flavonoid

yang efektif dalam meningkatkan sekresi dan pengeluaran air susu ibu.

Kemudian penelitian yang dilakukan Suwanti, Endang dan Kuswati (2016)

menyebutkan bahwa mengkonsumsi daun katuk yang berlebihan dapat

menyebabkan efek samping keracunan paperina bila dikonsumsi mentah yang


dapat mengakibatkan sumbatan udara di paru-paru sampai kematian (Suwanti

dan Kuswati, 2016).

Menurut Rahmanisa (2016) untuk menjaga kualitas ASI, ibu harus

mengikuti pola makan dengan prinsip gizi seimbang dan mengkonsumsi

beragam makanan, terutama sayuran berwarna hijau tua yang baik untuk

melancarkan ASI. Salah satu sayuran hijau tersebut adalah Sauropus

Androgynus (L.) Merr yang dikenal di Indonesia sebagai daun katuk, karena

mengandung alkaloid dan sterol yang dapat meningkatkan kelancaran ASI.

Selain itu daun katuk mengandung vitamin A, B1,C, tanin, saponin alkaloid

papaverin (Rahmanisa, 2016).

Berdasarkan hasil wawancara secara langsung terhadap 10 ibu postpartum

di wilayah kerja BPM Bidan Y di Kabupaten Bekasi, dari 10 ibu postpartum

terdapat 30% orang yang hanya memberikan ASI, dan 70% lainnya

memberikan susu formula dengan alasan ASI yang keluar masih sedikit,

kemudian perasaan takut ibu tidak bisa mengurus bayinya dan nutrisi ibu yang

kurang juga dapat menghambat peningkatan produksi ASI. Pada masa nifas

ibu juga mengatakan tidak sering mengkonsumsi sayur-sayuran hijau.

Berdasarkan permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan sebuah

penelitian yaitu pemberian daun katuk pada ibu postpartum, sehingga

diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat mengatasi permasalahan

tersebut sehingga cakupan ASI Eksklusif dapat meningkat dalam rangka

mendukung program pemerintah.

Berdasarkan data di atas dan pengamatan sampai saat ini, maka penulis

ingin membuktikan tentang “Efektivitas Pemberian Daun Katuk Terhadap


Produksi ASI Pada Ibu PostPartum di BPM Bidan Y Di Bekasi Timur”

sebagai judul penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2020, cakupan ASI

eksklusif di Jawa Barat adalah pada tahun 2019 sebesar 71,11% dan

meningkat pada tahun 2020 sebesar 76,11%. Berdasarkan data dari Profil

Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2020 Cakupan ASI Eksklusif di

Kabupaten Bekasi sebesar 65,5%, mengalami kenaikan jika dibanding tahun

2019 yang sebesar 58,3%. Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Kabupaten

Bekasi Tahun 2020 cakupan pemberian ASI Eksklusif tersebut masih kurang

dari target yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Nomor

450/Menkes/SK/IV/2004 tentang pemberian ASI Eksklusif bayi di Indonesia

yaitu 80% (Profil Kesehatan Indonesia, 2020). Berdasarkan hasil wawancara

secara langsung terhadap 10 ibu postpartum di wilayah kerja BPM Bidan Y di

Kabupaten Bekasi, dari 10 ibu postpartum terdapat 30% orang yang hanya

memberikan ASI, dan 70% lainnya memberikan susu formula dengan alasan

ASI yang keluar masih sedikit, kemudian perasaan takut ibu tidak bisa

mengurus bayinya dan nutrisi ibu yang kurang juga dapat menghambat

peningkatan produksi ASI. Pada masa nifas ibu juga mengatakan tidak sering

mengkonsumsi sayur-sayuran hijau.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

terapi daun katuk pada ibu nifas dan ingin mengetahui “Apakah Ada Pengaruh

Pemberian Daun Katuk Terhadap Produksi ASI Pada Ibu PostPartum Di BPM

Bidan Y Bekasi Timur Tahun 2022?”.


1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Pengaruh Pemberian Daun Katuk Terhadap Produksi ASI

Pada Ibu PostPartum Di BPM Bidan Y di Bekasi Timur Tahun 2022.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Diketahui karakteristik responden meliputi usia ibu, jenis

kelamin bayi, pendidikan dan pekerjaan.

1.3.2.2 Diketahui produksi ASI pada ibu postpartum sebelum

diberikan daun katuk di BPM Bidan Y Bekasi Timur Tahun

2022.

1.3.2.3 Diketahui produksi ASI pada ibu postpartum sesudah

diberikan daun katuk di BPM Bidan Y Bekasi Timur Tahun

2022.

1.3.2.4 Diketahui efektivitas pemberian daun katuk terhadap produksi

ASI pada ibu postpartum di BPM Bidan Y Bekasi Timur

Tahun 2022.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Ibu Menyusui

Diharapkan dengan penelitian ini dapat menambah informasi dan dapat

memotivasi ibu menyusui dalam memberikan ASI pada bayinya dengan

meningkatnya jumlah ASI.

2. Bagi Instansi
Dan dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

dalam proses pembelajaran dan pemanfaatan tanaman herbal. Terutama

memberikan gambaran masukan dan informasi bagi penelitian selanjutnya.

3. Bagi Peneliti

Untuk memberikan tambahan referensi tentang pengaruh daun katuk

terhadap peningkatan produksi ASI, serta sebagai pengembangan ilmu

pengetahuan dan metodologi penelitian.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Teori Masa Nifas

Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari

persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti

prahamil. Lama masa nifas 6-8 minggu (Wahyuningsih, 2018). Masa

nifas adalah masa setelah melahirkan selama 6 minggu atau 40 hari.

Masa ini penting sekali untuk terus dipantau. Nifas merupakan masa

pembersihan Rahim, sama halnya seperti masa haid (Dewi, 2020).

Masa nifas (purperium) dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya

plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Masa nifas

merupakan masa yang beresiko terjadi kematian pada ibu, sekitar

60% kematian ibu terjadi setelah melahirkan dan hampir 50%

dari kematian pada masa nifas terjadi pada 24 jam pertama

setelah persalinan. Penyebab kematian ibu dalam masa nifas


diantaranya disebabkan oleh adanya komplikasi masa nifas. Penyebab

tidak diketahuinya masalah bahaya masa nifas yaitu kurangnya

pengetahuan ibu nifas, sehingga ibu nifas tidak menyadari jika

mengalami tanda bahaya pada masa nifas (Setyoningsih, 2020).

Pada masa nifas biasaya ibu takut untuk banyak bergerak, karena

beberapa kepercayaan ibu yang belum genap 40 hari tidak

diperbolehhkan melakukan aktifitas, pada persalinan normal dan ibu

dalam keadaan normal maka biasanya ibu diperbolehkan untuk

bangun dan dari tempat tidur setelah 24-48 jam setelah persalinan

contohnya berjalan, mandi dan ke toilet atau kamar mandi dengan

bantuan keluarga. Ambulasi dilakukan secara bertahap sesuai

kekuatan ibu (Irma, 2019). Beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi

dan diperhatikan ibu setelah melahirkan adalah kebutuhan gizi,

mobilisasi dini, kebersihan diri, istirahat dan seks. Contoh salah satu

kebutuhan personal hygiene seperti mandi, kebutuhan eliminasi

seperti buang air besar dan buang air kecil dan mobilisasi dini seperti

mandi, ke toilet dan senam nifas. Mobilisasi awal yang bisa dilakukan

ibu bertujuan untuk mengurangi bendungan lochea dalam rahim

memperlancar peredaran darah sekitar alat kelamin dan mempercepat

normalisasi alat kelamin (Irma, 2019).

2.1.2 Teori ASI

2.1.2.1 Pengertian ASI

Air susu ibu atau yang biasa disebut dengan ASI

merupakan makanan pokok bagi seorang bayi. Satu jam


setelah melahirkan, ibu menyusui direkomendasikan untuk

memberikan ASI pada bayinya. Dimana ASI saat baru

melahirkan terdapat kandungan zat antibodi yang sangat baik

bagi kelangsungan dan tumbuh kembang anak. Kandungan zat

antibodi pada ASI setelah melahirkan tersebut dikenal dengan

nama kolostrum. Warnanya bukan putih melainkan kekuning-

kuningan (WHO, 2020).

Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam

larutan protein. Laktosa dan garam-garam anorganik yang di

sekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai

makanan bagi bayinya (Haryono, 2014). Menurut Roesli

(2015) yang dimaksud dengan ASI ekslusif adalah bayi yang

hanya di beri ASI saja tanpa tambahan lain seperti cairan lain

seperti susu formula, jeruk, madu, air putih dan tanpa

tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu,

biskuit, bubur nasi dan tim. Lebih lanjut dikatakan bahwa

penyusuan ASI ekslusif dianjurkan untuk jangka waktu empat

bulan sampai enam bulan. Depkes RI (2018) mendefinisikan

ASI ekslusif adalah memberikan hanya ASI tanpa memberikan

makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai

bayi berusia 6 bulan, kecuali obat dan vitamin.

ASI dalam jumlah cukup merupakan makanan terbaik pada

bayi dan dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan

pertama. ASI merupakan makanan alamiah yang pertama dan


utama bagi bayi sehingga dapat mencapai tumbuh kembang

yang optimal (Depkes RI, 2018). Kelebihan ASI adalah mudah

dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai, juga

mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi

yang terdapat dalam ASI tersebut. ASI mengandung zat-zat

gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan

perkembangan kecerdasan bayi/anak (Depkes RI, 2018).

2.1.2.2 Manfaat ASI

ASI memiliki manfaat yang sangat banyak, baik bagi ibu

menyusui maupun bayinya. Manfaat tersebut dapat menjadi

pertimbangan pentingnya memberikan ASI kepada bayi.

1) Manfaat ASI Bagi Ibu

Beberapa manfaat ASI bagi ibu menyusui meliputi:

 Membantu proses involusi uterus

 Dengan dikeluarkannya hormon oksitosin akan

menstimulus kontraksi rahim, sehingga dapat

mempercepat involusi uterus.

 Mencegah terjadinya perdarahan pasca bersalin.

 Hormon oksitosin akan menstimulasi kontraksi rahim,

sehingga pembuluh darah terjepit dan mencegah

terjadinya perdarahan.
 Mengurangi kejadian anemia, karena kejadian

perdarahan pasca bersalin lebih rendah.

 Menjarangkan kehamilan.

 Menyusui dapat digunakan sebagai salah satu metode

kontrasepsi yaitu metode amenore laktasi (MAL).

Hormon yang mempertahankan laktasi akan bekerja

menekan hormon untuk ovulasi.

 Ibu merasa bangga dan merasa dibutuhkan.

 Biaya lebih murah, karena ASI tidak perlu di beli.

 Tersedia kapan saja dan di mana saja.

 Menimbulkan rasa kasih saying, sehingga

mengeratkan hubungan psikologis ibu dan anak.

 Mempercepat penurunan berat badan seperti sebelum

hamil.

 Mengurangi risiko kanker payudara dan kanker

ovarium (Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia,

2020).

2) Manfaat ASI Bagi Bayi

Beberapa manfaat ASI bagi bayi meliputi:

 Nutrisi yang sesuai untuk bayi dan terbaik untuk bayi.

 Mudah di cerna.

 Bersih, sehat dan suhu yang tepat.

 Membantu pertumbuhan yang baik bagi bayi.

 Mengurangi kejadian gigi berlubang.


 Mengandung antibodi, sehingga melindungi bayi dari

berbagai penyakit infeksi.

 ASI yang diproduksi berubah sesuai dengan

perkembangan bayi.

 Bayi merasa aman, nyaman dan terlindungi.

 Meningkatkan kecerdasan.

 Koordinasi saraf menghisap, menelan dan bernafas

lebih sempurna.

 Kalori yang terkandung dalam ASI dapat memenuhi

bayi sampai usia 6 bulan.

 Perkembangan psikomotorik bayi lebih cepat.

 Menunjang perkembangan penglihatan bayi (Bidan

dan Dosen Kebidanan Indonesia, 2020).

2.1.2.3 Jenis - Jenis ASI

Tabel 2.1 Komposisi Kolostrum (Susu pertama yang diminum


setelah dilahirkan), Susu transisi (susu yang diminum/suckling
setelah susu pertama), dan Susu Matur atau murni

Milking Setelah Lahir


Kolostrum Susu Transisi Susu
Komponen
Pertama Matur
Kedua Ketiga
(sejak lahir)
Total solid % 23,9 14,1 13,6 12,9
Lemak % 6,7 3,9 4,4 4,0
Protein % 14,0 5,1 4,1 3,1
Laktosa % 2,7 4,4 4,7 5,0
Kalsium % 0,26 0,15 0,15 0,13
Immunoglobulin % 6,0 2,4 1,0 0,1
Sumber (Jones dan Heinrich, 2020)
ASI yang dikeluarkan ibu setelah melahirkan memiliki

beberapa tahapan yang menyesuaikan dengan kebutuhan bayi.

Tahapan-tahapan tersebut meliputi:

1) Kolostrum

Kolostrum mulai diproduksi dalam satu bulan

terakhir kehamilan dan dikeluarkan pada hari pertama

setelah bersalin sampai hari ke-3 atau ke-5. Kolostrum

berwarna kuning keemasan (karena tinggi lemak dan sel-sel

hidup), kental dan kadar protein tinggi. Manfaat kolostrum

yaitu meningkatkan daya tahan tubuh bayi, melapisi usus

bayi dan melindungi usus bayi dari bakteri sehingga

kolostrum harus diberikan.

Kolostrum merupakan pencahar bagi bayi untuk

mengeluarkan meconium sehingga usus bayi bersih dan

siap menerima ASI. Kadar protein kolostrum lebih tinggi

dari ASI matur dan kadar karbohidrat kolostrum lebih

rendah dari ASI matur. Produksi kolostrum pada hari

pertama hanya kisaran satu sendok teh (Bidan dan Dosen

Kebidanan Indonesia, 2020).

2) ASI Transisi atau ASI Peralihan

ASI yang keluar pada hari ke-3 atau hari ke-5

sampai hari ke-10. Ada teori yang menyatakan ASI

peralihan bertahan sampai 2 minggu. Volume semakin

banyak, kadar lemak dan karbohidrat semakin tinggi,


sedangkan kadar protein semakin rendah jika bandingkan

dengan kolostrum. Hal tersebut sesuai dengan kebutuhan

bayi yang sudah beradaptasi dengan lingkungan dan mulai

aktif (Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia, 2020).

3) ASI Matur

ASI matur adalah ASI terakhir yang dihasilkan oleh

payudara ibu, dengan komposisi yang relative konstan. ASI

matur berwarna putih kekuning-kuningan, tidak

menggumpal ketika dipanaskan. Komposisi ASI matur

terus berubah menyesuaikan perkembangan bayi sampai

usia enam bulan (Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia,

2020).

Komposisi ASI matur terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Foremik

ASI yang dihasilkan pada awal menyusui, warna lebih

jernih dan encer, banyak mengandung air, vitamin dan

protein sehingga mirip seperti minuman segar untuk

menghilangkan haus.

b. Hindmilk

Hindmilk keluar setelah foremik keluar, warna lebih

putih dan lebih kental. Kadar lemak tinggi yang

diperlukan untuk penambahan berat badan bayi.

Hindmilk cenderung mengenyangkan dan diibaratkan

sebagai hidangan utama.


Oleh karena itu hendaknya ibu harus menyusui bayi

sampai payudara kosong (mendapatkan foremik dan

hindmilk) sehingga bayi merasa puas dan tidak mudah

rewel. (Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia, 2020).

2.1.2.4 Kandungan Zat Gizi Dalam ASI

ASI adalah nutrisi yang terbaik untuk bayi, dengan

kandungan gizi proporsional menyesuaikan dengan yang

dibutuhkan bayi. Kandungan zat gizi yang dibahas disini

adalah kandungan gizi dalam ASI matur.

1) Karbohidrat

Kadar karbohidrat ASI lebih tinggi dibandingkan susu sapi.

Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa yang dapat

diserap secara efisien yaitu >90%. Fungsi karbohidrat yaitu

memberikan energi (40% dari total energi dalam ASI),

pertumbuhan sel saraf otak, membantu penyerapan kalsium,

mencegah pertumbuhan bakteri berbahaya di usus dan

mempercepat pengeluaran kolostrum (Bidan dan Dosen

Kebidanan Indonesia, 2020).

2) Protein

Kadar protein ASI lebih rendah dibandingkan susu sapi,

namun protein dalam susu sapi membentuk gumpalan yang

relatif keras pada lambung bayi sehingga sulit untuk

dicerna usus bayi, sedangkan protein dalam ASI lebih lunak


sehingga mudah untuk dicerna usus bayi. Protein susu sapi

yang dapat diserap pencernaan bayi hanya sepertiga protein

ASI (Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia, 2020).

Fungsi protein dalam ASI yaitu sumber energi, mengikat

zat besi dan mempermudah penyerapan zat besi,

meningkatkan system kekebalan tubuh bayi serta

membantu perkembangan otak (Bidan dan Dosen

Kebidanan Indonesia, 2020).

3) Lemak

Kadar lemak ASI lebih tinggi dibandingkan susu sapi.

Lemak merupakan zat gizi terbesar kedua dalam ASI. ASI

banyak mengandung omega-3, omega-6, dan DHA yang

dibutuhkan untuk pembentukan sel-sel jaringan otak, serta

mengandung enzim yang membuat lemak ASI dapat

dicerna seluruhnya oleh system pencernaan bayi.

Fungsi lemak dalam ASI meliputi sumber energi utama

dalam ASI, berperan dalam pengaturan suhu tubuh bayi,

membantu perkembangan saraf otak dan penglihatan

(Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia, 2020).

4) Vitamin dan Mineral

a. Vitamin

Kandungan vitamin A dalam ASI cukup banyak,

dengan fungsi membantu pertumbuhan, perkembangan

dan diferensiasi jaringan pencernaan dan pernafasan.


Kecukupan vitamin D dalam tubuh, tergantung pada

konsumsi ibu selama hamil dan menyusui. Kandungan

vitamin B, C dan E dalam ASI, jumlahnya cukup untuk

memenuhi kebutuhan bayi.

Secara umum, kandungan vitamin dalam ASI cukup

untuk bayi sampai usia 6 bulan, kecuali vitamin K,

karena usus bayi belum mampu membentuk vitamin K

(Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia, 2020).

b. Mineral (Kalium, Kalsium, Natrium dan Fosfor)

Kadar mineral tersebut dalam ASI lebih rendah

dibandingkan susu sapi, namun mineral tersebut mudah

dicerna oleh bayi dan mencukupi kebutuhan bayi.

Kadar mineral tersebut dalam susu sapi lebih tinggi,

namun lebih sulit untuk dicerna sehingga mengganggu

keseimbangan pencernaan dan memperberat kerja usus

bayi. Hal tersebut dapat menyebabkan pertumbuhan

bakteri merugikan yang menimbulkan gejala kembung

(Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia, 2020).

c. Mineral (Zat Besi dan Zink)

Kadar zink dan zat besi dalam ASI lebih rendah

dibandingkan susu sapi atau susu formula, namun

mudah diserap pencernaan bayi (Bidan dan Dosen

Kebidanan Indonesia, 2020).

2.1.2.5 Tanda Kecukupan ASI


Untuk mengetahui kecukupan ASI pada bayi dapat dilihat dari:

1) Kurve pertumbuhan berat badan memuaskan, yaitu

menunjukkan berat badan pada

Triwulan pertama (1 -3 bulan): 150-250 gr setiap minggu,

Triwulan kedua (4-6 bulan): 500-600 gr per bulan,

Triwulan ketiga (7-9 bulan): 350-450 gr setiap bulan,

Triwulan keempat (10-12 bulan): 250-350 gr setiap bulan

atau berat badan naik 2 kali lipat berat badan waktu lahir

pada umur 4-5 bulan dan 3 kali lipat pada umur satu tahun.

2) Bayi lebih banyak ngompol sampai 6 kali atau lebih dalam

sehari.

3) Setiap kali menyusui, bayi menyusu dengan lahap,

kemudian melemah dan tertidur.

4) Payudara ibu terasa lunak setelah menyusui (Marmi,

2013).

5) Bayi sering buang air besar (BAB) ± 4 kali sehari

berwarna kekuningan “berbiji” (Pitriani dan Rika, 2014).

2.1.2.6 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produksi ASI

Produksi ASI dapat meningkat atau menurun tergantung

stimulasi pada kelenjar payudara. Menurut Haryono dan

Setianingsih (2014) beberapa faktor yang mempengaruhi

produksi ASI antara lain:

1) Frekuensi Penyusuan
Penyusuan direkomendasikan sedikitnya 8 kali perhari

pada periode awal setelah melahirkan. Frekuensi

penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan stimulasi

hormon dalam kelenjar payudara (Nugroho, 2011).

2) Berat Lahir

Berat lahir bayi berkaitan dengan kekuatan untuk

mengisap, frekuensi dan lamanya penyusuan yang

kemudian akan mempengaruhi stimulasi hormone

prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI

(Nugroho, 2011).

3) Usia Kehamilan Saat Melahirkan

Bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34

minggu) sangat lemah dan tidak mampu mengisap secara

efektif sehingga produksi ASI lebih rendah daripada bayi

yang lahir tidak prematur. Lemahnya kemampuan

mengisap pada bayi prematur disebabkan berat badan

yang rendah dan belum sempurnanya fungsi organ

(Nugroho, 2011).

4) Usia dan Paritas

Ibu yang melahirkan bayi lebih dari satu kali, produksi

ASI pada hari keempat setelah melahirkan lebih tinggi

dibanding ibu yang melahirkan pertama kali (Nugroho,

2011).

5) Stress dan Penyakit Akut


Pengeluaran ASI akan berlangsung baik apabila ibu

merasa rileks dan nyaman. Keadaan ibu yang cemas dan

stres akan mengganggu proses laktasi karena produksi ASI

terhambat. Penyakit infeksi kronik dan akut dapat

mempengaruhi produksi ASI (Nugroho, 2011).

6) Konsumsi Rokok

Merokok akan menstimulasi pelepasan adrenalin sehingga

menghambat pelepasan oksitosin. Dengan demikian

volume ASI akan berkurang karena kerja hormon

prolaktin dan hormon oksitosin terganggu (Nugroho,

2011).

7) Konsumsi Alkohol

Meskipun minuman alkohol dosis rendah disatu sisi dapat

membuat ibu rileks sehingga membantu pengeluaran ASI

namun disisi lain etanol dapat menghambat produksi

oksitosin (Nugroho, 2011).

8) Pil Kontrasepsi

Pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin apabila

dikonsumsi oleh ibu menyusui akan menurunkan volume

dan durasi ASI, namun apabila pil kontrasepsi hanya

mengandung progestin saja maka tidak akan mengganggu

volume ASI (Nugroho, 2011).

9) Makanan Ibu
Seorang ibu yang kurang gizi akan mengakibatkan

turunnya jumlah ASI bahkan pada akhirnya produksi ASI

dapat terhenti. Hal ini disebabkan pada masa kehamilan

jumlah pangan dan gizi yang dikonsumsi ibu tidak

memungkinkan untuk menyimpan cadangan lemak dalam

tubuhnya yang kelak akan digunakan sebagai salah satu

komponen ASI dan sebagai sumber energi selama proses

menyusui (Haryono dan Setianingsih, 2014).

10) Dukungan Suami dan Keluarga Lain

Dukungan suami dan keluarga akan membuat perasaan ibu

menjadi bahagia, senang, sehingga ibu akan lebih

menyayangi bayinya yang pada akhirnya akan

mempengaruhi pengeluaran ASI lebih banyak (Haryono

dan Setianingsih, 2014).

11) Perawatan Payudara

Perawatan payudara dapat dimulai ketika kehamilan

masuk 7-8 bulan. Payudara yang terawat baik akan

mempengaruhi produksi ASI lebih banyak sehingga cukup

untuk memenuhi kebutuhan bayi. Perawatan payudara

yang baik juga akan membuat putting tidak mudah lecet

ketika diisap bayi. Pada masa 6 minggu terakhir masa

kehamilan perlu dilakukan pijat payudara. Pijat payudara

akan menghambat terjadinya penyumbatan pada duktus


laktiferus sehingga ASI akan keluar dengan lancar

(Haryono dan Setianingsih, 2014).

12) Jenis Persalinan

Ibu dengan persalinan normal dapat segera menyusui

bayinya setelah melahirkan. ASI sudah keluar pada hari

pertama persalinan. Sedangkan pada persalinan sectio

caesaria (sesar) sering kali ibu merasa kesulitan menyusui

segera setelah lahir, terutama pada ibu yang diberikan

anestesi (bius) umum. Ibu relative tidak bisa menyusui

bayinya pada satu jam pertama setelah melahirkan.

Kondisi luka operasi di perut ibu juga dapat menghambat

proses menyusui (Haryono dan Setianingsih, 2014).

13) Rawat Gabung

Rawat gabung bayi dengan ibu setelah melahirkan akan

meningkatkan frekuensi menyusui. Bayi akan

mendapatkan ASI lebih sering sehingga timbul refleks

oksitosin yang akan merangsang refleks prolaktin untuk

memproduksi ASI kembali. Selain itu refleks oksitosin

juga akan membantu proses fisiologis involusi rahim yaitu

proses pengembalian ukuran rahim seperti sebelum hamil

(Haryono dan Setianingsih, 2014).

2.1.2.7 Penatalaksanaan Pengeluaran ASI

a. Terapi Farmakologi

1) Domperidone
Dosis domperidone yang dianjurkan 30 mg/hari.

Makin tinggi dosis, lebih banyak efek samping. Belum

diketahui rentang waktu pemberian domperidone yang

optimal sebagai galactogogue, beberapa peneliti

menyarankan sekitar 2-4 minggu, kemudian diturunkan

bertahap sebelum dihentikan. Efek samping yang

dialami ibu yang sering terjadi antara lain nyeri kepala,

rasa haus, mulut kering, diare, kram perut, dan

kemerahan kulit (William dan Carrey, 2016).

2) Metoklopramid

Dosis yang dipakai 30-45 mg per hari dibagi dalam

3-4 dosis, selama 7-14 hari dengan dosis penuh dan

diturunkan bertahap selama 5-7 hari. Penggunaan yang

lebih lama dapat meningkatkan kejadian depresi.

Kadang-kadang produksi dapat berkurang ketika dosis

diturunkan, dosis efektif terendah dapat diteruskan. Efek

samping berupa keletihan, mengantuk, dan diare dapat

terjadi tetapi biasanya ibu tidak perlu menghentikan

penggunaan obat ini. Obat harus dihentikan jika terjadi

gejala ekstrapiramidal yaitu penurunan kesadaran, sakit

kepala, kebingungan, pusing, depresi mental, gelisah

atau agitasi. Reaksi distonik akut jarang terjadi (<0,5%)

dan mungkin memerlukan pengobatan difenhidramin.


Metoklopramid tidak boleh digunakan pada pasien

epilepsi atau dalam pengobatan anti kejang, mempunyai

riwayat depresi atau dalam pengobatan antidepresi,

mempunyai feokromositoma atau hipertensi tidak

terkontrol, perdarahan atau obstruksi intestinal, riwayat

alergi terhadap metoklopramid (William dan Carrey,

2016).

b. Terapi Non Farmakologi

1) Pijat Akupresur

Teknik pemberian Akupresure dapat memberikan perintah

kepada hipofisis untuk mengeluarkan hormon prolaktin dan

oksitosin, pemberian akupresure dilakukan dengan cara

penekanan di beberapa titik tertentu yang kemudian akan

memberikan rangsangan pada otak untuk mengeluarkan

hormon prolaktin dan hormon oksitosin pada darah yang

akhirnya akan membuat produksi ASI meningkat.

(Wulandari et al, 2019).

Rangsangan pada titik akupresur yang menuju sentral

terutama hipofisis dan pituitari berdampak pada perbaikan

kerja fungsi dan hormon dengan tujuan untuk produksi ASI

agar meningkat. Titik yang digunakan untuk pijat akupresur

ialah tangan, dan dititik lokal pada payudara sehingga

membantu pengeluaran ASI secara maksimal. (Khabibah

dan Mukhoirotin, 2019).


2) Pijat Oksitosin

Metode pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk

mengatasi ketidaklancaran produksi ASI. Pijat oksitosin

adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang

(vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam dan

merupakan usaha untuk merangsang hormone prolactin dan

oksitosin setelah melahirkan (Roesli, 2009).

3) Teknik Marmet

Teknik ini merupakan kombinasi antara cara memerah ASI

dan memijat payudara sehingga reflek keluarnya ASI dapat

optimal. Teknik memerah ASI dengan cara marmet ini pada

prinsipnya bertujuan untuk mengosongkan ASI dari sinus

laktiferus yang terletak dibawah areola sehingga diharapkan

dengan pengosongan ASI pada daerah sinus laktiferus ini

akan merangsang pengeluaran hormone prolaktin.

Pengeluaran hormone prolaktin ini selanjutnya akan

merangsang mammary alveoli untuk memproduksi ASI.

Makin banyak ASI dikeluarkan atau dikosongkan dari

payudara maka akan semakin banyak ASI akan diproduksi

(Roesli, 2005).

4) Endorphin

Endorphin massase merupakan suatu metode sentuhan

ringan yang dikembangkan pertama kali oleh Costance

Palinsky. Sentuhan ringan ini bertujuan meningkatkan


kadar endorphin untuk membiarkan tubuh menghasilkan

endorphin. Teknik sentuhan ringan juga membantu

menormalkan denyut jantung dan tekanan darah. Sentuhan

ini mencakup pemijatan yang sangat ringan yang bisa

membuat bulu-bulu halus dipermukaan kulit berdiri,

sehingga dapat melepaskan hormon endorpin dan oksitosin

(Aprilia, 2010).

5) Kompres Hangat

Kompres hangat pada payudara akan memberikan sinyal ke

hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika

reseptor yang peka terhadap panas di hipotalamus di

rangsang, system efektor mengeluarkan sinyal dengan

vasodilatasi perifer. Kompres hangat payudara selama

pemberian ASI akan dapat meningkatkan aliran ASI dari

kelenjar-kelenjar penghasil ASI. Manfaat lain dari kompres

hangat payudara yaitu stimulasi refleks let down, mencegah

bendungan pada payudara yang bisa menyebabkan

payudara bengkak dan memperlancar peredaran darah pada

daerah payudara (Saryono, 2009).

6) Breast Care (Perawatan Payudara)

Breast care adalah pemeliharaan payudara yang dilakukan

untuk memperlancar ASI dan menghindari kesulitan pada

saat menyusui dengan melakukan pemijatan. Perawatan

payudara sangat penting dilakukan selama hamil sampai


menyusui. Hal ini karena payudara merupakan satu-satu

penghasil ASI yang merupakan makanan pokok bayi baru

lahir sehingga harus dilakukan sedini mungkin (Azwar,

2008).

7) Laktagogum

Laktagogum merupakan zat yang dapat meningkatkan dan

melancarkan produksi ASI. Sampai saat ini masyarakat

masih menaruh kepercayaan besar pada laktagogum dari

bahan tradisional alamiah dibandingkan hasil produksi

pabrik yang modern ataupun sintetik karena telah

dibuktikan berdasarkan pengalaman secara turun-temurun

(Kaliappan, 2018). Laktagogum memiliki efek dalam

merangsang pengeluaran hormon oksitosin dan prolaktin

seperti alkaloid, polifenol, steroid, flavonoid yang efektif

dalam meningkatkan sekresi dan pengeluaran ASI.

Mekanisme kerja laktagogum dalam membantu

meningkatkan laju sekresi dan produksi ASI adalah dengan

secara langsung merangsang aktivitas protoplasma pada sel-

sel sekretoris kelenjar susu dan ujung saraf sekretoris dalam

kelenjar susu yang mengakibatkan sekresi air susu

meningkat, atau merangsang hormon prolaktin yang

merupakan hormon laktagonik terhadap kelenjar mamae

pada sel-sel epitelium alveolar yang akan merangsang


laktasi. Beberapa diantaranya berkhasiat sebagai

laktagogum seperti tanaman daun katuk (Sari, 2015).

2.1.3 Teori Daun Katuk

2.1.3.1 Pengertian Daun Katuk

Katuk (Sauropus androgynous (L.) Merr) merupakan

tanaman sayuran yang banyak terdapat di Asia tenggara.

Tumbuhan ini dalam beberapa bahasa dikenali sebagai mani

cai (bahasa Cina), cekur manis (bahasa Melayu), di Indonesia

masyarakat Minangkabau menyebut katuk dengan nama

simani. Selain menyebut katuk, masyarakat Jawa juga

menyebutnya katukan atau babing. Sementara itu masyarakat

Madura menyebutnya kerakur dan orang Bali lebih

mengenalnya dengan kayu manis. Tanaman katuk

sesungguhnya sudah dikenal nenek moyang kita sejak abad ke-

16 (Santoso, 2014).

Daun katuk (Sauropus androgynous) merupakan salah satu

herbal yang memiliki potensi dalam penurunan kadar lemak

pada produk unggas. Potensi tersebut didukung oleh kandungan

senyawa aktif yang diduga dimiliki oleh daun katuk. Senyawa

yang mampu menurunkan kadar lemak yaitu golongan

flavonoid, saponin, dan tannin (Santoso, 2014).

Gambar 2.1 (Daun Katuk)


2.1.3.2 Klasifikasi Daun Katuk

Tanaman katuk di klasifikasian sebagai berikut (Nasution,

2018):

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malpighiales

Famili : Phyllanthaceae

Genus : Sauropus

Spesies : Sauropus androgynus

2.1.3.3 Morfologi Daun Katuk

a) Batang

Tanaman katuk merupakan sejenis tanaman perdu yang

tumbuh menahun. Tanaman ini berbentuk ramping

sehingga banyak ditanam dipinggir pagar, batangnya

berwarna hijau saat masih muda, dan berubah menjadi

warna kelabu keputihan saat sudah tua. Tinggi batang

daun katuk sekitar 3-5 meter dengan batang tumbuh tegak,

berkayu, dan bercabang jarang.

b) Daun Katuk
Daun katuk berukuran kecil dan berwarna hijau gelap

yang panjangnya bisa mencapai 5-6 cm. Kandungan zat

besi yang terdapat pada daun katuk lebih tinggi

dibandingkan dengan daun pepaya dan daun singkong.

Daun katuk juga mengandung senyawa saponin,

flavonoida, dan tanin.

c) Bunga

Daun katuk merupakan salah satu tanaman yang rajin

berbunga, bunganya berwarna merah gelap dengan bintik-

bintik merah dan berukuran kecil- kecil. Bunga tersebut

akan menghasilkan buah yang berwarna putih dan di

dalamnya terdapat biji berwarna hitam.

d) Buah

Buah katuk berukuran kecil-kecil berwarna putih dengan

kelopak buah yang berwarna merah dan berbiji 3 buah.

e) Akar

Tanaman katuk berakar tunggang dan berwarna putih

kotor (Nasution, 2018).

2.1.3.4 Komposisi Daun Katuk

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui

komposisi yang terdapat di dalam tanaman katuk. Berdasarkan

hasil analisa diketahui bahwa pada tiap 100 g daun katuk


mentah mengandung 59 kal., 4,8 g protein, 1 g lemak, 11 g

karbohidrat, 204 mg kalsium, 83 mg fosfor, 2,7 mg besi,

103.705 SI vitamin A, 0,1 mg vitamin D, 239 mg vitamin C

dan air 81 g. Senyawa aktif yang efektif pada kandungan daun

katuk meliputi karbohidrat, protein, glikosida, saponin, tanin,

flavonoid, steroid, alkaloid yang berkhasiat sebagai

antidiabetes, antiobesitas, antioksidan, laktagogum,

menginduksi laktasi, antiinflamasi dan anti mikroba (Majid

dan Muchtaridi, 2018).

2.1.3.5 Manfaat Daun Katuk

Daun katuk juga memiliki banyak manfaat antara lain untuk

mengobati demam, darah kotor, borok, bisul, mengatasi

sembelit (Majid dan Muchtaridi, 2018), dan manfaat lain yang

telah dikenal luas oleh masyarakat adalah dapat memperlancar

air susu ibu (ASI), kandungan yang terdapat di dalam daun

katuk untuk ibu menyusui adalah saponin, tanin, asam amino,

dan senyawa lain yang dapat memicu produksi ASI (Nasution,

2018). Daun katuk juga digunakan sebagai antioksidan karena

mengandung senyawa β-karotin, vitamin C, tannin, saponin

dan flavonoid yang berhubungan dengan aktivitas antioksidan

(Hartanto dan Sutriningsih, 2018).

2.1.3.6 Cara Pembuatan Daun Katuk untuk Dikonsumsi Ibu

Menyusui
1) Pilih daun katuk yang masih muda, kemudian pisahkan

daun katuk dari batangnya.

2) Kupas bawang merah, bawang putih, dan cabe rawit lalu

cuci bersih, lalu iris tipis dan sisihkan.

3) Kemudian didihkan air didalam panci, setelah air

mendidih, masukan irisan bawang merah, bawang putih

dan cabe rawit, biarkan sampai mendidih.

4) Masukkan daun katuk lalu masak selama 2-3 menit setelah

air mendidih.

5) Jika sudah layu/matang, tambahkan garam dan gula.

6) Angkat dan sajikan didalam mangkok.

7) Menanyakan perasaan ibu setelah mengkonsumsi daun

katuk.

2.2 Kerangka Teori


Pengeluaran
Ibu Menyusui ASI
Produksi ASI Faktor yang mempengaruhi
produksi ASI:
1. Frekuensi Penyusuan
2. Berat Lahir
3. Usia Kehamilan
Penatalaksanaan
4. Usia dan Paritas
5. Stress dan Penyakit
6. Konsumsi Rokok
7. Konsumsi Alkohol
Farmakologis Non Farmakologis 8. Pil Kontrasepsi
9. Makanan Ibu
10. Dukungan Suami dan Keluarga
Lain
Daun Katuk 11. Perawatan Payudara
12. Jenis Persalinan
13. Rawat Gabung

Gambar 2.2 Kerangka Teori


Sumber: (Haryono dan Setianingsih, 2014)
2.3 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan

atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara

variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti

(Notoatmodjo, 2018).

Kerangka konsep dalam penelitian “Efektivitas Pemberian Daun Katuk

Terhadap Produksi Asi Pada Ibu Post Partum di Klinik Bidan Yanti Bekasi

Timur Tahun 2022” adalah

Variabel Independen Variabel Dependen

Pemberian Daun Katuk Frekuensi Produksi ASI

Keterangan :

: Variabel yang diteliti


: Mempengaruhi

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

(Sumber : Notoatmodjo, 2018)

2.4 Hipotesis Penelitian

Ha : Ada efektivitas pemberian daun katuk terhadap produksi ASI

pada ibu postpartum di BPM Bidan Y.

Ho : Tidak ada efektivitas pemberian daun katuk terhadap produksi

ASI pada ibu postpartum di BPM Bidan Y.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Quasi Eksperimen (eksperimen

semu) tanpa pembanding atau eksperimen pura-pura. Disebut demikian

karena eksperimen jenis ini belum memenuhi persyaratan seperti dapat

dikatakan ilmiah mengikuti peraturan-peraturan tertentu (Arikunto, 2016).

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Two Group Pre Post

Test with Control Design, yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk

menilai satu kelompok saja secara utuh (Notoatmodjo, 2015). Pendekatan

penelitian two group pre post test with control design dengan menggunakan

kelompok pembanding (kontrol), yaitu kelompok pertama diberikan daun

katuk kemudian dilakukan pretest-posttest, sedangkan kelompok kedua tanpa

perlakuan dan dilakukan pretest-posttest. (Notoatmodjo, 2018).

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Pretest Intervensi Posttest


Kelompok Intervensi (Perlakuan) O1 X O2
Kelompok Kontrol (Tidak diberi O3 O4
Perlakuan)
(Sumber : Sugiyono, 2014)
Keterangan:
O1 : Pretest merupakan pengukuran produksi ASI sebelum intervensi
O2 : Posttest merupakan pengukuran produksi ASI setelah intervensi
O3 : Pretest merupakan pengukuran produksi ASI sebelum kontrol
O4 : Posttest merupakan pengukuran produksi ASI setelah kontrol
X : Pemberian daun katuk
- : Tidak diberi daun katuk

3.2 Populasi Sampel


3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu postpartum yang

menyusui di BPM Bidan Y Bekasi Timur. Jumlah pasien yang

melahirkan di BPM selama bulan Januari tahun 2022 sebanyak 22

orang.

3.2.2 Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi disebut sampel penelitian (Notoatmodjo, 2018). Sampel yang

terdapat dalam penelitian ini sebanyak 20 responden. Pengambilan

sampel dalam penelitian ini adalah non probability sampling dengan

teknik purposive sampling. Purposive sampling yaitu suatu teknik

penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi

sesuai kriteria inklusi dan eksklusi yang dikehendaki peneliti,

sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang

telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2017). Kriteria pada penelitian

ini sebagai berikut:

1. Kriteria Inklusi:

a) Ibu yang melahirkan normal.

b) Ibu yang ingin memberikan ASI Eksklusif

c) Ibu yang tidak ada pantangan makanan.

2. Kriteria Eksklusi:

a) Ibu yang mengundurkan diri dari keikutsertaan penelitian atau

pindah alamat yang tidak diketahui.

b) Ibu yang memiliki komplikasi saat hamil dan melahirkan.


3.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di BPM Bidan Y Bekasi Timur

3.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan jangka waktu kurang lebih selama 3 bulan.

3.5 Variabel Penelitian

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu

kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain

(Notoatmodjo, 2018). Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu

variabel independen (bebas), yaitu variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat) dan

variabel dependen (terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2018).

3.5.1 Variabel Independen (Bebas)

Variabel independen (bebas), yaitu variabel yang mempengaruhi atau

yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen

(Sugiyono, 2018). Variabel independen dalam penelitian ini adalah

pemberian daun katuk.

3.5.2 Variabel Dependen (Terikat)

Variabel dependen (terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi atau

yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2018).

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah produksi ASI.

3.6 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi yang berdasarkan karakteristik yang

diamati (diukur) dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang


dapat diamati (diukur) itu memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi

atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena. Agar

tidak ada makna ganda dari istilah yang digunakan dalam penelitian tersebut

harus mengacu pada pustaka. Komponen yang menyertai defenisi operasional

meliputi alat ukur, skala ukur, dan hasil ukur (Notoatmodjo, 2013).

Tabel 3.2
Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur
Dependen Produksi ASI Setelah Timbangan Hasil ukur Rasio
Produksi adalah dilakukan bayi kecukupan
ASI banyaknya intervensi manual produksi
air susu ibu pada hari ke- (Merk One ASI dalam
diproduksi 7 dengan med) bentuk
dan cara numerik
dikonsumsi menimbang
pada bayi berat badan
yang bayi.
memberi Kemudian
peningkatan kelompok
berat badan intervensi
bayi. dibandingkan
dengan
kelompok
kontrol
apakah ada
perbedaan
berat badan
bayi.

Independen Pemberian Pemberian Observasi Ya Rasio


Pemberian daun katuk daun katuk dengan (mengguna
daun katuk yang direbus pada ibu lembar kan) = 1
dengan air postpartum ceklist Tidak = 2
sebanyak 1-2 yang sedang
gelas hingga menyusui
mendidih, dengan dosis
kemudian 2 mangkok
dimakan 2 setiap hari 2
kali sehari x 1 selama 7
pada pagi hari.
dan sore hari.
3.7 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan

data (Notoatmodjo, 2018). Alat yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan lembar observasi berupa lembar ceklis pengkonsumsian daun

katuk yang dikonsumsi ibu dan dan menimbang berat badan bayi dengan

menggunakan timbangan bayi manual (one mead).

3.8 Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur ini benar-

benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2018). Pada penelitian

ini peneliti tidak melakukan uji validitas lembar observasi responden dan

timbangan bayi karena membeli timbangan baru.

2. Uji Realiabilitas

Reabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya, dimana hasil pengukuran tetap konsisten bila

dilakukan pengukuran dua kali atau lebih dengan menggunakan alat ukur

yang sama (Notoatmodjo, 2018). Dalam penelitian ini uji reabilitas tidak

dilakukan karena keterbatasan waktu dan tenaga.

3.9 Prosedur Pengumpulann Data

Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1) Prosedur administrasi

Langkah awal dari penelitian ini adalah permohonan perizinan dari

akademik Fakultas Kesehatan Universitas Nasional yang di tujukan


kepada BPM Bidan Y di Bekasi Timur. Setelah mendapat surat

pengantar dari Fakultas Kesehatan Universitas Nasional. Peneliti

meminta izin kepada ibu klinik di BPM Bidan Y Bekasi Timur,

untuk melakukan penelitian dengan menyerahkan surat ijin

penelitian dari Fakultas Kesehatan Universitas Nasional. Peneliti

kemudian menemui ibu Klinik untuk menjelaskan tujuan peneltian

dan mendapat data awal.

2) Mepersiapkan materi dan konsep teori yang mendukung.

3) Melakukan konsultasi pada pembimbing.

4) Prosedur etik

Uji Etik akan di laksanakan di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Muhammadiyah Jakarta.

5) Prosedur Teknis Pengumpulan Data

Pada penelitian ini proses pengambilan dan pengumpulan data di

peroleh setelah peneliti mendapatkan surat keterangan lolos Uji Etik

dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah

Jakarta.

6) Setelah mendapatkan ijin, peneliti menentukan sample penelitian

yang diambil dengan cara purposive sampling yaitu ibu nifas atau

ibu menyusui.

7) Apabila peneliti sudah mendapat responden yang di kehendaki maka

langkah selanjutnya menjelaskan tujuan penelitian dan prosedur

penelitian kepada calon responden, kemudian calon responden di


berikan informed consent sebagai persetujuan menjadi responden

serta mengisi data demografi.

8) Setelah calon responden menyetujui dan bersedia berpartisipasi

dalam penelitian ini, kemudian calon responden diminta untuk

menandatangani surat persetujuan.

9) Peneliti membagi responden menjadi dua kelompok yaitu kelompok

perlakuan dan kelompok yang tidak diberikan perlakuan berdasarkan

kriteria yang telah ditentukan antara kelompok perlakuan dan

kelompok yang tidak diberikan perlakuan.

10) Setelah itu melakukan pre-test pada klien yang diberikan perlakuan

dan yang tidak diberikan perlakuan dengan cara wawancara dengan

menggunakan lembar observasi dan menimbang berat badan bayi.

Setelah data terkumpul lengkap dan pre-test telah dilakukan.

11) Selanjutnya peneliti melakukan post-test dengan menggunakan

lembar observasi dan menimbang berat badan bayi untuk

mengetahui intensitas daun katuk pada produksi ASI ibu nifas.

Kemudian data yang telah dikumpulkan akan dianalisis.

3.10 Pengolahan Data

Menurut Arikunto (2018) proses pengolahan data dapat melalui tahaptahap

sebagai berikut:

1) Editing

Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian

kuesioner tersebut.
2) Coding

Setelah semua diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan pengkodean

coding, yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data

angka atau bilangan. Pada penelitian ini coding yang digunakan adalah :

a) Jenis Kelamin :
Laki-laki (1)
Perempuan (2)
b) Pendidikan :
SMP (1)
SMA (2)
D3 (3)
S1 (4)
c) Pekerjaan :
IRT (1)
PNS (2)
Swasta (3)
Pedagang (4)
3) Entry

Kegiatan memasukkan data yang telah dilakukan pengkodean ke dalam

proses SPSS.

4) Cleaning

Kegiatan pengecekan kembali untuk melihat kemungkinan adanya

kesalahan yang terjadi dalam kode, ketidaklengkapan lalu kemudian

dilakukan pengkoreksian.

3.11 Analisis Data


3.11.1 Persiapan

(Mengecek nama dan kelengkapan identitas pengisi, mengecek

kelengkapan data, artinya memeriksa isi instrumen pengumpulan

data, mengecek macam isian data).

3.11.2 Tabulasi

(Memberi scor, kode, mengubah jenis data sesuai dengan analisis

yang di lakukan). Dengan menggunakan system operasi computer

atau secara manual, pengolahan data menggunakan rumus-rumus

system oprasi computer yang sesuai dengan tujuan penelitian.

3.11.2.1 Analisa Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang digunakan

untuk mengetahui gambaran karakteristik responden

dan hasil ukur variable penelitian yang disajikan

dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dengan nilai

mean (rata-rata), dan standart defiasi.

Dalam penelitian ini data yang digunakan untuk

menggambarkan tentang Produksi ASI pada

kelompok yang diberikan daun katuk. Selain itu,

analisa univariate digunakan untuk menganalisa

karakteristik ibu postpartum yang meliputi usia ibu,

jenis kelamin bayi, pendidikan, dan pekerjaan. Data

disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan

persentase.

3.11.2.2 Analisa Bivariat


Analisa bivariate adalah analisa yang digunakan

untuk menguji ada tidaknya pengaruh antara

variable independen dan variable dependen.

Langkah pertama untuk analisa bivariate yang

dilakukan adalah Uji Normalitas Data dengan

menggunakan Uji Shapiro Wilk (responden <50). Uji

normalitas data menunjukkan data berdistribusi

normal. Selanjutnya dilakukan Uji Paired T Test

yaitu dependen t-test dan independen t-test jika p

value > 0,05 maka Ho ditolak. Uji hipotesis ini

menggunakan program Statistic Package For Social

Science (SPSS) For MS Windows versi 22.

3.12 Etika Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2018), dalam melaksanakan sebuah penelitian ada

empat prinsip yang harus dipegang teguh, yakni :

3.12.1 Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for

human dignity)

Sebagai ungkapan peneliti menghormati harkat dan martabat

subjek penelitian, peneliti seyogianya mempersiapkan formulir

persetujuan subjek (inform concent) yang mencakup:

1) Penjelasan manfaat penelitian.

2) Penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang

ditimbulkan.

3) Penjelasan manfaat yang didapatkan.


4) Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang

diajukan subjek berkaitan dengan prosedur penelitian.

5) Persetujuan subjek dapat mengundurkan diri sebagai objek

penelitian kapan saja.

6) Jaminan anonimitas dan kerahasiaan terhadap identitas dan

informasi yang diberikan oleh responden.

3.12.2 Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian

(respect for privacy and confidentiality)

Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi

dan kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang

berhak untuk tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada

orang lain. Oleh sebab itu, peneliti tidak boleh menampilkan

informasi mengenai identitas dan kerahasiaan identitas subjek.

Peneliti seyogianya cukup menggunakan coding sebagai pengganti

identitas responden.

3.12.3 Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice an

inclusiveness)

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan

kejujuran, keterbukaan, dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan

penelitian perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinsip

keterbukaan, yakni dengan menjelaskan prosedur penelitian.

Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua subjek penelitian

memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa

membedakan gender, agama, etnis dan sebagainya.


3.12.4 Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan

(balancing harms and benefits)

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat

semaksimal mungkin bagi masyarakat pada umumnya, dan

subjek penelitian pada khususnya. Peneliti hendaknya

berusaha meminimalisasi dampak yang merugikan bagi

subjek. Oleh sebab itu, pelaksanaan penelitian harus dapat

mencegah atau paling tidak mengurangi rasa sakit, cidera,

stress, maupun kematian subjek penelitian.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian dengan judul Efektivitas Pemberian Daun Katuk Terhadap

Produksi ASI Pada Ibu PostPartum yang dilakukan di BPM Bidan Y Bekasi

Timur dengan responden sebanyak 20 responden terdiri dari 10 responden

sebagai kelompok intervensi dan 10 responden sebagai kelompok kontrol,

didapatkan hasil sebagai berikut :

4.1.1 Analisa Univariat

Hasil analisa univariat menjelaskan tentang gambaran karakteristik


responden meliputi usia, paritas, pendidikan dan pekerjaan.
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Yang diberi Daun Katuk di BPM
Bidan Y di Bekasi Timur Tahun 2022

No Karakteristik Responden Frekuensi Persentase


. (f) (%)
1. Usia Ibu :
24 Tahun 2 20
25 Tahun 2 20
27 Tahun 1 10
28 Tahun 1 10
29 Tahun 3 30
30 Tahun 1 10
Total 10 100
2. Jenis Kelamin Bayi
Laki-laki 6 60
Perempuan 4 40
Total 10 100
3. Pendidikan
SMP 1 10
SMA 4 40
D3 3 30
S1 2 20
Total 10 100
4. Pekerjaan
IRT 4 40
PNS 2 20
Swasta 2 20
Pedagang 2 20
Total 10 100
Berdasarkan karakteristik responden menurut usia ibu didapatkan

bahwa responden ibu berusia 24 tahun sebanyak 2 orang (20%),

berusia 25 tahun sebanyak 2 orang (20%), berusia 27 tahun sebanyak


1 orang (10%), berusia 28 tahun sebanyak 1 orang (10%), berusia 29

tahun sebanyak 3 orang (30%), dan berusia 30 tahun sebanyak 1 orang

(10%). Berdasarkan Jenis kelamin bayi, mayoritas responden laki-laki

sebanyak 6 orang (60%) dan minoritas responden perempuan

sebanyak 4 orang (40%). Berdasarkan pendidikan responden yang

berpendidikan SMP sebanyak 1 orang (10%) yang berpendidikan

SMA sebanyak 4 orang (40%), yang berpendidikan D3 sebanyak 3

orang (30%), dan yang berpendidikan S1 sebanyak 2 orang (20%).

Berdasarkan pekerjaan responden yang bekerja sebagai ibu rumah

tangga sebanyak 4 orang (40%), yang berkerja sebagai PNS sebanyak

2 orang (20%), yang berkerja sebagai karyawan swasta sebanyak 2

orang (20%), dan yang berkerja sebagai pedagang sebanyak 2 orang

(20%).

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Yang Tidak diberi Daun Katuk di
BPM Bidan Y di Bekasi Timur Tahun 2022

No Karakteristik Responden Frekuensi Persentase


. (f) (%)
1. Usia Ibu :
22 Tahun 1 10
23 Tahun 1 10
24 Tahun 1 10
26 Tahun 2 20
27 Tahun 3 30
28 Tahun 2 20
Total 10 100
2. Jenis Kelamin Bayi
Laki-laki 3 30
Perempuan 7 70
Total 10 100
3. Pendidikan
SMP 2 20
SMA 6 60
D3 1 10
S1 1 10
Total 10 100
4. Pekerjaan
IRT 2 20
PNS 1 10
Swasta 4 40
Pedagang 3 30
Total 10 100

Berdasarkan karakteristik responden menurut usia ibu didapatkan

bahwa responden ibu berusia 22 tahun sebanyak 1 orang (10%),

berusia 23 tahun sebanyak 1 orang (10%), berusia 24 tahun sebanyak

1 orang (10%), berusia 26 tahun sebanyak 2 orang (20%), berusia 27

tahun sebanyak 3 orang (30%), dan berusia 28 tahun sebanyak 2 orang

(20%). Berdasarkan Jenis kelamin bayi, responden laki-laki sebanyak

3 orang (30%) dan responden perempuan sebanyak 7 orang (70%).

Berdasarkan pendidikan responden yang berpendidikan SMP

sebanyak 2 orang (20%) yang berpendidikan SMA sebanyak 6 orang

(60%), yang berpendidikan D3 sebanyak 1 orang (10%), dan yang

berpendidikan S1 sebanyak 1 orang (10%). Berdasarkan pekerjaan

responden yang bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 2 orang


(20%), yang berkerja sebagai PNS sebanyak 1 orang (10%), yang

berkerja sebagai karyawan swasta sebanyak 4 orang (40%), dan yang

berkerja sebagai pedagang sebanyak 3 orang (30%).

Tabel 4.3
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Berat Badan Pretest dan Posttest
Pada Kelompok Intervensi

Variabel N Mean Median SD


Berat Badan Pretest Kelompok 10 3.0400 3.0000 .30258
Intervensi
Berat Badan Posttest Kelompok 10 3.3800 3.3500 .33599
Intervensi

Berdasarkan karakteristik berat badan pretest dan posttest pada


kelompok intevensi, berat badan rata-rata bayi sebelum diberikan
daun katuk adalah 3,04 kg dan setelah diberikan daun katuk
meningkat menjadi 3,38 kg.
Tabel 4.4
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Berat Badan Pretest dan Posttest
Pada Kelompok Kontrol

Variabel N Mean Median SD


Berat Badan Pretest Kelompok 10 3.0700 3.0500 .24060
Kontrol
Berat Badan Posttest Kelompok 10 3.0900 3.1000 .22336
Kontrol

Berdasarkan karakteristik berat badan pretest dan posttest pada

kelompok kontrol, berat badan rata-rata bayi pada kelompok kontrol

sebelum adalah 3,07 kg dan berat badan rata-rata bayi pada kelompok

kontrol setelah diberikan daun katuk meningkat menjadi 3,09 kg.

4.1.1.2 Uji Normalitas Data

Sebelum dilakukan uji analisis bivariat maka dilakukan uji

normalitas data dengan menggunakan Saphiro wilk karena

pada penelitian ini sampel < 50 yaitu 20 responden. Data

dinilai terdistribusi normal jika nilai signifikan α = 5% atau

0,05, maka data dinyatakan berdistribusi normal. Berikut ini


adalah hasil uji normalitas data dengan menggunakan Saphiro

wilk :

Tabel 4.5
Uji Normalitas Pada Kelompok Intervensi

Kelompok Intervensi Shapiro-wilk


Statistic N P value
Berat Badan Pretest Kelompok .963 10 .816
Intervensi
Berat Badan Posttest Kelompok .909 10 .277
Intervensi

Tabel 4.6
Uji Normalitas Pada Kelompok Kontrol

Kelompok Kontrol Shapiro-wilk


Statistic N P value
Berat Badan Pretest Kelompok .943 10 .589
Kontrol
Berat Badan Posttest Kelompok .911 10 .289
Kontrol

Berdasarkan tabel 3 menunjukan hasil uji normalitas data

dengan menggunakan uji normalitas Shapiro Wilk (Sampel <

50) pada kelompok intervensi dengan Berat Badan Pretest

diperoleh nilai p 0,816 dan BB Postest diperoleh nilai p 0,277.

Hal ini menunjukan nilai p > 0,05 berarti bahwa data

berdistribusi normal. Kemudian pada kelompok kontrol hasil

uji normalitas data dengan menggunakan uji normalitas

Shapiro Wilk (Sampel < 50) BB Pretest diperoleh nilai p 0,589

dan BB Postest diperoleh nilai p 0,289. Hal ini menunjukan

nilai p > 0,05 berarti bahwa data berdistribusi normal.

Sehingga dapat disimpulkan kedua kelompok berdistribusi

normal. Dengan demikian uji analisis pengaruh dapat


menggunakan uji parametrik dengan metode Paired Sample T

Test.

4.1.2 Analisa Bivariat

Berdasarkan hasil uji analisis bivariat dengan menggunakan uji

parametrik dengan menggunakan metode Paired sample t test,

didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.7
Uji Dependen T Test Pada Kelompok Intervensi

Paired Samples T Test Kelompok Intervensi


Variabel N Mean Std. Sig. (2-
Deviation tailed)
Berat Badan Pretest Kelompok Intervensi 10 3.0400 .30258 .000
Berat Badan Posttest Kelompok Intervensi 10 3.3800 .33599 .000

Tabel 4.8
Uji Dependen T Test Pada Kelompok Kontrol

Paired Samples T Test Kelompok Kontrol


Variabel N Mean Std. Sig. (2-
Deviation tailed)
Berat Badan Pretest Kelompok Kontrol 10 3.0700 .24060 .168
Berat Badan Posttest Kelompok Kontrol 10 3.0900 .22336 .168

Berdasarkan tabel 4.7 pada kelompok intervensi didapatkan nilai

signifikansi (2-tailed) atau p value berat badan bayi sebelum dan

setelah kelompok perlakuan sebesar 0,000 yang berarti nilai

signifikansi (2-tailed) <0,05 sehingga Ha diterima dan Ho ditolak.

Sedangkan pada tabel 4.8 pada kelompok kontrol, didapatkan nilai

signifikansi (2-tailed) atau p value berat badan bayi sebelum dan

setelah pemantauan sebesar 0,168 yang berarti nilai signifikansi (2-

tailed) >0,05 sehingga Ho diterima dan Ha ditolak.

Sehingga kesimpulannya adalah ada perbedaan rata-rata antara hasil

penimbangan berat badan bayi pretest dan posttest pada kelompok


intervensi yaitu pada berat badan bayi. Sedangkan pada kelompok

kontrol tidak terdapat perbedaan rata-rata antara hasil penimbangan

berat badan bayi pretest dan posttest pada kelompok kontrol yaitu

pada berat badan bayi.

Tabel 4.9
Uji Independen T Test Pada Posttest Kelompok Intervensi dan Posttest Kelompok
Kontrol

Independen Samples T Test Pada Posttest Kelompok Intervensi dan Posttest Kelompok
Kontrol
Variabel N Mean Std. Sig. (2-
Deviation tailed)
Berat Badan Posttest Kelompok Intervensi 10 3.3800 .33599 .036
Berat Badan Posttest Kelompok Kontrol 10 3.0900 .22336 .036

Berdasarkan tabel 4.9 didapatkan berat badan bayi nilai signifikansi (2-tailed) atau

p value pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebesar 0,036 dengan

demikian nilai signifikansi <0,05 sehingga Ha diterima dan Ho ditolak. Sehingga

kenaikkan rata-rata berat badan bayi pada kelompok intervensi lebih besar

dibanding dengan kenaikkan berat badan pada kelompok kontrol. Yang berarti

terdapat perbedaan yang signifikan antara berat badan pada kelompok intervensi

dan kelompok kontrol.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Gambaran karakteristik responden seperti Usia ibu, Jenis kelamin

bayi, Pendidikan dan Pekerjaan

Berdasarkan analisa data pada tabel 4.1 dan tabel 4.2 bahwa

karakteristik usia responden ibu pada kelompok intervensi dan kontrol

mayoritas berada pada usia 22-30 tahun yaitu sebanyak 20 responden.

Kemenkes (2016) menyatakan bahwa usia 20-35 tahun merupakan

usia resiko rendah melahirkan dan sesuai dengan upaya program safe
mother hood dalam mengarungi “4 terlalu” (kehamilan/melahirkan

terlalu muda terlalu tua, terlalu sering, terlalu banyak). Beberapa

penelitian memperlihatkan bahwa ibu postpartum dengan usia remaja

dan primipara mempunyai kecenderungan yang besar untuk

mengalami kesulitan dalam menyusui bayinya untuk pertama kali

dibandingkan dengan ibu yang berusia lebih dewasa atau yang pernah

menyusui sebelumya. Hal ini dapat mengakibatkan risiko tinggi tinggi

pada ibu terhadap komplikasi persalinan, seperti risiko produksi ASI

kurang, risiko memiliki bayi dengan berat badan lahir rendah,

kelahiran premature, mengalami perdarahan, kemungkinan

keguguran/abortus. Kematangan usia ibu dapat mempengaruhi dalam

produksi ASI. Tingkat usia akan mempengaruhi pola hidup seorang

ibu terutama makanan yang tidak sehat, ketenangan jiwa dalam

aktivitas sehari-hari (Gunanegara, 2016).

Berdasarkan hasil penelitian dari 20 responden. Pada kelompok

intervensi jenis kelamin bayi Laki-laki sebanyak 6 bayi sebesar (60%)

dan Perempuan sebanyak 4 bayi sebesar (40%). Sedangkan pada

kelompok kontrol jenis kelamin bayi Laki-laki sebanyak 3 bayi

sebesar (30%) dan Perempuan sebanyak 7 bayi sebesar (70%). Hasil

penelitian menurut Putri dan Illahi (2017) mengatakan bahwa bayi

laki-laki dianggap sangat kuat dan sangat aktif dari perempuan

sehingga dapat dikatakan bahwa bayi laki-laki membutuhkan asupan

gizi dan nutrisi yang lebih banyak dari perempuan.


Dilihat dari tingkat pendidikan terakhir, seperti tercantum dalam

tabel 4.1 dan tabel 4.2 bahwa dalam penelitian ini mayoritas

responden berpendidikan SMA sebanyak 4 responden sebesar (40%)

pada kelompok intervensi, sedangkan pada kelompok kontrol

sebanyak 6 responden sebesar (60%). Menurut Budiman, et al. (2017)

pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang

lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat

dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin

mudah pula mereka menerima informasi dan pada akhirnya semakin

banyak pengetahuan yang dimilikinya.

Dari hasil penelitian, pada pekerjaan ibu didapatkan pada

kelompok intervensi mayoritas pekerjaan adalah IRT sebesar 4 ibu

(40%) sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas pekerjaan adalah

Karyawan Swasta sebesar 4 ibu (40%). Menurut Koba (2019)

pekerjaan ialah sesuatu kedudukan yang wajib harus dimiliki

seseorang dan tugas pokok dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Berdasarkan jenis pekerjaan Ibu rumah tangga lebih mempunyai

waktu yang cukup lama berada didalam rumah untuk memberikan

ASI secara optimal. Sedangkan sebagian ibu bekerja rata-rata tidak

memberikan ASI yang optimal dikarenakan terkadang ibu yang sudah

bekerja seharian akan merasa malas dan capek dengan kegiatan

memerah ASI (Bahriah, 2019).

4.2.2 Gambaran produksi ASI pada ibu postpartum pada kelompok yang

diberikan daun katuk (Intervensi)


Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan hasil pada kelompok perlakuan

terdapat rata-rata berat badan bayi sebelum yaitu 3,04 kg dan 3,38 kg

setelah perlakuan. Sehingga terjadi perubahan Produksi ASI pada Ibu

postpartum sebelum dan setelah diberikan daun katuk. Dari hasil

penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian daun katuk

lebih efektif dalam meningkatkan produksi ASI pada ibu

postpartum di wilayah kerja BPM Bidan Y di Bekasi Timur Tahun

2022. Produksi ASI dapat dilancarkan dengan mengkomsumsi daun

katuk. Pendapat diatas didukung dengan teori dari (Murtiana, 2017)

bahwa mengkonsumsi sayuran hijau seperti daun katuk dapat

meningkatkan produksi ASI. Daun katuk mengandung polifenol dan

steroid yang berperan dalam refleks prolaktin atau merangsang alveoli

untuk memproduksi ASI serta merangsang hormone oksitosin untuk

memacu pengeluaran dan pengaliran ASI (Elahabrina, 2018).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Suwati Endang, Kuswati 2016 tentang Pengaruh Konsumsi

Ekstrak Daun Katuk Terhadap Kecukupan ASI Pada Ibu

Menyusui Di Klaten. Pada analisis statistik uji pengaruh Chi

square diperoleh hasil nilai p = 0.002. Sehingga kesimpulannya

adalah ada pengaruh yang signifikan konsumsi ekstrak daun katuk

terhadap kecukupan ASI (p = 0.000).

4.2.3 Gambaran produksi ASI pada ibu postpartum pada kelompok yang

tidak diberikan daun katuk (Kontrol)


Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan hasil pada kelompok kontrol

terdapat rata-rata berat badan bayi sebelum yaitu 3,07 kg dan 3,09 kg

setelah dilakukan pemantauan. Sehingga terjadi sedikit pengaruh

produksi ASI pada ibu postpartum sebelum dan sesudah dilakuan

pemantauan. Menurut WHO (2016) Air susu ibu (ASI) dianjurkan

pada 6 bulan pertama kehidupan karena ASI tidak terkontaminasi dan

mengandung banyak gizi yang diperlukan anak pada usia tersebut. Air

susu ibu (ASI) mengandung berbagai zat yang penting untuk tumbuh

kembang bayi dan sesuai dengan kebutuhannya dan mengandung

cukup banyak komponen yang diperlukan oleh bayi (Weni, 2017).

Menurut Haryono dan Setianingsih (2014) faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi ASI yaitu usia kehamilan, usia ibu, stress, pil

kontrasepsi, konsumsi rokok dan alkohol, perawatan payudara dan

penyebab lainnya karena faktor hormon dan makanan yang

dikonsumsi. Menurut Rina (2014), kondisi kejiwaan dan pikiran yang

tenang sangat mempengaruhi produksi ASI, jika ibu mengalami stress,

pikiran tertekan, tidak tenang, sedih dan tegang, produksi ASI akan

terpengaruh secara signifikan. Dengan terjadinya penurunan produksi

ASI akan menjadikan ibu hanya memberikan pembantu ASI terhadap

bayinya. Beberapa ramuan tradisional bisa membantu memperlancar

keluarnya ASI. Agar dapat memproduksi ASI dibutuhkan kalori

sebesar 600 kal/hari. Karena itu, ibu yang sedang menyusui harus

makan lebih banyak daripada biasanya dan lebih bergizi, kalori

sebesar 550 kal/hari dan protein 17 gram per hari dengan jumlah
vitamin A, thiamin dan riboflavin cukup tinggi. Untuk itu, perlu

makanan seimbang dengan prinsip yang sama dengan makanan ibu

hamil, tetapi jumlahnya lebih banyak dan gizi lebih baik. Jika

produksi ASI kurang baik makanan yang dianjurkan untuk dikonsumsi

ibu seperti daun katuk (Atikah, 2015).

4.2.4 Analisis pengaruh perbedaan produksi ASI pada responden yang

diberikan daun katuk dan yang tidak diberikan daun katuk

Berdasarkan tabel 4.7 dari uji dependent t-test kelompok

intervensi, hasil yang telah diperoleh dapat diartikan bahwa secara

statistik ada perbedaan pada kelompok intervensi yaitu berat badan

antara sebelum dan setelah diberikan daun katuk. Berdasarkan tabel

4.8 pada kelompok kontrol hasil yang telah diperoleh dapat diartikan

bahwa secara statistik tidak ada perbedaan berat badan antara sebelum

dan sesudah pemantauan. Dengan diberikan nya ekstrak daun katuk

pada kelompok intervensi dapat merangsang alveoli untuk

memproduksi ASI sehinngga produksi ASI pada ibu akan mengalami

peningkatan, yang dampaknya juga berat badan bayi mengalami

peningkatan (Pitriani dan Rika, 2016).

Berdasarkan tabel 4.9 dari uji independent t-test yang

menggambarkan perbedaan berat badan bayi antara kelompok yang

diberikan daun katuk dan yang tidak, didapatkan berat badan bayi

nilai signifikansi (2-tailed) atau p value pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol sebesar 0,036 dengan demikian nilai signifikansi

<0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak. Sehingga kenaikkan rata-rata


berat badan bayi pada kelompok intervensi lebih besar dibanding

dengan kenaikkan berat badan pada kelompok kontrol. Daun katuk

sendiri mengandung polifenol dan Steroid yang berperan dalam reflex

prolaktin atau merangsang alveoli untuk memproduksi ASI, serta

merangsang hormon oksitosin untuk memacu pengeluaran dan

pengaliran ASI. Daun katuk juga mengandung beberapa senyawa

alifatik. Khasiat daun katuk sebagai peningkat produksi ASI, diduga

berasal dari efek hormonal senyawa kimia sterol yang bersifat

esrogonik (Elahabrina, 2018).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nindiyaningrum, et al (2014) tentang Pengaruh Pemberian Ekstrak

Daun Katuk Terhadap Produksi ASI Pada Ibu Postpartum. Hasil uji

Wilcoxon Signed Rank Test kelompok pemberian ekstrak daun katuk

dengan 0.001 artinya ada pengaruh pemberian ekstrak daun katuk

terhadap produksi ASI pada kelompok perlakuan sedangkan

kelompok tidak pemberian ekstrak daun katuk dengan p 0.001 artinya

ada pengaruh pemberian ekstrak daun katuk terhadap produksi ASI

pada kelompok kontrol. Hasil dari uji Mann-Whitney Test dengan

hasil p 0.000 yaitu terdapat perbedaan yang signifikan antara

kelompok perlakuan dan kelompok kontrol maka Ho ditolak dan Ha

diterima maka dapat disimpulkan ada pengaruh pemberian ekstrak

daun katuk terhadap produksi ASI pada ibu postpartum.

4.3 Keterbatasan Penelitian


Peneliti menyadari adanya keterbatasan dalam penelitian ini yang

menyebabkan hasil penelitian yang kurang sempurna. Keterbatasan tersebut

yaitu:

4.3.1 Penelitian ini dilakukan hanya di 1 tempat saja yaitu di wilayah kerja

BPM Bidan Y Bekasi Timur, sehingga penelitian ini belum dapat

mewakili secara keseluruhan, hanya terbatas pada sampel penelitian.

4.3.2 Penelitian ini hanya menggambarkan usia ibu, jenis kelamin bayi,

pendidikan dan pekerjaan pada karakteristik responden.

4.3.3 Penelitian ini hanya menggunakan variabel pemberian daun katuk saja.

Sebaiknya ditambah dengan pemberian lain seperti daun papaya atau

bangun-bangun agar lebih sempurna hasil penelitian.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dengan judul Efektivitas Pemberian Daun

Katuk Terhadap Produksi ASI Ibu Postpartum dapat disimpulkan sebagai

berikut:

5.1.1 Hasil karakteristik responden pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol berdasarkan usia rata-rata 22-30 tahun, jenis

kelamin bayi adalah laki-laki dan perempuan, pendidikan rata-rata

SMA dan pekerjaan rata-rata IRT dan Karyawan Swasta.

5.1.2 Hasil gambaran produksi ASI ibu postpartum pada kelompok

intervensi atau yang diberikan daun katuk terdapat peningkatan

berat badan bayi yang cukup signifikan.

5.1.3 Hasil gambaran produksi ASI ibu postpartum pada kelompok

kontrol atau yang tidak diberikan daun katuk terdapat sedikit

peningkatan dibanding yang diberikan daun katuk terdapat

peningkatan yang signifikan.

5.1.4 Hasil analisa perbedaan produksi ASI ibu postpartum pada

kelompok intervensi atau yang diberikan daun katuk dan pada

kelompok kontrol atau yang tidak diberikan daun katuk terdapat


perbedaan yang cukup signifikan antara kelompok intervensi dan

kelompok kontrol. Pada uji dependen t-test pada berat badan bayi

kelompok intervensi nilai signifikansi (2-tailed) atau p value 0,000

dan pada kelompok kontrol nilai signifikansi (2-tailed) atau p value

0,168. Hasil analisa selanjutnya menggunakan uji independent t-

test yaitu nilai signifikansi (2-tailed) atau p value pada berat badan

bayi pada kelompok intervensi dan kontrol 0,036. Jadi pada uji

dependent t-test dan independent t-test jika nilai signifikansi (2-

tailed) atau p value >0,05 maka Ha ditolak dan jika nilai

signifikansi (2-tailed) atau p value <0.05 maka Ha diterima.

Artinya ada perbedaan yang cukup signifikan pada kelompok yang

diberikan perlakuan daun katuk dan yang tidak diberikan daun

katuk.

5.2 Saran

Berdasarkan pada kesimpulan hasil penelitian dapat diberikan saran-saran

sebagai berikut:

5.2.1 Untuk masyarakat

Diharapkan masyarakat khususnya ibu postpartum yang

mengalami masalah ASI untuk dapat mengkonsumsi daun katuk

sehingga produksi ASI tercukupi dan untuk membantu proses

pertumbuhan dan perkembangan bayi.

5.2.2 Untuk klinik

Diharapkan agar adanya tindaklanjut dari hasil penelitian yang

sudah disampaikan kepada klinik yang terlibat. Menyarankan


mengkonsumsi daun katuk dapat dimasukkan dalam penkes pada

ibu postpartum terutama untuk menanggulangi permasalahan

produksi ASI.

5.2.3 Untuk peneliti selanjutnya

Diharap untuk peneliti selanjutnya dapat mengembangkan

penelitian dengan menambah variabel penelitian.


DAFTAR PUSTAKA
Aprilia, Y. (2010). Rileks, Nyaman, dan Aman saat Hamil dan Melahirkan. Gagas
Media, Jakarta.
Arikunto, S. (2016). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka
Cipta, Jakarta.
Arikunto, S. (2018). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka
Cipta, Jakarta.
Atikah, P. (2015). Ilmu untuk Keperawatan dan Gizi Kesehatan. Nuha Medika,
Yogyakarta.
Azwar. (2008). Pengantar Kuliah Obstetri. EGC, Jakarta.
Bahriah, F. (2019). Hubungan Pekerjaan Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif
pada Bayi. Journal Endurance. 2 (2).
Budiman, et al. (2017). Hubungan Tingkat Pendidikan, Pekerjaan, Status
Ekonomi dan Paritas di Puskesmas Bahu Manado. Jurnal Ilmiah 2017.
Departemen Kesehatan RI. (2018). Pedoman Umum Pemberian Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Lokal. Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
Dewi, Y.V. (2020). Buku Ajar Asuhan Kebidanan 3. Media Sains Indonesia,
Bandung.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. (2020). Profil Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Barat Tahun 2020. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Jawa
Barat.
Elshabrina. (2018). 33 Daun Dahsyat Tumpas Berbagai Macam Penyakit. C- Klik
Medika, Yogyakarta.
Gunanegara, F. B. (2016). Hubungan Abortus Inkomplit Dengan Faktor Resiko
Pada Ibu Hamil Di Rumah Sakit Pindad Bandung. Bagian Obstetri
Ginekologi Rumah Sakit Pendidikan Immanuel Bandung, Bandung.
Hapsari. (2014). Buku Pintar ASI Eksklusif. Salsabila, Jakara.
Haryono, R dan Setianingsih, S. (2014). Manfaat ASI Eksklusif untuk Buah Hati
Anda. Gosyen Publising, Yogyakarta.
Irma, F. (2019). Ibu Hamil dan Nifas dalam Ancaman Depresi. CV. Pena Persada,
Purwokerto.
Istiqomah, S.B. (2015). Pengaruh Buah Pepaya Terhadap Kelancaran Produksi
ASI Pada Ibu Menyusui di Desa Wonokerto Wilayah Puskesmas
Peterongan Jombang Tahun 2014. Jurnal Edu Health. 5 (2).
Kaliappan, N.D. (2018). Pharmacognostical Studies on the Leaves of Plectranthus
Amboinicus (Lour) Spreg. Int J Green Pharm. 8 (3): 182-184.
Kemenkes, RI. (2016). Rencana Aksi Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu
di Indonesia. Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. (2020). Profil Kesehatan Indonesia. 2020. Kemenkes
RI Jakarta.
Khabibah, L dan Mukhoirotin, M. (2019). Pengaruh Terapi Akupresur dan Pijat
Oksitosin Terhadap Peningkatan Produksi ASI pada Ibu Postpartum di
RSUD Jombang. JURNAL EDU Nursing. 3(2), 68–77.
Koba, E.R. (2019). Hubungan jenis pekerjaan ibu dengan pemberian ASI pada
bayi di Puskesmas Ranomuut Manado. E-journal Keperawatan (e-Kp). 7
(1).
Majid, T. S. dan Muchtaridi, M. (2018). Aktivitas Farmakologi Ekstrak Daun
Katuk (Sauropus androgynus (L,) Merr). Jurnal Farmaka, 16(2), 398–405.
Maritalia, D. (2012). Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Marmi. (2013). Intranatal Care Asuhan Kebidanan Pada Persalinan. Pustaka
Belajar, Yogyakarta.
Mulyani, S.N. (2013). ASI dan Pedoman Ibu Menyusui. Nuha Medika,
Yogyakarta.
Murtiana, T. (2017). Pengaruh Konsumsi Ekstrak Daun Katuk Dengan
Peningkatan Produksi ASI Pada Ibu Menyusui di Wilayah Puskesmas
Sawah Lebar Kota Bengkulu, Bengkulu.
Nasution, A.N. (2018). Efektivitas Pemberian Simplisia Daun Katuk Terhadap
Produksi ASI pada Ibu Post-Partum di Praktik Mandiri Bidan Afriana,
AM. KEB. Skripsi. Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan.
Nindiyaningrum, R. A. et al. (2014). Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Katuk
Terhadap Produksi ASI pada Ibu Postpartum. Jurnal Ilmu Keperawatan
dan Kebidanan (JIKK). 1(6):1-9.
Notoatmodjo, S. (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.
Notoatmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.
Nugroho, T. (2011). ASI dan Tumor Payudara. Nuha Medika, Yogyakarta.
Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis.
Salemba Medika, Jakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu
Eksklusif
Pitriani, R dan Rika, A. (2014). Panduan Lengkap Asuhan Kebidan Ibu Nifas
Normal (Askeb III). Depublish CV Budi Utama, Yogyakarta.
Putri, R. S dan Illahi, A. (2017). Hubungan Pola Menyusui dengan Frekuensi
Kejadian Sakit pada Bayi. Journal of Issues in Widwifery. 1 (1).
Rahmanisa S, Aulianova T. (2016). Efektivitas Ekstraksi Alkaloid dan Sterol
Daun Katuk (Sauropus androgynus) terhadap Produksi ASI. Majority,
5(1):117- 21.
Roesli, U. (2005). Mengenal ASI Eksklusif. Trubus Agriwidya, Jakarta.
Roesli, U. (2009). Panduan Praktis Menyusui. Pustaka Bunda, Jakarta.
Roesli. U. (2015). Mengenal ASI Ekslusif. Trubus, Jakarta.
Rina, D. (2014). Sosial Budaya serta Pengetahuan Ibu Hamil yang Tidak
Mendukung Kehamilan Sehat. Jurnal Ilmiah PANNMED. 9(1).
Santoso. (2014). Katuk Tumbuhan Multi Khasiat. Faperta Universitas Bengkulu,
Bengkulu.
Sari, IP. (2015). Daya Laktagogum Jamu Uyup-Uyup dan Ekstrak Daun Katuk
(Sauropus Androgynous Merr.) Pada Glandula Ingluvrca Merpati.
Majalah Farmasi Indonesia. 14 (1): 265-9.
Saryono, R. D. P. (2009). Perawatan Payudara Edisi 2. Mitra Cendekia Press,
Yogyakarta.
Setyoningsih. (2020). Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Tanda Bahaya Selama
Masa Nifas. Jurnal Kesehatan. Panca Bhakti, Lampung. 8.
Situmorang, S. T dan Singarimbun, P.A. (2019). Pengaruh Konsumsi Air Rebusan
Daun Katuk Terhadap Pengeluaran Produksi Asi Pada Ibu Nifas Di Bidan
Praktek Mandiri Manurung Medan Tahun 2018. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan (STIKes) Murni Teguh. 1 (2).
Suhartika, et al. Dosen, Bidan Indonesia. (2020). Kebidanan Teori dan Asuhan. 2.
EGC, Jakarta.
Sugiyono. (2014). Statistik. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). CV Alfabeta,
Bandung.
Suwanti, E dan Kuswati (2016). Pengaruh Konsumsi Ekstrak Daun Katuk
Terhadap Kecukupan ASI Pada Ibu Menyusui Di Klaten. Jurnal Terpadu
Ilmu Kesehatan. 5(2): 110–237.
Syarief, H. (2014). Pemanfaatan Daun Bangun-Bangun dalam Pengembangan
Produk Makanan Tambahan Fungsional untuk Ibu Menyusui. JIPI. 19 (38-
42).
Wahyuningsih, H.P. (2018). Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui.
Kementerian Kesehatan R.I, Jakarta.
Weni, K. (2017). Neonatus & Asuhan Keperawatan Anak. Nuha Medika,
Yogyakarta
William, V dan Carrey, M. (2016). Domperidone untuk meningkatkan Produksi
Air Susu Ibu (ASI). Countinuing Professional Develoment. 3 (43): 225-26.
WHO. UNICEF. (2016). T he World Bank. UN Population Division. Trends in
maternal mortality 1990 to 2016. estimates by WHO, UNICEF, UNFPA.
WHO. (2020). Systems Thinking for Health Sstems Strengthening. WHO Press,
Switzerland.
Wulandari, et al. (2019). Pengaruh Akupresur Terhadap Produksi Air Susu Ibu
(ASI). Jurnal Ners Indonesia. 9 (2).
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN DAUN KATUK TERHADAP PRODUKSI


ASI PADA IBU POSTPARTUM DI BPM BIDAN Y BEKASI TIMUR
TAHUN 2021

Daun Katuk sebagai salah satu sayuran yang mengandung

laktagogum merupakan sayuran yang banyak terdapat di


Pengertian
Asia Tenggara yang dikenal dengan sebutan Sauropus

androgynous.

Untuk meningkatkan laju sekresi dan produksi ASI dan

menjadi strategi untuk menanggulangi gagalnya


Tujuan
pemberian ASI eksklusif yang disebabkan oleh produksi

ASI yang rendah.

Indikasi Ibu postpartum hari ke 3 sampai 9

1) Responden yaitu Ibu postpartum diberitahukan

Persiapan tujuan penelitian

Kerja 2) Melakukan Kontrak Waktu

3) Menyiapkan Daun Katuk


a. Alat

1) Panci

2) Baskom

3) Sendok Sayur

4) Pisau

5) Mangkok Sayur

Peralatan
b. Bahan
dan Bahan
1) Daun katuk 50 gram

2) Air 250 ml

3) Bawang merah secukupnya

4) Bawang putih secukupnya

5) Cabe rawit secukupnya

6) Garam secukupnya

7) Gula secukupnya

Tahapan 1. Tahap Pra Interaksi

Kerja a) Melakukan kontrak waktu

b) Mengecek kesiapan responden

2. Tahap Orientasi

a) Memberikan salam kepada responden

b) Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan

c) Menanyakan persetujuan dan kesiapan sebelum

kegiatan dilakukan

3. Tahap kerja
a) Cuci daun katuk yang sudah dipisahkan daun

katuk dari batangnya.

b) Kupas bawang merah, bawang putih, dan cabe

rawit lalu cuci bersih, lalu iris tipis dan sisihkan

c) Kemudian didihkan air didalam panci, setelah air

mendidih, masukan irisan bawang merah, bawang

putih dan cabe rawit, biarkan sampai mendidih.

d) Masukkan daun katuk lalu masak selama 2-3

menit setelah air mendidih.

e) Jika sudah layu/matang, tambahkan garam dan

gula.

f) Angkat dan sajikan didalam mangkok.

g) Menanyakan perasaan ibu setelah mengkonsumsi

daun katuk.

4. Tahap Terminasi

a) Melakukan evaluasi sesuai dengan tujuan

b) Mencatat hasil kegiatan

Evaluasi 1. Sayur bening daun katuk yang sudah di masak sesuai

SOP oleh peneliti diberikan pada ibu postpartum hari

ke 3 sampai hari ke 9 postpartum, selama 7 hari

berturut-turut.

2. Sayur bening daun katuk diberikan kepada ibu

postpartum 2 kali sehari sesuai waktu yang telah

disepakati.
3. Sayur dimakan dan dihabiskan oleh ibu postpartum

dihadapan peneliti.

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Usia :
Alamat:
Menyatakan telah mendapat penjelasan mengenai penelitian:
“Efektivitas Pemberian Daun Katuk Terhadap Produksi ASI Pada Ibu PostPartum

Di BPM Bidan Y Bekasi Timur Tahun 2021”. Dengan ini saya menyatakan tidak

keberatan menjadi sampel penelitian dan dapat memberikan informasi yang

dibutuhkan oleh peneliti.

Bekasi, Januari 2022

Menyetujui
Responden

KARAKTERISTIK RESPONDEN

EFEKTIVITAS PEMBERIAN DAUN KATUK TERHADAP PRODUKSI


ASI PADA IBU POSTPARTUM DI BPM BIDAN Y BEKASI TIMUR
TAHUN 2021

Nama Responden :

Tanggal :

A. Identitas Responden

1. Usia Ibu :

Pendidikan :

1) SMP

2. 2) SMA

3) D3

4) S1

3. Pekerjaan :

1) Ibu Rumah Tangga

2) PNS
3) Swasta

4) Pedagang

4. Jenis Kelamin Bayi :

B. Aspek yang Diobservasi

Konsumsi Daun

Hari Katuk Berat Badan Bayi

Ya Tidak

Hari Pertama

Hari Kedua

Hari Ketiga

Hari Keempat

Hari Kelima

Hari Keenam

Hari Ketujuh
Lembar Konsultasi/Bimbingan Skripsi
Nama : Kristina Sagala
NPM : 205401446268
Program Studi : Sarjana Terapan Kebidanan
Judul Skripsi : Efektivitas Pemberian Daun Katuk Terhadap Produksi Asi
Pada Ibu Postpartum Di Bpm Bidan Y Bekasi Timur Tahun 2021

Dosen Pembimbing I : Risza Choirunnisa, SST., MKM


Dosen Pembimbing II : Dr. Siti Syamsiah, SST., M.Keb

Kegiatan Konsultasi
Tanda
Materi
No. Hari/Tanggal Saran Pembimbing Tangan
Kuonsultasi
Pembimbing

1.

2.

3.
4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

Anda mungkin juga menyukai