Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN

KONDISI RENTAN

‘‘KASUS LGBT DAN SURROGATE MOTHER”

Dosen pengampu:

FITRIANI PULUNGAN, SST, M.Kes

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 10

Putri Sagita (P07524419029)

Sri Chici Angraini (P07524419038)

POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN

JURUSAN D-IV KEBIDANAN

T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah swt yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini
dalam mata kuliah Asuhan kebidanan pada perempuan dan anak dengan kondisi rentan.

Tujuan kami dalam penulisan Asuhan kebidanan pada perempuan dan anak dengan
kondisi rentan ini untuk Memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk memberikan
asuhan kebidanan pada perempuan dan anak.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna perbaikan
dimasa mendatang.

Medan, 29 januari 2022

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................... 2

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang ............................................................................................. 4


B. Rumusan masalah ......................................................................................... 5
C. Tujuan .......................................................................................................... 5

Bab II Pembahasan

1. Defenisi LGBT .............................................................................................. 6


2. Pandangan masyarakat mengenai LGBT....................................................... 7
3. Factor penyebab seseorang menjadi LGBT................................................... 8
4. Ciri perilaku LGBT ....................................................................................... 10
5. Defenisi surrogate mother ............................................................................. 12
6. Etiologi surrogate mother............................................................................... 13
7. Cara kerja ibu pengganti .............................................................................. 14
8. Factor komplikasi dan resiko surrogate mother ............................................ 15
9. Surrogate mother dalam aspek hukum........................................................... 17
10. Perlindungan hukum bagi anak yang dilahirkan dari perjanjian sewa rahim 19

Bab III Penutup

Kesimpulan ............................................................................................................... 23

Daftar Pustaka.......................................................................................................... 25

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lebih dari satu dekade terakhir, isu tentang lesbian, gay, biseksual dan transgender, atau
LGBT, mengemuka di dunia. Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB tahun 2006 menyebutkan
bahwa isu LGBT direspons dengan perjuangan masuknya hasil-hasil kesepakatan sidang-
sidang PBB tentang kesetaraan gender, kependudukan dan HAM. Belakangan kelompok
LGBT ini makin mengemuka dengan diakuinya perkawinan sesama jenis di Amerika tahun
2015, walau jauh sebelum itu beberapa negara sudah melakukan hal yang sama. Di Indonesia
gerakan untuk mendapat pengakuan hak juga diperjuangkan melalui berbagai organisasi
LGBT. (Dadun & Zola, 2015)

Perilaku LGBT saat ini pada umumnya dipandang sebagai salah satu bentuk penyimpangan,
baik dari sisi tinjauan psikologis, norma sosial masyarakat maupun agama. Keadaan ini pada
akhirnya menimbulkan stigma pada kelompok LGBT dan menempatkan mereka dalam posisi
sulit ketika menjalani kehidupan sebagaimana mestinya sebagai warga negara yang sah.

Selain isu LGBT, adapula isu surrogate mother atau ibu pengganti yang akhir-akhir
ini banyak peminatnya. Ibu pengganti atau biasa juga disebut dengan Surrogate Mother
adalah seorang wanita yang membuat perjanjian dengan pihak lain (pasangan suami-istri)
untuk meminjamkan rahimnya dan Mengandung hasil pembuahan suami-istri yang
ditanamkan ke dalam rahimnya, setelah melahirkan anak tersebut harus diserahkan kepada
pasangan suami-istri berdasarkan perjanjian yang telah di buat. Kasus sewa rahim sebenarnya
banyak terjadi di Indonesia hanya saja tidak mencuat ke publik karena tidak menimbulkan
masalah. Akan tetapi permasalahan akan muncul apabila ibu pengganti tidak mau atau
enggan menyerahkan bayi yang dikandung dan dilahirkannya sesuai dengan perjanjian.
Selain permasalahan terkait wanprestasi yang dilakukan ibu pengganti, permasalahan yang
lebih penting ialah menyangkut status anak yang dilahirkan oleh ibu pengganti kelak.
Surrogate Mother atau ibu pengganti di Indonesia sampai sekarang belum mempunyai suatu
peraturan khusus yang mengaturnya. (sulistio, 2020)

4
B. Rumusan Masalah
A. Defenisi LGBT
B. Bagaimana pandangan asyarakat terhadap kaum LGBT
C. Apa faktor penyebab seseorang menjadi LGBT
D. Bagaimana ciri perilaku LGBT
E. Defenisi surrogate mother

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pandangan masyarakat terhadap kelompok Lesbian, Gay dan Bisek


2. Memberi alternative atau solusi atas masalah yang dihadapi LGBT
3. Memahami peranan ibu pengganti
4. Mengethui aspek hukum ibu pengganti
5. Memahami Komplikasi dan resiko ibu pengganti

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. LGBT

A.1. PENGERTIAN

Sejumlah istilah penting dalam studi ini yaitu Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender
sering disalahgunakan untuk satu sama lainnya. Berikut penjelasan mengenai istilah Lesbian,
Gay, Biseksual dan Transgender:

1. Lesbian
Lesbian adalah seorang homosexual perempuan; perempuan yang mengalami
percintaan atau tertarik secara seksual kepada perempuan lain. Istilah lesbian juga
digunakan untuk mengexpresikan identitias seksual atau perilaku seksual berkaitan
dengan orientasi sex. Banyak istilah yang menggambarkan kelompok ini misalnya
linan, lines, atau queer. Femme merupakan berasal dari Bahasa Perancis yang berarti
“as a women” juga digunakan bagi perempuan yang menjalani sosok perempuan
feminin dalam kehidupan lesbian. Sementara istilah hunter, butch, dan stone bagi
lesbian yang berperan sebagai ‘pria.

2. Gay
Gay menurut kamus adalah seseorang yang tertarik kepada jenis kelamin yang sama
dan tidak tertarik kepada sex lawan jenis [Douglas,2013] Gay pada dasarnya adalah
istilah yang merujuk kepada seorang (laki laki) homosexual, yaitu laki laki yang
berhubungan dengan sesama sejenis atau laki-laki yang berhubungan seks dengan
laki-laki.

3. Bisexual
Bisexualitas adalah ketertarikan secara romantis, perilaku sexual atau ketertarikan
secara sexual kepada laki laki dan perempuan.[APA,2013; 2011; , GLAAD, 2011],
sumber lain menyatakan sebagai romantisme atau ketertarikan secara sexual kepada
semua jenis kelamin atau identitas gender;[ [Alan,2006; Beth, 2007]. Pada dasarnya
istilah bisexualitas biasanya digunakan untuk menggambarkan ketertarikan

6
romantisme atau ketertarikan sexual dalam konteks manusia kepada orang lain tanpa
membedakan laki laki atau perempuan.
4. Transgender (LGBT)
Transgender mengacu kepada identitas gender seseorang yang tidak terkait dengan
jenis kelamin biologis yang diperolehnya sejak lahir [Reference .com] Istilah
transgender di Indonesia lebih banyak dikenal sebagai Waria, beberapa daerah juga
mempunyai istilah yang menggambarkan transgender seperti, wadam, bencong
(Jakarta), calabai (Sulawesi), dan wandu (Jawa). Pengetahuan masyarakat umum
mengenai LGBT ini sangat masih sangat terbatas, khususnya mengenai penyebab
terjadinya perbedaan orientasi seksual dan identitas seksual ini. Tingkat pemahaman
ini dapat mempengaruhi penerimaan Pekerja terhadap kelompok LGBT.

A.2. Pandangan Masyarakat Terhadap LGBT

Hingga sat ini Kelompok LGBT menyadari bahwa masyarakat pada umumnya
menolak dan sebagian kecil bersikap menerima (dalam arti cuek). Pandangan masyarakat
mengenai LGBT Pandangan masyarakat mengenai isu LGBT masih beragam tergantung latar
belakang budaya, agama, kelompok sosial, media, keluarga, pergaulan sebaya, gender dan
interaksi individu dengan LGBT. Tingkat penolakan, dan penerimaan terhadap LGBT juga
sangat tergantung pada faktor faktor di atas. Perlakuan masyarakat terhadap waria misalnya,
pada umumnya dipengaruhi oleh pemahaman dan pandangan mereka mengenai kelompok
transgender. Selain itu cara masyarakat merespon juga dipengaruhi oleh pengalaman mereka
berinteraksi dengan transgender. Jika pengalaman interaksi mereka positif maka pandangan
mereka terhadap transgender juga positif, namun jika sebaliknya maka akan menebalkan
stigma masyarakat kepada kelompok ini. LGBT di Indonesia masih merupakan hal yang tabu
khususnya bagi kelompok yang pemikirannya berlandaskan ajaran agama. Sebagian besar
menghujat perilaku dan orientasi seksual kelompok LGBT ini. MUI bahkan sudah
mengeluarkan fatwa yang menolak praktek hubungan badan dan perkawinan sesama jenis.

Ada juga sebagian masyarakat bersikap netral, menerima keadaan LGBT namun tidak
mendukung LGBT melakukan kegiatan secara terbuka. Kelompok ini beranggapan semua
orang mempunyai hak yang sama untuk hidup memenuhi hak hak sebagai manusia namun
tetap mempertimbangkan konteks lokal.

7
A.3. Faktor Penyebab Seseorang Menjadi LGBT

Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berhubugan dan
berinteraksi dengan makhluk sosial lainnya dalan kehidupan sehari-hari. Anailisis ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
komunitas LGBT di kalangan kaum generasi muda dan membandingkannya dengan teori-
teori yang terkait dengan analisis ini. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang
menjadi seorang LGBT adalah sebagai berikut:

a. Faktor pada pola asuh orang tua terhadap anak


Pola asuh orang tua menjadi faktor terpenting dalam membentuk dan mewarnai sosok
anak. Bandura mengatakan, lingkungan dapat dibentuk oleh perilaku dan sebaliknya
perilaku dapat dibentuk oleh lingkungan. Diana Baumrind (Gorman, 2003)
mendefiniskan pola asuh adalah perlakuan orang tua terhadap anak mereka dalam
memberikan kebutuhan anak, memberi perlindungan, pengarahan dan didikan kepada
anak dalam kehidupan keseharian mereka, adapun beberapa pola asuh yang sering
diterpakan orang tua kepada anak yaitu sebagai berikut:
i. Authoritarian (Otoriter)
Pola pengasuhan orang tua dengan cara memberitahukan anak untuk
melakukan sesuai yang dikatakan dan diperintah oleh orang tuanya. Orang
tua lebih menghukum dan sangat mengandalkan anak. Orang tua hanya
peduli agar anak patuh kepada orang tuanya. Orang tua menetapkan banyak
aturan di rumah tangga dan sangat bergantung pada hukuman.
ii. Authoritative (Berkuasa)
Pola pengasuhan orang tua yang sangat disiplin, ketat, tegas dan adil
dengan menekankan pada pola komunikasi dengan anak serta
berpengharapan tinggi agar anak memiliki moral. Gaya pengasuhan ini
sangat kurang menekankan hukuman fisik.
iii. Permissive (permisif)
gaya pengasuhan orang tua sangat longgar dan strukturnya tidak konsisten.
Bahkan pola pengasuhan ini terkadang tidak memperdulikan perilaku dan
pergaulan anak-anak mereka.

8
Adanya perbedaan pola asuh orang tua terhadap anak maka dapat diskripsikan bahwa anak
yang diasuh dengan authorotarian cenderung kurang memiliki kompetensi sosial karna selalu
bergantung pada perintah orang tua dan berpatokan pada hukuman yang berlaku di dalam
keluarga. Anak yang asuh dengan authoritative cenderung lebih memiliki kepercayaan diri
dan merasa berkemampuan,anak menunjukkan sikap sosial yang lebih besar, suka
bereksplorasi dan menghargai orang lain. Sementara anak yang diasuh dengan gaya
pemissive cenderung kurang matang, perilakunya impulsif/terdorong nafsu serta sukar
menimbang dari sudut pandang orang lain dan anak-anak seperti ini cenderung kekurangan
kasih sayang dan perhatian dari keluarga atau orang tua sehingga menyebabkan sang anak
lebih sering berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya atau teman sebayanya. Maka dalam
hal pola asuh orang tua sangat perlu dalam menentukan perilaku serta pola pikir seorang
anak.

b. Pengaruh sosial budaya


Sosial budaya turut menjadi salah satu faktor yang mendorong seseorang menjadi
pelaku LGBT, hal ini tidak terlepas pada hakekat manusia yang pada dasarnya selalu
menjalin hubungan dengan orang lain. Saat seseorang tinggal bersama-sama dengan
pelaku LGBT maka tidak menutup kemungkinan orang lain akan ikut menjadi pelaku
dari tindakan LGBT ini sendiri. Kartono (1989) mengatakan bahwa dalam sudut
pandang sosiologi, penyimpangan dimungkinkan terjadi karena seseorang
menerapkan peran sosial yang menunjukkan perilaku menyimpang. Saat seseorang
telah memainkan peran menyimpang dalam kumpulan masyarakat maka dengan
sangat mudah mereka akan memberikan sosialisasi kepada orang lain. Seiring dengan
perkembangan sosial yang konteporer saat ini kampanye hak asasi manusia dan
kesetaraan gender terus meningkat hal ini turut mempengaruhi prespektif masyarakat
terhadap kelompok-kelompok LGBT ini, meskipun pada saat ini banyak bermunculan
pro dan kontra terhadap kaum LGBT ini, namun di luar segala kontroversinya, hingga
saat ini LGBT telah terbukti mampu menunjukkan eksistensi di tengah masyarakat
yang menentangnya. Kaum LGBT yang telah terorganisir dalam banyak kelompok
homoseksual mampu menemukan solidaritas yang didasari persamaan sebagai kaum
LGBT, Solidaritas yang muncul tersebut selanjutnya menjadi media sosialisasi

9
mereka yang bertujuan agar kaum LGBT dapat diterima oleh masyarakat luar dan
adanya hukum yang mampu memberikan mereka kebebasan.

c. Teman sebaya dan pergaulan


Teman sebaya adalah hubungan individu atau remaja dengan tikat usia yang sama dan
pada dasarnya mereka sering menghasbiskan waktu bersama serta melibatkan
keakraban yang relatif besar dalam kelompoknya. Menurut Santrock, mengatakan
bahwa peran terpenting dari teman sebaya adalah Sumber informasi mengenai dunia
di luar keluarga. Sumber kognitif, untuk pemecahan masalah dan memperoleh
pengetahuan. Sumber emosional, untuk mengungkapkan ekspresi dan identitas diri.
Teman sebaya mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi pola pikir dan
perilaku seseorang. Bandura mengatakan, lingkungan dapat dibentuk oleh perilaku
dan sebaliknya perilaku dapat dibentuk oleh lingkungan. Dalam hubungan resiprokal
ini terjadi pembelajaran sosial yang mengarah pada transfer informasi, kebiasaan atau
perilaku. Ditilik dari kajian psikoneurologis, individu dibekali kemampuan di dalam
otaknya untuk melakukan imitasi gerakan, tindakan, suara, perilaku atau berbicara.
Seorang pelaku LGBT mampu melakukan sosialisai dengan teman sebayanya
sehingga terjadi aksi dan reaksi antara pelaku LGBT dengan orang-orang di
sekitarnya. (Eni & Cifebrina, 2019)

A.4. Ciri Perilaku LGBT

LGBT gay dan lesbian cukup sulit dikenali kecuali gay dan lesbian akan gampang
diidentifikasi ketika bersama pasangannya. Berbeda dengan transgender yang hampir
semuanya mengatakan mereka itu mudah dikenali. Dari empat karakter ini bisex yang hampir
semuanya mengatakan sulit untuk mengetahui seseorang itu bisex jika tidak dia sendiri yang
menceritakannya.

 Lesbian

Lesbian ada dua, yakni femme dan butchy. Peran Femme dalam hubungan lesbian adalah
seperti perempuan dalam hubungan hetero. Sedangkan butchy berperan sebagai laki-laki
yang sifatnya melindungi dan menjaga femme. Diantara keduanya, tampilan butchy lebih

10
mencolok dibandingkan femme. Tampilan butchy biasanya terlihat seperti laki-laki sesuai
dengan perannya tadi.

Butchy digambarkan seperti laki-laki meskipun tetap bisa dikenali bahwa dia sebetulnya
perempuan. Dia berjalan seperti laki-laki dan memotong rambutnya pendek seperti laki-laki.
Ada usaha dari dirinya untuk menjadikan dirinya menyerupai seorang laki-laki. berbeda lagi
dengan femme yang sulit diketahui bahwa dia seorang lesbian. Femme ini berpenampilan
sama seperti perempuan lainnya hanya akan bisa diketahui jika dia jalan dengan pasangannya
yang butchy. Mereka biasanya akan memperlihatkan kemesraan atau gerakan-gerakan yang
menunjukkan bahwa mereka adalah sepasang kekasih.

 Gay

Gay hampir mirip dengan lesbian hanya saja jenis kelaminnya berbeda. Sama seperti
pasangan lesbian, dalam hubungan gay juga ada istilah untuk masing-masing peran. Peran
laki-laki disebut manly dan peran perempuan disebut booty. Pada pasangan gay booty-lah
yang terlihat lebih mencolok. Mereka dianggap lebih kemayu dibandingkan pasanganya yang
manly. Selain itu juga bisa dilihat dari pandangan mata. Pandangan mata seorang gay ketika
melihat laki-laki lain itu berbeda dengan laki-laki hetero. Mereka melihat laki-laki sama
seperti perempuan hetero melihat laki-laki. Hal ini dikarenakan orientasi seksual mereka
sama-sama terhadap laki-laki juga.

 Bisex

Karakter ketiga yaitu bisex. Bisex paling sulit diketahui diantara yang lainnya. Pasangan
lesbian dan gay hampir bisa diketahui ketika mereka jalan berpasangan. Sedangkan bisex hal
ini bisa dibilang tidak mungkin atau jarang terjadi karena sulit mencari orang yang berjalan
dengan dua pasangannya sekaligus. Ini menyebabkan bisex tidak bisa diidentifikasi jika
bukan yang bersangkutan sendiri yang mengatakannya.

 Transgender

Transgender dikatakan paling gampang untuk dikenali. Mereka yang transgender


memperlihatkan dirinya sebagai seorang trans dalam bentuk tampilan. Seorang transgender,
dari laki-laki merubah dirinya menjadi perempuan dan sebaliknya perempuan merubah
dirinya menjadi laki-laki. Perubahan ini meninggalkan sisa-sisa bukti dari kodrat awal

11
mereka sehingga bisa dikenali bahwa mereka transgender. Bukti ini berupa bukti biologis
bisa suara, bentuk tulang dan bentuk dada. (Dadun & Zola, 2015)

B. SURROGATE MOTHER

B.1. Pengertian
Setiap pasangan suami istri yang menikah pasti ingin memiliki anak atau keturunan.
Akan tetapi, ada beberapa pasangan yang tidak dapat memiliki keturunan karena memiliki
beberapa kendala atau masalah dengan organ reproduksinya sehingga mereka tidak dapat
memperoleh keturunan. Perkembangan dunia kedokteran dan teknologi yang semakin maju
memudahkan suami istri untuk memperoleh keturunan seperti program kehamilan dengan
menghitung masa subur, suntikan hormon, obat-obatan, bayi tabung, inseminasi buatan atau
bahkan sampai meminjam rahim perempuan lain.
Ibu pengganti atau biasa juga disebut dengan Surrogate Mother adalah seorang wanita
yang membuat perjanjian dengan pihak lain (pasangan suami-istri) untuk meminjamkan
rahimnya dan Mengandung hasil pembuahan suami-istri yang ditanamkan ke dalam
rahimnya, setelah melahirkan anak tersebut harus diserahkan kepada pasangan suami-istri
berdasarkan perjanjian yang telah di buat. Kasus sewa rahim sebenarnya banyak terjadi di
Indonesia hanya saja tidak mencuat ke publik karena tidak menimbulkan masalah. Akan
tetapi permasalahan akan muncul apabila ibu pengganti tidak mau atau enggan menyerahkan
bayi yang dikandung dan dilahirkannya sesuai dengan perjanjian. Selain permasalahan terkait
wanprestasi yang dilakukan ibu pengganti, permasalahan yang lebih penting ialah
menyangkut status anak yang dilahirkan oleh ibu pengganti kelak. Surrogate Mother atau ibu
pengganti di Indonesia sampai sekarang belum mempunyai suatu peraturan khusus yang
mengaturnya. (sulistio, 2020)

Pada hakikatnya program bayi tabung bertujuan untuk membantu pasangan


suami istri yang tidak mampu melahirkan keturunan secara alami yang disebabkan
karena ada kelainan pada tubanya, radang pada selaput lender rahim (endometriosis),
sperma suami kurang baik (oligospermia) yang tidak dapat diterangkan sebabnya

12
(unexplained infertility) dan adanya faktor kekebalan (imunlogi). Ternyata program
bayi tabung ini mampu memberikan kebahagian bagi para pasangan suami istri yang
telah hidup bertahun-tahun dalam ikatan perkawinan yang sah di suatu Negara.(Koes,
2014)

Dalam perjanjian sewa rahim (surrogate mother), ibu pengganti atau ibu wali
secara bebas mengikatkan dirinya untuk membuat suatu perjanjian dengan pihak lain
(biasanya dimasukkan penyatuan sel benih laki-laki (sperma) dan sel benih perempuan
(ovum) yang dilakukan pembuahannya di luar rahim (invitro fertilization) sampai
melahirkan sesuai dengan kesepakatan. Kemudian bayi tersebut diserahkan kepada pihak
suami isteri dengan mendapatkan imbalan berupa materi yang telah disepakati sesuai
dengan perjanjian. (Zetria, Anto, & Asmaiyani, 2021)

B.2. Siapa yang Perlu Menggunakan Ibu Pengganti & Hasil yang Diharapkan
Saat ini, ibu pengganti gestasional sudah sangat umum; apalagi dengan semakin
berkembangnya teknologi bayi tabung. Setiap tahun, ada sekitar 750 bayi yang dilahirkan
dengan cara ini.

Wanita yang memilih untuk menggunakan ibu ganti gestasional adalah mereka yang:

 Memiliki kelainan pada rahim


 Rahimnya telah diangkat melalui histerektomi sebagai proses pengobatan untuk penyakit
lain
 Memiliki penyakit jantung atau paru-paru yang dapat membahayakan keselamatan mereka
apabila mereka hamil atau melahirkan
 Telah mencoba dan tidak dapat hamil dengan teknik bayi tabung
 Tidak dapat mengadopsi anak karena usia, status pernikahan, atau orientasi seksual

Sedangkan ibu pengganti yang dipilih dapat berupa teman, anggota keluarga, atau ibu
pengganti gestasional yang dipekerjakan melalui agen penyedia ibu pengganti. Setiap pilihan
ibu pengganti memiliki kesulitan tersendiri. Berdasarkan American Society for Reproductive
Medicine, ibu pengganti sebaiknya tidak dilakukan dengan menggunakan anggota keluarga
inti karena bayi yang lahir akan memiliki gen yang sama dengan bayi yang terlahir dari
hubungan antar saudara. Walaupun menggunakan teman atau anggota keluarga sebagai ibu
pengganti membutuhkan biaya yang lebih sedikit dan tidak terlalu rumit dalam hal hukum,

13
namun cara ini memiliki kesulitan tersendiri. Oleh karena itu, banyak orang yang memilih
untuk menggunakan ibu pengganti dari agen, di mana orangtua dapat mencari ibu pengganti
yang sesuai. Agen akan mengatur perjanjian, mengambil pembayaran dan memberikannya
pada ibu pengganti, serta berhubungan langsung dengan ibu pengganti agar tidak terjadi
konflik pribadi antara ibu pengganti dan orangtua.

Menyewa ibu pengganti gestasional dapat menghabiskan banyak biaya. Biaya dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain:

 Biaya agen
 Kompensasi untuk ibu pengganti gestasional
 Asuransi kesehatan
 Biaya untuk kebutuhan non-medis
 Biaya proses hukum
 Biaya konseling
 Proses bayi tabung

Ibu pengganti dapat menghabiskan biaya yang banyak dan juga membutuhkan energi
emosional dan psikologis. Oleh karena itu, orangtua disarankan untuk mempertimbangkan
secara matang sebelum memilih untuk menggunakan ibu pengganti.

B.3. Cara Kerja Ibu Pengganti


Orangtua dapat memulai proses penggunaan ibu pengganti dengan melakukan konsultasi
kesuburan untuk mengevaluasi keuntungan dan kerugian dari menggunakan ibu pengganti.
Setelah mereka setuju menggunakan ibu pengganti, langkah selanjutnya adalah mencari ibu
pengganti. Ibu pengganti harus memenuhi persyaratan berikut:

 Ia harus berusia setidaknya 21 tahun. (Usianya akan mempengaruhi tingkat


keberhasilan kehamilan).
 Ia harus sudah pernah setidaknya satu kali melahirkan bayi yang sehat dan memahami
pengaruh kesehatan dan emosional dari proses kehamilan dan melahirkan.
 Keluarganya harus memberikan dukungan atau persetujuan.
 Ia harus memiliki kondisi fisik dan mental yang sehat.

14
Setelah itu, kedua belah pihak akan menjalani pemeriksaan, namun ibu pengganti akan
diperiksa baik secara psikis dan fisik. Kemudian, kontrak tertulis akan dipersiapkan untuk
memperjelas semua aspek perjanjian. Kontrak tersebut harus berisi:

 Peran dan tanggung jawab pribadi dari setiap pihak


 Hal yang harus dilakukan untuk memastikan bayi mendapatkan perawatan yang baik
selama di kandungan
 Hak asuh dan hukum atas anak
 Kompensasi bagi ibu pengganti
 Tempat melahirkan
 Hubungan antara kedua belah pihak di masa mendatang
 Biaya kesehatan untuk seluruh proses
 Asuransi kesehatan bagi ibu pengganti selama mengandung sampai melahirkan
 Semua kemungkinan yang dapat terjadi, seperti lahirnya anak kembar dua atau kembar
tiga yang tak terduga

Setelah ibu pengganti yang sesuai telah ditemukan dan perjanjian telah disetujui melalui
kontrak hukum yang mengikat, proses bayi tabung akan dimulai. Proses diawali dengan
menyamakan siklus ibu pengganti dan ibu kandung dengan obat-obatan; hal ini dilakukan
untuk memastikan rahim ibu pengganti dapat mengandung embrio ketika sel telur dari ibu
kandung diambil dan dibuahi. Saat siklus ibu dengan ibu pengganti sudah sama, ibu kandung
akan mengonsumsi obat-obatan untuk merangsang produksi sel telur yang banyak Ketika sel
telur sudah siap untuk dibuahi, sel tersebut akan diambil melalui operasi sederhana; dan di
saat bersamaan, ayah akan menghasilkan sampel sperma. Kemudian, sel telur dan sperma
akan dibuahi di cawan laboratorium Ketika proses pembuahan sudah berhasil, embrio akan
dipindahkan ke rahim ibu pengganti.

B.4. Kemungkinan Komplikasi dan Resiko Ibu Pengganti

 Aspek emosional

Proses penggunaan ibu pengganti dapat membutuhkan waktu yang lama dan rumit;
orangtua harus memahami hal yang bisa diharapkan sebelum memulai proses.
Terkadang, orangtua membutuhkan waktu beberapa bulan atau tahun untuk
menemukan ibu pengganti yang dirasa sesuai. Tidak semua proses bayi tabung dapat

15
menyebabkan kehamilan yang sukses, oleh karena itu ada kemungkinan orangtua
harus mengulangi proses yang sama 3-4 kali. Proses ini dapat berlangsung sampai
beberapa bulan karena proses bayi tabung membutuhkan waktu 4-6 minggu.

 Tingkat keberhasilan.

Keberhasilan kehamilan tidak dapat dijamin, terutama apabila kehamilan


menggunakan sel telur dari ibu kandung karena kemungkinan ibu untuk menghasilkan
sel telur yang baik akan bergantung pada usianya.

 Efek samping.

Obat penyubur yang digunakan selama proses dapat menyebabkan beberapa efek
samping untuk ibu dan ibu pengganti gestasional. Ibu pengganti juga akan mengalami
efek samping yang biasa dialami saat kehamilan.

 Masalah hukum

Ada banyak faktor yang dapat menghambat keberhasilan proses penggunaan ibu
pengganti. Ada kemungkinan ibu pengganti akan mengundurkan diri dan memutuskan
untuk tidak mengandung bayi, atau ia dapat tiba-tiba berubah pikiran dan
memutuskan untuk tidak menyerahkan bayinya. Hak asuh. Kemungkinan, masalah
terbesar dari ibu pengganti adalah aspek hukum, yang rumit karena hukum di setiap
daerah tentang ibu pengganti dapat beragam, Di beberapa tempat, orangtua masih
harus menjalani proses adopsi untuk mendapatkan hak asuh, sedangkan di daerah
lainnya, orangtua dapat menjalani prosedur sederhana yaitu “deklarasi hak asuh”
sebelum bayi lahir sehingga mereka tidak perlu menjalani proses adopsi. Orangtua
kandung harus memahami seluruh proses dan hukum ibu pengganti di daerah mereka,
sehingga mereka dapat melindungi hak mereka sebagai orangtua yang sah.

 Kekhawatiran medis dan kesehatan

Sebelum proses dimulai, ibu pengganti gestasional akan menjalani pemeriksaan


psikis untuk memastikan ia akan bersedia menyerahkan bayi yang ia lahirkan, serta
menjalani pemeriksaan kesehatan untuk memeriksa risiko kesehatan tertentu.

16
C. Surrogate Mother Dalam Aspek Hukum

Dalam Pasal 127 UU Kesehatan diatur bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah
hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
1) hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan
ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal
2) dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu;
3) pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.

Dari ayat (1) pasal 127 di atas jelas tersirat, bahwa program tabung sebagai salah satu bentuk
upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan bila embrio hasil
pembuahan sperma dan ovum suami isteri ditanamkan ke dalam rahim isteri pemilik
ovum. Sehingga dengan menggunakan penafsiran hukum secara argumentum a contrario,
maka apabila embrio hasil pembuahan di tanamkan ke dalam rahim wanita lain, bukan
isteri pemilik ovum berasal maka tersebut terlarang atau tidak diperbolehkan

Selanjutnya di dalam Pasal 40 PP No.61 Tahun 2014 disebutkan Reproduksi


dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah hanya dapat dilakukan pada pasangan
suami isteri yang terikat perkawinan yang sah dan mengalami ketidaksuburan atau infertilitas
untuk memperoleh keturunan. Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar
Cara Alamiah ini dilaksanakan dengan menggunakan hasil pembuahan sperma dan ovum
yang berasal dari suami istri yang bersangkutan dan ditanamkan dalam rahim istri dari mana
ovum berasal.

Perjanjian harus secara syah, yaitu telah memunuhi syarat syahnya perjanjian
sebagaimana dalam pasal 1320 KUH Perdata antara lain :

Kesepakatan dalam perjanjian dibuat berdasarkan asas kebebasan berkontrak/freedom of


contract (Pasal 1338 KUH Perdata), bebas dalam memberi kesepakatan berarti tidak ada
paksaan, penipuan, kekhilafan maupun penyalahgunaan keadaan. Bebas tidak melakukan
perjanjian, dan jika para pihak sepakat melakukan perjanjian maka pihak bebas membuat isi
dari kontrak sesuai dengan kepentingan yang dikehendaki para pihak. Kebebasan dalam
menentukan isi perjanjian tersebut menurut Pasal 1337 KUH Perdata dibatasi dengan

17
ketentuan “harus memiliki sebab yang halal” yaitu tidak bertentangan dengan Undang-
Undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

Masing-masing para pihak dalam perjanjian harus cakap secara hukum, yaitu kecakapan
seseorang untuk melakukan perbuatan hukum di lapangan hukum perdata, dan karenanya
mampu mempertanggungjawabkan akibat hukumnya, antara lain orang yang sudah dewasa,
tidak di bawah pemgampuan dan orang yang oleh undang-undang dianggap cakap

Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi kedua belah
pihak dan wajib ditaati (asas Pacta Sun servansda). Perjanjian yang dibuat secara sah dapat
dilaksanakan oleh para pihak yakni para pihak dapat melaksanakan pemenuhan hak dan
kewajiban yang telah diperjanjikan untuk mencapai tujuan dari perjanjian tersebut.

Suatu perjanjian jika tidak ditaati oleh salah satu pihak disebut Wanprestasi atau disebut
cidera janji yaitu suatu situasi yang terjadi karena salah satu pihak tidak melakukan
kewajibannya atau membiarkan suatu keadaan berlangsung sedemikian (non performance)
rupa sehingga pihak lainnya dirugikan secara tidak adil karena tidak dapat menikmati haknya
berdarkan kontrak yang telah disepakati bersama.

Untuk mengetahui keabsahan Perjanjian sewa Rahim dapat dianalisis menggunakan


konsep dan asas hukum perjanjian di atas, yakni dianalisis menggunakan syarat sahnya
perjanjian pasal 1320 KUHPerdata yaitu:

1) harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak;


2) masing-masing pihak harus cakap secara hukum;
3) harus ada obyeknya dan
4) harus mempunyai sebab yang halal (tidak bertentangan dengan undang-undang,
ketertiban umum dan kesusilaan.

18
D. Perlindungan Hukum terhadap Anak yang Dilahirkan dari Perjanjian Sewa

Rahim.

Wanita yang melahirkan anak dari hasil perjanjian sewa Rahim jika menolak

memberikan anak yang dilahirkan, maka anak tersebut menjadi anak yang melahirkannya.

Mengenai status anak tersebut ada dua kemungkinan yaitu anak sah atau anak luar kawin

menurut Undang-undang no.1 tahun 1974, yang diperbaharui menjadi Undang-undang no.16

tahun 2019 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut Undang-undang Perkawinan).

1. Anak sah:

1) Pasal 42 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974: “Anak yang sah adalah anak

yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.”

2) Pasal 250 KUH Perdata: “Anak yang dilahirkan atau dibesarkan selama

perkawinan

2. Anak luar kawin :

Pasal 43 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974: “Anak yang dilahirkan diluar

perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.

Berdasarkan ketentuan dari Undang-undang perkawinan tersebut di atas maka jika

wanita yang melahirkan anak hasil perjaian sewa Rahim tersebut masih dalam ikatan

perkawinan dengan seorang laki-laki sebagai suaminya maka anak tersebut statusnya sebagai

anak yang sah, anak yang sah mendapatkan perlindungan hukum baik preventif mau represif,

perlindungan hukum yang preventif adalah ketentuan-ketentuan hukum mengenai hak

seorang anak yang sah dalam perkawinan, dan hak-hak seorang anak yang di atur dalam

Undang-Undang perlindungan anak.

19
Hak-hak anak sah dalam perkawinan adalah hak pemeliharaan, pendidikan dan hak

waris dari kedua orang tuanya (suami istri yaitu wanita yang melahirkan) diatur dalam Pasal

45 ayat (1) Undang-undang Perkawinan. Hak tersebut melekat pada anaknya sampai anak

tersebut menikah, dapat berdiri sendiri, dan apabila terjadi perceraian orang tuanya tidak

mengakibatkan kewajiban terhadap anak terputus.

Hak-hak anak disamping ada dalam Undang-undang perkawinan, hak-hak anak di

atur juga dalam Undang-Undang Nomor 35/tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-

undang nomor. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak (selanjutnya disebut Undang-

Undang Perlindungan anak) meliputi :

1) Pasal 4: Setiap anak berhak untuk dapat hidup,tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi

secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta Mendapat perlindungan

dari kekerasan dan diskriminasi.

2) Pasal 5: Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status

kewarganegarannya. 3) Pasal 6: Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya

berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingakat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan

orang tua.

4) Pasal 7 ayat (1) : Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya dibesarkan dan

diasuh oleh orang tuanya sendiri.

5) Pasal 8 : Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai

dengan kebutuhan fisik mentalSpiritual dan social.

6) Pasal 9 ayat (1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka

pengembangan pribadinya dan sesuai tingkat kecerdasannya sesuai dengan bakat dan

minat, Selain hak anak sebagaimana pada pasal 1 khusus bagi anak.

20
7) Pasal 10 : Setiap anak berhak untuk didengar pendapatnya menerima, mencari, dan

memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasannya dan usianya demi

pengembangan dirinya sesuai dengan nilai nilai kesusilaan dan kepatutan.

8) Pasal 11 : Setiap anak berhak untuk didengar pendapatnya menerima, mencari, dan

memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasannya dan usianya demi

pengembangan dirinya sesuai dengan nilai nilai kesusilaan dan kepatutan.

9) Pasal 12 : Setiap anak berhak untuk didengar pendapatnya menerima, mencari, dan

memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasannya dan usianya demi

pengembangan dirinya sesuai dengan nilai nilai kesusilaan dan kepatutan.

10) Pasal 13 ayat (1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua wali atau pihak lain

manapun yang berTanggung jawab atas pengasuhan berhak mendapat perlindungan dari

Perlakuan Diskriminasi Beksploitasi baik ekonomi maupun Seksual Penelantaran

Kejaman kekerasan dan penganiayaan Ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya.

Anak yang dilahirkan dari perjanjian sewa Rahim meskipun lahir dari wanita yang

bersuami akan tetapi jika suaminya menyangkal dan bisa membuktikan di pengadilan kalo

anak tersebut bukan anak kandung suami maka statusnya menjadi anak luar kawin. Diatur

dalam Pasal 44 ayat (1) Undang undang perkawinan, yaitu “seorang suami dapat menyangkal

sahnya anak yang dilahirkan oleh istrinya bila mana ia dapat membuktikan bahwa istrinya

telah berzina dan anak itu akibat daripada perzinaan tersebut.”

Status anak luar kawin dari anak yang dilahikan dari perjanjian sewa Rahim juga akan

dialami oleh anak yang dilahirkan oleh wanita yang masih single baik sebagai gadis maupun

janda. Adapun menurut Pasal 43 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974: “Anak yang

21
dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan

keluarga ibunya.

Perlindungan hukum anak luar kawin secara preventif adalah pengaturan hak-hak anak

luar kawin, hak tersebut didapatkan hak sebagai anak hanya dari wanita yang melahirkan

yaitu hak atas pemeliharaan, pendidikan dan hak waris dari ibunya yang melahirkan,

disamping itu anak tersebut juga mendapatkan hak-hak sebagai anak sebagaimana yang

diatur dalam Undang-undang Perlindungan anak sebagaimana telah dijelaskan di atas.

Di atas telah disebutkan pelindungan hukum bagi anak yang dilahirkan dari perjanjian

sewa Rahim secara preventive, sedangkan perlindungan hukum secara represif juga diberikan

kepada anak tersebut yaitu melalui upaya-upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran

hak-hak anak tersebut melului sarana penyelesaian sengketa baik melali jalur litigasi maupun

non litigasi.

22
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

 Masyarakat masih memandang LGBT sebagai hal yang negatif, dan menyalahi aturan
adat istiadat dan agama, sehingga banyak yang menolak keberadaannya. Akibatnya
terjadi perlakukan diskrinitatif padakelompok LGBT tertentu, khsusnya transgender
yang paling mudah dikenali. Sikap masyarakat pekerja terhadap kelompok LGBT
terlihat lebih permisif, khususnya pada informan yang sering atau banyak melakukan
kontak dengan LGBT dalam lingkungan pekerjaan. LGBT kebanyakan harus berani
tampil dan percaya diri dalam konteks pekerjaan karena pekerjaan melihat orang yang
memiliki kemampuan bukan orientasi seksual mereka. LGBT belum mempunyai
kesempatan yang sama di sektor-sektor formal, dan menerima hak penuh tanpa
diskriminasi. LGBT berhak mendapatkan hak-hak lainnya sebagai warga negara yang
sah tanpa diskriminasi pada semua tahap proses seleksi penerimaan kerja, promosi
dan jenjang karier. LGBT dituntut untuk membaur dalam lingkungan masyarakat,
LGBT juga harus memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan mereka, ada
konsekuensikonsekuensi yang akan mereka dapatkan jika melanggar aturan dan
norma yang ada sebagaimana masyakat pada umumnya. Perkawinan sejenis bukan
jalan keluar yang disarankan bagi LGBT, pemerintah bisa saja megambil peran
namun perlu waktu panjang melakukan sosialisasi meyakinkan masyarakat karena
tantangannya akan sangat keras dari kelompok kelompok adat dan agama.

 Keabsahan perjanjian sewa rahim (surrogate mother) ditinjau dari Pasal 1320 KUH
Perdata adalah tidak sesuai dengan syarat sah yang ke 3 (tiga) yaitu adanya
objek tertentu dimana rahim bukanlah barang yang bisa dijadikan sebagai
obyek perjanjian dan bertentangan dengan syarat sah yang ke 4 (empat) yaitu
adanya sebab (causa) yang halal karena perjanjian sewa rahim bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan.

23
Untuk itu disarankan bagi pasangan suami isteri yang tidak bisa
mendapatkan keturunan untuk tidak melakukan teknik sewa rahim (surrogate
mother) dan bisa memilih jalan lain seperti pengangkatan anak (adopsi) dan
teknik bayi tabung yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 Berdasar pembahasan dalam artikel ini maka penulis menyimpulkan antara lain

1) pelaksanaan perjanjian sewa Rahim di Indonesia adalah suatu perjanjian bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum, maka

berakibat hukum perjanjian itu batal demi hukum (dianggap tidak pernah ada

perjanjian), karena melanggar sebab yang halal;

2) anak yang dilahirkan memiliki dua kemungkinan sebagai anak sah jika dilahirkan

oleh wanita yang bersuami dan tidak disangkal oleh suaminya atau sebagai anak luar

kawin jika yang mengandung adalah wanita lajang/ wanita bersuami tetapi anaknya di

sangkal oleh suaminya. Baik sebagai anak sah atau anak luar kawin , anak tetap

mendapatkan perlindungan hukum, yakni memiliki hak-hak sebagai anak

sebagaimana di atur dalam UU perkawinan dan undang-undang perlindungan anak

24
DAFTAR PUSTAKA AK

Aminah. (2020). Perlindungan Hukum terhadap anak yang lahir hasil perjanjian Sewa Rahim.
Jurnal Bagian Perdata.

Dadun, & Zola. (2015). Pandangan Pekerja Terhadap Lesbian,Gay, Biseksual dan
Transgender (LGBT). laporan penelitian.

Eni, & Cifebrina. (2019). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Komunitas


LGBT di Kalangan Kaum Generasi Muda di indonesia. Prosiding SEMINAR
NASIONAL MAHASISWA.

sulistio, m. (2020). STATUS HUKUM ANAK YANG LAHIR DARI SURROGATE


MOTHER. Vol.8 No.2 Edisi Mei 2020.

Zetria, Anto, & Asmaiyani. (2021). KEABSAHAN PERJANJIAN SEWA


RAHIM(SURROGATE MOTHER)DITINJAU DARI PASAL 1320 KUH
PERDATA. Jurnal TEKESNOS Vol.3 No.2.

25

Anda mungkin juga menyukai