Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN HASIL WAWANCARA

LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender)

Laporan ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah kesehatan reproduksi

Dosen pembibing: Ibu Ida Widiawati, SST., M.Keb

Disusun oleh:

Alifiya Salma P17324120005 2B


Bulan Nurhasna Sari P17324120016 2B
Febbyanti Eka Putri U P17324120024 2A
Khairunnisa Aprilia P17324120032 2B
Naila Rizqia Rahayu P17324120038 2A
Rifka Khoerotunnisa P17324120051 2B
Tiara Citra P17324120060 2A
Tiara Nurjanah P17324120062 2B
Zalffa Aliifah P17324120066 2A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNG

PRODI DIII

JURUSAN KEBIDANAN BANDUNG

2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang karena telah
memberikan kesempatan pada kami untuk menyelesaikan laporan hasil wawancara ini. Atas
rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas mengenai “LGBT (Lesbian, Gay,
Biseksual, dan Transgender)”

Laporan hasil wawancara ini disusun guna memenuhi tugas pada Mata Kesehatan
Reproduksi di Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Bandung. Selain itu, kami juga berharap
agar laporan hasil wawancara ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang LGBT.

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing kami yang
telah sangat membimbing dalam proses pelaksanaan wawancara hingga proses pembuatan laporan
ini. Tentu kami menyadari bahwa laporan hasil wawancara ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan laporan
hasil wawancara ini.

Bandung, 26 Maret 2022

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... 2

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. 3

BAB I .............................................................................................................................................. 5

PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 5

A. LATAR BELAKANG ........................................................................................................ 5

B. TUJUAN ............................................................................................................................. 6

1. Tujuan Umum ................................................................................................................ 6

2. Tujuan Khusus ............................................................................................................... 6

BAB II ............................................................................................................................................ 7

TINJAUAN TEORI ...................................................................................................................... 7

A. Orientasi seksual ................................................................................................................ 7

B. Perilaku Seksual ................................................................................................................. 8

C. Identitas Seksual ................................................................................................................ 9

D. Konsep LGBT................................................................................................................... 10

E. Faktor-Faktor Penyebab LGBT ..................................................................................... 12

F. Dampak LGBT ................................................................................................................. 17

BAB III......................................................................................................................................... 19

METODE PELAKSANAAN ..................................................................................................... 19

A. Tempat Pelaksanaan ........................................................................................................ 19

B. Metode Pengambilan Data .............................................................................................. 19

C. Responden......................................................................................................................... 19

BAB IV ......................................................................................................................................... 20

PEMBAHASAN DAN RENCANA TINDAK LANJUT ......................................................... 20

3
A. PEMBAHASAN ............................................................................................................... 20

B. RENCANA TINDAK LANJUT...................................................................................... 34

BAB V .......................................................................................................................................... 36

KESIMPULAN ........................................................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 37

LAMPIRAN................................................................................................................................. 41

4
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Jika kita kembali melihat sejarah, yang mana perilaku LGBT sudah pernah terjadi
di muka bumi ini. Seperti dahulu, perilaku menyimpang yang dilakukan secara massal oleh
kaum Nabi Luth AS. Perilaku menyimpang tersebut yang kita kenal sekarang sebagai
LGBT. (Hakim dan Asrizal, 2017)
Menurut Aziz dalam Nurchayati Lesbian, Gay, Biseksual, Transgenders (LGBT)
merupakan istilah yang digunakan circa pada tahun 1990-an untuk menggantikan frase
“komunitas gay”. Setiap komunitas yang disebut dan terkandung dalam akronim di atas
pada praktiknya telah berjuang untuk mengembangkan identitasnya masing-masing. Siapa
saja yang melakukan homoseksual atau seks antar jenis hanya dipandang sebagai pelaku
temporer dari perbuatan yang dianggap cabul dan menyimpang tersebut (Nurchayati, 2018)
Sebenarnya LGBT ini sering masuk pada kategori negatif, namun kenyataannya
pada zaman ini LGBT muncul kembali. Bahkan angka dari LGBT ini semakin bertambah
dari awal muncul nya. LGBT sendiri identik dengan penyimpangan perilaku seksual, di
mana orientasi seksual yang semestinya ialah hubungan yang melibatkan lawan jenis dan
dengan satu pasangan, namun LGBT merupakan sebuah hubungan yang melibatkan
sesama jenis. Hal ini mengakibatkan lahirnya dua persepsi yang saling bertolak belakang
terhadap eksistensi LGBT, khususnya dalam kehidupan bermasyarakat. (Lestari, 2018)
Menurut Ayu dalam Yudiyanto sebenarnya di Indonesia sendiri beum ada data
statistik pasti mengenai jumlah LGBT yang ada di Indonesia. Hal ini dikarenakan tidak
semua orang membuka identitas orientasi seksual mereka namun umlah LGBT di
Indonesia meningkat sejak tahun 2010 lalu. Perkembangan ini dipengaruhi oleh adanya
organisasi-organisasi terkait komunitas tersebut. (Yudiyanto, 2016)
Menurut Yudiyanto, di negara-negara barat fenomena LGBT sudah tidak lagi
menjadi suatu fenomena yang dianggap tabu lagi. Orientasi seksual yang lazim ada dalam
masyarakat adalah heteroseksual sedangkan homoseksual oleh masyarakat dianggap
sebagai penyimpangan orientasi seksual. Orientasi seksual disebabkan oleh interaksi yang

5
kompleks antara faktor lingkungan, kognitif, dan biologis. Pada sebagian besar individu,
orientasi seksual terbentuk sejak masa kecil. (Yudiyanto, 2016)
Menurut Musti’ah seseorang bisa berubah orientasi seksual nya menjadi LGBT
dikarenakan beberapa hal, diantaranya karena keluarga, lingkungan trauma masa kecil,
pergaulan, dan karena pengetahuan agama yang lemah (Musti’ah, 2016).
Tiap orang memiliki alasan tersendiri untuk menjadi seorang LGBT. Dalam
wawancara ini kami akan mencoba menggali apa alasan narasumber menjadi seorang yang
mempunyai orientasi seksual berbeda dengan yang lain atau LGBT. Dengan harapan
melalui wawancara ini dapat membuka wawasan atau pun memberikan dorongan positif
bagi seseorang yang memerlukan rangkulan dalam masalah yang sedang ia hadapi.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Dalam penyusunan laporan hasil wawancara ini ada tujuan umum yang akan kami
capai yaitu:
a. Mengetahui penyebab utama perilaku LGBT dan menggali pengetahuan pelaku
LGBT terhadap kesehatan reproduksinya

2. Tujuan Khusus
Adapun tujua khusus yang akan kami capai antara lain:

a. Mengetahui dan menggali pandangan mengenai LGBT dari sudut pandang pelaku
b. Mengatahui dan menggali alasan pelaku menjadi seorang yang tertarik dan
bergabung ke dalam LGBT
c. Mengetahui dan menggali orientasi dan perilaku sesual pelaku LGBT
d. Mengetahui dan menggali aktivitas seksual dari pelaku LGBT untuk mengetahui
resiko gangguan kesehatan reproduksi pelaku
e. Mengetahui dan menggali aktivitas sosial dari pelaku
f. Mengetahui respon masyarakat terhadap pelaku LGBT dari sudut pandang pelaku

6
BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Orientasi seksual
1. Pengertian Orientasi Seksual
Menurut Nevid, Rathus, Greene (2005) “Orientasi seksual berhubungn dengan
arah ketertarikan seksual seseorang terhadap anggota gendernya sendiri atau gender
lawan”. Sesuai dengan keterangan diatas bahwa orientasi seksual adalah keadaan
dimana seseorang dapat tertarik kepada orang yang berlawanan gender ataupun yang
sesama gender. Dengan kata lain orientasi seksual adalah sebuah kunci dimana orang
tua dapat mengendalikan anaknya agar tetap berada pada kondisi yang normal.
Orientasi seksual sendiri dapat diperkenalkan pada anak sedikit demi sedikit, mulai dari
perbedaan penampilan antara laki-laki dan perempuan sampai sikap dan keterampilan
yang dapat memperkuat orientasi seksualnya terhadap lawan jenis. (Nevid, dkk: 2005)

2. Jenis-Jenis Orientasi Seksual

Orientasi seksual terbagi menjadi tiga bagian, yang pertama adalah


heteroseksual yang mana ketertarikan individu terhadap lawan jenis. Kedua adalah
ketertarikan secara seksual pada jenis kelamin yang sama, perempuan tertarik pada
perempuan yang disebut lesbian, dan laki-laki yang tertarik pada laki-laki disebut gay.
Ketiga yakni biseksual, dimana individu memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis
dan sesama jenis, artinya ketertarikan secara seksual pada perempuan dan laki-laki
sekaligus (Mastuti, Winarno, & Hastuti, 2012).
a. Heteroseksual
Heteroseksual adalah seorang individu yang secara seksual atau emosional
tertarik pada anggota dari jenis kelamin berlawanan dari dirinya sendiri.
Heteroseksualitas umumnya mengacu pada interaksi seksual diantara para anggota
dari jenis kelamin yang berlawanan.
b. Homoseksual
Homoseksual sudah tidak dikategorikan sebagai gangguan kejiwaan atau
kelainan mental. Homoseksual istilah untuk mendeskripsikan identitas seksual

7
seseorang yang tertarik secara personal, emosional, atau seksual kepada orang lain
yang berjenis kelamin sama dengannya.
c. Biseksual
Biseksual artinya orang dengan orientasi seksual ini memiliki ketertarikan
terhadap dua jenis kelamin, baik yang berbeda dengannya maupun yang sama.
Sebagai contoh, istilah biseksual bisa berlaku pada: Seorang wanita yang tertarik
secara seksual atau emosional kepada pria sekaligus wanita.
B. Perilaku Seksual
1. Pengertian Perilaku Seksual

Padut dkk (dalam Irianti dan Herlina 2012) mengemukakan “Perilaku seksual
adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik terhadap lawan jenis
maupun sesama jenis”. Wujud tingkah laku tersebut, antara lain perasaan tertarik,
berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek sesualnya bisa berupa orang lain, orang
dalam khayalan atau diri sendiri (Padut: 2021)
Kemudian menurut Wulandari (2014) mengemukakan bahwa perilaku seksual
merupakan perilaku yang didasari oleh dorongan seksual atau kegiatan untuk
mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Perilaku tersebut
memiliki banyak dampak negative diantaranya kehamilan tidak diinginkan (KTD),
aborsi, risiko terkena infeksi menular seksual (IMS) seperti ulkus mole, klamidia,
trikonomiasis, skabies, sifilis, kutil, kelamin (kondiloma akunimala), herpes genital,
gonorhoeae, dan risiko tertular HIV/AIDS. Faktor-faktor penyebab yang mendorong
individu untuk melakukan perilaku seksual adalah faktor dari dalam individu (faktor
internal) dan faktor yang berasal dari luar diri individu (faktor eksternal). Selain faktor,
terdapat pula dampak yang dirasakan setelah melakukan perilaku seksual adalah
dampak fisik diantaranya melakukan kesenangan seksual dan mengalami cidera fisik,
dampak psikologis diantaranya cemas dan takut dan dibayangi perasaan bersalah, dan
dampak sosial diantaranya merasa dikucilkan. Adapun bentuk-bentuk perilaku seksual
tersebut adalah:

a. Touching, berpegangan tangan, berpelukan.

8
b. Kissing, berkisar dari ciuman singkat dan cepat sampai kepada ciuman yang lama
dan lebih intim.
c. Petting, menyentuh atau meraba daerah erotis dari tubuh pasangan biasanya dari
meraba ringan sampai meraba alat kelamin.
d. Sexual intercouse, hubungan kelamin atau senggama
2. Jenis jenis perilaku seksual
a. Sex penetratif
1) Seks vaginal, yaitu melakukan hubungan seksual melalui vagina
2) Seks anal, perilaku seksual melalui anus
3) Seks oral, merupakan rangsangan seksual yang dilakukan oleh mulut terhadap
alat kelamin pasangannya
4) Perilaku seksual dengan menggunakan alat
b. Sex non penetrative
1) Perilaku seksual melalui sentuhan badan
2) Menonton pornografi
3) Seks fantasi
4) Seks melalui telepon
5) Fetisisme atau timbulnya daya Tarik secara seksual terhadap benda atay bagian
tubuh tertentu sebagai objek seksual

C. Identitas Seksual
Pengertian mengenai identitas seksual dapat dipahami dimulai dengan menjabarkan
konsep identitas sosial. Identitas sosial sendiri merupakan proses perkembangan kehidupan
manusia yang tidak stabil dan bertahan lama karena selalu terjadi perubahan bagaimana
individu memahami identitas itu sendiri melalui berbagai cara dengan waktu dan
lingkungan yang berbeda (Cohler and Hammack 2009). Selanjutnya, pengembangan
identitas utamanya masalah seksual ini juga dipahami sebagai suatu proses yang dinamis
yang menekankan aktivitas sosial yang memediasi pemahaman individu terkait orientasi
seksual dan kategori identitas sosial (Cohler and Hammack 2009).
Identitas seksual merupakan salah satu aspek diri yang paling sulit diekpresikan,
diekspor, dan divalidasikan oleh setiap individu. Di dalam kehidupan terdapat sekelompok

9
orang yang memiliki orientasi seksual berbeda. Orientasi seksual menjadi tiga bagian
(Supratiknya, 1995), yaitu:
1. Heteroseksual, yaitu ketertarikan secara seksual pada lawan jenis yang berbeda.
Contohnya laki-laki yang tertarik seksual maupun fisik pada perempuan dan sebaliknya
perumpuan yang mempunyai ketertarikan pada laki-laki.
2. Biseksual, ketertarikan secara seksual pada kedua-duanya.
3. Homoseksual, yaitu ketertarikan secara seksual pada jenis kelamin yang sama,
perempuan tertarik pada perempuan yang disebut sebagai lesbian, dan laki-laki yang
tertarik pada laki-laki disebut sebagai gay.

D. Konsep LGBT
1. Pengertian Lesbian
Lesbian berasal dari kata Lesbos yaitu pulau di tengah lautan Egis yang pada zaman
kuno dihuni oleh para wanita. Menurut mitologi Yunani, hubungan percintaan sejenis
terjadi di pulau itu antara putri Shappo dan Athis. (Kartini Kartono 1992). Kamus
Besar Bahasa Indonesia (Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka).
mengidentifikasikan Lesbian sebagai wanita yang mencintai atau merasakan
rangasangan seksual sesama jenisnya.
Pada kaum wanita terdapat dua kelompok homoseksualitas. Kelompok pertama
ialah wanita yang menujukkan banyak ciri-ciri kelaki-lakian, baik dalam susunan
jasmani dan tingkah lakunya. Maupun pada pemilihan objek erotiknya. Kelompok yang
kedua ialah mereka yang tidak memiliki tanda-tanda kelainan fisik. (Kartini
Kartono,1992).
2. Pengertian Gay atau Homoseksual
Homoseksual, istilah ini Homo berasal dari bahasa Yunani yang berarti sama.
Sedangkan seksual mempunyai dua pengertian, pertama: seks sebagai jenis kelamin.
Kedua: seks adalah hal ihwal yang berhubungan dengan alat kelamin, misalnya
persetubuhan atau senggama.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia homoseksual adalah keadaan tertarik
terhadap orang dan jenis kelamin yang sama. (Kartasapoetra dan Hartini: 1992)
sedangkan seksual mempunyai dua pengertian, pertama: seks sebagai jenis kelamin.

10
Kedua: seks adalah hal ihwal yang berhubungan dengan alat kelamin, misalnya
persetubuhan atau senggama (J.S. Badudu, Suthan Muhammad Zain: 2002).
Homoseks di dalam masyarakat dikenal dengan dua istilah, yaitu gay dan waria
(wanita pria). Hal ini didasarkan pada karakter mereka yang berbeda. gay dan waria
tidak memiliki perbedaan orientasi seksual. Mereka tertarik antara sesama jenis, ada
beberapa hal yang membuat keduanya berbeda satu sama lain, yaitu:
a) Penampilan gay secara fisik sama dengan pria, secara psikologis dia
mengidentifikasi dirinya sebagai pria. terjadi penyeberangan terhadap identitas
waria, ada kaum homoseks (gay) yang bermake up sebagaimana waria, bahkan
untuk waktu yang lama.
b) Waria secara fisik dan psikologis ingin mengidentifikasi dirinya sebagai wanita.
waria secara biologis adalah pria dengan organ reproduksi pria. ada beberapa waria
yang kemudian berganti kelamin melalui operasi. Tetapi organ reproduksi yang
“baru” tidak bisa berfungsi sebagai organ reproduksi wanita. Seperti tidak haid dan
tidak hamil karena tidak punya sel telur dan rahim.

Dari berbagai pengertian tentang homoseksual di atas, dapat disimpulkan bahwa


homoseksual adalah keadaan tertarik secara seksual terhadap sesama jenis kelamin,
baik laki-laki dengan laki-laki, maupun perempuan dengan perempuan. Ketertarikan
seksual terhadap sesama jenis bagi kaum laki-laki disebut homoseks, sedangkan bagi
perempuan disebut lesbian.

3. Pengertian Biseksual
Pengertian Biseksual secara kebahasaan dari kata “bi” yang artinya dua sedangkan
“seksual” bermakna persetubuan antara laki-laki dan perempuan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa biseksual adalah orang yang tertarik kepada kedua jenis kelamin
yaitu baik laki-laki ataupun perempuan (Peter Salim dan Yenny Salim: 2002).
Seorang remaja pada masa perkembangannya terkadang mengalami fase
kebingungan apakah dia tertarik pada orang yang berlainan gender (heteroseksual) atau
tertarik pada orang yang memiliki gender yang sama (homoseksual) bahkan beberapa
mengalami ketertarikan pada semua gender (biseksual). Seorang pelaku biasanya
menjalin hubungan asmara dalam kurun waktu tertentu dengan seseorang dari gender

11
yang sama kemudian di waktu yang berlainan pelaku biseksual akan menjalin
hubungan yang serius dengan seseorang dari gender yang berbeda. Maka orang seperti
ini bisa dikategorikan sebagai pelaku biseksual. Sementara remaja yang memiliki
ketertarikan terhadap lawan jenis maupun sesama jenis bahkan keduanya biasanya
masih dalam proses pengenalan diri akan orientasi seks sehingga belum bisa
dikategorikan sebagai pelaku biseksual.
4. Pengertian Transgender

Secara etimologi transgender berasal dari dua kata yaitu “trans” yang berarti pindah
(tangan; tanggungan) pemindahan (Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barr). dan
“gender” yang berarti jenis kelamin. Istilah lain yang digunakan dalam operasi
pergantian kelamin ialah “transseksual” yaitu merupakan terjemahan dari Bahasa
Inggris. Disebut transseksual karena operasi tersebut sasaran utamanya adalah
mengganti kelamin seorang waria yang menginginkan dirinya menjadi perempuan.
(Mahjuddin dan masailul: 2005). Sedangkan secara terminologi transgender atau
transseksual diartikan dengan suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa
tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan, atau adanya
ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya. Beberapa ekspresi yang dapat
dilihat ialah bisa dalam bentuk make up, gaya dan tingkah laku, dan operasi
penggantian kelamin.

E. Faktor-Faktor Penyebab LGBT


Ada beberapa faktor yag menyebabkan seseorang menjadi LGBT, antara lain
yaitu:

a. Faktor Sosial Budaya


Sosial budaya turut menjadi salah satu faktor yang mendorong seseorang
menjadi pelaku LGBT, hal ini tidak terlepas pada hakekat manusia yang pada
dasarnya selalu menjalin hubungan dengan orang lain. Saat seseorang tinggal
bersama-sama dengan pelaku LGBT maka tidak menutup kemungkinan orang lain
akan ikut menjadi pelaku dari tindakan LGBT ini sendiri. Dalam sudut pandang
sosiologi, penyimpangan dimungkinkan terjadi karena seseorang menerapkan
peran sosial yang menunjukkan perilaku menyimpang. Saat seseorang telah

12
memainkan peran menyimpang dalam kumpulan masyarakat maka dengan sangat
mudah mereka akan memberikan sosialisasi kepada orang lain.
Seiring dengan perkembangan sosial yang konteporer saat ini kampanye
hak asasi manusia dan kesetaraan gender terus meningkat hal ini turut
mempengaruhi prespektif masyarakat terhadap kelompok-kelompok LGBT ini,
meskipun pada saat ini banyak bermunculan pro dan kontra terhadap kaum LGBT
ini, namun di luar segala kontroversinya, hingga saat ini LGBT telah terbukti
mampu menunjukkan eksistensi di tengah masyarakat yang menentangnya. Kaum
LGBT yang telah terorganisir dalam banyak kelompok homoseksual mampu
menemukan solidaritas yang didasari persamaan sebagai kaum LGBT, Solidaritas
yang muncul tersebut selanjutnya menjadi media sosialisasi mereka yang
bertujuan agar kaum LGBT dapat diterima oleh masyarakat luar dan adanya
hukum yang mampu memberikan mereka kebebasan.
b. Faktor Lingkungan
Kebiasaan pergaulan dan lingkungan menjadi faktor terbesar menyumbang
kepada kekacauan seksual ini. Dalam berteman, sudah selayaknya kita "memilih"
teman yang memiliki perilaku baik. Ketika seseorang berteman dengan orang yang
termasuk LGBT, ada kecenderungan dia akan ikut menjadi anggota LGBT
disebabkan faktor pengaruh teman. Jadi, lingkungan dan kebiasaan menjadi faktor
pemicu paling besar terjadinya LGBT di Indonesia. Adanya pengaruh budaya
barat yang masuk ke Indonesia juga bisa menyebabkan penyimpangan perilaku ini
terjadi (Rahayu, Zikra, Yusri: 2013).
c. Faktor keluarga
Faktor pada pola asuh orang tua terhadap anak menjadi faktor terpenting
dalam membentuk dan mewarnai sosok anak. Bandura mengatakan, lingkungan
dapat dibentuk oleh perilaku dan sebaliknya perilaku dapat dibentuk oleh
lingkungan. Pola asuh adalah perlakuan orang tua terhadap anak mereka dalam
memberikan kebutuhan anak, memberi perlindungan, pengarahan dan didikan
kepada anak dalam kehidupan keseharian mereka, adapun beberapa pola asuh
yang sering diterpakan orang tua kepada anak yaitu sebagai berikut:

13
1) Authoritarian (Otoriter) Pola pengasuhan orang tua dengan cara
memberitahukan anak untuk melakukan sesuai yang dikatakan dan diperintah
oleh orang tuanya. Orang tua lebih menghukum dan sangat mengandalkan
anak. Orang tua hanya peduli agar anak patuh kepada orang tuanya. Orang tua
menetapkan banyak aturan di rumah tangga dan sangat bergantung pada
hukuman.
2) Authoritative (Berkuasa) Pola pengasuhan orang tua yang sangat disiplin,
ketat, tegas dan adil dengan menekankan pada pola komunikasi dengan anak
serta berpengharapan tinggi agar anak memiliki moral. Gaya pengasuhan ini
sangat kurang menekankan hukuman fisik.
3) Permissive (permisif), gaya pengasuhan orang tua sangat longgar dan
strukturnya tidak konsisten. Bahkan pola pengasuhan ini terkadang tidak
memperdulikan perilaku dan pergaulan anak-anak mereka.

Adanya perbedaan pola asuh orang tua terhadap anak maka dapat diskripsikan
bahwa anak yang diasuh dengan authorotarian cenderung kurang memiliki
kompetensi sosial karna selalu bergantung pada perintah orang tua dan berpatokan
pada hukuman yang berlaku di dalam keluarga. Anak yang asuh dengan
authoritative cenderung lebih memiliki kepercayaan diri dan merasa
berkemampuan, anak menunjukkan sikap sosial yang lebih besar, suka
bereksplorasi dan menghargai orang lain. Sementara anak yang diasuh dengan
gaya pemissive cenderung kurang matang, perilakunya impulsif/terdorong nafsu
serta sukar menimbang dari sudut pandang orang lain dan anak-anak seperti ini
cenderung kekurangan kasih sayang dan perhatian dari keluarga atau orang tua
sehingga menyebabkan sang anak lebih sering berinteraksi dengan orang lain di
sekitarnya atau teman sebayanya. Maka dalam hal pola asuh orang tua sangat perlu
dalam menentukan perilaku serta pola pikir seorang anak.

Oleh sebab itulah, peranan di dalam keluarga sangat penting. Kehangatan dan
keharmonisan keluarga akan mendorong anak untuk tumbuh normal dan wajar.
Selain itu, jika kedua orang tua memberikan pendidikan agama dan moral yang

14
baik, hal ini akan membentengi seseorang untuk menyimpang menjadi LGBT
(Abidin, 2022)

4. Faktor Teman Sebaya dan Pergaulan


Teman sebaya adalah hubungan individu atau remaja dengan tikat usia yang
sama dan pada dasarnya mereka sering menghasbiskan waktu bersama serta
melibatkan keakraban yang relatif besar dalam kelompoknya. Peran terpenting dari
teman sebaya adalah Sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga. Sumber
kognitif, untuk pemecahan masalah dan memperoleh pengetahuan. Sumber
emosional, untuk mengungkapkan ekspresi dan identitas diri.
Teman sebaya mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi pola pikir
dan perilaku seseorang. Bandura mengatakan, lingkungan dapat dibentuk oleh
perilaku dan sebaliknya perilaku dapat dibentuk oleh lingkungan. Dalam hubungan
resiprokal ini terjadi pembelajaran sosial yang mengarah pada transfer informasi,
kebiasaan atau perilaku. Ditilik dari kajian psikoneurologis, individu dibekali
kemampuan di dalam otaknya untuk melakukan imitasi gerakan, tindakan, suara,
perilaku atau berbicara. Seorang pelaku LGBT mampu melakukan sosialisai
dengan teman sebayanya sehingga terjadi aksi dan reaksi antara pelaku LGBT
dengan orang-orang di sekitarnya.
Anak mengamati model yang memberikan contoh perilaku maskulin atau
feminin. Anak hanya meniru tanpa memikirkan objek tiru berperilaku maskulin
atau feminin yang sesuai gender atau tidak. Hampir sama dengan teori imitasi,
perilaku remaja laki-laki yang gemulai dapat dijelaskan dengan teori observasi
(modelling). Perilaku terbentuk dengan cara mengamati orang lain. Terdapat empat
proses yang terlibat dalam proses modelling ini, yaitu attention, retention,
production dan motivation.
1) Attention merupakan perhatian yang dilakukan oleh individu dalam mengamati
perilaku. Seorang anak yang menonton tayangan laki-laki gemulai secara terus-
menerus akan menimbulkan kesan inderawi. Mereka melihat dan mendengar
bagaimana perilaku gemulai itu dilakukan.
2) Retention merupakan penyimpanan memori atau ingatan terhadap apa yang
mereka tiru. Kesan yang didapat melalui atensi akan tersimpan di dalam

15
memory. Pengetahuan yang baru dimiliki ini tersimpan dengan sendirinya dan
dapat dipanggil lagi saat dibutuhkan.
3) Production merupakan hasil dari atensi yang sudah diretensi. Remaja dapat
melakukan gerakan-gerakan tertentu setelah memiliki pengetahuan di dalam
memorinya. Perilaku anak akan menghasilkan apa yang sudah mereka lihat dan
tersimpan di dalam memori. Perilakunya diproduksi secara berulang ulang
hingga akhirnya menjadi perilaku yang terbiasa.
4) Motivation, merupakan dorongan yang membuat mereka berperilaku gemulai
tersebut. Motivasi akan muncul manakala pertama; terjadi penguatan seperti
paparan terdahulu. Remaja yang “diterima” di masyarakat dengan perilaku
demikian cenderung akan melakukannya lagi; kedua, memiliki tujuan tertentu,
seperti membuat perilaku tandingan yang dapat menjadi trend setter; ketiga,
ingin seperti sosok yang diidolakannya. Perilaku remaja laki-laki feminin ini
berpeluang menjadikan mereka LGBT. Sikap yang ditunjukkan dan diperkuat
dengan tindakan menjadikan mereka memiliki perasaan lembut seperti
perempuan. Ketertarikan terhadap perilaku yang lemah lembut akan
menjauhkan mereka dari perilaku maskulin yang tegas dan berwibawa tanpa
disadarinya.
5. Faktor Biologis
Seorang homoseksual memiliki kecenderungan untuk melakukan
homoseksual karena mendapat dorongan dari dalam tubuh yang sifatnya
menurun/genetik. Penyimpangan faktor genetika dapat diterapi secara moral dan
secara religius. Bagi golongan transgender misalnya, karakter laki-laki dari segi
suara, fisik, gerak gerik dan kecenderungan terhadap wanita banyak dipengaruhi
oleh hormon testeron. Jika hormon testeron seseorang itu rendah, maka dapat
mempengaruhi perilaku laki-laki tersebut mirip kepada perempuan. Di dalam
medis, pada dasarnya kromosom laki-laki normal adalah XY, sedangkan
perempuan normal pula adalah XX. Bagi beberapa orang laki-laki itu memiliki
genetik XXY. Dalam kondisi ini, laki-laki tersebut memiliki satu lagi kromosom X
sebagai tambahan. Justru, perilakunya agak mirip dengan seorang perempuan. Pada
intinya penyimpangan seksual seperti Lesbian, Gay, Biseksual ataupun

16
Transgender bisa terjadi karena adanya riwayat keturunan dari anggota keluarga
sebelumnya. ( Kuswana: 2014)
6. Faktor Agama
Selain itu, kurangnya pengetahuan dan pemahaman agama juga merupakan
factor internal yang mempengaruhi terjadinya homoseksual. Pengetahuan agama
memainkan peran yang sangat penting sebagai benteng pertahanan yang paling
ideal dalam mendidik diri sendiri untuk membedakan yang mana baik dan yang
mana yang sebaliknya, haram dan halal dan lain-lain. Golongan homoseksual ini
terjadi karena adanya pergeseran norma-norma susila yang dianut oleh masyarakat,
serta semakin menipisnya kontrol sosial yang ada dalam masyarakat tersebut. Hal
ini disebabkan karena lemahnya iman dan pengendalian hawa nafsu serta karena
banyaknya ransangan seksual. Kerapuhan iman seseorang juga dapat menyebabkan
segala kejahatan terjadi karena iman sajalah yang mampu menjadi benteng paling
efektif dalam mengekang penyimpangan seksual. (Roby Yansyah: 2018)

F. Dampak LGBT
Ada beberapa dampak LGBT bagi seorang yang mengidapnya. Diantaranya:

1. Dampak kesehatan
Dampak-dampak kesehatan yang ditimbulkan di antaranya adalah 78% pelaku homo
seksual terjangkit penyakit kelamin menular. Ratarata usia kaum gay adalah 42 tahun
dan menurun menjadi 39 tahun jika korban AIDS dari golongan gay dimasukkan ke
dalamnya. Sedangkan rata-rata usia lelaki yang menikah dan normal adalah 75 tahun.
Rata-rata usia Kaum lesbian adalah 45 tahun sedangkan rata-rata wanita yang bersuami
dan normal 79 tahun (Dacholfany, Ihsan dan Khoirurrijal, 2016).
2. Dampak social
Beberapa dampak sosial yang ditimbulkan akibat LGBT adalah sebagai berikut:
Penelitian menyatakan “seorang gay mempunyai pasangan antara 20-106 orang per
tahunnya. Sedangkan pasangan zina seseorang tidak lebih dari 8 orang seumur
hidupnya.” 43% dari golongan kaum gay yang berhasil didata dan diteliti menyatakan
bahwasanya selama hidupnya mereka melakukan homo seksual dengan lebih dari 500
orang. 28% melakukannya dengan lebih dari 1000 orang. 79% dari mereka mengatakan

17
bahwa pasangan homonya tersebut berasal dari orang yang tidak dikenalinya sama
sekali. 70% dari mereka hanya merupakan pasangan kencan satu malam atau beberapa
menit saja. Hal itu jelas-jelas melanggar nilai-nilai sosial masyarakat (Dacholfany,
Ihsan dan Khoirurrijal, 2016).
3. Dampak pendidikan
Dampak pada pendidikan yaitu siswa atau siswi yang menganggap dirinya sebagai
homo menghadapi permasalahan putus sekolah 5 kali lebih besar daripada siswa
normal karena mereka merasakan ketidakamanan. 28% dari mereka dipaksa
meninggalkan sekolah (Wahyuni, 2018)
4. Dampak keamanan
Dampak keamanan bahwa homo seksual menyebabkan 33% pelecehan seksual pada
anak-anak di Amerika Serikat; padahal populasi mereka hanya 2% dari keseluruhan
penduduk Amerika. Hal ini berarti 1 dari 20 kasus homo seksual merupakan pelecehan
seksual pada anak-anak, sedangkan dari 490 kasus perzinahan 1 diantaranya
merupakan pelecehan seksual pada anak-anak. Meskipun penelitian saat ini
menyatakan persentase sebenarnya homo seksual antara 1-2% dari populasi Amerika,
namun mereka menyatakan bahwa populasi mereka 10% dengan tujuan agar
masyarakat beranggapan bahwa jumlah mereka banyak dan berpengaruh pada
perpolitikan dan perundang-undangan masyarakat (Wahyuni, 2018).

18
BAB III

METODE PELAKSANAAN
A. Tempat Pelaksanaan
Wawancara dilakukan secara daring (dalam jaringan). Wawancara daring ini melalui media
sosial seperti WhatsApp, Instagram, Facebook, Twitter dan Tiktok.

B. Metode Pengambilan Data


Metode pengambilan data pada penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif,
seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain
sebagainya.

C. Responden
Responden yang diwawancarai berjumlah 9 orang dengan rentang usia 17-26 tahun,
seluruh responden merupakan pelaku dari LGBT. Orientasi seksual mereka yang kami
temui antara lain satu orang responden memilik orientasi seksual lesbi, 5 orang responden
orientasi seksualnya gay, 2 orang responden memiliki orientasi seksuanya yaitu biseksual,
dan satu orang responden transgender.

19
BAB IV

PEMBAHASAN DAN RENCANA TINDAK LANJUT


A. PEMBAHASAN
1. Pandangan diri mengenai LGBT

Setelah mewawancarai 9 responden mengenai pandangan mengenai LGBT, dapat


disimpulkan bahwa mereka memiliki jawaban dan pandangannya masing masing.

"Suatu kaum atau sudut pemikiran manusia. Yang seharusnya orientasi seks nya
kepada lawan jenis. Namun tidak, yaitu kepada sesama jenis." (Evan, 23 tahun)

"Menurut saya pribadi cukup unik karna saya mencoba untuk berfikir lebih terbuka
tentang apa yang ada di bumi ini, begitupun dengan hal ini tetapi ada pengecualian
saya mengakui mereka ada tapi saya tidak menyetujui perbuatan mereka." (Elda
Dhena, 20 tahun).

Dari kedua responden tersebut dapat disimpulkan bahwa mereka mengakui


keberadaan LGBT namun tidak membenarkan perbuatan apapun yang mereka lakukan.
Adapun responden yang menanggapi pertanyaan dengan mengaitkan banyaknya orang
yang telah menerima kelompok LGBT.

"Menurut saya LGBT itu sudah bukan merupakan suatu hal yang tabu di jaman
sekarang, dan bahkan ada orang-orang yang support LGBT meskipun mereka bukan
LGBT. Hal ini menandakan bahwa orang-orang sudah bisa menerima LGBT di
lingkungan mereka." (Naufal, 20 tahun)

Berdasarkan salab satu sunber menyebutkan bahwa pandangan masyarakat


mengenai isu LGBT masih beragam tergantung latar belakang budaya, agama,
kelompok sosial, media, keluarga, pergaulan sebaya, gender dan interaksi dengan
individu LGBT (Lehman & Thornwel).

LGBT di Indonesia masih merupakan hal yang tabu khususnya bagi kelompok yang
pemikirannya didasari agama. Sebagian besar menghujat perilaku dan orientasi seksual
kelompok LGBT ini. MUI bahkan sudah mengeluarkan fatwa yang menolak praktek
hubungan badan dan perkawinan sesama jenis.

20
Ada juga sebagian masyarakat bersikap netral, menerima keadaan LGBT namun
tidak mendukung LGBT melakukan kegiatan secara terbuka. Kelompok ini
beranggapan semua orang mempunyai hak yang sama untuk hidup, memenuhi hak hak
sebagai manusia namun tetap mempertimbangkan konteks lokal. Sedangkan kelompok
yang pendukung adalah kelompok LGBT, para aktivist dan penggerak kesetaraan yang
menginginkan LGBT juga punya hak yang sama tanpa batasan dalam konteks apapun,
termasuk dalam perkawinan sejenis.

2. Sumber informasi adanya komunitas atau adanya LGBT

Ketika responden ditanya perihal sumber informasi adanya komunitas LGBT, 5


dari 9 responden menjawab mereka mengetahuinya melalui media online atau sosial
media. Untuk sisanya mereka mendapatkan informasi dari teman sebayanya.

"Pertama kali saya mengetahui adanya komunitas lgbt itu pada saat saya SD di
Facebook, ketika saya mencari kata kunci GAY begitu banyak grup grup facebook yg
mewadahi komunitas kami." (A.K., 23 tahun)

"Dari teman saya dan sosial media." (Naufal, 20 tahun)

Dari tanggapan responden diatas dapat disimpulkan bahwa pentingnya untuk


menggunakan sosial media dengan bijak dan juga penting sekali untuk kita dalam
memilih teman yang membawa pengaruh baik terhadap diri kita. Berkaitan dengan
media sosial, komunitas LGBT indonesia menggunakan media sosial dalam
mengungkap orientasi mereka. Salah satu cara yang paling sederhana adalah dengan
mengunggah icon bendera pelangi di profil mereka.

Berbicara mengenai faktor seseorang bergabung dalam kelompok LGBT ada


beberapa faktor yaitu :

a. faktor sosial budaya,


b. faktor lingkungan,
c. faktor keluarga,
d. faktor teman sebaya atau pergaulan,
e. faktor biologis dan

21
f. faktor agama.
Dilihat dari jawaban responden yang lebih menonjol yaitu faktor lingkungan dan
faktor teman sebaya atau pergaulan.

Faktor lingkungan meliputi kebiasaan pergaulan dan lingkungan menjadi faktor


terbesar menyumbang kepada kekacauan seksual ini. Dalam berteman, sudah
selayaknya kita "memilih" teman yang memiliki perilaku baik. Ketika seseorang
berteman dengan orang yang termasuk LGBT, ada kecenderungan dia akan ikut
menjadi anggota LGBT disebabkan faktor pengaruh teman. Jadi, lingkungan dan
kebiasaan menjadi faktor pemicu paling besar terjadinya LGBT di Indonesia. Adanya
pengaruh budaya barat yang masuk ke Indonesia juga bisa menyebabkan
penyimpangan perilaku ini terjadi.

Sedangkan faktor pergaulan, teman sebaya mempunyai peranan penting dalam


mempengaruhi pola pikir dan perilaku seseorang. Bandura mengatakan, lingkungan
dapat dibentuk oleh perilaku dan sebaliknya perilaku dapat dibentuk oleh lingkungan.
Dalam hubungan resiprokal ini terjadi pembelajaran sosial yang mengarah pada
transfer informasi, kebiasaan atau perilaku. Ditilik dari kajian psikoneurologis,
individu dibekali kemampuan di dalam otaknya untuk melakukan imitasi gerakan,
tindakan, suara, perilaku atau berbicara. Seorang pelaku LGBT mampu melakukan
sosialisai dengan teman sebayanya sehingga terjadi aksi dan reaksi antara pelaku LGBT
dengan orang-orang di sekitarnya.

3. Alasan menjadi pelaku LGBT


Dalam menggali alasan pelaku LGBT masuk ke dalam LGBT kami mencoba
menanyakan apa yang menjadi ketertarikan ia menjadi seorang LGBT, dan juga apa
alasan khusus ia memilih menjadi pelaku LGBT.
a. Ketertarikan menjadi LGBT
Hasil wawancara, 5 dari 9 responden mengatakan mereka tertarik
bergabung dalam LGBT karena orientasi seksual mereka yang berbeda.
“Tidak ada hal yg bisa di jelaskan disini karena saya merasa saya sudah
memiliki orientasi seksual yg berbeda dari orang pada umum nya ketika saya
masih kecil jadi ketika saya sudah mengerti saya tertarik untuk bergabung

22
karena saya merasa saya tidak sendirian banyak sekali orang diluar sana yg
sama dengan saya.” (AK, 23 tahun)
“Kalo tertarik gaada, siapa sih yang mau lahir menjadi LGBT mau ga mau
karena orientasi seksual nya emang LGBT kenapa harus menolak hal yang
sudah Tuhan kasih buat diri kita kan.” (Fluke, 20 tahun)
Lalu adapun 2 dari 9 reponden tertarik karena merasa nyaman dalam LGBT
tersebut
“Karena nyaman”. (K, 26 tahun)
“Orang nya friendly.” (Cimow, 20 tahun)
Hal yang menyebabkan tertarik bergabung dalam LBGT karena orientasi
seksual mereka, sesuai dengan tinjauan teori Orientasi seksual berhubungan
dengan arah ketertarikan seksual seseorang terhadap anggota gendernya sendiri
atau gender lawan. Tetapi mereka lebih memilih sesama gender. Karena
menurut mereka lebih nyaman dan asik dibanding lawan jenis mereka.
b. Alasan menjadi pelaku LGBT
Dari hasil wawancara, 5 dari 9 orang memiliki alasan khususnya karena
lingkungan dan ketertarikan dari diri sendiri, serta trauma terhadap pasangan
lawan jenisnya
“Karna lingkungan, kenyamanan badan dan keluarga.” (K, 26 tahun)
“Dikarenakan adanya trauma karena sering dikecewakan oleh pasangan
lawan jenis.” (Naufal, 20 tahun)
Sedangkan 2 dari 9 orang merasa hal tersebut sudah menjadi ketetapan dari
lahir.
“Tidak ada sih kalo saya emang udh cenderung memiliki bakat menjadi LGBT
dari saya lahir sampe sekarang mungkin itu juga masuk kedalam hormon atau
pertumbuhan yang saya rasakan.” (Fluke, 20 tahun)
“dikarena takdir menurut saya.” (Rian, 21 tahun)
Alasan khusus memilih menjadi seorang LGBT kebanyakan mereka karena
factor lingkungan dan trauma oleh pasangan. Sesuai tinjauan teori yang kami
cari Kebiasaan pergaulan dan lingkungan menjadi faktor terbesar, Dalam
berteman, sudah selayaknya kita "memilih" teman yang memiliki perilaku baik.

23
Ketika seseorang berteman dengan orang yang termasuk LGBT, ada
kecenderungan dia akan ikut menjadi anggota LGBT disebabkan faktor
pengaruh teman.
4. Lama menjadi LGBT
Kesadaran diri menjadi seorang LGBT setelah mewawancarai mengenai lama ia
menjadi seorang LGBT, 9 responden menjawab mereka mengetahuinya sudah sejak
dari remaja dan ada juga yang sudah mengetahuinya dari kecil.
“Saya merasakannya dari smp, dan sudah menjalaninya kurang lebih 9 tahun.” (Vino,
22 Tahun)
“Dari SD ketika saya melihat teman sejeni kelamin dengan saya , saya mulai suka dan
punya perasaan yang membuat saya bahagia.” (Fluke, 20 Tahun)
“Saya menyadari dari kecil yah mungkin sebelum saya sekolah TK pun saya merasa
suka sesama jenis karena pada saat itu saya menyukai sepupu saya sendiri tetapi untuk
saya mulai bergabung dan aktif di dunia GAY itu pada saat saya SD kelas 5 dimulai
dengan saya aktif di grup Facebook.” (A.K., 23 Tahun)
Dari tanggapan responden diatas dapat disimpulkan bahwa factor pola asuh
keluarga, Agama, teman sebaya dan pergaulan sangat berperan penting dalam
perkembangan anak di masa depan agar sesuai dengan kodratnya.
5. Orientasi seksual
Dalam pertanyaan untuk menggali orientasi seksual ini kami menanyakan tentang
orientasi seksual, lalu mengenai pasangan LGBT, pasangan seksual, dan keaktifan
secara seksual.
a. Orientasi seksual
Kesadaran diri mengenai orientasi seksual yang dimiliki setelah
mewawancarai mengenai orientasi seksual. 9 responden memberi jawaban yang
beraneka ragam, mulai dari gay, Lesbi, Biseksual, dan Transgender. Namun 5
dari 9 responden memberi jawaban yang sama yaitu gay. Yang lainnya
mengaku bahwa satu orang responden memilik orientasi seksual lesbi, 2 orang
responden memiliki orientasi seksualnya yaitu biseksual, dan satu orang
responden transgender.

24
Dari tanggapan responden diatas dapat disimpulkan bahwa banyak dari
responden yang memiliki orientasi seksual menjadi gay, dimana gay sendiri
yaitu secara fisik penampilannya sama dengan pria, secara psikologis dia
mengidentifikasi dirinya sebagai pria.
Menurut Dede Utomo dapat juga terjadi penyeberangan terhadap identitas
waria. Maksudnya, ada kaum homoseks (gay) yang kadang-kadang berdandan
sebagaimana waria, bahkan untuk waktu yang agak lama.
Sedangkan Lesbi sendiri yaitu diartikan sebagai wanita yang mencintai atau
merasakan rangasangan seksual sesama jenisnya.
Sedangkan Biseksual sendiri adalah orang yang tertarik kepada kedua jenis
kelamin yaitu baik laki-laki ataupun perempuan.
Dan untuk transgender atau transseksual diartikan dengan suatu gejala
ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk
fisik dan kelamin dengan kejiwaan, atau adanya ketidakpuasan dengan alat
kelamin yang dimilikinya.
b. Pasangan LGBT dan pasangan seksual
Pada pertanyaan ini 5 orang responden mengaku bahwa ia memiliki
pasangan. Dan 4 orang responden mengaku bahwa tidak memiliki pasangan.
Lalu berdasarkan hasil wawancara, 6 dari 9 orang memiliki satu pasangan
seksual, 2 orang memiliki dua pasangan seksual, dan 1 orang tidak memiliki
pasangan seksual.
“1.” (Evan, 23 tahun)
“2.” (Naufal, 20 tahun)
“Tidak ada untuk sekarang.” (Fluke, 20 tahun)
Dari jawaban responden diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat lebih
banyak responden yang memiliki pasangan seksual, hal ini menunjukan seorang
pelaku LGBT mampu melakukan sosialisasi dengan teman sebayanya sehingga
terjadi aksi dan reaksi antara pelaku LGBT dengan orang orang disekitarnya.
Artinya ketika seseorang berteman dengan orang yang termasuk LGBT, ada
kecenderungan dia akan ikut menjadi anggota LGBT. Jadi, lingkungan dan
kebiasaan menjadi faktor pemicu paling besar terjadinya LGBT.

25
Lalu kami menanyakan juga mengenai pasangan tetap untuk hubungan
seksual. Dari hasil wawancara yang telah ditanyai mengenai apakah anda
mempunyai pasangan seksual tetap, 6 dari 9 orang mempunyai pasangan
seksual tetap, sedangkan sisanya yaitu 3 orang tidak mempunyai pasangan
seksual tetap.
“Punya.” (Vino, 22 tahun)
“Tidak punya.” (Naufal, 20 tahun)
“Tidak ada untuk sekarang.” (Fluke, 20 tahun)
Dari jawaban responden diatas dapat disimpulkan bahwa lebih banyak
responden yang mempunyai pasangan seksual tetap dibandingkan yang tidak
mempunyai pasangan seksual tetap.
Hasil dari wawancara kami juga 8 dari 9 responden mengatakan jika mereka
tahu orientasi seksual pasangannya
“Ya saya tahu.” (AK, 23 tahun)
c. Keaktifan secara seksual
Dari hasil wawancara, 5 dari 9 orang aktif secara seksual dengan orientasi
seksualnya, kemudian 4 orang tidak aktif secara seksual atau orientasi
seksualnya.
“Ya saya aktif.” (A K, 23 tahun)
“Tidak.” (Elda Dhena, 20 tahun)
6. Keterbukaan pelaku LGBT terhadap lingkungan
Hasil wawancara kami 6 dari 9 respon mengatakan mereka memilih membuka diri
membiarkan orang tedekat dan orang lain tahu bahwa mereka seorang LGBT
“Ya saya terbuka pada siapapun bahwa saya tertarik kpd dunia lgbt” (Elda, 20 tahun)
“Saya memilih orang lain tahu bahwa saya lgbt”(Vino, 22 tahun)
Adapun yang mengatakan mereka terbuka kepada orang lain tetapi tidak dengan
keluarga mereka
“Ya saya membuka diri tetapi tidak dengan keluarga”(AK, 23 tahun)
Selain itu ada yang mengatakan bahwa mereka terbuka tergantung apakah orang
tersebut bisa menerima mereka apa adanya

26
“Tergantung orang yang seperti apa, apa orang itu bisa open minded dan menerima
saya yang apa adanya dalam hidup saya , saya tidak ada masalah untuk membuka
diri.”(fluke, 20 tahun)
“Saya akan memberitahu jika mereka bertanya.”(Naufal, 20 tahun)
Beberapa alasan mereka membuka diri dari perilaku lgbt karena agar orang
disekitar mereka bisa menerima mereka apa adanya dan merasa LGBT bukan hal untuk
dirahasiakan selagi tidak merugikan orang lain
“Agar orang-orang disekitar saya bisa menerima saya apa adanya.”(Naufal, 20 tahun)
“Saya sangat membuka diri bahwa saya gay kepada orang lain karena yah saya tidak
mau berpura2 dalam ngejalanin hidup dan juga apabila saya sudah membuka diri
sejak awal saya bisa mengetahui orang2 yang nyaman bergaul dengan saya dan orang
orang yg justru takut dengan saya. Selain itu saya ingin membuktikan kepada orang2
bahwa kita ini tidak semenakutkan seperti yg orang lain pikirkan, pernah ada yg bilang
awal melihat saya itu takut tetapi ketika sudah kenal dan banyak bergaul mereka
merubah pikiran buruk mereka terhadap saya yang juga berarti merubah pikiran
buruk terhadap orang2 di komunitas saya. Tetapi alasan saya menutupi bahwa saya
seorang LGBT kepada keluarga yah saya gak mau aja nambah beban keluarga saya
jadi yah saya tidak memberitahu mereka bahwa saya LGBT tetapi untuk sifat dan
perilaku saya sama saja tidak berbeda dengan diluar.”(A K, 23 tahun)
“Alasannya, supaya orang lain tidak memandang sebelah mata seorang lgbt tanpa tau
alasan seseorang menjadi lgbt” (Vino, 22 tahun)
“Karena setiap manusia itu mempunyai hak pribadinya masing2. Asal ga mengganggu
orang lain.” (Evan, 23 tahun)
“saya membuka diri karena saya merasa itu bukan hal yang seharus nya di rahasia
kan”(Rian, 21 tahun)
selain itu ada yang beralasan bahwa mereka akan membuka diri tergantung orang yang
menerima dia apa adanya.
“Balik lagi ke poin awal tergantung orang seperti apa yang bisa membuat saya terbuka
dan menutup diri” (fluke, 20 tahun)
Kesimpulannya ada beberapa yang beralasan siap untuk membuka diri karena
mereka menganggap hal ini adalah bukan hal yang tabu untuk diketahui oleh orang

27
lain. Namun ada juga yang hanya membuka diri pada beberapa orang yang mereka
percaya saja.
7. Ekspresi perilaku seksual
Pada pembahasan mengenai ekspresi seksual ada beberapa pertanyaan yang kami
ajukan yaitu mengenai cara mengekspresikan perilaku seksual, hubungan seksual, dan
penggunaan kondom saat melakukan hubungan seksual.
a. Cara mengekpresikan perilaku seksual
Ketika responden ditanya mengenai pengekspresian seksual mereka, dari 9
orang 5 orang aktif secara hubungan seksual. Bahkan satu orang diantara
mereka ada yang menjawab sangat sering melakukan hubungan seksual:
“Ya saya sangat sering melakukan hubungan seks” (A.K, 23 tahun)
Adapun beberapa responden yang melakukan berpegangan tangan atau
pun kissing sebagai cara mengekspresikan perilaku seksual mereka:
“Pegangan tangan dan kissing.” (Naufal, 20 tahun)
Hal ini sesuai dengan teori yang telah kami cantumkan pada tinjauan teori,
bahwa dalam mengekspresikan perilaku seksual bisa melalui touching, kissing,
petting, dan sexual intercouse.
b. Hubungan seksual
Mengenai hubungan seksual ini hampuir semua responden menjawab
pernah melakukan hubungan seksua. Meski pada pertanyaan ini terdapat 4
responden yang memilih untuk tidak menjawab, mungkin karena hal ini cukup
privasi bagi mereka. Namun dari 5 jawaban yang lainnya mereka menjawab
secara anal, lalu ada satu responden yang menjawab dengan cara oral seks dan
juga anal seks:
“Oral seks dan juga Anal seks” (A. K, 23 tahun)
“Anal” (Vino, 22 tahun. Cimow, 20 tahun. Fluke, 20 tahun. Rian, 21 tahun)
Hal ini sesuai dengan seks penetratif. Anal seks termasuk pada seks
penetratif, anal seks merupakan seks melalui anus. Dalam penelitian seks ini
baik melakukan anal sebagai pelaku atau penerima dan melakukan anal dengan
mengeluarkan sperma di dalam anus. Menjadi pelaku atau penerima selama

28
berhubungan anal seks berkaitan dengan resiko tinggi infeksi HIV/AIDS
(Wardani, dkk: 2020)
Ketika responden ditanya mengenai terakhir melakukan hubungan seksual,
4 responden yang memilih untuk tidak menjawab, lalu pada responden lainnya
ada yang sudah lama tidak melakukan hubungan seksual. Lalu diantara 9
responden ini yang paling baru melakukan hubungan seksual adalah 2 hari lalu:
“Terakhir sudah lama sekali” (Fluke, 20 tahun)
“dua hari lalu” (A.K, 23 tahun)
Selain itu responden yang lainnya ada yang terakhir melakukan hubungan
seksual nya 3 bulan lalu, satu bulan yang lalu, ada juga satu minggu yang
lalu.
c. Penggunaan kondom
Dari hasil wawancara, responden yang aktif melakukan hubungan seksual
mereka selalu menggunakan kondom sebagai bentuk keamanan diri dan
pasangannya. "Tentu saja itu hal penting, harus safety". ( fluke,20 tahun).
Hal ini sesuai dengan tinjauan teori kami, mengenai bagaimana dampak
kesehatan yang bisa ditimbulkan oleh pelaku homo seksual, jika tidak
menggunakan alat kontrasepsi (kondom) bisa terjangkit penyakit menular
seksual.
8. Tinggal bersama
Dari hasil wawancara, 2 dari 9 orang tidak pernah tinggal dengan keluarga atau teman
yang LGBT, sedangkan sisanya tinggal dan pernah tinggal dengan keluarga atau teman
yang LGBT. "Pernah berteman dengan seorang gay begitupun biseksual" ( Elda, 20
tahun)
Hal ini bisa menyebabkan faktor terjadinya LGBT karena kebiasaan pergaulan dan
lingkungan menjadi faktor terbesar menyumbang kepada kekacauan seksual ini. Ketika
seseorang berteman dengan orang yang termasuk LGBT, ada kecenderungan dia akan
ikut menjadi anggota LGBT yang disebabkan pengaruh pertemanan.

29
9. Pola asuh keluarga
Dalam pertanyaan mengenai pola asuh kami menggali dua hal yaitu tentang pola
asuh terhadap perbedaan jenis kelamin juga mengenai pola pengasuhan. Karena hal ini
bisa menjadi faktor pendorong seseorang menjadi pelaku LGBT.
a. Pola asuh sesuai jenis kelamin
Dari pertanyaan pola pengasuhan orangtua, dengan hasil wawancara 7 dari
9 orang diperlakukan atau mendapatkan pengasuhan normal layaknya sebagai
seorang anak laki-laki atau perempuan, sedangkan 2 dari 9 orang responden
mendapatkan pola pengasuhan yang berbeda misalkan dari cari berpakaian atau cari
mereka bermain.
"Dari kecil saya suka berpakaian seperti seorang laki laki, begitu juga berteman
sejak kecil dengan seorang laki laki" ( Vino, 22 tahun)
"Karena saya memiliki adik cewe sehingga saya kadang bermain hal yang sama
dengan adik saya" (Naufal, 20 tahun)
Hal ini sesuai dengan tinjauan teori kami, yaitu faktor pada pila asuh orang
tua terhadap anak menjadi bagian penting dalam membentuk dan mewarnai sosok
anak. Pola asuh yang dimaksud ini merupakan perlakuan orangtua terhadap anak
mereka dalam memberikan kebutuhan anak, memberi perlindungan, pengarahan,
dan didikan kepada anak dalam kehidupan keseharian mereka.
b. Pola pengasuhan
Dalam pola pengasuhan orang tua 4 orang menjawab bahwa pengasuhan orang tua
mereka termasuk pada pola pengasuhan yang normal dan membebaskan meski
dalam pemantauan.
“Ortu saya seimbang ada hal yang boleh dan tidak boleh yang saya lakukan”
(Fluke 20 thn)
“Normal” Evan 23 tahun
Adapun 2 orang dresponden yang menjawab pola pengasuhan yang diberikan
adalah pola asuh yang sagat ketat
“Sangat ketat” (Vino 22 thn. Rian 21 tahun)

30
Maka dapat disimpulkan bahwa mereka memiliki pilihan seperti ini
dikarenakan faktor keluarga juga. Faktor pola asuh yang sangat minim menjadikan
mereka lebih leluasa dalam bergaul.
Berdasarkan materi yang didapatkan, bahwa kategori anak yang memiliki
pola asuh yang Authoritarian (Otoriter) yaitu Pola pengasuhan orang tua dengan
cara memberitahukan anak untuk melakukan sesuai yang dikatakan dan diperintah
oleh orang tuanya. Orang tua menetapkan banyak aturan di rumah tangga dan
sangat bergantung pada hukuman maka cenderung kurang memiliki kompetensi
sosial karna selalu bergantung pada perintah orang tua dan berpatokan pada
hukuman yang berlaku di dalam keluarga. Sehingga ketika memiliki lingkup hidup
yang lebih bebas, maka akan dijadikan kesempatan bagi mereka untuk
mengekspresikan dirinya atau justru mereka tidak tahu bagaimana kehidupan dunia
luar karena terlalu terkekang didalam aturan rumah, sehingga memilih kebebasan
yang tidak seharusnya.
Sementara anak yang diasuh dengan gaya pemissive cenderung kurang
matang, perilakunya impulsif/terdorong nafsu serta sukar menimbang dari sudut
pandang orang lain dan anak-anak seperti ini cenderung kekurangan kasih sayang
dan perhatian dari keluarga atau orang tua sehingga menyebabkan sang anak lebih
sering berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya atau teman sebayanya. Maka
dalam hal pola asuh orang tua sangat perlu dalam menentukan perilaku serta pola
pikir seorang anak.
Oleh sebab itulah, peranan di dalam keluarga sangat penting. Kehangatan
dan keharmonisan keluarga akan mendorong anak untuk tumbuh normal dan wajar.
Selain itu, jika kedua orang tua memberikan pendidikan agama dan moral yang
baik, hal ini akan membentengi seseorang untuk menyimpang menjadi LGBT
(Abidin, 2022)
10. Genetik keluarga
Dalam pertanyaan kali ini kami mencoba menggali mengenai adanya keturunan
LGBT di keluarga. Jawaban dari 6 responden menjawab bahwa tidak ada yang LGBT
dalam keluarga. Lalu 2 responden tidak mengetahui ada atau tidaknya yang LGBT di

31
keluarga mereka. Dan satu responden menjawab bahwa ada yang LGBT di keluarga
mereka.
11. Dampak kesehatan dari LGBT
Pada pertanyaan kali ini kami menggali mengenai pengetahuan responden terhadap
dampak kesehatan jika dia LGBT dan mengenai keluhan yang dirasakan pada area
genital.
a. Pengetahuan mengenai dampak kesehatan
Setelah mewawancarai 6 dari 9 responden mengenai dampak kesehatan di
kumpulkan bahwa mereka mengetahui dampak kesehatan lgbt seperti: hiv, ims
kaker serviks. Sedangkan 3 responden tidak mengetahui dampak dari hubungan
seks LGBT ini.
“Apabila saya sering berhubungan seks dengan berganti pasangan dan
tidak memakai kondom saya bisa terkena IMS (infeksi menular seks). Tetapi itu pun
bisa terjadi kepada hetero seksual juga.” (A K, 23 tahun)
Sesuai dengan salah satu sumber dampak kesehatan yang ditimbulkan di
antaranya adalah 78% pelaku homo seksual terjangkit penyakit kelamin menular.
(Dacholfany, Ihsan dan Khoirurrijal, 2016).
Sebenarnya hal ini disayangkan karena mereka mengetahui dampak yang
akan terjadi, namun mereka tetap melakukan hubungan seks yang cukup beresiko
itu.
b. Keluhan pada area genital
Setelah kami menanyakan hal ini semua dari 9 responden kami menjawab
bahwa mereka tidak mengalami keluhan pada area genital. Baik itu merasa gatal
atupun yang lainnya. Lalu salah satu dari responden kami menjawab:
“Tidak pernah karena saya rutin 3 bulan sekali melakukan VCT” (A K, 23
thn)
Menurut Fajarini 2020 Voluntary Counseling and Testing (VCT) adalah
proses konseling suka rela dan tes HIV atas inisiatif individu yang bersangkutan.
Konseling adalah proses dialog antara konselor (petugas kesehatan) dengan
pasien/klien yang bertujuan untuk memberikan informasi yang jelas dan dapat
dimengerti oleh pasien atau klien. Konselor terlatih memberikan informasi, waktu,

32
perhatian, dan keahliannya, untuk membantu klien/pasien dalam menggali dan
memahami diri akan risiko infeksi HIV, memelajari status dirinya dan mengerti
tanggung jawab untuk mengurangi perilaku berisiko serta mencegah penyebaran
infeksi kepada orang lain serta untuk mempertahankan dan meningkatkan perilaku
sehat.
Menurut salah satu sumber mengemukakan bahwa perilaku seksual
merupakan perilaku yang didasari oleh dorongan seksual atau kegiatan untuk
mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Perilaku
tersebut memiliki banyak dampak negative diantaranya kehamilan tidak diinginkan
(KTD), aborsi, risiko terkena infeksi menular seksual (IMS) seperti ulkus mole,
klamidia, trikonomiasis, skabies, sifilis, kutil, kelamin (kondiloma akunimala),
herpes genital, gonorhoeae, dan risiko tertular HIV/AIDS. (Wulandari :2014)
12. Sikap masyarakat
Ketika responden di tanya perihal dikriminasi social dan masyarakat respondent
menjawab bahwa sebagian masyarakat tidak menerima atau memberlakukan perbedaan
sikap kepada homoseksual.
“Ada beberapa masyakarat yang masih belum bisa menerima LGBT di lingkungannya
sehingga mereka memilih untuk menjauh, tapi menurut saya itu hal yang WAJAR”
(Naufal 20 tahun)
“Masyarakat pasti akan menjauh ketika melihat saya berbeda, tapi saya bisa
meyakinkan masyarakat bahwa seorang lgbt itu tidak untuk di benci, karna mereka
tidak tahu alasan khusus saya menjadi seorang lgbt itu apa” (vino 22 tahun)
“Namun dari hasil wawancara respondent ada sebagaian masyarakat mengerti dan
mengharagi perbedaan sikap yang di lakukan oleh homoseksual sehingga masyarakat
dan lingkungan tersebut menghargai dan menerika sikap yang ia miliki mereka
mengetahui bahwa saya seorang GAY yang memiliki sifat seperti perempuan, mereka
bisa mengerti dan menghargai itu” (AK, 23 thn)
Berdasarkan salah satu sumber LGBT di Indonesia masih merupakan hal yang tabu
khususnya bagi kelompok yang pemikirannya didasari agama. Sebagian besar
menghujat perilaku dan orientasi seksual kelompok LGBT ini. Ada juga sebagian
masyarakat bersikap netral, menerima keadaan LGBT namun tidak mendukung LGBT

33
melakukan kegiatan secara terbuka. Kelompok ini beranggapan semua orang
mempunyai hak yang sama untuk hidup, memenuhi hak hak sebagai manusia namun
tetap mempertimbangkan konteks lokal. Sedangkan kelompok yang pendukung adalah
kelompok LGBT, para aktivist dan penggerak kesetaraan yang menginginkan LGBT
juga punya hak yang sama tanpa batasan dalam konteks apapun, termasuk dalam
perkawinan sejenis. (Damayanti: 2015)

B. RENCANA TINDAK LANJUT


No. Masalah Kegiatan Tujuan Sasaran
1. Pada responden 7 dari Melakukan kegiatan Tujuan dari Pelaku
9 responden memiliki keagamaan kegiatan ini LGBT
keyakinan agama mengenai kejelasan adalah untuk
Islam. Padahal sudah halal dan haram meningkatkan
jelas pada agama dalam agama Islam. keyakinan
Islam, hal ini Dalam kegiatan ini terhadap agama
merupakan hal yang bisa juga ditekankan Islam
haram. mengenai kisah
kaum Nabi Luth a.s.
2. Hampir semua Melakukan edukasi Tujuan dari Pelaku
responden melakukan atau penyuluhan kegiatan ini untuk LGBT
hubungan seksual mengenai dampak meningkatkan
melalui anal. Padahal hubungan seksual pengetahuan
sudah diketahui hal melalui anal. mengenai dampak
ini banyak beresiko kesehatan
menjadi IMS. reproduksi
hubungan seksual
melalui anal.
3. Beberapa responden Melakukan edukasi Tujuan dari Pelaku
tidak mengetahui mengenai dampak kegiatan ini agar LGBT
kesehatan yang akan pelaku LGBT

34
dampak kesehatan terjadi pada pelaku mengetahui
yang akan terjadi. LGBT yang aktif mengenai dampak
secara seksual. kesehatan
terutama IMS
bagi mereka yang
aktif secara
seksual.
4. Masih ada beberapa Melakukan edukasi Tujuannya agar Orang tua
orang tua yang kurang tentang cara orang tua dapat pelaku
tepat dalam pengasuhan yang mendidik anaknya LGBT atau
pengasuhan terhadap tepat sesuai dengan dengan pola asuh masyarakat
anaknya. jenis kelaminnya dan yang tepat hingga umum.
juga mengenai pola menghindarkan
pengasuhan yang resiko LGBT di
baik (otoriter, masa depan
permisive, serba
membolehkan)
5. Hubungan seksual Menyarankan rutin Untuk Pelaku
bagi gay, transgender melakukan VCT mengetahui LGBT
dan biseksual sangat mengenai positif
rentan terhadap IMS IMS atau tidak
agar IMS tidak
menyebar kepada
pasangan sesual
nya.

35
BAB V

KESIMPULAN
Jika dilihat dari hasil wawancara, responden terlibat sebagai pelaku LGBT karena diri
merka sendiri, sebagian dari mereka terbuka bahwa ia seorang lgbt namun ada beberapa yang
masih menutuo diri mereka terhada orang lain bahkan terhadap ortang tua mereka.

Kesimpulan yang kami dapatkan dari responden terkait pandangan mereka terhadap LGBT
yaitu suatu kamu atau sudut pemikiran manusia yang seharusnya orientasi seksnya kepada lawan
jenis namun tetapi ini tidak yaitu kepada sesama jenis. Dalam pola asuh orang tua tidak menjadi
salah satu faktor yang sangat signifikan untuk seseorang menjadi pelaku LGBT. Hal ini
dikarenakan sebagaian besar orang tua dalam mengasuh anaknya sudah sesuai dengan hal yang
harus diberikan pada laki-laki atau perempuan. Namun, ada responden kami terdapat beberapa
yang memang dari kecil salah dalam proses pengasuhan hingga ia tertarik menjadi LGBT.

Pada pandangan pelaku LGBT sebagian masyarakat masih ada yang tidak menerima LGBT
ini dan menunjukan sikap diskriminasi terhadap pelaku LGBT. Namun ada juga, sebagian
masyarakat yang menerima dan menghargai sikap yang di lakukan oleh pelaku LGBT tersebut
seperti laki-laki bersikap seolah perempuan. Maka dapat kita simpulkan bahwa peran orang tua ini
sangat penting untuk mengetahui banyak hal tentang anak nya sehingga ank tersebut tidak takut
mengungkapkan bahwa dirinya seorang homoseksual.

Lalu dari responden yang kami kumpulkan sudah banyak yang mengetahui dampak
kesehatan jika dia menjadi seorang LGBT. Namun diantara mereka ada yang selalu menggunakan
kondom untuk menghindarkan mereka dari penyakit IMS dan adapun yang rutin melakukan
pengecekan VCT untuk mengetahui keadaannya.

36
DAFTAR PUSTAKA

Hakim L dan Asrizal, (2017). LGBT perspektif Al-Qur’an: analisis ayat dan tafsirannya. Jurnal
An-Nur. 6 (1). [Daring]. Tersedia di: http://repository.uin-
suska.ac.id/33440/1/JURNAL%20LUKMANUL%20HAKIM.pdf dicuplik pada 26 Maret
2022
Nurcahyanti S, (2018). LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender). Aiska University. [daring].
Tersedia di: http://eprints.aiska-university.ac.id/155/10/BAB%201.pdf dicuplik pada 26
Maret 2022
Lestari Y S, (2018). Lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) dan hak asasi manusia
(HAM). Jurnal Community: Sosiologi, FISIP, Universitas Teuku Umar. 4 (1). [daring].
Tersedia di: http://jurnal.utu.ac.id/jcommunity/article/view/193/177 dicuplik pada 26
Maret 2022
Yudiyanto, (2016). Fenomena lesbian, gay, biseksual, dan transgender (Lgbt) di Indonesia derta
upaya pencegahannya. Jurnal Nizham, 5 (1) [daring]. Tersedia di
https://media.neliti.com/media/publications/154013-ID-fenomena-lesbian-gay-biseksual-
dan-trans.pdf dicuplik pada 26 Maret 2022
Musti’ah, (2016). Lesbian, gay, bisexsual, and transgender (LGBT); pandangan islam, faktor
penyebab, dan solusinya. Sosial Horizon: Jurnal Pendidikan Sosial. 3 (2). [daring].
Tersedia di: https://journal.ikippgriptk.ac.id/index.php/sosial/article/download/369/358
dicuplik pada 26 Maret 2022

Nevid, J., Rathus, Spencer., & Greene, Beverly. (2005). Psikologi Abnormal: Erlangga
Isnaini R, Dewita (2018) Perancangan Informasi Pendidikan Orientasi Seksual Pada Anak Yang
Berbasis Pada Pencegahan Perilaku Homoseksual Melalui Media Buku Edukasi. Other
thesis, Universitas Komputer Indonesia. Terdapat di
https://elibrary.unikom.ac.id/id/eprint/1422/. Dicuplik pada 25 Maret 2022.
Mastuti, R. E., Winarno, R. D., & Hastuti, L. W. (2012). Pembentukan Identitas Orientasi Seksual
Pada Remaja Gay. Kajian Ilmiah Psikologi, 1(2), 194–197. Retrieved from
http://journal.unika.ac.id/index.php/pre/article/view/271. dicuplik pada 25 Maret 2022

37
Hidayah, F. (2017). Dinamika Orientasi Seksual Pada Kaum Gay. Psikologia (Jurnal Psikologi)
Vol 2 (2). Universitas Muhammadiyah Malang. Terdapat di
http://ojs.umsida.ac.id/index.php/psikologia/article/view/1549/1763. dicuplik pada 25
Maret 2022
Wulandari. (2014). Perilaku seksual remaja mahasiswa fakultas teknik universitas negeri
surabayA. Universitas Negeri Surabaya. [daring] tersedia di:
https://media.neliti.com/media/publications/250898-none-465bebc9.pdf dicuplik pada 25
Maret 2022
Padut dkk. (2021). Faktor- faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual berisiko pada
remaja kelas xii di man manggarai timur tahun 2021. 6(1). Wawasan Kesehatan. [daring].
Tersedia di: https://stikessantupaulus.e-journal.id/JWK/article/view/116/75 dicuplik pada
25 Maret 2022.
Cohler, Bertram J, and Phillip L Hammack. (2009). “Narrative Engagement and Stories of Sexual
Identity an Interdisciplinary Approach to the Study of Sexual Lives." In The Story of Sexual
Identity: Narrative Perspectives on the Gay and Lesbian Life Course. New York: Oxford
University Press. DeVito, Joseph A. 1997. Komunik
Supratiknya. (1995). Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisius.
Wirayuda, D. M. A. (2018). Keterbukaan identitas seksual pada komunitas kentir surabaya.
Perpustakaan Universitas Airlangga: Surabaya
Wahyuni, D . 2018. Peran Orang Tua dalam Pendidikan Seks bagi Anak untuk Mengantisipasi
LGBT . Jurnal Ilmiah Kesejahteraan Sosial 14(25).
Dacholfany, Ihsan dan Khoirurrijal. (2016). Dampak LGBT dan antisipasinya di masyarakat.
Nizham Journal of Islamic Studies, 5(1), 110-111. [daring]. Tersedia di:
https://repository.ummetro.ac.id/files/artikel/f893aa81c705960fc6121c08f7204b50.pdf
dicuplik pada 25 Maret 2022
Tanpa nama. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.
Dicuplik pada 27 Maret 2022
Kartono dan Kartini (1989). Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung: CV.
Mandar Maju. Dicuplik pada 27 Maret 2022.
Kartasapoetra dan Hartini. (1992). Kamus Sosiologi dan Kependudukan Jakarta: Bumi Aksara.
Dicuplik pada 27 Maret 2022

38
J.S. Badudu dan Suthan Muhammad Zain. (1994) Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan. Dicuplik pada 27 Maret 2022
Peter Salim dan Yenny Salim. (2002). Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. jakarta: Modern
English Pers. Ed. Ketiga. Dicuplik pada 27 Maret 2022
Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola. Dicuplik
pada 27 Maret 2022
Mahjuddin dan Masailul F. (2005). Berbagai Kasus yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini.
Jakarta: Kalam Mulia. Dicuplik pada 27 Maret 2022
Kuswana, W, S., (2014) Biopsikologi, Pembelajaran Perilaku. Bandung: Alfabeta. Dicuplik pada
25 Maret 2022
Khilman Rofi Azmi, (2015). Jurnal Psikologi Pendidikan dan Konseling. 1 (1). Dicuplik pada 25
Maret 2022
Muhammad Rizki Akbar Pratama. (2018). Lesbian, Gay, Biseksual Dan Transgender: Tinjauan
Teori Psikoseksual, Psikologi Islam Dan Biopsikologi, 4 (1). Dicuplik pada 25 Maret 2022
Rahmawati. (2009). Hubungan Antara Pembentukan Identitas Diri Dengan Perilaku Konsumtif
Pada Remaja. 1(1). Dicuplik pada 25 Maret 2022
Soetijiningsih. (2010). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto.
Dicuplik pada 25 Maret 2022
Abidin, M. A. Z. (2022). Seks Songsang dalam Dunia yang Rencam". Dicuplik pada 25 Maret
2022
Rahayu, Zikra, Yusri. (2013). Hubungan Antara Keharmonisan Keluarga dan Motivasi Belajar
Siswa, 2 (1). Dicuplik pada 25 Maret 2022
Roby Yansyah, (2018). Globalisasi Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (Lgbt): Perspektif
Ham Dan Agama dalam Lingkup Hukum Di Indonesia, Jurnal Law Reform: 14 (1). Dicuplik
pada 25 Maret 2022
Kemenpppa. (2015). Pandangan Masyarakat terhadap Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender
(LGBT) di Jakarta, Bogor, Depok dan Tangerang. Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak, Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia. [daring].
Tersedia di https://www.kemenpppa.go.id. Icuplik pada 3 April 2022
Wardani E M, dkk. (2020). Studi perilku seks menyimbpang terhadap kejadian HIV fase laten
pada komunitas lelaki seks lelaki (LSL) di LSM kompeda surabaya. Jurnal keperawatan dan

39
kesehatan masyarakat. 9 (1). [daring]. Tersedia di:
http://jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id/index.php/stikes/article/view/519/239 dicuplik
pada 3 april 2022.
Fajarini (2020). Faktor-faktor yang mempengaruhi voluntary counselling and testing (vct) pada
wanita pekerja seks (wps) di wilayah puskesmas. Gedongtengah. Jogjakarta. [daring].
Tersedia di: http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3424/1/Awal.pdf. dicuplik pada tanggal 03
april 2022
Damayanti. (2015) Pandangan Mahasiswa terhadap Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender
(LGBT) di Jakarta, Bogor, Depok Dan Tangerang. [daring] Tersedia di :
https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/48bd0-2-laporan-lgbt-mahasiswa-.pdf di
cuplik pada 3 april 2022

40
LAMPIRAN

41

Anda mungkin juga menyukai