Anda di halaman 1dari 7

8 Cara Ajarkan Anak Toleransi dan Menghormati PerbedaanKOMENTAR: Kompas.

com Edu
Tumbuh bersama kekuatan mimpi perempuan Indonesia 8 Cara Ajarkan Anak Toleransi dan
Menghormati Perbedaan Kompas.com - 06/12/2020, 17:01 WIB BAGIKAN: Komentar Lihat Foto
Ilustrasi anak-anak bermain dan tertawa di taman bermain.(FREEPIK/PRESSFOTO) Penulis
Ayunda Pininta Kasih | Editor Ayunda Pininta Kasih KOMPAS.com – Isu Suku, Agama, Ras, dan
Antargolongan (SARA) bukan tak mungkin akan ditemui anak selama ia berinteraksi bersama
keluarga maupun teman-temannya. Di era digital saat ini, kian banyak dijumpai tontonan-tontonan
yang memperlihatkan berita hoak yang berbau SARA maupun sikap yang melanggar norma,
merendahkan ras atau agama, serta perilaku buruk lainnya. Padahal, sejatinya manusia dilahirkan
berbeda-beda, mulai dari bentuk wajah, rambut, warna kulit. Saat anak-anak tumbuh semakin besar,
bahkan saat ia berada di jenjang sekolah dasar, anak akan lebih banyak mendapati lebih banyak
perbedaan, mulai dari perbedaan suku dan bangsa, sosial ekonomi, hingga agama. Baca juga:
Berapa Usia Ideal Anak Belajar Bahasa Inggris? Mengajarkan anak untuk mengenal ragam
perbedaan dan menghormatinya, dapat menjadi bekal agar ia memiliki kemampuan komunikasi,
sosialisasi, berkolaborasi dengan banyak orang, serta kepercayaan diri. Pasalnya, sikap tak
menghargai perbedaan dan keragaman bisa terjadi pada anak-anak, mengingat Indonesia
merupakan negara yang penuh keberagaman. Merangkum laman Sahabat Keluarga Kemendikbud,
ada beberapa cara yang bisa dilakukan orangtua dan guru untuk melatih anak menghormati
perbedaan dan keragaman dalam lingkungan, antara lain: Baca juga: Pendaftaran SMP Gratis
Cendekia Baznas Dibuka, Bebas Biaya Hidup 1. Bersosialisasi dengan lingkungan Beri kebebasan
kepada anak untuk berteman dengan siapapun tanpa memandang agama, suku maupun ras. Ajak
anak bersosialisasi dengan lingkungan di rumah dengan cara mengundang anak-anak di sekitar
rumah untuk bermain ke rumah, atau biarkan anak untuk berkunjung ke rumah tetangga. Ini akan
sangat baik untuk perkembangan sosial anak. 2. Bacakan cerita tentang perbedaan dan keragaman
Di era digital yang bebas di media online banyak dijumpai tontonan-tontonan yang memperlihatkan
berita hoak yang berbau SARA maupun sikap yang melanggar norma, merendahkan ras atau
agama, serta perilaku buruk lainnya. Orangtua perlu mendampingi sehingga anak tidak terpengaruh
pada perilaku yang melanggar norma. Bacakan cerita pembanding yang berisi tentang
penghormatan terhadap perbedaan dan keragaman. Baca juga: Game Gareng-Petruk Karya Dosen
UI, Dukung Pembentukan Karakter Anak 3. Contoh teladan Anak merupakan pembelajar yang
cepat, terlebih belajar dari sikap-sikap yang ditunjukkan oleh orangtua. Orangtua maupun guru
memberi contoh langsung bagaimana sikap baik ucapan maupun perbuatan yang menunjukkan
toleransi dan menghormati keberagaman. Seperti misalnya mau berteman dengan orang yang lain
agama, saling memberi hadiah kepada orang yang berbeda agama. 4. Dorong anak berpikir terbuka
Perkenalkan kepada anak bahwa keragaman yang ada di lingkungan sekitar adalah anugerah dari
Tuhan Yang Maha Esa. Keragaman agama, adat istiadat, warna kulit, bahasa, budaya adalah
anugerah Tuhan yang wajib disyukuri. Berikan pemahaman bahwa dengan perbedaan dan
keberagaman setiap orang bisa saling melengkapi. Yakinkan kepada anak dengan keberagaman
yang di miliki, Indonesia bisa menjadi negara yang aman dan damai. Baca juga: Lowongan Kerja
BCA Desember 2020 untuk Lulusan D3-S1 5. Bangun rasa percaya diri Bangun rasa percaya diri
anak dengan cara melatih mencintai dirinya sendiri. Motivasi anak untuk menonjolkan kelebihan
yang ada pada diri mereka. Katakan bahwa kelebihan setiap orang bisa berbeda dan setiap orang
bisa berkontribusi dengan kelebihan yang dimiliki. Ikutkan anak pada kegiatan-kegiatan yang
mendukung bakat dan minatnya tersebut. Seperti klub olahraga, sanggar tari, ataupun sanggar
lukis. Dari sinilah anak akan mengenal banyak keberagaman dan dapat menambah semangat anak
dalam mengembangkan bakat dan minatnya. Baca juga: Beasiswa Belajar Data Science dari
DQLab UMN, Terbuka untuk Umum 6. Bertamasya Ajak berkunjung ke tempat-tempat yang penuh
keragaman Seperti ke Taman Mini Indonesia Indah, museum, mal atau pertokoan. Gunakan jelajah
museum atau lokasi-lokasi wisata secara virtual selama masa pandemi Covid-19. Kenalkan kepada
anak bahwa Indonesia memiliki keberagaman suku, agama, budaya, dan adat istiadat. 7. Bermain
game Baik itu melalui permainan kartu atau ponsel pintar, hadirkan setidaknya satu permainan yang
mengajak anak mengenal suku-suku di Indonesia dengan cara interaktif dan menyenangkan.
Temani saat anak bermain game tersebut dan tanamkan bahwa setiap suku memiliki adat atau
budaya yang masing-masing harus saling menghormati agar hidup menjadi harmonis. Beri
pemahaman apa saja keuntungan yang didapatkan saat kita bisa hidup berdampingan dan
harmonis dengan orang lain, termasuk apa saja kerugian bila terjadi hal sebaliknya karena tidak
adanya rasa hormat terhadap perbedaan. Baca juga: Pilihan Jurusan untuk Profesi Bidang Data
Science Bergaji Dua Digit 8. Tanamkan karakter kebangsaan Orangtua ataupun guru dapat
mengajak anak mengikuti kegiatan-kegiatan yang memberikan semangat untuk tumbuhnya rasa
nasionalisme dan karakter kebangsaan. Seperti melalui kegiatan pramuka, lomba-lomba
memperingati HUT RI baik di sekolah maupun di rumah, dan lain sebagainya. Dapatkan update
berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram
"Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda
harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "8 Cara Ajarkan Anak Toleransi dan
Menghormati Perbedaan", Klik untuk
baca: https://edukasi.kompas.com/read/2020/12/06/170100371/8-cara-ajarkan-anak-toleransi-dan-
menghormati-perbedaan?page=all.
Penulis : Ayunda Pininta Kasih
Editor : Ayunda Pininta Kasih

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:


Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L
Keberagaman adalah suatu hal yang tak dapat dielakkan dari kehidupan di muka bumi
ini. Banyak sekali perbedaan dan keberagaman yang sering kita temukan di sekeliling
kita. Terutama bagi kita yang hidup dan tinggal di Negara Indonesia, negara yang
memiliki semboyan “Bhinneka Tunggal Ika; Berbeda-beda tetapi tetap satu jua.” Dari
semboyan ini kita tahu bahwa Negara Indonesia memiliki banyak sekali keberagaman.
Keberagaman inilah yang membuat masyarakat Indonesia disebut sebagai masyarakat
yang majemuk. 

Indonesia berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 memiliki jumlah penduduk


sebesar 236.641.326 juta jiwa, menjadikan negara ini negara dengan penduduk
terbanyak ke-4 di dunia. Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah sehingga
diproyeksikan pada tahun 2019 penduduk Indonesia berjumlah 268 juta jiwa, dan
mencapai 305 juta jiwa pada tahun 2035.

Dari banyaknya penduduk tersebut tentunya terdapat banyak sekali keberagaman yang
dimiliki baik agama, suku, ras, etnis, bahasa, dan budayanya. Dari keragaman itulah
yang terkadang memunculkan konflik yang diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan
ideologi kelompok semata. Sikap intoleransi dan diskriminasi juga kerap kali terjadi,
terutama berkaitan dengan agama. Mengingat Indonesia memiliki banyak sekali
keragaman agama seperti, Islam, Kristen, Buddha, Hindu, dan Kong Hu Chu. Seperti
pada akhir 1990-an, Indonesia dikejutkan dengan tragedi Ambon berdarah, isu agama
kemudian dijadikan sebagai pemicu terjadinya tragedi ini (Sindonews.com, 18/04/2018).
Hingga Bulan Mei tahun 2018 telah terjadi pengeboman di tiga Gereja di Kota Surabaya
(Tempo.co, 30/05/2018).

Dilansir dari Tempo.co (12/02/2018) Jaringan Gusdurian mencatat aksi intoleransi dan
kekerasan yang berhubungan dengan agama makin meningkat pada tahun 2018.
Belum lama ini, Gereja di Bantul dilarang menggelar bakti sosial dengan tudingan
Kristenisasi. Pada 28 Januari 2018, kekerasan dialami oleh pemimpin Pondok
Pesantren Al-Hidayah Cicalengka, Kabupaten Bandung, KH. Umar Basri. Dan pada
Kamis, 1 Februari, Komando Brigade PP Persis diserang oleh seorang pria hingga
meninggal dunia. Dari banyaknya kasus intoleransi di antara umat beragama di
Indonesia ini tentunya mengganggu kenyamanan masyarakat untuk beribadah dan
memunculkan kebencian yang dapat memecah belah persatuan Bangsa Indonesia. 

Peristiwa ini tentu saja seperti menjadi peringatan kepada Bangsa Indonesia bahwa
persoalan kerukunan dan toleransi umat beragama masih menjadi kebutuhan pokok.
Untuk menjadikan negara yang aman, damai, serta menjunjung nilai toleransi yang
tinggi, perlu kiranya seluruh elemen masyarakat baik dari pemerintah, ulama, tenaga
pendidik, aparat keamanan, dan masyarakat lainnya saling bekerjasama untuk
mewujudkannya. Namun, sebelum menggerakkan seluruh elemen masyarakat tersebut,
sebaiknya dimulai dari diri kita masing-masing.

Pentingnya Menumbuhkan Sikap Toleransi Antar Umat Beragama


Toleransi merupakan hal yang sering digaungkan dan diimpikan oleh banyak orang dari
berbagai pihak, baik pemerintah, tokoh agama, aparat keamanan, bahkan seluruh
masyarakat Indonesia, khususnya diri kita sendiri. Namun, toleransi akan menjadi
mimpi belaka jika kita tak mau berusaha untuk mewujudkannya.

Langkah pertama yang bisa kita lakukan untuk mewujudkan atau menumbuhkan sikap
toleransi pada diri sendiri adalah kita mengetahui serta memahami apa itu toleransi.
Toleransi secara luas adalah sikap atau perilaku manusia yang tidak menyimpang dari
nilai atau norma-norma agama, hukum, budaya, di mana seseorang menghargai atau
menghormati setiap yang orang lain lakukan. Toleransi juga dapat dikatakan dalam
istilah konteks sosial budaya dan agama yang berarti sikap dan perilaku yang melarang
adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat
diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat (Wikipedia.org).

Dari definisi di atas kita tahu bahwa sikap toleransi merupakan sikap yang mampu dan
mau menerima serta menghargai segala perbedaan yang ada. Dalam hal ini juga sikap
menerima dan menghargai akan keragaman agama.

Terdapat sebuah hadits dari Ibnu Abbas, ia berkata: Ditanyakan kepada Rasulullah
SAW. “Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah?” maka beliau bersabda: Al-
Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus lagi toleran).” Makna As-Samhah dalam konteks ini
mengandung afinitas linguistik dengan tasamuh atau samaha, sebuah terminologi arab
modern untuk merujuk pada toleransi. Hadits ini seringkali dipakai sebagai rujukan
islam untuk mendukung toleransi atas agama-agama lain. di mana beliau diutus Allah
SWT, untuk menyebarkan ajaran toleransi tersebut.
Selain itu, dalam kitab suci Umat Islam terdapat Quran Surat Al-Kafirun ayat 6, yang
berbunyi “Lakum diinukum wa liyadiin,” yang artinya adalah “Untukmu agamamu, dan
untukku agamaku.” Dalam surat ini sudah cukup untuk menunjukkan bagaimana
toleransi dalam beragama. Ini mencerminkan bagaimana untuk menghormati hak
berkeyakinan sesama manusia. Tidak memaksakan kehendak, pun tidak memkasakan
seseorang untuk memeluk suatu agama tertentu dan tidak mendeskreditkan agama
lainnya. 
Menumbuhkan Rasa Nasionalisme
Selanjutnya, setelah memahami apa itu toleransi, perlu kiranya kita menumbuhkan rasa
nasionalisme dalam diri. Sebagai bagian dari warga Negara Indonesia, baiknya kita
tidak hanya sekadar tahu dan hapal isi pancasila, namun juga paham makna dari setiap
silanya. Seperti dalam sila pertama Pancasila, aspek agama disebut pertama kali. Hal
ini merupakan pertanda bahwa agama merupakan salah satu kebebasan manusia
untuk meyakini apa yang diyakininya.

Selain itu, kita sebagai warga Negara Indonesia harus berpegang teguh pada nilai-nilai
Pancasila di setiap kegiatan yang kita lakukan. Mengingat bahwa Pancasila merupakan
dasar dan ideologi negara. Selain memahami Pancasila, mengingat semboyan Negara
Indonesia yang berbunyi “Bhinneka Tunggal Ika” itu juga dirasa sangatlah perlu.
Semboyan tersebut bermakna bahwa dengan segala perbedaan yang ada tak lantas
membuat kita terpecah-belah begitu saja. Berbeda-beda namun tetap satu.
Perlu kita ketahui pula  bahwa tak hanya Pancasila yang turut mengatur soal agama,
negara pun turut mengatur tentang agama ke dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab
XI pasal 29 ayat (1) dan ayat (2). Pasal 1 berbunyi, “Negara berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.” Dan pasal 2 berbunyi, “Negara menjamin kemerdekaan tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya
dan kepercayaannya itu.” Dari situ jelas sudah bahwa Undang-Undang yang dibuat oleh
negara kita tak hanya sekadar dibuat, tetapi juga untuk dilaksanakan oleh seluruh
masyarakat Indonesia. Dan tujuan dari dibuatnya Undang-Undang tersebut juga sudah
jelas bahwa Negara Indonesia memberi jaminan kemerdekaan atau kebebasan untuk
setiap warganya menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing.

Bijak dalam Bermedia


Bijak dalam bermedia pun perlu, tidak mudah menyerap segala informasi dan isu-isu
yang beredar sebelum ditelisik kebenarannya. Apalagi berita hoax masih marak terjadi
dan beredar di mana-mana. Terkadang ada saja berita atau isu-isu yang mengandung
ujaran kebencian, menyulut amarah masyarakat, serta memojokkan atau menuduh
kelompok atau oknum tertentu. Menanggapi hal ini, Faris Khairul Anam dalam bukunya
yang berjudul Fikih Jurnalistik; Etika dan Kebebasan Pers Menurut Islam (2009)
menyampaikan beberapa hal yang bisa kita lakukan ketika menerima sebuah berita.
Hal pertama yang kita lakukan ketika mendapat berita adalah menelisik apakah berita
itu benar? Jika tidak atau belum pasti benar, maka jangan disebarkan. Faris Khairul
Anam mendasari hal ini berdasarkan sebuah hadits yang berbunyi :

 “Barangsiapa tergesa, akan salah.” (THR. Al-Hakim). 


“Cukup seseorang dinilai berbohong, dengan mengatakan setiap yang ia dengar.” (THR.
Muslim). 
Jika benar, langkah selanjutnya adalah memastikan apakah berita tersebut
bermanfaat? Jika tidak, maka jangan disebarkan. Jika berita itu bermanfaat, maka
barulah kita menyebarkan berita tersebut. Dalam hal ini, Faris Khairul Anam juga
melandasinya dari sebuah hadits yang berbunyi :

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, katakanlah kebaikan atau diamlah.” (THR.
Bukhari-Muslim). 
Menjalin Silaturahmi Antar Umat Beragama
Selanjutnya, perlulah kiranya kita untuk saling menjaga silaturahmi antar umat
beragama supaya tidak saling curiga. Saling berkomunikasi anatar satu umat Bergama
satu dengan umat beragama lainnya. Berdiskusi juga penting. Supaya kita tahu seperti
apa ajaran dari agama-agama lainnya. Dari situ wawasan dan pikiran kita terbuka luas.
Dengan begitu, rasa saling curiga, perilaku menghakimi orang atau kelompok lain, serta
sikap intoleransi tak terjadi.

Masih banyak hal baik lainnya yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan sikap toleransi.
Menumbuhkan sikap toleransi sangatlah diperlukan oleh umat beragama. Jika tidak,
maka yang terjadi adalah timbulnya perpecahan dan permusuhan. Jangan sampai
karena adanya perbedaan, Indonesia menjadi terpecah belah. Karena pada hakikatnya
negara Indonesia adalah negara yang tidak hanya memiliki banyak sekali keragaman
agama, namun juga budaya, bahasa, suku, dan ras.

*** Eva Ardlillah Daulati adalah jurnalis LPM Solidaritas UIN Sunan Ampel, Surabaya,
peserta workshop pers mahasiswa SEJUK di Semarang, 1-4 Februari 2019.

SEBAGAI GENERASI MUDA INDONESIA, INI SIKAP


TOLERANSI YANG HARUS DIBIASAKAN
Seiring dengan bertambahnya pengalaman hidup, kita akan sering ketemu orang-orang
dengan berbagai karakter, sifat dan prinsip. Bahkan di lingkup teman-teman kita pasti
punya perbedaan dari segi sudut pandang, prinsip, ide maupun latar belajang. Hal ini juga
dikarenakan semakin dewasa seseorang, semakin terlihat prinsip mana yang sesuai dalam
mengejar mimpi mereka. Apalagi sebagai warga negara Indonesia, kita pasti sudah
terbiasa hidup dalam perbedaan. Berbeda bukan berarti nggak bisa bersatu kan?
 
Tumbuh di tengah perbedaan membiasakan diri kita untuk saling toleransi. Ada data
menarik nih dari IDN Research Institute mengenai perilaku toleransi di kalangan milenial
Indonesia. Anak muda Indonesia lebih optimis dalam memelihara toleransi terhadap
sesama, dan cenderung punya satu visi dan misi yang sama untuk kejar mimpi
membangun persatuan Indonesia. Mereka dapat mendengarkan dan menerima perbedaan
pendapat atau ide teman walaupun beberapa ada yang tidak setuju.
 
Dari sini bisa kita simpulkan, perbedaan suatu hal yang biasa dan bisa berjalan harmonis
bila adanya rasa toleransi sosial. Rasa memahami seseorang atau kelompok mayoritas dan
minoritas untuk saling menghormati dan menghargai. Ini langkah yang bisa kamu lakukan
untuk menumbuhkan rasa toleransi dalam kehidupan sehari-hari.
 
1. Berteman dengan Semua Orang
 
Di usia produktif menjadi masa dimana mencari teman sebanyak-banyaknya. Di momen
ini pula kita akan bertemu orang dengan latar belakang yang berbeda. Tapi keragaman
bukan menjadi masalah kalau kita tulus dan komitmen untuk menghargai pendapat
mereka ya.
 
2. Tidak Memotong Pembicaraan Orang
 
Sadar atau nggak, orang Indonesia itu senang banget untuk berdialog dan berdiskusi,
apalagi mengutarakan pendapat. Tapi kadang ada kebiasaan buruk berbicara dalam forum
yang suka dilakukan yaitu memotong pembicaraan orang lain, padahal apa yang
disampaikan belum selesai terucap. Kalau lagi di tengah obrolan, yuk coba biasakan
mendengar pembicaraan orang hingga selesai ya. Kita jadi lebih tahu apa yang
sebenarnya disampaikan dan orang juga akan berbalik respect dengan kita.
 
3. Mengutarakan apresiasi dan kritik yang sewajarnya
 
Pro dan kontra dalam sebuah diskusi itu wajar kok. Kita pun juga bebas mengutarakan
pendapat kita atau kritik yang mau disampaikan. Tinggal bagaimana cara kita
menyampaikan pendapat tanpa menghakimi lawan bicara kita. Mulai lah dengan apresiasi
atas pendapat yang sudah diutarakan oleh lawan bicara, kemudian baru sampaikan
pendapat dan masukkan dengan tutur kata yang baik.  Kamu pun juga harus mau menerima
kritikan yang ada. Intinya sama-sama saling menerima. Dengan ,enjaga kenyamanan hati
orang lain akan membawa ketenteraman dalam hidup kita dan terhindar dari konflik yang
nggak perlu.
 
4. Kurangi menilai seseorang tanpa mengenalnya lebih dulu
 
Setiap orang berhak menilai sesuatu dan nggak ada yang melarang untuk berpendapat.
Namun, seringkali kita langsung membuat kesimpulan pada tindakan seseorang dan
dihubungkan pada beragam faktor, salah satunya ras atau suku orang tersebut. Padahal,
belum tentu ras atau suku tersebut berkaitan dengan sikap orang yang kamu nilai, bisa
jadi ada faktor lain yang mempengaruhinya. Tindakan-tindakan sepele semacam ini
kadang secara nggak sadar kita lakuin. Yuk coba melihat orang dari segala sudut pandang
dan mencoba untuk memahami perilaku mereka.

Perbedaan memang nggak bisa dihindari, terlebih kita yang hidup di Indonesia dengan
berbagai suku, ras dan agama. Membangun dan meningkatkan rasa toleransi sudah
menjadi hal yang harus dibiasakan. Supaya kita sebagai generasi penerus bangsa ini bisa
memberikan kontribusi positif buat Bangsa Indonesia dan mendukung #KejarMimpi
Indonesia yang berkualitas!

Anda mungkin juga menyukai