Anda di halaman 1dari 11

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN,

RISET, DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL
Jalan Alumni No.2 Kampus USU Medan 20215
Telepon: (061)8216131 Fax: (061)8213421

DAFTAR HADIR MAHASISWA

HARI / TANGGAL : Senin / 19 Juli 2021


JAM : 09.30 – 11.30 WIB
JUDUL : Empat Gigi Supernumery pada rahang Atas Anterior Tengah :
Laporan Kasus
DOSEN PEMBIMBING : Isnandar, drg., Sp.BM (K)
NAMA MAHASISWA : Avi Syafitri
NIM : 200631145

No Nama NIM Tanda Tangan


1. Mutia Firenza 160600097
2. Arsha Lavilia Ulfa 150600115
Ema Christin Natalia Tamba
3. 150600041

Celestina Cinthya Adeoripina


4. 200631150
Simarmata
Uma Maheswari A/P
5. 200631155
Balakrsihnan

6. Avi Syafitri 200631145

Pembimbing,

Isnandar, drg., Sp.BM(K)


NIP.197902252005011001
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN,
RISET, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL
Jalan Alumni No.2 Kampus USU Medan 20215
Telepon: (061)8216131 Fax: (061)8213421

DAFTAR HADIR DOSEN

HARI / TANGGAL : Senin / 19 Juli 2021


JAM : 09.30 – 11.30 WIB
JUDUL : Empat Gigi Supernumery pada rahang Atas Anterior Tengah :
Laporan Kasus
DOSEN PEMBIMBING : Isnandar, drg., Sp.BM (K)
NAMA MAHASISWA : Avi Syafitri
NIM : 200631145

No Nama Tanda Tangan

1. Isnandar, drg., Sp.BM (K)

Pembimbing,

Isnandar, drg., Sp.BM(K)


NIP.197902252005011001
Lampiran :
PENCABUTAN GIGI ANTERIOR RAHANG ATAS

EMPAT GIGI SUPERNUMERARY PADA RAHANG ATAS


ANTERIOR TENGAH: LAPORAN KASUS

Disadur dari:
Takahashi K, Yamazaki F, Tajima M, Suzuki M, Yano T, Kato Y, etc. Four
Supernumerary Teeth in Central Anterior Maxilla: Report of a Case. JOMSMP
2020; 32(4): 247-50.

Penyaji:
Avi Syafitri
NIM: 2006311145

Pembimbing:
Isnandar, drg., Sp.BM (K)

NIP. 19790225 200501 1 001

DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2021
Empat Gigi Supernumery pada rahang Atas Anterior Tengah : Laporan Kasus
(Four Supernumerary Teeth in Central Anterior Maxilla: Report of a Case)
Takahashi K, Yamazaki F, Tajima M, Suzuki M, Yano T, Kato Y, etc.

Abstrak
Gigi supernumerary multipel pada sentral maksila merupakan kelainan yang sangat jarang
terjadi di muncul. Kelainan ini sering muncul pada laki-laki dengan perbandingan antara laki-
laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Gigi supernumerary yang paling sering muncul terletak
diantara gigi insisivus sentral pada anterior maksila, dengan satu atau dua gigi supernumerary;
tiga gigi supernumerary sangat langka. Pada penelitian ini melaporkan kasus empat gigi
supernumerary pada sentral maksila terjadi pada kurang dari 1% kasus dari semua gigi
supernumerary. Seorang anak perempuan berusia 14 tahun dirujuk ke rumah sakit kami untuk
perawatan lesi radiolusen yang tidak jelas di regio rahang atas sentral. Pemeriksaan radiografi
menunjukkan keempat gigi supernumerary. Diagnosis klinis adalah gigi supernumerary dan
pencabutan bedah dilakukan dengan pasien dibawah pengaruh anestesi umum. Gigi
supernumerary yang diekstraksi adalah mikrodonsia dan menunjukkan pembentukan email
serta bentuk yang mirip dengan gigi kaninus maksila. Pada evaluasi setelah perawatan 6 bulan,
tidak ada tanda-tanda rekurensi.
Kata kunci: Gigi supernumerary, Abnormalitas gigi

PENDAHULUAN
Gigi supernumerary didefinisikan sebagai gigi yang terbentuk melebihi dari jumlah gigi
normal.1 Jenis gigi supernumerary yang paling sering muncul adalah mesiodens, terletak di
antara gigi insisivus sentral maksila anterior. 2,3 Gigi supernumerary lebih sering terjadi pada
laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 2 : 1. 4,5 Dalam banyak kasus gigi
supernumerary, biasanya sering ditemukan gigi impaksi tunggal mesiodens. Beberapa laporan
menunjukkan bahwa supernumerary tunggal terjadi pada 76-86% kasus, supernumerary ganda
terjadi pada 12-23% kasus dan supernumerary multipel terjadi kurang dari 1% kasus.4,6,7 Kasus
ini menggambarkan kasus langka empat gigi supernumerary pada sentral maksila seorang anak
perempuan berusia 14 tahun.

LAPORAN KASUS
Seorang anak perempuan berusia 14 tahun dirujuk ke rumah sakit kami untuk perawatan
Lesi radiolusen yang tidak jelas pada sentral rahang atas. Pasien mengeluhkan
ketidaknyamanan pada daerah langit-langit dan bengkak selama 2 bulan terakhir, tetapi tidak
ada rasa sakit atau parestesia. Riwayat medis dan keluarga tidak berkontribusi dan
menyingkirkan sindrom Gardner serta cleidocranial dysplasia.
Pada pemeriksaan, hanya terdapat pembengkakan palatal pada anterior maksila dan gigi
kaninus impaksi di daerah anterior kanan. Tidak ada temuan abnormal lainnya yang diamati
(Gambar 1A,B). Pemeriksaan radiografi menunjukkan gigi supernumerary pada sentral
maksila (Gambar 2A). Gambar CT menunjukkan empat gigi supernumerary pada sentral
maksila dan semua gigi supernumerary berada pada daerah palatum. Selain itu, terdapat gigi
kaninus yang impaksi di daerah anterior kanan (Gambar 2B), dan tonjolan ringan diamati pada
tulang kortikal di sekitar regio tersebut. Diagnosis dari empat gigi supernumerary dan gigi
kaninus yang impaksi dicurigai. Gigi kaninus yang impaksi direkomendasikan perawatan
ortodonti tetapi pasien dan orang tuanya menolak perawatan orthognatik dan pencabutan
dengan pembedahan direncanakan. Pemeriksaan radiografi menunjukkan apikal dari gigi
kaninus kanan maksila yang impaksi dekat dengan rongga hidung dan pendekatan akan diambil
dari sisi labial. Di sisi lain, gigi supernumerary akan mendekati sisi palatum.

Gambar 1. (A) Gigi kaninus yang tidak erupsi diamati pada kanan anterior maksila. (B) Pembengkakan
diamati pada sisi palatal dari anterior maksila, tetapi tidak ada temuan abnormal lainnya yang diamati.

Gambar 2. (A) Radiografi panoramik menunjukkan lesi radiolusen yang jelas pada regio anterior
maksila. (B) CT 3D menunjukkan empat gigi supernumerary yang terlihat jelas dan satu gigi kaninus
impaksi di dekat molar kanan maksila.

Kami memutuskan bahwa anestesi umum dipilih karena pembedahannya yang invasif. Insisi
gingiva dilakukan dari gigi premolar kiri ke gigi premolar kanan pada sisi palatum maksila dan
gigi supernumerary diamati; selanjutnya, empat gigi supernumerary dan gigi kaninus impaksi
dicabut. (Gambar 3A,B,C). Salah satu gigi supernumerary menyerupai gigi kaninus maksila.
Diagnosis akhir dari empat gigi supernumerary dan gigi kaninus impaksi dikonfirmasi. Pada
evaluasi follow up 6 bulan, tidak ada gigi supernumerary yang teridentifikasi setelah
pencabutan secara radiografis (Gambar 4). EPT dilakukan dan dipastikan bahwa semua gigi
anterior vital.

Gambar 3. Insisi gingiva dilakukan dari gigi premolar kiri ke premolar kanan pada sisi palatal. (A)
Gigi kaninus impaksi. (B) Gigi supernumerary. (C) Gigi supernumerary yang dicabut.

Gambar 4. Evaluasi follow-up 6 bulan, tidak ada gigi supernumerary yang teridentifikasi setelah
pencabutan bedah secara radiografik.

PEMBAHASAN
Etiologi gigi supernumerary masih belum jelas, oleh karena itu, banyak peneliti yang
menyelidiki penyebab gigi supernumerary. Rajab melaporkan bahwa penyebab gigi
supernumerary adalah embriologis, displasia developmental individual dan kebetulan yang
sederhana.4 Fujita melaporkan bahwa diantara benih gigi yang dihasilkan dari lamina dentis
terkadang terjadi hiperplasia dan gigi supernumerary cenderung terjadi di celah gigi antara
embrio gigi normal terutama pada bagian atas median maksila. 8 Siriac melaporkan bahwa
lokasi gigi supernumerary 93,3% terletak pada anterior maksila.9 De Oliveira juga melaporkan
bahwa 91,3% kasus terletak pada rahang atas.10 Laporan kasus ini pendukung hipotesis Fujita.8
Dalam kasus ini, semua gigi supernumerary terletak pada rahang atas anterior. Pada penelitian
lain dilaporkan bahwa gigi supernumerary dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis; dikotomi
benih gigi dan hiperaktivitas lamina gigi.4,11 ,12
Kobayashi melaporkan bahwa gigi
supernumerary disebabkan oleh hiperaktivitas lamina gigi. 13 Dalam kasus ini, tiga gigi
supernumerary lebih kecil dari gigi normal sehingga mungkin disebabkan oleh dikotomi benih
gigi. gigi supernumerary lainnya yang menyerupai tuberkulum basal yang berkembang mirip
dengan gigi kaninus, mungkin disebabkan oleh hiperaktivitas lamina gigi. Dalam hal ini, kami
percaya bahwa dikotomi dari benih gigi dan hiperaktivitas lamina gigi terjadi pada satu pasien.
Dalam kasus ini, keempat gigi supernumerary adalah amorf. Morishima melaporkan bahwa
bentuk akar gigi supernumerary amorf dan sebagian besar memiliki akar tunggal.14,15 Dalam
kasus ini juga, keempat gigi supernumerary menunjukkan satu akar dan tidak ada bukti
lengkungan akar.
Prevalensi gigi supernumerary pada populasi Kaukasia berkisar antara 1% dan 3%. 18
Laporan lain menemukan prevalensi 1,1% pada populasi India Selatan dan prevalensi antara
2,7% dan 3,4% di antara populasi Jepang dan Hongkong. 16,17 Sejauh yang kami teliti disini,
hanya ada 3 laporan lebih dari empat gigi supernumerary di area insisivus rahang atas. 14,18,19
dan sebagian besar adalah laporan kasus pasien Jepang. Menurut jumlahnya, gigi
supernumerary tunggal dan ganda dilaporkan pada sebagian besar kasus. Kim dkk. melaporkan
prevalensi gigi supernumerary tunggal sebesar 69,2%.20 Patil dkk. melaporkan prevalensi
mesiodens tunggal sebesar 89,7% dan mesiodentes bilateral sebesar 10,3%. 21 Asaumi dkk.
melaporkan tiga gigi supernumerary mesiodens sebesar 1%. 22 Jadi, empat gigi supernumerary
pada regio anterior sangatlah langka. 23 Gigi supernumerary dapat menyebabkan berbagai
komplikasi termasuk keterlambatan erupsi gigi permanen, crowding, diastema, rotasi, resorpsi
gigi yang berdekatan atau kista dentigerous. 4,8 Hogstrum dan Andersson melaporkan bahwa
gigi supernumerary harus segera dicabut jika ada komplikasi yang terjadi. 24 Di sisi lain,
ekstraksi tidak selalu menjadi perawatan pilihan untuk gigi supernumerary. 4 Garvery
merekomendasikan pendekatan wait-and-see tanpa pencabutan di mana erupsi dari gigi normal
terjadi dan tidak memerlukan perawatan ortodonti.25 Waktu pencabutan gigi supernumerary
dengan pembedahan masih kontroversial. 6 Dalam kasus kami, bagaimanapun, pasien
mengalami ketidaknyamanan pada daerah palatum dan kerusakan gigi serta gigi sekitarnya
diamati. Pasien berusia 14 tahun dan akar gigi anterior maksila sudah selesai maka itu dipilih
perawatan pencabutan gigi supernumerary.
KESIMPULAN
Pada penelitian ini, kami menyajikan kasus langkah 4 gigi supernumerary pada regio
insisivus anterior maxilla pada ada anak perempuan berusia 14 tahun yang terjadi pada kurang
dari 1% kasus di mana semua gigi supernumerary. Prosedur yang tepat untuk pemeriksaan
klinis, radiologis dan histologis harus ditetapkan. Dalam kasus ini, tidak ada rekurensi yang
diamati setelah ekstraksi bedah.

DAFTAR PUSTAKA
1. Primosch RE. Anterior supernumerary teeth–assessment and surgical intervention in children.
Pediatr Dent 1981;2:204–15.
2. von Arx T. Anterior maxillary supernumerary teeth: a clinical and radiographic study. Aust
Dent J 1992;37:189–95.
3. Lustmann J, Bodner L. Dentigerous cysts associated with supernumerary teeth. Int J Oral
Maxillofac Surg 1988;17:100–2.
4. Rajab LD, Hamdan MA. Supernumerary teeth: review of the literature and a survey of 152
cases. Int J Paediatr Dent 2002;12:244–54.
5. Högström A, Andersson L. Complications related to surgical removal of anterior
supernumerary teeth in children. ASDC J Dent Child 1987;54:341–3.
6. Scheiner MA, Sampson WJ. Supernumerary teeth: a review of the literature and four case
reports. Aust Dent J 1997;42:160–5.
7. Zhu JF, Marcushamer M, King DL, Henry RJ. Supernumerary and congenitally absent teeth:
a literature review. J Clin Pediatr Dent 1996;20:87–95.
8. Fujita K. Abnormal number of teeth in man. J Stomatol Soc Jpn 1958;25:97–106. (in
Japanese).
9. Syriac G, Joseph E, Rupesh S, Philip J, Cherian SA, Mathew J. Characteristics, and
Complications ofSupernumerary Teeth in Nonsyndromic Pediatric Population of South India:
A Clinical and Radiographic Study. J Pharm Bioallied Sci 2017;9:S231–6.
10. De Oliveira Gomes C, Drummond SN, Jham BC, Abdo EN, Mesquita RA. A survey of 460
supernumerary teeth in Brazilian children and adolescents. Int J Paediatr Dent 2008;18:98–
106.
11. Solares R, Romero MI. Supernumerary premolars erature review. Pediatr Dent 2004;26:450–
8.
12. Garvey MT, Barry HJ, Blake M. Supernumerary teeth–an overview of classification,
diagnosis and management. J Can Dent Assoc 1999;65:612–6.
13. Kobayashi S, Nisijima K, Yao H, Sugi H, Takaya Y, Ikeda T. A case of supernumerary cuspid.
Acta Med Okayama 1981;35:421–5.
14. Morishima M, Osaka N, Tokita S, Yoshida M, Nishiwaki H, Goto H. A case report of 4
supernumerary teeth in the maxillary permanent incisor region. Josai Shika Daigaku Kiyo
1981;10:309–14. (in Japanese).
15. Watanabe H. Supernumerary teeth in the maxillary incisor region in children. 1: Clinical
studies of 842 supernumerary. Shoni Shikagaku Zasshi 1985;23:1008–25. (in Japanese).
16. Niswander JD, Sujaku C. Congenital anomalies of teeth in Japanese children. Am J Phys
Anthropol 1963;21:569–74.
17. Davis PJ. Hypodontia and hyperdontia of permanent teeth in Hong Kong school children.
Community Dent Oral Epidemiol 1987;15:218–20.
18. Rallan M, Rallan NS, Goswami M, Rawat K. Surgical management of multiple
supernumerary teeth and an impacted maxillary permanent central incisor. BMJ Case Rep
2013;2013(22).
19. Hashimoto Y, Hino F, Ishikawa M. Cases of supernumerary teeth in the upper incisor region.
Examination of out-patients in the past 8 years. Shoni Shikagaku Zasshi 1984;22:624–30. (in
Japanese).
20. Kim Y, Jeong T, Kim J, Shin J, Kim S. Effects of mesiodens on adjacent permanent teeth: a
retrospective study in Korean children based on cone-beam computed tomography. Int J
Paediatr Dent 2018;28(March (2)):161–9.
21. Patil S, Pachori Y, Kaswan S, Khandelwal S, Likhyani L, Maheshwari S. Frequency of
mesiodens in the pediatric population in North India: a radiographic study. J Clin Exp Dent
2013;5(December (5)):e223–6.
22. Asaumi JI, Shibata Y, Yanagi Y, Hisatomi M, Matsuzaki H, Konouchi H, et al. Radiographic
examination of mesiodens and their associated complications. Dentomaxillofac Radiol
2004;33(March (2)):125–7.
23. Goksel S, Agirgol E, Karabas HC, Ozcan I. Evaluation of prevalence and positions of
Mesiodens using cone-beam computed tomography. J Oral Maxillofac Res 2018;9(4).
24. Hogstrum A, Andersson L. Complications related to surgical removal of anterior
supernumerary teeth in children. J Dent Child 1987;32:48–9.
25. Garvey MT, Barry HJ, Blake M. Supernumerary teeth–an overview of classification,
diagnosis and management. J Can Dent Assoc 1999;65:612–6.

Anda mungkin juga menyukai