Anda di halaman 1dari 44

MODUL 10

ASUHAN KEBIDANAN PADA


PEREMPUAN DAN ANAK
DENGAN KONDISI RENTAN

OLEH:
FITRIYANI PULUNGAN, SST, POLITEKNIK KESEHATAN MEDAN
M.Kes
PROGRAM STUDI D-IV KEBIDANAN MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Kebidanan Pada Perempuan dan Anak Dengan Kondisi Rentan

1.Mata Kuliah : Asuhan kebidanan pada perempuan dan anak dengan kondisi rentan

2.Judul Modul : kebutuhan khusus pada permasalahan social

- LGBT

- Ibu pengganti (surrogate mother)

- Pekerja Seks Komersial

3.Penyusun Modul : Putri Sagita ( P07524419029)

Sri Chici Angraini (P07524419038)

Yuniar Tambunan (P07524419088)

Elsa Febrianti Sinaga (P07524419055)

Anisa Febty Anggraini (P07524419093)

Dewi Mutiara (P07524419097)

Erina Putri (P07524419101)

Medan, 24 Januari

Mengetahui,

Direktur Poltekkes Kemenkes Medan Ketua Jurusan Kebidanan Medan

Dra.Ida Nurhayati,M,Kes Betty Mangkuji,SST,M.Keb

NIP:1966091019940320001 NIP:1967711101993032002

i
LEMBAR PENGESAHAN

MODUL PEMBBELAJARAN

Peruntukan : Mahasiswa Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan Medan

Telah disahkan dan dapat di pergunakan bagi kalangan sendiri

Instusi : Poltekkes Kemenkes Medan

Nomor pustaka: -

Medan, Januari 22

Mengetahui,

Direktur Poltekkes Kemenkes Medan Ketua Jurusan Kebidanan Medan

Dra.Ida Nurhayati,M,Kes Betty Mangkuji,SST,M.Keb

NIP:1966091019940320001 NIP:1967711101993032002

ii
VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
JURUSAN KEBIDANAN MEDAN
POLTEKKES KEMENKES MEDAN

Menghasilkan lulusan bidan profesionalisme dalam asuhan kebidanan komprehensif


yang unggul dalam hypnotherapy Kebidanan

MISI:
Untuk mewujudkan visi keilmuan tersebut dirumuskan misi yang akan dikerjakan
sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan pendidikan kebidanan dengan mengikuti perkembangan IPTEK
kebidanan.
2. Melaksanakan penelitian kebidanan untuk mengembangkan keilmuan kebidanan.
3. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat dengan prinsip pemberdayaan
keluarga.
4. Mengembangkan pelayanan kebidanan dengan unggulan hypnotherapy dalam asuhan
kebidanan

iii
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah swt yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan modul bahan
ajar ini dalam mata kuliah Asuhan kebidanan pada perempuan dan anak dengan kondisi
rentan

Tujuan kami dalam penulisan Modul bahan ajar Kegawatdaruratan maternatal dan
neonatal ini untuk Memberikan kemampuan kepada mahasiswa dalam menegakkan diagnosis
kebidanan berdasarkan rasionalisasi klinis dan penilaian kritis dan melakukan tindakan segera
dan / atau perencanaan tindakan, sesuai dengan diagnosis kebidanan yang telah ditegakkan
dengan pertimbangan keragaman budaya, pandangan, agama, kepercayaan, status sosio-
ekonomi, keunikan serta potensi individu.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna perbaikan
dimasa mendatang.

Medan, 24 January 2022

iv
DAFTAR ISI

Halaman pengesahan I............................................................................................i

Halaman pengesahan II...........................................................................................ii

Visi misi.....................................................................................................................iii

Kata Pengantar.........................................................................................................iv

Daftar isi....................................................................................................................v

Bab I Pendahuluan

A. Topik ...........................................................................................................1
B. Tinjauan keilmuan ........................................................................................2

Bab II Pembahasan

1. LGBT .........................................................................................................3
2. Surrogate mother........................................................................................12
3. Pekerja seks komersial ............................................................................24

Bab III Penutup

Test Formatif..............................................................................................................34

Daftar Pustaka..........................................................................................................36

v
vi
BAB 1 PENDAHULUAN

I. TOPIK

Kebutuhan khusus pada permasalahan social

- LGBT
- Ibu pengganti (surrogate mother)
- PSK

II. TINJAUAN KEILMUAN

Lebih dari satu dekade terakhir, isu tentang lesbian, gay, biseksual dan transgender, atau
LGBT, mengemuka di dunia. Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB tahun 2006 menyebutkan
bahwa isu LGBT direspons dengan perjuangan masuknya hasil-hasil kesepakatan sidang-
sidang PBB tentang kesetaraan gender, kependudukan dan HAM. Belakangan kelompok
LGBT ini makin mengemuka dengan diakuinya perkawinan sesama jenis di Amerika tahun
2015, walau jauh sebelum itu beberapa negara sudah melakukan hal yang sama. Di Indonesia
gerakan untuk mendapat pengakuan hak juga diperjuangkan melalui berbagai organisasi
LGBT. (Dadun & Zola, 2015)

Perilaku LGBT saat ini pada umumnya dipandang sebagai salah satu bentuk penyimpangan,
baik dari sisi tinjauan psikologis, norma sosial masyarakat maupun agama. Keadaan ini pada
akhirnya menimbulkan stigma pada kelompok LGBT dan menempatkan mereka dalam posisi
sulit ketika menjalani kehidupan sebagaimana mestinya sebagai warga negara yang sah.

Selain isu LGBT, adapula isu surrogate mother atau ibu pengganti yang akhir-akhir
ini banyak peminatnya. Ibu pengganti atau biasa juga disebut dengan Surrogate Mother
adalah seorang wanita yang membuat perjanjian dengan pihak lain (pasangan suami-istri)
untuk meminjamkan rahimnya dan Mengandung hasil pembuahan suami-istri yang
ditanamkan ke dalam rahimnya, setelah melahirkan anak tersebut harus diserahkan kepada
pasangan suami-istri berdasarkan perjanjian yang telah di buat. Kasus sewa rahim sebenarnya

1
banyak terjadi di Indonesia hanya saja tidak mencuat ke publik karena tidak menimbulkan
masalah. Akan tetapi permasalahan akan muncul apabila ibu pengganti tidak mau atau
enggan menyerahkan bayi yang dikandung dan dilahirkannya sesuai dengan perjanjian.
Selain permasalahan terkait wanprestasi yang dilakukan ibu pengganti, permasalahan yang
lebih penting ialah menyangkut status anak yang dilahirkan oleh ibu pengganti kelak.
Surrogate Mother atau ibu pengganti di Indonesia sampai sekarang belum mempunyai suatu
peraturan khusus yang mengaturnya. (sulistio, 2020)

2
c BAB 2 PEMBAHASAN

KB I LGBT
A. DEFENISI LGBT

Sejumlah istilah penting dalam studi ini yaitu Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender
sering disalahgunakan untuk satu sama lainnya. Berikut penjelasan mengenai istilah Lesbian,
Gay, Biseksual dan Transgender:

1. Lesbian
Lesbian adalah seorang homosexual perempuan; perempuan yang mengalami
percintaan atau tertarik secara seksual kepada perempuan lain. Istilah lesbian juga
digunakan untuk mengexpresikan identitias seksual atau perilaku seksual berkaitan
dengan orientasi sex. Banyak istilah yang menggambarkan kelompok ini misalnya
linan, lines, atau queer. Femme merupakan berasal dari Bahasa Perancis yang berarti
“as a women” juga digunakan bagi perempuan yang menjalani sosok perempuan
feminin dalam kehidupan lesbian. Sementara istilah hunter, butch, dan stone bagi
lesbian yang berperan sebagai ‘pria.

2. Gay
Gay menurut kamus adalah seseorang yang tertarik kepada jenis kelamin yang sama
dan tidak tertarik kepada sex lawan jenis [Douglas,2013] Gay pada dasarnya adalah
istilah yang merujuk kepada seorang (laki laki) homosexual, yaitu laki laki yang
berhubungan dengan sesama sejenis atau laki-laki yang berhubungan seks dengan
laki-laki.
3. Bisexual
Bisexualitas adalah ketertarikan secara romantis, perilaku sexual atau ketertarikan
secara sexual kepada laki laki dan perempuan.[APA,2013; 2011; , GLAAD, 2011],
sumber lain menyatakan sebagai romantisme atau ketertarikan secara sexual kepada

3
semua jenis kelamin atau identitas gender;[ [Alan,2006; Beth, 2007]. Pada dasarnya
istilah bisexualitas biasanya digunakan untuk menggambarkan ketertarikan
romantisme atau ketertarikan sexual dalam konteks manusia kepada orang lain tanpa
membedakan laki laki atau perempuan.
4. Transgender (LGBT)
Transgender mengacu kepada identitas gender seseorang yang tidak terkait dengan
jenis kelamin biologis yang diperolehnya sejak lahir [Reference .com] Istilah
transgender di Indonesia lebih banyak dikenal sebagai Waria, beberapa daerah juga
mempunyai istilah yang menggambarkan transgender seperti, wadam, bencong
(Jakarta), calabai (Sulawesi), dan wandu (Jawa). Pengetahuan masyarakat umum
mengenai LGBT ini sangat masih sangat terbatas, khususnya mengenai penyebab
terjadinya perbedaan orientasi seksual dan identitas seksual ini. Tingkat pemahaman
ini dapat mempengaruhi penerimaan Pekerja terhadap kelompok LGBT.
Transgender (LGBT) Transgender mengacu kepada identitas gender seseorang
yang tidak terkait dengan jenis kelamin biologis yang diperolehnya sejak lahir
[Reference .com] Istilah transgender di Indonesia lebih banyak dikenal sebagai Waria,
beberapa daerah juga mempunyai istilah yang menggambarkan transgender seperti,
wadam, bencong (Jakarta), calabai (Sulawesi), dan wandu (Jawa). Pengetahuan
masyarakat umum mengenai LGBT ini sangat masih sangat terbatas, khususnya
mengenai penyebab terjadinya perbedaan orientasi seksual dan identitas seksual ini.
Tingkat pemahaman ini dapat mempengaruhi penerimaan Pekerja terhadap kelompok
LGBT.

b. KEHIDUPAN SOSIAL
 Tempat Tinggal
Kebanyakan dari mereka yang merupakan LGBT biasanya tinggal dikontrankan atau kos-
kosan. Tidak semua orang bisa menerima mereka di lingkungan rumahnya apalagi tinggal di
kosan milik mereka. Akan tetapi informan M merasa tidak terganggu dengan keberadaan
mereka asalkan mematuhi peraturan yang ada. mereka yang LGBT berhak mendapat tempat
tinggal sama dengan orang lain. Akan tetapi jangan sampai mereka melanggar aturan karena
berbeda dalam hal orientasi seksualnya. Mereka berpasangan sejenis yang dengan mudah
keluar masuk kosan atau kontrakan. Jangan sampai hal ini membuat mereka lepas kendali
dengan membawa banyak teman bahkan melewati jam malam. Mereka tetap dibatasai dengan
peraturan yang sama dengan penghuni kosan/ kontrakan yang lainnya.

 Pernikahan
Pernikahan kelompok LGBT akan ditentang oleh masyarakat karena latar belakang
budaya Indonesia. Justru dengan adanya pelegalan pernikahan sejenis memunculkan lagi

4
protes dari masyarakat sehingga terjadi diskrimanasi yang lebih parah terhadap LGBT. Jika
ingin melegalkan pernikahan sejenis, informan H menawarkan solusi seperti yang
dikatakannya berikut ini. di Indonesia yang masih memandang negatif kelompok LGBT
ditakutkan muncul protes dari masyarakat mengenai pernikahan sejenis. Cara mengatasinya
adalah dengan melakukan sosilisasi terlebih dahulu. Bantu masyarakat untuk mengenal lebih
dekat apa itu LGBT, kenapa mereka bisa demikian, dan apa yang harus kita lakukan untuk
membantu LGBT baru setelah itu melegalkan pernikahan mereka. Hal ini mungkin akan
memakan waktu yang cukup panjang, namun efeknya lebih baik untuk kedua belah pihak.

 Agama dan Pendidikan


Urusan agama dianggap sebagai urusan yang pribadi sehingga hal ini tidak perlu
dicampuri oleh orang lain termasuk pemerintah. Pemerintah tidak perlu mengatur mengenai
perilaku ibadah kaum LGBT. Seharusnya masyarakat sekitarpun mengizinkan mereka untuk
melakukan kegiatan keagamaan. Ada satu informan yang menganggap kalau masyarakat
justru memandang rendah mereka yang LGBT soal agamanya. Padahal ada informan lain
mengatakan baawa mereka ikut shalat. Pendidikan wajib bagi seluruh warga Indonesia
termasuk juga mereka yang LGBT. Semua informan setuju dengan hal ini. ada yang
berpendapat mereka yang LGBT harus disembuhkan dulu baru boleh sekolah akan tetapi
pada intinya semu setuju kalau sekolah itu wajib dan berhak dinikmati setiap orang. Salah
satu informan mengatakan bahwa sosialisasi bisa jadi menjadi solusi atas ketidaktahuan
masyarakat selama ini. Dengan adanya sosialisasi ini membuat masyarakat yang awalnya
tidak mengerti apa itu LGBT diharapkan menjadi lebih paham dan bisa menghargai LGBT.

 Kesehatan
Semua informan berpendapat bahwa orang-orang LGBT barhak mendapatkan layanan
kesehatan. Mereka juga masyarakat Indonesia yang berhak mendapatkan pelayanan publik
sama seperti masyarakat lainnya. Akan tetapi karena mereka memiliki perbedaan dalam
orientasi seksual dan identitas gendernya, maka ada beberapa pendapat yang berhubungan
dengan hal ini. Ada yang berpendapat bahwa mereka tidak boleh mendapatkan subsidi
kesehatan apabila penyakitnya berkaitan dengan keLGBT-annya bahkan mereka dilarang
untuk berobat bila penyakitnya karena mereka LGBT. Pemerintah dianggap buang-buang
uang untuk penyakit yang dianggap informan sebagai sesuatu yang dibuat dengan sengaja. Di
sini informan menyamakannya dengan penderita penyakit kanker yang diakibatkan karena
merokok yang jelas-jelas sudah dilarang. Lebih baik uang subsidi itu dialokasikan untuk
keperluan yang lain.

c. Pandangan masyarakat

Saat ini masih terdapat homophia pada sebagaian besar masyarakat, kebanyakan
merasa jijik dan bahkan ada yang takut melihat adanya LGBT. Hal ini dikarenakan mereka
berbeda dengan orang kebanyakan sehingga timbul rasa takut. Namun typologi tempat
tinggal juga mempengaruhi pandangan masyarakat, di daerah perkotaan seperti Jakarta yang

5
multibudaya, sibuk dan individualistis tidak merasakan LGBT sebagai ancaman sepanjang
tidak mengganggu lingkungan. Sementara daerah masyarakat yang masih erat interaksi
sosianya umumnya masih menolak. Di lingkungan pendidikan kebanyakan LGBT biasanya
baru mengungkap jati dirinya ketika di perguruan tinggi, sangat jarang ketika masih di
sekolah menengah atau lebih rendah. Lingkungan kampus dirasakan lebih toleran menyikapi
masalah perbedaan orientasi seksual. LGBT saat ini banyak ditemui diberbagai lingkungan
pekerjaan, seperti pekerja bank, pabrik, pekerja swasta, media, entertainment dan salon.
Beberapa bahkan menduduki posisi-posisi penting seperti senior manager atau bahkan senior
vice president.

Pada umumnya LGBT dapat diterima dengan baik asalkan tidak display affection dan
mengganggu keharmonisan pekerja lainnya. Namun sejumlah pembatasan masih terjadi
seperti di kalangan pemerintahan (PNS) karena takut dianggap sebagai tanda sikap
penerimaan pemerintah kepada kelompok LGBT ini. Kinerja dalam pekerjaan adalah yang
utama, bagi perusahaan jika karyawan mampu memberikan kontribusi maksimal tidak ada
alasan untuk tidak memberikan promosi dan kesempatan berkembang. Semua informan
berpendapat LGBT juga manusia yang memerlukan sosialisasi, pertemanan dan tempat
tinggal. Kalangan pekerja lebih permisif dalam menerima LGBT di lingkungannya, namun
dengan berbegai syarat dan kondisi. Jangan sampai mereka berpasangan dengan mudah
keluar masuk dan lepas kendali dengan membawa banyak teman dan mengganggu
lingkungan, penerimaanpun masih dibatasi jarak sosial, tidak boleh dekat dengan anak-anak
dan keluarga, tidak membentuk komunitas, dan tidak tinggal bersama pasangannya.

Pandangan masyarakat mengenai isu LGBT masih beragam tergantung latar belakang
budaya, agama, kelompok sosial, media, keluarga, pergaulan sebaya, gender dan interaksi
individu dengan LGBT [ Lehman& Thornwel ]. Tingkat penolakan, dan penerimaan terhadap
LGBT juga sangat tergantung pada faktor faktor di atas. Perlakuan masyarakat terhadap
waria misalnya, pada umumnya dipengaruhi oleh pemahaman dan pandangan mereka
mengenai kelompok transgender. Selain itu cara masyarakat merespon juga dipengaruhi oleh
pengalaman mereka berinteraksi dengan transgender. Jika pengalaman interaksi mereka
positif maka pandangan mereka terhadap transgender juga positif, namun jika sebaliknya
maka akan menebalkan stigma masyarakat kepada kelompok ini. LGBT di Indonesia masih
merupakan hal yang tabu khususnya bagi kelompok yang pemikirannya berlandaskan ajaran
agama. Sebagian besar menghujat perilaku dan orientasi seksual kelompok LGBT ini.

MUI bahkan sudah mengeluarkan fatwa yang menolak praktek hubungan badan dan
perkawinan sesama jenis. Ada juga sebagian masyarakat bersikap netral, menerima keadaan
LGBT namun tidak mendukung LGBT melakukan kegiatan secara terbuka. Kelompok ini
beranggapan semua orang mempunyai hak yang sama untuk hidup memenuhi hak hak
sebagai manusia namun tetap mempertimbangkan konteks lokal. Sedangkan kelompok yang
pendukung adalah kelompok LGBT, para aktivist dan penggerak kesetaraan yang
menginginkan LGBT juga punya hak yang sama tanpa batasan dalam konteks apapun,
termasuk dalam perkawinan sejenis.

6
C. Praktek dan sikap terhadap kelompok LGBT

Perlakuan diskriminatif masih sering terdengar, baik dalam bidang sosial, ekonomi
dan budaya. LGBT yang terbuka sulit mengakses pekerjaan, terutama pekerjaan di sektor
formal, karena banyak pemberi kerja yang homophobic dan karena lingkungan tidak ramah
terhadap kelompok LGBT. Sedangkan yang berhasil mendapatkan pekerjaan juga kerap
mengalami perlakuan diskriminatif seperti dihina, dan dijauhi, sehingga pada akhirnya tidak
nyaman dan berhenti. Di sektor pendidikan meski diskriminasi tidak begitu kentara,
perlakuan diskriminatif lebih banyak datang dari lingkungan sebaya, pada LGBT yang
mampu melewati masa krisis di bangku sekolah menengah biasanya mampu mengembangkan
bakat dan talentanya dan mampu meraih pendidikan yang lebih tinggi.

Kelompok LGBT umumnya mengharapkan perlakuan yang lebih seimbang dan adil
dari Pemerintah dan masyarakat, mereka ingin orientasi seksual dan perilaku seksual tidak
menjadi hambatan bagi mereka dalam bermasyarakat, berkarya, berprestasi dan berkontribusi
dalam pembangunan. Masyarakat sendiri yang memiliki stigma terkait dengan LGBT,
khususnya akibat paparan media yang berlebihan dan tindak laku LGBT itu sendiri yang
mendatangkan kekhawatiran, seperti kasus HIV AIDS, dan kasus kejahatan seksual pada
anak, ditambah lagi dengan stigma yang dilandasi ajaran agama.

Sikap masyarakat terhadap kaum LGBT ini sangat beragam. Ada yang peduli ada
yang tidak peduli. Masyarakat yang peduli ini banyak lagi jenisnya. Ada yang peduli lalu
melakukan tindakan yang berupaya untuk membantu mengembalikan LGBT menjadi hetero,
ada pula yang peduli tapi hanya sekedar membicarakannya dibelakang. Masyarakat yang
tidak peduli juga banyak jenisnya. Tidak peduli LGBT melakukan tindakan apapun asalkan
tidak mengganggu mereka. Ada pula yang tidak peduli karena tidak memiliki power untuk
melakukan sesuatu. Orang-orang yang berada di kota besar seperti Jakarta dianggap lebih
multiculture, memiliki cara pandang yang berbeda sehingga tidak ada kesatuan pandangan
yang membuat mereka memiliki kekuasaan untuk melakukan tindakan tertentu terhadap
LGBT. Informan ini berpendapat bahwa masyarakat yang tidak peduli bukan berarti mereka
menyetujui tindakan atau keberadaan LGBT. Akan tetapi mereka hanya tidak mampu untuk
menunjukkan sikap ketidak setujuannya Masyarakat merasa jijik dan bahkan ada yang takut
melihat adanya LGBT. Hal ini dikarenakan LGBT merupakan kaum minoritas sehingga
mereka berbeda dengan orang kebanyakan. Hal ini membuat reaksi munculnya rasa takut.

Ada yang menerima ada yang tidak menerima keberadaan LGBT di lingkungan
rumah. Akan tetapi mereka yang menerima LGBT di lingkungan rumah mereka memiliki
syarat atas keberadaan mereka. Diantaranya adalah tidak mengganggu ketenangan dan
kenyamanan masyarakat lainnya. Tidak tinggal dengan pasangannya dan tidak membentuk
komunitas yang berpotensi untuk menambah jumlah mereka. Ada ketakutan jika pasangan
LGBT hidup bersama disuatu lingkungan masyarakat membuat generasi penerus meniru
tindakan mereka. tindakan pasangan tersebut berpasangan sejenis dianggap tindakan yang
biasa sehingga anak-anak bisa jadi meniru dan menjadi seperti mereka yang LGBT.

7
e. Tingkat Penerimaan masyarakat terhadap ekspektasi LGBT dalam bidang

 Politik, dan Ekonomi


Hak berpolitik merupakan hak setiap orang. Apalagi Indonesia merupakan negara demokrasi
sehingga siapapun seharusnya berhak untuk memilih dan dipilih. Siapapun berhak memilih
asalkan merupakan warga negara indonesia yang sah secara hukum.

 Identitas
KTP KTP memiliki fungsi sebagai tanda pengenal. Di Indonesia, KTP dibuat data lengkap
seperti NIK, nama, tempat/tanggal lahir, golongan darah, alamat, agama, pekerjaan, status
perkawinan dan jenis kelamin. Semuanya diharapkan memiliki fungsinya masing-masing.
NIK dan nama berguna sebagai pengenal; Golongan darah untuk langkah medis jika

 Ekonomi
Ada beberapa pekerjaan yang identik dengan kelompok LGBT. Diantaranya pekerja salon,
make up artist, pengamen, karyawan bar dan diskotik, karyawan Gym, perancang busana,
artis dan SPG brand-brand luar negri. Bukan berarti semua orang yang bekerja di sini
merupakan LGBT. Akan tetapi banyak dari mereka yang LGBT bekerja di tempattempat
seperti ini. hal ini berhubungan dengan pekerjaan tersebut tidak mempermasalahkan orientasi
seksual seseorang untuk bekerja di sana. Mereka yang LGBT bisa diterima bekerja asalkan
mampu melakukan pekerjaannya dan sesuai dengan peraturan yang ada dalam perusahaan
tersebut. Akan tetapi ada kemungkinan mereka akan menemukan orang-orang yang merasa
aneh dan risih berada disekitar mereka karena tidak semua orang paham dan mengerti apa itu
LGBT.

8
9
10
11
KB II IBU PENGGANTI (SURROGATE MOTHER)

A. DEFENISI SURROGATE MOTHER


Menurut Desriza Ratman, surrogate mother adalah perjanjian antara seorang wanita
yang mengikatkan diri melalui suatu perjanjian dengan pihak lain (suami-isteri) untuk
menjadi hamil terhadap hasil pembuahan suami isteri tersebut yang ditanamkan ke dalam
rahimnya, dan setelah melahirkan diharuskan menyerahkan bayi tersebut kepada pihak suami
isteri berdasarkan perjanjian yang dibuat. Perjanjian ini lazim disebut
gestational agreement.

Menurut Husni Thamrin, surrogate mother yang sering disebut rahim sewaan, dimana
sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang diproses dalam tabung lalu dimasukan ke
dalam rahim orang lain dan bukan ke rahim isteri.

Senada dengan hal tersebut Menurut Salim HS dalam Fajar Bayu setiawan dkk, kontrak
sewa rahim adalah perjanjian seorang wanita yang mengikatkan dirinya dengan pihak lain
(suami isteri) untuk menjadi hamil dan setelah melahirkan menyerahkan anak atau bayi
tersebut.

B. JENIS BAYI TABUNG


John C. Fletcher membagi jenis bayi tabung (fertilisasi in vitro) menjadi dua macam yaitu :
1.In vitro (outside the human body) fertilization (IVF) using sperm of husband or donor
2.Egg of wife or surrogate mother.
Jika ditinjau dari sperma dan ovum serta tempat embrio yang ditransplantasikan, maka bayi
tabung dibagi menjadi 8 (delapan) jenis yaitu:

a. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang
kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim isteri;
b. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari dari pasangan suami isteri
yang kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim ibu pengganti
(surrogate mother)
c. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami dan ovum dari donor, lalu
embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim isteri
d. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari donor dan ovum dari isteri, lalu
embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim isteri
e. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari donor dan ovum dari isteri, lalu
embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim ibu pengganti (surrogate mother)
f. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami dan ovum dari donor, lalu
embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim ibu pengganti (surrogate mother)
g. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari donor yang kemudian
embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim isteri
h. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari donor yang kemudian
embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim ibu pengganti (surrogate mother)

12
Ada beberapa alasan pasangan suami isteri melakukan program bayi tabung untuk
mendapatkan keturunan, yaitu :

1) Isteri mengalami kerusakan pada kedua saluran telur (tuba), biasanya disebabkan
infeksi.
2) Lendir leher rahim yang tidak normal, hal ini terjadi biasaya bila ada keputihan,
sehingga pada saat sperma melewati serviks, spermanya mati terlebih dahulu.
3) Masalah pada endometriosis pada rahim isteri
4) Masalah oligospermia pada suami, yaitu keadaan sperma yang jumlahnya kurang,
gerakannya yang lemah, dan bentukanya juga tidak normal.
5) Unexplained infertility (tidak diketahui penyebabnya)
Ada beberapa negara yang melegalkan praktik sewa rahim ini seperti Amerika Serikat,
India, Thailand, Ukraina, dan Rusia. Biaya bervariasi antara satu negara dengan negara lain,
dan juga bergantung pada jumlah siklus In Vitro Fertilization (IVF)/program kehamilan yang
dibutuhkan, dan apakah diperlukan asuransi kesehatan. Families Through Surrogacy,
organisasi surogasi nirlaba internasional, memperkirakan biaya rata-rata di berbagai negara: -
US $ 100.000 (sekitar 1,4 miliar rupiah).

Pasal 1 angka 10 PP No. 61 Tahun 2014, hanya dijelaskan mengenai definisi dari
Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah adalah upaya
memperoleh kehamilan di luar cara alamiah tanpa melalui proses hubungan seksual antara
suami dan istri apabila cara alami tidak memperoleh hasil Termasuk dalam kategori
reproduksi dengan bantuan ini adalah program bayi tabung

C. PERJANJIAN SEWA RAHIM


Perjanjian sewa rahim ibu pengganti (surrogate mother) tidak memenuhi syarat sah
suatu sebab yang halal, karena perjanjian sewa rahim ibu pengganti (surrogate mother)
dilarang di dalam UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No 61
Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Sehingga akibatnya batal demi hukum. Dalam
proses pelaksanaan program bayi tabung mungkin saja terjadi kelebihan
embrio hasil pembuahan di luar tubuh manusia (ferlilisasi invitro) yang tidak ditanamkan
pada rahim isteri. Bagaimana keberadaan embrio yang lebih ini?
PP No.61 Tahun 2014 memberikan beberapa pengaturan, bahwa:
1) Kelebihan embrio hasil pembuahan di luar tubuh manusia (ferlilisasi invitro) yang
tidak ditanamkan pada rahim harus disimpan sampai lahirnya bayi hasil Reproduksi
dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah.
2) Penyimpanan kelebihan embrio tersebut dapat diperpanjang setiap 1 (satu) tahun atas
keinginan pasangan suami istri untuk kepentingan kehamilan berikutnya.
3) Kelebihan embrio tersebut dilarang ditanam pada:
a. rahim ibu jika ayah embrio meninggal atau bercerai; atau
b. rahim perempuan lain
4). Dalam hal pasangan suami istri pemiliknya tidak memperpanjang masa simpan
kelebihan embrio, fasilitas pelayanan kesehatan penyelenggara Reproduksi dengan

13
Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah harus memusnahkan kelebihan embrio.

Fred Amelen dalam buku Kapita Selekta Hukum Kesehatan (1991), menyatakan bahwa
seorang wanita yang mengikatkan dirinya melalui suatu ikatan perjanjian dengan pihak lain
(suami dan istri) untuk menjadi hamil setelah dimasukkannya penyatuan sel benih laki-laki
dan sel benih perempuan, yang dilakukan pembuahannya di luar rahim sampai melahirkan
sesuai kesepakatan yang kemudian bayi tersebut diserahkan kepada pihak suami istri dengan
mendapatkan imbalan berupa materi yang telah disepakati.
D. BENTUK-BENTUK PENYEWAAN RAHIM
Menurut Judiasih (2016), penyewaan rahim dapat dilakukan dalam bentuk-bentuk sebagai
berikut:
1. Benih istri (ovum) disenyawakan dengan benih suami (sperma), kemudian
dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Kaidah ini digunakan dalam keadaan istri
memiliki benih yang baik, tetapi rahimnya dibuang karena pembedahan, kecacatan
yang terus, akibat penyakit yang kronik atau sebab-sebab yang lain.
2. Sama dengan bentuk yang pertama, kecuali benih yang telah disenyawakan
dibekukan dan dimasukkan ke dalam rahim ibu tumpang selepas kematian pasangan
suami istri itu.
3. Ovum istri disenyawakan dengan sperma lelaki lain (bukan suaminya) dan
dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan ini apabila suami mandul dan istri
ada halangan atau kecacatan pada rahimnya tetapi benih istri dalam keadaan baik.
4. Sperma suami disenyawakan dengan ovum wanita lain, kemudian dimasukkan ke
dalam rahim wanita lain. Keadaan ini berlaku apabila istri ditimpa penyakit pada
ovarium dan rahimnya tidak mampu memikul tugas kehamilan, atau istri telah
mencapai tahap putus haid (menopause).
5. Sperma suami dan ovum istri disenyawakan, kemudian dimasukkan ke dalam rahim
istri yang lain dari suami yang sama. Dalam keadaan ini istri yang lain sanggup
mengandungkan anak suaminya dari istri yang tidak boleh hamil.

Dalam perkembangan teknologi kedokteran, Surrogate Mother dapat dilakukan dengan


berbagai cara, yaitu: (Muntaha, 2013)
a. Benih yang akan ditanam berasal dari pasangan suami istri kemudian di tanam kembali ke
Rahim istri.
b. Salah satu benih dari donor (sperma/sel telur) ditanam ke rahim istri.
c. Benih berasal dari pasangan suami istri tapi ditanam pada rahim wanita lain.
Pengaturan Terkait Surrogate Mother (Ibu Pengganti) Di Indonesia
Indonesia belum mempunyai ketentuan khusus yang mengatur mengenai Surrogate
Mother atau ibu pengganti. Praktik hukum di Indonesia menyiratkan bahwa pelaksanaan
Surrogate Mother dilarang dilakukan di Indonesia, meskipun faktanya praktik Surrogate
Mother dilakukan secara diam- diam dan terjadi di beberapa-beberapa wilayah di Indonesia.
Peraturan-peraturan yang dapat dikatakan secara tidak langsung menyangkut mengenai
Surrogate Mother atau ibu pengganti dapat dilihat dari beberapa ketentuan sebagai berikut:

14
1. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Pasal 127 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, mengatakan bahwa upaya
kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah
dengan ketentuan:
a) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan
dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
b) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu;
c) Pada fasilitas pelayanan tertentu.
Pasal 72 huruf b UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, mengatakan bahwa setiap orang
berhak menentukan kehidupan reproduksinya dan bebas dari diskriminasi, paksaan, dan atau
kekerasan yang menghormati nilai-nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia
sesuai dengan norma agama.
2. Peraturan Menteri Kesehatan No. 039
Menkes/SK/2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu

Peraturan internal Departemen Kesehatan ini menyatakan bahwa:


1) Pelayanan teknologi buatan hanya dapat dilakukan dengan sel telur istri dan sperma
suami yang bersangkutan.
2) Pelayanan reproduksi buatan merupakan bagian dari pelayanan in fertile, sehingga
kerangka pelayanannya merupakan bagian dari pengelolaan pelayanan infertilitas
secara keseluruhan
3) Embrio yang dapat dipindahkan satu waktu ke dalam rahim istri tidak lebih dari tiga;
boleh dipindahkan empat embrio pada keadaan:
a. Rumah sakit memiliki tiga tingkat perawatan intensif BBL.
b. Pasangan suami istri sebelumnya sudah mengaiami sekurang-kurangnya 2 kali
prosedur teknologi reproduksi yang gagal atau
c. Istri berumur lebih dari 35 tahun.
4)Dilarang melakukan surogasi dalam bentuk apapun.

5) Dilarang melakukan jual beli embrio ovum dan spermatozoa.

6) Dilarang menghasilkan embrio manusia semata-mata untuk penelitian. Penelitian atau


sejenisnya terhadap embrio manusia hanya dilakukan kalau tujuan penelitiannya
dirumuskan dengan sangat jelas.

7) Dilarang melakukan penelitian terhadap atau dengan menggunakan embrio manusia


yang berumur lebih dari 14 hari sejak tanggal fertilisasi.

8) Sel telur manusia yang dibuahi dengan spermatozoa manusia tidak boleh di biak in
vitro lebih dari 14 hari (tidak termasuk hari-hari penyimpanan dalam suhu yang sangat
rendah/simpan beku).

15
9) Dilarang melakukan penelitian atau eksperimentasi terhadap atau dengan
menggunakan embrio, ovum atau spermatozoa manusia tanpa izin khusus dari siapa telur
atau spermatozoa itu diperoleh.

10) Dilarang melakukan fertilisasi transpesies kecuali apabila fertilisasi transpesies itu
diakui sebagai cara untuk mengatasi atau mendiagnosis infertilitas pada manusia. Setiap
hybrid yang terjadi akibat fertilisasi transpesies harus segera diakhiri pertumbuhannya
pada tahap biasa.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi

1) Pasal 1 angka 10 menyatakan bahwa reproduksi dengan bantuan atau kehamilan di luar
cara alamiah adalah upaya memperoleh kehamilan di luar cara ilmiah tanpa melalui proses
hubungan seksual antara suami dan istri apabila cara alami tidak memperoleh hasil.

2) Pasal 40 menyatakan sebagai berikut:

Ayat (1) Reproduksi dengan bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat
dilakukan pada pasangan suami istri yang terikat perkawinan yang sah dan mengalami
ketidaksuburan atau intertilitas untuk memperoleh keturunan.

Ayat (2) Reproduksi dengan bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan menggunakan hasil pembuahan sperma dan
ovum yang berasal dari suami istri yang bersangkutan dan ditanamkan dalam rahim istri dari
mana ovum berasal.

Ayat (3) Reproduksi dengan bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta tidak bertentangan dengan norma agama. Ayat (4) Reproduksi dengan
bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi dan kewenangan.

3) Pasal 43 Menyatakan bahwa:

Ayat (1) Kelebihan embrio hasil pembuahan di luar tubuh manusia (ferlilisasi in vitro) yang
tidak ditanamkan pada rahim harus disimpan sampai lahirnya bayi hasil reproduksi dengan
bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah. Ayat (3) Kelebihan embrio sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilarang ditanam pada:

a. Rahim ibu jika ayah embrio meninggal atau bercerai; atau

b. Rahim perempuan lain.

Ketentuan pasal 43 ayat 3 huruf b menegaskan bahwa tidak dimungkinkan untuk menitipkan
embrio pada rahim perempuan lain (Surrogate Mother).

Perjanjian Sewa Rahim Menurut Hukum Perjanjian di Indonesia

16
Sewa rahim merupakan sebuah perjanjian antara ibu pengganti dengan pihak lain (suami-
istri) sehingga segala sesuatunya diatur dalam KUHPerdata. Pengertian perjanjian pada Pasal
1313 KUHPerdata menyatakan bahwa “Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Selain pengertian perjanjian dalam KUHPerdata, beberapa pendapat mengemukakan,


suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di
mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini,
timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu
menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya,
perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau
kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana pihak
yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari perjanjian
ini, ditimbulkan sesuatu peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak,
hubungan tersebutlah yang dinamakan perikatan (Thamrin, 2014).

Pengertian perjanjian sewa rahim adalah suatu perbuatan hukum antara ibu pengganti
dengan pasangan suami istri untuk saling mengikatkan diri agar memperoleh anak atau
keturunan.Suatu perjanjian pada asasnya berlaku bagi pihak yang mengadakan perjanjian itu
sendiri dan ini dikenal sebagai asas pribadi (Pasal 1315 jo 1340 KUH Perdata). Para pihak
tidak dapat mengadakan perjanjian yang mengikat pihak ketiga, kecuali dalam apa yang
disebut janji guna pihak ketiga (beding ten behoove van derden) Pasal 1317 KUHPerdata
(Badruzaman, 2002).

Perjanjian sewa rahim harus memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian yang ada dalam
Pasal 1320 KUHPerdata yaitu: (Judiasih, 2016)

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Dalam hal ini, intended parents dan surrogate mother harus mempunyai kehendak yang sama
agar terjadi kesepakatan.

2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian

Baik intended parents dan surrogate mother masing-masing harus mempunyai kecakapan
dalam melakukan perbuatan hukum, selain memenuhi kecakapan berdasarkan usia, juga
harus memenuhi syarat sebagai surrogate mother yaitu Syarat untuk menjadi Surrogate
Mother : tidak lebih dari 40 tahun, sehat jasmani dan rohani, punya rahim yang sehat dan
kuat, status sosial menikah, punya minimal satu anak, dan ada persetujuan dari suaminya dan
sebagai intended parent harus memenuhi syarat bahwa intended parents sebagai penanam sel
telur harus memiliki ikatan perkawinan.

Surrogate Mother bisa dimungkinkan seorang yang terikat perkawinan maupun yang
belum menikah, bagi Surrogate Mother yang belum menikah, dia mempunyai hak untuk
melakukan perjanjian SA dalam kapasitas dia sebagai subjek hukum.

3. Mengenai suatu hal tertentu

17
Suatu perjanjian haruslah mempunyai obyek tertentu sekurang-kurangnya dapat
ditentukan bahwa obyek tertentu itu dapat berupa benda yang sekarang ada dan nanti akan
ada, adapun yang dimaksud dengan barang adalah barang yang dapat diperdagangkan,
jenisnya dapat ditentukan, adapun barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum
antara lain seperti jalan umum, pelabuhan umum, gedung-gedung umum dan sebagainya
tidak dapat dijadikan obyek perjanjian. Terkait dengan obyek Surrogacy agreement yaitu
menanamkan benih di rahim seorang perempuan yang bukan istrinya, untuk mendapatkan
seorang anak.

Berkenaan dengan hal tertentu dalam surrogacy agreement, karena objek perjanjiannya
adalah menanamkan benih di rahim wanita yang bukan istrinya untuk mendapatkan seorang
anak, berdasarkan Undang-Undang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan No.
039.Menkes/SK/2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu,
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi, maka objek
surrogacy agreement bertentangan dengan peraturan tersebut di atas, anak yang dikandung
oleh surrogate mother dan diserahkan

kepada intended parents tidaklah dapat dijadikan obyek suatu perjanjian.

4. Suatu sebab yang diperbolehkan peraturan perundang-undangan

Tidak ada ketentuan yang memberikan pengertian mengenai sebab. Yang dimaksud
dengan causa bukanlah hubungan sebab-akibat. Sehingga pengertian sebab atau causa di sini
tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan ajaran kausaliteit. Yang dimaksud dengan
pengertian causa bukan sebab yang mendorong para pihak untuk mengadakan perjanjian.

Adapun menurut yurisprudensi, yang ditafsirkan dengan causa adalah isi atau maksud
dari perjanjian, sehingga hakim dapat menguji apakah tujuan dari perjanjian itu dapat
dilaksanakan dan apakah isi perjanjian tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban
umum dan kesusilaan. Berdasarkan hal tersebut, causa dari surrogacy agreement yaitu
menanamkan benih untuk mendapatkan seorang anak bertentangan dengan peraturan
perundang- undangan, ketertiban umum dan kesusilaan.

Ada beberapa pendapat yang menolak perjanjian sewa rahim. Pihak yang menolak ini
menginginkan dibentuknya peraturan yang berisi: (Judiasih, 2016)

1. Membuat semua perjanjian tidak dapat


diberlakukan.
2. Membuat semua periklanan ilegal.
3. Membuat siapa pun yang membantu dalam prosedur terkait bertanggung jawab. lni
akan termasuk di dalamnya broker bayi, pengacara, dan dokter. Membuat fungsi
teknologi reproduksi untuk tujuan menciptakan anak dengan tujuan memberikan
mereka (kepada orang lain), ilegal.
Peraturan yang akan dibentuk sangat diharapkan dapat memuat hal-hal yang sifatnya tidak
dimungkinkan, seperti misalnya:

18
1. Hal tersebut membuat mustahil untuk membangun perusahaan/ lembaga surrogacy
secara komersial.
2. Hal tersebut membuat mustahil untuk memaksa seorang wanita untuk menyerahkan
anaknya.
3. Hal tersebut membuat mustahil untuk menggunakan sumber kesehatan dan social
publik untuk tujuan surrogacy secara komersial.
4. Hal tersebut memberhentikan profesi medis dan hukum terlibat dalam surrogacy.
5. Hal tersebut tidak mengkriminalisasi dan mengorbankan wanita atau pasangan yang
memesan.
Status Hukum Anak

Anak Anak yang lahir dari perjanjian surrogate mother mempunyai kemungkinan yang
unik terkait dengan siapa yang dapat disebut sebagai orang tua anak. kombinasi orang tua
adalah sebagai berikut:

1) 2 orang tua: si pemberi sel telur dan yang menjadi ibu kandung adalah sama serta
sang ayah kandung tanpa ikatan pernikahan
2) 3 orang tua: si pemberi sel telur dan yang menjadi ibu kandung adalah sama, ayah
kandung, serta istri dari sang ayah kandung;
3) 4 orang tua: si pemberi sel telur, ibu kandung, ayah kandung, dan istri dari sang ayah
kandung; atau
4) 5 orang tua: si pemberi sel telur, pemberi sperma, ibu kandung, ayah angkat, dan ibu
angkat.
Hukum Indonesia mempunyai pengaturan dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (selanjutnya disebut UU Perkawinan) yang menyatakan bahwa anak yang sah
adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Sedangkan
Pasal 43 UU Perkawinan menyatakan bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya
mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.

Terkait dengan anak yang lahir dari ibu pengganti atau Surrogate Mother, maka apabila
dihubungkan dengan peraturan di atas akan terjadi status seperti berikut:

1. Apabila anak itu dilahirkan dari wanita surrogate mother yang terikat dalam
perkawinan (mempunyai suami) maka anak tersebut akan berkedudukan sebagai anak
sah dari wanita tersebut dan suaminya.
2. Apabila anak itu lahir dari wanita surrogate mother yang tidak terikat dalam
perkawinan, maka anak tersebut akan berkedudukan sebagai anak luar kawin dari
wanita tersebut
Selanjutnya berbicara mengenai Donor ovum atau donor embrio dalam proses implantasi,
untuk donor ovum atau donor embrio dalam proses implantasi di rahim seorang wanita di
mana embrio tersebut berasal dari wanita lainnya, atau ovum yang sudah dibuahi digunakan
untuk:

19
a. Semen/sperma yang dihasilkan oleh suami dari rahim wanita yang ditanamkan embrio.

b. Semen/sperma yang dihasilkan oleh seorang pria selain dari suami yang ditanamkan
embrio di dalam rahimnya.

Status anak ketika seorang wanita yang menikah hamil, sebagai hasil dari donor ovum
atau donor embrio dalam proses implantasi di mana semen/sperma yang digunakan untuk
pembuahan ovum dihasilkan oleh seorang laki-laki selain dari suami wanita yang menikah
tersebut dan wanita tersebut menjalani prosedur dengan persetujuan dari suaminya:

a. Suami harus, untuk tujuan apapun, menjadi ayah dari setiap anak dari kehamilan, baik yang
lahir atau yang belum lahir; dan

b. Laki-laki yang menghasilkan semen/sperma harus, tidak menjadi ayah dari setiap anak dari
kehamilan, baik yang lahir atau yang belum |ahir.

Setiap wanita yang hamil sebagai hasil dari donor ovum atau donor embrio dalam proses
implantasi dan baik wanita itu tidak menikah atau menikah yang mana telah menjalani
prosedur donor tanpa persetujuan dari suaminya,

a) Setiap anak dari kehamilan, baik yang lahir atau yang belum lahir, tidak akan
memiliki, hubungan dengan laki-Iaki yang menghasilkan semen/sperma yang
digunakan di prosedur donor, hak dan kewajiban akan anak itu setiap saat diberikan
kepada suami dari wanita tersebut; dan
b) Laki-laki yang menghasilkan semen/sperma yang digunakan tidak akan memiliki hak
dan kewajiban sebagai seorang ayah dari anak yang dikandung, kecuali kalau laki-
laki itu, atau sewaktu-waktu menjadi, suami dari wanita tersebut.
Ketika seorang wanita menjadi hamil sebagai hasil dari donor ovum atau donor embrio dalam
proses implantasi:

A. Wanita itu harus, menjadi ibu dari setiap anak dari kehamilan, baik yang lahir atau
yang belum lahir dan
B. Wanita yang menggunakan ovum yang dari mana embrio itu berasal dan yang
digunakan dalam prosedur, untuk tujuan apapun, tidak menjadi ibu dari setiap anak
dari kehamilan, baik yang lahir atau yang belum lahir. Bagian ini menyajikan hasil
penelitian. Hasil penelitian dapat dilengkapi dengan tabel, grafik (gambar), dan/atau
bagan.
Status anak yang lahir dari surrogate mother dalam kaitan dengan pengaturan UU
Perkawinan, bahwa anak tersebut merupakan anak sah dari Surrogate Mother, bukan anak
dari orang tua yang menitipkan benih di rahim surrogate mother.

20
Siapa yang Perlu Menggunakan Ibu Pengganti & Hasil yang Diharapkan
Saat ini, ibu pengganti gestasional sudah sangat umum; apalagi dengan semakin
berkembangnya teknologi bayi tabung. Setiap tahun, ada sekitar 750 bayi yang dilahirkan
dengan cara ini.

Wanita yang memilih untuk menggunakan ibu ganti gestasional adalah mereka yang:

 Memiliki kelainan pada rahim


 Rahimnya telah diangkat melalui histerektomi sebagai proses pengobatan untuk penyakit
lain
 Memiliki penyakit jantung atau paru-paru yang dapat membahayakan keselamatan mereka
apabila mereka hamil atau melahirkan
 Telah mencoba dan tidak dapat hamil dengan teknik bayi tabung
 Tidak dapat mengadopsi anak karena usia, status pernikahan, atau orientasi seksual

Sedangkan ibu pengganti yang dipilih dapat berupa teman, anggota keluarga, atau ibu
pengganti gestasional yang dipekerjakan melalui agen penyedia ibu pengganti. Setiap pilihan
ibu pengganti memiliki kesulitan tersendiri. Berdasarkan American Society for Reproductive
Medicine, ibu pengganti sebaiknya tidak dilakukan dengan menggunakan anggota keluarga
inti karena bayi yang lahir akan memiliki gen yang sama dengan bayi yang terlahir dari
hubungan antar saudara. Walaupun menggunakan teman atau anggota keluarga sebagai ibu
pengganti membutuhkan biaya yang lebih sedikit dan tidak terlalu rumit dalam hal hukum,
namun cara ini memiliki kesulitan tersendiri. Oleh karena itu, banyak orang yang memilih
untuk menggunakan ibu pengganti dari agen, di mana orangtua dapat mencari ibu pengganti
yang sesuai. Agen akan mengatur perjanjian, mengambil pembayaran dan memberikannya
pada ibu pengganti, serta berhubungan langsung dengan ibu pengganti agar tidak terjadi
konflik pribadi antara ibu pengganti dan orangtua.

Menyewa ibu pengganti gestasional dapat menghabiskan banyak biaya. Biaya dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain:

 Biaya agen
 Kompensasi untuk ibu pengganti gestasional
21
 Asuransi kesehatan
 Biaya untuk kebutuhan non-medis
 Biaya proses hukum
 Biaya konseling
 Proses bayi tabung

Ibu pengganti dapat menghabiskan biaya yang banyak dan juga membutuhkan energi
emosional dan psikologis. Oleh karena itu, orangtua disarankan untuk mempertimbangkan
secara matang sebelum memilih untuk menggunakan ibu pengganti.

Cara Kerja Ibu Pengganti


Orangtua dapat memulai proses penggunaan ibu pengganti dengan melakukan konsultasi
kesuburan untuk mengevaluasi keuntungan dan kerugian dari menggunakan ibu pengganti.
Setelah mereka setuju menggunakan ibu pengganti, langkah selanjutnya adalah mencari ibu
pengganti. Ibu pengganti harus memenuhi persyaratan berikut:

 Ia harus berusia setidaknya 21 tahun. (Usianya akan mempengaruhi tingkat


keberhasilan kehamilan).
 Ia harus sudah pernah setidaknya satu kali melahirkan bayi yang sehat dan memahami
pengaruh kesehatan dan emosional dari proses kehamilan dan melahirkan.
 Keluarganya harus memberikan dukungan atau persetujuan.
 Ia harus memiliki kondisi fisik dan mental yang sehat.

Setelah itu, kedua belah pihak akan menjalani pemeriksaan, namun ibu pengganti akan
diperiksa baik secara psikis dan fisik. Kemudian, kontrak tertulis akan dipersiapkan untuk
memperjelas semua aspek perjanjian. Kontrak tersebut harus berisi:

 Peran dan tanggung jawab pribadi dari setiap pihak


 Hal yang harus dilakukan untuk memastikan bayi mendapatkan perawatan yang baik
selama di kandungan
 Hak asuh dan hukum atas anak
 Kompensasi bagi ibu pengganti
 Tempat melahirkan
 Hubungan antara kedua belah pihak di masa mendatang
 Biaya kesehatan untuk seluruh proses
 Asuransi kesehatan bagi ibu pengganti selama mengandung sampai melahirkan

22
 Semua kemungkinan yang dapat terjadi, seperti lahirnya anak kembar dua atau kembar
tiga yang tak terduga

Setelah ibu pengganti yang sesuai telah ditemukan dan perjanjian telah disetujui melalui
kontrak hukum yang mengikat, proses bayi tabung akan dimulai. Proses diawali dengan
menyamakan siklus ibu pengganti dan ibu kandung dengan obat-obatan; hal ini dilakukan
untuk memastikan rahim ibu pengganti dapat mengandung embrio ketika sel telur dari ibu
kandung diambil dan dibuahi. Saat siklus ibu dengan ibu pengganti sudah sama, ibu kandung
akan mengonsumsi obat-obatan untuk merangsang produksi sel telur yang banyak Ketika sel
telur sudah siap untuk dibuahi, sel tersebut akan diambil melalui operasi sederhana; dan di
saat bersamaan, ayah akan menghasilkan sampel sperma. Kemudian, sel telur dan sperma
akan dibuahi di cawan laboratorium Ketika proses pembuahan sudah berhasil, embrio akan
dipindahkan ke rahim ibu pengganti.

B.1. Kemungkinan Komplikasi dan Resiko Ibu Pengganti

 Aspek emosional

Proses penggunaan ibu pengganti dapat membutuhkan waktu yang lama dan rumit;
orangtua harus memahami hal yang bisa diharapkan sebelum memulai proses.
Terkadang, orangtua membutuhkan waktu beberapa bulan atau tahun untuk
menemukan ibu pengganti yang dirasa sesuai. Tidak semua proses bayi tabung dapat
menyebabkan kehamilan yang sukses, oleh karena itu ada kemungkinan orangtua
harus mengulangi proses yang sama 3-4 kali. Proses ini dapat berlangsung sampai
beberapa bulan karena proses bayi tabung membutuhkan waktu 4-6 minggu.

 Tingkat keberhasilan.

Keberhasilan kehamilan tidak dapat dijamin, terutama apabila kehamilan


menggunakan sel telur dari ibu kandung karena kemungkinan ibu untuk menghasilkan
sel telur yang baik akan bergantung pada usianya.

 Efek samping.

23
Obat penyubur yang digunakan selama proses dapat menyebabkan beberapa efek
samping untuk ibu dan ibu pengganti gestasional. Ibu pengganti juga akan mengalami
efek samping yang biasa dialami saat kehamilan.

 Masalah hukum

Ada banyak faktor yang dapat menghambat keberhasilan proses penggunaan ibu
pengganti. Ada kemungkinan ibu pengganti akan mengundurkan diri dan memutuskan
untuk tidak mengandung bayi, atau ia dapat tiba-tiba berubah pikiran dan
memutuskan untuk tidak menyerahkan bayinya. Hak asuh. Kemungkinan, masalah
terbesar dari ibu pengganti adalah aspek hukum, yang rumit karena hukum di setiap
daerah tentang ibu pengganti dapat beragam, Di beberapa tempat, orangtua masih
harus menjalani proses adopsi untuk mendapatkan hak asuh, sedangkan di daerah
lainnya, orangtua dapat menjalani prosedur sederhana yaitu “deklarasi hak asuh”
sebelum bayi lahir sehingga mereka tidak perlu menjalani proses adopsi. Orangtua
kandung harus memahami seluruh proses dan hukum ibu pengganti di daerah mereka,
sehingga mereka dapat melindungi hak mereka sebagai orangtua yang sah.

 Kekhawatiran medis dan kesehatan

Sebelum proses dimulai, ibu pengganti gestasional akan menjalani pemeriksaan


psikis untuk memastikan ia akan bersedia menyerahkan bayi yang ia lahirkan, serta
menjalani pemeriksaan kesehatan untuk memeriksa risiko kesehatan tertentu.

C.Pekerja Seks Komersial (PSK)

1. Pengertian Pekerja Seks Komersial


Pekerja Seks Komersial (PSK) adalah para pekerja yang bertugas melayani
aktivitas seksual dengan tujuan untuk mendapatkan upah atau uang dari yang telah
memakai jasa mereka tersebut. Dalam literatur lain juga disebutkan bahwa pengertian
PSK adalah wanita yang pekerjaannya menjual diri kepada banyak laki-laki yang
membutuhkan pemuasan nafsu seksual, dan wanita tersebut mendapat sejumlah uang
sebagai imbalan, serta dilakukan diluar pernikahan
Pengertian PSK sangat erat hubungannya dengan pengertian pelacuran, PSK
menunjuk pada “orang” nya, sedangkan pelacuran menunjukkan “perbuatan”.Dari
beberapa pendapat yang telah dikemukakan diatas,dapat ditegaskan bahwa batasan
PSK yang dimaksut pada penelitian ini adalah; seseorang perempuan yang

24
menyerahkan dirinya “tubuhnya” untuk berhubungan seksual dengan jenis kelamin
yang bukan suaminya (tanpa ikatan perkawinan) dengan mengharapkan imbalan, baik
berupa uang ataupun bentuk materi lainnya.
2. Sejarah Pekerja Seks
Komersial PSK merupakan profesi yang sangat tua usianya, setua umur
kehidupan manusia itu sendiri. Pelacuran selalu ada sejak zaman purba sampai
sekarang. Pada masa lalu pelacuran selalu dihubungkan dengan penyembahan dewa-
dewa dan upacara-upacara keagamaan tertentu. Ada praktek-praktek keagamaan yang
menjurus pada perbuatan dosa dan tingkah laku cabul yang tidak ada bedanya dengan
kegiatan pelacuran. Pada zaman kerajaan Mesir kuno, Phunisia, Assiria, Chalddea,
Ganaan dan di Persia, penghormatan terhadap dewa-dewa Isis, Moloch, Baal, Astrate,
Mylitta, Bacchus dan dewa-dewa lain disertai orgie-orgie (orgia) adalah pesta korban
untuk para dewa, khususnya pada dewa Bacchus yang terdiri atas upacara kebaktian
penuh rahasia dan bersifat sangat misterius disertai pesta-pesta makan dengan rakus
dan mabuk secara berlebihan. Orangorang tersebut juga menggunakan obat-obat
pembangkit dan perangsang nafsu seks untuk melampiaskan hasrat berhubungan
seksual secara terbuka. Sehubungan dengan itu kuil-kuil pada umumnya dijadikan
pusat perbuatan cabul.
Di Indonesia pelacuran telah terjadi sejak zaman kerajaan Majapahit. Salah
satu bukti yang menunjukkan hal ini adalah penuturan kisah-kisah perselingkuhan
dalam kitab Mahabarata. Semasa zaman penjajahan Jepang tahun 1941-1945, jumlah
dan kasus pelacuran semakin berkembang. Banyak remaja dan anak sekolah ditipu
dan dipaksa menjadi pelacur untuk melayani tentara 3 Kartono, Kartini, Patologi
Sosial Jilid 1, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2005), 209. 14 Jepang. Pelacuran
juga berkembang di luar Jawa dan Sumatera. Hal ini bisa dilihat dari pernyataan dua
bekas tentara Jepang yang melaporkan bahwa pada tahun 1942 di Sulawesi Selatan
terdapat setidaknya 29 rumah bordil yang dihuni oleh lebih dari 280 orang pelacur
(111 orang dari Toraja, 67 orang dari Jawa dan 7 orang dari Madura).

Faktor Penyebab Perempuan Menjadi Pekerja Seks Komersial. Beberapa hal yang termasuk
ke dalam faktor sosio-kultural yang menyebabkan perempuan menjadi PSK:

1) Orang setempat yang menjadi PSK yang sukses. Bahwa ketika pelacur kembali
kedesanya, maka memamerkan gaya hidup mewah dengan maksud memancing
kecemburuan orang lain.

25
2) Sikap permisif dari lingkungannya Bahwa ada desa tertentu yang bangga dengan
reputasi bisa mengirimkan banyak pelacur ke kota. Banyak keluarga pelacur yang
mengetahui dan bahkan mendukung kegiatan anak atau istri mereka karena mereka
dapat menerima uang secara teratur. Para pelacur sangat sering membagikan makanan
dan materi yang dimilikinya kepada para tetangganya. Wajar jika kemudian banyak
pelacur dikenal sebagai orang 4 Majalah Tempo (edisi Sabtu,25 Juli 1992), 15. 5
Koentjoro, On The Spot Tutur Dari Sarang Pelacur, (Yogyakarta: Tinta, 2004), 16. 15
yang dermawan di desa mereka. Keadaan tersebut berangsur-angsur menimbulkan
sikap toleran terhadap keberadaan pelacur.
3) Adanya peran instigator (penghasut) Instigator sering diartikan sebagai pihak-pihak
tertentu yang memberikan pengaruh buruk. Dalam hal ini adalah orang yang
mendorong sesorang menjadi pelacur. Diantaranya adalah orang tua, suami, pelacur,
bekas pelacur atau mucikari (mereka adalah suami yang menjual istri atau orang tua
yang menjual anak-anaknya untuk mendapatkan barang-barang mewah.
4) Ketidakefektifan pendidikan dalam meningkatkan status sosial ekonomi. Sebagian
besar orang memandang pendidikan sebagai alat untuk meningkatkan status sosial
ekonomi dan kualitas kehidupan. Oleh karena itu orang tua rela mengeluarkan uang
banyak untuk menyekolahkan anaknya. Tetapi karena keterbatasan lapangan
pekerjaan, setelah lulus pendidikan belasan tahun pun banyak anak yang tidak
mendapatkan pekerjaan. Di lain pihak, perempuan muda yang menjadi pelacur ketika
lulus dari SD, dua atau tiga tahun berikutnya dapat membangun sebuah rumah dan
menikmati gaya hidup mewah. Dalam beberapa kasus, dapat dimengerti bahwa
pilihan melacur pada komunitas tertentu dianggap sebagai pilihan rasional

Jika dilihat dari sisi psikologis, beberapa faktor psikologis yang merupakan penyebab
perempuan menjadi PSK adalah sebagai berikut:

1) Kehidupan seksual yang abnormal, misalnya: hiper seksual dan sadis.


2) Kepribadian yang lemah, misalnya cepat meniru.
3) Moralitas rendah dan kurang berkembang, misalnya, kurang dapat membedakan baik
dan buruk, benar dan salah, boleh dan tidak boleh dan hal-hal lainnya.
4) Mudah terpengaruh (suggestible)
5) Memiliki motif kemewahan, yaitu menjadikan kemewahan sebagai tujuan utamanya.

26
Masalah ekonomi memang bukan hal baru yang di pandang sebagai salah satu faktor
penyebab seseorang perempuan menjadi pelacur. Justru faktor ekonomilah yang selalu
disebutkan sebagai faktor utama penyebab seorang perempuan melacurkan diri. Hal ini tidak
lepas di karenakan adanya hirarki dalam kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia. Adanya
penumpukan kekayaan pada kalangan atas dan terjadi kemiskinan pada golongan bawah
memudahkan pada Lokalisasi mencari wanita-wanita PSK dari kelas bawah.

3. Faktor-Faktor Penyebab PSK


Ditempat-tempat pelacuran kebanyakan perempuan berusia 18-30 tahun yang
merupakan masa dewasa awal. (Hurlock, 1994) mengatakan pada usia sekitar 18-30
tahun (masa dewasa awal) secara psikologis manusia memiliki tugas-tugas
perkembangan seperti mulai bekerja, memilih pasangan, belajar hidup dengan
tunangan, mulai membina keluarga, mengasuh anak, mengelola rumah tangga,
mengambil tanggung jawab sebagai warga Negara, dan mencari kelompok sosial yang
menyenangkan. Perempuan muda pada masa dewasa awal mempunyai tugas
perkembangan yang sangat tampak pada diri seorang PSK yaitu mulai bekerja.
Dalam pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan “Tiaptiap
warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Hal ini berarti bahwa setiap individu sebagai anggota warga Negara berhak untuk
mendapatkan pekerjaan serta kehidupan yang layak dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Hal tersebut diatas berlaku juga bagi PSK, mengingat PSK
juga termasuk anggota warga Negara yang mempunyai kesamaan hak dan kewajiban
seperti masyarakat lain pada umumnya untuk mendapatkan pekerjaan dan kehidupan
yang layak.
Kartono (2007) menyatakan bahwa sebagai tindakan immoral, pelacuran yang
dilakukan oleh para perempuan yang memiliki usia masih muda umumnya disebabkan
oleh:
 Faktor ekonomi, karena tekanan ekonomi, terpaksa mereka menjual diri untuk
memenuhi kebutuhan hidup.

27
 Faktor biologis atau seksual, adanya kebutuhan biologis yang besar yaitu
kebutuhan seks yang tinggi, tidak puas akan pemenuhan kebutuhan seks.
 Faktor sosial budaya, dapat mendukung timbulnya pelacuran yang
mengakibatkan permasalahan pada tatanan budaya dan adat masyarakat.
 Faktor kebodohan sosial, karena tidak memiliki pendidikan dan inteligensi
yang memadahi sehingga dapat diasumsikan bahwa tingkat intelektualitaspun
akan rendah, dengan demikian akan menimbulkan ketidakmampuan diri dalam
mengikuti arus perkembangan sosial di segala bidang.
 Faktor lingkungan keluarga, keluarga sebagai basis utama pendidikan
moralitas individu akan memegang peranan penting dalam proses
pendewasaan diri.

La Pona (2006) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa faktor pendorong


memilih berprofesi sebagai PSK adalah:

1. Terbatasnya lapangan pekerjaan dan sulitnya memperoleh pendapatan yang


memadai (54%).
2. Menyenangi pekerjaan sebagai PSK (27%).
3. Dikecewakan pacar atau suami (10%).
4. Terpaksa karena ada ancaman dari suami, suami kontrak atau pacar (5%).
5. Setiap saat membutuhkan pemenuhan kepuasan seksual (3%).

Saptari (2007) mengungkapkan bahwa ada 3 faktor yang mendorong seseorang untuk
masuk dalam dunia pelacuran, yaitu:

o Keadaan ekonomi atau kondisi kemiskinan.


o Pandangan akan seksualitas yang cenderung menekankan arti penting
keperawanan sehingga tidak memberi kesempatan bagi perempuan yang sudah
tidak perawan kecuali masuk dalam peran yang diciptakan untuk mereka.
o Karena sistem paksaan dan kekerasan.

Koentjoro (2004) menjelaskan ada lima faktor yang melatarbelakangi seseorang


menjadi pekerja seks komersial, yaitu:

1) Materialisme yaitu aspirasi untuk mengumpulkan kekayaan merupakan sebuah


orientasi yang mengutamakan hal-hal fisik dalam kehidupan. Orang yang
hidupnya berorientasi materi akan menjadikan banyaknya jumlah uang yang

28
bisa dikumpulkan dan kepemilikan materi yang dapat mereka miliki sebagai
tolak ukur keberhasilan hidup. Pandangan hidup ini terkadang membuat
manusia dapat menghalalkan segala cara untuk mendapatkan materi yang
diinginkan.
2) Modeling adalah salah satu cara sosialisasi pelacuran yang mudah dilakukan
dan efektif. Terdapat banyak pelacur yang telah berhasil mengumpulkan
kekayaan di komunitas yang menghasilkan pelacur sehingga masyarakat dapat
dengan mudah menemukan model. Masyarakat menjadikan model ini sebagai
orang yang ingin ditiru keberhasilannya. Sebagai contoh dalam dunia
pelacuran, ada seorang PSK yang kini sukses dan kaya sehingga memicu
orang di sekitarnya untuk meniru kegiatan PSK.
3) Dukungan orangtua Dalam beberapa kasus, orangtua menggunakan anak
perempuannya sebagai sarana untuk mencapai aspirasi mereka akan materi.
Dukungan yang diberikan oleh orangtua membuat anak lebih yakin untuk
menjadi PSK. Dalam hal ini, terkadang orangtua termasuk dalam anggota
dunia prostitusi. Misal, seorang ibuadalah PSK dan anak perempuan dipaksa
ibunya untuk menjadi PSK pula.
4) Lingkungan yang permisif Jika sebuah lingkungan sosial bersikap permisif
terhadap pelacuran berarti kontrol tersebut tidak berjalan sebagaimana
mestinya dan jika suatu komunitas sudah lemah kontrol lingkungannya maka
pelacuran akan berkembang dalam komunitas tersebut. Lingkungan sosial
adalah faktor penting yang dapat mempengaruhi perilaku manusia, maka dari
itu masyarakat harus menciptakan lingkungan yang sehat agar terhindar
daripenyakit masyarakat.
5) Faktor ekonomi adalah alasan klasik seseorang untuk menjadi PSK. Faktor ini
lebih menekankan pada uang dan uang memotivasi seseorang PSK. Tekanan
ekonomi, faktor kemiskinan, menyebabkab adanya pertimbangan-
pertimbangan ekonomis untuk mempertahakan kelangsungan hidupnya, dan
khususnya dalam usaha mendapatkan status sosial yang lebih baik. Dari uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa banyak faktor yang menyebabkan wanita
terjerumus dalam dunia pelacuran. Faktor yang paling kuat adalah faktor
ekonomi. Wanita-wanita cenderung ingin hidup mewah dan berkecukupan,
tetapi juga malas untuk bekerja, maka memilih pekerjaan menjadi PSK.

29
4. Penyebab timbulnya PSK
Kartono (2013) menyebutkan beberapa peristiwa sosial penyebab timbulnya PSK
antara lain:
a. Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran. Juga tidak ada larangan
terhadap orang-orang yang melakukan relasi seks sebelum pernikahan atau di luar
pernikahan
b. Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan seks,
khususnya di luar ikatan perkawinan.
c. Komersialisasi dari seks, baik dipihak wanita maupun germo-germo dan oknum-
oknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan seks. Jadi, seks dijadikan alat yang
jamak guna (multipurpose) untuk tujuantujuan komersialisasi.
d. Dekadensi moral, merosotnya norma-norma susila dan keagamaan pada saat-saat
orang mengenyam kesejahteraan hidup dan ada pemutarbalikan nilai-nilai
pernikahan sejati.
e. Semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum wanita dan harkat
manusia.
f. Kebudayaan eksploitasi pada zaman modern ini, khususnya mengeksploitasi kaum
lemah/wanita untuk tujuan-tujuan komersil.
g. Ekonomi laissez-faire (istilah untuk pasar bebas) menyebabkan timbulnya sistem
harga berdasarkan hukum “jual dan permintaan, yang diterapkan pula dalam relasi
seks.
h. Peperangan dan masa-masa kacau (dikacaukan oleh gerombolangerombolan
pemberontak) di dalam negeri meningkatkan jumlah pelacuran.
i. Adanya proyek-proyek pembangunan dan pembukaan daerah-daerah
pertambangan dengan konsentrasi kaum pria, sehingga mengakibatkan adanya
ketidakseimbangan rasio dan wanita di daerah-daerah tersebut.
j. Perkembangan kota-kota, daerah-daerah pelabuhan dan industri yang sangat cepat
dan menyerap banyak tenaga buruh serta pegawai pria, juga peristiwa urbanisasi
tanpa adanya jalan keluar untuk mendapatkan kesempatan kerja terkecuali
menjadi wanita PSK bagi anak-anak gadis.
k. Bertemunya macam-macam kebudayaan asing dan kebudayaankebudayaan
setempat.

30
Lebih lanjut diungkapkan Kartono (2013) bahwa motif-motif yang melatarbelakangi
pelacuran pada wanita yaitu:

 Adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk menghindarkan


diri dari kesulitan hidup dan mendapatkan kesenangan melalui jalan pendek. Kurang
pengertian, kurang pendidikan, dan buta huruf, sehingga menghalalkan pelacuran.
 Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal, tidak terintegrasi dalam kepribadian, dan
keroyalan seks. Histeris dan hyperseks sehingga tidak merasa puas mengadakan relasi
seks dengan satu pria/suami.
 Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan dan pertimbangan-pertimbangan ekonomis
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, khususnya dalam usaha
mendapatkan status sosial yang lebih baik.
 Aspirasi materil yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan ketamakan terhadap
pakaian-pakaian indah dan perhiasan mewah. Ingin hidup bermewah-mewah namun
malas bekerja.
 Kompensasi terhadap perasaan-perasaan inferior (merasa rendah diri). Jadi ada
adjustment (penyesuaian)yang negatif,terutama sekali terjadi pada masa puber dan
adolesens.
 Rasa ingin tahu gadis-gadis cilik dan anak-anak puber pada masalah seks, yang
kemudian tercebur dalam dunia pelacuran oleh bujukan bandit-bandit seks.
 Anak-anak gadis memberontak terhadap otoritas orang tua yang menekankan banyak
tabu dan peraturan seks. Juga memberontak terhadap masyarakat dan norma-norma
susila yang dianggap terlalu mengekang diri anak-anak remaja, mereka lebih
menyukai pola seks bebas.
 Pada masa kanak-kanak pernah melakukan relasi seks atau suka melakukan hubungan
seks sebelum perkawinan (ada premarital sex relation) untuk sekadar iseng atau untuk
menikmati “masa indah” di kala muda
 Gadis-gadis dari daerah slum (perkampungan-perkampungan melarat dan kotor
dengan lingkungan yang immoral yang sejak kecilnya selalu melihat persenggamaan
orang-orang dewasa secara kasar dan terbuka, sehingga terkondisikan mentalnya
dengan tindak-tindak asusila).
 Bujuk rayu kaum laki-laki dan para calo, terutama yang menjanjikan pekerjaan-
pekerjaan terhormat dengan gaji tinggi.

31
 Banyaknya stimulasi seksual dalam bentuk: film-film biru, gambargambar porno,
bacaan cabul, geng-geng anak muda yang mempraktikkan seks dan lain-lain.
 Gadis-gadis pelayan toko dan pembantu rumah tangga tunduk dan patuh melayani
kebutuhan-kebutuhan seks dari majikannya untuk tetap mempertahankan
pekerjaannya.
 Penundaan perkawinan, jauh sesudah kematangan biologis, disebabkan oleh
pertimbangan-pertimbangan ekonomis dan standar hidup yang tinggi. Lebih suka
melacurkan diri daripada kawin.
 Disorganisasi dan disintegrasi dari kehidupan keluarga, broken home, ayah dan ibu
bercerai, kawin lagi atau hidup bersama dengan pasangan lain. Sehingga anak gadis
merasa sangat sengsara batinnya, tidak bahagia, memberontak, lalu menghibur diri
terjun dalam dunia pelacuran.
 Mobilitas dari jabatan atau pekerjaan kaum laki-laki dan tidak sempat membawa
keluarganya
 Adanya ambisi-ambisi besar pada diri wanita untuk mendapatkan status sosial yang
tinggi, dengan jalan yang mudah tanpa kerja berat, tanpa suatu skill atau keterampilan
khusus.
 Adanya anggapan bahwa wanita memang dibutuhkan dalam bermacam-macam
permainan cinta, baik sebagai iseng belaka maupun sebagai tujuan-tujuan dagang.
 Pekerjaan sebagai pelacur tidak membutuhkan keterampilan/skill, tidak memerlukan
inteligensi tinggi, mudah dikerjakan asal orang yang bersangkutan memiliki
kecantikan, kemudahan dan keberanian.
 Anak-anak gadis dan wanita-wanita muda yang kecanduan obat bius (ganja, morfin,
heroin, candu, likeur/minuman dengan kadar alkohol tinggi, dan lain-lain) banyak
menjadi pelacur untuk mendapatkan uang pembeli obat-obatan tersebut.
 Oleh pengalaman-pengalaman traumatis (luka jiwa) misalnya gagal dalam bercinta
atau perkawinan dimadu, ditipu, sehingga muncul kematangan seks yang terlalu dini
dan abnormalitas seks
 Ajakan teman-teman sekampung/sekota yang sudah terjun terlebih dahulu dalam
dunia pelacuran.
 Ada kebutuhan seks yang normal, akan tetapi tidak dipuaskan oleh pihak suami.

32
Saragih (2004) menjelaskan bahwa alasan atau latar belakang yang mendorong menjadi PSK
dikelompokkan dalam kategori:

 Motivasi kuat, bila alasan untuk mendapatkan uang banyak dengan mudah, tidak
memiliki keterampilan lain untuk bekerja dan nikmat seks yang tinggi.
 Motivasi sedang, bila alasan kecewa pada laki-laki (pacar) atau perkawinan tidak
harmonis
 Motivasi lemah, bila alasan ditipu orang (dijanjikan mendapat pekerjaan tetapi
dijadikan sebagai PSK) atau dijual orangtua.

Astutik (2002) juga menjelaskan bahwa yang melatarbelakangi perempuan hidup sebagai
pelacur adalah faktor sosial, ekonomi, dan psikologis. Rendahnya tingkat pendidikan dan
keterampilan turut mendorong perempuan untuk hidup menjadi pelacur. Dari penjabaran di
atas dapat disimpulkan bahwa alasan seseorang memilih pekerjaan menjadi PSK antara lain
karena kesulitan ekonomi atau kondisi kemiskinan, pendidikan yang rendah, lingkungan dan
kebutuhan manusia akan pemenuhan faktor biologis/kebutuhan seks.

33
BAB 3 PENUTUPAN

IV. TEST FORMATIF


1. Sari merupakan seorang wanita berusia 19 tahun, memiliki seorang teman wanita bernama
yuni. Mereka menghabiskan waktu bersama, hingga suatu saat sari merasa memiliki
ketertarikan terhadap yuni. Awalnya ia ragu untuk mengungakapkan perasaannya tersebut,
namun ia tak bisa terus-terusan menutupinya. Akhirnya ia menyatakan perasaannya kepada
yuni.
Disebut apakah perempuan yang mengalami percintaan atau tertarik secara seksual
kepada perempuan lain?
a. Homo
b. Bisexual
c. Transgender
d. Lesbian

2. Budi merantau ke jakarta, dan tinggal di wilayah yang rata-rata penduduknya berprofesi
sebagai waria. Awalnya ia merasa risih, namun lama kelamaan sudah terbiasa dan berteman
akrab dengan para tetangganya itu. Hingga suatu saat ia di phk dari perusahaan tempat ia
bekerja, sudah mencoba mencari pekerjaan lain tapi nihil hasilnya. Kaar tersebut sampai ke
telinga salah satu sahabat warianya, dinda alias dodi. Dinda pun menawarkan pekerjaan
kepada budi, menjadi salah Satu LC (Ladies company). Namun budi harus merubah
penampilannya menjadi seorang wanita / waria.
Dari permasalahan diatas faktor apakah yang mempengaruhi seseorang sehingga menjadi
seorang transgender?
a. Agama
b. Asuhan orangtua
c. Teman sebaya / pergaulan dan ekonomi
d. Sosial masyarakat

3. Pola pengasuhan orang tua dengan cara memberitahukan anak untuk melakukan
sesuai yang dikatakan dan diperintah oleh orang tuanya, disebut...
a. Permissive

34
b. Authoritative
c. Authoritarian
d. Sayang anak

4. Surrogate mother adalah......


a. Proses penanaman ovum seorang wanita beserta sperma suaminya yang sah ke dalam
rahim saudaranya
b. Proses penanaman ovum seorang wanita yang subur ke dalam rahim orang lain
c. Proses penanaman ovum seorang wanita yang subur beserta sperma suaminya yang
sah ke dalam rahim wanita lain
d. Proses penanaman ovum seorang wanita yang subur ke dalam rahim ibunya

5. Latar belakang surrogate mother, kecuali...


a. Seorang istri tidak mempunyai harapan mengandung
b. Istri tidak memiliki rahim akibat operasi
c. Tidak mau memikul beban kehamilan, melahirkan dan menyusukan anaknya dan ingin
menjaga kecantikan tubuhnya
d. Seorang istri yang siap mengandung dan keadannya sehat

6. Riri adalah seorang wanita dengan umur 20 tahun pada saat riri ber umur 10
tahun ia pernah menjadi korban pelecehan seksual seorang laki-laki paruh
baya semenjak kejadian itu riri menjadi sangat takut dengan laki-laki karena
ketakutan nya itu riri menjadi wanita yang tertarik dengan sesama jenis
Dari kasus diatas apakah factor penyebab riri menjadi lesbian?
a. Factor genetic
b. Trauma masa kecil
c. Lingkungan
d. Ekonomi

35
V. DAFTAR PUSTAKA

Aminah. (2020). Perlindungan Hukum terhadap anak yang lahir hasil perjanjian Sewa Rahim.
Jurnal Bagian Perdata.

Dadun, & Zola. (2015). Pandangan Pekerja Terhadap Lesbian,Gay, Biseksual dan
Transgender (LGBT). laporan penelitian.

Eni, & Cifebrina. (2019). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Komunitas


LGBT di Kalangan Kaum Generasi Muda di indonesia. Prosiding SEMINAR
NASIONAL MAHASISWA.

sulistio, m. (2020). STATUS HUKUM ANAK YANG LAHIR DARI SURROGATE


MOTHER. Vol.8 No.2 Edisi Mei 2020.

Zetria, Anto, & Asmaiyani. (2021). KEABSAHAN PERJANJIAN SEWA


RAHIM(SURROGATE MOTHER)DITINJAU DARI PASAL 1320 KUH
PERDATA. Jurnal TEKESNOS Vol.3 No.2.

36
37

Anda mungkin juga menyukai