OLEH:
KELOMPOK V
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Selama ini kita mempelajari ilmu pengobatan hanya bersumber dari ilmu
kedokteran Barat. Dan cenderung menganggap bahwa Ilmu kedokteran Barat
adalah ilmu kedokteran, sedangkan diluar itu bukan ilmu kedokteran.
Kita sering menyebut ilmu pengobatan diluar itu adalah ilmu pengobatan atau
pertabiban atau bahkan secara kasar dan tendensius perdukunan. Semua
paradigma itu tidak sesuai dengan sejarah ilmu kedokteran sendiri. Para ilmuwan
yang jujur dan megetahui sejarah pasti akan mengakui bahwa ilmu pengobatan /
pertabiban / perdukunan itu adalah ilmu kedokteran yang lebih luas daripada
ilmu kedokteran barat.
Paradigma pengagungan ilmu kedokteran barat yang terutama dicetuskan oleh
Steve Parker dalam bukunya “ ILMU KEDOKTERAN”. Sebagai seorang dokter
muslim kita tidak boleh melupakan sejarah perkembangan ilmu kedokteran Islam
dan tokoh-tokohnya. Dan kita harus mengambil sejarah dari sumber yag benar,
karena banyak sejarah yang diputar balikkan demi menghancurkan peradaban
Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Abū Al-Qāsim Al-Zahrāwī adalah salah satu ulama sekaligus dokter yang
berhasil mengangkat gagasan dan pemikirannya berkaitan dengan ilmu bedah,
serta dapat mengangkat peradaban Islam melalui jalur kedokteran. Al-Zahrāwī
dikenal sebagai pelopor ilmu bedah atau operasi, bukan hanya di Arab saja,
tetapi juga terkenal sampai daratan Eropa. Pada awalnya, bedah merupakan
praktik pengobatan yang berkembang dikalangan tukang bekam, tukang cukur,
dan dukun yang jauh dari unsur-unsur ilmiah dan cenderung mengkaitkan
dengan hal-hal takhayyul. Hal ini menyebabkan praktik bedah menduduki posisi
yang rendah daripada yang lainnya. Dalam pandangan masyarakat Eropa,
praktik pembedahan sangat tidak diminati dan menjadi hal yang menakutkan.
Hal ini dikarenakan banyak praktik bedah yang gagal dan berujung pada
kematian. Maka pada saat itu, Al-Zahrāwī datang memberikan edukasi dan
pembaharuan dalam ilmu bedah. Al-Zahrāwī berupaya untuk mensyiarkan dan
menjadikan pembedahan bukan hanya sebagai salah satu profesi dibidang
medis, bahkan dia menjadikan ilmu bedah sebagai kajian ilmu yang erat
kaitannya dengan kedokteran yang ilmiah.
3. Abū ‘Alī al-Ḥasan ibn al-Ḥasan Ibn alHaytham
Abū ‘Alī al-Ḥasan ibn al-Ḥasan Ibn alHaytham atau yang lebih dikenal sebagai
Ibn al-Haytham, atapun Alhazen di dunia Barat, merupakan salah satu dari
beberapa saintis paling terkemuka yang dilahirkan dalam peradaban Islām.
George Sarton (1931:721) menyatakan bahwa Ibn al-Haytham adalah ahli fisika
muslim dan sarjana dalam bidang optik terbesar sepanjang masa: “the greatest
Muslim physicist and one of the greatest students of optics of all times“, yang
juga dikukuhkan oleh banyak sarjana lainnya (Lindberg, 1976:58; Hogendijk dan
Sabra, 2003:89-90; Adamson, 2006, 207). Ibn al-Haytham juga dipandang oleh
beberapa sarjana sebagai perintis metoda saintifik yang menjadi landasan dalam
setiap penelitian di dunia sains saat ini (Giorini, 2003: 55; Saud, 1990: 11-25
passim). Tidaklah mengejutkan jika sarjana terkemuka Robert Briffault
menyatakan bahawa para sarjana Arab telah lama menggunakan kaedah ini
sebelum menjadi metoda yang dipakai di dunia modern saat ini (Briffault,
1919:201).
4. Hunayn bin Ishaq
Nama lengkap beliau Abu Zaid Hunain bin Ishaqal-'Ibadi dikenal dalam bahasa
Latin sebagai Johannitius (809-873 M) yang terkenal pengaruhnya dalam
mewarnai kejayaan pendidikan pada masa kepemimpinanal-Ma’mun sebagai
seorang sarjana, dokter , dan ilmuwan , yang dikenal untuk karyanya dalam
menerjemahkan dan medis karya ilmiah di Yunani ke dalam bahasa Arab dan
Syria. Di dalam dunia medis/kedokteran beliau ahli di bidang obat-obatan.
Gurunya Johanes bin Masweh sangat kagum kepada muridnya telah sampai
pada puncaknya sehingga dia mempersembahkan kepadanya sebuah buku
dengan judul “An Nadir At Tayyibah”.
Reputasi ilmiah Hunain bin Ishaq menyebar di dalam dan luar kota Baghdad
sehingga sampai ke telinga Khalifah Al Ma’mun melalui dokter pribadinya Gibrail
yang selalu memuji kepintaran dan kemampuan ilmiah Hunain di dalam majelis
ilmu sang khalifah.
Al Ma’mun mendirikan Baitul hikmah di Baghdad dan memutuskan untuk
menerjemahkan buku-buku warisan Yunani ke bahasa Arab. Al Ma’mun
memangil sejumlah penerjemah yang terkenal untuk menerjemahkan buku-buku
dari bahasa Yunani ke bahasa Arab. Di antara para penerjemah yang terkenal itu
adalah Hunain bin Ishaq, yang ketika masih berusia muda. Al Ma’mun meminta
darinya untuk menerjemahkan buku-buku para filsuf Yunani ke bahasa Arab dan
dalam waktu yang sama sang khalifah juga meminta darinya untuk memperbaiki
apa yang diterjemahkan oleh para penerjemah yang lain.
Hunain mematuhi permintaan sang khalifah dan kemudian dia menjadi
pengawas urusan penerjemahan di Baitul hikmah. Ibnu Abu Ashiba’ah
menuturkan: “Al Ma’mun memberikan kepada Hunain bin Ishaq emas seberat
buku-buku yang diterjemahkannya ke bahasa Arab”. Seperti buku Al ‘Asyara
Maqalat Fil ‘Uyun(sepululuh Makalah Tentang Mata) merupakan revolusi ilmiah
tentang sejarah kedokteran mata di kala itu, danAl Masa’il Fit Tib- (persoalan
Tentang Kedokteran).
Salah satu karya terjemahan Hunayn bin Ishaq yang paling penting adalah
Risalah. Di dalamnya, ia mendeskripsikan 129 karya Galen. Dari 129 karya
Galen itu, Hunayn bin Ishaq mengaku telah menerjemahkan sebanyak 90 buah,
di antaranya berjudul Critical Days, yang ia persembahkan untuk Abu Ghafar
Muhammad ibn Musa ibn Syakir (wafat 873). Bukan hanya itu saja Hunayn bin
Ishaq juga menerjemahkan 20 buku Galen ke dalam bahasa Syria, 2 buku untuk
putra Gabriel Bakhtishu, 2 buku untuk Salmawaih bin Bunan, 1 buku untuk
Gabriel Bakhtishu, dan 1 buku untuk bin Massawayh, dan juga merevisi 16
terjemahan yang dibuat oleh Sargis al-Ras’ayni dari Ras al-’Ain di Sungai
Khabur, yang terjemahannya dikenal dengan nama Corpus Galena (Aprim,
2012).
Hunain bin Ishaq wafat pada pada hari Selasa, 7 Safar 260 H atau bulan
Desember 873 M (Khallikan, 1996:270-271). mendapat julukam al-Mu’ulum
Tsani(guru kedua setelah Aristoteles). Karya-karya terjemahan mereka
kemudian dibukukan lalu disebarkan ke Eropa, Andalusia, Sisilia, kemudian
menjadi basisi yang dominan dalam perkembangan ilmu penegtahuan di Barat.
SUMBER
KONTRIBUSI ABŪ AL-QĀSIM AL-ZAHRĀWĪ PADA ILMU KEDOKTERAN NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang
Kajian Islam Vol. 7, No. 1 (2021) : Hal. 80-98
TINJAUAN BIOGRAFI-BIBLIOGRAFI IBN AL-HAYTHAM Jurnal HISTORIA Volume 5, Nomor 2, Tahun 2017
Lesmana M. Hunayn bin Ishaq dan Sejarah Penerjemahan Ilmu Pengetahuan ke dalam
Bahasa Arab. Jurnal Kajian Sejarah & Pendidikan Sejarah, No.1, Vol.1, Maret 2013.
available from : https://journals.mindamas.com/index.php/susurgalur/article/download/
52/53