Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Konsep Medis Krisis Tiroid


1.1.1 Pengertian
Hormon tiroid merupakan salah satu hormon yang ada di dalam tubuh yang
berfungsi untuk mengatur metabolisme agar tetap berjalan normal. Terdapat dua
hormon yaitu tetraiodothyronine (tiroksin atau T4) dan triiodothyronine (T3) yang
disintesis. Namun apabila terdapat kelainan atau gangguan dalam proses produksi,
hormon tiroid akan menimbulkan suatu gangguan pada tubuh. Krisis tiroid yang
terjadi paling banyak merupakan akibat dari penyakit grave yang tidak diketahui atau
yang tidak terkontrol. Suatu keadaan hipertiroid dapat berakibat fatal serta dapat
mengancam kehidupan. Hal ini sering disebut dengan istilah krisis tiroid (Wiryana
dkk, 2019).
Krisis Tirotoksikosis ("thyroid strom") adalah eksaserbasi akut semua gejala
tirotoksikosis, sering terjadi sebagai suatu sindroma yang demikian berat sehingga
dapat menyebabkan kematian.
Tiroid storm adalah kondisi yang mengancam jiwa yang biasanya dicetuskan oleh
stres seperti cedera infeksi, terapi nontiroid, tiroidektomi, pencabutan gigi, reaksi
insulin asidosis diabetik, kehamilan, intoksikasi digitalis, penghentian mendadak
terapi antitiroid, atau palpasi kasar kelenjar tiroid.

1.1.2 Etiologi
1. Penyebab paling sering tirotoksikosis pada krisis tiroid adalah penyakit
graves, penyakit graves di mediasi oleh antibodi resptor toroptropin yang
menstimulasi sistesis hormon tiroid menjadi berlebihan dan tidak
berkendali (T3 dan T4).
2. Penyebab lainnya adalah interferon alfa, interleokin 2, terpapar iodin, dan
pemberian amiodaron. Pemberian interferon alfa dan interleukin 2 dapat
mengganggu ikatan tiroksin dengan globulin sehingga meningkatkan
kadar tiroksis bebas.
3. Penyebab krisis tiroid yang jarang adalah hiperseksresi TSH karena
Karsinoma tiroid, adenoma hipofisis yang menyebabkan sekresi
tirotropin, sekresi human crianic gonadotropin (hCG) yang berlebih dari
mola hydatiform (Ginting, A.W. dan linda, Dharma, 2015).
1.1.3 Tanda dan Gejala
1. Peningkatan frekuensi denyut jantung
2. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan
terhadap Katekolamin
3. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas,
intoleran terhadap panas, keringat berlebihan.
4. Penurunan berat badan, tetapi peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik
5. Peningkatan frekuensi buang air besar
6. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
7. Gangguan reproduks
8. Tidak taahan panas
9. Cepat lelah
10. Pembesaran kelenjar tiroid
11. Mata melotot (exoptalmus). Hal ini terjadi sebagai akibat penimbunan xat
dalam orbi mata.
1.1.4 Patofisiologis
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-
releasing hormone (TRH) yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk
menyekresikan thyroid-stimulating hormone (TSH) dan hormon inilah yang
memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid. Tepatnya, kelenjar ini
menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi
terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine (T3).
T4 dan T3 dan terdapat dalam dua bentuk : 1) bentuk yang bebas tidak terikat
dan aktif secara biologik; dan 2) bentuk  yang terikat pada thyroid-binding
globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak terikatsangat berkorelasi dengan
gambaran klinis pasien. &entuk bebas ini mengatur kadar hormontiroid ketika
keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior. Dari
sudut pandangf penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tiroksikosis ini melibatkan
autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari kelenjar tiroid:
TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH. Reseptor TSH
inilah yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini. Kelenjar
tiroid dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan
berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi hormon tiroid.
Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukandari subkelas immunoglobulin (Ig)-
G1. Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan TBG yang
diperantarai oleh 3,’5′-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain itu,
a n t i b o d i i n i j u g a m e r a n g s a n g uptake iodium, sintesis protein, dan
pertumbuhan kelenjar tiroid

WOC Krisis Tiroid

G3 Fungsi Hipotalamus
G3 organik kelenjar /hipofisis
tiroid

Produksi TSH ↑

Produksi hormone
tiroid ↑

Metabolisme tubuh
Peningkatan Peningkatan
Proses
aktv
meningkat SSP rangsangan SSP Aktifitas GI
glikogenesis
meningkat
meningkat

Produksi kalor ↑ Kebutuhan Perub konduksi Peningkatan


cairan ↑ listrik jantung aktivitas SSP Nafsu
Proses
makan
pembakaran
meningkat
suhu tubuh ↑ Disfungsi lemak
Defisit
SSP meningkat
volume Beban kerja
Hipertermia cairan jantung naik
Agitasi, Penurunan
kejang, koma berat badan
Aritmia, takikardi

Penurunan Defisit Nutrisi


Curah Jantung
1.1.5 Penatalaksanaan Medis
Menurut Tarwoto,dkk (2012) tujuan pengobatan adalah untuk membawa
tingkat hormone tiroid keadaan normal, sehingga mencegah komplikasi jangka
panjang, dan mengurangi gejala tidak nyaman. Tiga pilihan pemberian obat-obatan,
terapi radioiod, dan pembedahan.
1. Obat-obatan antitiroid
a. Propylthiouracil (PTU), merupakan obat antihipertiroid pilihan, tetapi
mempunyai efek samping agranulocitosis sehingga sebelum di berikan
harus dicek sel darah putihnya. PTU tersedia dalam bentuk tablet 50 dan
100 mg.
b. Methimozole (Tapazole), bekerja dengan cara memblok reaksi hormon
tiroid dalam tubuh. Obat ini mempunyai efek samping agranulositosis,
nyeri kepala, mual muntah, diare, jaundisce, ultikaria. Obat ini tersedia
dalam bentuk tablet 3 dan 20 mg. Adrenargik bloker, seperti propanolol
dapat diberikan untuk mengkontrol aktifitas saraf simpatetik. Pada pasien
graves yang pertama kali diberikan OAT dosis tinggi PTU 300-600mg/hari
atau methimazole 40-45mg/hari.
2. Radioiod Terapi
Radio aktif iodin-131, iodium radio aktif secara bertahap akan melakukan sel-
sel yang membentuk kelenjar tiroid namun tidak akan menghentikan produksi
hormone tiroid.
3. Bedah Tiroid
Pembedahan dan pengangkatan total atau parsial (tiroidektomy). Operasi
efektif dilakukan pada pasien dengan penyakit graves. Efek samping yang
mungkin terjadi pada pembedahan adalah gangguan suara dan kelumpuhan
saraf kelenjar tiroid.
1.1.6 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosa bergantung kepada beberapa hormon berikut ini:
1. Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH, dan TRH
akan memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah di tingkat susunan
saraf pusat atau kelenjar tiroid.
2. TSH (Tiroid Stimulating Hormone)
3. Bebas T4 (tiroksin)
4. Bebas T3 (triiodotironin)
5. Diagnosa juga boleh dibuat menggunakan ultrasound untuk memastikan
pembesaran kelenjar tiroid
6. Hipertiroidisme dapat disertai penurunan kadar lemak serum
7. Penurunan kepekaan terhadap insulin, yang dapat menyebabkan
hiperglikemia.
Test penunjang lainnya
a. CT Scan tiroid
Mengetahui posisi,ukuran dan fungsi kelenjar tiroid. Iodine radioaktif
(RAI) diberikan secara oral kemudian diukur pengambilan iodine oleh
kelenjar tiroid.normalnya tiroid akan mengambil iodine 5-35% dari dosis
yang diberikan setelah 24 jam, pada pasien Hipertiroid akan meningkat.
b. USG
Yaitu untuk mengetahui ukuran dan komposisi dari kelenjar tiroid apakah
massa atau nodule.
c. ECG
untuk menilai kerja jantung, mengetahui adanya takhikardia, atrial fibrilasi
dan perubahan gelombang P dan T (Tarwoto,dkk.2012).

2.1 Konsep Asuhan Keperawatan


2.1.1 Pengkajian
1. Data Subjektif
1. Hipersekresi atau hiposekresi kelenjar tiroid menimbulkan efek yang hebat
pada kemampuan pasien untuk berfungsi, begitu pula pada proses-proses
fisiologis. Perawat mengumpulkan data dari pasien atau anggota keluarganya
mengenai keadaan yang lalu dan keadaan sekarang :
2. Tingkat energy
3. Kemampuan suasana hati dan mental
4. Kemampuan melaksanakan kegiatan sehari-hari
5. Kemampuan mengatasi stress
6. Intoleransi terhadap panas dan dingin
7. Asupan makanan
8. Pola eliminasi
9. Wawancara harus dapat membantu perawat mengetahui pemahaman pasien
atau keluarganya mengenai penyakit dan pengobatannya, dan mengenai
perawatan yang diperlukan oleh pasien
10. Tanyakan riwayat timbulnya gejala yang berkaitan dengan metabolisme yang
meningkat, hal ini mencakup laporan klien dan keluarga mengenai keadaan
klien yang mudah tersinggung (irritabel) dan peningkatan reaksi
emosionalnya.
11. Kaji dampak perubahan yang dialami pada interaksi klien dengan keluarga,
sahabat dan teman sekerjanya
12. Tanyakan riwayat penyakit yang lalu mencakup faktor pencetus stres dan
kemampuan klien unruk mengatasinya.
13. Kaji timbulnya gejala yang berhubungan dengan haluaran sistem saraf yang
berlebihan dan perubahan pada penglihatan dan penampakkan mata.’
14. Kaji keadaan jantung klien secara berkala meliputi frekuensi,, tekanan darah,
bunyi jantung, dan denyut nadi perifer.
15. Kaji kondisi emosional dan psikologis, Pasien dengan hipertiroid biasanya
menampakkan suasana hati yang tidak stabil, penurunan terhadap perhatian
dan menunjukkan perilaku maniak. Sering juga didapatka gangguan tidur.
2. Data Objektif
1. Pemeriksaan fisik awal harus mencakup keterangan pokok mengenai pasien :
2. Status mental (kemampuan mengikuti pengarahan)
3. Status gizi
4. Status kardiovaskuler
5. Karakteristik tubuh
6. Penampilan dan tekstur tubuh
7. Penampilan mata dan gerakan ekstraokuler
8. Adanya edema serta lokasinya
9. Lingkaran perut
10. Ekstremitas
11. Pemeriksaan fisik
a. Observasi dan pemeriksaan kelenjar tiroid
Palpasi kelenjar tiroid dan kaji adanya massa atau pembesaran.
Observasi ukuran dan kesimetrisan pada goiter pembesaran dapat terjadi
empat kali dari ukuran normal.
b. Optalmopathy (penampilan dan fungsi mata yang tidak normal)
Pada hipertiroid sering ditemukan adanya retraksi kelopak mata dan
penonjolan kelopak mata. Pada tiroksikosis kelopak mata mengalami
kegagalan untuk turun ketika klien melihat kebawah.
c. Observasi adanya bola mata yang menonjol karena edema pada otot
ektraokuler dan peningkatan jaringan dibawah mata. Penekanan pada
saraf mata dapat mengakibatkan kerusakan pandangan seperti penglihata
ganda, tajam penglihatan. Adanya iritasi mata karena kesulitan menutup
mata secara sempurna perlu dilakukan pengkajian.
d. Pemeriksaan jantung
Komplikasi yang sering timbul pada hipertiroid adalah gangguan jantung
seperti kardioditis dan gagal jantung, oleh karenanya pemeriksaan
jantung perlu dilakukan seperti tekanan darah, takikardia, distritmia,
bunyi jantung.
e. Muskuloskeletal
Biasanya ditemukan adanya kelemahan otot, hipeeraktif pada reflex
tendon dan tremor, iritabilitas.
4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan fungsi tiroid dapat dilakukan pada tingkat hipotalamus, hipofise,
tiroid, serum atau jaringan perifer. Pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah
pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum dan T3 resin ptake. Pemeriksaan T3 resin uptake
dilakukan untuk menilai perubahan konsentrasi protein serum yang dapat merubah
ikatan T3 dan T4. T4 merupakan hormone yang lebih poten. Perubahan tiroxine-
binding globulin (TBG) dan prealbumin dapat merubah konsentrasi T4 bebas, dan
sedikit merubah T3. Peningkatan kadar T4 biasanya sesuai dengan keadaan klinis
hipertiroitisme berat, sedangkan pemeriksaan T3 lebih sensitive dalam menentukan
hipertiroitisme ringan. Radioimmunoassay TSH dan tes stimulasi dapat membantu
membedakan hipertiroitisme primer dan sekunder. Pemeriksaan nodul tiroid mungkin
memerlukan biopsy jarum dan eksplorasi bedah.

Anda mungkin juga menyukai