Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

“HOMESEX/GAY”

Dosen Pengampu : Pdt.Bernard Sitorus,S.Th,M.Th.

OLEH :

MELY SARI BR SIHOMBING

221320004

AGRIBISNIS A

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA

MEDAN

T.A 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang,puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan,yang telah melimpahkan
Rahmat,Hidayatnya,sehingga saya dapat menyelesaikan laporan mata kuliah
agama ini,dengan judul HOMOSEX DAN GAY.

Saya sebagai penulis laporan agama ini semaksimal mungkin sudah


menyelesaikan laporan agama ini dengan baik.Untuk itu tidak lupa saya
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya
menyelesaikan laporan ini,diantara nya adalah:

1) Kepada Bapak Pdt.Bernard sitorus,S.Th.M.Th yang telah memberikan


beberapa asupan materi serta arahan dan bimbingan selama proses kuliah
ini berlangsung.
2) .Kepada teman teman dan orang disekitar saya yang turut membantu
dalam memberikan pemikiran mengenai judul laporan ini.

Namun tidak lepas dari semua itu,saya menyadari sepenuhnya bahwa


masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek
lainnya.Oleh karena itu,dengan lapang dada saya membuka selebar-lebarnya
pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran dan kritik demi memperbaiki
laporan ini.

Akhir kata penulis menyadari bahwa laporan ini belum sempurna


sehingga kritik dan saran dari pembaca yang positif dan dapat membangun,sangat
penulis perlukan guna menyempurnakan laporan ini.Semoga laporan ini dapat
digunakan sebagaimana mestinya.

Medan, Januari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................. i

Daftar Isi ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.Latar belakang ................................................................................... 1


2.Rumusan masalah ............................................................................. 2
3.Tujuan Pembahasan .......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3

1. Pengertian homoseks/gay .................................................................. 3


2. Faktor-Faktor penyebab Homoseks/gay ........................................... 4
3. Cara Mengobati Homoseks/gay ........................................................ 6
4. hubungan Homoseks/Gay dengan peristiwa
Sodom dan Gumora ........................................................................ 9
5. negara yang Mengizinkan perkawaninan Sejenis ............................ 14
6. hubungan peristiwa Homoseks/Gay
dengan isi Alkitab. .......................................................................... 18

BAB III PENUTUP ...................................................................................... 20


1. Kesimpulan ................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Homoseksual atau orang penyuka sesama jenis sudah tidak asing lagi di
masyarakat modern ini dan bahkan fenomena ini sekarang sudahlah tampak
nyata atau dengan kasat mata bermunculan di tempat tempat umum . Hal ini
Sangatlah berbeda dengan beberapa tahun silam dimana para penyuka sesama
jenis hanya berani tampil dibeberapa tempat tertentu yang diperuntukkan khusus
bagi kalangan mereka . Namun kehadiran kaum Homoseksual hingga saat ini
masih menjadi kontroversi . Sebagian dari mereka menganggap Homoseksual
sebagai kelainan dan ada juga yang menganggap sebagai trend dan gaya hidup (
Hastaning , 2008 ) .
Dampak yang timbul karena adanya perilaku homoseks dan sejenisnya
sangat berbahaya untuk keperibadian individu baik penyaitu secara fisik maupun
social.itu lah mengapa perilaku ini sangat sulit diterima dikehidupan
social.Akibatnya muncullah gelaja penyakit baru yang dinamakan
AIDS.Penyakit ini pertama kali ditemukan ditengah dikalangan gay kota-kota
besar di Negara Amerika Serikat.Dan ternyata diketahuilah bahwa HIV
merupakan virus Penyebab AIDS.
1
Hakikat manusia merupakan sebagai makhluk sosial, di mana manusia itu
akan membentuk sebuah struktur atau sistem masyarakat, yang di dalamnya
akanmenciptakan standar nilai ataupun norma yang akan menjadi pedoman hidup
bagi warga masyarakatnya. Norma sosial yang ada di dalam masyarakat itu
tersebut berfungsi untuk menghindari pertentangan ataupun konflik antar
individu. Norma sosial berkaitan juga dengan perilaku apa yang dapat diterima
oleh masyarakat dan perilaku apa yang kurang pantas untuk dilakukan yang
membuat dia mendapatkan sanksi sosial.
Sejalan dengan perkembangan jaman dan juga pengaruh dari kebudayaan
barat yang masuk ke Indonesia, yang mengakibatkan beberapa penyimpangan
dan yang juga menimbulkan pelanggaran norma sosial. Salah satu contoh
bentuknya adalah peri itulaku homoseksual. Homoseksualitas di Indonesia,
masih merupakan hal yang bias dikatakan tabu dan sangat sulit diterima oleh
masyarakat. Budaya timur yang melekat di masyarakat membuat hal ini menjadi
sebuah masalah yang besar. Berbeda dengan di negara barat, khususnya negara
Belanda, masyarakatnya telah menerima keberadaan kaum homoseksual dan
menghalalkan pernikahan sesama jenis.
2

1 M.IRHAM ZAINURI,”Analisis perilaku homoseks pada mahasiswa STKIP KOTA BIMA” JURNAL
IZAM (PPs Universitas Negeri Makassar)
2 Prabowo Adhyatman DKK,”Kecemasan Sosial Kaum Homoseksual Gay dan Lesbian,jurnal ilmiah

psikologi Terapan,Vol.02,No,2014

1
1.2.RUMUSAN MASALAH.

Adapun rumusan masalah pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut

a) Mengetahui apa itu Homoseks/Gay


b) Apa itu factor-faktor penyebab seseorang menjadi Homoseks/Gay
c) Bagaimana cara mengobati Homoseks/Gay
d) Bagaimana hubungan Homoseks/Gay dengan peristiwa Sodom dan
Gumora
e) Negara yang Mengizinkan perkawaninan Gay
f) Bagaimana hubungan peristiwa Homoseks/Gay dengan isi Alkitab.

1.1. TUJUAN MAKALAH


Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut
a) Menjelaskan apa itu Homoseks/Gay
b) Menjelaskan factor-faktor penyebab seseorang menjadi Homoseks/Gay
c) Menjelas bagaimana cara mengobati Homoseks/Gay
d) Menjelaskan bagaimana hubungan Homoseks/Gay dengan peristiwa
Sodom dan Gumora
e) Menjelaskan negara yang Mengizinkan perkawaninan Gay
f) Menjelaskan bagaimana hubungan peristiwa Homoseks/Gay dengan isi
Alkitab.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Homoseks/Gay.
Homoseksual merupakan suatu rasa ketertarikan seksual terhadap sesama
jenis(Feldmen, 1999). Homoseksualitas tidak hanya kontak seksual antara satu
dengan orang lain dari jenis kelamin yang sama tetapi juga menyangkut individu
yang juga memiliki kecenderungan psikologis, emosional, dan sosial terhadap
seseorang yang memiliki jenis kelamin yang sama (Kendall & Hammer, 1998,
dalam Nugroho, Siswati, & Sakti 2012 ). Homoseksualitas juga bisa diartikan
sebagai orientasi atau juga pilihan seks yang diarahkan pada ketertarikan dari
jenis kelamin yang sama (Oetomo, dalam Ilham, 2012), Sehingga bias dikatakan
bahwa seorang homoseksual adalah orang yang memiliki orientasi seksual kepada
orang lain dari jenis kelamin yang diarahkan pada ketertarikan dari jenis kelamin
yang sama (Oetomo,dalam Ilham,2012).Sehingga dapat disimpulkan bahwa
seorang homoseksual adalah orangyang mempunyai orientasi seksual kepada
orang lain dari jenis kelamin yang sama.
Secara sederhana, homoseksualitas itu sendiri bisa diartikan sebagai suatu
kecenderungan yang kuat akan daya tarik eritis seseorang justru terhadap jenis
kelamin yang sama. Istilah dari homoseksual lebih lazim digunakan bagi pria
yang menderita penyimpangan ini, sedangkan untuk wanita, keadaan yang sama
seperti ini disebut dengan"lesbian" (Sadarjoen, 2005)
Homoseksual juga terdiri dari dua golongan, yaitu lesbian dan gay.
Lesbian merupakan yang memuaskan birahinya dengan sesama jenisnya; wanita
homoseksual (Rahman, 2013). Sedangkan gay merupakan pria yang mencintai
pria baik secara fisiknya, seksual, emosional, atau pun secara spiritual. Mereka
juga rata-rata agak memperhatikan penampilan, dan sangat memperhatikan apa-
apa saja yang terjadi pada pasangannya (Ilham, 2012). Dapat disimpulkan bahwa
seorang perempuan yang memiliki ketertarikan terhadap perempuan disebut
lesbian, sedangkan seorang laki-laki yang tertarik dengan laki-laki disebut gay.
Penyebab homoseksua itu sendiri ada beberapa hal (Feldmen, 1999).
Beberapa dari pendekatan biologi menyatakan bahwa faktor genetik atau hormon
mempengaruhi perkembangan homoseksualitas. Psikoanalis lain menyatakan
bahwa kondisi atau pengaruh ibu yang dominan dan terlalu melindungi sedangkan
ayah cenderung pasif (Bieber dalam Feldmen, 1999). Penyehab lain dari
homoseksualitas seseorang yaitu karena faktor belajar (Master & Johnston, dalam
Feldmen, 1999). Orientasi seksual seseorang dipelajari sebagai akibat adanya
reward dan punishment yang diterima. 3

3Prabowo Adhyatman DKK,”Kecemasan Sosial Kaum Homoseksual Gay dan Lesbian,jurnal ilmiah
psikologi Terapan,Vol.02,No,2014

3
2.2.Faktor-Faktor Penyebab Homoseks/Gay.
Ada beberapa hal penyebab yang beberapa pendekatan biologi
menyatakan bahwa faktor genetik atau hormone yag dapat mempengaruhi
perkembangan homoseksualitas. Psikoanalis lain menyatakan bahwa kondisi atau
pengaruh ibu juga yang dominan dan terlalu melindungi sedangkan ayah
cenderung pasif. Penyebab lain dari homoseksualitas .seseorang yaitudisebabkan
faktor belajar. 4Orientasi seksual seseorang dipelajari sebagai akibat adanya
reward dan punishment yang diterima.Beberapa peneliti yakin bahwa
homoseksualitas adalah akibat dari pengalaman masa kanak-kanak, khususnya
interaksi antara anak danorangtua. Fakta yang ditemukan menunjukkan bahwa
homoseksual diakibatkan oleh pengaruh ibu yang dominan dan ayah yang pasif 5
Berdasarkan kajian ilmiah, beberapa faktor penyebab orang menjadi
homoseksual, secara lebih jelas dapat dilihat dibawah ini.
a.Susunan Kromosom
Perbedaan heterosekual dan homosekual dapat dilihat dari susunan
kromosomnya yang berbeda. Seorang wanita akan mendapatkan satu kromoson x
dari ibu dan satu kromoson x dari ayah. Sedangkangkan seorang pria
mendapatkan satu kromoson x dari ibu dan satu kromoson y dari ayah. Kromoson
y adalah penentu seks pria. Jika terdapat kromoson y sebanyak apapun kromosom
x, dia tetap berkelamin pria. Seperti yang terjadi pada pria penderita sindrom
klinefelter yang memiliki tiga kromosom seks yaitu xxy. Dan hal ini dapat terjadi
pada 1 di antar 700 kelahiran bayi. Misalkan seorang pria yang mempunyai
kromoson xxy, orang tersebut berjenis kelamin pria, namun pada pria tersebut
akan mengalami kelainan pada alat kelaminya.
b. Ketidakseimbangan Hormon
Seorang pria yang mempunyai hormon testosteron, tetapi juga mempunyai
hormon yang dipunyainya wanita yaitu estrogen dan juga progesteron. Namun
kadar hormon wanita ini sangat sedikit. Namun apabila pria memiliki kadar
hormon estrogen dan progesteron yang cukup tinggi pada tubuhnya, maka hal
inilah yang menyebabkan perkembangan seksual pria mendekati karakteristik
wanita
c. Struktur Otak
Struktur otak pada straight female dan straight male serta gay female dan
gay male memiliki perbedaan. Otak bagian kiri dan kanan dari straight males
sangat jelas terpisah dengan membran yang cukup tebal dan tegas. Straight
femlaes, otak bagian kiri dan kanan tidak begitu jelas dan tegas. Dan pada gay
males sturktur otaknya sama dengan straight females, serta pada gay females
struktur otaknya sama dengan straight males, dan gay famales ini bisa disebut
lesbian

4 Robert S Felden,understanding psychology,New York :Mcgraw-Hill Publishing


Company.1990.h.360
5 Carlson,N R Physiology of Behavior fifth Edition.Boston : Allyn and Bacon 1994.h.312

4
d. Kelainan Susunan Saraf
Berdasarkan penelitian yang terakhir, ditemukan bahwa kelainan susunan
dari sistem saraf otak juga dapat mempengaruhi prilaku seks homosekual maupun
heterosekual.Kelainan saraf otak ini disebabkan oleh radang atau patah tulang
dasar tengkorak.
e. Faktor Lain
Faktor lain yang menyebabkan seseorang menjadi seorang homoseksual
adalah selain faktor biologis (kelainan otak dan saraf), ada juga faktor
psikodinamika yaitu adanya gangguan perkembangan seksual sejak kecil atau
masa kanak kanak. Kemudian faktor sosiokultural yaitu adanya adat istiadat yang
memberlakukan hubungan homoseksual dengan alasan yang tidak benar, dan
terakhir adanya faktor lingkungan, dimana memungkinkan dan mendorong
hubungan para lelaki homoseksual menjadi erat6
Homosekual juga dapat timbul karena pola pergaulan yang cukup bebas
dalam keluarga antara laki-laki dan juga perempuan dalam kamar maupun dalam
berbusana, juga perlakuan orang tua yang salah terhadap anak, misalnya ayah
yang menginginkan anak laki-laki namun memperlakukan anak perempuan
seperti anak laki-laki.selain faktor keluarga, media yang hanya berorientasi pada
laba dan mengabaikan norma agama dan moral, cenderung menjadi salah satu
bidang kegenitan kaum pria, mulai dari bumbu-bumbu lawakan yang
menonjolkan sisi bandi sampai penayangan kontes miss waria seraya
menyelipkan pesan bahwa homseksual sebagai fakta yang hatus diterima sebagai
bagian dari penghargaan terhadap HAM.
Lebih sederhana Faktor-faktor penyebab Seseorang menjadi
Homoseksual, antara lain :
a. Faktor herediter berupa ketidakseimbangan hormon-
hormonseks. Faktor ini biasa juga disebut dengan teori “gay gene”.
Magnus Hischeld adalah ilmuwan pertama yang memperkenalkan teori ini
di tahun 1899. Dia menegaskan bahwa homoseksual adalah bawaan
sehingga dia menyerukan persamaan hukum untuk semua kaum
homoseksual. Namun teori ini kian runtuh ketika di tahun 1999
Prof.George Rice dari Universitas Western Ontario Kanada yang
mengatakan tak ada kaitan gen X yang dikatakan mendasarihomoseksual,
meski demikian hasil keseluruhan dari berbagai penelitian tampaknya
menunjukkan kalaupun ada kaitan genetik, hal itu sangat lemah sehingga
menjadi tidak penting
b. Pengaruh lingkungan yang tidak baik/tidak menguntungkan bagi
perkembangan kematangan seksual yang normal.

6Kartini Kartono psikologi abnormal dan Abnormalitas Seksual,Bandung : Bandar


Maju.1998.h.248

5
c. Seseorang selalu mencari kepuasan relasi homoseks, karena ia
pernah menghayati pengalaman homoseksual yang menggairahkan pada
masa remaja.
d. Seorang anak laki-laki pernah mengalami pengalaman traumatis
dengan ibunya, sehingga timbul kebencian/antipati terhadap ibunya dan
semua wanita. Lalu muncul dorongan homoseksual yang jadi menetap.

2.3. Cara Mengobati Homoseks/Gay.

Perubahan sosiokultural yang menyertai kemajuan ekonomi di Indonesia


terlihat dari berkembangnya berbagai gaya hidup yang merupakan bentuk
kreativitasbagi kemajuan sosial dan kultural. Di dalam pergaulan dibutuhkan
aturan atau norma yang terjadi atas kesepakatan bersama dan bertujuan untuk
menghindari hal-hal yang bersifat negatif. Lingkungan yang pertama kali
memperkenalkan individu kepada aturan yang berlaku di masyarakat adalah
lingkungan keluarga (Piliang, 2004).

Konsep diri dapat berbentuk konsep diri yang positif maupun yang
negatif, tergantung dari diri individu sendiri yang terbentuk melalui proses belajar
sejak masa pertumbuhan dari kecil sampai dewasa (Gunarsa & Yulia, 2004).
Orientasi seksual adalah hal yang berkaitan dengan perasaan dan konsep diri. Bagi
kebanyakan orang, orientasi seksual terjadi pada masa remaja (Sadock, 2007). 8

Pada masa remaja, individu juga mengalami perkembangan seksual dan


pematangan organ seksual. Oleh karena proses perkembangan inilah timbul
adanya dorongan seksual dan rasa ketertarikan pada lawan jenis kelamin (Pratiwi
2004).

Sehubungan dengan jenis kelamin dan bawaan biologis, rasa ketertarikan


seksual seorang pria terhadap seorang perempuan ataupun sebaliknya merupakan
hal yang wajar karena pada umumnya manusia memiliki orientasi seksual
terhadap lawan jenis atau heteroseksual (Hurlock,1978). Namun didalam
kehidupan bersosialisasi ada sekelompok orang yang memiliki orientasi seksual
yang berbeda yaitu homoseksual dan biseksual. Homoseksual menyukai sesama
jenis, bila terjadi pada pria disebut homo atau gay dan pada perempuan disebut

7Carlson,N.R physology of behavior fifth edition,Boston : Allyn and Bacon 1994.h.312


8Dokter Umum,peserta PPDS I ILMU Kedokteran jiwa Departemen/SMF Ilmu kedokteran jiwa Fk
Universitas Airlangga/RSU Dr.Soetomo Surabaya

6
lesbian. Sedangkan biseksual adalah orang yang menyukai lawan jenis dan
sesama jenis sekaligus (Sadarjoen, 2005).

Ketika seseorang memutuskan untuk mengukuhkan dirinya berdasarkan


dorongan seksualnya untuk menjadi homoseksual atau biseksual, maka
sebetulnya tidak hanya melibatkan individu tersebut semata, tetapi ada keluarga
yang terdampak secara langsung maupun tidak langsung pada keputusan
tersebut. Disitulah biasanya muncul masalah yang perlu dibantu (Berger &
Kelly, 2001).

Diperlukan family therapy pada keluarga yang mempunyai anggota


keluarga homoseksual maupun biseksual yang kemudian akan ditanggapi oleh
anggota keluarga lain dengan penolakan ataupun penerimaan. Hingga tidak
menutup kemungkinan dibutuhkannya seorang terapis agar dapat memfasilitasi
terciptanya komunikasi yang baik dalam keluarga tersebut (Berger & Kelly,
2001).

Keluarga merupakan sebuah sistem sosial yang alami, dimana seorang


membuat aturan,peran, struktur kekuasaan, bentuk komunikasi dan cara
mendiskusikan untuk pemecahan masalah sehingga dapat melaksanakan berbagai
kegiatan dengan lebih efektif. Dalam keluarga akan muncul berbagai perbedaan
dan perubahan yang akan mempengaruhi hubungan antara anggota keluarga. Dan
orientasi seksual anggota keluarga adalah salah satu diantaranya.

Terapi keluarga adalah cara baru untuk mengetahui permasalahan


seseorang, memahami perilaku, perkembangan gejala dan cara pemecahannya.
Terapi keluarga dapat dilakukan sesama anggota keluarga dan biasanya tidak
memerlukan orang lain, namun terapis keluarga dapat mengusahakan supaya
keadaan lebih cepatmenyesuaikan, terutama pada saat antara yang satu dengan
yang lain berbeda. Terapi keluarga dengan bantuan terapis akan membantu
keluarga dalam melewati masa-masa krisis dan memahami anggota keluarga
khususnya yang termasuk Homoseksual dan Biseksual untuk dapat melanjutkan
hidup dan mendapat dukungan dari anggota keluarga yang lain.
9

2.3.1. Konsep Family Therapy.

Family therapy (selanjutnya akan disebut terapi keluarga) merupakan cara


baru untuk mengetahui permasalahan seseorang, memahami perilaku,

9Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa/Psikiater,Staf Pengajar pada Departemen/SMF Ilmu


Kedokteran Jiwa,Fakultas Kedokteran Universitas/RSU Dr.Soetomo,Surabaya

7
perkembangan gejala dan cara pemecahannya. Terapi keluarga dapat dilakukan
sesama anggota keluarga dan tidak memerlukan orang lain, terapis keluarga
mengusahakan supaya keadaan dapat menyesuaikan, terutama pada saat antara
yang satu dengan yang lain berbeda (Almasitoh, 2012).

2.3.2. Unsur-Unsur Family Therapy

Dalam sistem keluarga ada tiga perspektif yang dapat memberikan


kejelasan mengenai sistem keluarga. Tiga perspektif tersebut adalah sebagai
berikut:

struktural ( dyadic dan tryadic), fungsional, dan developmental (Colapinto,


J, 1982).

Di negara-negara maju, misalnya Amerika Serikat terdapat beberapa


bentuk atau tipe keluarga, diantara beberapa tipe keluarga yang ada di Amerika
adalah sebagai berikut: nuclear family, extended family, blended family,
commune family, single parent family, commuter family, group-marriage family,
composite family, cohabitation, dan gay couples yaitu pasangan dengan jenis
kelamin sama yang membina hubungan homoseksual (Colapinto, J, 1982).10

2.3.3. Model Family Therapy


a) Experiential/Humanistic, tujuan terapi ini adalah mendapatkan
insight,kematangan psikoseksual, penguatan fungsi ego,
pengurangan gejala patologis, dan memuaskan lebih banyak relasi
obyek. Fungsi utama terapis adalah fasilitator aktif pada potensi-
potensi untuk pertumbuhan dan menyediakan keluarga pada
pengalaman baru. Jenis-jenis terapi yang digunakan dalam
pendekatan ini adalah:terapi pengalaman (experiential/ symbolic
family therapy), gestalt family therapy, humanistik, dan
pendekatan proses/komunikasi (Rasheed, 2009).
b) Bowenian, tujuan terapi adalah memaksimalkan diferensiasi diri
pada masing-masing anggota keluarga. Bowen menggunakan 8
konsep sistem hubungan emosional dalam keluarga untuk
menganalisis kasus antara lain: perbedaan individu, triangulasi,
sistem emosional keluarga, proses proyeksi keluarga, pemutusan
emosional, proses penularan multigenerasi, posisi saudara
kandung, regenerasi masyarakat (Winek, 2009).
c) Psikodinamika, tujuannya adalah pertumbuhan, pemenuhan lebih
banyak pada pola interaksi yang lebih (Miller, 2010).

10
Dokter Umum,peserta PPDS I ILMU Kedokteran jiwa Departemen/SMF Ilmu kedokteran jiwa Fk
Universitas Airlangga/RSU Dr.Soetomo Surabaya

8
d) Behavioral, tujuannya adalah merubah konsekuensi perilaku antar
pribadi yang mengarah pada penghilangan perilaku maladaptif /
problemnya (Grant, 2009).
e) Struktural Tujuan dari model pendekatan struktural adalah
perubahan pada konteks hubungan dalam rangka rekonstruksi
organisasi keluarga dan merubah pola disfungsi transaksional.
(Grant, 2009).
f) Komunikasi Tujuan pendekatan komunikasi adalah mengubah
perilaku disfungsional dan rangkaian perilaku yang tidak
diinginkan antara anggota keluarga serta memperbanyak sekuensi
perilaku diantara anggota keluarga untuk mengurangi timbulnya
masalah-masalah dan simptom-simptom. (Grant, 2009).
2.3.4. Tujuan Family Therapy
Tujuan pertama adalah menemukan bahwa masalah yang ada berhubungan
dengan keluarganya, kemudian dengan jalan apa dan bagaimana anggota
keluarga tersebut ikut berpartisipasi. Ini dibutuhkan untuk menemukan siapa
yang sebenarnya terlibat, karenanya perlu bergabung dalam sesi keluarga dalam
terapi ini, juga memungkinkan apabila diikutsertakan tetangga, nenek serta
kakek, atau keluarga dekat yang berpengaruh (Satir, 1983).
2.3.5. Proses Family Therapy
Dalam implementasinya, terapi keluarga dapat dilakukan dengan berbagai
pendekatan, model-model pendekatan baru yangdikembangkan dalam konseling
keluarga yaitu: network therapy, multiple-impact therapy, multiple- family and
multiple –couple group therapy(Stratton & peter,2011 )
11

2.1. HUBUNGAN HOMOSEKS/GAY DENGAN PERISTIWA DISODOM


DAN GUMORA.

Agama sebagai pedoman hidup mengarahkan manusia pada pola pikir


berdasarkan ajaran-ajaran agama. Agama Samawi yang dianut oleh sebagian besar
penduduk Indonesia memahami bahwa Sang Pencipta hanya menciptakan laki-
laki dan perempuan. Berdasarkan pemahaman inilah maka muncul nilai
heteronormatif yang mengasumsikan bahwa heteroseksualitas merupakan satu-
satunya hubungan yang sah dan pantas berlaku dalam tatanan masyarakat (Rubin,
1994: 19). Masyarakat kemudian menilai bahwa bentuk seksualitas yang tidak
sesuai dengan norma yang berlaku merupakan hal yang menyimpang, sehingga
terciptalah stereotip dan stigma terhadap kaum dengan orientasi seksual di luar
aturan heterosentris (Lind, 2004: 23). Aturan-aturan bias tersebut akhirnya

11Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa/Psikiater,Staf Pengajar pada Departemen/SMF Ilmu


Kedokteran Jiwa,Fakultas Kedokteran Universitas/RSU Dr.Soetomo,Surabaya

9
menjadi hegemoni yang menyebabkan munculnya sikap diskriminatif dan
stigmatif pada kaum homoseksual yang dialienasi oleh masyarakat. 12

Menurut pandangan konstruksionisme, seksualitas yang meliputi gender,


jenis kelamin, orientasi seksual, dan identitas gender merupakan hasil konstruksi
sosial. DeLamater dan Hyde (1998) berpendapat bahwa dalam konstruksi sosial
tidak ada kebenaran pokok (essences) sebab realitas adalah konstruksi sosial. Hal
ini turut berpengaruh pada fenomena homoseksual yang juga adalah konstruksi
sosial yang dihasilkan dari suatu budaya, bahasa, institusi, bahkan agama
(DeLamater dan Hyde, 1998: 15). Seksualitas tidak hanya meliputi hubungan
antara laki-laki dan perempuan, melainkan juga interseks dan
transgender/transeksual. Melalui pandangan inilah orientasi seksual meliputi
heteroseksual, homoseksual, biseksual, dan aseksual.

Berbagai pandangan dan sikap muncul ketika membahas homoseksualitas


dalam konteks gereja. Ada gereja yang sama sekali tidak menganggap penting
untuk berdialog atau berdiskusi, sebab bagi mereka perilaku homoseksual adalah
suatu kesalahan. Ada juga gereja yang menganggap homoseksualitas sebagai
masalah yang memprihatinkan, terutama sekali dalam proses pendampingan
pastoral. Di Indonesia, ada banyak pendeta yang takut dan dengan berdiskusi
mengenai tema homoseksualitas. Mungkin saja karena pengetahuan yang masih
terbatas atau juga karena isu ini sangat tabu untuk dibicarakan dalam konteks dan
tradisi di Indonesia. Ada juga pendeta-pendeta yang secara pribadi bisa menerima
homoseksualitas, namun pandangan mereka harus tenggelam karena takut
ditentang jemaat.

Teks Alkitab yang selalu menjadi bahan perdebatan dan landasan tindakan
diskriminasi terhadap kaum homoseksual adalah Kejadian 19:1-26, kisah tentang
kota Sodom dan Gomora yang dibumihanguskan oleh Sang Pencipta. Berbagai
pendapat muncul ketika membahas mengenai latar belakang musnahnya dua kota
ini. Pandangan yang paling banyak dianut adalah bahwa penduduk Sodom dan
Gomora memiliki orientasi homoseksual. Itulah sebabnya istilah sodomi yang
merupakan perilaku seksual dengan sesama jenis kelamin (antara laki-laki dengan
laki-laki) atau dengan binatang, merujuk pada nama Sodom, tempat di mana dosa
itu pertama kali dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi latar
belakang musnahnya Sodom dan Gomora serta mengusulkan interpretasi baru
terhadap Kejadian 19:1-26.

Carden,Michel.1999,”Homophobia and Rape in Sodom and Gomora:A Respon to Ken


Stone”journal for the study of the old testament,Issue 82

10
SODOM DAN GOMORA: SITUASI PASCA-PERANG

Kejadian 13 pertama kali memperkenalkan kota Sodom sebagai tujuan Lot


ketika ia memutuskan untuk berpisah dari Abraham. The Eerdmans Bible
13
Dictionary menyebutkan bahwa Sodom adalah kota yang paling menonjol dari
kota-kota yang terletak di Lembah Yordan yang dihancurkan Tuhan pada masa
Abraham (Myers, 1987: s.v. “Sodom”). Selanjutnya, pasal 14 menceritakan
Abraham terlibat dalam perang bangsa-bangsa. Raja-raja yang berada dalam
persekutuan penyerbuan di bawah perintah Kedorlaomer berperang dengan raja-
raja yang mengadakan koalisi untuk memberontak, yakni raja Sodom dan
Gomora. Kekalahan raja Sodom dan Gomora mengakibatkan kedua kota itu
dijarah oleh musuh. Mendengar bahwa Lot juga menjadi sasaran penjarahan,
Abraham lalu mengerahkan pasukannya untuk mengejar dan mengalahkan musuh
yang menawan Lot. Ia kemudian mengambil kembali segala harta yang dijarah
dari Sodom serta membebaskan Lot. Kemenangan Abraham terhadap sekutu
Kedorlaomer mendatangkan kebahagiaan bagi raja Sodom dan seluruh
penduduknya, sehingga terjalinlah relasi yang baik antara raja Sodom, Abraham,
dan Lot (Kej. 14:13-19).

Sebelum mengunjungi Sodom, Allah menerangkan kepada Abraham


tujuan kunjungan-Nya ke Sodom. Allah mendengar keluh-kesah dan tangisan
orang yang ditindas oleh penduduk Sodom. Kata yang digunakan untuk
menjelaskan keluh-kesah orang-orang terhadap penduduk Sodom adalah zᵉ`āqā ʰ
yang berarti ‘teriakan’ atau ‘seruan’. Kata ini adalah istilah pengadilan untuk
pendakwaan atau permintaan bantuan hukum. Tanpa keterangan yang jelas, pasal
18 hanya menyebutkan bahwa dosa orang Sodom dan Gomora sangat berat,
selaras dengan apa yang ditulis dalam pasal 13:13.

TRAGEDI PENGEPUNGAN: HOMOSEKSUAL ATAU PERKOSAAN


MASAL?

Awalnya disebutkan bahwa yang datang mengepung rumah lot adalah


hā`îr ’anᵉšê para lelaki dari kota itu. Namun, dengan memerhatikan konteks
penulisan sumber Y yang menekankan budaya patriarkhi, maka kaum perempuan
yang turut mengepung rumah Lot tidak disebutkan. Dalam teks asli bahasa
Ibrani, bagian akhir ayat ini dituliskan kol-hā`ām yang berarti ‘seluruh bangsa
itu’. Penulis hendak menjelaskan secara menyeluruh penduduk kota Sodom yang
tidak bermoral dan tidak berperikemanusiaan—tidak hanya laki-laki. Namun
demikian, meskipun seluruh penduduk kota datang mengepung rumah Lot, laki-
laki tetaplah menjadi kaum dominan dalam pengepungan tersebut (Hamilton,
1955: 29). Penduduk Sodom menuntut Lot supaya orang-orang yang datang itu
diserahkan sebagai hak mereka untuk dipakai. Dalam teks asli bahasa Ibrani, kata

13 Cheng,Patrick 2011.Radical Love :An Introduction to queer Theology,New York ; Seabury Books

11
yang digunakan untuk menjelaskan kata “pakai” adalah yāda`, artinya
‘mengetahui, mengenal, memahami, dan bersetubuh’. Dalam istilah Ibrani, kata
yāda` sering digunakan dalam hubungan suami-istri, sebab memiliki arti
mengenal sedalam-dalamnya yang merujuk pada hubungan seksual. Terjemahan
versi NIV justru menggunakan istilah have sexyang lebih mendekati maksud
aslinya. Melalui makna kata yāda` inilah, dosa penduduk Sodom secara turun-
temurun dipahami sebagai dosa homoseksualitas.

Berdasarkan penafsiran tradisional ini, banyak yang beranggapan bahwa


homoseksual adalah dasar penghukuman terhadap Sodom. Dari sinilah juga
muncul istilah sodomi untuk menggambarkan homoseksual dari perspektif yang
negatif. Hamilton (1995) berpendapat bahwa homoseksual merupakan alasan di
balik musnahnya kota Sodom dan Gomora. Alasannya adalah penggunaan kata
yāda` dalam Perjanjian Lama tidak pernah merujuk pada bentuk penyalahgunaan
ataupun kekerasan seksual. Hal ini dikarenakan dalam beberapa teks Perjanjian
Lama yang menceritakan tentang perkosaan atau kekerasan seksual, kata yang
digunakan adalah seized (‘mencengkram atau menangkap’), lay with (‘berbaring
dengan’), dan humbled (‘merendahkan’) (Hamilton, 1955: 34). Namun, dalam
keadaan rumah yang sudah dikepung oleh seluruh penduduk kota yang penuh
amarah, istilah yāda` tidak lagi merujuk pada hubungan seksual yang penuh cinta
kasih, melainkan ada dalam konteks kekerasan seksual bahkan merujuk pada
perkosaan massal.14

Menurut Lempp (2012), dosa Sodom dapat diketahui dengan membaca


nas-nas dalam Perjanjian Lama yang turut menyinggungnya. Beberapa pasal
dalam Alkitab memang membahas mengenai Sodom dan Gomora, namun pasal-
pasal tersebut tidak pernah menyinggung mengenai dosa homoseksualitas. Kitab
Yesaya, misalnya, tidak menyoroti dosa yang bersifat seksual, melainkan tindakan
penindasan terhadap kelompok yang terpinggirkan, pembunuhan, bahkan
pencurian oleh penduduk Sodom dan Gomora. Sphero (2011) juga menambahkan
bahwa Yesaya menggambarkan dosa Sodom dan Gomora terutama dalam hal
penyembahan berhala, kekerasan, dan mengabaikan orang-orang yang kurang
beruntung (Yesaya 1:16-17). Menurut Yehezkiel 16:49, dosa Sodom adalah
kejemawaan, kesombongan, kekejian, kekenyangan, kesentosaan, dan tidak
adanya perhatian terhadap orang miskin dan orang tertindas. Yeremia 23:14
mengemukakan perzinahan, kebohongan, dan menyokong perbuatan orang jahat.
Juga dalam Perjanjian Baru, ada nas-nas yang sama sekali tidak menyinggung
tentang dosa homoseksualitas dalam kota Sodom (Lempp, 2012: 235).

Dalam literatur Yahudi, tidak pernah disebutkan alasan hancurnya Sodom


dan Gomora karena homoseksualitas. Hubungan antara dua kota ini dengan

14
Delamater,john and Hyde,Janet,1998.Essesntilism vs Social Construcction in the study of
Human Sexuality”,The journal of sex Research,Vol.35,No.1

12
homoseksualitas baru terjadi pada abad pertama Masehi. Beberapa literatur yang
berasal dari abad pertama dan kedua sebelum Masehi, menyatakan bahwa dosa
kota Sodom adalah sikap yang arogan dan ketidakramahan dari penduduknya.
Fakta bahwa tidak ada tulisan Yahudi sebelum abad pertama yang
menghubungkan Sodom dengan dosa homoseksual mengejutkan beberapa
penafsir. Oleh karena itu, para ahli biblika modern setuju bahwa dosa Sodom dan
Gomora adalah sikap arogan, kekerasan, ketidakramahan terhadap orang asing
dan tamu, penyembahan berhala, serta ketidakpedulian terhadap orang miskin
(Sphero, 2011: 48).

Menurut Encyclopedia of Britannica, istilah homoseksual digunakan


untuk menggambar-kan individu yang tertarik dengan hubungan romantis dan
hubungan seksual bersama seseorang dengan jenis kelamin yang sama. Perilaku
homoseksual terdiri dari adanya hubungan romantic dan interaksi seksual dengan
pasangan sesama jenis (The New Encyclopedia Britannica Volume 7, 2005: s.v.
“Sex and Sexuality”). Dengan memerhatikan defi nisi homoseksual tersebut,
maka dapat dikatakan bahwa kisah Sodom dan Gomora sebenarnya tidak
berhubungan dengan homoseksualitas, seperti yang selalu dikaitkan dalam
berbagai penafsiran tradisional. 15

Teks ini menunjukkan bahwa penduduk Sodom hendak “mengenal” kedua


malaikat yang bermalam di rumah Lot. Istilah “mengenal” yang digunakan dalam
teks memang merujuk pada hubungan seksual yang dilakukan oleh pasangan
suami-istri. Namun, harus diperhatikan bahwa penggunaan istilah ini khusus
untuk menjelaskan hubungan seksual dalam konteks suka sama suka (Cheng,
2011: 61). Tindakan seksual yang hendak dilakukan oleh penduduk Sodom
bukanlah ekspresi dari sexual desire yang muncul ketika pasangan suami-istri
hendak berhubungan seksual. Tindakan yang hendak mereka lakukan merupakan
gang rape atau perkosaan massal (Fields, 1997: 117). Sexual desire sangat
berbeda dengan gang rape. Oxford Dictionary menjelaskan bahwa rape atau
perkosaan adalah bentuk kejahatan yang dilakukan oleh seseorang (laki-laki
maupun perempuan) dengan memaksa orang lain untuk melakukan hubungan
seksual dengan pelaku tersebut, tanpa izin dan kehendak dari korban (The Oxford
Dictionary Second Edition Volume II, 1989: s.v. “Rape”). Menurut tradisi kuno,
perkosaan terhadap laki-laki dianggap sebagai degradasi tertinggi terhadap harga
diri laki-laki. Ketika seorang laki-laki hendak mempermalukan musuh yang
ditaklukkannya, tindakan yang selalu dilakukan adalah memperkosa musuh
tersebut. Tindakan ini bukan merupakan sexual attraction, melainkan bentuk
kekerasan dan kebencian untuk menunjukkan siapa yang berkuasa. Maka,

15 Cheng,Patrick 2011.Radical Love :An Introduction to queer Theology,New York ; Seabury Books

13
tindakan mengenal yang hendak dilakukan oleh penduduk Sodom sama sekali
tidak mengarah pada homoseksualitas.

2.5. NEGARA YANG MENGIZINKAN PERKAWINAN SEJENIS.

1. Definisi.
Perkawinan sejenis bukanlah kata yang cukup populer dalam kosakata
Indonesia dan Arab. Meskipun tidak cukup populer, secara istilah sudah dipahami
dengan baik dengan istilah perkawinan sejenis dalam bahasa Indonesia ataupun
istilah zawāj al-mithlī / zawāj al-mithlayain dalam bahasa Arab.Namun,
perkawinan sejenis sampai saat ini masih terbatas pada pembendaharaan kata
bahasa Inggris dengan sebutan same-sex marriage, sebagaimana yang ada dalam
Cambridge-Dictionary yang memaknai kata ini dengan “perkawinan antara dua
orang dari jenis kelamin yang sama”.Secara istilah, perkawinan sejenis
merupakan sebuah keabsahan status perkawinan yang diberikan kepada pasangan
dengan jenis kelamin yang sama, sebagai pasangan homoseksual. 24 Perkawinan
sejenis yang dilakukan oleh pasangan homoseksual ini merupakan tuntutan untuk
dapat menguatkan hubungan dalam berpasangan seperti halnya yang dilakukan
oleh pasangan heteroseksual. 16

Secara istilah, perkawinan sejenis merupakan sebuah keabsahan status


perkawinan yang diberikan kepada pasangan dengan jenis kelamin yang
sama,sebagai pasangan homoseksual. 24 Perkawinan sejenis yang dilakukan oleh
pasangan homoseksual ini merupakan tuntutan untuk dapat menguatkan hubungan
dalam berpasangan seperti halnya yang dilakukan oleh pasangan heteroseksual.

2. Konsep.
Perkawinan di dunia “barat” memiliki orientasi perkawinan yang
berbeda dengan apa yang ada di dunia “timur”. Institusi perkawinan di
“barat” pada awalnya memiliki orientasi yang sama dengan dunia “timur”,
dengan tetap mementingkan sui generis status moral yang menafikan
perkawinan sesama jenis,26 yaitu, melindungi keberlangsungan ras
manusia yang terdiri dari kebutuhan seksual, hidup bersama, dan
melanjutkan keturunan. 27 Orientasi perkawinan mulai bergeser sejak
intensitas gerakan feminis pada tahun 1960 –1970, 28 di mana
kompleksitas kebutuhan fundamental perkawinan tidak lagi tentang
seksual, hidup bersama, dan melanjutkan keturunan, tetapi berubah
menjadi lebih fleksibel, berkaitan tentang seksual atau hidup bersama dan
atau melanjutkan keturunan.29 Sehingga, institusi perkawinan di beberapa

16Nancy D. Polikoff, Beyond (Straight and Gay) Marriage: Valuing All Families under the
Law(Boston: Beacon Press, 2008), 11.

14
dunia “barat” tidak lagi diprivatisasi oleh kaum heteroseksual, tetapi juga
diupayakan untuk melindungi setiap orientasi perkawinan fleksibel
tersebut secara normatif konstitusional.Lesbian, Gay, Biseksual, dan
Transgender sering dijadikan sorotan utama sebagai pelaku dari praktek
perkawinan sejenis. LGBT merupakan akronim yang populer.
17

3. Legabilitas Perkawinan Sejenis.


a) Pre-Legalitas
Perkawinan sejenis merupakan sebuah perlebaran istilah
baru dari dunia perkawinan. Pembendaharaan kata yang saat ini
masih terbatas dalam bahasa Inggris dengan istilah Same-sex
marriage, membuktikan bahwa praktek ini masih terbatas pada
dunia barat. Di mana perlebaran makna perkawinan tidak lagi
untuk kaum heteroseksual saja, tetapi juga berlaku bagi kaum
homoseksual.
Sebelum dikenal dengan istilah perkawinan sejenis, kaum
homoseksual hanya memiliki status hubungan sejenis, sebuah
hubungan dicap oleh masyarakat sebagai kaum homofil dan
hanya dapat dilakukan secara seksual. Hubungan ini bahkan tidak
memiliki tempat di ranah publik yang juga terancam sebagai
salah satu tindakan pidana.Meskipun hanya permisif secara
privat, hubungan sejenis telah menjadi salah satu bagian dari
kehidupan berkeluarga di dunia barat. Dengan eksistensi yang
minim tersebut, dalam jangka waktu tiga – empat dekade ini,
kaum homoseksual telah melakukan banyak kajian dan diskusi
publik dengan upaya memetakan ulang perkawinan dan keluarga.
Paranoia perang dingin diduga sebagai asal mula tuntutan
persamaan hak untuk menjalin hubungan dari kaum
homoseksual. Upaya tersebut terus dilakukan dengan bantuan
feminisme untuk mewujudkan reformasi yang berbuah dengan
dihilangkannya praktek homoseksual dari tindakan pidana pada
tahun 1970an.Hal tersebut terus mendapatkan pertentangan dari
kaum heteroseksual tradisionalis yang menilai kaum
homoseksual sebagai perusak hubungan keluarga yang suci,
terlebih lagi didukung dengan epidemi AIDS (Acquired Immune
Deficiency Syndrome) yang pertama kali diidentifikasi dari
pasangan lelaki gay di Los Angeles pada tahun 1980an. 49

17Marriage between two people of the same sex “Same-sex marriage meaning in the Cambridge
English Dictionary,” diakses 12 November 2016, http://dictionary.cambridge.org/dictionary
/english/same-sex-marriage.

15
Pasca meredupnya eksistensi kaum homoseksual karena kasus
wabah AIDS, kaum homoseksual mendapatkan rekognisi
beberapa negara dalam bentuk Civil Partnership.Rekognisi
tersebut menjadi achievement terbesar sebagai langkah awal dari
legalitas perkawinan sejenis. Rekognisi pertama diperoleh dari
negara Denmark pada tahun 1989, diikuti oleh Norwegia pada
tahun 1993, Swedia dan Hongaria pada tahun 1995, serta
Belanda pada tahun 1998, yang kemudian melegalkan
perkawinan sejenis pada tahun 2001.
b) Legalitas dan Perkembangan Perkawinan Sejenis.
Legalitas ataupun keabsahan perkawinan sejenis yang
dilakukan oleh Belanda merupakan bentuk tindakan maupun
keputusan yang dianggap sah secara sistem hukum. Substansi
yang ada dalam keabsahan tersebut tidak lain tercipta dari
keputusan pemerintah setempat berdasarkan persepsi perkawinan
sejenis yang ada di masyarakat. Dimulai dari rekognisi
partnership yang terjadi sejak 1998, banyak pasangan sejenis
yang kemudian mendaftarkan partnership mereka ke pemerintah.
Semakin banyaknya pasangan sejenis yang telah dilegalkan
secara partnership di masyarakat sedikit demi sedikit mengubah
perspektif masyarakat Belanda yang sebelumnya eksklusif
menjadi lebih toleran. Legalitas perkawinan sejenis di Belanda
ini pun terjadi berdasarkan hasil berbagai survei yang
menunjukkan peningkatan perspektif masyarakat, bahwa
hubungan sejenis juga berhak untuk mendapatkan hak
perkawinan.18
Berbeda dengan partnership, perkawinan merupakan
sebuah paket rumit yang terdiri dari berbagai hak dan tanggung
jawab hukum yang disepakati oleh setiap pasangan secara
sukarela. Bahkan beberapa menganggap pernikahan jauh
melebihi status normatif hukum, perkawinan dipahami juga oleh
masyarakat sebagai institusi, komitmen privat dan sakramen
agama di mana mempengaruhi kehidupan sosial di mana para
pasangan berada. Legalitas pertama yang ditetapkan oleh
Belanda terdapat dalam Staatsblad 2001, nr. 9 tentang
Amandemen Kode Sipil Belanda Buku 1 yang Berhubungan
dengan Pembukaan Perkawinan untuk Sesama Jenis Kelamin.
Legalitas perkawinan sejenis tertera jelas dalam amandemen
artikel 30 yang menyatakan:

18Lubbers, Jaspers, dan Ultee, “Primary and Secondary Socialization Impacts on Support for
Same-Sex Marriage After Legalization in the Netherlands,” 1714–15.

16
1. Een huwelijk kan worden aangegaan door twee personen
ban verschillend of van gelijk geslacht.
2. De wet beschouwt het huwelijk alleen in zijn burgerlijke
betrekkingen.
1. Sebuah perkawinan dapat dilakukan oleh dua orang dari
jenis kelamin berbeda atau dari jenis kelamin yang sama.
19

c) Undang-undang menganggap sah perkawinan berdasarkan


hubungan perdata.
Legalitas perkawinan sejenis tersebut menunjukkan
penciptaan institusi baru dengan pola ekspansi institusi
perkawinan yang sudah ada, ekspansi ini bukanlah merupakan
bentuk pendefinisian ulang, tetapi ekspansi tersebut dianggap
sebagai penjelasan terbaik dalam menjabarkan institusi
perkawinan. Namun, meskipun perkawinan sejenis terus menjadi
perdebatan dalam moralitas sosial, praktisnya, perlahan pasti
akan dapat mengubah moralitas terebut. Karena berdasarkan
fakta yang ada di Belanda tersebut, jika perkawinan sejenis
diakui lebih luas, sedikit demi sedikit perkawinan sejenis akan
diterima secara moral di sosial masyarakat.
Hukum Belanda yang memusnahkan semua perbedaan
yuridis antara pasangan homoseksual dan pasangan heteroseksual
tersebut diikuti oleh beberapa negara lainnya. Pengakuan hukum
perkawinan sejenis menyebar ke negara-negara lain, seperti
Belgia pada tahun 2003; Spanyol dan Kanada pada tahun 2005;
Afrika Selatan pada tahun 2006; 58 Norwegia dan Swedia pada
tahun 2009; Portugal, Islandia dan Argentina pada tahun 2010;
Denmark pada tahun 2012; Brasil, Inggris, Prancis, Selandia
Baru dan Uruguay pada tahun 2013; Skotlandia pada tahun 2014;
Serta Luxemburg, Finlandia, Slovenia, Irlandia, Meksiko dan
Amerika Serikat yang melegalkan perkawinan sejenis pada tahun
2015 yang lalu.

19 Marcel Lubbers, Eva Jaspers, dan Wout Ultee, “Primary and Secondary Socialization Impacts
on Support for Same-Sex Marriage After Legalization in the Netherlands,” Journal of Family
Issues 30, no. 12 (1 Desember 2009): 1714–15

17
2.6.HUBUNGAN PERKAWIN SEJENIS DENGAN ISI ALKITAB.
Secara tradisional, Roma 1:26-27 dipandang dan diterima sebagai teks
yang melarang, bahkan, mengecam praktek homoseksual. Saat ini, pandangan
tersebut mendapatkan tantangan yang cukup kuat dari para penafsir modern
(dalam artikel ini, para penafsir modern ini akan disebut kaum revisionis),28
terutama paska terbitnya buku yang berjudul Christianity, Social Tolerance, and
Homosexuality oleh John Boswell pada tahun 1980. Dalam bukunya tersebut,
Boswell berargumen bahwa gereja dan orang Kristen tidak selalu bersikap buruk
terhadap praktek homoseksual, khususnya sebelum abad pertengahan. Ia yakin
bahwa sikap negatif terhadap kaum homoseksual muncul (atau dimulai) pada abad
pertengahan dan hal tersebut disebabkan oleh intoleransi masyarakat Kristen pada
abad pertengahan terhadap kaum minoritas, termasuk homoseksual.20
Salah satu dasar yang ia gunakan untuk menopang argumennya adalah
bahwa teks-teks Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, yang
berbicara tentang praktek homoseksual,sebenarnya tidak mengecam dan melarang
praktek homoseksual modern (orientasi homoseksual).Lebih lanjut, ia
berpendapat bahwa penggunaan teks-teks tersebut untuk melarang dan mengecam
praktek homoseksual modern adalah bukti kegagalan dalam memahami konteks
dan teks ketika menafsirkan teks-teks tersebut. Berkenaan dengan Roma 1:26-27,
ia berpendapat bahwa tindakan yang dikecam dalam teks tersebut tidak merujuk
pada orang-orang dengan orientasi homoseksual, tetapi “homosexual acts
committed by apparently heterosexual persons”. Dengan alasan itulah, ia
menyimpulkan bahwa Roma 1:26-27 tidak mengecam tindakan homoseksual yang
dilakukan oleh orang yang pada dasarnya (naturnya) adalah homoseks.21
Pembacaan Boswell terhadap teks-teks Alkitab yang berbicara tentang
praktek homoseksual, khususnya Roma 1:26-27, mendapat cukup banyak
perhatian dan respon – baik respon negatif maupun positif. Salah satu respon
negatif disampaikan oleh Richard Hays melalui artikelnya yang berjudul
“Relations Natural and Unnatural: A Response to John Boswell‘s Exegesis of
Romans I “.Dalam artikelnya, Hays memberikan kritikan tajam terhadap
penafsiran Boswell atas Roma 1:26-27.36 Selain memberikan kritikan, artikel
tersebut merupakan ungkapan keprihatinan Hays terhadap pengaruh tafsiran
Boswell bagi kehidupan bergereja atau berjemaat,sebagaimana ia ungkapkan
dalam pendahuluan artikelnya.Selain respon negatif, karya Boswell disambut baik
dan berhasil merangsang kaum revisionis untuk memikirkan kembali tempat
homoseksualitas di dalam kekristenan dengan menafsirkan kembali teks-teks yang
berbicara tentang praktek homoseksual di dalam Alkitab.

20 Robin Scroggs, The New Testament and Homosexuality: Contextual Background


and Contemporary Debate, (Philadelphia: Fortress, 1983).
21 Victor P. Furnish, ―The Bible and Homosexuality; Reading the Texts in Context,‖ in

Homosexuality in the Church: Both Sides of the Debate, ed. Jeffrey S. Siker,
(Louisville: Westminster John Knox, 1979).

18
Beberapa karya yang terinspirasi dan senada dengan semangat Boswell
dihasilkan oleh Robin Scroggs38, William Countryman39, Daniel Helminiak40,
Jeramy Townsley41, David Fredrickson42, Victor P. Furnish43 dan masih banyak
yang lainnya. Dengan pendekatan dan lensanya masing-masing, kaum revisionis
berusaha menjelaskan bahwa Alkitab tidak melarang, apalagi mengecam, praktek
homoseksual sebagaimana homoseksual dimengerti pada era modern ini.Dengan
begitu banyaknya karya yang dihasilkan oleh kaum revisionis, khususnya paska
Boswell, artikel ini berusaha menunjukkan bahwa pembacaan yang dilakukan
oleh kaum revisionis terhadap teks-teks Alkitab yang berhubungan dengan
praktek homoseksual lebih didorong oleh presuposisi yang penulis sebut sebagai
presuposisi homoseksual. Alasan untuk ini akan penulis jelaskan pada bagian
berikutnya. Penulis perlu menekankan bahwa artikel ini tidak menawarkan dan
berargumen bagi sebuah hermeutik tanpa presuposisi (presuppositionless
hermeneutic). Dalam artikel ini penulis berusaha menunjukkan bahwa dalam
kasus pembacaan ulang kaum revisionis terhadap teks-teks yang berhubungan
dengan praktek homoseksual, dalam hal ini Roma 1:26-27, presuposisi
homoseksual telah bertindak sebagai “hakim” dalam “persidangan” kasus ini yang
mana presuposisi seharusnya bertindak sebagai “jaksa penuntut”yang pada
akhirnya harus tunduk pada data dan konteks literal teks tersebut.22

22Penulis mengikuti Karl A. Kuhn dalam artikelnya, ―Natural and Unnatural Relations
between Text and Context: A Canonical Reading of Roma‘s 1:26-27,‖ in Current in
Theology and Mission 33:4 (2006)

19
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Homoseksualitas juga bisa diartikan sebagai orientasi atau juga pilihan
seks yang diarahkan pada ketertarikan dari jenis kelamin yang sama Sehingga bias
dikatakan bahwa seorang homoseksual adalah orang yang memiliki orientasi
seksual kepada orang lain dari jenis kelamin yang diarahkan pada ketertarikan
dari jenis kelamin yang sama Sehingga dapat disimpulkan bahwa seorang
homoseksual adalah orang yang mempunyai orientasi seksual kepada orang lain
dari jenis kelamin yang sama.

Fakta yang ditemukan menunjukkan bahwa homoseksual diakibatkan oleh


pengaruh ibu yang dominan dan ayah yang pasif Berdasarkan kajian ilmiah,
beberapa faktor penyebab orang menjadi homoseksual, secara lebih jelas dapat
dilihat dibawah ini :

a. Faktor herediter berupa ketidakseimbangan hormon-


hormonseks. Faktor ini biasa juga disebut dengan teori “gay gene”.
Magnus Hischeld adalah ilmuwan pertama yang memperkenalkan teori ini
di tahun 1899. Dia menegaskan bahwa homoseksual adalah bawaan
sehingga dia menyerukan persamaan hukum untuk semua kaum
homoseksual.
b. Pengaruh lingkungan yang tidak baik/tidak menguntungkan bagi
perkembangan kematangan seksual yang normal.
c. Seseorang selalu mencari kepuasan relasi homoseks, karena ia
pernah menghayati pengalaman homoseksual yang menggairahkan pada
masa remaja.
d. Seorang anak laki-laki pernah mengalami pengalaman traumatis
dengan ibunya, sehingga timbul kebencian/antipati terhadap ibunya dan
semua wanita. Lalu muncul dorongan homoseksual yang jadi menetap.

Salah satu dasar yang ia gunakan untuk menopang argumennya adalah


bahwa teks-teks Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, yang
berbicara tentang praktek homoseksual,sebenarnya tidak mengecam dan melarang
praktek homoseksual modern (orientasi homoseksual). Pembacaan Boswell
terhadap teks-teks Alkitab yang berbicara tentang praktek homoseksual,
khususnya Roma 1:26-27, mendapat cukup banyak perhatian dan respon – baik
respon negatif maupun positif.

20
Daftar Pustaka

FRIDARI, P. H. (2014). DINAMIKA KESETIAN PADA KAUM GAY. PSIKOLOGI UDAYANA,


363-371.

Ngahu, S. S. (2019). Menguak Prasangka homoseksualitas dalam kisah sodom dan


gomora. Gema Teologiks, 17-29.

PRABOWO, Y. R. (2014). KECEMASAN SOSIAL KAUM HOMOSEKSUAL GAY DAN LESBIAN.


ILMIAH PSIKOLOGI TERAPAN, 199-211.

SAPUTRA, B. E. (2016). PENGARUH PRESUPOSISI HOMOSEKSUAL DALAM MEMBACA


ALKITAB (SEBUAH STUDI TERHADAP PENAFSIRAN KAUM REVISIONIS ATAS
ROMA 1:26-27). THEOLOGI ALETHEIA, 83-116.

ZAINURI, M. (n.d.). ANALISIS PERILAKU HOMOSEKSUAL PADA MAHASISWA STKIP KOTA


BIMA. JURNAL IZAM.

21

Anda mungkin juga menyukai