LP ACS STEMI
LP ACS STEMI
B. Etiologi
Nurarif (2015) menyebutkan ACS dapat disebabkan oleh dua faktor,
antara lain :
a) Faktor Penyebab
1) Suplai oksigen ke miokard berkurang disebabkan oleh tiga
faktor, yaitu : faktor darah (hipoksemia, polisitemia, anemia),
faktor sirkulasi (hipotensi, stenosis aorta) dan faktor pembuluh
darah (spasme, artritis, aterosklerosis).
2) Curah jantung meningkat yang disebabkan oleh aktifitas
berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan hipertiroidisme.
3) Kebutuhan oksigen miokard meningkat pada keadaan kerusakan
miokard, hipertropi miokard dan hipertensi diastolik.
b) Faktor Predisposisi
1) Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah : usia > 40 tahun,
jenis kelamin (pada pria tinggi, pada wanita meningkat setelah
menopause), hereditas serta ras.
2) Faktor resiko yang dapat diubah : mayor (seperti hiperlipidemia,
hipertensi, merokok, diabetes, obesitas) serta minor (seperti
inaktifitas fisik, emosional, stress psikologis berlebihan)
C. Manifestasi Klinis
Keluhan yang khas ialah nyeri dada bagian tengah, seperti diremas-
remas, ditusuk, panas, tertindih atau tertekan benda berat. Nyeri dapat
menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke
punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lama dan tak responsif
terhadap nitrogliserin, disertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing,
keringat dingin dan berdebar. Pada pasien diabetes dan orangtua, tidak
ditemukan nyeri sama sekali. Bila di anamnesis lebih teliti sering
sudah didahului keluhan-keluhan angina, perasaan tidak enak di dada
atau epigastrium (Kasron, 2016).
Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat
normal. Dapat ditemui BJ yakni S2 yang pecah, paradoksal dan irama
gallop. Adanya krepitasi basal menunjukkan bendungan paru-paru. Nadi
cepat, kulit dingin dan pucat, serta hipotensi sering ditemukan pada kasus
yang relatif lebih berat, terkadang ditemukan pulsasi diskinetik yang
berada pada dinding dada IMA inferior (Kasron, 2016).
D. Patofisiologi
Faktor-faktor usia, genetik, diet, merokok, diabetes melitus type II,
hipertensi dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotheliat.
Disfungsi yang terjadi pada endotel mengakibatkan sel-sel tidak dapat
lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang
bekerja sebagai anti-poliferasi, anti-trombotik dan vasodilator. Sementara
itu, disfungsi endotel justru dapat meningkatkan produksi, endotelin-1,
angiostensin-II dan vasokontrisiktor yang berperan dalam perpindahan
dan pertumbuhan sel. Faktor pertumbuhan dan trombosit menyebabkan
migrasi otot polos dari tunika media kedalam tunika intima dan
proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi atheroma
matur.
STEMI disebabkan oleh adanya aterosklerotik pada arteri korener atau
penyebab lainya yang dapat menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen miokardium. Proses aterosklerotik
terjadi akibat adanya cedera pada sel endotel yang bersentuhan langsung
dengan zat-zat dalam darah. Permukaan sel menjadi kasar, sehingga zat-zat
didalam darah menempel masuk kelapisan dinding arteri. Kemudian, terjadi
fisura, rupture atau ulserasi pada penumpukan plak aterosklerosis dan
kondisi lokal atau sistemik dapat memicu tromogenesis sehingga
mengakibatkan sumbatan total pada arteri koroner.
Infark miokard yang disebabkan thrombus arteri koroner dapat mengenai
endocardium sampai epikardium, disebut infark transmural. Tetapi bisa
juga terjadi infark subendokardial, yaitu infak yang terjadi hanya
mengenai darah subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,
infark sudah terbentuk pada subendokardial, dan bila berlanjut tanpa
segera ada penanganan maka rata-rata dalam 4 jam dapat terjadi
infark transmural. Kerusakan terjadi secara menyeluruh dari
endocardium sampai epikardium, proses remodeling miokard yang
mengalami injury terus berjalan hingga beberapa minggu atau bulan
karena darah infark yang meluas dan daerah non infark mengalami
pelebaran.
Otot yang mengalami infark akan mengalami beberapa perubahan selama
berlangsungnya proses pemulihan, pertama-tama otot yang mengalami
infark tampak memar dan sianotik akibat terputusnya aliran daerah
regional kemudian dalam jangka waktu 24 jam akan timbul edema
pada sel-sel dan muncul respon peradangan disertai infiltrasi leukosit.
Enzim jantung akan terlepas dari sel, mulai hari kedua atau ketiga terjadi
proses degredasi ringan dan pembuangan semua serabut nekrotik.
Selama fase ini dinding nekrotik relative tipis, kira-kira pada minggu
ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan
penyambung fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami
penebalan yang progesif. Pada minggu keenam parut sudah terbentuk
dengan jelas.
Setelah terjadi infark miokard, akibatnya antaralain : peningkatan akhir
diastolik ventrikel kiri, peningkatan volume akhir sistolik dan akhir
diastolik ventrikel, menurunnya daya kontraksi, gerakan dinding
abnormal, perubahan daya kembang dinding ventrikel, penurunan curah
sekuncup, dan penurunan fraksi ejeksi.
E. Pathway
Pathway Syok Hipovolemi
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI dibagi
menjadi 4, yaitu:
a. Elektrocardiografi (ECG): Adanya elevasi segmen ST pada sadapan
tertentu: Lead II, III, aVF : infark inferior, Lead V1-V3 : infark
anteroseptal, Lead V2-V4 : infark anterior, Lead I, aVL, V5-V6 :
infark anterolateral, Lead I, aVL : infark high lateral, Lead II, III,
aVF, V5-V6 : infark inferolateral luas, Lead I, aVL, V1-V6 : infark
inferolateral, Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu.
b. Serum Kardiac Marker: Beberapa protein tertentu yang disebut
biomaker kardiak yaitu, cTnT, cTnI, dan CKMB yang dilepas dari otot
jantung yang mengalami nekrosis setelah STEMI
c. Cardiac Imaging
1) Echocardiography: Pada pasien STEMI hampir selalu ditemukan
kelainan pergerakan dinding pada dua dimensi echocardiografi.
2) High Resolution MRI: Dapat mendeteksi infark miokard secara
akurat.
d. Angiografi : Tes diagnostik invasive dengan memasukkan kateterisasi
jantung yang memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri
koroner besar dan pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri.
G. Penatalaksanaan
a. Aktivitas
Pasien dengan STEMI harus berada pada tempat tidur selama 12 jam
pertama utuk mengurangi kerja jantung selama masa awal infark.
Kemudian dilanjut postur tegak dengan menggantung kaki ke sisi
tempat tidur dan duduk di kursi dalam 24 jam pertama.
b. Diet
Karena adanya resiko emesis dan aspirasi setelah STEMI, pasien
hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada 4-12
jam pertama. Diet yang diberikankarbohidrat kompleks 50-55% dari
kebutuhan kalori, tinggi serat, kalium, magnesium tetapi rendah natrium.
c. Bowel Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk
menghilangkan nyeri seringkali menyebabkan konstipasi. Laksatif
dapat diberikan jika pasien mengalami konstipasi.
d. Farmakoterapi Beberapa terapi farmakologis yang dapat diberikan,
antara lain : nitrogliserin, morfin, aspirin, beta blocker, ACE Inhibitor.
Sedangkan, terapi reperfusi dilakukan dengan percutaneus coronary
intervention (PCI) primer ataupun dengan terapi fibrinolisis (PERKI,
2018)
H. KOMPLIKASI
a. Gangguan Hemodinamik
1) Gagal Jantung
Setelah STEMI seringkali terjadi disfungsi miokardium dalam
fase akut dan subakut. Jika dilakukan revaskularisasi dengan
segera menggunakan teknik trombolisis atau IKP, perbaikan
fungsi ventrikel dapat terselamatkan, tetapi apabila jejas
transmural atau obstruksi mikrovaskular sudah terjadi terutama
pada dinding anterior,dapat menyebabkan komplikasi akut yang
berakhir gagal jantung kronik (PERKI, 2018).
2) Gangguan konduksi dan aritmia dalam fase akut
Aritmia dan gangguan konduksi sering ditemukan dalam
beberapa jam pertama setelah infark miokard, diantaranya :
aritmia supra ventrikular, aritmia ventrikular, sinus bradikardi
dan blok jantung (PERKI, 2018).
b. Komplikasi Kardiak
Faktor risiko terjadinya komplikasi kardiak diantaranya usia lanjut,
infark dinding anterior, iskemia berkepanjangan, gejala Killip II-IV
atau berkurangnya aliran TIMI. Beberapa komplikasi mekanis dapat
terjadi secara akut dalam beberapa hari setelah STEMI, meskipun
insidensinya belakangan berkurang dengan meningkatnya pemberian
terapi reperfusi yang segera dan efektif. Komplikasi yang mungkin
terjadi diantaranya : infark ventrikel kanan, regurgitasi katup mitral,
perikarditis, ruptur jantung, ruptur septum ventrikel, trombus
ventrikel kiri serta aneurisma ventrikel kiri (PERKI, 2018)
B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialami baik
yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis keperawatan
bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan
komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2016).
Diagnosis keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai seseorang,
keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang aktual atau potensial (Hidayat, 2021).
Menurut Nurarif (2015) masalah keperawatan yang lazim muncul pada
ACS, yaitu : intoleransi aktivitas.
C. Perencanaan
Menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia (2016) intervensi
keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan. Adapun intervensi keperawatan yang diberikan
sesuai dengan diagnosa yang diprioritaskan ialah sebagai berikut:
Tabel 2
Rencana Keperawatan Pasien ACS STEMI
Gangguan
Koordinasikan pemilihan aktivitas
muskuloskaletal
sesuai usia
Edukasi
D. Penatalaksanaan
Implementasi merupakan perwujudan dari intervensi keperawatan meliputi
tindakan yang telah direncanakan. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada
pasie dengan hipertensi secara teoritis mengacu pada teori sesuai dengan
diagnose keperawatan yang diangkat. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
ini penulis menemukan beberapa faktor penunjang diantaranya adalah respon
klien yang baik, mudah menerima saran perawat, keluarga bersikap kooperatif
dan terbuka serta tanggapan yang baik dari keluarga kepada penulis dalam
memberikan informasi yang berhubungan dengan klien
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari asuhan keperawatan, pada tahap ini
akan dilakukan evaluasi apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan
sudah efektif atau belum untuk mengatasi masalah keperawatan klien atau
dengan kata lain tujuan asuhan keperawatan tercapai atau tidak tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Hamm, et. al. 2011. Guideline for Management of Acute Coronary Syndrome
in Patients Presenting Without Persistent ST-segment Elevation.The European
Society of Cardiology : Eur Heart Journal. 32, 3004-3022.
Kasron. 2016. Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta : Transinfomedia.
Muttaqin, Arif. 2009. Buku Ajar : Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular dan Hematologi.Jakarta : Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC.Jogjakarta :
MediAction Publishing.