Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kimia adalah ilmu yang mempelajari mengenai komposisi struktur, dan sifat
zat atau materi dari skala atom hingga molekul serta perubahan atau transformasi
serta interaksi mereka untuk membentuk materi yang ditemukan sahari-hari.
Kimia umunya dibagi menjadi beberapa bidang utama. Terdapat pula
beberapa cabang salah satu diantaranya “Kimia Analitik” adalah analisis cuplikan
bahan untuk memperoleh pemahaman tentang susunan kimia dan strukturnya.
Kimia analitik melibatkan metode eksperimen standar dalam kimia. Metode-
metode ini dapat digunakan dalam semua sub disiplin lain dan kimia, kecuali
untuk kimia teori murni (Anonim 2012)
Kimia analitik adalah cabang ilmu kimia yang berfokus pada analisis cuplikan
material untuk mengetahui komposisi, struktur, dan fungsi kimianya.
Secara tradisional kimia analitik dibagi menjadi dua jenis yaitu kuantitatif dan
kualitatif. Analisis kualitatif betujuan untuk mengetahui keberadaan suatu unsur
atau senyawa kimia, baik organik maupun inorganik, sedangkan anallitik
kuantitatif bertujuan untuk mengetahui jumlah suatu unsur atau senyawa dalam
suatu cuplikan (Anonim 2012).
Salah satu menggunakan metode titrasi adalah acidimetri yaitu analisis
(volumetri) yang menggunakan asam sebagai larutan standar (Anonim 2012).

1.2 Rumusan Masalah

1. Faktor – faktor yang mempengaruhi asidimetri?

2. Apa yang di maksud dengan asidimetri?

3. Rumus – rumus asidimetri ?

1.3 Tujuan praktikum

1.3.1 Tujuan Umum


Menentukan kadar Na2CO3 secara acidi – alkalimetri

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengetahui pembakuan larutan HCL 0,1 N dengan bahan baku


Na2CO3.
1.3.2.2 Mengetahui fungsi penambahan HCL sebagai titran.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang
diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah contoh
tertentu yang akan dianalisis. Contoh yang akan dianalisis dirujuk sebagai yang tak
diketahui. Prosedur analitis yang melibatkan titrasi dengan larutan-larutan yang
konsentrasinya diketahui disebut analisis volumetric (Keenan, 1980).
Asidimetri adalah analisis volumetrik yang menggunakan larutan baku asam
untuk menentukan jumlah basa yang ada. Alkalimetri adalah analisis volumetrik yang
menggunakan larutan baku basa untuk menentukan jumlah asam yang ada (Daintith,
1997).
Titrasi adalah penambahan yang sangat hati-hati dari satu larutan ke yang lain
dengan cara buret. Buret secara akurat mengukur volume larutan yang dibutuhkan
untuk bereaksi dengan jumlah yang secara hati-hati diukur dari zat lain yang terlarut.
Ketika volume yang tepat telah tercapai, indikator perubahan warna dan operator
menghentikan aliran dari buret tersebut. Fenolftalein adalah indikator khas untuk
titrasi asam-basa, tidak berwarna dalam larutan asam dan merah muda dalam larutan
basa (Peters, 1990).
Proses titrasi digunakan dalam penentuan analitis banyak, termasuk melibatkan
reaksi asam-basa. Indikator adalah zat yang digunakan untuk sinyal ketika titrasi tiba
di titik dimana reaktan kimia sama, seperti yang didefinisikan oleh persamaan reaksi.
Larutan standar adalah larutan dengan konsentrasi tepat ditentukan. Awalnya
konsentrasi larutan standar ditentukan dari jumlah yang ditimbang dari sebuah
standar primer, bahkan kimia referensi yang sangat dimurnikan. Larutan standar dapat
dibuat dari salah satu dari dua cara;
1. Standar primer yang ditimbang dengan hati-hati, dilarutkan, dan diencerkan akurat
untuk volume yang diketahui. Konsentrasi dapat dihitung dari data.
2. Larutan dibuat untuk perkiraan konsentrasi dan kemudian dibakukan oleh titrasi
kuantitas akurat ditimbang dari standar primer (Weiner, 2010).
Reaksi penetralan atau asidimetri dan alkalimetri melibatkan titrasi basa bebas.
Basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah dengan
suatu asam standar (asidimetri) dan titrasi asam bebas atau asam yang terbentuk dari
hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah dengan suatu basa standar (alkalimetri).
Reaksi-reaksi ini melibatkan bersenyawanya ion hidrogen untuk membentuk air
(Basset, 1994).
Larutan baku/ larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui.
Larutan baku biasanya berfungsi sebagai titran sehingga ditempatkan buret, yang
sekaligus berfungsi sebagai alat ukur volume larutan baku. Larutan yang akan
ditentukan konsentrasinya atau kadarnya, diukur volumenya dengan menggunakan
pipet volumetri dan ditempatkan di erlenmeyer (Farx, 2011)
Indikator asam – basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH
lingkungannya berubah. Misalnya biru brotimol (BB) dalam larutan asam ia berwarna
kuning tetapi dalam lingkungan basa warnanya biru. Warna dalam keadaan asam
dinamakan warna asam dari indikator (kuning untuk bb), sedang warna yang
ditunjukan dalam keadaan basa disebut warna basa (Harjadi, 1990).
Rentang pH indikator, indikator tidak berubah warna dengan sangat mencolok
pada satu pH tertentu (diberikan oleh harga pKind-nya). Malahan, mengubah sedikit
rentang pH. Terjadi perubahan kecil yang berangsur-angsur dari satu warna menjadi
warna yang lain, menempati rentang pH. Secara kasar "aturan ibu jari", perubahan
yang tampak menempati sekitar 1 unit pH pada tiap sisi harga pKind+ (Clark, 2007).
1. Reaksi kimia antar analit dan titrant diketahui dengan pasti dan jelas produk-
produk apa yang akan dihasilkan nantinya. Mana reaktan dan produk apa yang akan
dihasilkan harus jelas dan pasti
2. Reaksi harus berjalan dengan cepat
3. Harus ada sesuatu yang bisa menandakan atau mengindikasikan bahwa reaksi
antara analit dengan titrant sudah equivalent secara stoikiometri, baik itu dengan
perubahan warna, perubahan arus listrik, perubahan pH, dengan penambahan
indicator atau apapun yang bisa digunakan untuk mengamati perubahan tersebut.
4. Tidak ada hal lain yang mengganggu reaksi antara analit dengan titrant
5. Reaksi antara analit dengan titrant harus memiliki kesetimbangan jauh kearah
kanan (artinya kesetimbangannya mengarah kearah pembentukan produk) hal ini
untuk memastikan secara kuantitatif reaksi bisa dihitung, dan memastikan titik akhir
titrasi bisa diamati (Syarif, 2011).
Pengenceran adalah proses penambahan pelarutan terhadap larutan. Tujuan
pengenceran adalah untuk memperkecil konsentrasi larutan. Pada peristiwa
pengenceran jumlah zat terlarut tidak berubah. Sedangkan volume larutan berubah,
akibatnya % volumenya akan kecil (Harjadi, 1990).
Suatu larutan standar adalah larutan yang mengandung eagensia dengan bobot
yang diketahui dalam suatu volume tertentu suatu larutan. Larutan standar primer
adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan
sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi, suatu zat standar primer harus
memenuhi persyaratan, yaitu sebagai berikut:
1. Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan dan juga mudah dikeringkan
(sebaiknya pada suhu 1100 ± 1200C).
2. Zat harus tidak berubah dalam udara selama penimbangan. Kondisi-kondisi ini
mengisyaratkan bahwa zat tidak boleh higroskopis, tidak pula dioksidasi udara atau
dipengaruhi karbon dioksida. Standar ini juga harus dijaga agar komposisinya tidak
berubah saat penyimpanan.
3. Zat harus dapat diuji terhadap zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau uji-uji lain
yang kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tidak boleh
melebihi 0, 01 - 0,02).
4. Zat harus mempunyai ekivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat
diabaikan.
5. Zat harus mudah larutpada kondisi-kondisi dalam mana ia digunakan.
6. Reaksi dengan larutan standar itu harus soikiometri dan praktis sekejap. Sesatan
titrasi harus dapat diabaikan atau mudah ditetapkan dengan cermat dengan
eksperimen.
Zat-zat yang biasa digunakan sebagai standar primer adalah reaksi asam basa
natrium karbonat (Na2CO3), natrium tetrabonat (Na2B4O7), kalium hydrogen iodat
KH(IO3)2, asam klorida bertitik didih konstan. Sedangkan standar sekunder adalah
zat yang dapat digunakan untuk standarisasi dan yang kandungan zat aktifnya telah
ditemukan de ngan pembandingan dengan suatu standar primer (Basset, 1994).
Larutan yang dititrasi dalam asidmetri dan alkalimetri mengalami perubahan pH.
Misalnya, bila larutan asam dititrasi dengan basa, maka pH larutan mula-mula rendah
dan selama titrasi terus menerus naik. Bila pH ini diukur dengan pengukur pH pada
awa titrasi yakni saat belum ditambah dengan basa dan pada saat tertentu setelah
titrasi dimulai, maka pH larutan dapat dialurkan lewat grafik yang disebut kurva
titrasi. Bila suatu indikator pH kita gunakan untuk menunjukkan titik akhir titrasi
maka indikator harus berubah warna tepat pada saat titran menjadi ekivalen dengan
titrat agar tidak terjadi kesalahan titrasi. Perubahan warna ini harus terjadi dengan
mendadak agar tidak ada keragu-raguan tentang kapan titrasi harus dihentikan. Bila
perubahan warna mendadak sekali (yakni tetes terakhir menyebabkan warna sama
sekali lain) maka dikatakan bahwa titik akhirnya tegas atau tajam (Harjadi, 1999).

BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

1. Alat

 Labu ukur 250 ml

 Labu takar 50 ml

 Erlenmayer

 Buret

 Kertas putih
 Pipet Volume

 Pipet ukur

 Corong

 Neraca Analitik

2. Bahan

 9,5966 gram Na2B4O7

 Larutan Baku Sekunder HCL 0,1 N

 Larutan Sampel Na2CO3 (BM=106)

 Indikator MO

 Aquadest

3.2 Prinsip Kerja

Penetralan asam basa ; larutan Na2CO3 dalam air suling dititrasi dengan HCL.
Kelebihan HCL bereaksi dengan indicator MO dan terjadi warna merah jingga.

3.3 Cara Kerja

1. Membuat larutan Na2B4O7 0,1 N


 Menimbang dengan tepat x gram Na2B4O7
 Memasukkan ke dalam labu takar 50 ml
 Menambahkan aquadest panas 50 ml sambil diaduk – aduk supaya
larut
2. Membuat larutan HCL 0,1 N
 Mengambil x ml HCL 12 N dengan gelas ukur dan masukkan dalam
beaker glass yang sudah berisi aquadest 100 ml
 Menambahkan aquadest add 250 ml, aduk supaya rata
3. Standarisasi larutan HCL dengan larutan Na2B4O7 0,1 N
 Memipet 10 ml larutan Na2B4O, masukkan dalam erlenmayer
 Menambahkan 2 tetes larutan indikator MO
 Menitrasi dengan larutan HCL 0,1 N sampai terjadi perubahan warna
dari kuning menjadi merah jingga / orange
4. Penetapan kadar larutan Na2CO3
 Memipet 10 ml larutan Na2CO3, masukkan dalam erlenmayer
 Menambahkan 2 tetes indikator MO
 Menitrasi dengan larutan HCL 0,1 N sampai terjadi perubahan warna
dari kuning menjadi merah jingga / orange

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data dan Perhitungan

 Standarisasi

- Titik awal = 11 ml

- Titik akhir = 33,1 ml

Volume titrasi = 33,1 - 11

2
= 22,1

= 11,05 ml

 Penetapan kadar

Titik awal = 1 ml

Titik akhir = 11 ml

Volume titrasi = 11 – 1

= 10 ml

Diketahui :

Na2B4O7 : Berat = 9,5966 gram

BE = 190,72

Volume = 500 ml

BM Na2CO3 = 106

- N. Primer = gram
BE x vol (liter)

= 9,5966 gram

190,72 x 0,5 L

- N. Sekunder : N1 x V1 = N2 x V2
: N1 x 11,05 = 0,1006 x 10,00
N1 = 0,1006 x 10,00
11,05
= 0,0910 N
% Na2CO3 = Vol. titrasi x N.sekunder x BM x 100 %

ml sampel x 1000

= 10 x 0,910 x 106 x 100 %

10 x 1000

= 96,46 x 100 %

10000

= 0,9646 %

= 0,96 %

4.2 Pembahasan

Pada percobaan acidimetri digunakan larutan HCL dengan konsentrasi 0,1 N yang
akan distandarisasi. Hal pertama yang dilakukan adalah menghitung berapa banyak
HCL pekat yang diperlukan untuk membuat HCL 0,1 N, kemudian larutan HCL
distandarisasi menggunakan larutan standar primer yaitu Na2B4O7. Standarisasi
dilakukan dengan melakukan titrasi terhadap larutan Na2B4O7 dengan HCL O,1 N
yang akan distandarkan dengan menggunakan indikator MO untuk mengetahui titik
akhir titrasi. Titrasi dihentikan pada saat terjadi perubahan warma kuning / orange.

Kemudian larutan HCL standar digunakan untuk menentukan kadar Na2CO3.


Sejumlah tertentu Na2CO3 ditimbang, kemudian dititrasi 2 tetes indicator MO
sebelum dititrasi. Titrasi dihentikan pada saat terjadi perubahan warna menjadi
kuning / orange.

Dari hasil perhitungan kadar Na2CO3 adalah 0,96%


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Jadi kadar Na2CO3 yang didapatkan berdasarkan cara asidimetri adalah 0,96%

Anda mungkin juga menyukai