PENGERTIAN POSTIVISME
Pengertian positivisme secara etimologi berasal dari kata positive, yang dalam bahasa
filsafat bermakna sebagai suatu peristiwa yang benar-benar terjadi, yang dapat
dialami sebagai suatu realita. Ini berarti, apa yang disebut sebagai positiv
bertentangan dengan apa yang hanya di dalam angan-angan (impian), atau terdiri dari
apa yang hanya merupakan kontruksi atas kreasi kemampuan untuk berpikir dari akal
manusia.
Dapat disimpulkan pengertian positivisme secara terminologis berarti merupakan
suatu paham yang dalam ‘pencapaian kebenaran’-nya bersumber dan berpangkal
pada kejadian yang benar-benar terjadi.
- Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti empiris yang
terukur. “Terukur” inilah sumbangan penting positivisme. Misalnya, hal panas.
Positivsme mengatakan bahwa air mendidih adalah 100 derajat celciu, besi mendidih
1000 derajat celcius, dan yang lainnya misalnya tentang ukuran meter, ton dan
seterusnya.
Ukuran-ukuran tadi adalah operasional, kuantitatif, tidak memungkinkan perbedaan
pendapat.
- BEBAS NILAI
Artinya menegaskan antara fakta dan nilai kepada peneliti untuk mengambil jarak
dengan semesta dengan bersikap imparsial-netral.
- FENOMENALISME
Artinya pengetahuan yang absah hanya berfokus pada fenomena semseta. Metafisika
yang mengendalikan sesuatu di belakang fenomena ditolak mentah-mentah.
- NOMINALISME
Artinya poitivisme berfokus pada yang individual-partikular karena itu kenyataan
satu-satunya. Semua bentuk universalisme adala semata penanaman dan bukan
kenyataan itu sendiri.
- REDUKSIONISME
Artinya positivisme meruduksi semesta menjadi fakta-fakta yang dapat dipersepsi.
- NATURALISME
Artinya positivisme dapat menjelaskan semua gejala alam secara mekanikal-
determinis seperti layaknya mesin.
2. KELEMAHAN
Kelemahan aliran postivisme manusia akan kehilangan makna seni atau
keindahan, sehingga manusia tidak dapat merasa bahagia dan kesenangan itu
tidak ada. Karena dalam positivistic semua hal itu dinafikan. Analisis biologik yang
yang di tranformasikan ke dalam analisis sosial dinilai sebagai akar terpuruknya
nilai-nilai kemanusiaan
Dalam bukunya History of English Literature (1863), Taine menyebutkan bahwa sebuah karya
sastra dapat dijelaskan menurut tiga faktor, yakni ras, saat (momen), dan lingkungan (milieu).
Bila kita mengetahui fakta tentang ras, lingkungan dan momen, maka kita dapat memahami
iklim rohani suatu kebudayaan yang melahirkan seorang pengarang beserta karyanya.
Menurut dia faktor-faktor inilah yang menghasilkan struktur mental (pengarang) yang
selanjutnya diwujudkan dalam sastra dan seni. Adapun ras itu apa yang diwarisi manusia
dalam jiwa dan raganya. Saat (momen) ialah situasi sosial-politik pada suatu periode
tertentu. Lingkungan meliputi keadaan alam, iklim, dan sosial. Konsep Taine mengenai milieu
inilah yang kemudian menjadi mata rantai yang menghubungkan kritik sastra dengan ilmu-
ilmu sosial.
Pandangan Taine, terutama yang dituangkannya dalam buku Sejarah Kesusastraan Inggris,
oleh pembaca kontemporer asal Swiss, Amiel, dianggap membuka cakrawala pemahaman
baru yang berbeda dan cakrawala anatomis kaku (strukruralisme) yang berkembang waktu
itu. Bagi Amiel, buku Taine ini membawa aroma baru yang segar bagi model kesusastraan
Amerika di masa depan.
Sambutan yang hangat terutama datang dari Flaubert (1864). Dia mencatat, bahwa Taine
secara khusus telah menyerang anggapan yang berlaku pada masa itu bahwa karya sastra
seolah-olah merupakan meteor yang jatuh dari langit. Menurut Flaubert, sekalipun segi-segi
sosial tidak diperlukan dalam pencerapan estetik, sukar bagi kita untuk mengingkari
keberadaannya. Faktor lingkungan historis ini sering kali mendapat kritik dari golongan yang
percaya pada ‘misteri’ (ilham).
Menurut Taine, hal-hal yang dianggap misteri itu sebenarnya dapat dijelaskan dari
lingkungan sosial asal misteri itu. Sekalipun penjelasan Taine ini memiliki kelemahan-
kelemahan tertentu, khususnya dalam penjelasannya yang sangat positivistik, namun telah
menjadi pemicu perkembangan pemikiran intelektual di kemudian hari dalam merumuskan
disiplin sosiologi sastra.
SOSILOGI SASTRA : Menghasilkan pandangan bahwa karya satra adalah ekspresi dan bagian
dari masyarakat dan dengan demikian memiliki keterkaitan respirokal dengan jaringan
jaringan sistem dan nilai dalam masyarakat tersebut.
CONTOH : karena kalau kita berinteraktif dengan kelompok penduduk atau masyarakat kita
harus menggunakan bahasa sastra yang baik untuk mengekspresikan pengalaman atau
pemikiran kita kepada masyarakat.