Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN OKSIGENASI


PADA Tn. R DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
DI RUMAH SAKIT M

Disusun oleh :
Mela Ayu ULfani Fauzia
P13374208211017

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TERAPAN KESEHATAN POLTEKKES


KEMENKES SEMARANG
2022
A. PENGKAJIAN
1. Biodata
Biodata Pasien
Nama pasien : Tn. R
Umur : 68 tahun
Alamat : Purwokerto
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Diagnosa Medis : Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Nomor Register : C850338
Biodata Penanggung Jawab
Nama : Ny. A
Umur : 51 tahun
Alamat : Purwokerto
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Hubungan dengan Klien : Istri

2. Keluhan Utama
Keluhan utama klien adalah sesak nafas sejak 3 hari yang lalu
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan 3 hari yang lalu mengeluh sesak nafas, dirasakan setiap
saat, klien mengatakan batuk berdahak, warna putih kekuningan. Nafas klien
bunyi mengi. Klien di bawa ke rumah sakit M dan di rawat.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan pernah dirawat di rumah sakit karena darah tinggi pada
tahun 2016, kontrol dan makan obat tidak teratur.
Klien mengatakan ada riwayat merokok sejak umur 12 tahun
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama
dengannya.
4. Pemenuhan Kebutuhan Dasar
a. Pengkajian Primer
A : Airway
Klien mengatakan batuk berdahak dan sulit mengeluarkan dahak.
Konsistensi dahak klien kental dan berwarna kuning kehijauan.
B : Breathing
Klien mengatakan sesak napas, klien menggunakan alat bantu pernapasan
berupa nasal kanul 3 liter/menit, pernapasan cuping hidung, nilai RR 26
kali/menit, dan SpO2 94%.
C : Circulating
Tanda – tanda vital klien yang meliputi tekanan darah yaitu 130/90
mmHg, nadi 90 kali/menit, dan suhu 36,6oC. Klien tidak mengalami
sianosis, terpasang infus 20 tpm.
D : Disability
GCS klien 15, E4V5M6. Pupil klien isokor, klien tidak mengalami
paralisis pada ekstremitas atas dan bawah.
E : Exposure
Tidak terdapat jejas pada tubuh klien.
b. Pengkajian Sekunder (Head to Toe)
1) Kesadaran : composmentis
2) Tanda – tanda vital :
Tekanan darah 130/80 mmHg
Nadi 90 kali/menit
RR 26 kali/menit
Suhu 36,6oC
3) Status gizi :
Berat badan 55 kg
Tinggi badan 165 cm
4) Kepala
Mesencephalon, kulit kepala kurang bersih, rambut beruban, tidak ada
lesi, tidak ada benjolan maupun nyeri tekan.
a) Mata
Pupil isokor, kelopak mata tidak ptosis, sklera tidak ikterik,
conjungtiva tidak anemis.
b) Telinga
Simetris, bersih, terdapat sedikit serumen, tidak ada lesi, dan fungsi
pendengaran kurang baik.
c) Hidung
Bentuk hidung simetris, tidak terdapat polip, tampak bersih, dan
pernapasan cuping hidung.
d) Mulut
Mulut bersih, tidak ada stomatitis, mukosa mulut lembab, gigi kurang
bersih
e) Leher
Inspeksi : tidak terlihat adanya vena jugularis, bentuk leher normal
Palpasi : tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid

5) Thorax
a) Paru – paru
Inspeksi : simetris, penggunaan otot bantu pernapasan, RR 26
x/menit, menggunakan alat bantu pernapasan berupa
nasal kanul 3 liter/menit, tidak terdapat jejas,
retraksi dinding dada kurang maksimal.
Palpasi : tidak ada lesi atau massa paru, tidak ada nyeri tekan,
taktil fremitus kanan dan kiri teraba sama kanan dan
kiri.
Perkusi : suara hipersonor
Auskultasi : terdengar suara mengi
b) Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di intercosta 4 dan 5 midclavicula,
tidak ada massa
Perkusi : suara redup
Auskultasi : terdapat bunyi jantung I dan II reguler, tidak terdapat
suara murmur dan gallop
c) Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen datar, tidak ada benjolan, tidak
terdapat bekas jahitan
Auskultasi : terdapat suara bising usus 10 x/menit
Perkusi : terdengar suara timpani
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan pada bagian abdomen
d) Ekstremitas
Atas : tidak ada edema, tidak ada luka, turgor normal, tidak
ada nyeri
Bawah : tidak ada edema, tidak ada luka, turgor normal, tidak
ada nyeri, tdak ada varices
Kekuatan otot ekstremitas :
4 4

4 4

Penilaian mobilisasi
Tingkat
Kategori
Aktivitas/Mobilisasi

Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh.

Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat.

Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan.

Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain,


dan peralatan.

Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan


atau berpartisipasi dalam perawatan.

Klien dalam tingkat 3 dalam melakukan aktivitas


ADL menurut indeks barthel
No Indikator Skala

1. Makan 5

2. Mandi 5

3. Kerapian / Penampilan 10

4. Berpakaian 5

5. BAB 5

6. BAK 10

7. Toileting 5

8. Berpindah tempat 10

9. Mobilisasi 15

10. Menaiki/menuruni tangga 5

TOTAL 65

Jadi, tingkat ketergantungan tergolong ketergantungan moderat.


e) Kuku dan kulit
Warna kulit sawo matang. Tidak ada memar, tidak terdapat sianosis,
tidak ada lesi, dan turgor kulit baik.
c. Pengkajian Pola Fungsional
1) Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Persepsi mengenai sakit yang diderita, klien mengetahui dan memahami
mengenai sakit yang dideritanya saat ini. Klien mengikuti perawatan dan
tindakan yang dilakukan saat ini. Jika sakit, klien ataupun keluarga pergi
ke fasilitas kesehatan untuk memeriksakan kesehatannya.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Sebelum masuk ke rumah sakit klien makan teratur yaitu 3 kali sehari
dengan porsinya cukup. Dengan menu, nasi, sayur, dan lauk pauk. Pasien
minum sebanyak 800 ml air putih perharinya. Setelah masuk rumah sakit
klien makan teratur namun tidak selalu habis karena merasa nafsu
makannya berkurang. Menu makan klien sesuai diit yang diberikan oleh
rumah sakit.
3) Pola eliminasi
Setelah masuk rumah sakit klien belum merasa ingin BAB. BAK 4 – 5
kali sehari, warna urine kuning, dan bau khas.
4) Pola istirahat dan tidur
Sebelum masuk rumah sakit klien tidur selama 6 jam setiap harinya.
Selama sakit klien mengatakan sulit untuk tidur.
5) Pola aktivitas dan latihan
Sebelum klien masuk rumah sakit, kadang klien merasa sesak napas
sehingga aktivitasnya dibatasi. Klien juga tidak bekerja. Selama di rumah
sakit, klien dibantu perawat dalam melakukan aktivitas seperti makan,
minum, dan BAK BAB.
6) Pola Peran dan Hubungan
Klien tinggal bersama istri, anak, menantu dan cucunya. Sebelum sakit
klien bekerja sebagai buruh untuk menafkasi istrinya dan selalu bermain
dengan cucunya. Setelah sakit dan masuk rumah sakit klien tidak dapat
bekerja dan tidak dapat bermain dengan cucunya.
7) Pola Presepsi Sensori
Klien sedikit mengalami gangguan pendengaran, namun belum terlalu
parah.
8) Pola Konsep diri
Gambaran diri : klien mengatakan percaya diri dan menerima dengan
kondisi tubuhnya.
Identitas diri : klien adalah seorang laki-laki, seorang ayah dan seorang
kakek.
Harga diri : klien merasa sedih karena saat ini tidak bisa berkumpul
dengan anak dan cucunya.
Peran diri : klien adalah seorang suami, ayah dan kakek
Ideal diri : klien mengatakan kondisinya akan membaik jika
berusaha dan ikhtiar
9) Pola Seksual dan Reproduksi
Klien adalah seorang ayah yang memiliki 1 anak.
10) Mekanisme Koping
Koping yang dilakukan ketika klien merasa sakit yaitu merasa khawatir,
dan biasanya klien bercerita kepada istri dan anaknya.
11) Pola Nilai dan Kepercayaan
Klien mengatakan beragama Islam, sebelum sakit klien menjalankan
ibadah shalat 5 waktu secara teratur, selama dirawat di rumah sakit klien
mengatakan solatnya dilakukan secara tayamum, berdzikir dan berdoa
agar cepat diberikan kesembuhan dari penyakit yang diderita saat ini.
Klien mengatakan yakin penyakit yang dialami akan segera membaik
dan sembuh atas izin Tuhan YME.

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Leukosit 8.560 /mm³ 5.000 - 10.000
Eritrosit 5.09 106/uL 4.5 – 5.5
Hemoglobin 16.3 g/dL 14 – 16
Hematokrit 48.5 vol % 40 – 48
Trombosit 323.000 /mm³ 150.000 – 500.000
LED 7 mm/jam 0 -10
Basofil 0.4 % 0-1
Eosinofil 1.5 % 1-3
Monosit 6.2 % 2–8
Limfosit 29.4 % 20 - 40
Cholesterol total 176 mg/dl <200
HDL-cholesterol 60 mg/dl L >55, P >65
LDL-cholesterol 95 mg/dl <130
Trilycerida 129 mg/dl <150
Creatinin 1,3 mg/dl L 0,9 – 1,3, P 0,6 –
1,0
Ureum 29 mg/dl 10 - 50
Protein total 7,2 g/dl 6,0 – 7,8
Albumin 4,2 g/dl 3,5 – 5,0
Globulin 3 g/dl 2,6 – 3,6
SGOT 19 U/I <40 U/I
SGPT 27 U/I <41
Kalsium 10,2 mg/dl 8,4 – 9,7
Natrium 141 mmol/I 135 – 155
Kalium 4,2 mmol/I 3,5 – 5,5

b. Pemeriksaan Foto Thorak


Hasil pemeriksaan rontgen thorak menunjukkan apek pulmo terdapat corak,
corakan bronkofaskuler yang bertambah dan infiltrat peribronchial.
Infiltrat tersebar di kedua lapang pulmo.

6. Terapi
a. Nebu dengan ventiolin/8 jam
b. Infus assering 16 tpm
c. Ambroxol syrup 3x1
d. Amlodipin tab 1x5 g
e. Inj. Dexamethason 3x1 amp
f. Inj. Ceftriaxon
g. Methylpreadnisolon 62,5 mg per 8 jam
h. Combivent 1 UDV per 8 jam
i. Acetylsysteine 200 mg per 8 jam
j. Viccillin 1.5 g per 8 jam
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
No Data Fokus Etiologi
Keperawatan
1 DS : Hipersekresi jalan Bersihan jalan
Klien mengatakan batuk berdahak dan napas napas tidak
sesak napas. efektif
Klien mengatakan sulit mengeluarkan
dahaknya.
Ketika dahaknya bisa dikeluarkan,
hanya sedikit dan konsistensi kental
berwarna kuning kehijauan.
DO :
RR 26 kali/menit.
Terpasang nasal kanul 3 lpm.
Penggunaan otot bantu pernapasan.
Pernapasan cuping hidung.
Pengembangan paru kurang maksimal.
Auskultasi paru terdengar ronchi pada
bronkus kanan dan kiri.
Perkusi paru hipersonor.
2 DS : Ketidakseimbanga Gangguan
Pasien mengatakan sesak nafas n ventilasi – pertukaran gas
Pasien mengeluh mengalami kesulitan perfusi
saat menatik nafas
Pasien mengeluh batuk berdahak dan Faktor predisposisi
sulit dikeluarkan (kebiasaan
DO : merokok, polusi
Pola nafas pasien tidak teratur udara, paparan
Bunyi nafas tambahan ronchi debu, asap, gas-gas
Pernafasab cepat dan dangkal kimiawi)
Pasien tampak gelisah Edema, spasme
Pasien tampak menggunakan cuping bronkus,
hidung peningkatan sekret
TD : 130/80 bronkiolus
N : 90x/mnt Obstruksi
RR : 26x/mnt bronkiolus awal
S : 36,6◦C fase ekspirasi
Udara
terperangkap
dalam alveolus
PaO2 rendah
PaCO2 tinggi
Gangguan
pertukaran gas
3 DS : Faktor psikologis Resiko defisit
Keluarga mengatakan klien mengalami (keengganan untuk nutrisi
penurunan nafsu makan dan makan)
penurunan berat badan.
DO :
Penurunan berat badan dari 54 kg
menjadi 47 kg
Tinggi badan 160 cm
IMT saat ini 18,3 (kekurangan berat
badan ringan)

C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan Intervensi
Keperawatan

1 Bersihan jalan Setelah dilakukan asuhan Manajemen jalan napas


napas tidak keperawatan selama 3 x 24 (I.01011)
efektif jam diharapkan masalah
a. Monitor pola napas
berhubungan bersihan jalan napas dapat
(frekuensi, kedalaman,
dengan teratasi dengan kriteria
usaha napas)
hipersekresi hasil : b. Monitor bunyi napas
jalan napas tambahan (mis. Gurgling,
Bersihan jalan napas
(D.0001) mengi, wheezing, ronkhi)
(L.01001)
c. Monitor sputum (jumlah,
a. Batuk efektif meningkat warna, aroma)
b. Produksi sputum d. Posisikan semi-Fowler
menurun atau Fowler
c. Wheezing menurun e. Berikan minum hangat
d. Frekuensi napas f. Berikan oksigen
membaik g. Lakukan fisio terapi dada
jika perlu
h. Ajarkan teknik batuk
efektif
i. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik

Pemantauan Respirasi
I.01014

Latihan Batuk Efektif


I.01006
Terapi Oksigen I.08250

Pemberian Obat Inhalasi


I.01015

Fisio Terapi Dada I.01004

EBN :
2 Gangguan Setelah dilakukan asuhan Pemantauan respirasi
pertukaran gas keperawatan selama 3 x 24 (I.01014)
berhubungan jam diharapkan masalah
Monitor frekuensi, irama,
dengan gangguan pertukaran gas
kedalaman upaya nafas
perubahan dapat teratasi dengan
membran kriteria hasil : Monitor pola nafas

alveolus kapiler
Pertukaran gas Monitor kemampuan batuk
(D.0003) efektif
(L.010030)
Penurunan Monitor adanya produksi
Dispnea menurun
Curah Jantung sputum
Nafas cuping hidung
menurun Monitor adanya sumbatan
jalan nafas
pCO2 membaik
Auskultasi bunyi nafas
PO2 membaik
Monitor saturasi oksigen
Pola nafas membaik
Monitor nilai AGD
Takikardi membaik
Monitor hasil x-ray thoraks

Atur intervensi pemantauan


respirasi sesuai kondisi pasien

Dokumentasikan hasil
pemantauan

Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan

Manajemen Asam –Basa :

Alkalosis Respiratorik
I.01008

Asidosis Respiratorik
I.01009

Pemantauan Tanda Vital

Perawatan Jantung

EBN :

Pemberian obat oral :


Amlodipin tab 1x5 g

Terapi Inspiratory Muscle

Pursed Lips Breathing

Latihan Otot Nafas Dalam

3 Resiko defisit Setelah dilakukan asuhan Manajemen nutrisi


nutrisi keperawatan selama 3 x 24 (I.03119)
berhubungan jam diharapkan masalah
a. Identifikasi status nutrisi
dengan faktor resiko defisit nutrisi dapat
b. Identifikasi makanan yang
psikologis teratasi dengan kriteria
disukai
(keengganan hasil :
c. Monitor asupan makanan
untuk makan)
Status nutrisi (L.03030) d. Monitor berat badan
(D.0032)
e. Kolaborasi dengan ahli
a. Porsi makan yang
gizi untuk menentukan
dihabiskan meningkat
jumlah kalori dan jenis
b. Verbalisasi keinginan
nutrient yang dibutuhkan
untuk meningkatkan
nutrisi meningkat
Edukasi Diet I.12369
c. Berat badan membaik
d. Indeks Massa Tubuh
membaik Manajemen Gangguan
e. Nafsu makan membaik Makan I.03111

D. Implementasi
Kode Dx Catatan
N Tangga
Keperawata Implementasi Perkembanga
o l / Jam
n n
1 D.0001 5 April a. Memonitor pola napas S :
2021 (frekuensi, kedalaman, Klien
09.40 usaha napas) mengatakan
WIB b. Memonitor bunyi napas batuk
c. Memonitor sputum berdahak
d. Memposisikan semi- Klien
Fowler atau Fowler mengatakan
e. Inj. Acetylsysteine 200 sulit
mg mengeluarkan
f. Inj. Ceftriaxon dahaknya
g. Ambroxol syrup 3x1 Ketika
(Obat resiko infeksi ) dahaknya bisa
dikeluarkan,
h. Nebu dengan hanya sedikit
ventiolin/8 jam dan konsistensi
Ambroxol syrup 3x1 kental
i. berwarna
kuning
kehijauan
Klien
mengatakan
10.00
nyaman
WIB
dengan posisi
semi-fowler
O:
RR 26
kali/menit.
Penggunaan
otot bantu
pernapasan
Pengembanga
n paru kurang
maksimal
Auskultasi
paru terdengar
ronchi pada
bronkus kanan
dan kiri
Perkusi paru
hipersonor
2 D.0003 a. Monitor frekuensi, irama, S :
kedalaman upaya nafas Klien
b. Monitor pola nafas mengatakan
c. Monitor kemampuan batuk efektif sesak nafas
d. Monitor adanya produksi sputum Klien
e. Monitor adanya sumbatan jalan mengeluh saat
nafas menarik nafas
f. Auskultasi bunyi nafas Klien
g. Monitor saturasi oksigen mengatakan
h. Monitor nilai AGD nyaman setelah
i. Monitor hasil x-ray thoraks peberian nebu
j. Atur intervensi pemantauan ventiolin
respirasi sesuai kondisi pasien
k. Dokumentasikan hasil pemantauan O:
l. Jelaskan tujuan dan prosedur Klien
pemantauan menggunakan
m. Inj. Combivent 1 UDV per 8 jam alat bantu
n. Nebu dengan ventiolin/8 jam pernafasan
o. Inj. Viccillin 1.5 g per 8 jam nasal kanul 4
10.15 p. Inj. Combivent 1 UDV per 8 jam liter/mnt
WIB Pernapasan
cuping hidung
Pola nafas
cepat dan
dangkal
Auskultasi
nafas ronchi
Klien tampak
gelisah
TD : 130/80
mmHg
N : 90x/mnt
RR : 26x/mnt
S : 36,6◦C

3 D.0032 a. Mengidentifikasi status nutrisi S:


b. Mengidentifikasi makanan yang Keluarga
disukai mengatakan
klien
mengalami
penurunan
nafsu makan
dan penurunan
berat badan
Klien
mengatakan
ingin berat
badannya
seperti
sebelum sakit
Klien
mengatakan
menyukai tahu
kecap
O:
Penurunan
berat badan
dari 54 kg
menjadi 47 kg
Tinggi badan
160 cm
IMT saat ini
18,3
(kekurangan
berat badan
ringan)
4 D.0001 6 April a. Memonitor pola napas (frekuensi, S :
2021 kedalaman, usaha napas) Klien
08.00 b. Memonitor bunyi napas mengatakan
WIB c. Memonitor sputum masih batuk
d. Memberikan oksigen berdahak
e. Memberikan air minum hangat Klien
f. Mengajarkan teknik batuk efektif mengatakan
g. Berkolaborasi memberikan nyaman setelah
bronkodilator diberikan obat
h. Inj. Acetylsysteine 200 mg uap
i. Inj. Ceftriaxon Klien
j. Ambroxol syrup 3x1 mengatakan
paham cara
melakukan
batuk efektif,
namun
dahaknya
belum dapat
keluar
O:
RR 28
kali/menit
Terdapat suara
ronchi pada
bronkus kanan
09.00 dan kiri
WIB Pernapasan
cuping hidung
Klien telihat
nyaman setelah
diberikan obat
bronkodilator
Klien dapat
mempraktikka
n teknik batuk
efektif
5 D.0003 a. Monitor pola nafas S:
b. Auskultasi bunyi nafas Klien masih
c. Monitor saturasi oksigen mengatakan
d. Monitor nilai AGD sesak apabla
e. Monitor hasil x-ray thoraks menggunakan
f. Atur intervensi pemantauan oksigen
respirasi sesuai kondisi pasien Klien
g. Dokumentasikan hasil pemantauan mengatakan
a. Inj. Combivent 1 UDV per 8 jam nyaman setelah
b. Nebu dengan ventiolin/8 jam pemberian
c. Inj. Viccillin 1.5 g per 8 jam nebu ventiolin
d. Inj. Combivent 1 UDV per 8 jam
O:
10.00 Klien
WIB menggunakan
alat bantu
pernafasan
nasal kanul 4
liter/mnt
Kualitas nafas
pasien dangkal
Penggunaan
cuping hidung
Tampak
retreksi dada
pasien sesak
nafas
Klien tampak
gelisah
TD : 130/90
mmHg
RR : 28x/mnt
N : 88x/mnt
S : 36◦C
6 D.0032 a. Memonitor asupan makanan S:
b. Memonitor berat badan Keluarga
mengatakan
hari itu hanya
makan
setengah porsi
Klien
mengatakan
nafsu
makannya
belum baik
O:
Berat badan
klien sama
seperti awal
masuk rumah
sakit yaitu 47
kg
7 D.0001 7 April a. Memonitor pola napas (frekuensi, S :
2021 kedalaman, usaha napas) Klien
08.00 b. Memonitor bunyi napas mengatakan
WIB c. Memonitor sputum masih batuk
d. Mengevaluasi teknik batuk efektif berdahak
e. Berkolaborasi memberikan Klien
bronkodilator mengatakan
f. Inj. Acetylsysteine 200 mg dahaknya
g. Inj. Ceftriaxon sudah dapat
h. Ambroxol syrup 3x1 dikeluarkan
dengan teknik
batuk efektif
walaupun
hanya sedikit
O:
RR 29
kali/menit
Pernapasan
cuping hidung
Auskultasi
paru terdengar
bunyi ronchi
10.00 Klien terlihat
WIB nyaman setelah
diberikan
bronkodilator
8 D.0003 a. Monitor pola nafas S:
b. Auskultasi bunyi nafas Klien masih
c. Monitor saturasi oksigen mengatakan
d. Monitor nilai AGD sesaknya
e. Monitor hasil x-ray thoraks masih terasa
f. Atur intervensi pemantauan namun lebih
respirasi sesuai kondisi pasien baik dari hari
g. Dokumentasikan hasil pemantauan sebelumnya
h. Inj. Combivent 1 UDV per 8 jam Klien
i. Nebu dengan ventiolin/8 jam mengatakan
j. Inj. Viccillin 1.5 g per 8 jam sesak nafasnya
k. Inj. Combivent 1 UDV per 8 jam sedikit
berkurang
ketika
menggunakan
nebu

O:
Klien
mengatakan
lelah nafasnya
11.00 terasa berat
WIB Klien
menggunakan
alat bantu
pernafasan
nasal kanul 4
liter/mnt
Kualitas nafas
pasien cepat
dan dangkal
Penggunaan
cuping hidung
Tampak
retreksi dada
pasien sesak
nafas
Klien tampak
gelisah
TD : 130/80
mmHg
RR : 29x/mnt
N : 86x/mnt
S : 36,4◦C
9 D.0032 a. Memonitor asupan makan S:
b. Berkolaborasi dengan ahli gizi Klien
untuk menentukan jumlah kalori mengatakan
dan jenis nutrient yang dibutuhkan nafsu
makannya
sudah lebih
baik setelah
dahaknya tidak
terlalu kental
O:
Klien terlihat
lebih baik
daripada awal
masuk rumah
sakit
E. Evaluasi

Tanggal Diagnosa Evaluasi (Subjektif, Objektif,


No
/ Jam Keperawatan Assessment, Planning)

1 7 April Bersihan jalan napas S :


2021 tidak efektif Klien mengatakan masih merasa sesak
11.00 berhubungan dengan napas dan batuh berdahak, namun sudah
WIB hipersekresi jalan dapat mengeluarkan dahaknya walaupun
napas (D.0001) sedikit sedikit
O:
RR 26 kali/menit
Menggunakan alat bantu pernapasan nasal
kanul 4 lpm
Pernapasan cuping hidung
Auskultasi paru terdengar ronchi
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
a. Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
b. Monitor bunyi napas
c. Monitor sputum
d. Kolaborasi pemberian bronkodilator

2 11.20 Gangguan pertukaran S :


WIB gas berhubungan Klien masih mengatakan sesaknya masih
dengan berhubungan terasa
dengan perubahan Klien mengatakan sesak nafasnya sedikit
membran alveolus berkurang ketika menggunakan nebu
kapiler (D.0003) O:
Klien mengatakan lelah nafasnya terasa
berat
Klien menggunakan alat bantu pernafasan
nasal kanul 4 liter/mnt
Kualitas nafas pasien cepat dan dangkal
Penggunaan cuping hidung
Tampak retreksi dada pasien sesak nafas
Klien tampak gelisah
TD : 130/80 mmHg
RR : 29x/mnt
N : 86x/mnt
S : 36,4◦C
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Monitor pola nafas
Inj. Combivent 1 UDV per 8 jam

Nebu dengan ventiolin/8 jam

Inj. Viccillin 1.5 g per 8 jam

Inj. Combivent 1 UDV per 8 jam

3 11.30 Resiko defisit nutrisi S :

WIB berhubungan dengan Klien mengatakan nafsu makan sudah lebih


faktor psikologis baik
(keengganan untuk Keluarga mengatakan makanan habis jika
makan) (D.0032) sesuai dengan seleranya
O:
Beberapa menu makanan terlihat habis
Berat badan 47 kg
IMT 18,35 (berat badan kurang kategori
ringan)
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Pertahankan intevensi
a. Monitor asupan makan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan
BAB III
PEMBAHASAN

A. Analisa Kasus
Berdasarkan asuhan keperawatan yang dikelola, Tn. R yang memiliki
diagnosa medis PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik). Klien berjenis kelamin
laki – laki dan berusia 68 tahun. Klien memiliki riwayat sebagai perokok aktif sejak
usia 12 tahun. Faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya PPOK antara lain
kebiasaan merokok, usia di atas 45 tahun akan mulai merasakan gejala, dan laki –
laki lebih rentan terkena PPOK daripada perempuan (Avanji & Hajbaghery, 2011).
Pada usia lanjut akan terjadi perubahan berupa kekakuan dinding dada
sehingga menyebabkan penurunan elastisitas dinding dada, penurunan elastisitas
parenkim paru, meningkatnya mukus dan terjadi penebalan pada bronkus sehingga
tahanan saluran napas meningkat dan penurunan faal paru (kapasitas vital
paksa (FVC) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (FEV1)). Penurunan FVC
dan FEV1 akan berpengaruh pada keterbatasan aliran udara dan air trapping pada
paru (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, 2019).
Pada riwayat kesehatan sekarang klien mengatakan batuk berdahak
kurang lebih 9 hari, sesak nafas sejak seminggu hilang timbul, dan kesulitan
mengeluarkan dahak. Batuk bisa timbul karena adanya suatu penyakit tertentu
pada saluran pernapasan dimana terjadinya iritasi pada bronkus. Akibat iritasi
tersebut membuat batuk menjadi produktif yang berguna untuk membuang
ekskresi peradangan yang berupa sputum (Muttaqin, 2008). Pendapat Padila (2012),
tanda gejala PPOK yaitu batuk yang sangat produktif, sesak nafas dan dispnea,
hipoksia dan hiperkapnea, takipnea, dispnea yang menetap. Batuk pada dasarnya
adalah mekanisme pembersihan jalan nafas. Batuk menunjukkan adanya mucus
yang banyak pada saluran nafas yang dikarenakan adanya inflamasi oleh
bakteri, virus atau jamur. Klien dengan masalah PPOK biasanya
mengeluhkan batuk yang disertai sputum yang menunjukkan adanya sekresi
dari bronkus.
Hasil lain dari pengkajian didapatkan klien mengeluh sesak nafas
dengan respiratory rate 26 kali/menit. Sesak nafas terjadi akibat adanya
tumpukan sekret pada saluran pernafasan sehingga menyebabkan pertukaran
oksigen dan karbondioksida mengalami gangguan, padahal di dalam otak ada
hubungan tertentu antara tekanan oksigen, karbondioksida darah, kebutuhan
oksigen jaringan, pengiriman oksigen dan kerja pernafasan (Ringel, 2012).
Sesak nafas juga dapat terjadi karena adanya perubahan fisiologis. Hiperinflasi
yang merupakan akibat dari adanya obstruksi saluran pernapasan menyebabkan
bagian thorak merenggang sehingga kapasitas paru menjadi turun dan kerja
pernapasan meningkat, ini dideteksi oleh saraf sensorik pada dinding dada. Seiring
dengan beratnya obstruksi dapat meningkatkan tekanan karbondioksida (CO2)
yang kemudian memunculkan gejala penurunan konsentrasi kadar oksigen di
dalam arteri (hipoksemia arteri) yang akan mendorong pernapasan dan jika otot
pernapasan kelelahan dapat menimbulkan sesak nafas progresif (McPhee &
Ganong, 2010).
Pemeriksaan rontgen thorak klien menunjukkan apek pulmo terdapat
bercak, corakan bronkofaskuler yang bertambah dan infiltrat peribronchial yang
tersebar di kedua lapang pulmo. Menurut Anderson (2007), pada klien dengan
bronkitis kronis pada pemeriksaan radiologis ditemukan hasil tubular shadows atau
farm line yang terlihat bayangan garis paralel keluar dari hilius menuju apeks
paru, dan corak paru yang bertambah. Adanya corakan pada hasil rontgen
klien dengan PPOK menggambarkan jika terdapat peningkatan jumlah lendir di
paru, adanya peradangan, infeksi, atau gangguan lainnya. Corakan ini juga bisa
disebabkan oleh asap rokok, asap kendaraan atau polusi udara.
Diagnosa utama yang diambil yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan membersihkan
sekret atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten
(Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2016). Sedangkan menurut Herdman
& Kamitsuru (2015) ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah suatu keadaam
dimana individu tidak mampu membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran nafas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas. Hasil pengkajian
yang dilakukan pada klien ditemukan data yang mendukung tegaknya diagnosa
keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu klien mengeluh batuk
berdahak dengan dahak yang sulit dikeluarkan, dan auskultasi paru terdengar
ronkhi pada bronkus atas kanan dan kiri.
Dampak dari ketidakefektifan jalan nafas adalah klien mengalami
obstuksi jalan nafas sehingga klien kesulitan bernafas dan gangguan pertukaran
gas di dalam paru paru yang mengakibatkan timbulnya sianosis, kelelahan, apatis
serta merasa lemah. Untuk itu perlu bantuan untuk mengeluarkan dahak yang
lengket sehingga dapat bersihan jalan nafas kembali efektif (Nugroho,
2011).
Selain itu, didapatkan pula diagnosa resiko defisit nutrisi. Data fokus yang
mendukung masalah keperawatan tersebut yaitu klien kehilangan nafsu makan, berat
badan klien menurun dari 54 kg menjadi 47 kg, dan IMT klien masuk dalam
kategori kekurangan berat badan ringan. Menurut Fajrin (2015), terjadinya klien
dengan PPOK memiliki status nutrisi yang buruk karena kebutuhan energi
bertambah akibat kerja sistem respirasi yang meningkat agar tidak terjadi
hipoksemia. Apabila terjadi hipoksemia akan berdampak pada keadaan
hipermetabolisme, sehingga klien dengan PPOK sering mengalami penurunan berat
badan.

B. Analisa Intervensi Keperawatan


Berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan yaitu ketidakefektifan
bersihan jalan nafas, diberikan intervensi yaitu melakukan pengkajian status
pernafasan. Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kelainan
pada fungsi pernafasan. Hasil pengkajian fungsi pernafasan didapatkan data
subyektif, klien mengatakan batuk dan dahak sulit dikeluarkan, nyeri dada saat batuk
dengan skala 3, dan sesak nafas. Dahak yang dikeluarkan klien 3cc dalam satu
hari dengan warna kuning kehijauan. Data obyektif yang diperoleh yaitu terpasang
alat bantu oksigen oksigen 3 liter per menit, terlihat pengembangan paru tidak
maksimal, penggunaan otot bantu pernafasan, dan pernafasan cuping hidung. Hasil
dari pemeriksaan palpasi yaitu vokal fremitus teraba sama kanan dan kiri, perkusi
menunjukkan hasil hipersonor, dan auskultasi menunjukkan adanya suara nafas
tambahan ronkhii. Bunyi ronkhi menunjukkan adanya akumulasi sputum yang kental
pada jalan nafas klien (Bickley, 2012). Warna sputum penting untuk dikaji supaya
mengetahui penyakit klien tersebut disebabkan oleh bakteri atau virus (Price, 2009).

Tindakan keperawatan selanjutnya yang dilakukan penulis adalah penulis


memberikan posisi semi fowler kepada klien dengan mengatur ketinggian tempat
tidur bagian kepala klien setinggi 30 – 40° yang bertujuan untuk meningkatkan ekspansi
paru dan menurunkan kerha pernafasan. Posisi semi fowler juga dapat membantu
pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma
(Kozier, 2009). Hasil dari penulis melakukan tindakan memposisikan semi
fowler yaitu ditemukan respon nyaman pada klien.
Implementasi selanjutnya adalah memotivasi klien supaya banyak minum air
hanyat sedikitnya 2500cc/hari. Tn.U sehari minum sekitar 800cc air mineral. Menurut
Smeltzer dan Bare (2013) emasukan cairan akan membantu mengencerkan sputum
dan membuatnya mudah dikeluarkan.
Implementasi selanjutnya yang dilakukan oleh penulis yaitu
mengajarkan batuk efektif kepada klien. Batuk efektif merupakan suatu metode batuk
yang benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat
mengeluarkan dahak secara maksimal dengan tujuan menghilangkan ekspansi paru,
mobilisasi sekresi, mencegah efek samping dari retensi ke sekresi (Nugroho, 2011).
Caranya adalah sebelum dilakukan batuk, klien dianjurkan untuk minum air
hangat untuk mengencerkan dahak. Setelah itu dianjurkan insprasi dalam. Hal ini
dilakukan selama dua kali. Kemudian setelah inspirasi yang ketiga, anjurkan klien
untuk membatukkan dengan kuat (Pranowo, 2009). Dari pengkajian sebelumnya
klien mengalami batuk bedahak dengan sputum kental berwarna kuning kehijauan
yang sulit dikeluarkan. Oleh karena itu perlu dilakukan teknik batuk efektif yang benar
supaya dahak dapat keluar. Setelah dilakukan batuk efektif, sputum klien dapat
keluar dengan warna kuning kehijauan sebanyak 3cc dalam sekali batuk.
Pemberian obat methylpreadnisolon 62,5 mg, Combivent 1 UDV,
Acetylsysteine 200 mg, dan Viccillin 1.5 g. Pemberian obat
methylpreadnisolon 62,5 mg bertujuan untuk mengatasi peradangan pada klien dengan
PPOK. Pemberian cobivent bertujuan untuk melebarkan saluran udara dalam paru –
paru. Obat ini bekerja dengan cara melemaskan otot – otot di saluran pernafasan.
Kemudian pemberian obat Viccillin yang termasuk dalam golo ngan antibiotic bertujuan
untuk mengatasi pe nyakit infeksi saluran pernafasan. Penggunaan antibiotik
digunakan pada eksaserbasi PPOK yang disebabkan oleh infeksi virus atau
bakteri. Antibiotik paling bermanfaat dan harus dimulai jika setidaknya ada dua dari
tiga gejala berikut ini: peningkatan dyspnea, peningkatan volume sputum, dan
peningkatan purulensi dahak (Zulkarni R, Nessa & Yumna Athifah, 2019).
Selanjutnya diagnosa keperawatan kedua yaitu resiko defisit nutrisi. Klien
diberikan intervensi berupa identifikasi status nutrisi dan monitor asupan makan.
Tindakan implementasi tersebut sesuai dengan Doengoes (2012) menyatakan bahwa
mengkaji kebiasaan diet dan masukan klien untuk mengetahui distress pernapasan klien
sehingga membuat klien anoreksia.
Intervensi selanjutnya yaitu monitor berat badan klien. Menurut Doengoes (2012),
penimbangan berat badan berguna untuk mementukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan
berat badan yang ingin dicapai, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi. Menimbang
berat badan klien juga bertujuan untuk mengkaji berat badan klien dan perkembangannya,
membantun menentukan program pengobatan, dan menentukan status nutrisi klien.
Intervensi lain yang dilakukan yaitu kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan klien. Tindakan implementasi diatas
sesuai dengan Doengoes (2012) menyatakan bahwa dengan kolaborasi dalam nutrisi
klien, metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu
untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/pengunaan energi.

Anda mungkin juga menyukai