Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM PENILAIAN STATUS GIZI

PRESISI DAN AKURASI

OLEH :

KELOMPOK 1

NAMA NIM
1. SALMAH 1802031017
2. RIZKA AMELIA S 1802031051
3. YUNIKA SAMIRA 1802031069
4. AGUNG PRIADI 1802031001
5. ELENA DWIYANTI 2002032004
6. DESTA LINDA TELAUMBANUA 1802031047

DOSEN PENGAMPU:

PROGRAM STUDI S1 GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2022
PEMBAHASAN

1. Pengertian Presisi dan Akurasi


Menurut Deswarni Idrus dan Gatot Kunanto (1990) dalam supriasa,dkk
(2001), presisi adalah kemampuan mengukur subjek yang sama secara berulang-
ulang dengan kesalahan yang minimum. Sedangkan akurasi adalah kemampuan untuk
mendapat hasil yang sedekat mungkin dengan hasil yang diperoleh penyelia atau
supervisor. Presisi adalah suatu derajat yang memberikan informasi sejauh mana
pengukuran ulang dari variable yang sama memberikan nilai yang sama. Akurasi
adalah suatu derajat memberikan informasi sejauh mana pengukuran dekat dengan
nilai sebenarnya (Gibson, 2005). Menurut WHO (1983) kualitas data pengukuran
antropometri dapat dinilai dari tingkat presisi dan akurasi. Presisi merupakan
konsistensi kedekatan antara beberapa hasil penimbangan terhadap objek yang sama
pada diri individu kader, sedangkan akurasi adalah kedekatan hasil penimbangan
terhadap objek yang sama antar kader dengan supervisor.
Presisi adalah sejauh mana pengukuran ulang dari variable yang sama
memberikan hasil yang sama adalah ukuran reproduktivitas yang juga dapat
dikatakan sebagai keendalan dalam penilaian biokimia. Berbagai strategi dapat
digunakan untuk meningkatkan keandalan sistem penilaian gizi. Ini dibahas secara
rinci oleh Hulley dan Cummings (1988) dalam Gibson (2005) yang meliputi :
a. Menyusun sebuah panduan operasi yang berisi pedoman tertulis khusus untuk
mengambil setiap pengukuran, untuk memastikan semua teknik telah
terstandarisasi.
b. Melatih semua penguji untuk menggunakan teknik standar secara konsisten.
c. Hati-hati memilih standariasai instrument yang digunakan untuk pengumpulan
data.
d. Mengurangi efek dari kesalahan acak dari sumber manapun dengan menangulangi
semua pengukuran.
Akurasi adalah sejauh mana nilai yang benar dari pengukuran dicapai
(Mueller dan Martorell, 1998 dalam Ulijaszek dan Deborah, 1999). Istilah akurasi
secara konseptual dekat dengan istilah validitas, yakni sejauh mana pengukuran
benar-benar mengukur karakteristik. Menurut Norton dan Olds, (1996) dalam
Ulijaszek dan Deborah (1999), nilai yang benar dari pengukuran tidak mungkin dan
sulit untuk ditentukan. Menurut Gibson (2005), istilah akurasi paling baik digunakan
dalam arti statistic dibatasi untuk menggambarkan sejauh mana pengukuran dekat
dengan nilai-nilai yang benar. Oleh karena itu pengukuran dapat presisi, tapi, pada
saat yang sama, tidak akurat, ini merupakan situasi yang terjadi ketika da bias dan
kesalahan sistematis dalam pengukuran. Semaik besar kesalahan sistematis, semakin
berkurang juga akurasi pengukuran. Pengukuran yang akurat, bagaimanapun
memerlukan reproduktivitas atau presisi tinggi.
Mengontrol keakuratan pengukuran biokimia relative mudah dan dapat
dicapai dengan menggunakan bahan refrensi. Kontrol akurasi dalam metode penilaian
lainnya lebih sulit. Miasalnya, nilai yang benar dari setiap pengukuran antropometri
tidak pernah diketahui dengan kepastian yang mutlak dengan tidak adanya standar
refrensi absolute, keakuratan pengukuran antropometri diperkirakan dengan
membandingkan mereka dengan yang dibuat oleh criteria antropometris atau ahli
antropometri yang ditunjuk. Strategi tambahan yang juga dapat digunakan untuk
meningkatkan akurasi mencakup : Melakukan pengukuran dengan mengurangi
gangguan yang ada dan kalibrasi instrument. Strategi ini harus selalu digunakan
untuk membantu menghindari bias (Gibson, 2005). Perbandingan presisi dan akurasi
dari sebuah pengukuran dpat dilihat pada table berikut :
Presisi Akurasi
Definisi Suatu derajat yang memberikan Suatu derajat memberikan
informasi sejauh mana pengukuran informasi sejauh mana
ulang dari variable yang sama pengukuran dekat dengan
memberikan nilai sama. nilai sebenarnya.
Dinilai oleh Perbandingan antara pengukuran Perbandingan dengan
berulang kali bahan refrensi yang
bersertifikasi, metode
criteria atau criteria
antropometris
Manfaat untuk Meningkatkan kekuatan untuk Meningkatkan validitas
studi mendeteksi efek kesimpulan
Dipengaruhi Kesalahan acak dikontribusi oleh : Kesalahan sistematik
oleh - Pengukur dikontribusi oleh :
- Responden, atau - Pengukur
- Instrumen - Responden
- Instrumen
2. Kesalahan dalam pengukuran
Berbagai penyebab terjadinya kesalahan-kesalahan dalam pengukuran. Diantara
penyebab tersebut antara lain:
a. Pada waktu melakukan pengukuran tinggi badan tanpa memperhatikan posisi
orang yang diukur, misalnya belakang kepala, punggung, pinggul, dan tumit harus
menempel di dinding. Sikapnya harus dalam posisi siap sempurna. Disamping itu
pula kesalahan juga terjadi apabila petugas tidak memperhatikan situasi pada saat
anak diukur. Contohnya adalah anak menggunakan sandal atau sepatu.
b. Pada waktu penimbangan berat badan, timbangan belum di titik nol, dacin belum
dalam keadaan seimbang dan dacin tidak berdiri tegak lurus.
c. Kesalahan pada peralatan. Peralatan yang digunakan untuk mengukur beratbadan
adalah dacin dengan kapasitas 20–25 kg dan ketelitiannya 0,1 kg. Untuk
mengukur panjang badan, alat pengukur panjang badan (APPB) berkapasitas 110
cm dengan skala 0,1 cm. Tinggi badan dapat diukur dengan Microtoa berkapasitas
200 cm dengan ketelitian 0,1 cm. Lingkar lengan atas dapat diukur dengan pita
LILA dengan kapasitas 33 cm dengan skala 0,1 cm.
d. Kesalahan yang disebabkan oleh Tenaga Pengukur. Kesalahan ini terjadi karena
petugas pengumpul data kurang hati-hati atau belum mendapat pelatihan
memadai. Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran sering disebut
Measurement Error.
Dalam penentuan status gizi sering dijumpai berbagai masalah yaitu masalah
validitas umur. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa validitas umur anak
dinyatakan oleh ibu sangat rendah. Keadaan ini akan sangat berpengaruh terhadap
prevalensi status gizi. Mengatasi Kesalahan Pengukuran
1. Memilih ukuran yang sesuai dengan apa yang ingin diukur. Misalnya
mengukur tinggi badan menggunakan mikrotoa, dan tidak menggunakan alat
ukur lain yang bukan diperuntukkan untuk mengukur tinggi badan.
2. Membuat prosedur baku pengukuran yang harus ditaati oleh seluruh
pengumpul data. Petugas pengumpul data harus mengerti teknik, urutan, dan
langkah-langkah dalam pengumpulan data.
3. Pelatihan petugas. Pelatihan petugas harus dilakukan dengan sebaikbaiknya,
baik ditinjau dari segi waktu maupun materi pelatihan. Materi pelatihan
sebaiknya menekankan pada ketelitian pembacaan dan pencatatan hasil.
Mengingat petugas akan melakukan pengukuran, maka dalam pelatihan harus
dilakukan praktek terpimpin oleh petugas professional dalam bidangnya.
Apabila memungkinkan dilaksanakan pelatihan secara periodic.
4. Peneraan alat ukur secara berkala. Alat timbang dan alat lainnya harus selalu
ditera (divalidasi) dalam kurun waktu tertentu. Apabila ada alat yang rusak,
sebaiknya tidak dilakukan lagi.
5. Pengukuran silang antar pengamat. Kegiatan ini perlu dilakukan untuk
mendatkan presisi dan akurasi yang baik.
3. Teknik melakukan Uji Presisi dan Akurasi
Pengendalian kualitas data antropometri perlu diperhatikan untuk
mendapatkan data yang baik melalui prosedur standarisasi. Tujuan dari prosedur
standarisasi adalah memberikan informasi yang cepat dan menunjukan kesalahan
secara cepat sehingga perubahan dapat dilakukan sebelum sumber kesalahan dapat
dipastikan. Penyelia mempelajari hal-hal apa yang perlu diperhatikan untuk
menjamin presisi dan akurasi pengukuran dan keterampilan apa yang perlu diberikan.
Uji presisi dan akurasi menjadi salah satu cara yang dilakukan untuk pengendalian
kualitas data antropometri (Supriasa, dkk., 2001). Teknik melakukan uji presisi dan
akurasi menurut supriasa Supriasa, dkk (2001) adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan data Dalam pelaksanaan prosedur standarisasi berikut ini digunakan
10 orang yang diukur secara berulang oleh 6 petugas pengukur. Setiap petugas
mengukur dua kali setiap subjek. Pengukuran dan pencataan dilakukan
sedemikian rupa sehingga hasil pengukuran ulang tidak terpengaruh oleh hasil
pengukuran sebelumnya.
b. Langkah-langkah perhitungan data
1. Hasil dua kali pengukuran disajikan pada kolom a dan b
2. Pada kolom d disajikan hasil pengukuran (a-b), berikut tanda masing-masing
(+/-)
3. Pada kolom d2 diisikan hasil kuadrat (a-b)
4. Tanda plus dan minus pada kolom dihitung. Jumlah tanda yang muncul
terbanyak menjadi pembilang dari pecahan dengan subjek sebagai penyebut.
Tanda nol tidak dihitung
5. Pada kolom s diisikan jumlah (a+b). Kelima langkah ini dilakukan secara
serentak oleh semua petugas pengukur dan penyelia
6. Kolom s lembar penyelia dipindahkan ke lembar tiap petugas dibawah kolom
S
7. Perbedaan s petugas dan S penyelia diisikan ke kolom D (s-S) dengan tanda
yang tepat, dan kuadratnya pada kolom D2
8. Tanda plus dan minus (s-S) dihitung. Jumlah tanda muncul terbanyak menjadi
pembilang dari pecahan dengan jumlah subjek sebagai penyebut. Tanda nol
tidak dihitung.
9. Hasil penjumlahan d2 dan D2 , serta hasil pertihungan tanda dipindahlan ke
lembar lain.
c. Penilaian hasil
Ketentuan umum berikut ini digunakan dalam menganalisa hasil :
1. Jumlah d2 penyelia biasanya paling kecil, presisinya paling besar karena
kompetensinya lebih besar.
2. Jumlah d2 petugas (berkaitan dengan presisi) tidak lebih besar dari dua kali
jumlah d2 penyelia
3. Jumlah D2 petugas (berkaitan dengan akurasi) tidak lebih besar dan tiga kali
jumlah d2 penyelia
4. Jumlah D2 petugas harus lebih besar dan jumlah d2 nya. Jika tidak, data
tersebut harus diperiksa dan dihitung kembali.

DAFTAR PUSTAKA
Kesalahan dalam pengukuran : Utami, Ni WayanArya. 2016. Modul Antropometri
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/c5771099d6b46
62d9ac299fda52043c0.pdf
Pengertian, teknik melakukan uji presisi, akurasi :
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36653/1/Aje ng%20Sakina
%20Gandaasri-FKIK.pdf

Anda mungkin juga menyukai