Disusun oleh :
Mela Ayu ULfani Fauzia
P13374208211017
2. Keluhan Utama
Keluhan utama klien adalah sesak nafas sejak 3 hari yang lalu
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan 3 hari yang lalu mengeluh sesak nafas, dirasakan setiap
saat, klien mengatakan batuk berdahak, warna putih kekuningan. Nafas klien
bunyi mengi. Klien di bawa ke rumah sakit M dan di rawat.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan pernah dirawat di rumah sakit karena darah tinggi pada
tahun 2016, kontrol dan makan obat tidak teratur.
Klien mengatakan ada riwayat merokok sejak umur 12 tahun
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama
dengannya.
4. Pemenuhan Kebutuhan Dasar
a. Pengkajian Primer
A : Airway
Klien mengatakan batuk berdahak dan sulit mengeluarkan dahak.
Konsistensi dahak klien kental dan berwarna kuning kehijauan.
B : Breathing
Klien mengatakan sesak napas, klien menggunakan alat bantu pernapasan
berupa nasal kanul 3 liter/menit, pernapasan cuping hidung, nilai RR 26
kali/menit, dan SpO2 94%.
C : Circulating
Tanda – tanda vital klien yang meliputi tekanan darah yaitu 130/90
mmHg, nadi 90 kali/menit, dan suhu 36,6oC. Klien tidak mengalami
sianosis, terpasang infus 20 tpm.
D : Disability
GCS klien 15, E4V5M6. Pupil klien isokor, klien tidak mengalami
paralisis pada ekstremitas atas dan bawah.
E : Exposure
Tidak terdapat jejas pada tubuh klien.
b. Pengkajian Sekunder (Head to Toe)
1) Kesadaran : composmentis
2) Tanda – tanda vital :
Tekanan darah 130/80 mmHg
Nadi 90 kali/menit
RR 26 kali/menit
Suhu 36,6oC
3) Status gizi :
Berat badan 55 kg
Tinggi badan 165 cm
4) Kepala
Mesencephalon, kulit kepala kurang bersih, rambut beruban, tidak ada
lesi, tidak ada benjolan maupun nyeri tekan.
a) Mata
Pupil isokor, kelopak mata tidak ptosis, sklera tidak ikterik,
conjungtiva tidak anemis.
b) Telinga
Simetris, bersih, terdapat sedikit serumen, tidak ada lesi, dan fungsi
pendengaran kurang baik.
c) Hidung
Bentuk hidung simetris, tidak terdapat polip, tampak bersih, dan
pernapasan cuping hidung.
d) Mulut
Mulut bersih, tidak ada stomatitis, mukosa mulut lembab, gigi kurang
bersih
e) Leher
Inspeksi : tidak terlihat adanya vena jugularis, bentuk leher normal
Palpasi : tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
5) Thorax
a) Paru – paru
Inspeksi : simetris, penggunaan otot bantu pernapasan, RR 26
x/menit, menggunakan alat bantu pernapasan berupa
nasal kanul 3 liter/menit, tidak terdapat jejas,
retraksi dinding dada kurang maksimal.
Palpasi : tidak ada lesi atau massa paru, tidak ada nyeri tekan,
taktil fremitus kanan dan kiri teraba sama kanan dan
kiri.
Perkusi : suara hipersonor
Auskultasi : terdengar suara mengi
b) Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di intercosta 4 dan 5 midclavicula,
tidak ada massa
Perkusi : suara redup
Auskultasi : terdapat bunyi jantung I dan II reguler, tidak terdapat
suara murmur dan gallop
c) Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen datar, tidak ada benjolan, tidak
terdapat bekas jahitan
Auskultasi : terdapat suara bising usus 10 x/menit
Perkusi : terdengar suara timpani
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan pada bagian abdomen
d) Ekstremitas
Atas : tidak ada edema, tidak ada luka, turgor normal, tidak
ada nyeri
Bawah : tidak ada edema, tidak ada luka, turgor normal, tidak
ada nyeri, tdak ada varices
Kekuatan otot ekstremitas :
4 4
4 4
Penilaian mobilisasi
Tingkat
Kategori
Aktivitas/Mobilisasi
1. Makan 5
2. Mandi 5
3. Kerapian / Penampilan 10
4. Berpakaian 5
5. BAB 5
6. BAK 10
7. Toileting 5
8. Berpindah tempat 10
9. Mobilisasi 15
TOTAL 65
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Leukosit 8.560 /mm³ 5.000 - 10.000
Eritrosit 5.09 106/uL 4.5 – 5.5
Hemoglobin 16.3 g/dL 14 – 16
Hematokrit 48.5 vol % 40 – 48
Trombosit 323.000 /mm³ 150.000 – 500.000
LED 7 mm/jam 0 -10
Basofil 0.4 % 0-1
Eosinofil 1.5 % 1-3
Monosit 6.2 % 2–8
Limfosit 29.4 % 20 - 40
Cholesterol total 176 mg/dl <200
HDL-cholesterol 60 mg/dl L >55, P >65
LDL-cholesterol 95 mg/dl <130
Trilycerida 129 mg/dl <150
Creatinin 1,3 mg/dl L 0,9 – 1,3, P 0,6 –
1,0
Ureum 29 mg/dl 10 - 50
Protein total 7,2 g/dl 6,0 – 7,8
Albumin 4,2 g/dl 3,5 – 5,0
Globulin 3 g/dl 2,6 – 3,6
SGOT 19 U/I <40 U/I
SGPT 27 U/I <41
Kalsium 10,2 mg/dl 8,4 – 9,7
Natrium 141 mmol/I 135 – 155
Kalium 4,2 mmol/I 3,5 – 5,5
6. Terapi
a. Nebu dengan ventiolin/8 jam
b. Infus assering 16 tpm
c. Ambroxol syrup 3x1
d. Amlodipin tab 1x5 g
e. Inj. Dexamethason 3x1 amp
f. Inj. Ceftriaxon
g. Methylpreadnisolon 62,5 mg per 8 jam
h. Combivent 1 UDV per 8 jam
i. Acetylsysteine 200 mg per 8 jam
j. Viccillin 1.5 g per 8 jam
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
No Data Fokus Etiologi
Keperawatan
1 DS : Hipersekresi jalan Bersihan jalan
Klien mengatakan batuk berdahak dan napas napas tidak
sesak napas. efektif
Klien mengatakan sulit mengeluarkan
dahaknya.
Ketika dahaknya bisa dikeluarkan,
hanya sedikit dan konsistensi kental
berwarna kuning kehijauan.
DO :
RR 26 kali/menit.
Terpasang nasal kanul 3 lpm.
Penggunaan otot bantu pernapasan.
Pernapasan cuping hidung.
Pengembangan paru kurang maksimal.
Auskultasi paru terdengar ronchi pada
bronkus kanan dan kiri.
Perkusi paru hipersonor.
2 DS : Ketidakseimbanga Gangguan
Pasien mengatakan sesak nafas n ventilasi – pertukaran gas
Pasien mengeluh mengalami kesulitan perfusi
saat menatik nafas
Pasien mengeluh batuk berdahak dan Faktor predisposisi
sulit dikeluarkan (kebiasaan
DO : merokok, polusi
Pola nafas pasien tidak teratur udara, paparan
Bunyi nafas tambahan ronchi debu, asap, gas-gas
Pernafasab cepat dan dangkal kimiawi)
Pasien tampak gelisah Edema, spasme
Pasien tampak menggunakan cuping bronkus,
hidung peningkatan sekret
TD : 130/80 bronkiolus
N : 90x/mnt Obstruksi
RR : 26x/mnt bronkiolus awal
S : 36,6◦C fase ekspirasi
Udara
terperangkap
dalam alveolus
PaO2 rendah
PaCO2 tinggi
Gangguan
pertukaran gas
3 DS : Faktor psikologis Resiko defisit
Keluarga mengatakan klien mengalami (keengganan untuk nutrisi
penurunan nafsu makan dan makan)
penurunan berat badan.
DO :
Penurunan berat badan dari 54 kg
menjadi 47 kg
Tinggi badan 160 cm
IMT saat ini 18,3 (kekurangan berat
badan ringan)
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan Intervensi
Keperawatan
Pemantauan Respirasi
I.01014
EBN :
2 Gangguan Setelah dilakukan asuhan Pemantauan respirasi
pertukaran gas keperawatan selama 3 x 24 (I.01014)
berhubungan jam diharapkan masalah
Monitor frekuensi, irama,
dengan gangguan pertukaran gas
kedalaman upaya nafas
perubahan dapat teratasi dengan
membran kriteria hasil : Monitor pola nafas
alveolus kapiler
Pertukaran gas Monitor kemampuan batuk
(D.0003) efektif
(L.010030)
Penurunan Monitor adanya produksi
Dispnea menurun
Curah Jantung sputum
Nafas cuping hidung
menurun Monitor adanya sumbatan
jalan nafas
pCO2 membaik
Auskultasi bunyi nafas
PO2 membaik
Monitor saturasi oksigen
Pola nafas membaik
Monitor nilai AGD
Takikardi membaik
Monitor hasil x-ray thoraks
Dokumentasikan hasil
pemantauan
Alkalosis Respiratorik
I.01008
Asidosis Respiratorik
I.01009
Perawatan Jantung
EBN :
D. Implementasi
Kode Dx Catatan
N Tangga
Keperawata Implementasi Perkembanga
o l / Jam
n n
1 D.0001 5 April a. Memonitor pola napas S :
2021 (frekuensi, kedalaman, Klien
09.40 usaha napas) mengatakan
WIB b. Memonitor bunyi napas batuk
c. Memonitor sputum berdahak
d. Memposisikan semi- Klien
Fowler atau Fowler mengatakan
e. Inj. Acetylsysteine 200 sulit
mg mengeluarkan
f. Inj. Ceftriaxon dahaknya
g. Ambroxol syrup 3x1 Ketika
(Obat resiko infeksi ) dahaknya bisa
dikeluarkan,
h. Nebu dengan hanya sedikit
ventiolin/8 jam dan konsistensi
Ambroxol syrup 3x1 kental
i. berwarna
kuning
kehijauan
Klien
mengatakan
10.00
nyaman
WIB
dengan posisi
semi-fowler
O:
RR 26
kali/menit.
Penggunaan
otot bantu
pernapasan
Pengembanga
n paru kurang
maksimal
Auskultasi
paru terdengar
ronchi pada
bronkus kanan
dan kiri
Perkusi paru
hipersonor
2 D.0003 a. Monitor frekuensi, irama, S :
kedalaman upaya nafas Klien
b. Monitor pola nafas mengatakan
c. Monitor kemampuan batuk efektif sesak nafas
d. Monitor adanya produksi sputum Klien
e. Monitor adanya sumbatan jalan mengeluh saat
nafas menarik nafas
f. Auskultasi bunyi nafas Klien
g. Monitor saturasi oksigen mengatakan
h. Monitor nilai AGD nyaman setelah
i. Monitor hasil x-ray thoraks peberian nebu
j. Atur intervensi pemantauan ventiolin
respirasi sesuai kondisi pasien
k. Dokumentasikan hasil pemantauan O:
l. Jelaskan tujuan dan prosedur Klien
pemantauan menggunakan
m. Inj. Combivent 1 UDV per 8 jam alat bantu
n. Nebu dengan ventiolin/8 jam pernafasan
o. Inj. Viccillin 1.5 g per 8 jam nasal kanul 4
10.15 p. Inj. Combivent 1 UDV per 8 jam liter/mnt
WIB Pernapasan
cuping hidung
Pola nafas
cepat dan
dangkal
Auskultasi
nafas ronchi
Klien tampak
gelisah
TD : 130/80
mmHg
N : 90x/mnt
RR : 26x/mnt
S : 36,6◦C
O:
Klien
mengatakan
lelah nafasnya
11.00 terasa berat
WIB Klien
menggunakan
alat bantu
pernafasan
nasal kanul 4
liter/mnt
Kualitas nafas
pasien cepat
dan dangkal
Penggunaan
cuping hidung
Tampak
retreksi dada
pasien sesak
nafas
Klien tampak
gelisah
TD : 130/80
mmHg
RR : 29x/mnt
N : 86x/mnt
S : 36,4◦C
9 D.0032 a. Memonitor asupan makan S:
b. Berkolaborasi dengan ahli gizi Klien
untuk menentukan jumlah kalori mengatakan
dan jenis nutrient yang dibutuhkan nafsu
makannya
sudah lebih
baik setelah
dahaknya tidak
terlalu kental
O:
Klien terlihat
lebih baik
daripada awal
masuk rumah
sakit
E. Evaluasi
A. Analisa Kasus
Berdasarkan asuhan keperawatan yang dikelola, Tn. R yang memiliki
diagnosa medis PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik). Klien berjenis kelamin
laki – laki dan berusia 68 tahun. Klien memiliki riwayat sebagai perokok aktif sejak
usia 12 tahun. Faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya PPOK antara lain
kebiasaan merokok, usia di atas 45 tahun akan mulai merasakan gejala, dan laki –
laki lebih rentan terkena PPOK daripada perempuan (Avanji & Hajbaghery, 2011).
Pada usia lanjut akan terjadi perubahan berupa kekakuan dinding dada
sehingga menyebabkan penurunan elastisitas dinding dada, penurunan elastisitas
parenkim paru, meningkatnya mukus dan terjadi penebalan pada bronkus sehingga
tahanan saluran napas meningkat dan penurunan faal paru (kapasitas vital
paksa (FVC) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (FEV1)). Penurunan FVC
dan FEV1 akan berpengaruh pada keterbatasan aliran udara dan air trapping pada
paru (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, 2019).
Pada riwayat kesehatan sekarang klien mengatakan batuk berdahak
kurang lebih 9 hari, sesak nafas sejak seminggu hilang timbul, dan kesulitan
mengeluarkan dahak. Batuk bisa timbul karena adanya suatu penyakit tertentu
pada saluran pernapasan dimana terjadinya iritasi pada bronkus. Akibat iritasi
tersebut membuat batuk menjadi produktif yang berguna untuk membuang
ekskresi peradangan yang berupa sputum (Muttaqin, 2008). Pendapat Padila (2012),
tanda gejala PPOK yaitu batuk yang sangat produktif, sesak nafas dan dispnea,
hipoksia dan hiperkapnea, takipnea, dispnea yang menetap. Batuk pada dasarnya
adalah mekanisme pembersihan jalan nafas. Batuk menunjukkan adanya mucus
yang banyak pada saluran nafas yang dikarenakan adanya inflamasi oleh
bakteri, virus atau jamur. Klien dengan masalah PPOK biasanya
mengeluhkan batuk yang disertai sputum yang menunjukkan adanya sekresi
dari bronkus.
Hasil lain dari pengkajian didapatkan klien mengeluh sesak nafas
dengan respiratory rate 26 kali/menit. Sesak nafas terjadi akibat adanya
tumpukan sekret pada saluran pernafasan sehingga menyebabkan pertukaran
oksigen dan karbondioksida mengalami gangguan, padahal di dalam otak ada
hubungan tertentu antara tekanan oksigen, karbondioksida darah, kebutuhan
oksigen jaringan, pengiriman oksigen dan kerja pernafasan (Ringel, 2012).
Sesak nafas juga dapat terjadi karena adanya perubahan fisiologis. Hiperinflasi
yang merupakan akibat dari adanya obstruksi saluran pernapasan menyebabkan
bagian thorak merenggang sehingga kapasitas paru menjadi turun dan kerja
pernapasan meningkat, ini dideteksi oleh saraf sensorik pada dinding dada. Seiring
dengan beratnya obstruksi dapat meningkatkan tekanan karbondioksida (CO2)
yang kemudian memunculkan gejala penurunan konsentrasi kadar oksigen di
dalam arteri (hipoksemia arteri) yang akan mendorong pernapasan dan jika otot
pernapasan kelelahan dapat menimbulkan sesak nafas progresif (McPhee &
Ganong, 2010).
Pemeriksaan rontgen thorak klien menunjukkan apek pulmo terdapat
bercak, corakan bronkofaskuler yang bertambah dan infiltrat peribronchial yang
tersebar di kedua lapang pulmo. Menurut Anderson (2007), pada klien dengan
bronkitis kronis pada pemeriksaan radiologis ditemukan hasil tubular shadows atau
farm line yang terlihat bayangan garis paralel keluar dari hilius menuju apeks
paru, dan corak paru yang bertambah. Adanya corakan pada hasil rontgen
klien dengan PPOK menggambarkan jika terdapat peningkatan jumlah lendir di
paru, adanya peradangan, infeksi, atau gangguan lainnya. Corakan ini juga bisa
disebabkan oleh asap rokok, asap kendaraan atau polusi udara.
Diagnosa utama yang diambil yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan membersihkan
sekret atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten
(Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2016). Sedangkan menurut Herdman
& Kamitsuru (2015) ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah suatu keadaam
dimana individu tidak mampu membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran nafas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas. Hasil pengkajian
yang dilakukan pada klien ditemukan data yang mendukung tegaknya diagnosa
keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu klien mengeluh batuk
berdahak dengan dahak yang sulit dikeluarkan, dan auskultasi paru terdengar
ronkhi pada bronkus atas kanan dan kiri.
Dampak dari ketidakefektifan jalan nafas adalah klien mengalami
obstuksi jalan nafas sehingga klien kesulitan bernafas dan gangguan pertukaran
gas di dalam paru paru yang mengakibatkan timbulnya sianosis, kelelahan, apatis
serta merasa lemah. Untuk itu perlu bantuan untuk mengeluarkan dahak yang
lengket sehingga dapat bersihan jalan nafas kembali efektif (Nugroho,
2011).
Selain itu, didapatkan pula diagnosa resiko defisit nutrisi. Data fokus yang
mendukung masalah keperawatan tersebut yaitu klien kehilangan nafsu makan, berat
badan klien menurun dari 54 kg menjadi 47 kg, dan IMT klien masuk dalam
kategori kekurangan berat badan ringan. Menurut Fajrin (2015), terjadinya klien
dengan PPOK memiliki status nutrisi yang buruk karena kebutuhan energi
bertambah akibat kerja sistem respirasi yang meningkat agar tidak terjadi
hipoksemia. Apabila terjadi hipoksemia akan berdampak pada keadaan
hipermetabolisme, sehingga klien dengan PPOK sering mengalami penurunan berat
badan.