Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PRAKTIKUM

PENYIAPAN SIMPLISIA, EKSTRAKSI, DAN PENGUAPAN


PELARUT DAUN LEGUNDI (Vitex trifolia L.)

DHENI PUTRA ERAWAN


N011 20 1116
GOLONGAN SELASA SIANG

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Keanekaragaman hayati Indonesia menempati posisi kedua setelah

Brazil. Indonesia memiliki beragam suku, di setiap suku biasanya memiliki

sesuatu yang diturunkan secara turun temurun, salah satunya yaitu

memanfaatkan tanaman obat. Simplisia merupakan bahan dari alam yang

digunakan sebagai obat dan belum mengalami proses apapun. Simplisia

yang diambil dari tanaman disebut simplisia nabati. Zat aktif yang terdapat

di dalam suatu simplisia akan memengaruhi mutu dari simplisia. Kandungan

kimia dari simplisia dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tempat

tumbuh, iklim, umur tanaman, cara mengolah simplisia, cara menyimpan

simplisia (Widaryanto & Azizah, 2018). Pengolahaan hasil panen tanaman

obat menjadi simplisia menjadi sangat penting karena tidak semua hasil

panen langsung digunakan atau diolah karena akan mengalami kerusakan.

Selain itu, pembuatan simplisia juga membantu dalam penyediaan bahan

baku tanaman obat yang bersifat musiman (Najir, 2018). Untuk itu perlu

dilakukan penyiapan simplisia.

Ekstraksi dilakukan untuk memperoleh senyawa kimia yang

terkandung dalam simplisia. Untuk memperoleh suatu ekstrak pada

dasarnya membutuhkan proses yang panjang, mulai dari pengeringan

tanaman segar dan selanjutnya hasil olahan disari. Penyarian yang disebut

dengan ekstraksi juga melibatkan pelarut atau cairan penyari. Ekstrak yang

1
dihasilkan berupa ekstrak cair kemudian dipekatkan dengan cara

menghilangkan atau mengurangi cairan penyari menjadi ekstrak kental atau

bahkan menjadi ekstrak kering (Rachman, 2009).

Setelah mendapatkan ekstraksi dari suatu simplisia, maka untuk

lebih meningkatkan jumlah zat terlarut dalam simplisia tersebut dilakukan

penguapan pelarut. Penguapan (evaporasi ) adalah perubahan suatu zat

cair menjadi uap pada beberapa suhu dibawah titik didihnya (Assomadi &

Lathif, 2008). Penguapan pelarut dapat dilakukan dengan menggunakan

metode rotary evaporator. Penguapan pelarut menggunakan evaporator

dengan prinsip menguapkan pelarut ekstraksi dan hanya meninggalkan

senyawa hasil diekstraksi disebut ekstrak (Wardaniati & Yanti, 2018).

I.2 Tujuan

Tujuan dilakukannya praktikum adalah untuk mengetahui cara

pembuatan simplisia, proses ekstraksi, dan penguapan pelarut dengan

untuk mendapatkan ekstrak yang baik.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Uraian Sampel


II.1.1 Klasifikasi Tanaman Legundi (Vitex trifolia L.)
Kingdom : Plantae

Sub Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Lamiales

Famili : Verbenaceae

Genus : Vitex

Spesies : Vitex trifolia L. (Sastrahidyat, 2016)

Gambar 1. Tanaman legundi (Vitex trifolia L) (Dalimartha, 2008)

II.1.2 Morfologi Tanaman

Legundi termasuk tanaman perdu, tumbuh tegak, tinggi 1-4 m, dan

batang berambut halus. Memilki daun majemuk menjari beranak dauntiga,

bertangkai, helaian anak daun berbentuk bulat telur sungsang, ujung dan

pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, permukaan atas berwarna

3
hijau, permukaan bawah berambut rapat warna putih, penjang 4-9,5 cm,

lebar 1,75-3,75 cm. Bunga majemuk berkumpul dalam tandan, berwarna

ungu muda, keluar dari ujung tangkai. Buahnya berbentuk bulat dan daun

berbau aromatik khas dan dapat digunakan untuk menghalau serangga

(Dalimartha, 2008).

II.1.3 Kandungan Kimia Tanaman

Legundi memiliki rasa pahit, pedas, dan bersifat sejuk. Beberapa

bahan kimia yang terkandung dalam legundi di antaranya camphene, L-α-

pinene, silexicarpin, casticin, terpenyl acetate, luteolin-7-glucoside

flavopurposid, vitrisin, dihidroksi asam benzoate dan vitamin A (Hariana,

2008).

II.1.4 Manfaat Tanaman

Legundi memiliki efek farmakologis diantaranya sebagai obat

influenza, demam, migren, sakit kepala (cephalgia), sakit gigi, sakit perut,

diare, mata merah, rematik, beri-beri, batuk, luka terpukul, luka berdarah,

muntah darah, eksim, haid tidak teratur, prolapsus uteri, dan pembuluh

serangga. Manfaat akarnya yaitu mencegah kehamilan dan perawatan

setelah bersalin. Buahnya digunakan untuk obat cacing dan peluruh haid.

Daunnya untuk analgesik, antipiretik, obat luka, pelurh kencing, peluruh

kentut, Pereda keang, menormlkan siklus haid, dan germicide (pembunuh

kuman) (Hariana, 2008).

4
II.2 Simplisia

II.2.1 Defenisi Simplisia

Simplisia merupakan bahan alamiah yang dipergunakan sebagai

obat yang belum mengalami pengolahan apapun, kecuali dinyatakan lain

berupa bahan yang sudah dikeringkan (Depkes RI, 1979).

II.2.2 Penggolongan Simplisia

Simplisia dibagi menjadi 3, yaitu :

a. Simplisia Nabati

Simplisia nabati merupakan simplisia berupa tanaman utuh,

bagian tanaman dan eksudat tanaman (isi sel yang spontan keluar

dari tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya

ataupun zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu

dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni.

Contohnya: rimpang jahe (Zingiberis rhizoma) dan daun kumis

kucing (Orthosiphon folium) (Depkes RI, 1979; Utami dkk., 2013).

b. Simplisia Hewani

Simplisia hewani merupakan simplisia berupa hewan utuh, bagian

hewan atau zat yang dihasilkan hewan yang masih belum berupa

zat kimia murni. Contohnya: minyak ikan (Oleum iecoris asselli)

dan madu (Mel depuratum) (Depkes RI, 1979; Evifania dkk.,

2020).

5
c. Simplisia Pelikan atau Mineral

Simplisia pelikan atau mineral merupakan simplisia yang berasal

dari bumi berupa bahan pelikan atau mineral, baik telah diolah

atau belum dan tidak berupa zat kimia murni. Contohnya: serbuk

seng (Zn) dan serbuk tembaga (Cu) (Depkes RI, 1979; Utami dkk.,

2013; Evifania dkk., 2020).

II.2.3 Tahap Penyiapan Simplisia

Tahapan dalam penyiapan simplisia, antara lain :

a. Pengumpulan Bahan Baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda, antara

lain tergantung pada bagian tanaman yang digunakan, umur

tanaman atau bagian tanaman saat panen, waktu panen, dan

lingkungan tempat tumbuh (Maryani, 2003). Cara pengambilan

sampel berdasarkan pada bagian-bagian tanaman (Depkes RI,

1985), seperti:

1) Kulit batang atau klika (korteks) diambil dari batang utama dan

cabang, dikupas dengan ukuran panjang tertentu

2) Batang (caulis) diambil mulai dari cabang pertama sampai

leher akar dipotong dengan panjang dan diameter tertentu

3) Kayu (lignum) diambil dari cabang atau batang, kulit dikelupas

dan dipotong-dipotong kecil

4) Daun (folium) diambil daun tua (bukan daun kuning), daun

kelima dari pucuk. Daun dipetik satu persatu secara normal

6
5) Bunga (flos) dapat berupa kuncup, bunga mekar atau

mahkota bunga, daun bunga dipetik langsung dengan tangan

6) Akar (radix) diambil adalah bagian yang berada pada bagian

bawah tanah

7) Rimpang (rhizoma) diambil dan dibersihkan dari bulu-bulu

akar kemudian dipotong melintang dengan ketebalan tertentu

8) Buah (fructus) dapat berupa buah matang, buah muda dipetik

dengan tangan

9) Biji (semen) buah dikupas dan biji dikumpulkan lalu

dibersihkan, diambil dari buah yang sudah matang atau

masak

10) Umbi lapis (bulbus) diambil dengan cara tanaman dicabut,

bulbud dipisahkan dari daun dan akar dengan memotongnya

b. Sortasi Basah

Kegiatan sortasi perlu dilakukan untuk membuang bahan lain

yang tidak berguna atau berbahaya. Misalnya rumput, kotoran

binatang, bahan-bahan yang busuk, dan benda lain yang bisa

mempengaruhi kualitas simplisia (Maryani, 2003).

c. Pencucian

Agar bahan baku bersih dan bebas dari tanah atau kotoran yang

melekat, harus dilakukan pencucian. Pencucian bisa

menggunakan air PDAM, air sumur, atau air sumber yang bersih.

Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah larut dalam

7
air sebaiknya dicuci sesingkat mungkin agar zat yang terkandung

dalam tanaman tidak hilang (Maryani, 2003).

d. Perajangan

Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses

perajangan. Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk

mempermudah pengeringan, pengepakan, dan penggilingan.

Tanaman yang baru diambil sebaiknya tidak langsung dirajang,

namun harus terlebih dahulu dijemur dalam keadaan utuh selama

1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau atau mesin

perajang khusus, sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan

dengan ukuran yang dikehendaki atau seragam (Maryani, 2003).

e. Pengeringan

Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang

tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang

lama. Mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik

sehingga bisa mencegah penurunan mutu atau kerusakan

simplisia. Air yang masih tersisa dalam smplisia dengan kadar

tertentu dapat menjadi media pertumbuhan kapang dan jasad

renik lainnya. Enzim tertentu dalam sel masih dapat bekerja

menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan selama

bahan simplisia tersebut masih mengandung sejumlah kadar air

(Maryani, 2003).

8
Tabel 1. Persyaratan kadar air setiap tanaman
No Bagian Tanaman Kadar Air (%)
1. Kulit Batang <10
2. Batang <10
3. Kayu <10
4. Daun <5
5. Bunga <5
6. Pucuk <8
7. Akar <10
8. Rimpang <8
9. Buah <10
10. Biji <10
11. Kulit Buah <8
12. Bulbus <8
Sumber: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Cara Pembutatan Simplisia
1985

f. Sortasi Kering

Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir pembuatan

simplisia. Tujuan sortasi adalah untuk memisahkan benda-benda

asing, seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan

pengotor-pengotor lain yang masih ada dan tertinggal. Proses ini

dilakukan sebelum simplisia dibungkus atau dikemas dan disimpan

(Maryani, 2003).

g. Pengepakan dan Penyimpanan

Tujuannya adalah untuk melindungi agar simplisia tidak rusak atau

berubah mutunya karena beberapa faktor, baik dari dalam maupun

dari luar, seperti cahaya, oksigen, reaksi kimia intern, dehidrasi,

penyerapan air, kotoran, atau serangga. Jika penyimpanan perlu

dilakuka, sebaiknya simplisia disimpan di tempat yang kering, tidak

lembab, dan terhindar dari sinar matahari langsung (Maryani, 2003).

9
h. Pemeriksaan Mutu

Simplisia harus memenuhi persyaratan umum untuk simplisia seperti

yang disebutkan dalam buku Farmakope Indonesia, Ekstrak

Farmakope Indonesia, atau Materia Medika Indonesia. Secara

umum, simplisia harus memenuhi persyaratan kadar air yang tepat,

tidak berjamur, tidak mengandung lender, tidak berubah warna dan

berubah bau, serta tidak terserang serangga (Maryani, 2003).

II.2.4 Faktor-faktor Mempengaruhi Mutu Simplisia

Faktor-faktor mempengaruhi mutu simplisia (Agoes, 2007; Ningsih,

2016), yaitu :

a. Cahaya

Sinar dengan panjang gelombang tertentu dapat mempengaruhi

mutu simplisia secara fisik dan kimiawi, misalnya akibat terjadinya

proses isomerasi dan polimerasi

b. Reaksi kimiawi internal

Terjadinya perubahan kimia simplisia karena proses fermentasi,

polimerisasi, dan autooksidasi

c. Oksidasi

Oksigen dari udara dapat menyebabkan terjadinya oksidasi pada

senyawa aktif dalam simplisia sehingga kualitasnya menurun

d. Dehidrasi

Bila kelembapan di luar lebih rendah daripada di dalam simplisia,

maka akan terjadi proses kehilangan air yang disebut shrinkage

10
e. Absorbsi air

Simplisia yang bersifat higroskopis dapat menyerap air dari

lingkunga sekitarnya

f. Kontaminasi

Sumber kontaminan utama berupa debu, pasir, kotoran, dan

bahan asing (tumpahan minyak, organ binatang, dan fragmen

wadah)

g. Serangga

Serangga dapat menimbulkan kerusakan dan mengotori simplisia

dalam bentuk larva, imago, dan sisa-sisa metamorfosis (kulit telur,

kerangka yang telah usang, dan lain-lain)

h. Kapang

Bila kadar air simplisia masih tinggi, maka akan mudah ditumbuhi

kapang, jamur, ragi, dan jasad renik lain yang dapat menguraikan

senyawa aktif atau menghasilkan aflatoksin yang membahayakan

konsumen.

II.2.5 Parameter Spesifik dan Nonspesifik Simplisia

Parameter spesifik dan nonspesifik simplisia, yaitu :

a. Parameter spesifik

Parameter spesifik yang digunakan adalah uji organoleptis

yang mencakup bentuk, rasa, aroma, dan warna dari simplisia

tersebut. Parameter uji organoleptis ini tergantung pada masing-

masing tanaman. Suatu simplisia yang baik memiliki aroma,

11
rasa, bentuk dan warna yang tidak serupa dengan tanaman

asalnya, sehinggan dapat dipastikan secara organoleptis

simplisia yang dihasilkan merupakan simplisia tanaman yang

dimaksud (Evifania dkk., 2020).

b. Parameter nonspesifik

Parameter nonspesifik (Evifania dkk., 2020), meliputi :

1) Kadar abu total

Kadar abu total yang baik menurut standar yang

tercantum dalam buku material medika Indonesia adalah tidak

lebih dari 8%. uji kadar abu menunjukan kandungan mineral

dan kemurnian bahan. Abu adalah campuran bahan

anorganik serta mineral dalam bahan pangan, saat dibakar

bahan organic akan habis terbakar tetapi bahan anorganiknya

tidak (disebut kadar abu). mineral dalam suatu bahan bisa

bisa berupa garam garam organik (asam mallat, oksalat,

asetat, pektat) dan garam anorganik (garam fosfat, karbonat,

klorida, sulfat dan nitrat).

2) Kadar abu tidak larut asam

Standar kadar abu tidak larut asam menurut standar yang

tercantum dalam buku Materia Medika Indonesia adalah tidak

lebih dari 1%. Semakin tinggi kadar abu tidak larut asam

menunjukan adanya kandungan mineral baik

organik/anorganik, serta kandungan silikat yang berasal dari

12
tanah atau pasir, bahkan unsur logam perak, timbal maupun

merkuri akibat kontaminan lingkungan sekitar yang diperlukan

uji lebih lanjut untuk mengetahuinya.

II.2.6 Klasifikasi Serbuk Simplisia

Serbuk simplisia adalah bentuk serbuk dari simplisia nabati, dengan

ukuran derajat kehalusan tertentu. Sesuai dengan derajat kehalusannya,

dapat berupa serbuk sangat kasar, kasar, agak kasar, halus, dan sangat

halus (Depkes RI, 2017).

Tabel 2. Klasifikasi serbuk simplisia (Depkes RI, 1995)


Simplisia nabati dan hewani Bahan kimia
Batas derajat halus Batas derajat halus
Klasifikasi Serbuk Nomor Nomor
nominal Nomor nominal Nomor
serbuk % serbuk %
pengayak pengayak

Sangat kasar 8 20 60
Kasar 20 40 60 20 60 40
Setengah kasar 40 40 80 40 60 60
Halus 60 40 100 80 60 120
Sangat halus 80 100 80 120 100 120
Sumber: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia, Edisi IV.
1995.

II.3 Ekstraksi

II.3.1 Defenisi Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses penarian zat/enyawa kimia yang dapat

larut terpisah dari zat yang tidak larut dari bagian tanaman, bagian hewan

termasuk biota laut dengan pelarut/penyari zat. Zat atau senyawa yang

terlarut/tersari tadi merupakan zat aktif dari dalam sel. Tujuan dari penyari

ini adalah menarik senyawa aktif yang terdapat dalam bahan alam tersebut

(Sutrisna, 2016).

13
II.3.2 Jenis-jenis Ekstraksi

Ekstraksi dibedakan menjadi ekstraksi konvensional dan ekstraksi

modern. Ekstraksi konvensional dibagi menjadi dua metode/cara yaitu cara

panas dan cara dingin. Ekstraksi metode panas contohnya infudasi,

sokhletasi, digesti, dan refluks. Ekstraksi dengan cara dingin contohnya

maserasi dan perkolasi. Sedangkan ekstraksi modern, terdiri dari ekstraksi

Microwave Assisted Extraction (MAE) dan Ultrasound Assisted Extraction

(UAE), dan Supercritical Fluid Extraction (SFE). Pemilihan metode ekstraksi

didasarkan atas sifat bahan maupun senyawa kandungan bahan yang akan

diisolasi (Sutrisna, 2016).

a. Ekstraksi konvensional

1) Infudasi

Infudasi adalah proses penyarian dengan pelarut air. Caranya:

serbuk simplisia di letakkan ke dalam panci infudasi. Direndam

dengan air, kemudian dipanaskan 90 oC selama 15 menit

(Sutrisna, 2016).

2) Sokhletasi

Gambar 2. Alat sokhletasi (Sutrisna, 2016)

14
Sokletasi merupakan metode penyarian berkesinambungan

dengan alat soklet. Serbuk sampel dimasikkan ke dalam sarung

selulos dalam klongsong yang ditempatkan di atas labu dan

dibawah kondensor. Cairan penyari dipanaskan sampai mendidih.

Cairan penyari yang menguap akan naik melalui pipa samping.

Uap akan diembunkan lagi. Cairan penyari akan turun untuk

menyari simplisia. Jika cairan penyari mencapai sifon,maka cairan

dapat turun ke bagian labu as bulat sehingga terjadi proses

sirkulasi. Proses ini akan berlangsung secara terus menerus

sampai zat aktif di dalam simplisia tersari seluruhnya (Sutrisna,

2016).

3) Digesti

Digesti merupakan modifikasi maserasi yaitu maserasi dengan

pengadukan yang kontinyu dan dilakukan pada suhu yang lebih

panas. Biasanya suhu 40-50oC (Sutrisna, 2016).

4) Refluks

Gambar 3. Alat refluks (Sutrisna, 2016)

Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada suhu didihnya

selama waktu tertentu. Teknik ini merupakan peyarian

15
berkesinambungan. Simplisia direndam dalam cairan penyari ke

dalamlabu alas bulat yang dilengkapi dengan kondensor yang

tegak dan dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari yang

menguap akan diembunkan dengan kondensor tegak sehingga

dapat menyari simplisia lagi (Sutrisna, 2016).

5) Maserasi

Gambar 4. Proses maserasi

Proses ini merupakan ekstraksi sederhana dan cocok untuk

industry kecil mapun besar. Proses ekstraksi dilakukan dengan

pelarut pada suhu kamar selama 3-5 hari dan dilakukan sesekali

pengadukan. Proses maserasi didasari oleh perbedaan

konsentrasi, sehingga zat aktif akan keluar dari sel terlarut dalam

cairan. Kelebihan maserasi adalah prosesnya sederhana dan

senyawa-senyawa yang termolabilbtidak rusak. Sedangkan

kekurangannya adalah memerlukan banyak waktu (Sutrisna,

2016).

16
6) Perkolasi

Gambar 5. Alat perkolasi (Sutrisna, 2016)

Perkolasi dilakuan dengan cara 10 bagian simplisia halus

dimasukkan dalam bejana dan diberi penyari 2,5-5 bagian selama

3 jam. Massa kan dipindahkan secara bertahap sedikit demi

sedikit ke perkolator yag ditambahkan cairan penyari. Kemudian

percolator ditutup selama 24 jam, kran dibuka dengan kecepatan

1 ml/menit sehingga filtrat akan mengalir dan ditampung pada labu

dibawa perkolator (Sutrisna, 2016).

b. Ekstraksi Modern

1) Microwave Assisted Extraction (MAE)

Serbuk simplisia dimasukkan kedalam erlenmeyer dengan pelarut

sebanyak 300 mL, kemudian di oven dengan daya 800 watt

selama 6 menit. Larutan diradiasi dalam microwave oven secara

berkala (radiasi 1 menit dan 2 menit dimatikan) untuk menjaga

suhu. tidak melebihi 80oC. Filtrat disaring dan residu diekstraksi

kembali menggunakan pelarut sebanyak 150 mL dengan

17
perlakuan yang sama. Diekstraksi kembali sampai warna filtrat

konstan dengan penambahan pelarut 150 mL (Utami dkk., 2020).

Gambar 6. Microwave Assisted Extraction (Utami dkk., 2020)

2) Ultrasound Assisted Extraction (UAE)

Serbuk simplisia ditempatkan ke dalam Erlenmeyer 500 mL dan

ditambahkan pelarut sebanyak 300 mL. Ditutup dengan

alumunium foil, lalu dimasukkan ke dalam sonikator, diekstraksi

selama 20 menit pada suhu 40ºC dan frekuensi gelombang pada

40 kHz. Selanjutnya didiamkan selama 30 menit dan disaring

dengan kain batis. Residu hasil sonikasi pertama, diekstraksi

kembali dengan pelarut sebanyak 150 mL dengan perlakuan yang

sama. Dilakukan resonikasi terus-menerus sampai warna filtrat

menjadi konstan dengan penambahan pelarut 150 ml (Utami dkk.,

2020).

Gambar 7. Ultrasound Assisted Extraction (Utami dkk., 2020)

18
3) Supercritical Fluid Extraction (SFE)

Fluida superkritis adalah unsur atau senyawa di atas tekanan dan

suhu kritisnya. Ketika kombinasi temperatur dan tekanan suatu zat

berada dalam kesetimbangan termodinamika antara gas, cairan

dan padatan maka disebut titik tripel suatu zat. Daerah di atas

tekanan dan temperatur kritis disebut fluida superkritis.

Karakteristik seperti gas dan melarutkan sesuatu seperti cairan

membuat fluida superkritis ini menjadi unik. Beberapa fluida

superkritis (SF) dapat digunakan sebagai pelarut ekstraksi dalam

SFE, tetapi hanya CO2 yang akan dibahas di sini karena

toksisitasnya yang rendah, suhu dan tekanan kritis yang rendah

(Tc dari 31°C dan Pc dari 72 bar), dan penerapan yang luas. Salah

satu fluida superkritis yang banyak digunakan dalam ekstraksi

adalah karbondioksida (CO2) (Rinawati dkk., 2020).

Gambar 8. Supercritical Fluid Extraction (Rinawati dkk., 2020)

19
II.3.3 Pemilihan Pelarut

Pada proses ekstraksi, banyak pilihan pelarut yang digunakan.

Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih pelarut (Natsir,

2009), antara lain :

a. Selektivitas, dimana pelarut hanya boleh melarutkan ektrak yang

diinginkan. Jika terdapat komponen lain, maka larutan ekstrak

yang diperoleh harus dibersihkan yaitu dengan cara

mengekstraksi larutan dengan pelarut lainnya.

b. Kelarutan, pelarut harus mempunyai kemampuan untuk

melarutkan solut sesempurna mungkin. Jika kelarutan solute

terhadap pelarut tinggi, maka akan mengurangi jumlah pelarut

yang digunakan.

c. Kerapatan, perbedaan kerapatan yang besar antara solut dan

pelarut akan memudahkan pemisahan keduanya.

d. Aktivitas kimia pelarut, pelarut harus bahan kimia yang stabil dan

inert terhadap komponen lannya di dalam sistem.

e. Titik didih, pada proses ekstraksi dengan menggunakan cara

penguapan, titik didih antara pelarut dan solut tidak boleh terlalu

dekat. Dari segi ekonomi akan lebih menguntungkan bila ttik didih

pelarut tidak terlalu tinggi.

f. Viskositas pelarut, viskositas pelarut arus rendah agar dapat

masuk dan keluar secara mudah dari bahan agar bisa mengalami

kontak dengan seluruh solut.

20
II.3.4 Jenis-jenis Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan cair, kental atau kering yang merupakan

hasil proses ektraksi atau penyarian suatu matriks atau simplisia menurut

cara yang sesuai. Beberapa jenis ekstrak adalah sebagai berikut

(Nasyanka, 2020) :

a. Ekstrak cair adalah ekstrak yang diperoleh dari ektraksi yang

masih mengandung sebagian besar cairan penyari (Nasyanka,

2020). Syarat mutu kadar air dari ekstrak cair adalah >30%

(Marpaung & Septiyani, 2020).

b. Ekstrak kental adalah ekstrak yang diperoleh apabila sebagian

besar cairan penyari sudah diuapkan (Nasyanka, 2020). Syarat

mutu kadar air dari ekstrak kental adalah 5-30% (Marpaung &

Septiyani, 2020).

c. Ekstrak kering adalah ekstrak yang diperoleh jika sudah tidak

mengandung pelarut/cairan penyari (Nasyanka, 2020). Syarat

mutu kadar air dari ekstrak kering adalah <10% (Marpaung &

Septiyani, 2020).

II.4 Penguapan Pelarut

II.4.1 Pengertian Evaporator

Evaporator adalah suatu alat yang digunakan untuk memisahkan

dua fasa antara liquid gas dan liquid cair dengan menggunakan media

pemanas (Khamdila dkk., 2019). Evaporasi merupakan suatu proses

penguapan sebagian dari pelarut sehingga didapatkan larutan zat cair pekat

21
yang konsentrasinya lebih tinggi yang bertujuan untuk memekatkan larutan

yang terdiri dari zat terlarut yang tidak mudah menguap dan pelarut yang

mudah menguap (Setyawan, 2017).

II.4.2 Prinsip Evaporator

Prinsip dasar evaporator adalah memekatkan larutan yang

mengandung zat yang sulit menguap (non-volatile solute) dan pelarut yang

mudah menguap (volatile solvent) dengan cara menguapkan sebagian

pelarutnya. Prinsip kerja pemekatan larutan dengan evaporasi didasarkan

pada perbedaan titik didih yang sangat besar antara zat-zat yang terlarut

dengan pelarutnya (Hapsari & Sujati, 2019). Jenis-Jenis metode

penguapan, yaitu :

a. Deksikator

Desikator adalah wadah yang terbuat dari bahan kaca/gelas

yang tersusun berfungsi menghilangkan air dan kristal hasil

pemurnian. Desikator terdiri dua bagian, pada bagian bawah

terdapat gel silika yang berfungsi sebagai zat penguap uap air

dan dibagian atas sebagai tempat pengering bahan yang

diuapkan (Kurnia dkk., 2015). Metode ini merupakan metode

yang praktis, namun membutuhkan waktu yang relatif lama

(Saifuddin, 2014).

22
Gambar 9. Desikator

b. Pemanasan Sederhana

Pemanasan sederhana menggunakan waterbath. Ektrak akan

dipanaskan di atas waterbath sehingga pelarut akan menguap

setelah mencapai titik didihnya (Nasyanka, 2020).

c. Penguapan dengan Oven

Oven dapat digunakan sebagai penguapan apabila dengan

kombinasi pemanas dengan humidity rendah dan sirkulasi udara

yang cukup. Prinsipnya yaitu perpindahan panas secara

konveksi alami, sehingga panas dihantarkan oleh udara

didalamnya (Atikah & Isnaini, 2019). Kelebihan dari metode ini,

yaitu pengerjaan yang mudah dan praktis namun hanya dapat

dilakukan untuk bahan yang tahan pemasanan (Saifuddin,

2014).

Gambar 10. Oven

23
d. Freeze drying

Pengeringan beku (freeze drying) memiliki prinsip yaitu

menghilangkan kandungan air dalam ekstrak atau produk yang

telah beku tanpa melalui fase cair terlebih dahulu atau melalui

reaksi sublimasi (Nasyanka, 2020). Kelebihan metode ini adalah

mempertahankan mutu dari ekstrak, yang dimana melindungi

kandungan ekstrak yang mudah menguap akibat pemanasan.

Sedangkan kekurangannya yaitu tidak semua pelarut dapat

diuapkan dengan metode ini (Habibi dkk., 2019).

Gambar 11. Freeze drying (Fadarina & Fajar, 2020)

e. Rotary Evaporator

Salah satu alat yang sering digunakan untuk penguapan adalah

rotary evaporator. Alat ini menggunakan vakum destilasi

sehingga tekanan akan menurun dan pelarut menguap di bawah

titik didihnya (Nasyanka, 2020). Prinsip kerja dari alat ini yaitu

pemisahan ekstrak dengan pelarut menggunakan pemanasan

dibawah titik didih pelarut, penurunan tekanan pada labu, dan

pemutaran dengan kecepatan tertentu sehingga senyawa yang

24
terkandung didalam ekstrak tidak rusak oleh suhu tinggi

(Wardaniati & Yanti, 2018).

Gambar 12. Rotary evaporator (Gade dkk., 2020)

II.4.3 Tujuan Evaporasi

Evaporasi merupakan suatu proses penguapan sebagian dari

pelarut sehingga didapatkan larutan zat cair pekat yang konsentrasinya

lebih tinggi. Tujuan dari evaporasi itu sendiri yaitu untuk memekatkan

larutan yang terdiri dari zat terlarut yang tak mudah menguap dan pelarut

yang mudah menguap. Alasan mengapa harus diuapkan dibawah titik

didihnya ialah agar senyawa di dalam ekstrak yang dipisahkan dari

pelarutnya tidak rusak oleh suhu tinggi, sehingga ekstrak yang didapatkan

akan lebih pekat (Wardaniati & Yanti, 2018).

II.4.4 Faktor yang mempengaruhi penguapan

Faktor-faktor yang mempengaruhi penguapan, yaitu panas, suhu

udara, permukaan bidang penguapan, kapasitas kadar air dalam udara.

Semakin luas permukaan bidang kontak antara airan dengan pemanas,

maka semakin banyak molekul air yang teruapkan, sehingga proses

evaporasi akan semakin cepat. Tekanan. Kenaikan tekanan sebanding

25
dengan kenaikan titik didih. Tekanan bisa dibuat vakum untuk menurunkan

titik didih cairan sehingga proses penguapan semakin cepat (Khamdila dkk.,

2019). Faktor lainnya seperti laju pemanasan (energi) yang dipindahkan ke

bahan yang akan dikeringkan, jumlah panas yang dibutuhkan untuk

menguapkan air pada bahan, tekanan saat terjadi proses penguapan

(Lestari, 2019).

II.4.5 Macam-macam Kondensor

Kondensor merupakan alat untuk merubah bahan pendingin dari

bentuk gas menjadi cair. Bahan pendingin dari kompresor dengan suhu dan

tekanan tinggi, panasnya keluar melalui permukaan rusuk-rusuk kondensor

ke fluida pendingin yaitu air. Sebagai akibat dari kehilangan panas, bahan

pendingin gas mula-mula didinginkan menjadi gas jenuh, kemudian

mengembun berubah menjadi cair (Ihsan, 2019).

Kondensor ada 3 macam menurut cara pendinginannya, yaitu

(Ihsan, 2019) :

1) Kondensor dengan media pendingin udara (air cooled)

2) Kondensor dengan media pendingin air (water cooled)

3) Dengan media pendingin campuran udara dan air (evaporative

kondensor)

26
BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu ayakan, gunting, oven,

pisau, talenan, alat sokletasi, batu didih, botol coklat, corong, baskom,

heating mantle, klem, kondensor, labu alas bulat, statif, cawan porselen,

desikator, dan alat rotavapor.

III.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu simplisia legundi

(Vitex trifolia L.), silika gel, metanol, air, es batu, dan kertas saring.

III.2 Cara Kerja

III.2.1 Penyiapan Simplisia

Hal yang pertama dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang

akan digunakan. Setelah itu dilakukan sortasi basah yang bertujuan

menghilangkan bagian tanaman yang tidak diinginkan ataupun pengotor

yang ikut terbawa saat pengumpulan bahan baku. Setelah itu pencucian

dengan air mengalir dan memastikan bahwa pengotor hilang lalu

dikeringkan dengan menggunakan tissue bersih. Selanjutnya yaitu

perajangan untuk mempercepat proses pengeringan. Setelah itu sampel

dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, dibawah sinar matahari

ataupun menggunakan oven dengan suhu 60 oC. Setelah sampel kering,

dilakukan sortasi kering yang bertujuan untuk menghilangkan bagian

27
tanaman yang terlalu kering atau hal lain yang dapat menurunkan kualitas

dari simplisia. Kemudian, sampel dihaluskan menggunankan penggiling

hingga halus lalu diayak menggunakan nomor ayakan 4 atau nomor ayakan

18 ataupun sesuai ukuran sampel yang haluskan. Tahap terakhir yaitu

pengemasan dan diberi label yang berisi nama simplisia dan tanggal

pembuatan. Pada kemasan sampel diberikan silika gel sebagai pengawet.

III.2.2 Ekstraksi Metode Sokletasi

Pertama-tama disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

Masukkan batu didih ke dalam labu alas bulat dan tambahkan 350 ml

metanol kemudian pasang pada heating mantel. Rangkai alat sokletasi dan

sumbat lubang yang mengarah ke pipa silfon menggunakan kapas.

Pastikan serbuk tidak dapat melewati lubang tersebut. Masukkan serbuk

simplsia ke dalam pipa penampung. Sambungkan kondensor dengan

pompa dan selang air kemudian alirkan air ke dalam kondensor. Nyalakan

heating mantle pada suhu 60-65℃. Selanjutnya sampel ekstraksi yang

diperoleh disaring menggunakan kertas saring dan masukkan ke dalam

botol coklat dengan menggunakan corong.

III.2.3 Penguapan Pelarut

Pertama siapkan alat dan bahan yang digunakan, kemudian rangkai

alat rotary evaporator. Timbang labu alas bulat sebelum digunakan.

Masukkan ekstrak cair ke dalam labu alas bulat dan tidak melebihi setengah

dari volume total labu alas bulat yang digunakan, kemudian pasang pada

konektor. Nyalakan rotavapor dan pastikan waterbath terisi air, set

28
temperatur waterbath rotavapor pada suhu 60℃. Kemudian nyalakan

vakum, set alat pengatur rotasi pada sekitar 150 rpm. Catat dan amati

bagaimana proses penguapan dan kondensasi yang terjadi. Proses akan

selesai ketika ekstrak didalam labu alas bulat sudah terlihat lebih pekat dari

sebelumnya. Setelah selesai, turunkan pengaturan suhu dan tekanan dan

buka keran udara agar tekanan didalam dan diluar sama, kemudian angkat

labu alas dari waterbath dan lepas. Masukkan hasil ekstrak kedalam cawan

porselen dan uapkan kembali dengan waterbath sampai diperoleh ekstrak

kental.

29
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

IV.1.1 Hasil Penyiapan Simplisia

Tabel 3. Perolehan bobot simplisia


Nama Sampel Bobot Basah (g) Bobot Kering (g) Delta bobot (%)
Daun Legundi
2000 600 30
(Vitex trifolia)

IV.1.2 Hasil Penguapan

Tabel 4. Perolehan bobot ekstrak sampel Vitex trifolia


Bobot Bobot Capor Massa Ekstrak Massa Rendemen
Capor
Capor (g) + Ekstrak (g) (g) simplisia (g) (%)
I 45,27 45,97 0,70
II 47,02 47,56 0,54
III 54,10 54,35 0,25 10 21
IV 61,86 62,14 0,28
V 66,30 66,63 0,33
Total Ekstrak 2,1

IV.2 Pembahasan

Berdasarkan tabel perolehan bobot simplisia, terlihat berat basah

sampel daun legundi adalah 2000 g dan setelah dikeringkan menjadi 600

g. Berdasarkan hasil tersebut maka delta bobot dari sampel adalah 30%.

Pengeringan merupakan proses pengeluaran air dari dalam bahan

secara termal untuk menghasilkan produk kering. Tujuan dasar dalam

pengeringan produk pertanian adalah pengurangan air dalam bahan

sampai ke tingkat tertentu, dimana mikroba pembusuk dan kerusakan

akibat reaksi kimia dapat diminimalisasi sehingga kualitas produk keringnya

dapat dipertahankan. Salah satu perubahan fisik yang penting selama

30
pengeringan adalah pengurangan volume bahan. Kehilangan air dan

pemanasan menyebabkan struktur sel bahan mengalami tekanan diikuti

dengan perubahan bentuk dan pengecilan ukuran. Penyusutan bahan yang

dikeringkan mempunyai dampak negatif terhadap kualitas produk

keringnya. Perubahan lain yang terjadi selama pengeringan adalah

perubahan tampilan fisik produk seperti warna, tekstur dan aroma. Hal yang

paling kritis sehubungan dengan mutu simplisia adalah proses pengeringan

juga mengakibatkan hilangnya kandungan zat aktif bahan. Oleh karena itu

pengeringan harus dilakukan pada kondisi proses yang tepat karena

penggunaan suhu yang terlalu tinggi akan mengakibatkan semakin

banyaknya zat aktif bahan yang hilang (Manalu & Adinegoro, 2018).

Metode pemisahan yang digunakan berupa metode sokletasi.

Sokletasi merupakan proses ekstraksi yang dilakukan dengan cara

meletakkan sampel ke dalam sarung selulosa atau kertas saring di dalam

klonsong yang ditempatkan di atas labu dan di bawah kondensor

(Mukhriani, 2014). Kelebihan metode sokletasi adalah dapat menghasilkan

ekstrak yang lebih banyak, pelarut yang digunakan lebih sedikit (efisiensi

bahan), waktu yang digunakan lebih cepat, dan sampel diekstraksi secara

sempurna karena dilakukan berulang-ulang. Selain itu, aktivitas biologis

tidak hilang saat dipanaskan sehingga dapat digunakan dalam pencarian

induk obat (Puspitasari & Proyogo, 2017). Namun, pada metode sokletasi

sampel dipanaskan sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada

komponen aktif yang tidak tahan panas (Yulianti dkk., 2020).

31
Berdasarkan tabel perolehan ekstrak, setelah dilakukan penguapan

pada rotavapor diperoleh total ekstrak setelah dikeringkan sebesar 2,1 g

dan persen rendemen sebesar 21%. Menurut Farmakope Herbal Indonesia

(2017), % rendemen ekstrak legundi yaitu tidak kurang dari 12,1 %.

Sehingga hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan pustaka. Faktor

kesalahan yang menyebabkan hal tersebut dikarenakan saat proses

ekstrasi hanya dilakukan pada waktu yang singkat dan kurang maksimal.

Rendemen adalah perbandingan produk akhir yang diperoleh

terhadap bahan baku yang digunakan. Nilai rendemen yang diperoleh

berdasar berat kering bahan baku. Rendemen produk berkaitan dengan

metode ekstraksi yang dipakai untuk memisahkan senyawa kimia

(Kiswadono, 2017). Perhitungan rendemen berguna untuk mengetahui

banyaknya hasil penyarian (g atau ml) yang diperoleh dibandingkan dengan

bobot simplisia awal (g) yang dinyatakan dalam bentuk persen (%)

(Sulaiman dkk., 2015)

Pada penguapan pelarut digunakan metode rotary evaporator. Kerja

alat tersebut didasarkan atas prinsip vakum destilasi (Mujipradhana, dkk,

2018) dan persamaan PV=nRT (Anam, 2014), dimana dengan adanya

penurunan tekanan mengakibatkan pelarut menguap pada suhu dibawah

titik didihnya, sehingga kandungan senyawa metabolit sekunder yang

terkandung di dalam pelarut tidak mengalami kerusakan oleh suhu tinggi

(Kristanti, 2008).

32
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Pada penyiapan simplisia, diperoleh bobot simplisia 600 g dengan

delta bobot 30%. Nilai tersebut menunjukkan banyaknya senyawa zat yang

hilang dalam proses penyaringan.

Pada proses ekstraksi menggunakan metode sokletasi, cairan

penyari yang menguap akan diembunkan dengan kondensor sehingga

akan kembali ke dalam labu alas bulat dan dapat menyari simplisia lagi

Sedangkan pada penguapan pelarut menggunakan metode rotary

evaporator diperoleh hasil rendemen sebesar 21%, yang dimana tidak

sesuai dengan pustaka yang digunakan dikarena proses ekstraksi yang

singkat dan kurang maksimal.

V.2 Saran

Diharapkan praktikan melakukan pengerjaan dengan teliti ketika di

laboratorium agar tidak terdapat faktor kesalahan yang tidak diinginkan.

Praktikan harus memperhatikan dan memastikan kelengkapan serta

kondisi alat yang akan digunakan.

33
DAFTAR PUSTAKA

Anam, C., & Agustini, T. W. 2014. Pengaruh Pelarut Yang Berbeda Pada
Ekstraksi Spirulina Platensis Serbuk Sebagai Antioksidan Dengan
Metode Soxhletasi. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil
Perikanan, 3(4), 106-112.
Assomadi, A. F., & Lathif, F. N. 2008. Model Alat Desalinasi dengan
Evaporasi dan Kondensasi Menjadi Satu Sistem
Ruangan (Doctoral dissertation, Tesis. Program Magister Teknik
Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Surabaya, Indonesia).
Atika, V. & Isnaini. 2019. Pengaruh Pengeringan Konvensional Terhadap
Karakterisasi Fisik Indigo Bubuk. Prosiding Seminar Nasional
Kimia.
Dalimartha, Setiawan. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 5.
Jakarta: Pustaka Bunda.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1985. Cara Pembuatan
Simplisia. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia,
Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Farmakope Herbal
Indonesia. Edisi II. Jakarta: Direktorat Jenderal Kefarmasian dan
Alat Kesehatan.
Evifania, R. D., Apridamayanti, P., & Sari, R. 2020. Uji parameter spesifik
dan nonspesifik simplisia daun senggani (Melastoma
malabathricum L.). Jurnal Cerebellum, 6(1), 17-20.
Fadarina, I. P., & Fajar, 2020. R. Efisiensi Mesin Pengering Beku Vakum
Pada Pengeringan Cabai Merah (Capsicum Annuum L.) Machine
Efficiency Of Vacuum Freeze Dryer In Red Chili (Capsicum
annuum L.) DRYING. jurnal kinetika 11(1); 1-8
Habibi, N.A., Fathia, S., & Utami, CT. 2019. Perubahan Karakteristik Bahan
Pangan pada Keripik Buah dengan Metode Freeze Drying
(Review). Jurnal Sains Terapan. 5(2); 67-76.
Hapsari, F., & Sujati, N. M. 2019. Efisiensi Kinerja Evaporator pada
Pengolahan Limbah Radioaktif Cair Pusat Teknologi Limbah
Radioaktif Batan. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 4(4),
48-58.

34
Hariana, Arief. 2008. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 2. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Ihsan, S. 2019. Analisis Bentuk Aliran Pada Kondensor Tipe Shell Dan Tube
Menggunakan Simulasi Cfd (Computational Fluid
Dynamics). Journal of Industrial Engineering and Operation
Management, 1(1).
Khamdila, A., Wilastari, S., & Saleh, A. 2019. Menjaga Kestabilan Suhu
Ruang Evaporator Berdampak Pada Hasil Produksi Air Tawar
Fresh Water Generator. Jurnal Sains Dan Teknologi
Maritim, 19(2), 111-120.
Kristanti, A.N. 2008. Buku Ajar Fitokimia. Surabaya : Airlangga University
Press.
Kurnia, D.R., dkk. 2015. Isolasi Mikroorganisme Anarob Limbah Cair Tekstil
Menggunakan Desikator Sebagai Incubator Anaerobic. Jurnal
Fluida 11 (1).
Lestari, Y. 2019. Perbandingan Kerja Alat Pengeringan Tipe Spray Dryer
dan Freeze Dryer dalam Proses Pengeringan Bahan Berbentuk
Cair. Jurnal Ilmiah Kohesi, 3(3).
Manalu, L. P., & Adinegoro, H. 2018. Kondisi proses pengeringan untuk
menghasilkan simplisia temuputih standar. Jurnal
Standardisasi, 18(1), 63-70.
Marpaung, M.P. & Septiyani, D. 2020. Penentuan Parameter Spesifik dan
Nonspesifik Ekstrak Kental Etanol Batang Akar Kuning (Fibraurea
chloroleuca Miers). Journal of Pharmacopolium, 3, 2.
Maryani, Herti & Suharmiati. 2003. Khasiat dan Manfaat Daun Dewa dan
Sambung Nyawa : Sehat dengan Ramuan Tradisional. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa
Aktif. Jurnal Kesehatan. 7(2), 362-363.
Najir, Ahmad. 2018. Ekstraksi Senyawa Bahan Alam. Yogyakarta:
Deepublish.
Nasyanka, A.L. 2020. Pengantar Fitokimia : D3 Farmasi. Pasuruan :
Penerbit Qiara Media.
Natsir, M.H., dkk. 2019. Teknologi Pengolahan Bahan Pakan Ternak. Bogor
: UB Press.

35
Puspitasari, A. D., & Proyogo, L. S. 2017. Perbandingan metode ekstraksi
maserasi dan sokletasi terhadap kadar fenolik total ekstrak etanol
daun kersen (Muntingia calabura). Cendekia Eksakta, 2(1).
Rachman, D. 2009. Jenis-Jenis Ekstraksi. Jakarta : UI.
Rinawati, R., Pangesti, G. G., & Juliasih, N. L. G. R. 2020. Green Analytical
Chemistry: Pemanfaatan Supercritical Fluid Extraction (Sfe) Dan
Microwave-Assisted Extraction (Mae) Sebagai Metode Ekstraksi
Senyawa Diterpena Pada Minyak Biji Kopi Shangrai. Analit:
Analytical and Environmental Chemistry, 5(1), 24-33.
Saifuddin, A. 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder Teori, Praktik dan
Teknik Pemurnian. Yogyakarta: Deepublish.
Sastrahidyat, Rochdjatun. 2016. Penyakit pada Tumbuhan Obat-Obatan,
Rempah-Bumbu dan Stimula. Malang : UB Press.
Setyawan, A., Purnomo, S., Sugito, B., Mas’udi, M. U., & Budiyono, B. 2018.
Analisis Kuantitatif Konsentrat Dan Destilat Hasil Proses
Evaporasi. Prosiding
Utami, N. F., Sutanto, S., Nurdayanty, S. M., & Suhendar, U. 2020.
Pengaruh Berbagai Metode Ekstraksi Pada Penentuan Kadar
Flavonoid Ekstrak Etanol Daun Iler (Plectranthus
scutellarioides). FITOFARMAKA:Jurnal Ilmiah Farmasi, 10(1), 76-
83.
Sulaiman, T. S., Aryani, D., & Murti, Y. B. 2015. Chewable Lozenges of
Legundi Leaf Extract (Vitex trifolia L.) With Variations in The
Proportion of Base Glycerine-Gelatin. Majalah Obat
Tradisional, 20(2), 103-109.
Sutrisna, EM. 2016. Herbal Medicine: Suatu Tinjauan Farmakologis.
Surakarta: Muhammadiyah Press.
Wardaniati, I. & Yanti, R. 2018. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol
Propolis Lebah Trigona (Trigona itama) Menggunakan Metode
DPPH. Journal of Pharmacy and Sciences. Vol. 2.
Widaryanto, Eko & Azizah, Nur. 2018. Perspektif Tanaman Obat Berkhasiat
(Peluang, Budidaya, Pengolahan Hasil, dan Pemanfaatan).
Malang : UB Press.
Yulianti, W., Ayuningtyas, G., Martini, R., & Resmeiliana, I. (2020).
Pengaruh Metode Ekstraksi Dan Polaritas Pelarut Terhadap
Kadar Fenolik Total Daun Kersen (Muntingia calabura L). Jurnal
Sains Terapan, 10(2), 41-49.

36
LAMPIRAN

Lampiran 1

Perhitungan Bobot Delta

bobot akhit
Bobot Delta (%) = x 100%
bobot awal

600 g
= 2000 g x 100%

= 30%

Lampiran 2

Perhitungan Rendemen

Diketahui : Bobot simplisia = 10 g

Ditanya : % Rendemen =…?

Penyelesaian

Cawan porselen I

Bobot awal = 45,27 g

Bobot Akhir = 45,97 g

Jumlah ekstrak = (45,97 - 45,27) g = 0,70 g

Cawan porselen II

Bobot awal = 47,02 g

Bobot Akhir = 47,56 g

Jumlah ekstrak = (47,56 - 47,02) g = 0,54 g

37
Cawan porselen III

Bobot awal = 54,10 g

Bobot Akhir = 54,35 g

Jumlah ekstrak = (54,35 - 54,10) g = 0,25 g

Cawan porselen IV

Bobot awal = 61,86 g

Bobot Akhir = 62,14 g

Jumlah ekstrak = (62,14 - 61,86) g = 0,28 g

Cawan porselen V

Bobot awal = 66,30 g

Bobot Akhir = 66,63 g

Jumlah ekstrak = (66,63 - 66,30) g = 0,33 g

Sehingga,

Total bobot ekstrak = (0,70 + 0,54 + 0,25 + 0,28 + 0,33) g = 2,1 g

Bobot ekstrak
% Rendemen = × 100%
Bobot simplisia

2,1 g
% Rendamen = × 100%
10 g

= 21 %

38
Lampiran 3

Skema Kerja Penyiapan Simplisia

Sampel

 Dilakukan sortasi basah


 Dilakukan pencucian dengan air
mengalir
 Dilakukan perajangan
 Dikeringkan dengan oven atau
diangin-anginkan
 Dilakukan sortasi kering

Dikemas dan diberi label

Lampiran 4
Skema Kerja Ekstraksi Sokletasi

Sampel simplisia

Sampel ditimbang dan dibungkus


kertas saring

Masukkan ke tabung penampung

Masukkan batu didih dan pelarut ke


dalam labu alas bulat

Rangkai alat soklet

Pasang kondensor
Nyalakan mantle heating

Ekstrak cair

39
Lampiran 5
Skema Kerja Penguapan Pelarut

Ekstrak Cair

Masukkan pada labu alas bulat

Rangkai alat rotary evaporator

- Pasang labu penampung


- Nyalakan vakum dan atur
ketinggian
- Atur suhu dan rotasi

Pelarut terpisah dan ditampung pada labu


penampung

- Hentikan kerja alat


- Pindahkan ekstrak pada cawan
porselen.

Ekstrak Kental

40
Lampiran 6

Gambar Ekstrak

Gambar 13. Ekstrak kental Gambar 14. Ekstrak kental


daun legundi pada capor I daun legundi pada capor II

Gambar 15. Ekstrak kental Gambar 16. Ekstrak kental


daun legundi pada capor III daun legundi pada capor IV

Gambar 17. Ekstrak kental


daun legundi pada capor V

41

Anda mungkin juga menyukai