Anda di halaman 1dari 17

MIKROBIOLOGI & PARASITOLOGI

“VEKTOR RELAPSING FEVER”

Dosen Pengampu:
Rika Arfiana Safitri,M.Farm

Disusun Oleh :
KELOMPOK 2
Ayu Nurmalia Putri (19.71.020997)
Lusia Valensky (19.71.020996)
Sisi Solikha (19.71.020995)
Yutresi Eprata (19.71.021003)
FARMASI A

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKA RAYA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
2021
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat-Nya atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah yang berjudul vector relapsing fever ini
membahas mengenai bagaimana deskripsi secara menyeluruh tentang penyakit itu sendiri.

Dalam penulisan makalah ini kami banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan review artikel dalam bentuk makalah ini.

Kami  sadar bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, Hal itu di karenakan
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita.
Palangka Raya, 01 Mei 2021

Tim Penulis

ii
Daftar Isi
Kata Pengantar ................................................................................................................. ii
Daftar Isi ............................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ...................................................................................... 4
2. Rumusan Masalah ................................................................................. 5
3. Tujuan ................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
1. Deskripsi Borrelia recurrentis .............................................................. 6
2. Siklus Hidup dan Patogenesis................................................................ 8
3. Penyakit ................................................................................................ 9
4. Pengobatan ............................................................................................ 11
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan............................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Relapsing fever atau demam kambuhan adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh kutu
(biasa kutu kepala atau tubuh manusia) dengan penyebab utama adalah bakteri borrelia
reccurentis. Bakteri borrelia tersebut hidup dalam kutu yang jika kutu dipecahkan maka
kuman akan masuk melalui kulit ke dalam tubuh manusia. Penyakit ini bisa menyebabkan
endemis (menyebar) pada populasi yang higiene rendah, transmigran / pengungsi. Kondisi ini
sangat serius dan bisa menyebabkan kematian jika tidak ditangani. Gejala yang dialami
adalah :
 Demam menggigil.
 Sakit kepala.
 Nyeri sendi.
 Mual muntah.
 Pembengkakan limpa dan hati.
 dll.
Untuk mendiagnosa penyakit ini bisa dengan menggunakan metode :
 Pemeriksaan darah dengan menggunakan tes giemsa / wright di laboratorium.
 Pemeriksaan kultur darah.
Penanganan infeksi ini adalah dengan menggunkaan antibiotik, umumnya dosis tunggal
bisa diberikan, namun untuk menghindari terjadinya kambuhan biasa akan dibutuhkan
beberapa serial pemberian antibiotik. Karena adanya resiko terjadi reaksi akibat pengobatan
antibiotik biasanya akan dibutuhkan pengawasan oleh dokter minimal sampai pemberian dua
kali antibiotic (Teguh kartawijaya, 2018).
Borrelia recurrentis merupakan penyebab demam berulang epidemik dengan Pediculus
humanus subspesies humanus sebagai vektornya. Pediculus humanus, pada saat tungau itu
menggigit sehingga mencemari luka atau cairan sendi dari kutu argasid. Jenis argasid
tersebut terutama adalah Ornithodoros bermsi dan O. Turicata di Amerika Serikat, O. Rudis
dan O. Talafe di Amerika Tengah dan Selatan, O. Moubata dan O. Hispanica di Afrika dan

4
o. Tholozani Timur Tengah dan Timur Dekat. Kutu – kutu ini biasanya makan pada waktu
malam hari, mereka makan secara cepat dan kemudian meninggalkan host-nya; mereka
mempunyai masa hidup yang panjang yaitu selama 2 – 5 tahun dan tetap infektif selama
masa hidupnya (FotsoFotso A et al., 2016).
Spirokheta merupakan batang berspiral, mudah dilentur, berdinding tipis. Kuman ini
bergerak dengan gerak mengombak dari suatu filament aksial yang melilit sekitar badan sel.
Filamen aksial terbentuk dari 2 berkas flagel kutub yang terletak di antara selaput sel dan
dinding sel, filament ini dapat dilepaskan melalui pencernaan enzim dari penutup luar. Tiga
genus yang mengandung kuman pathogen penting terhadap manusia:
Treponema, Borrelia, dan Leptospira (Jawetz, M. & A., 1996)

2. Rumusan Masalah
a. Bakteri / parasite apa yang menyebabkan vector Relapsing Fever ini?
b. Bagaimana daur hidup dan patogenesis vector Relapsing Fever?
c. Apa saja pencegahan dan pengobatan yang bisa dilakukan untuk vector Relapsing
Fever?

3. Tujuan Penulisan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui parasite / bakteri seperti apa yang
menyebabkan vector Relapsing Fever ini, selain itu juga untuk mengetahui daur hidup,
pathogenesis, serta untuk mengetahui bagaimana cara pencegahan dan pengobatan vector
Relapsing Fever ini. Selain itu pembuatan makalah ini juga untuk memenuhi tugas
penyusunan review artikel dalam bentuk makalah mata kuliah Mikrobiologi & Parasitologi.

a.

5
BAB II
PEMBAHASAN

Relapsing Fever (demam berulang) bersifat endemic di sebagian besar Negara di dunia.
Sumber utama dari penyakit ini adalah binatang pengerat yang berperan sebagai sumber infeksi
untuk kutu, genus Ornithodorus. Distribusi focus – focus endemic dan kejadian musiman dari
penyakit sebagian besar ditentukan oleh ekologi kutu pada daerah – daerah yang berlainan. Di
Amerika Serikat, kutu yang terinfeksi ditemukan di seluruh bagian barat, khususnya pada daerah
– daerah pegunungan, tetapi kasus – kasus klinik jarang. Pada kutu borrelia dapat disebarkan
secara transovarial dari generasi ke generasi.
Penemuan Penyakit
Penyakit yang sekarang dikenal sebagai demam kambuh/berulang atau relapsing fever telah
dijelaskan sejak zaman Hipokrates. Demam kambuh adalah istilah yang diciptakan untuk
menggambarkan penyakit klinis setelah wabah infeksi di Edinburgh selama 1843-188, namun
etiologi infeksi ini tetap tidak jelas sampai penelitian yang cermat dari Otto Obermeier pada
tahun 1873 ketika bekerja di rumah sakit Berlin Charité ( Birkhaug, 1942). Meskipun upaya
intensif untuk mereproduksi penyakit ini pada hewan untuk memenuhi dalil Koch, upaya ini
tidak berhasil, karena memang upayanya melakukan inokulasi diri dengan darah dari salah satu
pasiennya. Dia kemudian mencoba inokulasi sendiri yang serupa saat menangani kolera, dan
kemudian meninggal pada usia 30 tahun. Temuan Obermeier dikonfirmasi oleh Münch dan
Motschutkoffsky, yang masing-masing pada tahun 1874 dan 1876, mampu mereproduksi
penyakit dalam diri mereka sendiri dan individu sehat yang diinokulasi dengan darah yang
diambil dari kasus klinis, sehingga menunjukkan peran spirochaete yang ditularkan melalui
darah ini dalam menyebabkan penyakit. ( Moursund, 1942 ). Dilaporkan bahwa Münch juga
menularkan infeksi melalui kutu busuk dan kutu lalu kembali ke manusia.
Meskipun awalnya digambarkan sebagai Protomycetum recurrentis dan kemudian
Spirochaeta obermeieri ( Moursund, 1942 ), genus ini kemudian diganti namanya menjadi
Borrelia setelah Amédée Borrel yang melakukan karakterisasi spirochaete unggas kutu lunak,
Spirochaeta gallinarum , (sekarang Borrelia gallinarum ). Dia mencatat perbedaan spriochaete ini
dari yang lain melalui pengamatan yang menyesatkan bahwa spriochaete ini peritrichate.
Pengamatan ini menjadi dasar pembenarannya bahwa spirochaete ini berbeda secara signifikan

6
dari Treponemes ( Wright, 2009 ). Dia juga mencatat kemiripan organisme ini dengan yang
dijelaskan oleh Otto Obermeier.
David Livingstone selama ekspedisinya di Afrika untuk menemukan sumber Sungai Nil dan
untuk mempromosikan agama Kristen menggambarkan penyakit yang ditularkan melalui kutu
yang melanda populasi manusia setempat. Hanya studi selanjutnya dari Ross dan Milne (1904)
dan secara independen, Dutton dan Todd (1905) , yang ditetapkan bahwa kemungkinan
penyebab infeksi yang telah menjangkiti Livingstone dan timnya selama ekspedisi mereka.
Kedua kelompok ini menetapkan bahwa spirochaete menyebabkan infeksi ini dan kutu
Ornithodoros menularkannya. Mereka dapat menunjukkan bahwa kutu juga dapat menularkan
infeksi ke monyet, dan Dutton dan Todd tertular infeksi itu sendiri.
Sejalan dengan temuan ini, konsekuensi klinis dari infeksi dengan spirochaeta Borrelial lain
sedang berlangsung. Buchwald menggambarkan lesi kulit kronis yang sekarang dikenal sebagai
acrodermatitis chronica atrophicans pada tahun 1883. Sementara pada tahun 1909, Afzelius
menggambarkan kondisi dermatologis lain, lesi kulit yang perlahan meluas sekarang dikenal
sebagai eritema migrans ( Stanek dan Strle, 2008). Penularan lesi ini dieksplorasi oleh Binder
yang menunjukkan bahwa agen infeksius yang belum teridentifikasi dapat ditularkan ke
penerima dalam biopsi kulit. Konsekuensi neurologis dari infeksi pertama kali dicatat oleh Garin
dan Bujadoux yang menggambarkan meningoradikuloneuritis tick-borne, dengan istilah sindrom
Bannwarth kemudian diciptakan untuk menggambarkan presentasi neurologis spesifik yang
ditandai dengan nyeri radikuler yang intens, kelumpuhan wajah dan meningitis limfositik
( Stanek dan Strle, 2008 ). Gejala sisa klinis ini sekarang ditetapkan sebagai konsekuensi klinis
yang terkait dengan berbagai presentasi borreliosis Lyme yang disebabkan oleh spesies borrelial
lain yang termasuk dalam kompleks Borrelia burgdorferi sensu lato ( Stanek dan Strle, 2008).
Penelitian borreliosis Lyme telah meledak selama beberapa tahun terakhir sejak deskripsi
sekelompok arthritis masa kanak-kanak di kota Lyme di Connecticut selama tahun 1977 dan
penanaman selanjutnya dari agen infeksi pada awal 1980-an. Borreliosis Lyme kemudian telah
dijelaskan di sebagian besar belahan bumi utara, tercatat sebagai infeksi tick-borne yang paling
umum menyerang manusia di banyak negara. Penelitian Lyme borreliosis kemudian berkembang
sementara demam yang kambuh sebagian besar telah dilupakan, untuk sementara dianggap
sebagai infeksi 'tropis' yang terabaikan.

7
8
(Reboul, et.al. 2018)

1. Deskripsi Borrelia recurrentis


Relapsing fever, yang disebabkan oleh Borrelia recurrentis, adalah salah satu penyakit
yang paling berbahaya yang dibawa oleh arthropoda. B. recurrentis merupakan bakteri
spirokheta (Spirochaetes) yang berbentuk spiral dan bergerak dengan cara membelit.
Penyakit demam berulang ini bersifat endemic di berbagai tempat di dunia. Karakteristik
penyakit ini muncul sebagai epidemic apabila ditularkan oleh tungau, sedangkan bersifat
endemis apabila ditularkan melalui kutu. Penyakitnya berlangsung secara mendadak, demam
menggigil, sakit kepala hebat, seringkali disertai nyeri otot dan persendian, limpa agak
membesar dan gejala – gejala icterus. Pencegahan terutama dilakukan dengan cara
menghindari kontak atau berdekatan dengan tungau atau kutu dan memberantas kedua
macam arthropoda tersebut, baik dengan cara menjaga kebersihan atau dengan menggunakan
insektisida. Pengobatan yang saat ini digunakan adalah dengan tetrasiklin, klortetrasiklin dan
penisilin.

9
a. Aspek Biologi
I. Morfologi
Ciri – Ciri Khas Organisme :
Borrelia recurrentis berbentuk spiral tidak teratur,
panjangnya 10 – 30 μm dan lebarnya 0,3 μm. Jarak antara
putaran spiral berkisar antara 2 – 4 μm. Dapat bergerak
aktif dan sangat fleksibel, bergerak dengan rotasi atau
membelit. Borrelia recurrentis mudah diwarnai dengan zat
warna bakteriologik maupun dengan zat warna darah
seperti Giemsa atau Wright. Bakteri ini termasuk ke dalam
jenis bakteri gram negatif

Klasifikasi Bakteri :
Kingdom : Bacteria
Phylum : Spirochaetes
Class : Spirochaetes
Order : Spirochaetales

10
Family : Spirochaetaceae
Genus : Borrelia
Species : Borrelia recurrentis

2. Siklus Hidup dan Patogenesis


a. Siklus Hidup

Borrelia recurrentis merupakan penyebab demam berulang epidemik dengan


Pediculus humanus subspesies humanus sebagai vektornya. Pediculus humanus, pada
saat tungau itu menggigit sehingga mencemari luka atau cairan sendi dari kutu argasid.
Jenis argasid tersebut terutama adalah Ornithodoros bermsi dan O. Turicata di Amerika
Serikat, O. Rudis dan O. Talafe di Amerika Tengah dan Selatan, O. Moubata dan O.
Hispanica di Afrika dan o. Tholozani Timur Tengah dan Timur Dekat. Kutu – kutu ini
biasanya makan pada waktu malam hari, mereka makan secara cepat dan kemudian
meninggalkan host-nya; mereka mempunyai masa hidup yang panjang yaitu selama 2 –
5 tahun dan tetap infektif selama masa hidupnya.

11
Kutu yang telah mengisap darah penderita dapat menjadi sumber
infeksi bagi orang – orang di sekitarnya dan penularan terjadi
sebagai akibat gosokan bangkai kutu pada luka gigitan (bakteri
dikeluarkan dan memasuki kulit yang sudah digaruk atau digigit). Pada saat kutu
tersebut menginfeksi penderita melalui membran mukosa, B. recurrentis dilepaskan ke
dalam tubuh penderita bersamaan dengan aliran darah. Pada kasus – kasus fatal, bakteri
ini dalam jumlah besar dapat ditemukan dalam bentuk spirokheta di dalam limpa, hati,
dalam organ parenkim lainnya yang telah mengalami nekrosis, dan dalam lesi – lesi
hemoragik di dalam ginjal traktus garstrointestinal. Pada penderita dengan meningitis,
bakteri dapat ditemukan dalam likuor serebropinalis dan jaringan otak. Ternyata pada
binatang percobaan, otak dapat merupakan reservoir setelah bakteri menghilang dari
peredaran darah.
Spirokheta merupakan batang berspiral, mudah dilentur, berdinding tipis. Kuman
ini bergerak dengan gerak mengombak dari suatu filament aksial yang melilit sekitar
badan sel. Filamen aksial terbentuk dari 2 berkas flagel kutub yang terletak di antara
selaput sel dan dinding sel, filament ini dapat dilepaskan melalui pencernaan enzim dari
penutup luar. Tiga genus yang mengandung kuman pathogen penting terhadap manusia:
Treponema, Borrelia, dan Leptospira.
b. Patogenesis
Massa inkubasi adalah 3 – 10 hari. Permulaan penyakit secara tiba – tiba, dengan
tanda menggigil dan kenaikan suhu yang mendadak. Suhu meninggi karena bakteremia.
Demam terjadi selama 3 – 5 hari, setelah itu normal lagi, dan badan terasa lemah. Masa
tanpa demam berlangsung selama 4 – 10 hari dan diikuti dengan serangan kedua dengan
tanda menggigil, demam, sakit kepala hebat, dan lesu. Kejadian ini dapat berulang 3 – 10
kali dengan derajat kesakitan yang semakin berkurang. Selama stadium demam, bakteri
berada di dalam darah, dan selama masa tanpa demam bakteri tidak berada di dalam
darah. Bakteri ini jarang terlihat dalam air kemih. Semua bentuk demam memberikan
gejala disertai dengan nyeri otot dan persendian, limfa agak membesar dan gejala –
gejala icterus.

3. Penyakit

12
B.recurrentis ini menyebabkan penyakit demam berulang (relapsing fever). Relapsing fever
ini bersifat endemik pada banyak bagian dunia, yang penyebaran, penularan dan gejalanya
adalah sebagai berikut :
a. Penyebaran
Demam berulang bersifat endemic di berbagai tempat di dunia. Karakteristik penyakit ini
muncul sebagai epidemic apabila ditularkan oleh tungau, sedangkan bersifat endemis
apabila ditularkan melalui kutu. Relapsing fever terjadi di daerah yang terbatas di Asia,
Afrika Timur (Ethiopia dan Sudan), daerah dataran tinggi di Afrika Tengah dan Amerika
Selatan. Tickborne disease merupakan penyakit endemis di seluruh Afrika tropis,
beberapa fokus ditemukan di Spanyol, Afrika Utara, Saudi Arabia, Iran, India dan
sebagian Asia tengah, begitu pula di Amerika Utara dan Selatan. Kasus terjadi sporadis
pada manusia dan sesekali muncul KLB (kejadian luar biasa) di sebagian barat Amerika
Serikat dan Kanada bagian Barat. Untuk B. reccurrentis reservoirnya adalah manusia,
sedangkan untuk tickborne relapsing fever borreliae, yang berperan sebagai reservoir
adalah binatang pengerat liar dan kutu argasid (lunak) melalui penularan transovarian
yang merupakan sumber infeksi bagi Ornithodoros. Penyebaran dan insidensnya
bergantung kepada ekologi Ornithodoros yang bersangkutan.
b. Penularan dan Pencegahan
Perlu diingat bahwa dalam tubuh sengkenit (tungau) lunak ini dapat terjadi
transmisi Borrelia dari generasi ke generasi secara transovarium. Bakteri dapat
ditemukan di seluruh jaringan tubuh sengkenit. Penularan terjadi lewat gigitan atau
penghancuran sengkenit. Penyakit yang ditularkan oleh sengkenit ini bersifat sporadik.
Jika penderita demam berulang tersebut juga terjangkit kutu (Pediculus humanus),
maka 4 – 5 hari kemudian kutu yang telah mengisap darah penderita dapat menjadi
sumber infeksi bagi orang – orang di sekitarnya dan penularan terjadi sebagai akibat
gosokan bangkai kutu pada luka gigitan. Penularan oleh kutu manusia ini dapat
mengakibatkan terjadinya epidemi pada penduduk yang telah terjangkit kutu dan
penyebaran dipermudah dalam keadaan tertentu, antara lain penduduk yang sangat padat,
kekurangan gizi dan pada iklim yang dingin. Di daerah endemik, kadang – kadang
infeksi pada manusia terjadi sebagai akibat kontak dengan darah atau jaringan binatang
mengerat yang telah terkena infeksi. Pada kasus – kasus sporadik mortalitasnya rendah,

13
tetapi pada kasus epidemik mortalitasnya dapat mencapai 50%. Pencegahan terutama
dilakukan dengan cara menghindari kontak atau berdekatan dengan sengkenit atau kutu
dan memberantas kedua macam arthropoda tersebut, baik dengan cara menjaga
kebersihan atau dengan menggunakan insektisida seperti penyemprotan dengan
permethrin sebanyak 0,003 – 0,3 kg/hektar (2,47 acre) terhadap lingkungan di sekitar
penderita. Bagi masyarakat yang tinggal di daerah endemis sediakan fasiltas untuk
mandi dan mencuci pakaian secukupnya dan lakukan kegiatan active survellance.
Apabila infeksi menyebar, lakukan penaburan permethrin secara sistematis kepada
semua anggota masyarakat sedangkan untuk tickborne relapsing fever, permethrin atau
arcaricide lainya ditaburkan di wilayah dimana kutu sebagai vektor penyakit ini
diperkirakan ada di wilayah tersebut. Agar sustainabilitas upaya pemberantasan tercapai
maka lakukan upaya – upaya di atas selama masa penularan dengan siklus setiap bulan
sekali. Sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang dapat digunakan untuk
pencegahan.

4. Pengobatan
a. Jenis Obat & Cara Penggunaan
Banyaknya variabilitas dari remisi spontan pada relapsing fever membuat evaluasi
kemoterapi sulit dilakukan. Pengobatan dengan tetrasiklin, terutama klortetrasiklin
merupakan obat pilihan. Penisilin ternyata juga efektif untuk pengobatan. Selain
antibiotika kepada penderita demam berulang juga perlu diberikan cairan dan elektrolit.
Biasanya diberikan per-oral (melalui mulut), tetapi bisa juga diberikan secara
intravena (melalui pembuluh darah) jika terjadi muntah – muntah yang berat yang
membuat penderita sulit menelan.
Untuk mencapai hasil yang optimal, pengobatan harus dimulai pada stadium awal
demam atau selama suatu interval yang tanpa gejala. Pengobatan yang dimulai pada
akhir dari suatu periode demam, bisa memicu terjadinya reaksi Jarisch-Herxheimer,
dimana demam yang sangat tinggi disertai tekanan darah yang turun – naik (kadang
sampai tekanan rendah yang berbahaya). Reaksi ini sangat khas dan kadang berakibat
fatal. Dehidrasi diobati dengan cairan yang diberikan secara intravena (melalui

14
pembuluh darah). Nyeri kepala hebat diobati dengan obat pereda nyeri seperti kodein.
Untuk mualmual bisa diberikan dimenhidrinat atau proklorperazin.

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Vektor adalah seekor binatang yang membawa bibit penyakit dari seekorbinatang
atauseorang manusia kepada binatang atau seorang manusia kepada binatang lainnya atau
manusialainnya. Sedangkan vektor penyakit yang (sering) disebabkan anthropoda
dikenal sebagai arthopodborne disease atau vectorborne disease merupakan arthropoda
yang dapat menularkan,memindahkan atau menjadi sumber penularan penyakit pada
manusia. Relapsing fever, yang disebabkan oleh Borrelia recurrentis, adalah salah satu
penyakit yang paling berbahaya yang dibawa oleh arthropoda. B. recurrentis merupakan
bakteri spirokheta (Spirochaetes) yang berbentuk spiral dan bergerak dengan cara membelit.
Penyakit demam berulang ini bersifat endemic di berbagai tempat di dunia.

15
DAFTAR PUSTAKA

Birkhaug, K. .1942. Otto H. F. Obermeier. In A Symposium on Relapsing Fever in the Americas


ed. Moulton, F.R. pp. 7–9. Washington: American Association for the Advancement of
Science. Section on Medical Sciences.
Dutton, J.E. and Todd, J.L. 1905.The nature of tick fever in the eastern part of the Congo Free
State. Br Med J ii, 1259–1260.
FotsoFotso A et al. 2016. Monoclonalantibodiesfor the diagnosisof Borrelia crocidurae.
American Journal of Tropical Medicine and Hygiene 94,61–67.
Jawetz, M. & A. 1996. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20, 318-320, Penerbit Buku EGC,
Jakarta.
Moursund, W.H. 1942. Historical introduction to the symposium on relapsing fever. In A
Symposium on Relapsing Fever in the Americas ed. Moulton, F.R. pp. 1–6. Washington,
DC: American Association for the Advancement of Science.
Kartawijaya, Teguh. 2018. Relapsing fever,
https://sfamjournals.onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/j.1365-2672.2009.04598.x,
diakses tanggal 1 Mei 2021.
Reboul, Emilie Talagrand-., Boyer, Pierre H.., Bergström, Sven., Vial, Laurence & Boulanger,
Nathalie. 2018. Relapsing Fevers: Neglected Tick-Borne Diseases. University of Texas at
El Paso,United States

16
Stanek, G. and Strle, F. 2008. Lyme disease – European perspective. Infect Dis Clin North Am
22, 327–339.
Wright, D.J.M. 2009.Borrel’s accidental legacy. Clin Microbiol Infect 15, 397–399.

17

Anda mungkin juga menyukai