Anda di halaman 1dari 50

Hubungan Derajat Increased Signal Intensity (ISI) berdasarkan

T2-Weighted Imaging (T2WI) MRI dengan Skor MJOA dan Skor

Nurick Pasien Cervical Spondylosis Myelopathy (CSM) di

Departemen Bedah Saraf RSHS

Oleh:

Radityo Priambodo

NPM. 130321190504

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian

Guna Memperoleh Gelar Dokter Spesialis Bedah Saraf

Program Pendidikan Dokter Spesialis I

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................ii

DAFTAR TABEL.........................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR......................................................................................v

DAFTAR SINGKATAN...............................................................................vi

BAB I..............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang Penelitian..............................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................7

1.3 Tujuan Penelitian............................................................................8

1.4 Kegunaan Penelitian.......................................................................9

BAB II..........................................................................................................10

2.1 Kajian Pustaka..............................................................................10

2.1.1 Anatomi dan Biomekanika Vertebra Servikalis...................10

2.1.2 Cervical Spondylosis Myelopathy (CSM)..................................13

2.1.3 Skor MJOA dan Skor Nurick pada CSM............................17

2.2 Kerangka Pemikiran.....................................................................19

2.3 Premis Penelitian..........................................................................22

2.4 Hipotesis Penelitian......................................................................23

BAB III.........................................................................................................24

3.1 Subjek Penelitian..........................................................................24

ii
3.1.1 Kriteria Inklusi..........................................................................24

3.1.2 Kriteria Eksklusi.......................................................................24

3.2. Metodologi Penelitian..................................................................25

3.2.1. Jenis Penelitian.........................................................................25

3.2.2 Variabel dan Definisi Operasional Penelitian.............................24

3.2.3 Identifikasi Variabel Penelitian...................................................25

Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data..........................................26

3.2.5.1 Jumlah Subjek Penelitian.......................................................27

3.2.6 Alur Penelitian..........................................................................28

3.2.7 Tempat dan Waktu Penelitian...................................................30

3.2.9 Pertimbangan Etik....................................................................35

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................36

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Variabel dan Definisi Operasional Penelitian……………………..

…...24

Tabel 3.2 Gambaran Karakteristik Responden berdasarkan Kelompok Usia..…..31

Tabel 3.3 Gambaran Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin…..

….32

Tabel 3.4 Gambaran Distribusi Derajat ISI Pasien CSM yang Dinilai dengan

T2WI MRI Potongan sagital

……………………………………………………………32

Tabel 3.5 Gambaran Distribusi Skor mJOA…………..……………………..

…...32

Tabel 3.6 Gambaran Distribusi Skor Nurick…………..……………………..

…...33

Tabel 3.7 Hubungan Derajat ISI yang dinilai dengan T2WI MRI Potongan sagital

dengan Skor mJOA …………..……………………..

…………………………....33

Tabel 3.8 Hubungan Derajat ISI yang dinilai dengan T2WI MRI Potongan sagital

dengan Skor Nurick…………..……………………………………………...…...34

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambaran Vertebra Servikalis Tiga Posisi..........................................9

Gambar 2.2 Pasien dengan cervical spondilosis myelopati dengan autofusion pada

C5-C6 dan hilangnya diskus intervertebralis pada level ini..................................24

Gambar 2.3 Gambar potongan sagital MRI berdasarkan derajat ISI.....................25

Gambar 2.4 Skor mJOA.........................................................................................26

Gambar 2.5 Skor Nurick........................................................................................27

Gambar 3.1 Alur Penelitian...................................................................................28

v
DAFTAR SINGKATAN

CSM : Cervical Spondylosis Myelopathy

DALY : Disability-Adjusted Life Years

ISI : Increased Signal Intensity

MRI : Magnetic Resonance imaging

PACS : Picture Archive and Communication System

vi
vii
viii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Mielopati spondilosis servikal/ Cervical Spondylosis Myelopathy (CSM)

adalah kondisi degeneratif dari tulang belakang servikal yang bersifat non-

traumatik yang menyebabkan penyempitan atau stenosis kanal tulang belakang.1

Istilah stenosis tulang belakang mengacu pada diagnosis anatomi yang meningkat

seiring bertambahnya usia dan dapat terjadi pada individu dengan tanpa gejala. 2

Stenosis menyebabkan kompresi medulla spinalis dari waktu ke waktu yang

bersifat non-traumatik dan pada dasarnya menyebabkan gangguan neurologis dan

tetraparesis. Perjalanan penyakit ini cukup lambat dan menghasilkan defisit

adaptif baik di medula spinalis maupun perifer dengan tingkat keparahan

kompresi dan defisit bervariasi antar individu. 1,2

CSM adalah salah satu kondisi paling umum pada orang tua. Sejumlah

studi menunjukkan bahwa CSM adalah salah satu gangguan sumsum tulang

belakang yang paling umum pada populasi yang lebih tua yang datang dengan

keluhan paraparesis spastik non-trauma atau tetraparesis.1,3,4 Prevalensi dan

kejadian CSM dilaporkan bervariasi karena beragamnya klasifikasi proses

degeneratif. Data saat ini terbatas pada studi berbasis populasi pada tingkat rawat

inap CSM. Secara global, insiden rawat inap terkait CSM telah diperkirakan

mencapai 4,04/100.000 orang per tahun dan disertai meningkatnya laju tindakan

pembedahan.5 Studi lainnya menunjukkan pada 14.140 pasien yang tercatat dalam

1
National Health Insurance Research Database di Taiwan bahwa pasien yang

dirawat di rumah sakit karena kasus CSM berjumlah 349.500.000 orang per tahun.

Secara keseluruhan insiden CSM menyebabkan 4,04 (95% CI 3,98-4,11) per

100.000 orang-tahun. CSM lebih sering terjadi pada laki-laki dan pada pasien

yang lebih tua. Insiden tertinggi CSM antara laki-laki dan perempuan adalah 28,9

dan 15,3 per 100.000 orang-tahun pada pasien berusia 70 tahun dan lebih tua. 6

Sejarah dan pengalaman orang tua—ayah dan ibu—dapat memberikan efek

melalui informasi epigenomik yang tidak terkandung dalam urutan DNA. Pada

populasi umum, prevalensi titik nyeri leher berkisar antara 0,4% hingga 41,5%,

kejadian 1 tahun berkisar antara 4,8% hingga 79,5%, dan prevalensi seumur hidup

mungkin setinggi 86,8%. Menurut Global Burden of Disease 2015, nyeri

punggung bawah dan leher tetap menjadi penyebab utama tahun hidup dengan

kecacatan dari CSM. Kondisi ini menjadi penyebab utama keempat terbanyak

disabilitas berdasarkan disability-adjusted life years (DALYs). Insidensinya

mencapai 0,4%-41,5% dalam satu tahun dan risiko disabilitas seumur hidup

mencapai 86,8%.7

Pada sebagian besar kasus, mielopati spondilosis servikal disebabkan oleh

spondilosis servikal. Spondilosis servikal merupakan gabungan dari sejumlah

patologi yang melibatkan diskus intervertebral, vertebra, dan/atau sendi yang

berhubungan, yang umumnya diakibatkan oleh proses penuaan (wear and tear

degeneration).7 Perubahan degeneratif ini dapat mengakibatkan stenosis sentral

atau foraminal yang mengakibatkan gangguan medulla spinalis sehingga kondisi

spondilosis servikal berubah menjadi meilopati spondilosis servikal. Perubahan

2
degeneratif pada servikal menyebabkan lesi primer pada spondilosis, dilain pihak,

penekanan saraf spinal dan pembuluh darah menyebabkan gejala mielopatik. Ada

beberapa faktor yang dapat menyebabkan gejala mielopatik, yaitu faktor mekanik

akibat mikrotrauma dan iskemi yang dapat menimbulkan gejala klinis.8,9

Meskipun terdapat penyakit multilevel dalam banyak kasus, C5-6 adalah tingkat

yang paling umum di mana kompresi dan CSM terjadi. Hal ini dapat terjadi

karena secara anatomis dan biomekanik, area C5-6 menunjukkan lebih banyak

translasi anteroposterior dan rotasi ekstensi-fleksi dibandingkan segmen lainnya

walaupun terdapat kesamaan sudut intervertebral fleksi maksimum antar tingkat.

Selain itu, peningkatan ekstensi maksimum setingkat C5-6 yang menyebabkan

peningkatan fleksi-ekstensi dinamika Range of Motion (ROM). Keadaan ini yang

menyebabkan pada area C5-6 paling rentan dan mudah terjadi mikrotrauma dan

degenerasi yang dapat berujung pada servikal spondilosis dan CSM.10,11

Gejala klinis yang dominan muncul adalah nyeri leher, yang sering

berhubungan dengan nyeri bahu. Selain itu, pasien dapat mengeluhkan nyeri

hingga rasa kebas, gangguan koordinasi dan gaya berjalan (gait), kelemahan pada

waktu menggengam dan gangguan berkemih dan buang air besar.8,9 Secara klinis,

sindrom CSM dibagi menjadi lima kelompok yaitu (1) Lesi Transverse Syndrome

yang melibatkan traktus kortikospinalis, traktus spinothalamic, dan kolumna

posterior, dan segmen anterior horn terlibat, (2) Motor System Syndrome, yang

utama melibatkan traktus kortikospinalis dan anterior horn dengan minimal/tidak

ada gejala defisit sensorik, (3) Central Cord Syndrome, berupa defisit motorik dan

sensorik yang terutama pada ekstremitas atas dibanding ekstremitas bawah, (4)

Brown Sequrad Syndrome, merupakan penyempitan asimetris dari kanalis spinalis


3
dengan sisi yang tertekan adalah traktus kortikospinal ipsilateral dan disfungsi

kolumna posterior, dan (5) Brachialgia dan Cord Syndrome: nyeri radikular pada

ekstremitas atas dengan kelemahan LMN dan beberapa keterlibatan serabut

traktus yang panjang (sensorik dan motorik).8,12 Gejala klinis dari CSM dapat

dilihat dari beberapa kriteria penilaian yaitu:

(1) Neck Disability Index (NDI) merupakan satu satunya alat ukur berupa

kuesioner yang mengevaluasi intensitas nyeri dan aktivitas sehari-hari dan

mengukur tingkat keterbatasan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

NDI sering digunakan sebagai alat ukur untuk menilai dampak dari nyeri

leher pada aktivitas fungsional pasien dan untuk mengukur hasil dalam

praktik klinis dan penelitian. NDI memiliki 10 buah item pertanyaan yang

menekankan pada nyeri dan aktivitas sehari-hari seperti intensitas nyeri,

perawatan diri, mengangkat beban, membaca, sakit kepala, konsentrasi,

bekerja, mengemudi, tidur, dan rekreasi. NDI merupakan kuesioner dalam

bahasa Inggris. Apabila akan digunakan di Indonesia butuh translasi dan

validasi sehingga kurang praktis. 13

(2) Skor MJOA

(3) Skor Nurick

4
Beberapa skala tersedia untuk menilai disabilitas fungsional pada pasien dengan

CSM. Dua skala yang umum digunakan adalah sistem penilaian skor penilaian

modified Japanese Orthophaedic Association (mJOA) yang dimodifikasi (Menilai

perubahan motorik dan sensorik pada ekstremitas atas dan bawah serta fungsi

spingter). Kedua instrumen tersebut saling berkorelasi dan melengkapi serta

dibenarkan untuk menggunakan keduanya pada pasien. Hanya sedikit penelitian

yang membandingkan penilaian Nurick dan skor mJOA dalam mengevaluasi

kecacatan fungsional dan hasil pada pasien dengan CSM. Bahkan penilaian ini

telah mengevaluasi korelasi pada sejumlah kecil pasien atau pada pasien yang

menjalani berbagai jenis operasi dekompresi.14

Pasien dengan riwayat dan disertai dengan temuan pemeriksaan fisik yang

sesuai dengan CSM, pemeriksaan penunjang radiologi MRI akan disarankan

sebagai pemeriksaan yang paling tepat untuk memastikan informasi tentang

kanalis spinalis, dan abnormalitas intrinsik medulla (demyelinisasi,

syringomyelia, atrofi medulla spinalis, edema). Keuntungan MRI dibandingkan

dari pemeriksaan radiologis lainnya adalah non invasif, non-radiasi, sensitivitas

tinggi, dan kontras jaringan lunak tinggi yang secara jelas menunjukkan jaringan

saraf, ligamen, dan jaringan lunak paraspinal lainnya. 15 MRI juga memberikan

gambaran kemungkinan diagnosis lain (Chiari malformasi, tumor medulla

spinalis) dan luaran pasien. Akan tetapi, pada umumnya berdasarkan data, ada

sekitar 60% dari seluruh pasien CSM yang bersifat asimtomatik. Dari pasien yang

5
memiliki gejala atau simptomatik, 58-85% dilakukan pemeriksaan MRI dan

ditemukan abnormalitas pada pemeriksaan MRI.16,17

Salah satu kriteria dari MRI yang menjadi prognosis luaran buruk pada

pasien CSM adalah peningkatan intensitas atau Increased Signal Intensity (ISI)

dari pemeriksaan T2-weighted imaging (T2WI). Terdapat beberapaa cara

penilaian ISI pada T2WI namun salah satu penilaian yang utama yang sering

digunakan oleh beberapa penilitian adalah penilaian kualitatif berdasarkan

intensitas dan batas dari ISI. Penilaian kualitatif ini terdiri dari skor 0 (tidak ada

perubahan), skor 1 (apabila intesitas mulai meningkat dan batas mulai kabur), dan

skor 2 (sangat intens dengan batas yang tegas).15

Mengingat sejauh ini, data terkait hubungan gambaran CSM dengan

penilaian ISI melalui T2WI masih terbatas, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara derajat ISI dengan gambaran klinis yang dinilai

dengan skor mJOA dan skor Nurick pada pasien CSM. Peneliti ingin mengetahui

hubungan tersebut berdasarkan pengalaman praktis yang peniliti alami selama

pendidikan PPDS di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung.

6
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka dapat dirumuskan

permasalahan penelitian yaitu:

1. Berapa derajat ISI yang didapatkan dari T2WI MRI pada pasien yang

didiagnosis dengan CSM?

2. Bagaimana hubungan antara derajat ISI yang didapatkan dari T2WI MRI

terhadap skor mJOA dan skor Nurick pada pasien CSM di Departemen Bedah

Saraf RSHS Bandung?

7
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

1. Untuk mengetahui derajat ISI yang didapatkan dari T2WI MRI pada pasien

yang didiagnosis dengan CSM.

2. Untuk mengetahui hubungan antara derajat ISI yang didapatkan dari T2WI

MRI terhadap skor mJOA dan skor Nurick pasien CSM di Departemen Bedah

Saraf RSHS Bandung.

1.3.2 Tujuan Khusus

Mendapatkan data mengenai derajat ISI yang didapatkan dari T2WI MRI pada

pasien yang diduga mengalami CSM, dan hubungan antara derajat ISI yang

didapatkan dari T2WI MRI terhadap skor mJOA dan skor Nurick pada pasien

CSM di RSHS Bandung.

8
1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Ilmiah

Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi ilmiah mengenai

hubungan antara derajat ISI yang didapatkan dari T2WI MRI terhadap skor mJOA

dan skor Nurick pasien CSM di rumah sakit Hasan Sadikin Bandung sehingga

akan didapatkan suatu parameter penilaian dari penelitian ini yang dapat dijadikan

referensi tambahan dan bahan pertimbangan akademik.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

derajat ISI yang didapatkan dari T2WI MRI terhadap skor mJOA dan skor Nurick

pasien CSM di rumah sakit Hasan Sadikin Bandung sehingga digunakan sebagai

bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan maupun kebijakan untuk

tatalaksana tindakan medis pada pasien dengan CSM dan dapat menjadi dasar

untuk meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit, sehingga diharapkan

kualitas hidup dari pasien dengan CSM menjadi lebih baik.

9
BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Anatomi dan Biomekanika Vertebra Servikalis

Tulang belakang cervical inferior terdiri atas 5 tulang vertebra (C3-C7) yang mana

memiliki karakteristik morfogenetik yang mirip dengan yang lain. Tulang-tulang

ini terdiri atas badan artikulasi yang lebih kecil yang berkembang dengan arah

transversum. Badannya memiliki dua faset, superior dan inferior, dan juga

memiliki dua rafe ekstremitas lateral yang mengarah ke superior dikenal sebagai

prosesus spinosus. Dua pedikel yang mengarah ke belakang dan prosesus

transversum berada pada anterior. Setiap prosesus ini terdiri atas dua akar,

anterior dan posterior yang dihubungan oleh sebuah badan lamina. Pada dasar dari

kedua prosesus transversum ini terdapat sebuah lubang, yaitu foramen

transversum. Lubang transversum ini dibentuk oleh semua foramen transversum

dan dilewati oleh pembuluh darah vertebra dan saraf vertebra. Sendi prosesus,

superior dan inferior, berada di posterior terhadap pedikel dan bersendi dengan

vertebra bagian atas dan bawah. Sendi prosesus superior berakhir dengan sendi

faset yang berhadapan ke belakang dimana yang bagian inferiornya dengan sendi

faset yang berhadapan ke depan. 9,10

Prosesus spinosusnya pendek dan terbelah dua kecuali tulang belakang cervical

ke 7 dimana prosesus spinosusnya panjang dan tidak terbelah dua dan teraba pada

10
dasar dari leher dan menjadi suatu tanda penting jika ingin mencari tulang

vertebra atas dan bawah. Tulang vertebra ke 7 juga memiliki foramen transversum

lebih kecil dimana hanya vena yang melintas. Tulang Vertebra servikal ke 6

memiliki karakteristik tonjolan di bagian anterior dari prosesus transversum yang

lebih berkembang dan menonjol (Chassaihnac tubercle): tanda untuk karotis,

untuk arteri tiroid inferior dan untuk arteri vertebra. Tulang vertebra servikal ke 6

memiliki karakteristik tuberkel anterior dari prosesus transverusm yang lebih

berkembang dan menonjol (Chassaignac tubercle): tanda untuk pembuluh darah

karotis, untuk arteri tiroid inferior dan arteri vertebra. 9,10

Gambar 2.1 Gambaran Vertebra Servikalis Tiga Posisi

Dikutip dari : Dharmajaya et al

11
2.1.1.2 Biomekanika Cervical Spine

Struktur lower cervical spine memiliki bentuk yang Struktur lower cervical

spine memiliki bentuk yang seragam. Struktur ini memiliki sendi uncovertebral

yang menyangga beban aksial. Processus artikular tulang belakang cervical

memiliki sudut inklinasi sekitar 45 derajat dari bidang horizontal dan inklinasinya

lebih curam di segmen bawah. Inklinasi ini memungkinkan rotasi aksial lebih

sedikit daripada yang terjadi pada upper cervical spine. Processus transversus

juga berfungsi untuk melindungi spinal cord dan arteri vertebralis. Motion

segmen dihubungkan dan distabilisasi oleh ligamentum longitudinal anterior

(ALL) di ventral dan oleh ligamentum longitudinal posterior di dorsal. Lamina

lower cervical spine terhubung oleh flavum kuat yang teridiri dari serat elastis

yang dapat membatasi gerakan fleksi berlebihan. C5-6 adalah tingkat yang paling

umum di mana kompresi dan CSM terjadi. Hal ini dapat terjadi karena secara

anatomis dan biomekanik, area C5-6 menunjukkan lebih banyak translasi

anteroposterior dan rotasi ekstensi-fleksi dibandingkan segmen lainnya walaupun

terdapat kesamaan sudut intervertebral fleksi maksimum antar tingkat. Selain itu,

peningkatan ekstensi maksimum setingkat C5-6 yang menyebabkan peningkatan

fleksi-ekstensi dinamika Range of Motion (ROM). Keadaan ini yang

menyebabkan pada area C5-6 paling rentan dan mudah terjadi mikrotrauma dan

degenerasi yang dapat berujung pada servikal spondilosis dan CSM.9,10

12
2.1.2 Cervical Spondylosis Myelopathy (CSM)

2.1.2.1 Definisi

Mielopati spondilosis servikal/ Cervical Spondylosis Myelopathy (CSM)

adalah kondisi degeneratif dari tulang belakang servikal yang bersifat non-

traumatik yang menyebabkan penyempitan atau stenosis kanal tulang belakang.1

Istilah stenosis tulang belakang mengacu pada diagnosis anatomi yang meningkat

seiring bertambahnya usia dan dapat terjadi pada individu dengan tanpa gejala.2

Stenosis menyebabkan kompresi medulla spinalis dari waktu ke waktu yang

bersifat non-traumatik dan pada dasarnya menyebabkan gangguan neurologis dan

tetraparesis. Perjalanan penyakit ini cukup lambat dan menghasilkan defisit

adaptif baik di medula spinalis maupun perifer dengan tingkat keparahan

kompresi dan defisit bervariasi antar individu. 1,2

2.1.2.2 Prevalensi

CSM adalah salah satu kondisi paling umum pada orang tua. Sejumlah

studi menunjukkan bahwa CSM adalah salah satu gangguan sumsum tulang

belakang yang paling umum pada populasi yang lebih tua yang datang dengan

keluhan paraparesis spastik non-trauma atau tetraparesis.1,3,4 Prevalensi dan

kejadian CSM dilaporkan bervariasi karena beragamnya klasifikasi proses

degeneratif. Data saat ini terbatas pada studi berbasis populasi pada tingkat rawat

inap CSM. Secara global, insiden rawat inap terkait CSM telah diperkirakan

mencapai 4,04/100.000 orang per tahun dan disertai meningkatnya laju tindakan

13
pembedahan.5 Studi lainnya menunjukkan pada 14.140 pasien yang tercatat dalam

National Health Insurance Research Database di Taiwan bahwa pasien yang

dirawat di rumah sakit karena kasus CSM berjumlah 349.500.000 orang per tahun.

Secara keseluruhan insiden CSM menyebabkan 4,04 (95% CI 3,98-4,11) per

100.000 orang-tahun. CSM lebih sering terjadi pada laki-laki dan pada pasien

yang lebih tua. Insiden tertinggi CSM antara laki-laki dan perempuan adalah 28,9

dan 15,3 per 100.000 orang-tahun pada pasien berusia 70 tahun dan lebih tua.6

2.1.2.3 MRI pada CSM

MRI adalah modalitas diagnostik pilihan pada pasien dengan dugaan

stenosis tulang belakang servikalis. MRI bersifat noninvasif dan memberikan

gambar dalam bidang aksial, koronal, dan sagital. MRI menawarkan detail

anatomi tulang dan jaringan lunak. Ini memberikan visualisasi yang lebih baik

dari elemen jaringan lunak tulang belakang. Tingkat kompresi elemen saraf dan

patologi yang menyinggung keduanya dengan mudah divisualisasikan. MRI

memberikan informasi tentang kanalis spinalis, dan abnormalitas intrinsic medulla

(demyelinisasi, syringomyelia, atrofi medulla spinalis, edema). MRI juga

memberikan gambaran kemungkinan diagnosis lain (Chiari malformasi, tumor

medulla spinalis). Struktur tulang dan ligament kalsifikasi merupakan gambaran

yang buruk. Kekurangan dan kesulitan dalam membedakan osteophyt dengan

herniasi diskus pada MRI diatas dengan melakukan foto polos cervical atau

dengan CT scan potongan tipis fokus pada tulang. 11

14
Gambaran MRI pada CSM adalah (1) Pengurangan area transverse pada

medulla spinalis (TASC) pada level kompresi maksimal. “Banana” shaped pada

potongan sagital memiliki korelasi tinggi pada CSM9.

Ada bukti yang bertentangan antara apakah kanalis stenosis dapat memprediksi

outcome. Sagital T2W cenderung menunjukkan besarnya kompresi sumsum

tulang belakang oleh osteofit dan/atau diskus, dan oleh karena itu potongan sagital

dan T1W juga perlu dipertimbangkan dalam evaluasi. Penebalan tidak spesifik

untuk CSM: ≈ 26% asimptomatik pada individu>64 tahun dengan kompresi

medulla spinalis pada MRI dan (2) “Snake eyes”(AKA “owl’s eyes”) pada

medulla spinalis potongan sagital T2W1 mungkin berhubungan dengan nekrosis

kistik medulla spinalis dan berhubungan dengan outcome yang buruk. 11,12 Kendati

demikian, terdapat korelasi dengan luaran yang buruk antara hiperintensitas

dengan luaran pasca operasi yaitu apabila terdapat kriteria: Multilevel T2W1

hiperintense dalam parenkim medulla spinalis, T2W1 hiperintense dengan T1W1

hipointense (T2W1)hiperintense tanpa perubahan T1W1 tidak signifikan ecara

prognostik), dan atrofi medulla spinalis (area transverse <45mm2)

Pasien yang memiliki riwayat dan temuan pemeriksaan fisik yang sesuai

dengan CSM 5-6, maka MRI disarankan sebagai tes noninvasif yang paling tepat

untuk memastikan adanya penyempitan anatomis saluran tulang belakang atau

adanya penekanan akar saraf. (nilai rekomendasi B). Berbagai metode telah

digunakan untuk mengukur dimensi kanal tulang belakang termasuk

ultrasonografi, foto polos, CT scan dan MRI, tetapi metode radiologi pilihan untuk

mengevaluasi stenosis kanal tulang belakang dan patologinya adalah MRI.11

15
Keuntungan MRI dibandingkan metode lain meliputi: non invasif, non-radiasi,

sensitivitas tinggi, dan kontras jaringan lunak tinggi yang secara jelas

menunjukkan jaringan saraf, ligamen, dan jaringan lunak paraspinal lainnya.

Gambar 2.2 Gambaran MRI Pasien dengan cervical spondilosis myelopati dengan autofusion pada
C5-C6 dan hilangnya diskus intervertebralis pada level ini.

Dikutip dari: Dharmajaya et al

2.1.2.4 ISI pada MRI

Salah satu kriteria dari MRI yang menjadi prognosis luaran buruk pada

pasien CSM adalah peningkatan intensitas atau Increased Signal Intensity (ISI)

dari pemeriksaan T2-weighted imaging (T2WI) akibat adanya proses iskemi.

Terdapat beberapa cara penilaian ISI pada T2WI namun salah satu penilaian yang

utama yang sering digunakan oleh beberapa penilitian adalah penilaian kualitatif

berdasarkan intensitas dan batas dari ISI. Penilaian kualitatif ini terdiri dari skor 0

16
(tidak ada perubahan), skor 1 (apabila intesitas mulai meningkat dan batas mulai

kabur), dan skor 2 (sangat intens dengan batas yang tegas).12

Gambar 2.3 Gambar potongan

sagital MRI berdasarkan derajat ISI.

Ppada derajat skor 1 ISI (gambar A) yaitu intensitas mulai meningkat dan batas mulai kabur

serta pada derajat skor 2 ISI (gambar B) yaitu sangat intens dengan batas yang tegas. 12

Dikutip dari: Vedantam et al

2.1.3 Skor MJOA dan Skor Nurick pada CSM

(1). Neck Disability Index (NDI) merupakan satu satunya alat ukur berupa

kuesioner yang mengevaluasi intensitas nyeri dan aktivitas sehari-hari dan

mengukur tingkat keterbatasan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. NDI sering

17
digunakan sebagai alat ukur untuk menilai dampak dari nyeri leher pada aktivitas

fungsional pasien dan untuk mengukur hasil dalam praktik klinis dan penelitian.

NDI memiliki 10 buah item pertanyaan yang menekankan pada nyeri dan aktivitas

sehari-hari seperti intensitas nyeri, perawatan diri, mengangkat beban, membaca,

sakit kepala, konsentrasi, bekerja, mengemudi, tidur, dan rekreasi. NDI

merupakan kuesioner dalam bahasa Inggris. Apabila akan digunakan di Indonesia

butuh translasi dan validasi sehingga kurang praktis. 13

(2). Skor MJOA

Gambar 2.4 Skor MJOA14

(3). Skor Nurick

18
Gambar 2.5. Skor Nurick.14

Beberapa skala tersedia untuk menilai disabilitas fungsional pada pasien dengan

CSM. Dua skala yang umum digunakan adalah sistem penilaian skor penilaian

modified Japanese Orthophaedic Association (mJOA) yang dimodifikasi (Menilai

perubahan motorik dan sensorik pada ekstremitas atas dan bawah serta fungsi

spingter). Kedua instrumen tersebut saling berkorelasi dan melengkapi serta

dibenarkan untuk menggunakan keduanya pada pasien. Hanya sedikit penelitian

yang membandingkan penilaian Nurick dan skor mJOA dalam mengevaluasi

kecacatan fungsional dan hasil pada pasien dengan CSM. Bahkan penilaian ini

telah mengevaluasi korelasi pada sejumlah kecil pasien atau pada pasien yang

menjalani berbagai jenis operasi dekompresi.14

2.2 Kerangka Pemikiran

CSM adalah salah satu kondisi paling umum pada orang tua. Sejumlah

studi menunjukkan bahwa CSM adalah salah satu gangguan sumsum tulang

belakang yang paling umum pada populasi yang lebih tua yang datang dengan

keluhan paraparesis spastik non-trauma atau tetraparesis. Prevalensi dan kejadian

CSM dilaporkan bervariasi karena beragamnya klasifikasi proses degeneratif.

19
Secara epidemiologis, CSM lebih sering terjadi pada laki-laki dan pada pasien

yang lebih tua. Pada sebagian besar kasus, mielopati spondilosis servikal

disebabkan oleh spondilosis servikal. Spondilosis servikal merupakan gabungan

dari sejumlah patologi yang melibatkan diskus intervertebral, vertebra, dan/atau

sendi yang berhubungan, yang umumnya diakibatkan oleh proses penuaan (wear

and tear degeneration). Perubahan degeneratif pada servikal menyebabkan lesi

primer pada spondilosis, dilain pihak, penekanan saraf spinal dan pembuluh darah

menyebabkan gejala mielopatik. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan

gejala mielopatik, yaitu faktor mekanik akibat mikrotrauma dan iskemi yang dapat

menimbulkan gejala klinis sehingga kondisi ini dapat menjadi CSM.

C5-6 adalah tingkat yang paling umum di mana kompresi dan CSM terjadi

karena aspek anatomis dan biomekanika yang menyebabkan tingginya weight-

load pada area C5-6 sehingga menjadi area yang paling rentan dan mudah terjadi

mikrotrauma dan degenerasi yang dapat berujung pada servikal spondilosis dan

CSM. Pasien dengan riwayat dan disertai dengan temuan pemeriksaan fisik yang

sesuai dengan CSM, pemeriksaan penunjang radiologi MRI akan disarankan

sebagai pemeriksaan yang paling tepat untuk memastikan informasi tentang

kanalis spinalis, dan abnormalitas intrinsik medulla (demyelinisasi,

syringomyelia, atrofi medulla spinalis, edema). MRI memiliki banyak keuntungan

dan kemudahan untuk pasien sekaligus juga memberikan gambaran kemungkinan

diagnosis lain (Chiari malformasi, tumor medulla spinalis) dan luaran pasien.

Salah satu kriteria dari MRI yang menjadi prognosis luaran buruk pada pasien

CSM adalah peningkatan intensitas atau Increased Signal Intensity (ISI) dari

20
pemeriksaan T2-weighted imaging (T2WI). Terdapat beberapaa cara penilaian ISI

pada T2WI namun salah satu penilaian yang utama yang sering digunakan oleh

beberapa penilitian adalah penilaian kualitatif berdasarkan intensitas dan batas

dari ISI. Penilaian kualitatif ini terdiri dari skor 0 (tidak ada perubahan), skor 1

(apabila intensitas mulai meningkat dan batas mulai kabur), dan skor 2 (sangat

intens dengan batas yang tegas). Kendati demikian, semakin tinggi ISI maka

luaran pasca operasi akan lebih buruk. Oleh karena itu, dibutuhkan diagnosis dini

agar pasien dapat diberikan terapi secara optimal sesuai kondisinya. Salah satu

metode awal sebelum dilakukan metode diagnostik pencitraan yang dapat

digunakan adalah menilai luaran klinis pasien CSM. Luaran klinis pasien CSM

dapat dinilai dengan beberapa instrumen yang paling umum digunakan yaitu skor

mJOA dan skor Nurick.

Mengingat sejauh ini, data terkait hubungan gambaran CSM dengan

penilaian ISI melalui T2WI masih terbatas, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara derajat ISI dengan gambaran klinis yang dinilai

dengan skor mJOA dan skor Nurick pada pasien CSM. Peneliti ingin mengetahui

hubungan tersebut berdasarkan pengalaman praktis yang peniliti alami selama

pendidikan PPDS di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung.

21
2.3 Premis Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis menarik premis – premis sebagai

berikut:

Premis 1

CSM merupakan salah satu kondisi gangguan medulla spinalis yang umum

terjadi pada populasi yang lebih tua akibat proses degeneratif yang pada umumnya

menimbulkan lesi primer pada spondilosis dan gejala mielopatik.1-14

Premis 2

MRI merupakan standar baku diagnosis pada CSM yang dapat

mendiagnosis dan memberikan informasi tentang kanalis spinalis, dan

abnormalitas intrinsik medulla, dan gambaran CSM berupa pengurangan area

transverse pada medulla spinalis (TASC) pada level kompresi maksimal,

gambaran "snake eyes" disertai perubahan intensitas pada pemeriksaan T2WI

MRI yang berhubungan dengan luaran pasien.15

Premis 3

Instrumen sistem skoring yang paling umum digunakan untuk menilai

gejala klinis pasien CSM adalah skor mJOA dan skor Nurick.14

22
2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis

H1 Derajat Increased Signal Intesity (ISI) pada gambaran T2WI MRI

potongan sagital memiliki hubungan yang signifikan terhadap gambaran klinis

yang digambarkan melalui skor mJOA dan skor Nurick pasien CSM.

H0 Derajat Increased Signal Intesity (ISI) pada gambaran T2WI MRI

potongan sagital tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap gambaran

klinis yang digambarkan melalui skor mJOA dan skor Nurick pasien CSM.

23
BAB III

SUBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah semua pasien di divisi Spine, Pain and Peripheral

Nerve, bagian Bedah Saraf Rumah Sakit Hasan Sadikin dengan diagnosis cervical

spondylosis myelopathy (CSM) yang tercatat direkam medis dan telah melakukan

pemeriksaan T2WI MRI servikal di Rumah Sakit Hasan Sadikin.

3.1.1 Kriteria Inklusi

1) Pasien di divisi Spine, Pain and Peripheral Nerve, bagian Bedah Saraf dan

merupakan pasien yang didiagnosis cervical spondylosis myelopathy (CSM)

yang telah berobat rawat jalan ataupun rawat inap di Rumah Sakit Hasan

Sadikin.

2) Pasien dengan data radiologis berupa gambaran T2WI MRI dan rekam medis

yang lengkap.

3.1.2 Kriteria Eksklusi

1) Pasien dengan riwayat operasi tulang belakang servikal sebelumnya

2) Pasien dengan riwayat trauma, infeksi maupun keganasan tulang belakang

sebelumnya

3) Pasien dengan gangguan psikiatri dan gangguan kesadaran

24
3.2. Metodologi Penelitian

3.2.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah prospektif dengan menggunakan korelasi analitik

mengenai hubungan antara hubungan antara derajat ISI yang didapatkan dari

T2WI MRI terhadap skor MJOA dan skor Nurick pasien CSM di rumah sakit

Hasan Sadikin Bandung.

25
3.2.2 Variabel dan Definisi Operasional Penelitian

Tabel 3.1 Variabel dan Definisi Operasional Penelitian

Variabel Batasan Alat ukur Hasil ukur Skala

operasional ukur

Usia sesuai

dengan yang

Usia Tahun tercantum Dinyatakan Numerik

dalam rekam dalam tahun

medis

Jenis kelamin Laki – laki dan Data rekam 1. Laki-laki Kategorik

perempuan medik 2. Perempuan Nominal

Bayangan abu-

abu jaringan atau

cairan dengan Dinyatakan

intensitas kata, dalam skor

Derajat Increased yang mengarah skor 0 (tidak

Signal Intensity ke istilah absolut T2WI MRI ada Kategorik

(ISI) berikut: potongan perubahan), Ordinal

intensitas sinyal sagital skor 1 (apabila

tinggi = putih intesitas mulai

intensitas sinyal meningkat dan

menengah = abu- batas mulai

24
abu kabur), dan

intensitas sinyal skor 2 (sangat

rendah = hitam intens dengan

yang batas yang

dibandingkan tegas).

dengan jaringan

sekitarnya

Gejala klinis

pasien yang Skor mJOA total

didapatkan dari Data rekam 0-11  Berat Kategorik

Skor mJOA hasil anamnesis medik 12-14  Sedang Ordinal

dan pemeriksaan 15-17  Ringan

fisik

Skor Nurick Gejala klinis Data rekam 0-5 Kategorik

pasien berupa medik ordinal

rasa kebas yang

didapatkan dari

hasil anamnesis

3.2.3 Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel bebas : Derajat ISI yang didapatkan dari T2WI MRI

Variabel terikat : Skor mJOA dan Skor Nurick pasien CSM di Departemen Bedah

Saraf RSHS Bandung

25
Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data

3.2.4 Cara Kerja

Semua pasien di divisi Spine, Pain and Peripheral Nerve, bagian Bedah

Saraf yang berobat jalan ataupun rawat inap di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung

dengan didiagnosis CSM lalu dianalisis dengan memperhatikan kriteria inklusi dan

eksklusi, kemudian dilakukan pemeriksaan sesuai dengan variabel yang akan

diteliti.

Adapun cara penilaian karakteristik pasien yang dimasukkan sebagai

variabel penelitian adalah sebagai berikut:

1. Karakteristik usia dan jenis kelamin dikumpulkan berdasarkan anamnesis di

lembar status pasien.

2. Karakteristik penilaian gejala klinis CSM dibuat berdasarkan anamnesis dan

gejala klinis di lembar status pasien yang dilakukan oleh residen bedah saraf

di Poli Bedah Saraf ataupun dirawat inap RSHS yang telah dilaporkan serta

disetujui oleh konsulen divisi Spine, Pain, and Peripheral nerve bagian

Bedah Saraf RSHS, dan ditulis di dalam lembar status pasien.

3. Karakteristik MRI dinilai oleh konsulen divisi Spine, Pain, and Peripheral

Nerve bagian Bedah Saraf RSHS, Karakteristik MRI sebagai berikut:

a. Penilaian spondilosis pada CSM berdasarkan MRI dengan metode

kualitatif apakah terdapat CSM atau tidak.

b. Pengukuran derajat ISI pada T2WI MRI potongan axial dinilai

menggunakan software Picture Archive and Communication System

26
(PACS) dan software Radiant Dicom Viewer 2020 yang dapat diakses

dan terintegrasi ke seluruh koneksi lokal RS Hasan Sadikin Bandung.

Pengukuran dilakukan di semua level servikalis.

c. Penilaian gejala klinis CSM berdasarkan skor mJOA dan skor Nurick

yang dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta

tercatat di lembar status pasien yang dilakukan oleh residen bedah

saraf di Poli Bedah Saraf ataupun dirawat inap RSHS yang telah

dilaporkan serta disetujui oleh konsulen divisi Spine, Pain, and

Peripheral nerve bagian Bedah Saraf RSHS, dan ditulis di dalam

lembar status pasien.

3.2.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan subjek dalam penelitian ini dilakukan dengan cara total

sampling, yaitu semua subjek yang ada (pasien CSM yang datang di rawat jalan

maupun rawat inap di divisi Spine, Pain and Peripheral Nerve, bagian Bedah Saraf

Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung yang memenuhi kriteria pemilihan

dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi.

Seluruh subjek dicermati untuk memilah subjek yang memenuhi kriteria

penerimaan dan tidak memenuhi kriteria penolakan.

27
3.2.5.1 Jumlah Subjek Penelitian

Besar sampel dihitung dengan rumus analitik korelatif. Teknik sampling

korelatif digunakan untuk penelitian dengan analisis korelasi. Adapun rumus

sampling korelatif adalah sebagai berikut:

n= [ (Z α +Z β) 2
0,5 ln[(1+r )/(1−r )]]2
+3

Dimana:

n = besarnya sampel

Zα = deviat baku alpha pada 0,05 yakni (1,64)

Zβ = deviat baku beta pada 10% yakni (1,28)

r = koefisien korelasi minimal yang bermakna (r) = 0,5

Maka:

n=
[ ( Z α + Z β)
]
0,5 ln [(1+r )/(1−r )]
2
+3

n= [ (1,64+ 1,28)
0,5 ln[(1+0,5)/(1−0,5)] ] 2
+3

n= [ (1,64+1,28) 2
0,5 ln [(3)] ]
+3

n= [ 2,920 2
]
0,5 ln[(3)]
+3

n = 28,26 +3= 31,26 ≈ 32

Berdasarkan hasil perhitungan rumus sampling korelatif maka ditetapkan

jumlah sampel minimal dalam penelitian ini adalah 32 pasien CSM di

28
Departemen Bedah Saraf dan Departemen Saraf Rumah Sakit Hasan Sadikin

Bandung Bandung yang memenuhi kriteria inklusi.

3.2.6 Alur Penelitian

Secara sederhana, alur penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti

ditunjukkan pada gambar 3.1 berikut;

Data laporan dan Medical Kriteria


Record pasien
Eksklusi

Sample yang memenuhi


Kriteria Inklusi

Pengumpulan data gejala klinis yang


diakumulasikan dalam skor mJOA dan skor
Nurick

Analisa
Gambar Statistik
3. 1 Analisis Penelitian

Gambar 3.1 Alur Penelitian

29
a. Data deskriptif

Data karakteristik subjek penelitian, yaitu usia, jenis kelamin, derajat

ISI, kor MJOA, dan skor Nurick yang disajikan dalam bentuk tabel

numerik.

b. Analisis korelatif

Dilakukan analisis korelatif kategorik menggunakan uji korelasi rank

spearman untuk mengetahui hubungan antara tiap variabel termasuk

variabel perancu dari hubungan derajat ISI dari T2WI MRI potongan sagital

dengan gejala klinis pasien CSM di Departemen Bedah Saraf dan

Departemen Saraf Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Hasil analisis rank

spearman terdiri dari nilai p, dan jumlah subjek. Nilai p menunjukkan batas

kemaknaan ditetapkan < 0,05.

c. Analisis multivariat

Karena terdapat variabel perancu yang juga memiliki hubungan

bermakna dengan gejala klinis pasien, maka dilakukan analisis multiple

linear regression untuk mengetahui faktor mana yang paling dominan serta

hubungan faktor faktor tersebut terhadap derajat ISI T2WI MRI. Hasil

analisis linear regression terdiri dari nilai t hitung, F hitung, nilai p, dan R-

Square. Nilai p menunjukkan batas kemaknaan ditetapkan < 0,05.

3.2.7 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat Penelitian

30
Penelitian ini akan dilaksanakan di Divisi Spine, pain and Peripheral

Nerve, Bagian Bedah Saraf dan Bagian Saraf, Rumah Sakit Hasan Sadikin /

Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung.

3.2.7.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai sejak disetujui usulan penelitian hingga

terpenuhinya jumlah sampel yang diperlukan yaitu sekitar November 2022-

November 2023.

3.2.8 Tabel Model

Data-data pasien Spine yang telah didiagnosis CSM yang memiliki gejala

klinis khususnya gejala nyeri dan telah mendapatkan pemeriksaan radiologis

berupa pemeriksaan MRI yang sudah dikelompokkan berdasarkan usia, dan jenis

kelamin. Kemudian dari data tersebut dibuatkan tabel yang menjelaskkan

gambaran karateristik pasien dengan diagnosis CSM dan hubungan antara derajat

nyeri pasien dengan diagnosis CSM dengan derajat ISI potongan sagital dari

T2WI MRI.

Karakteristik Frekuensi (n) Presentase (%)

< -40 tahun

41-60 tahun

>60 tahun

Gambaran Karakteristik Responden berdasarkan Kelompok Umur

31
Tabel 3.2 Gambaran Karakteristik Responden berdasarkan Kelompok Usia 13

Karakteristik Frekuensi (n) Presentase (%)

Laki-laki

Perempuan

Gambaran Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 3.3 Gambaran Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin

Gambaran Distribusi Derajat ISI Pasien CSM yang Dinilai dengan T2WI
MRI Potongan sagital

Derajat ISI dari T2WI Frekuensi (n) Persentase (%)


MRI Potongan sagital

Tabel 3.4 Gambaran Distribusi Derajat ISI Pasien CSM yang Dinilai dengan T2WI MRI
Potongan sagital

Gambaran Distribusi Skor mJOA

32
Skor mJOA Frekuensi (n) Persentase (%)

     
0 -11
     
12-14
15-17    

Tabel 3.5 Gambaran Distribusi Skor mJOA

33
Gambaran Distribusi Skor Nurick

Skor Nurick Frekuensi (n) Persentase (%)

     
0
     
1
2    

Tabel 3.6 Gambaran Distribusi Skor Nurick

Hubungan Derajat ISI yang dinilai dengan T2WI MRI Potongan sagital

dengan Skor mJOA

Derajat ISI Skor mJOA Nilai P


dari T2WI
MRI
Potongan 0-11 (Ringan) 12-14 (Sedang) 15-17 (Berat)
Sagital

Tabel 3.7 Hubungan Derajat ISI yang dinilai dengan T2WI MRI Potongan sagital dengan

Skor mJOA

34
Hubungan Derajat ISI yang dinilai dengan T2WI MRI Potongan sagital
dengan Skor Nurick
Derajat Skor Nurick Nilai P
ISI dari
T2WI
0 1 2 3 4 5
MRI
Potongan
Sagital

Tabel 3.8 Hubungan Derajat ISI yang dinilai dengan T2WI MRI Potongan sagital dengan

Skor Nurick.

35
3.2.9 Pertimbangan Etik

Penelitian ini berpedoman pada 3 prinsip dasar penelitian:

A. Respect for person (menghormati harkat dan martabat manusia)

Subjek penelitian memiliki hak untuk diperlakukan secara Rahasia.

Keikutsertaan subjek dalam penelitian dilakukan secara sukarela dan sadar setelah

menandatangani Informed Consent dalam mengikuti penelitian, dan subjek

penelitian memiliki hak untuk menolak keikutsertaannya dalam penelitian karena

suatu sebab tanpa adanya paksaan.

B. Beneficience (bermanfaat) Non-maleficence (tidak merugikan)

Penelitian yang dilakukan akan memberikan manfaat pada pemilihan terapi

sentral pasien CSM 5-6 di Rumah Sakit Hasan Sadikin. Penelitian ini diharapkan

mampu memberikan keuntungan bagi subjek dan dapat meminimalkan risiko

seperti ketidaknyamanan fisik, sosial maupun ekonomi.

C. Justice (keadilan)

Penelitian ini akan dilakukan dengan membagi pada dua kelompok

penelitian yakni kelompok dengan perlakuan dan kelompok kontrol, yang

keduanya akan mendapatkan terapi yang bermanfaat dengan berdasarkan ilmu

kedokteran. Perlakuan yang diberikan pada masing-masing kelompok akan dinilai

dengan seimbang dan adil.

Penelitian dilakukan setelah memperoleh persetujuan tim pembimbing dan

pengesahan oleh Komite Etik Penelitian Klinis FK Unpad/ RS Hasan Sadikin

Bandung.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Kalsi-Ryan S, Karadimas SK, Fehlings MG. Cervical spondylotic

myelopathy: the clinical phenomenon and the current pathobiology of an

increasingly prevalent and devastating disorder. Neuroscientist. 2013

Aug;19(4):409-21. doi: 10.1177/1073858412467377. Epub 2012 Nov 30.

PMID: 23204243.

2. Genevay S, Atlas SJ. Lumbar Spinal Stenosis. Best Pract Res Clin

Rheumatol. 2010;24(2):253–65.

3. Mattei TA, Goulart CR, Milano JB, Dutra LP, Fasset DR. Cervical

spondylotic myelopathy: pathophysiology, diagnosis, and surgical

techniques. ISRN Neurol. 2011;2011:463729. doi:10.5402/2011/463729

4. Lebl DR, Hughes A, Cammisa FP Jr, O'Leary PF. Cervical spondylotic

myelopathy: pathophysiology, clinical presentation, and treatment. HSS J.

2011;7(2):170-178. doi:10.1007/s11420-011-9208-1

5. Wu JC, Ko CC, Yen YS, Huang WC, Chen YC, Liu L, Tu TH, Lo SS,

Cheng H. Epidemiology of cervical spondylotic myelopathy and its risk of

causing spinal cord injury: a national cohort study. Neurosurg Focus. 2013

Jul;35(1):E10. doi: 10.3171/2013.4.FOCUS13122. PMID: 23815246.

6. Chen LF, Tu TH, Chen YC, Wu JC, Chang PY, Liu L, Huang WC, Lo SS,

Cheng H. Risk of spinal cord injury in patients with cervical spondylotic

myelopathy and ossification of posterior longitudinal ligament: a national

cohort study. Neurosurg Focus. 2016 Jun;40(6):E4. doi:

10.3171/2016.3.FOCUS1663. PMID: 27246487.

37
7. Kuo DT, Tadi P. Cervical Spondylosis. [Updated 2021 Sep 29]. In:

StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022

Jan. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551557/

8. Abdul GS. Degenerative Disorder of The Cervical Spine. In: Neurosurgery

Lecture Note. Medan: USU Press. 2012: 368-375.

9. Yudoyono, F., Dahlan, R. H., Ompusunggu, S. E., Hamijoyo, L., & Arifin,

M. Z. Myelopathy caused by Ossification of Thoracic Ligamentum

Flavum. Indonesian Journal of Rheumatology, 2018. 8(1).

https://doi.org/10.37275/ijr.v8i1.11

10. Hsiang, J. K. dan Furman, M. B. What is the prevalence of spinal stenosis?.

Medscape: Spinal Stenosis Q&A. 2020. Retrieved from:

https://www.medscape.com/answers/1913265-68823/what-is-the-

prevalence-of-spinal-stenosis

11. Driscon, Sean J et al. In-vivo Motion Characteristics Of The C5-C6 And

C6-C7 Cervical Spine Segments During Dynamic Weight-bearing Flexion-

Extension ORS 2015 Annual Meeting. 2015.

12. Roguski M, Benzel EC, Curran JN, Magge SN, Bisson EF, Krishnaney

AA, Steinmetz MP, Butler WE, Hear y Spondilosis Cercival,Ghogawala Z.

Postoperative cervical sagittal im balance negatively affects outcomes after

surgeryfor cervical spondylotic myelopathy. Spine (Phila Pa 1976). 2014;

39:2070–2077.

13. Putra, I Putu Mahendra et al. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS

ADAPTASI LINTAS BUDAYA KUESIONER NECK DISABILITY

38
INDEX VERSI INDONESIA PADA MECHANICAL NECK PAIN.

Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia. 2020; 6(3);34-39

14. Revanappa KK, Rajshekhar V. Comparison of Nurick grading system and

modified Japanese Orthopaedic Association scoring system in evaluation of

patients with cervical spondylotic myelopathy. Eur Spine J.

2011;20(9):1545-1551. doi:10.1007/s00586-011-1773-y

15. Vedantam A, Rajshekhar V. Does the type of T2-weighted hyperintensity

influence surgical outcome in patients with cervical spondylotic

myelopathy? A review. Eur Spine J. 2013;22(1):96-106.

doi:10.1007/s00586-012-2483-9

16. Pessini Ferreira LM, Auger C, Kortazar Zubizarreta I, et al. MRI findings

in cervical spondylotic myelopathy with gadolinium enhancement: Review

of seven cases. BJR Case Rep. 2021;7(2):20200133. Published 2021 Jan 5.

doi:10.1259/bjrcr.20200133

17. Nouri A, Martin AR, Mikulis D, Fehlings MG. Magnetic resonance

imaging assessment of degenerative cervical myelopathy: a review of

structural changes and measurement techniques. Neurosurg Focus. 2016

Jun;40(6):E5. doi: 10.3171/2016.3.FOCUS1667. PMID: 27246488.

39
1

Anda mungkin juga menyukai