“HOMESEX/GAY”
OLEH :
221320004
AGRIBISNIS A
FAKULTAS PERTANIAN
MEDAN
T.A 2021/2022
i
KATA PENGANTAR
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1 M.IRHAM ZAINURI,”Analisis perilaku homoseks pada mahasiswa STKIP KOTA BIMA” JURNAL
IZAM (PPs Universitas Negeri Makassar)
2 Prabowo Adhyatman DKK,”Kecemasan Sosial Kaum Homoseksual Gay dan Lesbian,jurnal ilmiah
psikologi Terapan,Vol.02,No,2014
1
1.2.RUMUSAN MASALAH.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Homoseks/Gay.
Homoseksual merupakan suatu rasa ketertarikan seksual terhadap sesama
jenis(Feldmen, 1999). Homoseksualitas tidak hanya kontak seksual antara satu
dengan orang lain dari jenis kelamin yang sama tetapi juga menyangkut individu
yang juga memiliki kecenderungan psikologis, emosional, dan sosial terhadap
seseorang yang memiliki jenis kelamin yang sama (Kendall & Hammer, 1998,
dalam Nugroho, Siswati, & Sakti 2012 ). Homoseksualitas juga bisa diartikan
sebagai orientasi atau juga pilihan seks yang diarahkan pada ketertarikan dari
jenis kelamin yang sama (Oetomo, dalam Ilham, 2012), Sehingga bias dikatakan
bahwa seorang homoseksual adalah orang yang memiliki orientasi seksual kepada
orang lain dari jenis kelamin yang diarahkan pada ketertarikan dari jenis kelamin
yang sama (Oetomo,dalam Ilham,2012).Sehingga dapat disimpulkan bahwa
seorang homoseksual adalah orangyang mempunyai orientasi seksual kepada
orang lain dari jenis kelamin yang sama.
Secara sederhana, homoseksualitas itu sendiri bisa diartikan sebagai suatu
kecenderungan yang kuat akan daya tarik eritis seseorang justru terhadap jenis
kelamin yang sama. Istilah dari homoseksual lebih lazim digunakan bagi pria
yang menderita penyimpangan ini, sedangkan untuk wanita, keadaan yang sama
seperti ini disebut dengan"lesbian" (Sadarjoen, 2005)
Homoseksual juga terdiri dari dua golongan, yaitu lesbian dan gay.
Lesbian merupakan yang memuaskan birahinya dengan sesama jenisnya; wanita
homoseksual (Rahman, 2013). Sedangkan gay merupakan pria yang mencintai
pria baik secara fisiknya, seksual, emosional, atau pun secara spiritual. Mereka
juga rata-rata agak memperhatikan penampilan, dan sangat memperhatikan apa-
apa saja yang terjadi pada pasangannya (Ilham, 2012). Dapat disimpulkan bahwa
seorang perempuan yang memiliki ketertarikan terhadap perempuan disebut
lesbian, sedangkan seorang laki-laki yang tertarik dengan laki-laki disebut gay.
Penyebab homoseksua itu sendiri ada beberapa hal (Feldmen, 1999).
Beberapa dari pendekatan biologi menyatakan bahwa faktor genetik atau hormon
mempengaruhi perkembangan homoseksualitas. Psikoanalis lain menyatakan
bahwa kondisi atau pengaruh ibu yang dominan dan terlalu melindungi sedangkan
ayah cenderung pasif (Bieber dalam Feldmen, 1999). Penyehab lain dari
homoseksualitas seseorang yaitu karena faktor belajar (Master & Johnston, dalam
Feldmen, 1999). Orientasi seksual seseorang dipelajari sebagai akibat adanya
reward dan punishment yang diterima. 3
3Prabowo Adhyatman DKK,”Kecemasan Sosial Kaum Homoseksual Gay dan Lesbian,jurnal ilmiah
psikologi Terapan,Vol.02,No,2014
3
2.2.Faktor-Faktor Penyebab Homoseks/Gay.
Ada beberapa hal penyebab yang beberapa pendekatan biologi
menyatakan bahwa faktor genetik atau hormone yag dapat mempengaruhi
perkembangan homoseksualitas. Psikoanalis lain menyatakan bahwa kondisi atau
pengaruh ibu juga yang dominan dan terlalu melindungi sedangkan ayah
cenderung pasif. Penyebab lain dari homoseksualitas .seseorang yaitudisebabkan
faktor belajar. 4Orientasi seksual seseorang dipelajari sebagai akibat adanya
reward dan punishment yang diterima.Beberapa peneliti yakin bahwa
homoseksualitas adalah akibat dari pengalaman masa kanak-kanak, khususnya
interaksi antara anak danorangtua. Fakta yang ditemukan menunjukkan bahwa
homoseksual diakibatkan oleh pengaruh ibu yang dominan dan ayah yang pasif 5
Berdasarkan kajian ilmiah, beberapa faktor penyebab orang menjadi
homoseksual, secara lebih jelas dapat dilihat dibawah ini.
a.Susunan Kromosom
Perbedaan heterosekual dan homosekual dapat dilihat dari susunan
kromosomnya yang berbeda. Seorang wanita akan mendapatkan satu kromoson x
dari ibu dan satu kromoson x dari ayah. Sedangkangkan seorang pria
mendapatkan satu kromoson x dari ibu dan satu kromoson y dari ayah. Kromoson
y adalah penentu seks pria. Jika terdapat kromoson y sebanyak apapun kromosom
x, dia tetap berkelamin pria. Seperti yang terjadi pada pria penderita sindrom
klinefelter yang memiliki tiga kromosom seks yaitu xxy. Dan hal ini dapat terjadi
pada 1 di antar 700 kelahiran bayi. Misalkan seorang pria yang mempunyai
kromoson xxy, orang tersebut berjenis kelamin pria, namun pada pria tersebut
akan mengalami kelainan pada alat kelaminya.
b. Ketidakseimbangan Hormon
Seorang pria yang mempunyai hormon testosteron, tetapi juga mempunyai
hormon yang dipunyainya wanita yaitu estrogen dan juga progesteron. Namun
kadar hormon wanita ini sangat sedikit. Namun apabila pria memiliki kadar
hormon estrogen dan progesteron yang cukup tinggi pada tubuhnya, maka hal
inilah yang menyebabkan perkembangan seksual pria mendekati karakteristik
wanita
c. Struktur Otak
Struktur otak pada straight female dan straight male serta gay female dan
gay male memiliki perbedaan. Otak bagian kiri dan kanan dari straight males
sangat jelas terpisah dengan membran yang cukup tebal dan tegas. Straight
femlaes, otak bagian kiri dan kanan tidak begitu jelas dan tegas. Dan pada gay
males sturktur otaknya sama dengan straight females, serta pada gay females
struktur otaknya sama dengan straight males, dan gay famales ini bisa disebut
lesbian
4
d. Kelainan Susunan Saraf
Berdasarkan penelitian yang terakhir, ditemukan bahwa kelainan susunan
dari sistem saraf otak juga dapat mempengaruhi prilaku seks homosekual maupun
heterosekual.Kelainan saraf otak ini disebabkan oleh radang atau patah tulang
dasar tengkorak.
e. Faktor Lain
Faktor lain yang menyebabkan seseorang menjadi seorang homoseksual
adalah selain faktor biologis (kelainan otak dan saraf), ada juga faktor
psikodinamika yaitu adanya gangguan perkembangan seksual sejak kecil atau
masa kanak kanak. Kemudian faktor sosiokultural yaitu adanya adat istiadat yang
memberlakukan hubungan homoseksual dengan alasan yang tidak benar, dan
terakhir adanya faktor lingkungan, dimana memungkinkan dan mendorong
hubungan para lelaki homoseksual menjadi erat6
Homosekual juga dapat timbul karena pola pergaulan yang cukup bebas
dalam keluarga antara laki-laki dan juga perempuan dalam kamar maupun dalam
berbusana, juga perlakuan orang tua yang salah terhadap anak, misalnya ayah
yang menginginkan anak laki-laki namun memperlakukan anak perempuan
seperti anak laki-laki.selain faktor keluarga, media yang hanya berorientasi pada
laba dan mengabaikan norma agama dan moral, cenderung menjadi salah satu
bidang kegenitan kaum pria, mulai dari bumbu-bumbu lawakan yang
menonjolkan sisi bandi sampai penayangan kontes miss waria seraya
menyelipkan pesan bahwa homseksual sebagai fakta yang hatus diterima sebagai
bagian dari penghargaan terhadap HAM.
Lebih sederhana Faktor-faktor penyebab Seseorang menjadi
Homoseksual, antara lain :
a. Faktor herediter berupa ketidakseimbangan hormon-
hormonseks. Faktor ini biasa juga disebut dengan teori “gay gene”.
Magnus Hischeld adalah ilmuwan pertama yang memperkenalkan teori ini
di tahun 1899. Dia menegaskan bahwa homoseksual adalah bawaan
sehingga dia menyerukan persamaan hukum untuk semua kaum
homoseksual. Namun teori ini kian runtuh ketika di tahun 1999
Prof.George Rice dari Universitas Western Ontario Kanada yang
mengatakan tak ada kaitan gen X yang dikatakan mendasarihomoseksual,
meski demikian hasil keseluruhan dari berbagai penelitian tampaknya
menunjukkan kalaupun ada kaitan genetik, hal itu sangat lemah sehingga
menjadi tidak penting
b. Pengaruh lingkungan yang tidak baik/tidak menguntungkan bagi
perkembangan kematangan seksual yang normal.
5
c. Seseorang selalu mencari kepuasan relasi homoseks, karena ia
pernah menghayati pengalaman homoseksual yang menggairahkan pada
masa remaja.
d. Seorang anak laki-laki pernah mengalami pengalaman traumatis
dengan ibunya, sehingga timbul kebencian/antipati terhadap ibunya dan
semua wanita. Lalu muncul dorongan homoseksual yang jadi menetap.
Konsep diri dapat berbentuk konsep diri yang positif maupun yang
negatif, tergantung dari diri individu sendiri yang terbentuk melalui proses belajar
sejak masa pertumbuhan dari kecil sampai dewasa (Gunarsa & Yulia, 2004).
Orientasi seksual adalah hal yang berkaitan dengan perasaan dan konsep diri. Bagi
kebanyakan orang, orientasi seksual terjadi pada masa remaja (Sadock, 2007). 8
6
lesbian. Sedangkan biseksual adalah orang yang menyukai lawan jenis dan
sesama jenis sekaligus (Sadarjoen, 2005).
7
perkembangan gejala dan cara pemecahannya. Terapi keluarga dapat dilakukan
sesama anggota keluarga dan tidak memerlukan orang lain, terapis keluarga
mengusahakan supaya keadaan dapat menyesuaikan, terutama pada saat antara
yang satu dengan yang lain berbeda (Almasitoh, 2012).
10
Dokter Umum,peserta PPDS I ILMU Kedokteran jiwa Departemen/SMF Ilmu kedokteran jiwa Fk
Universitas Airlangga/RSU Dr.Soetomo Surabaya
8
d) Behavioral, tujuannya adalah merubah konsekuensi perilaku antar
pribadi yang mengarah pada penghilangan perilaku maladaptif /
problemnya (Grant, 2009).
e) Struktural Tujuan dari model pendekatan struktural adalah
perubahan pada konteks hubungan dalam rangka rekonstruksi
organisasi keluarga dan merubah pola disfungsi transaksional.
(Grant, 2009).
f) Komunikasi Tujuan pendekatan komunikasi adalah mengubah
perilaku disfungsional dan rangkaian perilaku yang tidak
diinginkan antara anggota keluarga serta memperbanyak sekuensi
perilaku diantara anggota keluarga untuk mengurangi timbulnya
masalah-masalah dan simptom-simptom. (Grant, 2009).
2.3.4. Tujuan Family Therapy
Tujuan pertama adalah menemukan bahwa masalah yang ada berhubungan
dengan keluarganya, kemudian dengan jalan apa dan bagaimana anggota
keluarga tersebut ikut berpartisipasi. Ini dibutuhkan untuk menemukan siapa
yang sebenarnya terlibat, karenanya perlu bergabung dalam sesi keluarga dalam
terapi ini, juga memungkinkan apabila diikutsertakan tetangga, nenek serta
kakek, atau keluarga dekat yang berpengaruh (Satir, 1983).
2.3.5. Proses Family Therapy
Dalam implementasinya, terapi keluarga dapat dilakukan dengan berbagai
pendekatan, model-model pendekatan baru yangdikembangkan dalam konseling
keluarga yaitu: network therapy, multiple-impact therapy, multiple- family and
multiple –couple group therapy(Stratton & peter,2011 )
11
9
menjadi hegemoni yang menyebabkan munculnya sikap diskriminatif dan
stigmatif pada kaum homoseksual yang dialienasi oleh masyarakat. 12
Teks Alkitab yang selalu menjadi bahan perdebatan dan landasan tindakan
diskriminasi terhadap kaum homoseksual adalah Kejadian 19:1-26, kisah tentang
kota Sodom dan Gomora yang dibumihanguskan oleh Sang Pencipta. Berbagai
pendapat muncul ketika membahas mengenai latar belakang musnahnya dua kota
ini. Pandangan yang paling banyak dianut adalah bahwa penduduk Sodom dan
Gomora memiliki orientasi homoseksual. Itulah sebabnya istilah sodomi yang
merupakan perilaku seksual dengan sesama jenis kelamin (antara laki-laki dengan
laki-laki) atau dengan binatang, merujuk pada nama Sodom, tempat di mana dosa
itu pertama kali dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi latar
belakang musnahnya Sodom dan Gomora serta mengusulkan interpretasi baru
terhadap Kejadian 19:1-26.
10
SODOM DAN GOMORA: SITUASI PASCA-PERANG
13 Cheng,Patrick 2011.Radical Love :An Introduction to queer Theology,New York ; Seabury Books
11
yang digunakan untuk menjelaskan kata “pakai” adalah yāda`, artinya
‘mengetahui, mengenal, memahami, dan bersetubuh’. Dalam istilah Ibrani, kata
yāda` sering digunakan dalam hubungan suami-istri, sebab memiliki arti
mengenal sedalam-dalamnya yang merujuk pada hubungan seksual. Terjemahan
versi NIV justru menggunakan istilah have sexyang lebih mendekati maksud
aslinya. Melalui makna kata yāda` inilah, dosa penduduk Sodom secara turun-
temurun dipahami sebagai dosa homoseksualitas.
14
Delamater,john and Hyde,Janet,1998.Essesntilism vs Social Construcction in the study of
Human Sexuality”,The journal of sex Research,Vol.35,No.1
12
homoseksualitas baru terjadi pada abad pertama Masehi. Beberapa literatur yang
berasal dari abad pertama dan kedua sebelum Masehi, menyatakan bahwa dosa
kota Sodom adalah sikap yang arogan dan ketidakramahan dari penduduknya.
Fakta bahwa tidak ada tulisan Yahudi sebelum abad pertama yang
menghubungkan Sodom dengan dosa homoseksual mengejutkan beberapa
penafsir. Oleh karena itu, para ahli biblika modern setuju bahwa dosa Sodom dan
Gomora adalah sikap arogan, kekerasan, ketidakramahan terhadap orang asing
dan tamu, penyembahan berhala, serta ketidakpedulian terhadap orang miskin
(Sphero, 2011: 48).
15 Cheng,Patrick 2011.Radical Love :An Introduction to queer Theology,New York ; Seabury Books
13
tindakan mengenal yang hendak dilakukan oleh penduduk Sodom sama sekali
tidak mengarah pada homoseksualitas.
1. Definisi.
Perkawinan sejenis bukanlah kata yang cukup populer dalam kosakata
Indonesia dan Arab. Meskipun tidak cukup populer, secara istilah sudah dipahami
dengan baik dengan istilah perkawinan sejenis dalam bahasa Indonesia ataupun
istilah zawāj al-mithlī / zawāj al-mithlayain dalam bahasa Arab.Namun,
perkawinan sejenis sampai saat ini masih terbatas pada pembendaharaan kata
bahasa Inggris dengan sebutan same-sex marriage, sebagaimana yang ada dalam
Cambridge-Dictionary yang memaknai kata ini dengan “perkawinan antara dua
orang dari jenis kelamin yang sama”.Secara istilah, perkawinan sejenis
merupakan sebuah keabsahan status perkawinan yang diberikan kepada pasangan
dengan jenis kelamin yang sama, sebagai pasangan homoseksual. 24 Perkawinan
sejenis yang dilakukan oleh pasangan homoseksual ini merupakan tuntutan untuk
dapat menguatkan hubungan dalam berpasangan seperti halnya yang dilakukan
oleh pasangan heteroseksual. 16
2. Konsep.
Perkawinan di dunia “barat” memiliki orientasi perkawinan yang
berbeda dengan apa yang ada di dunia “timur”. Institusi perkawinan di
“barat” pada awalnya memiliki orientasi yang sama dengan dunia “timur”,
dengan tetap mementingkan sui generis status moral yang menafikan
perkawinan sesama jenis,26 yaitu, melindungi keberlangsungan ras
manusia yang terdiri dari kebutuhan seksual, hidup bersama, dan
melanjutkan keturunan. 27 Orientasi perkawinan mulai bergeser sejak
intensitas gerakan feminis pada tahun 1960 –1970, 28 di mana
kompleksitas kebutuhan fundamental perkawinan tidak lagi tentang
seksual, hidup bersama, dan melanjutkan keturunan, tetapi berubah
menjadi lebih fleksibel, berkaitan tentang seksual atau hidup bersama dan
atau melanjutkan keturunan.29 Sehingga, institusi perkawinan di beberapa
16Nancy D. Polikoff, Beyond (Straight and Gay) Marriage: Valuing All Families under the
Law(Boston: Beacon Press, 2008), 11.
14
dunia “barat” tidak lagi diprivatisasi oleh kaum heteroseksual, tetapi juga
diupayakan untuk melindungi setiap orientasi perkawinan fleksibel
tersebut secara normatif konstitusional.Lesbian, Gay, Biseksual, dan
Transgender sering dijadikan sorotan utama sebagai pelaku dari praktek
perkawinan sejenis. LGBT merupakan akronim yang populer.
17
17Marriage between two people of the same sex “Same-sex marriage meaning in the Cambridge
English Dictionary,” diakses 12 November 2016, http://dictionary.cambridge.org/dictionary
/english/same-sex-marriage.
15
Pasca meredupnya eksistensi kaum homoseksual karena kasus
wabah AIDS, kaum homoseksual mendapatkan rekognisi
beberapa negara dalam bentuk Civil Partnership.Rekognisi
tersebut menjadi achievement terbesar sebagai langkah awal dari
legalitas perkawinan sejenis. Rekognisi pertama diperoleh dari
negara Denmark pada tahun 1989, diikuti oleh Norwegia pada
tahun 1993, Swedia dan Hongaria pada tahun 1995, serta
Belanda pada tahun 1998, yang kemudian melegalkan
perkawinan sejenis pada tahun 2001.
b) Legalitas dan Perkembangan Perkawinan Sejenis.
Legalitas ataupun keabsahan perkawinan sejenis yang
dilakukan oleh Belanda merupakan bentuk tindakan maupun
keputusan yang dianggap sah secara sistem hukum. Substansi
yang ada dalam keabsahan tersebut tidak lain tercipta dari
keputusan pemerintah setempat berdasarkan persepsi perkawinan
sejenis yang ada di masyarakat. Dimulai dari rekognisi
partnership yang terjadi sejak 1998, banyak pasangan sejenis
yang kemudian mendaftarkan partnership mereka ke pemerintah.
Semakin banyaknya pasangan sejenis yang telah dilegalkan
secara partnership di masyarakat sedikit demi sedikit mengubah
perspektif masyarakat Belanda yang sebelumnya eksklusif
menjadi lebih toleran. Legalitas perkawinan sejenis di Belanda
ini pun terjadi berdasarkan hasil berbagai survei yang
menunjukkan peningkatan perspektif masyarakat, bahwa
hubungan sejenis juga berhak untuk mendapatkan hak
perkawinan.18
Berbeda dengan partnership, perkawinan merupakan
sebuah paket rumit yang terdiri dari berbagai hak dan tanggung
jawab hukum yang disepakati oleh setiap pasangan secara
sukarela. Bahkan beberapa menganggap pernikahan jauh
melebihi status normatif hukum, perkawinan dipahami juga oleh
masyarakat sebagai institusi, komitmen privat dan sakramen
agama di mana mempengaruhi kehidupan sosial di mana para
pasangan berada. Legalitas pertama yang ditetapkan oleh
Belanda terdapat dalam Staatsblad 2001, nr. 9 tentang
Amandemen Kode Sipil Belanda Buku 1 yang Berhubungan
dengan Pembukaan Perkawinan untuk Sesama Jenis Kelamin.
Legalitas perkawinan sejenis tertera jelas dalam amandemen
artikel 30 yang menyatakan:
18Lubbers, Jaspers, dan Ultee, “Primary and Secondary Socialization Impacts on Support for
Same-Sex Marriage After Legalization in the Netherlands,” 1714–15.
16
1. Een huwelijk kan worden aangegaan door twee personen
ban verschillend of van gelijk geslacht.
2. De wet beschouwt het huwelijk alleen in zijn burgerlijke
betrekkingen.
1. Sebuah perkawinan dapat dilakukan oleh dua orang dari
jenis kelamin berbeda atau dari jenis kelamin yang sama.
19
19 Marcel Lubbers, Eva Jaspers, dan Wout Ultee, “Primary and Secondary Socialization Impacts
on Support for Same-Sex Marriage After Legalization in the Netherlands,” Journal of Family
Issues 30, no. 12 (1 Desember 2009): 1714–15
17
2.6.HUBUNGAN PERKAWIN SEJENIS DENGAN ISI ALKITAB.
Secara tradisional, Roma 1:26-27 dipandang dan diterima sebagai teks
yang melarang, bahkan, mengecam praktek homoseksual. Saat ini, pandangan
tersebut mendapatkan tantangan yang cukup kuat dari para penafsir modern
(dalam artikel ini, para penafsir modern ini akan disebut kaum revisionis),28
terutama paska terbitnya buku yang berjudul Christianity, Social Tolerance, and
Homosexuality oleh John Boswell pada tahun 1980. Dalam bukunya tersebut,
Boswell berargumen bahwa gereja dan orang Kristen tidak selalu bersikap buruk
terhadap praktek homoseksual, khususnya sebelum abad pertengahan. Ia yakin
bahwa sikap negatif terhadap kaum homoseksual muncul (atau dimulai) pada abad
pertengahan dan hal tersebut disebabkan oleh intoleransi masyarakat Kristen pada
abad pertengahan terhadap kaum minoritas, termasuk homoseksual.20
Salah satu dasar yang ia gunakan untuk menopang argumennya adalah
bahwa teks-teks Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, yang
berbicara tentang praktek homoseksual,sebenarnya tidak mengecam dan melarang
praktek homoseksual modern (orientasi homoseksual).Lebih lanjut, ia
berpendapat bahwa penggunaan teks-teks tersebut untuk melarang dan mengecam
praktek homoseksual modern adalah bukti kegagalan dalam memahami konteks
dan teks ketika menafsirkan teks-teks tersebut. Berkenaan dengan Roma 1:26-27,
ia berpendapat bahwa tindakan yang dikecam dalam teks tersebut tidak merujuk
pada orang-orang dengan orientasi homoseksual, tetapi “homosexual acts
committed by apparently heterosexual persons”. Dengan alasan itulah, ia
menyimpulkan bahwa Roma 1:26-27 tidak mengecam tindakan homoseksual yang
dilakukan oleh orang yang pada dasarnya (naturnya) adalah homoseks.21
Pembacaan Boswell terhadap teks-teks Alkitab yang berbicara tentang
praktek homoseksual, khususnya Roma 1:26-27, mendapat cukup banyak
perhatian dan respon – baik respon negatif maupun positif. Salah satu respon
negatif disampaikan oleh Richard Hays melalui artikelnya yang berjudul
“Relations Natural and Unnatural: A Response to John Boswell‘s Exegesis of
Romans I “.Dalam artikelnya, Hays memberikan kritikan tajam terhadap
penafsiran Boswell atas Roma 1:26-27.36 Selain memberikan kritikan, artikel
tersebut merupakan ungkapan keprihatinan Hays terhadap pengaruh tafsiran
Boswell bagi kehidupan bergereja atau berjemaat,sebagaimana ia ungkapkan
dalam pendahuluan artikelnya.Selain respon negatif, karya Boswell disambut baik
dan berhasil merangsang kaum revisionis untuk memikirkan kembali tempat
homoseksualitas di dalam kekristenan dengan menafsirkan kembali teks-teks yang
berbicara tentang praktek homoseksual di dalam Alkitab.
Homosexuality in the Church: Both Sides of the Debate, ed. Jeffrey S. Siker,
(Louisville: Westminster John Knox, 1979).
18
Beberapa karya yang terinspirasi dan senada dengan semangat Boswell
dihasilkan oleh Robin Scroggs38, William Countryman39, Daniel Helminiak40,
Jeramy Townsley41, David Fredrickson42, Victor P. Furnish43 dan masih banyak
yang lainnya. Dengan pendekatan dan lensanya masing-masing, kaum revisionis
berusaha menjelaskan bahwa Alkitab tidak melarang, apalagi mengecam, praktek
homoseksual sebagaimana homoseksual dimengerti pada era modern ini.Dengan
begitu banyaknya karya yang dihasilkan oleh kaum revisionis, khususnya paska
Boswell, artikel ini berusaha menunjukkan bahwa pembacaan yang dilakukan
oleh kaum revisionis terhadap teks-teks Alkitab yang berhubungan dengan
praktek homoseksual lebih didorong oleh presuposisi yang penulis sebut sebagai
presuposisi homoseksual. Alasan untuk ini akan penulis jelaskan pada bagian
berikutnya. Penulis perlu menekankan bahwa artikel ini tidak menawarkan dan
berargumen bagi sebuah hermeutik tanpa presuposisi (presuppositionless
hermeneutic). Dalam artikel ini penulis berusaha menunjukkan bahwa dalam
kasus pembacaan ulang kaum revisionis terhadap teks-teks yang berhubungan
dengan praktek homoseksual, dalam hal ini Roma 1:26-27, presuposisi
homoseksual telah bertindak sebagai “hakim” dalam “persidangan” kasus ini yang
mana presuposisi seharusnya bertindak sebagai “jaksa penuntut”yang pada
akhirnya harus tunduk pada data dan konteks literal teks tersebut.22
22Penulis mengikuti Karl A. Kuhn dalam artikelnya, ―Natural and Unnatural Relations
between Text and Context: A Canonical Reading of Roma‘s 1:26-27,‖ in Current in
Theology and Mission 33:4 (2006)
19
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Homoseksualitas juga bisa diartikan sebagai orientasi atau juga pilihan
seks yang diarahkan pada ketertarikan dari jenis kelamin yang sama Sehingga bias
dikatakan bahwa seorang homoseksual adalah orang yang memiliki orientasi
seksual kepada orang lain dari jenis kelamin yang diarahkan pada ketertarikan
dari jenis kelamin yang sama Sehingga dapat disimpulkan bahwa seorang
homoseksual adalah orang yang mempunyai orientasi seksual kepada orang lain
dari jenis kelamin yang sama.
20
Daftar Pustaka
21